Disusun Oleh :
DRG. SYAHRI S
NIP 196612312002
Dengan menyebut nama Allah subhanahu wa ta’ala yang Maha pengasih lagi Maha
penyayang, saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat hidayah, dan inayah –Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
kami.
Makalah ini telah kami susun dengan semaksimal mungkin sebagaimana hasil kerja
kami. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini dan kami
menerima saran maupun kritik dari semua pihak. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
Drg. Syahri S
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL..............................................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
1.3 Tujuan.............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................15
3.2 Saran...............................................................................................................15
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ilmu penyakit gigi dan mulut atau oral patologi adalah ilmu yang
mempelajari penyakit-penyakit dan kelainanyang terjadi pada rongga mulut,
tanda-tanda atau gejalanya, penyebabnya serta perawatannya. Jaringan periodontal
merupakan jaringan yang mengelilingi gigi dan dapat mendukung gigi sehingga tidak
terlepas dari soketnya. Struktur jaringan periodontal terdiri dari gingiva, tulang
alveolar, ligamen periodontal dan sementum.
Komponen dari tumbuhan yang bersifat antibakteri antara lain adalah minyak
atsiri. Golongan rimpang-rimpangan dengan kandungan minyak atsiri tertinggi adalah
Jahe merah (Zingiber officinale Rosc.) dengan kandungan minyak atsiri sebesar 2,58-
2,72%.11,12
Berdasarkan data statistik yang ada pada tahun 2012, produksi Jahe di
Indonesia mencapai 114.537,65 ton per tahun. Ketersediaan Jahe yang tinggi di
Indonesia, dapat menjadi sumber yang potensial sebagai bahan antimikroba.13
1
Oonmetta-aree dkk menyebutkan bahwa kandungan Jahe terdiri dari minyak esensial
(bisabolene, phellandrene, citral, borneol, citonellol, dll), oleoresin (gingerol,
shogaol), phenol, serta vitamin dan mineral yang terkandung didalamnya.14 Zat
bioaktif pada Jahe merah berpengaruh terhadap 3 (tiga) strain bakteri yaitu
Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa. Nwaopara
dkk menyatakan penelitian secara in vitro menunjukkan bahwa bahan aktif Jahe dapat
menghambat perkembangan koloni bakteri. Jahe menghambat bakteri E. Coli, Proteus
Sp., Staphylococcus dan Salmonella. Minyak atsiri yang terdapat pada Jahe merah
dapat merusak membran sel bakteri sehingga menyebabkan lisis yang menghambat
pertumbuhan selnya.12,14 Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut,
peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai efektivitas ekstrak Jahe merah
(Zingiber officinalle Var. Rubrum) terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis secara
in vitro.
2
BAB II
PEMBAHASAN
a. Gingiva
3
Gambar 2.2. Anatomi gingiva (Fiorellini dkk., 2012)
b. Sementum
Sementum merupakan lapisan tipis dari jaringan ikat terkalsifikasi yang menutupi
dentin di area akar gigi. Fungsi sementum adalah memberikan perlekatan dengan fibrin
kolagen dari ligamen periodontal untuk menopang gigi, memelihara integritas akar, dan
terlibat dalam perbaikan dan remodeling gigi dan tulang alveolar. Sementum berwarna
kuning mengkilat dan secara klinis tidak terlihat namun saat terjadi resesi gingiva maka
sementum akan terlihat. Resorpsi sementum dapat disebabkan karena stres oklusal yang
berlebihan, gerakan ortodonti, tekanan tumor, dan defisiensi kalsium atau vitamin D.
c. Ligamen Periodontal
Ligamen periodontal merupakan lapisan jaringan ikat lunak yang menutupi akar gigi dan
melekatkan akar gigi terhadap tulang alveolar. Ligamen periodontal terdiri atas serabut
pembuluh darah yang kompleks dan serabut jaringan ikat kolagen yang mengelilingi akar gigi
dan melekat ke prosesus alveolaris. Fungsi ligamen periodontal antara lain memelihara gigi
dalam soket, memiliki fungsi sensoris yaitu dapat merasakan nyeri saat terjadi tekanan
berlebihan, menyediakan nutrisi bagi sementum dan tulang, memiliki fungsi formatif yaitu
membentuk dan memelihara sementum dan tulang alveolar serta fungsi resorptif yaitu dapat
meremodeling tulang alveolar saat terjadi resorpsi tulang akibat tekanan pengunyahan.
4
d. Tulang alveolar
Tulang alveolar adalah bagian dari maksila dan mandibula yang membentuk soket
gigi (alveoli) yang terdiri atas puncak alveolar (alveolar crest), tulang interproksimal, dan
tulang interradikular yaitu tulang antara 2 akar gigi. Puncak alveolar berada paling koronal
dari prosesus alveolaris, normalnya 1 - 2 mm dari cemento enamel junction (CEJ) dan tampak
dari aspek fasial gigi. Puncak alveolar mengelilingi gigi seperti bentuk bergelombang dan
mengikuti kontur permukaan CEJ.
Tulang interproksimal atau disebut juga septum interdental merupakan tulang yang
berada di antara permukaan proksimal dari dua gigi yang berdekatan. Kontur dari tulang
interproksimal dapat menjadi indikator jaringan periodontal yang sehat (Madukwe, 2014).
Pada area gigi posterior, kontur puncak tulang interproksimal pararel terhadap garis imajiner
yang ditarik antara CEJ masing-masing gigi. Puncak alveolar memiliki bentuk horizontal saat
CEJ antara gigi dengan gigi sebelahnya sama tingginya, sedangkan puncak alveolar akan
memiliki bentuk vertikal saat salah satu gigi sebelahnya tumbuh miring atau erupsi pada
tinggi yang berbeda. Gambaran tulang alveolar sehat adalah bentuknya tipis, halus dari tepi
kortikal sampai puncak tulang interdental. Puncak tulang interdental kontinu dengan lamina
dura, dan menbentuk sudut yang tajam. Tulang alveolar di bagian mesial dan distal juga tipis
(Whaites, 2003).
5
C. Gambaran klinis jaringan periodontal
Gambaran klinis jaringan periodontal adalah warna gingiva tepi dan gingiva cekat secara
umum berwarna pink akibat dari suplai darah. Warna ini tergantung dari derajat vaskularisasi,
ketebalan epitel, derajat keratinisasi dan konsentrasi pigmen melanin (Fiorellini dkk., 2012).
Kontur gingiva berlekuk, berkerut-kerut seperti kulit jeruk dan licin serta melekat dengan gigi
dan tulang alveolar, Ketebalan gingiva bebas adalah 0,5 - 1,0 mm, menutupi leher gigi dan
meluas menjadi papila interdental, sulkus gingiva tidak lebih dari 2 mm, tidak mudah
berdarah, tidak udem dan eksudat, dan ukurannya normal tergantung dengan elemen seluler,
interseluler dan suplai vaskuler (Highfield, 2009).
6
serta resorpsi tulang alveolar. Akibatnya gigi menjadi goyang dan akhirnya harus dicabut
(Holtfreter dkk, 2015).
B. Epidemiologi
Penyakit periodontitis kronis merupakan salah satu masalah dalam kesehatan gigi
dengan tingkat penyebaran yang luas dan prevalensi yang masih tinggi di dunia (Holtfreter,
2015). Studi epidemiologi penyakit periodontal baru-baru ini menetapkan prevalensi dan
penyebaran periodontitis kronis berdasarkan pada data clinical attachment loss (CAL) dengan
batas rekomendasi >3 mm, probing depth (PD) dengan batas rekomendasi > 4 mm pada sisi
dan jumlah gigi sesuai batas ambang, rerata CAL/PPD, dan bleeding on probing (BOP)
derajat 1 (satu) (Savage dkk., 2009; Holtfreter dkk., 2015) dengan derajat keparahan
periodontitis yaitu ringan (mild), sedang (moderate), dan parah (severe) (Eke dkk., 2012).
Periodontitis yang parah dapat berpengaruh tidak baik bagi kesehatan terutama secara
sistemik karena menambah risiko terjadinya aterosklerosis, diabetes melitus, rheumatoid
arthritis, dan resiko komplikasi kehamilan.
2. Gambaran Radiografi
Didalam rongga mulut terdapat beberapa jaringan, yaitu jaringan keras dan
jaringan lunak. Yang termasuk jaringan keras gigi diantaranya tulang alveolar dan gigi
(enamel dan dentin). Sedangkan yang termasuk jaringan lunak meliputi mukosa
(labial, bukal, palatal, ginggival), lidah dan jaringan penyangga gigi.
Kelainan dapat terjadi pada jaringan keras dan jaringan lunak dalam rongga
mulut. Suatu kelainan yang terjadi baik pada jaringan keras maupun jaringan lunak
pada rongga mulut dapat diketahui melalui pemeriksaan obyektif dan ditunjang oleh
pemeriksaan radiografi. Dengan pemeriksaan radiografi operator bisa melihat kondisi
jaringan yang terletak dibawah mukosa yang tidak dapat dilihat secara langsung.
Sehingga dapat memastikan kelainan yang terjadi di daerah tersebut.11
Salah satu kelainan pada jaringan lunak gigi yang dapat dilihat pada
pemeriksaan radiografi adalah kelainan yang terjadi pada jaringan penyangga gigi,
seperti periodontitis. Dengan pemeriksaan radiografi dapat diketahui bagaimana
gambaran periodontitis dan bagaimana membedakannya dengan kelainan yang lain.11
D. Prevalensi
Prevalensi penyakit periodontal lebih tinggi pada orang dewasa uisa > 40 tahun dan
pada periodontitis kronis peningkatan prevalensi dan keparahannya terjadi seiring
bertambahnya usia (Holtfreter dkk., 2015). Penelitian di Perancis pada usia dewasa (35 - 64
tahun) dilaporkan sebanyak 46,68 % memiliki kehilangan perlekatan klinis > 5 mm
(Bourgeois dkk., 2007) sedangkan penelitian Konig dkk., (2010) di Negara Finlandia
9
dilaporkan proporsi usia 35 - 44 tahun memiliki poket periodontal > 4 mm adalah sebanyak
61 %. Survey terbaru yang dilaporkan oleh penelitian di Korea bahwa sebanyak 11,9 %
individu usia 40 - 59 tahun memiliki CAL > 5 mm termasuk beberapa penelitian juga
melaporkan kehilangan tulang alveolar lebih prevalen pada usia menengah 30 - 40 tahun
(Muller dkk., 2005). Oleh sebab itu seringkali pasien memutuskan untuk mencabut gigi
akibat dari periodontitis kronis yang dialami membuat pasien tidak nyaman (Anand dkk,
2010).
Penyakit periodontal memiliki prevalensi yang cukup besar di Indonesia yaitu
mencapai 70 % (SKRT, 2011). Umumnya periodontitis kronis paling banyak terjadi pada
orang dewasa, namun dapat juga terjadi pada anak-anak dan remaja. Tingkat kejadian
penderita periodontitis kronis paling sering terjadi pada umur 35 sampai 44 tahun, yang
mencapai 52 % untuk tipe sedang dan 20 % untuk tipe parah (Holtfreter dkk., 2015).
Prevalensi penyakit periodontal di daerah kota Medan juga masih tinggi, seperti dilaporkan
dalam penelitian Situmorang (2004 di dua kecamatan di kota Medan yaitu kecamatan Medan
baru dan Medan Selayang jumlahnya mencapai 96,58 % pada seluruh kelompok umur usia
produktif.
E. Perawatan
Fase I : Fase terapi inisial, merupakan fase dengan cara menghilangkan beberapa
faktor etiologi yang mungkin terjadi tanpa melakukan tindakan bedah periodontal atau
melakukan perawatan restoratif dan prostetik. Berikut ini adalah beberapa prosedur
yang dilakukan pada fase I :
1. Memberi pendidikan pada pasien tentang kontrol plak.
2. Scaling dan root planning
3. Perawatan karies dan lesi endodontic
4. Menghilangkan restorasi gigi yang over kontur dan over hanging
5. Penyesuaian oklusal (occlusal ajustment)
6. Splinting temporer pada gigi yang goyah
7. Perawatan ortodontik
8. Analisis diet dan evaluasinya
9. Reevaluasi status periodontal setelah perawatan tersebut diatas
Fase II : Fase terapi korektif, termasuk koreksi terhadap deformitas anatomikal seperti
poket periodontal, kehilangan gigi dan disharmoni oklusi yang berkembang sebagai
suatu hasil dari penyakit sebelumnya dan menjadi faktor predisposisi atau rekurensi
dari penyakit periodontal. Berikut ini adalah bebertapa prosedur yang dilakukun pada
fase ini:
1. Bedah periodontal, untuk mengeliminasi poket dengan cara antara lain: kuretase
gingiva, gingivektomi, prosedur bedah flap periodontal, rekonturing tulang (bedah
tulang) dan prosedur regenerasi periodontal (bone and tissue graft)
2. Penyesuaian oklusi
3. Pembuatan restorasi tetap dan alat prostetik yang ideal untuk gigi yang hilang
Fase III: fase terapi pemeliharaan, dilakukan untuk mencegah terjadinya kekambuhan
pada penyakit periodontal. Berikut ini adalah beberapa prosedur yang dilakukan pada
fase ini:
1. Riwayat medis dan riwayat gigi pasien
10
2. Reevalusi kesehatan periodontal setiap 6 bulan dengan mencatat scor plak, ada
tidaknya inflamasi gingiva, kedalaman poket dan mobilitas gigi.
3. Melekukan radiografi untuk mengetahui perkembangan periodontal dan tulang
alveolar tiap 3 atau 4 tahun sekali.
4. Scalling dan polishing tiap 6 bulan seksli, tergantung dari evektivitas kontrol plak
pasien dan pada kecenderungan pembentukan kalkulus
5. Aplikasi tablet fluoride secara topikal untuk mencegah karies
A. Actinobacillus Actinomycetemcomitan
Bakteri ini kecil, non motil, gram negative, saccharolityc, capnophilic, batang yang
berakhiran bulat, membentuk koloni kecil berbentuk konveks dengan bagian tengah
menyerupai bintang ketika dibiakkan dalam blood agar. Spesies ini pertama kali dikenal
sebagai pathogen periodontal dikarenakan peningkatan jumlah yang dideteksi disertai
tingginya angka kejadian lesi localized juvenile periodontitis bila dibandingkan dengan
jumlah plak sampel dari kondisi klinis lainnya termasuk periodontitis, gingivitis, dan
periodontal yang sehat.
B. Porphyromonas gingivalis
11
warnanya dari coklat hingga hitam, dikembangkan dalam blood agar dan awalnya
dikelompokkan dalam spesies tunggal. 13
Sumber : en.citizendium.org/wiki/Porphyromonas_gingivalis
C. Bacteroides Forsythus
12
Gambar 6. Bakteri Bacteroides forsythus
Sumber : http://www.morgellons-uk.net/?p=715
D. Prevotella Intermedia
Provetella intermedia merupakan bakteri pigmen hitam kedua yang mendapat cukup
banyak perhatian. Bakteri yang merupakan organisme gram negative, pendek, berakhiran
bulat, batang anaerobic ini diperlihatkan mengalami peningkatan pada penyakit ANUG,
yang merupakan salah satu bagian dari periodontitis.
Spesies ini memiliki sifat virulensi mirip dengan Porphyromonas gingivalis dan
terlihat menginduksi infeksi campuran saat diinjeksikan pada hewan percobaan
laboratorium. Organisme ini juga menunjukkan aktivitas invasi terhadap sel epitel oral
secara in vitro. Peningkatan serum antibody dari spesies ini terjadi pada beberapa tapi tidak
pada semua subjek dengan refractory periodontitis.
Sumber: http://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Prevotella
E. Campylobacter Rectus
Campylobacter rectus adalah bakteri gram negative, anaerobic, pendek, motil vibrio.
Organisme ini biasanya memanfaatkan H2 atau membentuknya sebagai sumber energi.
Bakteri ini merupakan kelompok bakteri yang “vibrio corrodes”, bakteri pendek yang tidak
13
termasuk dalam kelompok batang dan membentuk cembungan kesil, “dry spreading”, atau
“corroding” dalam blood agar.
Compylobacter rectus banyak ditemukan dengan jumlah yang tinggi pada pada daerah
yang mengalami penyakit periodontal dibandingkan daerah sehat. Selain itu, ditemukan pula
dalam jumlah yang lebih besar dan lebih sering pada daerah yang mengalami kerusakan
periodontal aktif atau merupakan berkebalikan antara periodontal sehat dan yang berpenyakit.
Sumber: en.wikipedia.org/wiki/Campylobacteriosis
F. Fusobacterium nucleatum
Bakteri ini adalah bakteri gram negatif, anaerobic, bentuk spindel, yang dikenal
sebagai bagian dari mikroba subgingival selama lebih dari 100 tahun. Spesies ini umumnya
dapat diisolasi dari kultur plak subgingiva, dan terdiri dari 7-10% dari total kultur yang dapat
diisolasi dari berbagai keadaan klinis yang berbeda. Fusobacterium nucleatum banyak
ditemukan pada subjek dengan periodontitis dan abses periodontal.13
Sumber: www.icb.usp.br/~mariojac/
14
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN
15