Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH MANAJEMEN KEPERAWATAN

TEORI KEPEMIMPINAN DAN PENGARAHAN

DI SUSUN OLEH :

Celvin Oktapenan 17214021

TINGKAT 3A KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YATSI TANGERANG
JL. Aria Santika No.40A Margasari, Tangerang-Banten
Telp. (021)55726558/5572597
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga kami diberikan kesempatan untuk menyelesaikan tugas
penyusunan makalah tentang “Teori Kepemimpinan dan Pengarahan ”. Adapun
penulisan makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Manajemen
Keperawatan. Kami sampaikan rasa terimakasih yang sebanyak-banyaknya
kepada pihak yang sudah mendukung kami selama berlangsungnya pembuatan
makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi setiap pembaca.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun amat kami nantikan dari
kalangan pembaca agar nantinya meningkatkan dan merevisi kembali pembuatan
makalah ditugas lainnya dan diwaktu berikutnya.

Tangerang, 18 Maret 2020

Penyusun

i
Daftar isi

Kata pengantar i

Daftar Isi ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 1

C. Tujuan Penulisan 1

D. Manfaat penulisan 2
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Teori kepemimpinan 3
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 41
B. Saran 41
Daftar pustaka

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang
memimpin aktifitas-aktifitas suatu kelompok ke arah tujuan yang hendak
dicapai bersama.
Kepemimpinan adalah suatu proses pengarahan dan pemberian
pengaruh pada kegiatan dari kelompok anggota yang saling berkaitan
tugasnya.
Pengarahan (Direction) adalah untuk membuat orang lain
mengikuti keinginannnya dengan menggunakan kekuatan pribadi atau
kekuasaan jabatan secara efektif dan pada tempatnya demi kepentingan
jangka panjang perusahaan
Pengarahan adalah salah satu fungsi penting manajemen dan juga
dianggap sebagai esensi dari manajemen

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan yaitu tentang Teori
Kepemimpinan dan Pengarahan dalam Manajemen

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Keperawatan.
2. Mengetahui secara menyeluruh tentang Manajemen Keperawatan
dengan :
a. Memahami tentang Teori Manajemen.
b. Memahami tentang Pengarahan dalam Manajemen

1
2

D. Manfaat Penulisan
1. Untuk pembaca
Sebagai sumber informasi yang sangat berguna dalam menambahkan
pengetahuan dan wawasan, sebagai sumber informasi yang sangat
penting untuk kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Untuk mahasiswa
Sebagai referensi informasi manajemen keperawatan.
3. Untuk penulis
Memberikan pengetahuan tentang teori kepemimpinan dan pengarahan
sebagai bahan acuan untuk penulisan selanjutnya.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. TEORI KEPEMIMPINAN
1. Menurut Ns. Roymond, H. Simamora, M.Kep. (2012). Buku Ajar
Manajemen Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Konsep Kepemimpinan
a. Kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin
aktifitas-aktifitas suatu kelompok ke arah tujuan yang hendak dicapai
bersama.
b. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktifitas-aktifitas kelompok
yang diorganisasikan ke arah pencapaian tujuan.
c. Kepemimpinan adalah suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh
pada kegiatan dari kelompok anggota yang saling berkaitan tugasnya.
Dari berbagai penjelasan yang sudah di paparkan di atas dapat di
simpulkan bahwa kepemimpinan ialah sesuatu yang berkaitan dengan
kemampuan mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan organisasi.
Dalam pengertian secara sederhananya kepemimpinan adalah proses untuk
mempengaruhi orang lain sehingga mereka dengan senang hati melakukan
tugas yang diberikan dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Selain itu
juga dari kepemimpinan perlu digaris bawahi bahwa unsur-unsur utama
dari kepemimpinan adalah sebagai berikut:
1) Pemimpin atau orang yang mempengaruhi
2) Orang yang dipimpin sebagai pihak yang dipengaruhi
3) Interaksi atau kegiatan dan proses mempengaruhi
4) Tujuan yang hendak dicapai dalam proses mempengaruhi
5) Perilaku atau kegiatan yang dilakukan sebagai hasil mempengaruhi

3
2. Menurut dr. H. Syamsul Arifin, M.pd. (2012). LEADERSHIP Ilmu dan
Seni Kepemimpinan. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media

Teori Kepemimpinan
Beberapa ahli membedakan beberapa konsep dan metode mengenai
kepemimpinan dalam banyak pendekatan/ teori, seperti:
a. Pendekatan Kesifatan
Dalam teori ini ditekankan mengenai sifat kepemimpinan yang sudah
dibawa sejak lahir, bukan dibuat. Seseorang dilahirkan dengan membawa
atau tidak membawa sifat yang dimiliki oleh seorang pemimpin.
Seseorang tersebut dilahirkan dengan membawa karakteristik yang
berbeda dengan orang lain menjelaskan bahwa kepemimpinan merupakan
fungsi kualitas seseorang dari suatu individu, bukan dari situasi,
teknologi, maupun dukungan masyarakat. Teori ini disebut dengan great
man theory. Namun demikian teori kontemporer menjelaskan bahwa
kepemimpinan yang dibawa dan dimiliki seseorang dapat dikembangkan,
tidak semata-mata sifat yang dibawa sejak lahir.
b. Pendekatan Situasi
Pendekatan ini menjelaskan peranan kepemimpinan seorang manajer yang
dipengaruhi oleh situasi-situasi tertentu. Situasi yang menguntungkan
akan meningkatkan efektifitas kepemimpinan. Menurut Fiedler
berpendapat situasi empiris tersebut dibagi menjadi tiga dimensi: pertama,
hubungan pimpinan dengan anggota. Kedua, tingkatan dalam struktur
tugas dan ketiga, posisi kekuasaan pemimpin yang didapat melalui
kewenangan formal.
c. Teori Path-Goal
Teori ini cenderung menggunakan pendekatan analisis mengenai
pengaruh kepemimpinan terhadap motivasi dan pelaksaan kerja bawahan.
Teori ini berusaha meramalkan efektifitas kepemimpinan dalam segala
situasi. Pemimpin yang efektif karena pengaruh motivasi mereka yang

41
positif, kemampuan untuk melaksanakan dan kepuasan pengikutnya.
Terdapat dua dalil penting, yaitu:
a. Tingkah laku pemimpin efektif sejauh mana bawahan
mempersepsikan perilaku tersebut sebagai suatu sumber kepuasan
langsung atau sebagai sarana bagi kepuasan di masa mendatang.
b. Tingkah laku pemimpin bersifat motivasional sejauh mana
memberikan kepuasan dari kebutuhan bawahan yang kontingen pada
prestasi efektif dan melengkapi lingkungan bawahan dengan
memberikan bimbingan, kejelasan arah, dan penghargaan yang
diperlukan untuk prestasi efektif.

Menurut teori ini ada empat perilaku pemimpin yang berlangsung dalam
setiap organisasi, yaitu:

1) Supportive leadership (kepemimpinan yang mendukung)


Memberi perhatian kepada keperluan bawahan, memperlihatkan
perhatian terhadap kesejahteraan mereka dan menciptakan suasana
yang bersahabat dalam unit kerja mereka.
2) Directive leadership (kepemimpinan yang instruktif)
Memberitahukan kepada para bawahan apa yang diahrapkan dari
mereka, memberi pedoman yang spesifik, meminta para bawahan
untuk mengikuti peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur, mengatur
waktu, dan mengkoordinasikan pekerjaan mereka.
3) Participative leadership (kepemimpinan partisipatif)
Berkonsultasi dengan bawahan dan memperhitungkan opini dan saran
mereka
4) Achievement oriented leadership (kepemimpinan yang berorientasi
kepada keberhasilan)
Menetapkan tujuan-tujuan yang menantang, mencari perbaikan dalam
kinerja, menekankan kepada keunggulan dalam kinerja, dan

42
memperlihatkan kepercayaan bahwa para bawahan akan mencapai standar
yang tinggi.

3. Menurut S. Suarli, Y. B. (2009). Manajemen Keperawatan dengan


Pendekatan Praktis. Jakarta: Erlangga.

1. Teori Sifat (Trait Theory)


Teori yang berusaha untuk mengidentifikasi karakteristik khas (fisik,
mental, kepribadian) yang terkaitkan dengan keberhasilan
kepemimpinan. Teori ini menekankan pada atribut-atribut pribadi dari
para pemimpin.
Teori ini berpandangan bahwa seseorang yang dilahirkan sebagai
pemimpin karena memiliki sifat-sifat sebagai pemimpin (bakat
bawaan turunan).
Asumsi pemikiran bahwa keberhasilan seseorang pemimpin
ditentukan oleh kualiti sifat (karakteristik) tertentu ynag dimiliki atau
melekat dalam diri, berhubungan dengan fisik, mentaliti, psikologis,
personaliti dan intelektualiti. Teori ini tidak memungkiri bahwa sifat-
sifat kepemimpinan seluruhnya dilahirkan, tetapi juga dicapai
menerusi suatu proses pendidikan dan pengalaman.
Teori sifat mempunya kelemahan atau kekurangan yaitu:
a. Tidak semua orang yang berbadan besar bersifat perkasa, bahkan
ada yang feminim, dan tidak semua mereka yang bersuara keras
pintar berpidato karena pemalu dan gagap
b. Tidak ada hubungan antara sifat kepemimpinan dengan tingkat
keberhasilan
c. Pemimpin bukan dilahirkan dengan sifat-sifat khususnnya tetapi
dapat dibentuk melalui kebiasaan.
2. Great Man Theory

43
Menurut teori kepemimpinan ini, seorang pemimpin besar terlahir
sebagai pemimpin yang memiliki ciri-ciri yang istimewa mencakup
karisma, kecerdasan, kebijaksaan, dan memberikan dampak besar.
Teori manusia terbaik, dari filsuf Aristotle, menyatakan bahwa
beberapa orang dilahirkan untuk menjadi pemimpin, sedangkan orang
lain dilahirkan untuk dipimpin. Teori sifat menyatakan bahwa
beberapa orang memiliki karakteristik atau sifat individu tertentu yang
membuat mereka memimpin lebih baik daripada yang lainnya. Untuk
menentukan sifat yang membedakan pemimpin besar, peneliti
mempelajari kehidupan seseorang yang menonjol sepanjang sejarah.
Efek bawaan dan dampak situasi tersebut diabaikan.
3. Big Bang Theory
Suatu peristiwa besar bisa menciptakan seseorang menjadi pemimpin.
Seorang pemimpin mampu mengintegrasikan antara situasi dan
pengikut. Situasi merupakan peristiwa besar seperti revolusi,
kekacauan/ kerusuhan, pemberontakan, reformasi dan lain-lain. Dalam
hal ini, pengikut adalah orang yang menokohkan seseorang dan
bersedia patuh serta taat.
4. Behavior Theory
Teori ini tidak menekankan pada sifat-sifat atau kualitas yang harus
dimiliki seorang pemimpin tetapi memusatkan pada bagaimana cara
aktual pemimpin berperilaku dalam mempengaruhi orang lain dan hal
ini dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan masing-masing. Dasar
pemikiran pada teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku
seorang individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suau
kelompok ke arah pencapaian tujuan. Teori ini memandang bahwa
kepemimpinan dapat dipelajari dari pola tingkah laku, dan bukan dari
sifat-sifat (Traits) seorang pemimpin. Alasannya sifat seseorang relatif
sukar untuk diidentifikasikan.
Menurut teori ini, kepemimpinan merupakan interaksi pemimpin
dengan pengikut, dan dalam interaksi tersebut pengikutlah yang

44
menganalisis dan mempersepsikan apakah menerima atau menolak
pengaruh dari pemimpinnya. Melahirkan dua orientasi perilaku
pemimpin, yaitu:
a. Berorientasi tugas (task orientation)
Mengutamakan penyelesaian tugas, dan menampilkan gaya
kepemimpinan otokratis
b. Berorientasi pada orang (people orientation)
Mengutamakan penciptaan hubungan-hubungan manusiawi
menampilkan gaya kepemimpinan domokratis taua partisipatif.
Dari kedua orientasi dapat disimpulkan bahwa perilaku pemimpin
inilah seterusnya melahirkan gaya-gaya kepemimpinan.
5. Situasional Theory
Teori kepemimpinan situasional adalah suatu pendekatan terhadap
kepemimpinan yang menganjurkan pemimpin untuk memahami
perilaku bawahan, dan situasi sebelum menggunakan perilaku
kepemimpinan terentu. Teori muncul sebagai reaksi terhadap teori
perilaku yang menempatkan perilaku pemimpin dalam dua kategori
yaitu otokratis dan demokratis dalam teori ini dijelaskan bahwa
seorang pemimpin memilih tindakan terbaik berdasarkan variabel
situasional. Teori ini menitikberatkan pada berbagai gaya
kepemimpinan yang paling efektif diterapkan dalam situasi
tertentu. Keefektifan pemimpin tidak tergantung pada gaya tertentu
terhadap suatu situasi, tetapi tergantung pada ketepatan pemimpin
berperilaku sesuai dengan situasinya.

Hubungan antara seorang manajer dan bawahan bergerak melalui


empat tahap sejalan dengan perkembangan dan kematangan
bawahan, dan para pemimpin perlu mengubah gaya
kepemimpinannya untuk disesuaikan dengan perkembangan setiap
tahap:

45
a. Fase pertama
Ciri-cirinya yaitu ketika bawahan masuk pertama kali
memasuki organisasi, cocok beri instruksi mengenai tugas dan
dibaut terbiasa dengan peraturan dan prosedur organisasi,
pemimpin tidak mengarahkan (non directive) menyebabkan
kecemasan dan kebingungan dikalagan pengikut baru;
pendekatan hubungan pengikut yang partisipatif tidak tepat;
bawahan belum dapat dianggap sebgai teman
b. Fase kedua
Ciri-cirinya yaitu bawahan mulai mempelajari tugasnya,
pemimpin yang berorientasi pada tugas tetap penting karena
mereka belum mau menerima tanggung jawab sepenuhnya;
kepercayaan dan dukungan pemimpin terhadap baawahan
dapat meningkat sejalan dengan makin akrabnya ia dengan
baawahan dan ingin mendorong usaha lebih lanjut di pihak
mereka; pemimpin boleh memulai perilaku yang berorientasi
pada bawahan.
c. Fase ketiga
Ciri-cirinya yaitu kemampuan dan motivasi bawahan mulia
menignkat dan mereka secara aktif mulai mencari tanggung
jawab yang lebih besar; pemimpin tidak perlu lagi
mengarahkan akan tetapi pemimpin akan terus mendukung dan
memperhatikan agar dapat memperkuat kebulatan tekad
bawahan untuk memikul tanggung jawab yang lebih besar
d. Fase keempat
Ciri-cirinya yaitu bawahan sudah tidak memerlukan atau
mengharapkan lagi suatu hubungan yang bersifat mengarahkan
dengan pemimpin; bawahan sudah mampu berdirikari.

6. Contingency Theory

46
Kepemimpinan dipengaruhi oleh variabel-variabel lingkungan
yang menentukan gaya kepemimpian. Tidak ada gaya
kepemimpinan yang terbaik untuk semua situasi. Keberhasilan
pemimpin tergantung pada sejumlah variabel. Termasuk gaya
kepemimpinan, kualitas para pengikut, dan aspek lingkungan.
Teori ini masih mengandung dua sudut pandang keberhasilan suatu
kepemimpinan. Di satu sisi pemimpin harus fleksibel dengan
situasi, tetapi ada variabel lain yang menentukan seperti kualitas
bawahan dan aspek lingkungan.
Teori disebut dengan teori serba kemungkinan dan bukan sesuatu
yang pasti, artinya seseorang dapat menjadi pemimpin jika
memiliki bakat, lingkungan yang membentuknya, kesempatan dan
kepribadian, motivasi dan minat yang memungkinkan untuk
menjadi pemimpin.

7. Teori Kontemporer (Kepemimpinan dan Manajemen)


Teori menurut Prof. Dr. Nursalam, M. 2015 menekankan pada
empat komponen penting dalam suatu pengelolaan, yaitu
manajer/pemimpin, staff dan atasan, pekerjaan, serta lingkungan.
Dia menekankan dalam melaksanakan suatu manajemen seorang
pemimpin harus mengintegrasikan keempat unsur tersebut untuk
mencapai tujuan organisasi. Teori kontemporer tersebut juga perlu
didukung oleh teori motivasi, interaksi dan teori transformasi.

8. Teori Motivasi
Teori motivasi dikemukakan oleh beberapa ahli, yaitu :
a. Maslow
b. Aldefer
c. Herzberg
d. McCelland
e. Adams

47
f. V. Vroom

Tabel 4.3 menggambarkan perbandingan beberapa teori motivasi


yang diyakini dapat membantu dalam meningkatkan kinerja dan
kualitas layanan kesehatan.

Tabel 4.3 Perbandingan Beberapa Teori Motivasi Berdasarkan


Isinya (Content)

No Teori Penjelasan
1. Hierarki Kebutuhan (Maslow) Fisiologis : gaji pokok
Aman : perencanaan yang regular
(gaji)
Kasih sayang : kerja sama seacara
tim
Harga diri : pencapaian posisi
Aktualisasi : tantangan dalam
bekerja
2. Teori ERG (Clayton Aldelfer) E : Existence (fisiologis)
R : Relatedness (kasih sayang)
G : Growth (harga diri dan
aktualisasi)
3. Teori Dua Faktor (Frederich Motivators : kepuasan kerja
Herzberg) Hygiene : lingkungan yang
kondusif
4. Teori Belajar (McClelleand) Affiliation : bersahabat
Power : memerintah orang lain
Achievement : suka tantangan,
kompetisi, dan menyelesaikan
masalah secara detail

48
Motivasi akan muncul menjadi suatu masalah apabila tiga hal tidak
dapat terpenuhi. Tiga hal tersebut adalah pembagian tugas yang tidak
jelas, hambatan dalam pelaksanaan dan kurang/tidak adanya
penghargaan.

9. Teori Z
Teori ini merupakan teori Y dari McGregor dan mendukung gaya
kepemimpinan demokratis. Komponen Teori Z meliputi pengambilan
keputusan dan kesepakatan, menenmpatkan pegawai sesuai
keahliannya, menekankan pada keamanan pekerjaan, promosi yang
lambat, dan pendekatan yang holistik terhadap staff. Teori ini lebih
menekankan pada staff dibandingkan dengan kualitas produksi,
sehingga di Amerika teori ini masih banyak yang diperdebatkan.

10. Teori Interaktif


Teori menurut Maria H. Bakrie, S. M. (2017). ini menekankan bahwa
staff atau pegawai adalah manusia sebagai suatu sistem terbuka yang
selalu berinteraksi dengan sekitarnya dan berkembang secara dinamis.
Sistem tersebut dianggap suatu sistem yang terbuka jika teoir ini
terjadi adanya perubahan energy dan informasi dengan lingkungan.
Asumsi teori ini sebagai berikut :
a. Manusia memiliki karakteristik yang sangat kompleks. Mereka
mempunyai motivasi bervariasi dalam melakukan suatu
pekerjaan.
b. Motivasi seseorang tidak tetap, tetapi berkembang sesuai
perubahan waktu.
c. Tujuan bisa berbeda pada situasi yang berbeda pula.

4. Menurut Diane L. Huber. (2014). Leadership and Nursing Care


Management, Fifth Edition. Missouri: Elsevier

49
Karakteristik Kepemimpinan
1. Tipe Otoriter
Gaya kepemimpinan otoriter mungkin tampak apatis. Karena gaya
menggunakan perilaku direktif. Keputusan kebijakan dibuat semata-
mata oleh pemimpin yang cenderung mendikte tugas dan teknik
kepada pengikut. Para pemimpin memberi tahu para pemimpin apa
yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya. Gaya ini
menekankan dan membiarkan acara berlangsung sendiri. Pemimpin
adalah ukuran perhatian yang tinggi untuk tugas. Para pemimpin
otoriter ditandai dengan memberi perintah. Gaya mereka dapat
menciptakan permusuhan dan ketergantungan di antara para pengikut,
mungkin juga menghambat kreativitas dan inovasi. Di sisi lain,
kekurangannya, gaya ini memiliki kelebihan bila digunakan dengan
gaya ini bias sangat efisien, terutama dalam krisis.
2. Demokratis
Pendekatan ini menyiratkan hubungan dan orientasi orang. Kebijakan
adalah masalah diskusi dan keputusan kelompok. Pemimpin
mendorong dan membantu diskusi dan pengambilan keputusan
kelompok. Hubungan manusia dan kerja tim adalah fokusnya. Masalah
pemimpin dan langkah tindakan selanjutnya. Memotivasi partisipasi
adalah tantangan yang konstan.

3. Laissez-Faire
Gaya ini mempromosikan kebebasan penuh untuk keputusan kelompok
atau individu, ada minimum partisipasi pemimpin. Seorang pemimpin
menggunakan ini berdasarkan non-interfernsi, keputusan yang jelas
mungkin tidak pernah dirumuskan. Gaya Laissez-Faire menghasilkan
keputusan, sadar atau tidak, untuk menghindari gangguan baik permisif
dan menumbuhkan kebebasan atau tidak mampu membimbing
kelompok. Pengikut mungkin membutuhkan struktur yang lebih besar
daripada yang diberikan pemimpin. Meskipun kelompok potensial dari

50
penyedia perawatan independen atau professional bekerja bersama.
Secara keseluruhan, satu gaya belum tentu lebih baik dari yang lain.
Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Ada factor
situasional dan kontekstual yang perlu dipertimbangkan ketika
memilih gaya. Gaya harus bervariasi sesuai dengan tanggung jawab
bersama dengan pengikut dengan melibatkan kesesuaian situasi
ndengan mengacu pada mereka dalam pengambilan keputusan. Dalam
keperawatan, interdisiplin-evaluasi efektivitas. Fleksibilitas itu penting.
Semua kerja tim adalah elemen utama dalam keefektifan. Gaya
demokratis membuat output tampak bergerak lebih lambat dan
dianggap memakan waktu lebih lama daripada menggunakan gaya
otoriter. Consensus kelompok perlu waktu dan fasilitasi untuk dipupuk.
Selanjutnya, kebutuhan kelompok minoritas yang kehilangan haknya
harus seimbang. Kohesi antar kelompok adalah fokus dengan gaya ini.
Tantangan gaya demokratis adalah membuat orang dengan latar
belakang professional yang berbeda, bias pribadi, misalnya, jika
seorang perawat lebih suka beroperasi dalam gaya demokratis tetapi
tiba-tiba terjadi situasi kode, maka perawat harus cepat beralih dari
gaya demokrasi ke gaya otoriter. Beberapa pemimpin demokratis tidak
dapat mengubah gaya mereka secara memadai untuk mengangani
krisis. Di sisi lain, dalam rapat staf, pemimpin yang otoriter mungkin
tidak efektif dengan sekelompok profesionaldan perlu cukup
fleksibeluntuk beralih gaya demokratis atau Laissez-Faire, tergantung
pada keadaan. Kebutuhan dasar adalah untuk kesadaran diri pemimpin
dan pengetahuna tentang kemampuan kelompok dan tingkat kemauan
sebelum mereka elemen situasional dan memilih gaya
kepemimpinan.kesadaran diri adalah kunci untuk menggunakan gaya
kepemimpinan secraa strategis.

51
5. Menurut Dr. Mamik, S. M. (2015). Manajemen Keperawatan.
Sidoarjo: Zifatama.
Karakteristik Kepemimpinan
1. Tipe Otoriter
Disebut juga tipe kepemimpinan authoritarian. Di sini, pemimpin
bertindak sebagai diktator terhadap anggota kelompoknya. Baginya
memimpin adalah menggerakkan dan memaksa kelompok batasan
kekuasaan dari pemimpin otoriter hanya dibatasi oleh undang-undang.
Bawahan hanya bersifat sebagai pembantu, bawahan hanyalah
mengikuti dan menjalankan perintah dan tidak boleh membantah atau
mengaukan saran. Mereka harus patuh dan setia kepada pemimpin
secara mutlak.

Kepemimpinan otoriter menghasilkan efek yang baik bagi kinerja


kelompok, yaitu mudah diprediksi, menurunkan frustrasi dalam
kelompok kerja, dan memberikan perasaan aman bagi anggotanya.
Produktivitas biasanya tinggi, tetapi kreativitas, motivasi diri, dan
otonomi berkurang. Kepemimpinan otoritas, yang berguna dalam
situasi krisis, sering kali ditemukan dalam birokrasi yang sangat besar,
seperti pada tentara kesatuan.
Seorang pemimpin yang otokratis memiliki ciri-ciri dalam
kepemimpinannya sebagai berikut:
a. Menganggap organisasi sebagai milik pribadi
b. Mengidentifikasikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi
c. Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata
d. Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat
e. Terlalu tergantung kepada kekuasaan formilnya
f. Dalam tindakan penggerakannya sering mempergunakan
pendekatan yang mengandung unsur pemaksaan dan punitive
(bersifat menghukum)

52
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa tipe
kepemimpinan otoriter tidak tepat untuk suatu organisasi atau
kelompok masyarakat saat ini dimana hak-hak asasi manusia yang
menjadi anggota organisasi atau kelompok masyarakat tersebut juga
harus dihormati.

2. Tipe Laissez-Faire
Dalam Bahasa Prancis berarti : “Biarkan mereka sendiri”. Di sini
pemimpin tidak memberikan kepemimpinannya, dia membiarkan
bawahannya berbuat sekehendaknya. Pemimpin akan menggunakan
sedikit kekuasannya melakukan tugas mereka. Dengan demikian
sebagian besar diambil oleh anak buahnya. Pemimpin semacam ini
sangat tergantung pada bawahannya dalam membuat tujuan itu. Mereka
menganggap peran mereka sebagai “Pembantu” usaha anak buahnya
dengan cara memberikan informasi dan menciptakan lingkungan.

Tipe kepemimpinan laissez faire berpandangan, bahwa pada umumnya


organisasi akan berjalan lancer dengan sendirinya karena para anggota
organisasi terdiri dari orang-orang yang sudah dewasa yang mengetahui
apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran-sasaran apa yang ingin
dicapai, tugas apa yang harus ditunaikan oleh masing-masing anggota
dan seorang pemimpin tidak perlu terlalu sering melakukan intervensi
dalam kehidupan organisasional.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa tipe


kepemimpinan ini pada kenyataanya banyak diterapkan oleh para
pemimpinnya di dalam berbagai macam organisasi, yang salah satunya
bidang pendidikan, dengan melihat hal tersebut, maka pemimpin di
bidang pendidikan diharapkan memiliki tipe kepemimpinan yang sesuai
dengan harapan atau tujuan, baik itu harapan dari bawahan, atau dari
atasan yang lebih tinggi, posisinya, yang pada akhirnya tipe

53
kepemimpinan yang dipakai oleh para pemimpin, terutama dalam
bidang pendidikan benar-benar mencerminkan sebagai seorang
pemimpin yang professional.

3. Tipe Demokratis
Pemimpin ikut berbaur di tengah anggota kelompoknya. Hubungan
pemimpin dengan anggota bukan sebagai majikan dengan bawahan,
tetapi lebih seperti kakak dengan saudara-saudaranya. Dalam tindakan
dan usaha-usahanya ia selalu berpangkal kepada kepentingan dan
kebutuhan kelompoknya, dan mempertimbangkan kesanggupan dan
kemampuan kelompoknya.

Kepemimpinan demokratis sesuai untuk kelompok yang berkerja sama


untuk periode yang lama, meningkatkan otonomi dan pertumbuhan
dalam individu karyawan. Tipe pemimpin ini khususnya efektif jika ada
kooperasi dan koordinasi antar-kelompok.

Karena banyak orang yang dikonsultasikan, kepemimpinanan


demokratik membutuhkan waktu lebih sehingga dapat menimbulkan
frustasi bagi orang yang menginginkan pengambilan keputusan dengan
cepat.

Seorang pemimpin yang demokratis memiliki ciri-ciri dalam


kepemimpinannya sebagai berikut:
a. Dalam proses penggerakan bawahan melalui kritik tolak dari
pendapat bahwa manusia adalah makhluk yang termulia
b. Selalu berusaha menyelaraskan kepentingan dan tujuan organisasi
dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari para bawahannya
c. Senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritik dari
bawahannya

54
d. Selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan kerja tim dalam
usaha mencapai tujuan
e. Sengan ikhlas memberikan kebebasan yang kemudian
dibandingkan da diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat
kesalahan yang lain.

4. Tipe Pseudo-Demokratis
Tipe ini disebut juga semi demokratis atau manipulasi diplomatik.
pemimpin yang bertipe pseudo-demokratis hanya tampaknya saja
demokratis padahal sebenarnya dia bersikap otokratis. Misalnya jika ia
mempunyai ide-ide, pikiran, atau konsep yang ingin diterapkan di
lembaga pendidikannya, maka hal tersebut akan dibicarakan dan
dimusyawarahkan dengan bawahannya, tetapi situasi diatur dan
diciptakan sedemikian rupa sehingga pada akhirnya bawahan didesak
agar menerima ide atau pikiran tersebut sebagai keputusan bersama.

Pemimpin ini menganut demokrasi semu dan lebih mengarah kepada


kegiatan pemimpin yang otoriter dalam bentuk yang halus, samar-samar
dan yang mungkin dilaksanakan tanpa disadari bahwa tindakan ini
bukan tindakan pimpinan yang demokratis.

5. Tipe Kharismatik
Seorang pemimpin yang kharismatik memiliki karakteristik yang khas
yaitu daya tariknya yang sangat memikat sehingga mampu meperoleh
pengikut yang sangat besar dan para pengikutnya tidak selalu dapat
menjelaskan secara konkret mengapa orang tertentu itu dikagumi.
Pengikutnya tidak mempersoalkan nilai yang dianut, sikap, dan perilaku
dan serta gaya dari si pemimpin.

55
Tipe pemimpin kharismatik ini adalah tipe kepemimpinan yang
dipandang sulit untuk dianalisis, karena literature yang ada tentang
kepemimpinan kharismatik tidak memberikan petunjuk yang cukup.
Artinya, tidak banyak hal yang dapat disimak dari literature yang ada
tentang kepemimpinan kharismatik ini. Seorang pemimpin kharismatik,
penampilan fisik ternyata bukan menjadi ukuran yang berlaku umum,
karena ada pemimpin yang dipandang sebagai pemimpin kharismatik,
yang kalau hanya dilihat dari penampilan fisiknya saja sebenarnya
kurang mempunyai daya tarik. Usia pun tidak selalu dapat dijadikan
ukuran.

Sering disebutkan bahwa pemimpin yang kharismatis diberkahi


kekuatan gaib. Kekayaan, profil, kesehatan tidak dapat dipergunakan
sebagai kriteria untuk charisma.

6. Menurut Maria H. Bakrie, S. M. (2017). Manajemen Keperawatan:


Konsep dan Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan adalah perilaku yang ditunjukkan oleh seseorang
(pemimpin) pada saat ia mempengaruhi orang lain. Pendapat senada
dikemukakan oleh Thoha yang menyatakan bahwa gaya kepemimpinan
merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pemimpin pada
saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang
ia lihat. Sementara itu Hersey At All mendefinisikan gaya kepemimpinan
sebagai pola perilaku yang dilakukan oleh pemimpin pada saat berupaya
mempengaruhi aktivitas orang lain (bawahan) seperti yang dilihat orang lain.
Dalam hal ini perlu adanya keselarasan persepsi antara orang yanga kan
mempengaruhi dengan orang yang akan dipengaruhi.

56
Berdasarkan beberapa pengertian di atas menunjukkan bahwa gaya
kepemimipinan adalah ciri khas yang dimiliki seseorang dalam menjalankan
perannya sebagai seorang pemimpin. Seorang (pemimpin) juga merupakan
hasil persepsi orang lain yang melihat perilaku pemimpin tersebut dalam
upaya mempengaruhi aktivitas orang lain. Orang lain yang melihat itu bisa
jadi atasan si pemimpin, teman sejawat, atau bawahannya sekalipun. Oleh
karena itulah, untuk mengetahui dan mengukur gaya kepemimpinan seorang
pemimpin dapat digunakan persepsi dari(pemimpin) itu sendiri, atau dari
orang lain seperti atasannya, bawahannya, dan teman sejawatnya. Ada 4 gaya
sebagai berikut :

1. Directing : gaya tepat apabila kita di hadapkan dengan tugas yang rumit
dan staff kita belum memiliki pengalaman dan motivasi untuk
mengerjakan tugas tersebut. Atau apabila anda berada dibawah tekanan
waktu penyelesaian. Kita menjelaskan apa yang perlu dan apa yang harus
dikerjakan. Dalam situasi demikian, biasanya harus jadi overcomuncating
(penjelasan berlebihan yang dapat menimbulkan kebingungan dan
pembuangan waktu). Dalam proses pengambilan keputusan, pemimpin
memberikan aturan-aturan dan proses yang detail kepada bawahan.
Pelaksanaan dilapangan harus menyesuaikan dengan detail yang sudah
dikerjakan.
2. Coaching : gaya ini dikenal dengan gaya pemberitahu. Gaya pemimpin
yang selalu memberikan intruksi yang jelas, arahan yang rinci, serta
menguasai pekerjaan dari jarak dekat. Gaya pemberitahu membantu untuk
memastikan pekerja yang baru untuk mengahsilkan kinerja yang
maksimalkan dan akan menyediakan pondasi solid bagi kepuasan mereka
dimasa datang.Pemimpin tidak hanya memberikan detail proses dan aturan
kepada bawahan tapi juga enjelaskan mengapa sebuah keputusna itu
diambil, mendukung proses perkembangannya, dan juga menerima
berbagai masukan dari bawahan. Gaya yang tepat apabila staff kita telah

57
lebih termotivasi dan berpengalaman dalam menghadapi suatu tugas.
Disini kita perlu memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengerti
akan tugasnya dengan meluangkan waktu membangun hubungan dan
komunikasi yang baik dengan mereka.
3. Supporting : sebuah gaya dimana pemimpin memfasilitasi dan membantu
upaya bawahannya dalam melakukan tugas. Dalam hal ini, pemimpin tidak
memberikan arahan secara detail, tetapi tanggung jawab dan proses
pengambilan kepuusan dibagi bersama dengan bawahannya. Gaya ini
akanberhasil apabila karyawan akan mengenal tehnik-tehnik yang dituntut
dan telah mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan anda.
Dalam hal ini kita perlu meluangkan waktu untuk berbincang-bincang,
untuk lebih elibatkan mereka dalam pengambilan keputusan kerja, serta
mendengarkan saran-saran mereka mengenai peningkatan kinerja.
4. Delegating : gaya delegasi adalah gaya pemimpin yang cenderung
mengalihkan tanggung jawab atas proses pembuatan keputusan dan
pelaksanaannya. Gaya ini muncul tatkala pekerja pada tingkat kesiapan
tertinggi sehubungan dengan pekerjaannya. Gaya ini efektif karena
pengikut dianggap kelak kompeten dan termotivasi penuh
untukmengambil tanggung jawab atas pekerjaannya.

Keempat gaya ini tentu saja mempunyai kelemahan dan kelebihannya


masing-masing,serta sangat tergantung dari lingkungandimana seorang
pemimpin berada, dan juga kesiapan dari bawahannya. Maka kemudian
timbul apa yang disebut sebagai “Situational Leadership”. Situational
leadership mengindikasikan bagaimana seorang pemimpin harus
menyesuaikan dari orang orang yang dipimpinnya.

Ditengah-tengah dinamika organisasi (yang antara lain diindikasikan oleh


adanya perilaku staf/individu yang berbeda-beda), maka untuk mencapai
efektifitas organisasi, penerapan keempat gaya kepemimpinandiatas perlu
disesuaikan dengan tuntutan keadaan. Inilah yang dimaksud dengan

58
situasional leadership, sebagaimana telah disinggung diatas. Yang perlu
diperhatikan adalah bahwa untuk dapat mengembangkan gaya
kepemimpinan situasional ini, seseorang perlu memiliki tiga kemampuan
khusus yakni:
a). Kemampuan analitis (analitical skills) yakni kemampuan untuk
menilai tingkat pengalaman dan motivasi bawahan dalam
melaksanakan tugas.
b). Kemampuan fleksible (fleksibelity atau adaptability skils) yaitu
kemampuan untuk menerapkan gaya kepemimpinan yang paling tepat
berdasarkan analisa terhadap situasi.
c). Kemampuan berkomunikasi (communication skils) yakni kemampuan
untuk menjelaskan kepada bawahan tentang perubahan gaya
kepemimpinan yang kita terapkan.

Kepemimpinan yang melayani dimulai dari diri seorang pemimpin.


Kepemimpinan menurut suatu transportasi dari dalam hati dan perubahan
karakter. Kepemimpinan yang melayani dimulai dari dalam dan kemudian
bergerak keluar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Inilah mengapa
kemudian presiden Indonesia Ir. Joko Widodo serius menjadikan seorang
pemimpin, baik dirinya maupun seluruh mentri dan pejabat menjadi pemimpin
yang melayani dengan sepenuh hati kepada masyarakat Indonesia.

Setidaknya ada sejumlah ciri-ciri an nilai yang muncul dari seorang pemimpin
yang memiliki hati yang melayani, yaitu tujuan utama seorang pemimpin adalah
melyani kepentingan mereka yang dilayaninya. Orientasinya adalah bukan
untukkepentingan pribadi maupun golongan tapi justru untuk kepentingan publik
yang dipimpinnya. Inilah yang dalam pandangan penulis tertuang dalam spirt
Nawacita untuk Indonesia sebagai bentuk nyata model pemimpin yang melayani.
Secara sederhana semangat ini yang harus diperhatikan banyak pihak, bukan

59
karena presiden yang berkuasa saat ini tetapi cita-cita luhur tersebutlah yang
menjadi upaya bersama untuk mewujudkannya yaitu :

1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap dan


memberikan rasa aman pada seluruh warga.
2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola
pemerintah yang bersih, efektif, demoktratis dan terpercaya.
3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah
daerah dan desa dalam rangka negara kesatuan.
4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan
penegakan hukum yang bebas korupsi, bermatrabat dan terpercaya.
5. Meningkatkan kualitas hidup manusia.
6. Mewujudkan melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan
dengan program Indonesia pintar, Indoensia kerja dan Indonesia
sejahtera. Kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor sektor
srategis ekonomi demostik.
7. Meningkatkan produktifitas rakyat dan daya saing di psar
internasional.
8. Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan
kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan
aspek pendidikan kewarganegaraan, yang menepatkan secara
proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah
pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta tanah air,
semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan
Indonesia.
9. Memperteguh ke-bhinekaan dan memperkuat restorasi sosialindonesia
melalui kebijakan memperkuat pendidikan ke-bhinekaan.

Pemimpin yang hebat bukan sekedar pemimpin yang memiliki banyak


pengikut dan dilingkari dengan orang-orang yang mematuhi setiap saat.
Bahkan sesungguhkan pemimpin sejati yang senang melayani kerinduan

60
untuk membangun dan mengembangkan mereka yang dipimpinnya
sehingga tumbuh banyak pemimpin dalam kelompoknya. Keberhasilan
seorang pemimpin sangat tergantung dari kemampuannya untuk
membangun orang orang disekitarnya, karena keberhasilan sebuah
organisasi sangat tergantung kepada potensi sumber daya manusia dalam
organisasi tersebut. Jika sebuah organisasi atau masyarakat mempunyai
banyak anggota dengan kualitas pemimpin, organisasi atau bangsa
tersebut maka berkembang dan menjadi kuat.
1. Kepemimpinan yang efektif dimulai dengan visi yang jelas, visi ini
merupakan sebuah daya atau kekuatan untuk melakukan perubahan,
yang mendorong terjadinya proses peledakan kreatifitas yang dahsyat
melalui integrasi maupun sinergi berbagai keahlian dari orang-orang
yang ada dalam organisasi tersebut. Inilah ide dasar dari
digabungkannya kembali gerakan revolusi mental oleh presiden Joko
Widodo. Jiwa bangsa yang terpenting jiwa merdeka jiwa kebebasan
untuk meraih kemampuan. Jiwa merdeka disebut presiden Jokowi
sebagai positivisme.
2. Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang yang resfonsif. Artinya
dia selau tanggap terhadap setiap persoalan, kebutuhan, harapan, dan
impian dari mereka yang dipimpin. Selain itu selalu aktif dan proaktif
dalam mencari solusi dari setiap permasalahan dan tantangan yang
dihadapi. Dalam kehidupan sehrai-hari, praktek revolusi mental adalah
menjadi manusia yang berintegritas, mau berkerja keras, dan punya
semangat gotong royong para pemimpin dan aparat negara akan jadi
pelopor untuk menjadi revolusi mental, dimulai dari masing-masing
kementrian/lembaga (K/L). Sebagai pelopor gerakan refolusi mental
pemerintah lewat K/L harus melakukan 3 hal utama yaitu : bersinergi,
membangun menejemen isu dan terakhir penguatan kapastitas aparat
negara.
3. Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang pelatih atau pendamping
bagi orang orang yang dipimpinnya. Artinya diamemiliki kemampuan

61
untuk menginspirasi, mendorong, dan memamukan anak buahnya
dalam menyusun perencanaan (termasuk renaca kegiatan, targer atau
sasaran, rencana kebutuhan sumber daya, dsb, melakukan kegiatan
sehari-hari seperti monitoring dan pengendalian serta mengevaluasi
pekerja dari anak buahnya.

Berikut ini beberapa perilaku yang dimiliki seseorang yang berdampak


pada kemandirian bangsa :
1. Pemimpin tidak hanya sekedar memuaskan mereka yang dipimpin
tapi sungguh-sungguh memiliki kerinduan senantiasa untuk
memuaskan Tuhan. Seseorang pemimpin tidak hanya cerdas secara
personal dalam hubungan horizontal terhadap manusia tetapi juga
cerdas secara spiritual dan vertikal terhadap Tuhan. Artinya dia
hidup dalam prilaku yang sejalan dalam firman tuhan. Dia memiliki
misi untuk senantiasa memuliakan tuhan dalam setiap apa yang
dpikirkan, dikatakan, dan diperbuatnya.
2. Pemimpin fokus dalam hal-hal spiritual dibandingkan dalam sekedar
kesuksesan duniawi. Baginya kekayanan dan kemakmuran untuk
dapat memberikan dan beramal lebih banyak. Apapun yang
dilakukan bukan untuk mendapat penghargaan tetapi melayani
sesamanya. Dan dia lebih mengutamakan hubungan atau relasi yang
penuh kasih dan penghargaan dibandingkan dengan status dan
kekuasaan semata. Inilah yang juga setidaknya sudah dicapai oleh
pemerintah Indonesia dengan keberhasilan pada pembrantasan ilegal
fishing, pengelolaan BBM lebih bersih dan transparan, pembangunan
pembangkit listrik terbesar diasia tenggara, pembangun tol transjawa,
trans sumatra, dan Kalimantan, adalah sedikit dari hasil kerja keras
pemerintah presiden jokowi. Kedepan, gerakan revolusi mental akan
semakin digalakan agar sembilan agenda prioritas pemerintah yang
bertuah dalam Nawacita bisa terwujud. (Tim PKP-Kemenkominko)

62
3. Pemimpin sejati mau belajar dan bertumbuh dalam berbagai aspek,
baik pengetahuan, kesehatan, keuangan, relasi, dsb. Setiap harinya
senantiasa menyelaaskan (Recaliblating) dirinya terhadap komitmen
dalam melayani tuhan dan sesama.

Demikian kepeminpinan yang melayani dengan karakter integritas,


terbuka, mampu menerima kritik, rendah hati, mampu memahami
spiritualitas yang tinggi, dan selalu mengupayakan yang terbaik bagi
diri mereka sendiri maupun bagi orang lain.

Pada akhirnya kepemimpinan dalah keputusan dan lebih merupakan


hasil dari proses perubahan karakter atau transformasi iternal dalam
diri seseorang. Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar,
melainkan sebuah kelahiran dari proses panjangnya perubahan dalam
diri seseorang. Ketika seseorang menemukan visi dan misi hidupnya,
ketika terjadi kedamaian dalam diri ( Inner Peace) dan membentuk
bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan tindakannya
mulai meberikan pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika
keberadaannya mendorong perubahan dalam organisasinya, pada
saat itulah seorang lahir menjadi pemimpin sejati. Jadi pemimpin
bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan
sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang.
Kepemimpinan lahir dari seorang internal (Leadership From The
Inside Out).

Kepemimpinan sesungguhnya tidak ditentukan oleh pangkat atau


jabatan seseorang. Kepemimpinan adalah sesuatu yang muncul dari
dalam dan merupakan buah dari keputusan seseorang untuk mau
menjadi pemimpin, baik bagi dirinya sendiri, bagi keluarga, bagi
lingkungan pekerjaan, maupun bagi lingkungan sosial dan bahkan
bagi negerinya. Pemimpin sejati adalah seorang pemberi semangat

63
(Encourager), motivator, inspirator dan maksimizer. Konsep
pemikiran seperti ini adalah sesuatu yang baru dan mungkin tidak
bisa di terima oleh para pemimpin konvensional yang justru
mengharapkan penghormatan dan pujian.

7. Menurut Prof. Dr. Nursalam, M. (2015). Manajemen Keperawatan:


Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional Edisi 5. Jakarta:
Salemba Medika.

Sifat-Sifat yang Melekat Pada Seorang Pemimpin Melalui Pendekatan


1. Intelijensi : pemimpin cenderung punya intelijensi dalam hal kemampuan
bicara, menafsir, dan bernalar yang lebih kuat ketimbang yang bukan
pemimpin.
2. Kepercayaan Diri : adalah keyakinan akan kompetensi dan keahlian yang
dimiliki dan juga meliputi harga diri serta keyakinan diri.
3. Determinasi :adalah hasrat menyelesaikan pekerjaan yang meliputi seperti
berinisiatif, kegigihan, mempengaruhi, dan cenderung menyetir.
4. Integritas : adalah kualitas kejujuran dan dapat dipercaya. Integritas
membuat seorang pemimpin dapat dipercaya dan layak untuk diberi
kepercayaan oleh para pengikutnya.
5. Sosiabilitas : adalah kecenderungan pemimpin untuk menjalin hubungan
yang menyenangkan. Pemimpin yang menunjukkan sosiabilitas cendrung
bersahabat, ramah, sopan, bijaksana, dan diplomatis. Mereka sensitif
terhadap kebutuhan orang lain danmenunjukkan perhatian dan kehidupan
mereka.

BAB III
PENUTUP

64
A. Kesimpulan
Kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang
memimpin aktifitas-aktifitas suatu kelompok ke arah tujuan yang hendak
dicapai bersama.
Kepemimpinan adalah suatu proses pengarahan dan pemberian
pengaruh pada kegiatan dari kelompok anggota yang saling berkaitan
tugasnya.
Pengarahan (Direction) adalah untuk membuat orang lain
mengikuti keinginannnya dengan menggunakan kekuatan pribadi atau
kekuasaan jabatan secara efektif dan pada tempatnya demi kepentingan
jangka panjang perusahaan
B. Saran
1. Untuk Pembaca
Setelah membaca makalah tentang teori kepemimpinan, manajemen
waktu, dan manajemen konflik diharapkan para pembaca dapat
mengetahui apa teori kepemimpinan, manajemen waktu, dan
manajemen konflik, serta untuk menambah pengetahuan dan dapat
menggali lebih dalam lagi pembaca dapat mencari sumber lain selain
makalah ini sebagai sumber referensi.
2. Untuk Mahasiswa / mahasiswi
Agar dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan dan diharapkan
para mahasiswa saat bekerja nanti mampu menerapkan manajemen
keperawatan.
3. Untuk Penulis
Dalam penulisan makalah masih banyak kekurangan dalam penulisan
untuk itu sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar
kedepannya lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

65
Diane L. Huber, P. R.-B. (2014). Leadership and Nursing Care Management,
Fifth Edition. Missouri: Elsevier.
dr. H. Syamsul Arifin, M. (2012). LEADERSHIP Ilmu dan Seni Kepemimpinan.
Jakarta: Mitra Wacana Media.
Dr. Mamik, S. M. (2015). Manajemen Keperawatan. Sidoarjo: Zifatama.
Maria H. Bakrie, S. M. (2017). Manajemen Keperawatan: Konsep dan Aplikasi
Dalam Praktik Keperawatan Profesional. Yogyakarta: Pustaka Baru
Press.
Ns. Roymond, H. Simamora, M.Kep. (2012). Buku Ajar Manajemen
Keperawatan. (S. Monica Ester, Ed.) Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Prof. Dr. Nursalam, M. (2015). Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam
Praktik Keperawatan Profesional Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika.
S. Suarli, Y. B. (2009). Manajemen Keperawatan dengan Pendekatan Praktis.
Jakarta: Erlangga

Anang, M. F. (2019). Manajemen . Jakarta: Qiara Media.


Clement. (2011). Management Of Nursing Services And Education. Elsevier.
Evant, L. K. (2008). Leadership And Management Skills For Long, Term Care.
Springer Publishing.
Fitzpatrick, J. J. (2003). Managing Your Practice : A Guide For Aduanceol
Practice Nurses. Springer Publishing.
Huber, D. L. (2013). Leadership And Nursing Care Management. Elsevier.
Marquis, B. &. (2010). Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Nursalam. (2012). Manajemen Keperawatan : Aplikasi Dalam Praktik
Keperawatan Profesional. Jakarta: Salemba Medika.
Swansbrug, R. (2000). Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan.
Jakarta: EGC.

66
67

Anda mungkin juga menyukai