Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“MAKALAH PENYAKIT PERIODONITITIS PADA GIGI”

Disusun Oleh :
DRG. SYAHRI S
NIP 196612312002

SEBAGAI PERSYARATAN UNTUK


KENAIKAN PANGKAT/GOLONGAN
2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah subhanahu wa ta’ala yang Maha pengasih lagi Maha

penyayang, saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan

rahmat hidayah, dan inayah –Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah

kami.

Makalah ini telah kami susun dengan semaksimal mungkin sebagaimana hasil kerja

kami. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah

berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini dan kami

menerima saran maupun kritik dari semua pihak. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi

pembaca dan dapat diguankan sebagai bahan pembelajaran.

Kendari, 7 Juni 2020

Drg. Syahri S

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL..............................................................................................................i

KATA PENGANTAR.........................................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR...........................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2

1.3 Tujuan.............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3

2.1 Jaringan Periodontal.....................................................................................3

2.2 Periodintitis Kronis......................................................................................6

2.3 Macam-Macam Bakteri Pada Penderita Periondititis Kronis........................11

BAB III PENUTUP.............................................................................................15

3.1 Kesimpulan.....................................................................................................15

3.2 Saran...............................................................................................................15

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ilmu penyakit gigi dan mulut atau oral patologi adalah ilmu yang
mempelajari penyakit-penyakit dan kelainanyang terjadi pada rongga mulut,
tanda-tanda atau gejalanya, penyebabnya serta perawatannya. Jaringan periodontal
merupakan jaringan yang mengelilingi gigi dan dapat mendukung gigi sehingga tidak
terlepas dari soketnya. Struktur jaringan periodontal terdiri dari gingiva, tulang
alveolar, ligamen periodontal dan sementum.

Penyakit periodontal adalah infeksi kronis multifaktorial yang mengakibatkan


destruksi jaringan pendukung gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme, maloklusi,
dan trauma kronis yang mengakibatkan pembentukan poket periodontal, kerusakan
jaringan ikat, dan resorpsi tulang alveolar, dan akan menyebabkan kehilangan gigi.
Penyebab utama penyakit periodontal adalah iritasi bakteri yang terjadi karena adanya
akumulasi plak. Apabila plak dibiarkan lebih lama, plak akan mengalami kalsifikasi
dan berubah menjadi kalkulus.

Gingivitis dan periodontitis merupakan penyakit periodontal yang sering


ditemui. Gambaran klinis dari gingivitis atau inflamasi gingiva yaitu gingiva berwarna
merah sampai kebiruan dengan pembesaran kontur gingiva karena edema dan mudah
berdarah jika diberikan stimulasi seperti saat makan dan menyikat gigi. Periodontitis
adalah suatu infeksi dari beberapa mikroorganisme yang menyebabkan infeksi dan
peradangan pada jaringan pendukung gigi yang biasanya menyebabkan kehilangan
tulang dan ligamen periodontal.

Salah satu contoh bakteri yang dapat menyebabkan penyakit periodontal


adalah Porphyromonas gingivalis. Porphyromonas gingivalis adalah bakteri Gram
negatif anaerob yang terlibat dalam patogenesis periodontitis, peradangan yang
menghancurkan jaringan pendukung gigi yang akhirnya dapat menyebabkan
kehilangan gigi. Bakteri ini dapat ditemukan dalam jumlah sedikit pada rongga mulut
individu yang sehat.

Prinsip pencegahan penyakit periodontal adalah kontrol plak. Kontrol plak


adalah upaya menyingkirkan dan mencegah penumpukan plak pada permukaan gigi.
Upaya tersebut dapat dilakukan secara mekanis maupun kimiawi. Penyingkiran secara
mekanis dapat didahulukan dengan penyikatan gigi dan penggunaan benang gigi.
Secara kimia dapat dilakukan dengan penggunaan bahan antimikroba, yaitu senyawa
kimia yang bersifat mengganggu aktivitas biologi sel mikroba dengan cara mematikan
atau menghambat pertumbuhan sel mikroba.

Komponen dari tumbuhan yang bersifat antibakteri antara lain adalah minyak
atsiri. Golongan rimpang-rimpangan dengan kandungan minyak atsiri tertinggi adalah
Jahe merah (Zingiber officinale Rosc.) dengan kandungan minyak atsiri sebesar 2,58-
2,72%.11,12

Berdasarkan data statistik yang ada pada tahun 2012, produksi Jahe di
Indonesia mencapai 114.537,65 ton per tahun. Ketersediaan Jahe yang tinggi di
Indonesia, dapat menjadi sumber yang potensial sebagai bahan antimikroba.13
1
Oonmetta-aree dkk menyebutkan bahwa kandungan Jahe terdiri dari minyak esensial
(bisabolene, phellandrene, citral, borneol, citonellol, dll), oleoresin (gingerol,
shogaol), phenol, serta vitamin dan mineral yang terkandung didalamnya.14 Zat
bioaktif pada Jahe merah berpengaruh terhadap 3 (tiga) strain bakteri yaitu
Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa. Nwaopara
dkk menyatakan penelitian secara in vitro menunjukkan bahwa bahan aktif Jahe dapat
menghambat perkembangan koloni bakteri. Jahe menghambat bakteri E. Coli, Proteus
Sp., Staphylococcus dan Salmonella. Minyak atsiri yang terdapat pada Jahe merah
dapat merusak membran sel bakteri sehingga menyebabkan lisis yang menghambat
pertumbuhan selnya.12,14 Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut,
peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai efektivitas ekstrak Jahe merah
(Zingiber officinalle Var. Rubrum) terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis secara
in vitro.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa itu periodontitis ?


b. Bagaimana bisa terjadi periodontitis ?
c. Apa saja ciri-cri penyakit periodontitis ?
d. Bagaimana cara pengobatan penyakit periodontitis ?
e. Apa saja cara pencegahanpenyakit periodontitis ?

1.3 Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui apa itu penyakit periodontitis


b. Untuk mengetahui proses terjadinya penyakit periodontitis.
c. Untuk mengetahui ciri-ciri penyakit periodontitis
d. Untuk mengetahui pengobatan penyakit periodontitis
e. Untuk mengetahui cara pencegahan penyakit periodontitis

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Jaringan periodontal

A. Pengertian jaringan periodontal

Jaringan periodontal adalah jaringan yang mendukung dan mengelilingi gigi,


yang mencakup gingiva, sementum. ligamen periodontal, dan tulang alveolar
(Fiorellini dkk., 2012).
Gambar 2.1. Jaringan periodontal (Fiorellini dkk., 2012)

B. Anatomi jaringan periodontal (Fiorellini dkk., 2012)

a. Gingiva

Gingiva adalah bagian mukosa di dalam rongga mulut yang mengelilingi


bagian servikal gigi dan menutupi lingir (ridge) alveolar. Gingiva terdiri atas epitel
tipis pada lapisan terluar dan jaringan ikat dibawahnya. Bagian-bagian dari gingiva
antara lain mukosa alveolar, pertautan gingiva (mucogingival junction), perlekatan
gingiva (attached gingiva), alur gingiva bebas (free gingiva groove), sulkus gingiva,
gingiva tepi (margin) dan gingiva interdental (interdental papilla).
Ciri-ciri klinis gingiva normal dan sehat antara lain berwarna merah muda,
yang diakibatkan oleh adanya suplai darah dan derajat lapisan keratin epitelium serta
sel-sel pigmen, tidak udem atau bengkak, kenyal, melekat erat pada gigi dan
prosesus alveolaris, tidak mudah berdarah dan tidak mengandung eksudat,
teksturnya berbintik-bintik seperti kulit jeruk (stiplling) yang akan terlihat jelas saat
gingiva dikeringkan dengan semprotan udara, dan papila interdental lancip.

3
Gambar 2.2. Anatomi gingiva (Fiorellini dkk., 2012)

b. Sementum

Sementum merupakan lapisan tipis dari jaringan ikat terkalsifikasi yang menutupi
dentin di area akar gigi. Fungsi sementum adalah memberikan perlekatan dengan fibrin
kolagen dari ligamen periodontal untuk menopang gigi, memelihara integritas akar, dan
terlibat dalam perbaikan dan remodeling gigi dan tulang alveolar. Sementum berwarna
kuning mengkilat dan secara klinis tidak terlihat namun saat terjadi resesi gingiva maka
sementum akan terlihat. Resorpsi sementum dapat disebabkan karena stres oklusal yang
berlebihan, gerakan ortodonti, tekanan tumor, dan defisiensi kalsium atau vitamin D.

Gambar 2.3. Sementum (Fiorellini dkk., 2012).

c. Ligamen Periodontal

Ligamen periodontal merupakan lapisan jaringan ikat lunak yang menutupi akar gigi dan
melekatkan akar gigi terhadap tulang alveolar. Ligamen periodontal terdiri atas serabut
pembuluh darah yang kompleks dan serabut jaringan ikat kolagen yang mengelilingi akar gigi
dan melekat ke prosesus alveolaris. Fungsi ligamen periodontal antara lain memelihara gigi
dalam soket, memiliki fungsi sensoris yaitu dapat merasakan nyeri saat terjadi tekanan
berlebihan, menyediakan nutrisi bagi sementum dan tulang, memiliki fungsi formatif yaitu
membentuk dan memelihara sementum dan tulang alveolar serta fungsi resorptif yaitu dapat
meremodeling tulang alveolar saat terjadi resorpsi tulang akibat tekanan pengunyahan.

4
d. Tulang alveolar

Tulang alveolar adalah bagian dari maksila dan mandibula yang membentuk soket
gigi (alveoli) yang terdiri atas puncak alveolar (alveolar crest), tulang interproksimal, dan
tulang interradikular yaitu tulang antara 2 akar gigi. Puncak alveolar berada paling koronal
dari prosesus alveolaris, normalnya 1 - 2 mm dari cemento enamel junction (CEJ) dan tampak
dari aspek fasial gigi. Puncak alveolar mengelilingi gigi seperti bentuk bergelombang dan
mengikuti kontur permukaan CEJ.

Gambar 2.5. Gambaran Tulang alveolar (Madukwe, 2014).

Tulang interproksimal atau disebut juga septum interdental merupakan tulang yang
berada di antara permukaan proksimal dari dua gigi yang berdekatan. Kontur dari tulang
interproksimal dapat menjadi indikator jaringan periodontal yang sehat (Madukwe, 2014).
Pada area gigi posterior, kontur puncak tulang interproksimal pararel terhadap garis imajiner
yang ditarik antara CEJ masing-masing gigi. Puncak alveolar memiliki bentuk horizontal saat
CEJ antara gigi dengan gigi sebelahnya sama tingginya, sedangkan puncak alveolar akan
memiliki bentuk vertikal saat salah satu gigi sebelahnya tumbuh miring atau erupsi pada
tinggi yang berbeda. Gambaran tulang alveolar sehat adalah bentuknya tipis, halus dari tepi
kortikal sampai puncak tulang interdental. Puncak tulang interdental kontinu dengan lamina
dura, dan menbentuk sudut yang tajam. Tulang alveolar di bagian mesial dan distal juga tipis
(Whaites, 2003).

5
C. Gambaran klinis jaringan periodontal

Gambaran klinis jaringan periodontal adalah warna gingiva tepi dan gingiva cekat secara
umum berwarna pink akibat dari suplai darah. Warna ini tergantung dari derajat vaskularisasi,
ketebalan epitel, derajat keratinisasi dan konsentrasi pigmen melanin (Fiorellini dkk., 2012).
Kontur gingiva berlekuk, berkerut-kerut seperti kulit jeruk dan licin serta melekat dengan gigi
dan tulang alveolar, Ketebalan gingiva bebas adalah 0,5 - 1,0 mm, menutupi leher gigi dan
meluas menjadi papila interdental, sulkus gingiva tidak lebih dari 2 mm, tidak mudah
berdarah, tidak udem dan eksudat, dan ukurannya normal tergantung dengan elemen seluler,
interseluler dan suplai vaskuler (Highfield, 2009).

Gambar 2.6. Gambaran klinis jaringan periodontal normal


(Fiorellini, 2012)

2.2 Periodontitis kronis

A. Pengertian Periodontitis kronis

Periodontitis adalah seperangkat peradangan penyakit yang mempengaruhi


periodontium yaitu jaringan yang mengelilingi dan mendukung gigi. Periodontitis melibatkan
hilangnya progresif dari tulang alveolar di sekitar gigi dan jika tidak diobati dapat
menyebabkan melonggarnya jaringan periodontium serta kehilangan gigi.
Merupakan suatu penyakit jaringan penyangga gigi yaitu yang melibatkan gingiva,
ligamen periodontal, sementum, dan tulang alveolar karena suatu proses inflamasi. Inflamasi
berasal dari gingiva (gingivitis) yang tidak dirawat, dan bila proses berlanjut maka akan
menginvasi struktur di bawahnya sehingga akan terbentuk poket yang menyebabkan
peradangan berlanjut dan merusak tulang serta jaringan penyangga gigi, akibatnya gigi
menjadi goyang dan akhirnya harus dicabut. Karekteristik periodontitis dapat dilihat dengan
adanya inflamasi gingiva, pembentukan poket periodontal, kerusakan ligamen periodontal
dan tulang alveolar sampai hilangnya sebagian atau seluruh gigi.
Periodontitis didefinisikan sebagai penyakit infeksi pada jaringan pendukung gigi
yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik yaitu bakteri periodontopatogen yang
mengakibatkan inflamasi dan terjadinya kerusakan progresif (Levine, 2011, Novak, 2012).
Inflamasi yang terjadi berasal dari gingivitis yang tidak dirawat, dan bila proses berlanjut
maka dapat menginvasi struktur di bawahnya sehingga akan terbentuk poket periodontal,
kerusakan ligamen periodontal dan menyebabkan hilangnya perlekatan klinis yang progresif,

6
serta resorpsi tulang alveolar. Akibatnya gigi menjadi goyang dan akhirnya harus dicabut
(Holtfreter dkk, 2015).

Gambar 1. Periodontitis kronis

B. Epidemiologi

Penyakit periodontitis kronis merupakan salah satu masalah dalam kesehatan gigi
dengan tingkat penyebaran yang luas dan prevalensi yang masih tinggi di dunia (Holtfreter,
2015). Studi epidemiologi penyakit periodontal baru-baru ini menetapkan prevalensi dan
penyebaran periodontitis kronis berdasarkan pada data clinical attachment loss (CAL) dengan
batas rekomendasi >3 mm, probing depth (PD) dengan batas rekomendasi > 4 mm pada sisi
dan jumlah gigi sesuai batas ambang, rerata CAL/PPD, dan bleeding on probing (BOP)
derajat 1 (satu) (Savage dkk., 2009; Holtfreter dkk., 2015) dengan derajat keparahan
periodontitis yaitu ringan (mild), sedang (moderate), dan parah (severe) (Eke dkk., 2012).
Periodontitis yang parah dapat berpengaruh tidak baik bagi kesehatan terutama secara
sistemik karena menambah risiko terjadinya aterosklerosis, diabetes melitus, rheumatoid
arthritis, dan resiko komplikasi kehamilan.

C. Etiologi Periodontitis kronis

Etiologi penyakit periodontal sangat kompleks. Para ahli mengemukakan bahwa


etiologi penyakit periodontal dapat dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu faktor lokal
dan faktor sistemik. Faktor lokal dan faktor sistemik sangat erat hubungannya dan berperan
sebagai penyebab terjadinya kerusakan jaringan periodontal. Umumnya, penyebab utama
penyakit periodontal adalah faktor lokal, keadaan ini dapat diperberat oleh keadaan sistemik
yang kurang menguntungkan dan memungkinkan terjadinya keadaan yang progresif.
Faktor lokal adalah faktor yang berakibat langsung pada jaringan periodonsium serta
dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu faktor iritasi lokal dan fungsi lokal. Yang
dimaksud dengan faktor lokal adalah plak bakteri sebagai penyebab utama. Dan faktor-faktor
lainnya antara lain adalah bentuk gigi yang kurang baik dan letak gigi yang tidak teratur,
maloklusi, over hanging restoration dan bruksism.
Faktor sistemik sebagai penyakit periodontal antara lain adalah pengaruh hormonal
pada masa pubertas, kehamilan, menopause, defisiensi vitamin, diabetes mellitus dan lain-
lain. Dalam hal ini dikemukakan bahwa hormon kelamin berperan penting dalam proses
pathogenesis penyakit periodontal.
Adapun etiologi dari periodontitis kronis, yaitu :
Akumulasi plak dan kalsifikasi kalkulus (tartar) diatas (supra) dan/atau dibawah
(subgingiva) pada batas gingiva.
Organisme penyebab periodontitis kronis, antara lain :
a. Porphiromonas gingivais (P.gingivais)
b. Prevotella intermedia (P.intermedia)
7
c. Capnocytophaga
d. A.actinomycetem comitans (A.a)
e. Eikenella corrodens
f. Campylobacter rectus(C.rectus)
Reaksi inflamasi yang diawali dengan adanya plak yang berhubungan dengan
kehilangan yang progressif dari ligament periodontal dan tulang alveolar, dan pada
akhirnya akan terjadi mobilitas dan tanggalnya gigi :
a. Perlekatan gingiva dari gigi
b. Membrane periodontal dan tulang alveolar mengalami kerusakan.
c. Celah yang abnormal (poket) yang berkembang antara gigi dan gingiva.
d. Debris dan poket yang dihasilkan oleh poet (pyorrhea)
Subjek cenderung rentan karena faktor genetik dan/atau lingkungan seperti :
a. Merokok
b. Polimorf gen interleukin-1
c. Depresi imun
d. Diabetes
e. Osteoporosis
1. Gambaran klinis
Periodontitis kronis bisa terdiagnosis secara klinis dengan mendeteksi
perubahan inflamasi kronis pada marginal gingival, kemunculan poket periodontal
dan kehilangan perlekatan secara klinis. Penyebab periodontal ini besifat kronis,
kumulatif, progresif dan bila telah mengenai jaringan yang lebih dalam akan menjadi
irreversible. Secara klinis pada mulanya terlihat peradangan jaringan gingiva disekitar
leher gigi dan warnanya lebih merah daripada jaringan gingiva sehat. Pada keadaan
ini sudah terdapat keluhan pada gusi berupa perdarahan spontan atau perdarahan yang
sering terjadi pada waktu menyikat gigi.
Bila gingivitis ini dibiarkan melanjut tanpa perawatan, keadaan ini akan
merusak jaringan periodonsium yang lebih dalam, sehingga cement enamel junction
menjadi rusak, jaringan gingiva lepas dan terbentuk periodontal poket. Pada beberapa
keadaan sudah terlihat ada peradangan dan pembengkakan dengan keluhan sakit bila
tersentuh.
Bila keparahan telah mengenai tulang rahang, maka gigi akan menjadi goyang
dan mudah lepas dari soketnya.

Gambar 2. Periodontitis kronis secara klinis


Sumber : http://www.implantdentist.co.nz/assets//Periodontitis%2525201.jpg&zoom
Tanda klinik dan karakteristik periodontitis kronis:
8
a. Umumnya terjadi pada orang dewasa namun dapat juga terlihat pada remaja.
b. Jumlah kerusakan sesuai dengan jumlah faktor lokal.
c. Kalkulus subgingiva sering ditemukan.
d. Berhubungan dengan pola mikroba
e. Kecepatan progresi lambat tetapi memiliki periode eksaserbasi dan remisi.
f. Dapat diklasifikasikan lebih lanjut berdasarkan perluasan dan keparahannya.
g. Dapat dihubungkan dengan faktor predisposisi lokal (seperti relasi gigi atau
faktor iatrogenik).
h. Mungkin dimodifikasi oleh dan atau berhubungan dengan kelainan sistemik
(seperti diabetes mellitus, infeksi HIV).
i. Dapat dimodifikasi oleh faktor selain kelainan sistemik seperti merokok dan
stres emosional.

2. Gambaran Radiografi

Didalam rongga mulut terdapat beberapa jaringan, yaitu jaringan keras dan
jaringan lunak. Yang termasuk jaringan keras gigi diantaranya tulang alveolar dan gigi
(enamel dan dentin). Sedangkan yang termasuk jaringan lunak meliputi mukosa
(labial, bukal, palatal, ginggival), lidah dan jaringan penyangga gigi.

Kelainan dapat terjadi pada jaringan keras dan jaringan lunak dalam rongga
mulut. Suatu kelainan yang terjadi baik pada jaringan keras maupun jaringan lunak
pada rongga mulut dapat diketahui melalui pemeriksaan obyektif dan ditunjang oleh
pemeriksaan radiografi. Dengan pemeriksaan radiografi operator bisa melihat kondisi
jaringan yang terletak dibawah mukosa yang tidak dapat dilihat secara langsung.
Sehingga dapat memastikan kelainan yang terjadi di daerah tersebut.11

Salah satu kelainan pada jaringan lunak gigi yang dapat dilihat pada
pemeriksaan radiografi adalah kelainan yang terjadi pada jaringan penyangga gigi,
seperti periodontitis. Dengan pemeriksaan radiografi dapat diketahui bagaimana
gambaran periodontitis dan bagaimana membedakannya dengan kelainan yang lain.11

Gambar 3. Periodontitis kronis secara Radiografi

D. Prevalensi

Prevalensi penyakit periodontal lebih tinggi pada orang dewasa uisa > 40 tahun dan
pada periodontitis kronis peningkatan prevalensi dan keparahannya terjadi seiring
bertambahnya usia (Holtfreter dkk., 2015). Penelitian di Perancis pada usia dewasa (35 - 64
tahun) dilaporkan sebanyak 46,68 % memiliki kehilangan perlekatan klinis > 5 mm
(Bourgeois dkk., 2007) sedangkan penelitian Konig dkk., (2010) di Negara Finlandia
9
dilaporkan proporsi usia 35 - 44 tahun memiliki poket periodontal > 4 mm adalah sebanyak
61 %. Survey terbaru yang dilaporkan oleh penelitian di Korea bahwa sebanyak 11,9 %
individu usia 40 - 59 tahun memiliki CAL > 5 mm termasuk beberapa penelitian juga
melaporkan kehilangan tulang alveolar lebih prevalen pada usia menengah 30 - 40 tahun
(Muller dkk., 2005). Oleh sebab itu seringkali pasien memutuskan untuk mencabut gigi
akibat dari periodontitis kronis yang dialami membuat pasien tidak nyaman (Anand dkk,
2010).
Penyakit periodontal memiliki prevalensi yang cukup besar di Indonesia yaitu
mencapai 70 % (SKRT, 2011). Umumnya periodontitis kronis paling banyak terjadi pada
orang dewasa, namun dapat juga terjadi pada anak-anak dan remaja. Tingkat kejadian
penderita periodontitis kronis paling sering terjadi pada umur 35 sampai 44 tahun, yang
mencapai 52 % untuk tipe sedang dan 20 % untuk tipe parah (Holtfreter dkk., 2015).
Prevalensi penyakit periodontal di daerah kota Medan juga masih tinggi, seperti dilaporkan
dalam penelitian Situmorang (2004 di dua kecamatan di kota Medan yaitu kecamatan Medan
baru dan Medan Selayang jumlahnya mencapai 96,58 % pada seluruh kelompok umur usia
produktif.

E. Perawatan

Perawatan periodontitis kronis dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu:

 Fase I : Fase terapi inisial, merupakan fase dengan cara menghilangkan beberapa
faktor etiologi yang mungkin terjadi tanpa melakukan tindakan bedah periodontal atau
melakukan perawatan restoratif dan prostetik. Berikut ini adalah beberapa prosedur
yang dilakukan pada fase I :
1. Memberi pendidikan pada pasien tentang kontrol plak.
2. Scaling dan root planning
3. Perawatan karies dan lesi endodontic
4. Menghilangkan restorasi gigi yang over kontur dan over hanging
5. Penyesuaian oklusal (occlusal ajustment)
6. Splinting temporer pada gigi yang goyah
7. Perawatan ortodontik
8. Analisis diet dan evaluasinya
9. Reevaluasi status periodontal setelah perawatan tersebut diatas

 Fase II : Fase terapi korektif, termasuk koreksi terhadap deformitas anatomikal seperti
poket periodontal, kehilangan gigi dan disharmoni oklusi yang berkembang sebagai
suatu hasil dari penyakit sebelumnya dan menjadi faktor predisposisi atau rekurensi
dari penyakit periodontal. Berikut ini adalah bebertapa prosedur yang dilakukun pada
fase ini:
1. Bedah periodontal, untuk mengeliminasi poket dengan cara antara lain: kuretase
gingiva, gingivektomi, prosedur bedah flap periodontal, rekonturing tulang (bedah
tulang) dan prosedur regenerasi periodontal (bone and tissue graft)
2. Penyesuaian oklusi
3. Pembuatan restorasi tetap dan alat prostetik yang ideal untuk gigi yang hilang

 Fase III: fase terapi pemeliharaan, dilakukan untuk mencegah terjadinya kekambuhan
pada penyakit periodontal. Berikut ini adalah beberapa prosedur yang dilakukan pada
fase ini:
1. Riwayat medis dan riwayat gigi pasien

10
2. Reevalusi kesehatan periodontal setiap 6 bulan dengan mencatat scor plak, ada
tidaknya inflamasi gingiva, kedalaman poket dan mobilitas gigi.
3. Melekukan radiografi untuk mengetahui perkembangan periodontal dan tulang
alveolar tiap 3 atau 4 tahun sekali.
4. Scalling dan polishing tiap 6 bulan seksli, tergantung dari evektivitas kontrol plak
pasien dan pada kecenderungan pembentukan kalkulus
5. Aplikasi tablet fluoride secara topikal untuk mencegah karies

2.3 Macam-macam Bakteri pada Penderita Periodontitis Kronis.

A. Actinobacillus Actinomycetemcomitan

Actinobacillus Actinomycetemcomitans adalah bakteri gram-negatif, capnophilip


fermentasi coccobacillus yang terlibat dalam pathogenesis dari beberapa bentuk penyakit
periodontal.

Bakteri ini kecil, non motil, gram negative, saccharolityc, capnophilic, batang yang
berakhiran bulat, membentuk koloni kecil berbentuk konveks dengan bagian tengah
menyerupai bintang ketika dibiakkan dalam blood agar. Spesies ini pertama kali dikenal
sebagai pathogen periodontal dikarenakan peningkatan jumlah yang dideteksi disertai
tingginya angka kejadian lesi localized juvenile periodontitis bila dibandingkan dengan
jumlah plak sampel dari kondisi klinis lainnya termasuk periodontitis, gingivitis, dan
periodontal yang sehat.

Gambar 4. Bakteri Actinobacillus actinomycetemcomitans


Sumber:www.wellcome.ac.uk/en/bia/gallery.html?image=6

B. Porphyromonas gingivalis

Porphyromonas gingivalis adalah anaerob gram-negatif dalam mulut individu. Bakteri


ini merupakan sumber utama penyakit penyakit periodontal. Telah ditemukan juga bahwa
disamping menebabkan infeksi pada manusia bakteri ini juga menyebabkan banyak resistensi
antibiotic.

Porphyromonas gingivalis merupakan bakteri kedua pathogen periodontal. Setelah


diisolasi diketahui bahwa bakteri ini merupakan bakteri gram negative, anaerob, non motil,
asaccharolytic yang biasanya terlihat berbentuk kokus dengan morfologi yang pendek. P.
gingivalis adalah anggota Bacteroides pigmen hitam. Organism dari kelompok ini bervariasi

11
warnanya dari coklat hingga hitam, dikembangkan dalam blood agar dan awalnya
dikelompokkan dalam spesies tunggal. 13

Gambar 5. Bakteri Porphyromonas gingivalis

Sumber : en.citizendium.org/wiki/Porphyromonas_gingivalis

C. Bacteroides Forsythus

Patogen periodontal yang ketiga, Bacteroides forsythus, pertama kali diperkenalkan


pada tahun 1979 sebagai bacteroides fusiform. Spesies ini sulit untuk berkembang, biasanya
membutuhkan 7 hingga 14 hari bagi koloni untuk berkembang. Organisme ini adalah gram
negative anaerobic, berbentuk spindel, batang pleomorfik, pertumbuhan organisme ini
ditingkatkan oleh adanya ikatan dengan Fusobacterium nucleatum dan tentu saja terjadi pada
daerah subgingiva. Organisme ini ditemukan dalam jumlah yang lebih besar pada daerah
penyakit periodontal yang mengalami proses destruktif atau pada abses periodontal
dibandingkan pada gingivitis ataupun daerah yang sehat.
Sebagai tambahan, Bacteoides forsythus ditemukan lebih banyak pada lesi periodontal
aktif dibandingkan dengan lesi inaktif. Lebih jauh lagi, subjek yang memiliki Bacteroides
forsythus memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami kehilangan tulang alveolar,
kehilangan perlekatan, dan kehilangan gigi dibandingkan dengan subjek yang tidak terdeteksi
memiliki Bacteroides forsythus.
Pada awalnya Bacteroides forsythus diperkirakan sebagai spesies subgingival yang
jarang ditemukan. Namun, studi yang dikemukakan oleh Gmur dkk (1989) menggunakan
antibody monoclonal untuk menghitung spesies secara langsung pada sampel plak,
menggambarkan bahwa spesies ini lebih banyak ditemukan sebelumnya dibandingkan yang
ditemukan pada studi kultur dan level ini secara kuat diasumsikan berhubungan dengan
peningkatan kedalaman poket.
Bacteroides forsythus termasuk spesies baru dari mulut manusia, memiliki
ultrastruktur dinding sel yang berbeda dan satu set unik antigen permukaan sel. Dalam studi
terpisah, pasien yang sebelumnya dirawat karena sedang mengalami periodontitis parah
dimonitor selama 12 bulan untuk bukti kekambuhan penyakit.

12
Gambar 6. Bakteri Bacteroides forsythus

Sumber : http://www.morgellons-uk.net/?p=715

D. Prevotella Intermedia

Provetella intermedia merupakan bakteri pigmen hitam kedua yang mendapat cukup
banyak perhatian. Bakteri yang merupakan organisme gram negative, pendek, berakhiran
bulat, batang anaerobic ini diperlihatkan mengalami peningkatan pada penyakit ANUG,
yang merupakan salah satu bagian dari periodontitis.
Spesies ini memiliki sifat virulensi mirip dengan Porphyromonas gingivalis dan
terlihat menginduksi infeksi campuran saat diinjeksikan pada hewan percobaan
laboratorium. Organisme ini juga menunjukkan aktivitas invasi terhadap sel epitel oral
secara in vitro. Peningkatan serum antibody dari spesies ini terjadi pada beberapa tapi tidak
pada semua subjek dengan refractory periodontitis.

Gambar 7: Bakteri provetella intermedia

Sumber: http://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Prevotella

E. Campylobacter Rectus

Campylobacter rectus adalah bakteri gram negative, anaerobic, pendek, motil vibrio.
Organisme ini biasanya memanfaatkan H2 atau membentuknya sebagai sumber energi.
Bakteri ini merupakan kelompok bakteri yang “vibrio corrodes”, bakteri pendek yang tidak

13
termasuk dalam kelompok batang dan membentuk cembungan kesil, “dry spreading”, atau
“corroding” dalam blood agar.
Compylobacter rectus banyak ditemukan dengan jumlah yang tinggi pada pada daerah
yang mengalami penyakit periodontal dibandingkan daerah sehat. Selain itu, ditemukan pula
dalam jumlah yang lebih besar dan lebih sering pada daerah yang mengalami kerusakan
periodontal aktif atau merupakan berkebalikan antara periodontal sehat dan yang berpenyakit.

Gambar 8. Bakteri Campylobcter rectus

Sumber: en.wikipedia.org/wiki/Campylobacteriosis

F. Fusobacterium nucleatum

Fusobacterium nucleatum adalah bakteri anaerobic Gram-negatif non-spreforming


yang ditemukan pada flora normal mulut, yang memainkan peran dalam penyakit
periodontal. Meskipun ia tidak dianggap sebagai bakteri patogen utama yang memberikan
kontribusi terhadap perkembangan periodontitis.13

Bakteri ini adalah bakteri gram negatif, anaerobic, bentuk spindel, yang dikenal
sebagai bagian dari mikroba subgingival selama lebih dari 100 tahun. Spesies ini umumnya
dapat diisolasi dari kultur plak subgingiva, dan terdiri dari 7-10% dari total kultur yang dapat
diisolasi dari berbagai keadaan klinis yang berbeda. Fusobacterium nucleatum banyak
ditemukan pada subjek dengan periodontitis dan abses periodontal.13

Gambar 9. Bakteri Fusobacterium nucleatum

Sumber: www.icb.usp.br/~mariojac/

14
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Periodontitis adalah seperangkat peradangan penyakit yang mempengaruhi


periodontium yaitu jaringan yang mengelilingi dan mendukung gigi. Periodontitis
melibatkan hilangnya progresif dari tulang alveolar di sekitar gigi dan jika tidak
diobati dapat menyebabkan melonggarnya jaringan periodontium serta kehilangan
gigi.

3.2 SARAN

Penulis mengharapkan akan adanya penelitian tentang penyakit periodontitis


lebih mendalam sehingga dapat mencegah dan menanggulangi penyakit periodontitis
sehingga semakin banyak masyarakat yang mengetahui dan sadar akan kesehatan gigi
dan mulutnya terutama penyakit periodontitis.

15

Anda mungkin juga menyukai