Anda di halaman 1dari 47

ANALISIS PENDIDIKAN DARI QS. LUQMAN : 23-25, QS.

AL – AHQAF 13 –
19 DAN QS. AL – AHQAF : 15 – 16 TENTANG KONSEP KELUARGA
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah tugas tafsir tarbiyah
Dosen pegampu :
Khambali, S.pd.,Mpd

Oleh Kelompok 8 :
Muhammad Fadhillah Mochtar (10030118187)
Karlina Nurhasanah (10030118189)
Shifa Nurul Aulia (10030118196)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
BANDUNG
2020
1. QS. Al – ISRA : 23 - 25

A. Teks ayat dan terjemah

َُ ََ ُ َ َ ٓ ُ َ ََ ۡ َ َ َُ ۡ َ ُ ‫َ َ َ َ ُّ َ َ ا َ ۡ ُ ُ ٓ ْ ا ٓ ا‬
ٰ َ ‫ٱل َو ٰ ِ َِليۡن إ ِ ۡح‬
‫س ًنا ۚ إ ِ اما َي ۡبلغ ان عِندك ٱلك‬
‫ِب أ َح ُده َما أ ۡو ِلِكه َما فَل تقل‬ ِ ِ ‫َض ربك أَّل تعبدوا إَِّل إِياه وب‬ ٰ ‫وق‬

٣٢ ‫يما‬ ‫ل ا ُه َما ٓ أُف َو ََّل َت ۡن َه ۡر ُه َما َوقُل ل ا ُه َما قَ ۡو اَّل َكر ا‬


ِ ّٖ
23. Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain
Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.
Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut
dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada
keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia
‫ۡح ُه َما َك َما َر اب َياِن َصغِ ا‬
٣٢ ‫ريا‬
َۡ ۡ
‫ب ٱر‬ ‫ۡحةِ َوقُل ا‬
‫ر‬ َ ۡ ‫ٱلر‬ ُّ َ َ َ َ ُ َ ۡ ۡ َ
‫ٱذلل م َِن ا‬ ‫وٱخفِض لهما جناح‬
ِ ِ ِ
24. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan
dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana

َ ‫ني فَإنا ُهۥ ََك َن ل ِۡۡلَ اٰوب‬ َ ۡ َ ۡ ُ ُّ ‫ا‬


mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil"
‫ني َغ ُف ا‬ َ ‫ح‬ ٰ َ ْ ُ ُ َ ۡ ُ ُُ َ ُ
٣٢ ‫ورا‬ ِ ِ ِ ِ ‫ل‬ ‫ص‬ ‫وا‬ ‫ون‬ ‫ك‬ ‫ت‬ ‫ن‬ ‫إ‬
ِ ۚ‫م‬ ‫ِك‬‫س‬‫و‬ ‫ف‬‫ن‬ ‫ِف‬
ِ ِ ‫ربكم أعل‬
‫ا‬ ‫م‬ ‫ب‬ ‫م‬
25. Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang-
orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang
yang bertaubat
B. Asbabun Nuzul
Ibnu abbas menerangkan bahwa kedua ayat ini 23 dan 24 diturunkan berkenaan
dengan jawaban tergesa – gesa Rasulullah ketika orang orang Quraish datang dan
bertanya kepada beliau tentang kisah para pemuda zaman dahulu yang tertidu ke
gua Ashabul kahfi.
C. Munasabah
Hadis – Hadis Tentang Birrul Walidain :
a. Bahwasanya ada seseorang laki laki datang kepada Nabi sa. Meminta izin
kepada beliau untuk ikut dalam berjuang bersama beliau. Maka, bertanyalah
nabi, “Masih hidupkah orang tuamu?” Dia jawab, “Masih.” Jawab nabi,
“Kalau begitu, berjuanglah untuk kedua orangtuamu itu.”
b. Menurut riwayat muslim dan lainnya : “Seorang anak takkan bisa membalas
budi orangtuanya kecuali bila orangtuanya itu dia dapati dalam keadaan
menjadi budak, lalu dia membeli dan memerdekakannya”
c. Ada riwayat Ibnu Mas’ud. Katanya :
Pernah aku bertanya kepada Rasulullah saw. Amal apakah yang di cintai oleh
Allah dan Rasul-Nya? Maka jawab beliau,”Salat tepat pada waktunya.” Saya
tanyakan pula, “Kemudian apa lagi?” Beliau mengatakan, “Berbuat baik
kepada kedua orang tua.” Saya tanya lagi, “Kemudian apa lagi?” Rasul
menjawab, ”Berjuang di jalan Allah.”
Berbuat baik kepada ibu, diutamakan daripada perbuatan baik kepada ayah,
menurut riwayat Al – Bukhari dan Muslim :
Bahwa Rasulullah saw. Pernah ditanya, “Siapakah orang yang patut saya
pergauli secara baik?” Maka Rasul menjawab, “Ibumu.” Kemudian siapa lagi?
Tanya penanya itu pula. Maka Rasul menjawab, “Ibumu.” Dia tanya
lagi,”Kemudian siapa lagi?” Dan Rasul menjawab lagi, “Ibumu.” Orang itu
menanyakan pula,”Kemudian siapa lagi?” Baeulah Rasul menjawab,
“Bapakmu.”
Berbuat baik kepada orang tua, tidak hanya dilakukan, ketika mereka masih
hidup saja, bahkan wajib dilakukan setelah mereka meninggal dunia, menurut
riwayat Ibnu Majah : Bahwa adakah kesempatan berbuat baikkepada kedua
orang tuaku yang wajib aku lakukan terhadap mereka berdua, setelah mereka
meninggal dunia. Rasul menjawab, “Ya.” Yaitu ada empat perkara :
“Mendoakan mereka berdua, memohonkan ampun untuk mereka berdua,
menunaikan janji mereka berdua, memuliakan kawan mereka berdua dan
bersilaturahim terhadap orang yang tidak ada silaturahim kecuali yang telah
dilakukan kepada kedua orang tuamu itu, inilah kewajiabn yang selayaknya
kam lakukan dalam berbuatbaik kepada orangtua, setelah mereaka meninggal
dunia.
Terkait Ayat lainnya :
َ ۡ ُّ ُ َ ‫ا ا َ َ َ ا َ ا َ ْ ا ا‬
٨٣١ ‫س ُنون‬
ِ ‫ِين هم ُّم‬
‫إِن ٱّلل مع ٱذلِين ٱتقوا وٱذل‬
128. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-
orang yang berbuat kebaikan
D. Tafsir mufrodat
Penafsiran yang sulit :
َ َ
‫َوقَض‬ Memberi keputusan dan perintah.
ُ
‫أ ّٖف‬ Nama suara untuk menyatakan kejengkelan
dan sakit. Orang mengatakan :
‫ال تقل لفالن اف‬
‫اَلنَّ ْهر‬ Mencegah dengan kasar.
َ
‫ك ِريم‬ Bersikap baik tanpa kekerasan. Ar ragib
mengatakan : segala sesuatu yang terhormat
dalam bangsanya, disebut Karim (Mulia).
ُ ‫َخ ْف‬
‫ض ال َجنَا َح‬ (Merendahkan sayap). Yang dimaksud ialah
tawadu’ dan merendahkan diri.
َ ۡ ‫ٱلر‬
‫ۡح ِة‬ ‫م َِن ا‬ Karena sangat sayangnya kamu terhadap
orang tua.
‫ا َ َّوب‬ Orang yang mempunyai tabiat kembali
kepada Allah dan berlindung kepada Nya
ketika mengalami kesusahan.

E. Penafsiran ayat
a. Al maraghi
ٓ‫ْ ا‬ َ ‫َ َا‬ ٰ َ َ‫)وق‬
(‫َض َر ُّبك أَّل ت ۡع ُب ُد ٓوا إَِّل إِيا ُاه‬ َ

Dan Tuhanmu memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia, karena
ibadah adalah puncak pengagungan yang tidak patut dilakukan kecuali terhadap
Tuhan yang daripada –Nya lah keluar kenimatan dan anugerah atas hamba
hamba-Nya, dan tidak ada yang dapat memberikan nikmat kecuali Dia.
ۡ َ
ٰ َ ‫ٱل َو ٰ ِ َِليۡن إ ِ ۡح‬
(ۚ ‫س ًنا‬ ِ ‫)وب‬
ِ
Apabila Allah memerintahkan berbuat baik terhadap orangtua, maka hal itu
adalah karena sebab – sebab sebagai berikut :
a. karena kedua orang tua itulah yangg belas kaish kepada anaknya, dan telah
bersusah payah dalam memberikan kebaikan kepada – Nya dan menghindarkan dari
bahaya. Oleh karena itu, wajiblah hal itu diberi imbalan dengan berbuat baik dan
syukur pada keduanya.
b. bahwa anak adalah belahan jiwa dari orang tua, sebagaimana diberitahukan dalam
sebuah kabar bahwa Nabi saw. Pernah bersabda : “Fatimah adalah belahan jiwaku.”
c. bahwa kedua orangtua telah memberikan kenikmatan kepada anak itu sedang
dalam keadaan lemah dan tidak berdaya sedikitpun. Oelh karena itu, wajib hal itu

ُ َ َ ٰ‫َ َ ا ُ َ َ ۡ َ ا‬ َ ۡ َ ۡ ُ ُّ ‫ا‬
dibalas dengan rasa syukur, ketika kedua orang tua itu telah tua.
‫ا‬ ٰ َ ْ ُ ُ َ ۡ ُ ُُ َ ُ
(‫)ربكم أعلم بِما ِِف نفوسِك ۚم إِن تكونوا صل ِ ِحني فإِنهۥ َكن ل ِۡلوبِني غفورا‬
Tuhanmu, hai sekalian manusia, lebih tahu apa yang ada dalam hatimu daripada
kalian, baik berupa penghormatanmu mengenai bapak dan ibumu, serta berbuat baik
terhadap mereka, atau meremehkan hak dan durhaka terhadap mereka. Allah akan
memberi balasan kepada kalian atas kebaikan atau keburukan tentang hal itu semua.
Oleh karena itu, hati-hatilah jangan sampai tersimpan dalam hatimu keburukan
terhadap orangtua dan bersikap durhaka terhadap mereka. Maka, jika kamu telah
memperbaiki niatmu terhadap orangtua, dan kamu taat kepada Tuhanmu mengenai
berbuat baik kepada orangtuamu yang telah Allah perintahkan, serta menunaikan hak-
hak yang wajib kamu tunaikan setelah kamu lupa atau tergelincir dalam menunaikan
suatu kewajiban yang wajib kamu tunaikan terhadap mereka, maka sesungguhnya
Allah Ta'ala akan mengampuni kamu atas kekurangan yang kamu lakukan. Karena,
Dia-lah Yang Maha Pengampun terhadap orang yang mau bertaubat dari dosanya dan
berhenti dari bermaksiat kepada Allah, kembali taat kepada-Nya, lalu melakukan hal-
hal yang dicintai dan disukai Allah.
Ayat tersebut juga merupakan janji bagi orang yang berniat hendak berbuat baik
kepada orangtua, dan merupakan ancaman terhadap orang yang meremehkan hak-hak
orangtua, serta berusaha untuk durhaka terhadap mereka berdua.

b. Ibnu katsir
Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan (kepada hamba-hamba-Nya) untuk
menyem-bah Dia semata, tiada sekutu bagi-Nya. Kata qada dalam ayat ini
me-ngandung makna perintah. Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna
firman-Nya, "Waqada" bahwa makna yang dimaksud ialah memerintahkan. Hal yang
sama dikatakan oleh Ubay ibnu Ka'b, Ibnu Mas'ud., dan Ad-Dahhak ibnu Muzahim;
mereka mengartikannya, "Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain Dia." Selanjutnya disebutkan perintah berbakti kepada kedua
orang tua. Untuk itu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
ۡ َ
ٰ َ ‫ٱل َو ٰ ِ َِليۡن إ ِ ۡح‬
(ۚ ‫س ًنا‬ ِ ‫)وب‬
ِ
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu. (Al-Isra: 23)
Yakni Allah memerintahkan kepadamu untuk berbuat baik kepada ibu bapakmu.
Makna ayat ini sama dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

ُ ‫ص‬ ۡ َ َ ۡ َ ُ ۡ
‫ري‬ ِ ‫أَ َِن ٱشك ۡر ِِل َول ِو ٰ ِ َِليك إ ِ اِل ٱل َم‬

Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah
kembalimu. (Luqman: 14) Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut
dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan 'ah' kepada
keduanya, Artinya, janganlah kamu mengeluarkan kata-kata yang buruk kepada
keduanya, sehingga kata 'ah' pun yang merupakan kata-kata buruk yang paling ringan
tidak diperbolehkan.
ُٓ ‫ََ َُ ا‬
(‫)فَل تقل ل ُه َما أ ّٖف‬dan janganlah kamu membentak mereka. (Al-Isra: 23)

Yakni janganlah kamu bersikap buruk kepada keduanya, seperti apa yang
dikatakan oleh Ata ibnu Abu Rabah sehubungan dengan makna firman-Nya: dan
janganlah kamu membentak mereka.
ُ ٓ ‫َ َ ۡ ََ َ ُ ٓ َ َ ُ ََ َُ ا‬ َُ
‫إ ِ اما َي ۡبلغ ان عِندك ٱلك‬
‫ِب أ َح ُده َما أ ۡو ِلِكه َما فَل تقل ل ُه َما أ ّٖف‬

(Al-Isra: 23) Maksudnya, janganlah kamu menolakkan kedua tanganmu terhadap


keduanya.
Setelah melarang mengeluarkan perkataan dan perbuatan buruk ter-hadap kedua
orang tua, Allah memerintahkan untuk berbuat baik dan bertutur sapa yang baik
kepada kedua. Untuk itu Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

‫َو ََّل َت ۡن َه ۡر ُه َما َوقُل ل ا ُه َما قَ ۡو اَّل َكر ا‬


٣٢ ‫يما‬ِ

dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (Al-Isra: 23)


Yaitu bertutur sapa yang baik dan lemah lembutlah kepada keduanya, serta
berlaku sopan santunlah kepada keduanya dengan perasaan penuh hormat dan
memuliakannya.
َ ۡ ‫ٱلر‬ ُّ َ َ َ َ ُ َ ۡ ۡ َ
‫ٱذلل م َِن ا‬
ِ‫ۡحة‬ ِ ‫وٱخفِض لهما جناح‬

Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan. (Al-
Isra: 24). Yakni berendah dirilah kamu dalam menghadapi keduanya.
‫ۡح ُه َما َك َما َر اب َياِن َصغِ ا‬
٣٢ ‫ريا‬
َۡۡ
‫ب ٱر‬ ‫َُ ا‬
ِ ِ ‫وقل ر‬

dan ucapkanlah, "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka kedua-nya, sebagaimana


mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil." (Al-Isra: 24) Maksudnya,
berendah diriiah kepada keduanya di saat keduanya telah berusia lanjut, dan
doakanlah keduanya dengan doa ini bilamana keduanya telah meninggal dunia.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa kemudian Allah menurunkan firman-Nya:

Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun
(kepada Allah) bagi orang-orang musyrik. (At-Taubah: 113), hingga akhir ayat.
Hadis-hadis yang menyebutkan tentang berbakti kepada kedua orang tua cukup
banyak, antara lain ialah hadis yang diriwayatkan melalui berbagai jalur dari Anas
dan lain-lainnya yang mengatakan bahwa pada suatu hari Nabi Shallallahu'alaihi
Wasallam naik ke atas mimbar, kemudian beliau mengucapkan kalimat Amin
sebanyak tiga kali. Maka ketika ditanyakan, "Wahai Rasulullah, apakah yang
engkau aminkan?" Maka Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam menjawab:
Jibril datang kepadaku, lalu mengatakan, "Hai Muhammad, terhinalah seorang
lelaki yang namamu disebut di hadapannya, lalu ia tidak membaca salawat
untukmu. Ucapkanlah 'Amin'.” Maka saya mengucapkan Amin lalu Jibril berkata
lagi, "Terhinalah seorang lelaki yang memasuki bulan Ramadan, lalu ia keluar
dari bulan Ramadan dalam keadaan masih belum beroleh ampunan baginya.
Katakanlah, 'Amin'.” Maka aku ucapkan Amin. Jibril melanjutkan perkataannya,
"Terhinalah seorang lelaki yang menjumpai kedua orang tuanya atau salah
seorangnya, lalu keduanya tidak dapat memasukkannya ke surga. Katakanlah,
'Amin'.” Maka aku ucapkan Amin.
Hadis lain.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah
menceritakan kepada kami Ali ibnu Zaid, dari Zurarah ibnu Aufa, dari Malik ibnul
Haris, dari seorang lelaki yang tidak disebutkan .namanya, bahwa ia pernah
mendengar Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: Barang siapa yang
menjamin makan dan minum seorang anak yatim yang kedua orang tuanya
muslim hingga anak yatim itu tidak lagi memerlukan jaminannya, maka wajiblah
surga bagi-nya. Barang siapa yang memerdekakan seorang budak muslim, maka
akan menjadi tebusan baginya dari neraka, setiap anggo-ta tubuh budak itu
membebaskan setiap anggota tubuhnya.

Kemudian Imam Ahmad mengatakan:


telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan
kepada kami Syu'bah, bahwa ia pernah mendengar Ali ibnu Zaid mengatakan
hadis ini, lalu Imam Ahmad menuturkan hadis yang semakna. Hanya dalam
riwayat ini disebutkan 'dari seorang lelaki dari kalangan kaumnya' yang dikenal
dengan nama Malik atau Ibnu Malik, dan ditambahkan dalam riwayat ini: Barang
siapa yang menjumpai kedua orang tuanya atau salah seorang dari keduanya, lalu
ia masuk neraka, maka ia adalah orang yang dijauhkan oleh Allah (dari rahmat-
Nya).

Hadis lainnya Imam Ahmad mengatakan:


telah menceritakan kepada kami Affan, dari Hammad ibnu Salamah, telah
menceritakan kepada kami Ali ibnu Zaid, dari Zurarah ibnu Aufa, dari Malik ibnu
Amr Al-Qusyairi bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Shallallahu'alaihi
Wasallam bersabda: Barang siapa yang memerdekakan seorang budak muslim,
maka akan menjadi tebusannya dari neraka, karena sesungguh-nya setiap tulang
dari budak itu akan membebaskan setiap tulang (anggota tubuh)nya. Dan barang
siapa yang menjumpai salah seorang dari kedua orang tuanya, kemudian masih
belum diberikan ampunan baginya, maka semoga ia dijauhkan oleh Allah (dari
rahmat-Nya). Dan barang siapa yang menjamin makan dan minum seorang anak
yatim yang kedua orang tuanya muslim, hingga si anak yatim mendapat
kecukupan dari Allah, maka wajiblah surga baginya.
Hadis lain.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hajjaj dan
Muhammad ibnu Ja'far; keduanya mengatakan, telah menceri-takan kepada kami
Syu'bah, dari Qatadah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Zurarah ibnu
Aufa menceritakan hadis berikut dari Abu Malik Al-Qusyairi yang menceritakan
bahwa Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda: Barang siapa yang
menjumpai kedua orang tuanya atau salah seorang dari keduanya, kemudian ia
masuk neraka sesudah itu, maka semoga ia dijauhkan dari (rahmat) Allah dan
semoga Allah membinasakannya."
Abu Daud At-Tayalisi telah meriwayatkan dari Syu'bah dengan sanad yang sama,
tetapi di dalamnya ada beberapa tambahan lainnya.

Hadis lain.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah
menceritakan kepada kami Abu Awwanah, telah menceritakan kepada kami
Suhail ibnu Abu Saleh, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Nabi
Shallallahu'alaihi Wasallam yang telah bersabda: Terhinalah seorang lelaki,
terhinalah seorang lelaki, terhinalah seorang lelaki yang menjumpai salah seorang
dari kedua orang tuanya atau kedua-duanya telah berusia lanjut dalam
jaminan-nya, lalu ia tidak masuk surga.
Dari Jalur ini hadis berpredikat sahih, mereka tidak menengahkannya selain Imam
Muslim melalui Hadis Abu Awwanah, dan Jarir, dan Suiaiman ibnu Bilal, dari
Suhail dengan sanad yang sama.

c. Tafsir Quraish shihab


Ayat 23, Tuhanmu telah menetapkan agar kalian tidak menyembah kecuali
kepada-Nya dan berbakti kepada kedua orangtua dengan sebaik-baiknya. Apabila
keduanya atau salah satunya dalam keadaan lemah atau berusia lanjut, maka
janganlah kamu bantah ucapan dan sikap mereka dengan suara yang menunjukkan
marah. Dan jangan sekali-kali kamu menghardik keduanya. Akan tetapi
berkatalah kepada keduanya dengan perkataan yang baik, lembut dan penuh
dengan kebaikan serta penghormatan kepada keduanya.
Ayat 24, Berlemah-lembutlah kepada keduanya, bersikap rendah dirilah di depan
keduanya dan kasih sayangilah keduanya. Berdoalah untuk mereka, "Ya Tuhanku,
kasihilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mengasihiku ketika
mendidikku di waktu kecil."
Ayat 25, Hai manusia, Tuhan kalian lebih mengetahui segala apa yang ada di
dalam hati kalian daripada kalian sendiri. Dia akan memperhitungkannya dengan
pahala dan hukuman. Maka apabila kalian bermaksud melakukan kebaikan--dan
kalian memang akan benar-benar melakukan kebaikan--tetapi kalian kemudian
terperosok dalam kesalahan, lalu kalian kembali kepada Allah, maka Dia akan
mengampuni kalian. Sebab Dia Maha Pengampun bagi mereka yang bertobat
kepada-Nya.

F. Esensi Q.s Al Isra : 23 – 25


1. Berbuat baik kepada kedua orang tua dan hendaklah mengatakan kata-kata yang
baik, mulia serta lemah lembut.
2. Jananlah membentak-bentak, memaki atau mengeruhkan perasaan kedua orang
tua.
3. Hendaklah bersikap tawadhu dan mentaati keduanya serta mendo’akan mereka
agar
dirahmati oleh Allah sebagai imbalan ketika kita masih kecil.
G. Rangkuman 3 Penafsir :
1. Allah memerintahkan manusia untuk mengucapkan perkataan yang baik, lemah
lembut, dan mulia kepada kedua orang tua.
2. Allah melarang manusia mengatakan kata-kata yang menyakitkan hati kedua
orang tua, sekalipun hanya dengan ucapan "ah" apalagi jika melontarkan kata-
kata kasar seperti membentak, memaki, merendahkan. kedua orang tua.
3. Allah memerintahkan manusia bersikap kepada kedua orang tua dengan sikap
tawadhu dan merendahkan diri, serta mentaati mereka berdua dalam segala hal
yang diperintahkan, selama tidak berupa kemaksiatan kepada Allah. Dan
menyuruh manusia untuk mendo'akan kedua orangtua dengan rahmat-Nya yang
abadi, sebagai imbalan kasih sayang mereka berdua.
1. QS. LUQMAN : 13 – 19

A. Teks ayat dan terjemah


ۡ َۡ ‫ َ َ ا‬ٞ َ ٌۡ َُ َ ۡ ‫َ ُ َ َ ُ ُ َُٰ َ ا َ ُۡ ۡ ا ا‬ ۡ‫ِإَوذ قَ َال لُ ۡق َم ٰ ُن ِلب‬
ۡ
ِ‫نس َن ب ِ َو ٰ ِ َِليۡه‬ ٰ َ ‫ٱۡل‬
ِ ‫ا‬ ‫ن‬ ‫ي‬ ‫ص‬‫و‬ ‫و‬ ٨٢ ‫يم‬ ‫ظ‬ِ ‫ع‬ ‫م‬ ‫ل‬ ‫ظ‬ ‫ل‬ ‫ك‬ ‫ٱلۡش‬
ِ ‫ن‬ ِ ‫إ‬ ‫ه‬ِ ‫ٱّلل‬ ‫ب‬
ِ ِ ‫ك‬ ‫ۡش‬ ‫ت‬ ‫َّل‬ ‫َن‬ ‫ب‬ ‫ي‬ ‫ۥ‬ ‫ه‬‫ظ‬ ‫ع‬
ِ ‫ي‬ ‫و‬ ‫ه‬‫و‬ ِ ‫ه‬ ِ ‫ن‬
َ ََ َ َ َ َ ُ َ ۡ ‫َ َ َ ۡ َ َا‬ ُ ۡ َ َۡ َ ُ ُ ٰ َ َ ۡ َ ٰ َ َ ً ۡ َ ُ ُّ ُ ُ ۡ َ َ َ
ٰٓ
‫ ِإَون جهداك لَع أن‬٨٢ ‫صري‬ ٰ ٰ ۡ
ِ ‫ني أ ِن ٱشكر ِِل ول ِو ِِليك إِِل ٱلم‬ ِ ‫ۡحلته أمهۥ وهنا لَع وه ّٖن وف ِصلهۥ ِِف َعم‬
َ
‫اب إ ِ َ اِل ۚ ُُ ام إ ِ َ ا‬
‫ِل‬ َ َ‫يل َم ۡن أن‬ َ َ ۡ ‫ُّ ۡ َ َ ۡ ُ ا َ ا‬ َ ُۡ َ َ َ ُۡ ُ ََ ٞ ۡ
ِ ‫ۡشك ِِب ما ليس لك بِهِ عِلم فَل ت ِطعهماه وصاحِبهما ِِف ٱِلنيا معروفاه وٱتبِع سب‬
َ َ َ َۡ َ َ ۡ ُ‫ت‬
ِ
َۡ ۡ ُ َ َ َ َ َۡ ُ َ ٓ ُ
‫ُ ۡ َ ۡ َ َ َُٰ َ ا ا‬ ُ ُ ُ
َ َ ُ
‫َن إِن َها إِن تك مِثقال َح ابةّٖ م ِۡن خ ۡرد ّٖل ف َتكن ِِف َصخ َر ٍة أو‬ ‫ يب‬٨٢ ‫ج ُعك ۡم فأنبِئُكم ب ِ َما كنتم تعملون‬ ِ ‫مر‬
َۡ
َ َ ۡ َ ُ ۡ َ ۡ ۡ َُۡ ََٰ ‫ا‬ َ َُ َ ٞ َ ٌ َ َ‫َ اُ ا ا‬ َۡ َۡ ۡ َ َ َ ‫ا‬
‫وف وٱنه ع ِن‬ ‫ا‬ ٰ
ِ ‫ يبَن أق ِِم ٱلصلوة وأمر ب ِٱلمعر‬٨١ ‫ٱّلل إِن ٱّلل ل ِطيف خبِري‬ ۚ ‫ت بِها‬ ِ
ِ ‫ت أو ِِف ٱۡلۡرض يأ‬ ِ ٰ ‫ِِف ٱلسمٰو‬
َۡ َ َ ُ َ ُۡ َ ‫ۡ ُ َ َ ۡ ۡ َ َٰ َ ٓ َ َ َ َ ا‬
‫ۡرض‬ ِ ‫اس َوَّل ت ۡم ِش ِِف ٱۡل‬ ِ ‫ َوَّل ت َصعِ ۡر َخ اد َك ل اِلن‬٨١ ِ‫ك ه إِن ذٰل َِك م ِۡن َع ۡز ِم ٱۡل ُمور‬ ‫ٱلمنك ِر وٱص ِب لَع ما أصاب‬
َۡۡ َ َ ‫َ ا‬ ۡ ُ ۡ َ ۡ ۡ ‫ َو ۡٱق‬٨١ ‫خور‬ ُ َ َ ۡ ُ ‫َ َ ً ا ا َ َ ُ ُّ ُ ا‬
‫ت‬ ِ ٰ ‫صد ِِف َمشيِك َوٱغضض مِن َص ۡوت ِكۚ إِن أنك َر ٱۡلص َو‬ ِ ّٖ ‫ال ف‬ ّٖ ‫مرحاه إِن ٱّلل َّل ُيِب ُك ُمت‬
٨١ ‫ري‬ َۡ ُ ۡ َ َ
ِ ‫لصوت ٱۡل ِم‬
13. Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi
pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,
sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar."
14. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-
bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-
tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua
orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
15. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu
yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti
keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang
yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka
Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
16. (Luqman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan)
seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya
Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi
Maha Mengetahui.
17. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan
cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang
menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan
(oleh Allah).
18. Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
19. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya
seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
A. Asbabun Nuzul
Asbabun Nuzul Surat Al-Luqman ayat 13
Ketika ayat ke-82 dari surat Al-An’am diturunkan,para sahabat merasa keberatan.
Maka mereka datang menghadap Rasulullah SAW,seraya berkata “ Wahai
Rasulullah, siapakah diantara kami yang dapat membersihkan keimanannya dari
perbuatan zalim ?”.Jawab beliau “ Bukan begitu,bukanlah kamu telah mendengarkan
wasiat Lukman Hakim kepada anaknya : Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar
kezaliman yang besar. ( HR.Bukhori dari Abdillah )
Wahbah Zuhaily menjelaskan bahwa ada orang Quraisy datang kepada Rasulullah
SAW, yang meminta agar dijelaskan kepadanya berkaitan dengan kisah Luqman al-
Hakim dan anaknya. Rasulullah SAW membacakan surah Luqman. Dijelaskan juga
oleh Imam Bukhori dan Imam an-Nasa’i dari Abdullah bin Mas’ud orang-orang yang
beriman yang tidak mencampur adukan keimanan mereka dengan kezoliman, sahabat
bertannya ya Rasullah siapakah diantara kita yang tidak melakukan kezoliman.
Karena disetiap hari kita melakukan kezoliman,bukan itu maksudnya akan tetapi
kesyirikan, apakah kalian tidak mendengar apa yang dikatakan Luqman al-Hakim
kepada anaknya wahai anakku janganlah engkau mempersekutukan Allah SWT
karena mempersekutukan Allah SWT adalah kezoliman yang besar.
Dijelaskan juga kisah seorang anak yang masuk Islam tetapi orang tuanya
meminatanya kembali untuk kembali pada agama semula, hingga turunlah ayat
janganlah taati orang tuamu dalam perkara yang engkau tidak mengetahui tentangnya.
Sedangkan pokok-pokok ajaran yang terkandung dalam QS. Luqman terdiri dari
Pertama, keimanan kepada Allah SWT, para Nabi dan hari kiamat.
Terkait dengan keimanan kepada Allah S W T dijelaskan pula kekuasaan Allah SWT,
meliputi apa yang ada di langit dan di bumi. Kedua, kisah Luqman al-Hakim
merupakan potret orangtua dalam mendidik anaknya dengan ajaran keimanan.
Dengan pendidikan persuasive, Luqman dianggap sebagai profil pendidik bijaksana,
sehingga Allah SWT mengabadikannya dalam al-Qur’an dengan tujuan agar menjadi
ibrah bagi para pembacanya. Ketiga, karakteristik manusia pembangkang, Allah SWT
menjelaskan tipe manusia pembangkang terhadap perintah-Nya, hingga pada
akhirnya mereka tidak mau mendengarkan al-Qur’an.
Sedangkan al-Shabuni menjelaskan bahwa asbab al-nuzul surah Luqman ini
berkenaan dengan Sa’ad bin Abi Waqas, dia berkata dahulu aku adalah seorang laki-
laki yang berbakti kepada ibuku, lalu ketika aku telah masuk Islam , ibuku berkata hai
Sa’ad apa yang tejadi padamu apa yang aku lihat? Engkau akan tinggalkan agamamu
ini atau aku tidak akan makan dan minum hingga aku mati. Maka karena engkau akan
dipanggil pembunuh ibunya. Lalu aku berkata jangan engkau lakukan hai ibu! Karena
aku tidak akan meninggalkan agamaku karena apapun. Maka dia melakukannya satu
hari saat malam tidak makan dan minum, dia telah bersungguh-sungguh untuk
melakukan itu. Lalu dia melakukannya pula satu hari satu malam tidak minum, dia
pun berusaha untuk melakukan hal itu lalu dia pun melakukannya lagi satu hari satu
malam tidak makan. Setelah aku menyaksikan ibuku seperti itu, aku berkata wahai
ibuku, harap engkau ketahui demi Allah SWT, sekiranya engkau mempunyai seratus
jiwa, dan jiwa itu satu persatu meninggalkanmu, agar kamu meninggalkan agamaku
ini karena apapun yang terjadi. Maka makanlah jika engkau mau , kalau tidak mau
makan itu terserah pada ibu, lalu dia pun makan.
B. Munasabah
Menurut bahasa munasabah berarti persesuaian, hubungan, relevansinya
yaitu hubungan persesuaian antara ayat atau surah yang satu dengan ayat atau
surah yang sebelumnya atau sesudahnya. Ilmu munasabah berarti ilmu yang
menerangkan hubungan antara ayat atau surah yang satu dengan ayat atau surah
yang lain.
Mengenai munasabah, para mufasir mengingatkan agar dalam memahami atau
menafsirkan ayat ayat al-Qur’an, khususnya berkaitan dengan penafsiran ilmiah,
seseorang dituntut untuk memperhatikan segi-segi bahasa al-Qur’an serta korelasi
antar ayat.
1. Munasabah surah Luqman dengan surah sebelum dan sesudahnya
a. Surah sebelum (al-Rum)
Munasabah surah Luqman dengan surah sebelumnya (al-Rum) adalah:
1) Dalam surah Luqman Allah SWT menerangkan bahwa barang siapa yang
bersyukur kepada Allah SWT maka sesungguhnya ia bersyukur untuk
kemaslahatan dirinya sendiri. Dia sedikitpun tidak merugikan Allah SWT,
sebagaimana yang bersyukur tidak menguntungkan-Nya, karena sesunguhnya
Allah SWT maha kaya tidak butuh kepada apapun, lagi maha terpuji oleh makhluk
di langit dan di bumi.
2) Dalam surah al-Rum dijelaskan bahwa angin yang memberikan manfaat yang
besar bagi kehidupan manusia menunjukan adanya maha pencipta, manusia harus
mengimani-Nya dan bersyukur kepada-Nya.15
b. Surah sesudanya (al-Sajdah)
Munasabah surah Luqman dengan surah sesudahnya (al-Sajadah) adalah:
1) Dalam surah Luqman dijelaskan Ash-Sha’ru adalah sebuah penyakit yang
menimpa unta sehingga membengkokan lehernya. Gaya bahasa al-Qur’an dalam
memilih peribahasa ini bertujuan agar manusia lari dari gerakan yang mirip Ash-
Sha’ru ini. Yaitu gerakan sombong dan palsu, dan memalingkan muka dari
manusia karena sombong dan mersa tinggi hati.
2) Dalam surah al-Sajdah, Allah SWT menerangkan tanda-tanda orang beriman
yaitu jika disebut nama Allah SWT, mereka bersujud memuji tuhannya dan
mereka bukanlah orang yang sombong. Mereka bangun di malam hari untuk
shalat dan berdoa kepada Allah SWT agar diberi rizki yang halal untuk mereka
infakkan merreka selalu mengharapkan karuniayang besar.
2. Munasabah dengan ayat
Surah Luqman ayat 13-19 juga memiliki munasabah (korelasi) dengan
ayat sebelum dan sesudahnya. Dalam surah Luqman ayat 1-11 dijelaskan bahwa
Allah SWT menjadikan al-Qur’an sebagai petunjuk, dan rahmat bagi orang-ornag
yang menyembah Dia dengan ikhlas yaitu orang yang mendirikan shalat dan
memberikan zakat, dan meyakini adannya hari kiamat. Merekapun menunaikan
zakat yang wajib kepada orang-orang yang berhak menerimannya. Mereka yang
menyambung silaturahmi dan kerabat-kerabat mereka serta meyakini batasan
pahala di negeri akhirat. Sehinnga mereka amat berharap agar Allah SWT
memberikan pahala-Nya, tidak berbuat riya, serta tidak menghendaki balasan dan
ucapan terima kasih dari manusia manapun. Kemudian menyebutkan kondisi
orang-orang yang berbahagia, yaitu yang mengambil petunjuk dari Kitabullah
serta mengambil manfaat dari pendengarnya. Dia mengiringinya dengan
menyebutkan kondisi orang-orang yang celaka, yaitu orang-orang yang berpaling
untuk mengambil manfaat dari mendengarkan Kalamullah serta antusias
mendengarkan alat-alat musik dan lagu dengan senandung alat-alat musik. Dan
menyebut tempat kembali orang-orang yang berbakti dari orang-orang yang
berbahagia di negeri akhirat, yaitu orang-orang yang beriman kepada Allah SWT
dan membenarkan para Rasul serta melakukan amal-amal shalih dengan
mengikuti syari’at Allah SWT, serta menjelaskan tentang kekuasaan-Nya yang
agung dalam menciptakan langit bumi serta segala isinya.
Kemudian dilanjutkan ayat 13-19 dijelaskan bahwa Allah SWT telah
memberikan hikmah dan kearifan kepada Luqman, ia bersyukur dan memanjatkan
puji kepada-Nya, bersyukur kepada Allah SWT bukan untuk kepentingan-Nya
tetapi faedahnya akan diperoleh orang yang bersyukur itu sendiri, karena Allah
SWT akan menambah nikmat kepada setiap orang yang bersyukur kepada-Nya.
Luqman mewasiatkan kepada anaknya utuk mengesakan Allah SWT dan tidak
mempersekutukan-Nya, berbakti kepada orang tua sepanjang keduanya tidak
menyuruh berbuat maksiat kepada Allah SWT, beramal shaleh, selalu mendirikan
shalat, mengajak manusia berbuat makruf dan mencegah dari perbuatan mungkar,
tidak sombong dan angkuh. Dalam cela-cela pelajaran Luqman Allah SWT
menjelaskan beberapa perintah yang bersifat umum yang harus dilakukan oleh
anak dalam berbakti kepada orang tuanya dan kewajiban mereka dalam
memelihara hak-hak Allah SWT.
Dilanjutkan ayat 20-34 dijelaskan bahwa Allah SWT menghadapkan
kembali pembicaraan-Nya kepada orang-orang musyrik dan menegur mereka
karena sikapnya yang dapat menyelesaikan berbagai dalil dijagat raya yang
menujuk kepada keesaan Allah SWT, tetapi mereka tetap saja mengingkarinya.
Allah SWT menjelaskan keadaan orang-orang yang menyerahkan diri kepada
Allah SWT dan akibat apa yang akan mereka peroleh. Sesudah itu, Allah SWT
menegaskan Nabi-Nya karena penderitaan yang beliau alami dengan menjelaskan
bahwa tugas Rasul hanyalah menyampaikan risalah Allah SWT. Selanjutnya
Allah SWT yang membuat perhitungan dan pembalasan. Allah SWT menjelaskan
bahwa orang-orang musyrik mengakui bahwa yang menjadikan langit dan bumi
adalah Allah SWT. Konsekuensinya, segala puji haruslah dikembalikan kepada
Allah SWT. Selain itu, Allah SWT menjelaskan bahwa tidak ada yang mampu
menghitung nikmat-Nya selain Dia dan memelihara semua itu sama dengan
memelihara semua orang. Pada akhirnya Allah SWT menjelaskan sebagian dari
tanda-tanda yang ada di langit dan sebagian tanda-tanda yang ada di bumi. Allah
SWT menyuruh kita untuk bertakwa dengan mengingatkan kita kepada hari
kiamat.

C. Tafsir mufrodat
َ ‫ا َ ْل ِع‬
‫ظه‬ Mengingatkan dengan cara baik, hingga hati orang
yang diinginkan lunak karenanya.
‫ا َ َلو ْه ُن‬ Lemah.
ُ‫صا ل‬ َ ‫ا َ ْل ِف‬ Menyapih.
‫َجا َهدَ َك‬ Keduanya mengiginkan sekali kamu mengikuti
keduanya dalam kekafiran.
ُ ‫اَن‬
‫َاب‬ Kembali (Bertaubat).
ُ‫ْال ِمثْقَال‬ Sesuatu yang dijadikan sebagai standar timbangan.
Dan lafaz Misqalu Habbati Khardal merupakan suatu
peribahasa yang menujukkan arti sesuatu yang
bentuknya sangat kecil.
‫لَ ِطيف‬ Ilmu Allah meliputi semua yang samar dan yang tidak
kelihatan.

‫َخ ِبير‬ Maha mengetahui eksitensi segala sesuatu hakikat


hakikatnya.

ِ ‫ع ْز ِم األ ُ ُم‬
‫ور‬ َ ‫ِم ْن‬ termasuk diantara perkara perkara yang telah
diwajibkan oleh Allah untuk dilaksanakan.
‫ير ْالخ َِد‬ ْ َ‫ت‬
ُ ‫ص ِع‬ Memalingkan muka dan mnampakan bagian samping
muka (pipi), perbuatan seperti ini sikap yang biasa
dilakukan oleh orang orang yang sombong,
ْ َ‫اال‬
‫صعَ ُر‬ seseorang yang memalingkan mukanya karena
sombong, dan di dakam hadis telah disebutkan :
“Semua orang yang sombong adalah terlaknat.”
Maksud hadis, setiap orang yang sombong dan
takabur adalah orang yang terlaknat.
‫َم َرحا‬ gembira yang dibarengi dengan rasa sombong.

ُ‫ْال ُم ْخت َل‬ orang yang bersikap angkuh dalam berjalan.


ُ ‫ْالفَ ُخ‬
‫ور‬ berasal dari masdar Al – Fakhr, artinya orang yang
membangga – banggakan harta dan kedudukan yang
di milkinya, serta membangga – banggakan hal – hal
lainnya.
ُ ‫صد‬ِ ‫ا َ ْق‬ bersikap pertengahanlah atau bersikap sederhanalah.
‫ض‬ْ ‫ض‬ُ ‫ا ُ ْغ‬ rendahkanlah dan kurangilah kekerasan suaramu.
Pengertian ini diambil dari kata yang biasa mereka
ucapkan, yaitu : “Si fulan merendahkan suaranya
terhadap fulan yang lain.” Maksudnya dia
merendahkan suaranya, bila berbicara dihadapannya.
ْ َ‫ا َ ْنك َُراال‬
ِ‫ص َوات‬ suara yang paling buruk dan tidak enak didengar oleh
telinga. Ia berasal dari lafaz Nukr, Nukarah artinya
sulit.
D. Penafsiran ayat
a. Al maraghi

Dan kami perintahkan kepada manusia supaya berbakti dan taat kepada
kedua orang tuanya, serta memenuhi hak-hak keduanya. Di dalam Al-Qur’an
sering sekali disebutkan taat kepada allah dibarengi dengan bakti kedua
orang tua, yaitu seperti yang telah disebutkan di dalam firman-Nya :

ۡ َ ٰ َ َ ً ۡ َ ُ ُّ ُ ُ ۡ َ َ َ
‫ۡحلته أمهۥ وهنا لَع وه ّٖن‬

Ibu telah mengandungnya, sedang ia dalam keadaan lemah yang kian


bertambah disebabkan makin membesar kandungan sehingga ia melahirkan,
kemudian sampai dengan selesai dari masa nifasnya.
Kemudian allah menyebutkan lagi jasa ibu yang lain, yaitu bahwa ibu telah
memperlakukannya dengan penuh kasih sayang dan telah merawatnya dengan
sebaik-baiknya sewaktu ia tidak mampu berbuat sesuatu pun bagi dirinya.
Untuk itu Allah SWT. berfirman:
‫ني‬
َۡ َ
‫م‬ ‫َع‬ ‫ِف‬ ‫ۥ‬‫ه‬ُ ُ‫َوف َِصٰل‬
ِ ِ

Dan menyapihnya dari persusuan sesudah ia dilahirkan dalam jangka waktu


dua tahun. Selama masa itu ibu mengalami berbagi masa kerepotan dan
kesulitan dalam rangka mengurus kepeluan bayinya. Hal ini tiada yang dapat
menghargai pengorbanannya selain hanya Yang Maha Mengetahui keadaan
ibu, yaitu Tuhan Yang tiada sesuatu pun samar bagi –Nya baik dilangit
maupun di bumi.

Selanjutnya Allah menjelaskan pesan-Nya melalui firman berikut:

َ ُ ۡ َ
‫أ ِن ٱشك ۡر ِِل َول َِو ٰ ِ َِليۡك‬

Dan kami perintahkan kepadanya, bersyukurlah kamu kepada-Ku atas


semua nikmat yang telah kulimpahkan kepadamu, dan bersyukur pulalah
kepada kedua ibu bapakmu. Karena sesungguhnya keduanya itu merupakan
penyebab bagi keberadaanmu. Dan keduanya telah merawatmu dengan baik,
yang untuk itu keduanya mengalami berbagai macam kesulitan sehingga
kamu menjadi tegak dan kuat.

Kemudian Allah SWT. mengemukakan alasan perintah bersyukur kepada-


Nya itu dengan nada memperingatkan, yaitu melalui firman-Nya :
ُ ‫ص‬ ۡ َ
‫ري‬ ِ ‫إ ِ اِل ٱل َم‬

Hanya kepada-Kulah kembali kamu, bukan kepada selain-Ku. Maka aku


akan memberikan balasan terhadap apa yang kamu lakukan yang bertentangan
dengan perintah-Ku. Dan aku akan menanyakan kepadamu tentang apa yang
telah kamu perbuat, yaitu tasyakurmu kepadaku, dan rasa terimakasihmu
terhadap kedua ibu bapakmu serta baktimu kepada keduanya.

b. Ibnu katsir
Luqman, ayat 13-15
Allah Subhanahu wa Ta'ala menceritakan tentang nasihat Luqman kepada anaknya.
Luqman adalah anak Anqa ibnu Sadun, dan nama anaknya ialah Saran, menurut suatu
pendapat yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi.
Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan kisah Luqman dengan sebutan yang baik,
bahwa Dia telah menganugerahinya hikmah; dan Luqman menasihati anaknya yang
merupakan buah hatinya, maka wajarlah bila ia memberikan kepada orang yang paling
dikasihinya sesuatu yang paling utama dari pengetahuannya. Karena itulah hal pertama
yang dia pesankan kepada anaknya ialah hendaknya ia menyembah Allah semata, jangan
mempersekutukannya dengan sesuatu pun. Kemudian Luqman memperingatkan
anaknya, bahwa:
ٞ ‫ٱلۡش َك لَ ُظ ۡل ٌم َع ِظ‬
٨٢ ‫يم‬ ۡ ِ ‫إ ان‬
ِ
sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.
(Luqman: 13). Yakni perbuatan mempersekutukan Allah adalah perbuatan aniaya yang
paling besar.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah
menceritakan kepada kami Jarir, dari Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari
Abdullah yang menceritakan bahwa ketika diturunkan firman-Nya: Orang-orang yang
beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik). (Al-
An'am: 82) Hal itu terasa berat bagi para sahabat Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam
Karenanya mereka berkata, "Siapakah di antara kita yang tidak mencampuri imannya
dengan perbuatan zalim (dosa)." Maka Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda,
"Bukan demikian yang dimaksud dengan zalim. Tidakkah kamu mendengar ucapan
Luqman: 'Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.' (Luqman: 13).

Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadis Al-A'masy dengan sanad yang sama.
Kemudian sesudah menasihati anaknya agar menyembah Allah semata. Luqman
menasihati pula anaknya agar berbakti kepada dua orang ibu dan bapak. Perihalnya sama
dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. (Al-Isra: 23)

Di dalam Al-Qur'an sering sekali disebutkan secara bergandengan antara perintah


menyembah Allah semata dan berbakti kepada kedua orang tua. Dan dalam surat ini
disebutkan oleh firman-Nya:
ۡ ٰ َ َ ً ۡ َ ُ ُّ ُ ُ ۡ َ َ َ ۡ َ ٰ َ َ ٰ َ ۡ َ ۡ ‫َ َ ا‬
‫لَع َوه ّٖن‬ ‫ٱۡلنسن بِو ِِليهِ ۡحلته أمهۥ وهنا‬ ِ ‫ووصينا‬
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya;
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah. (Luqman:
14)
Mujahid mengatakan, yang dimaksud dengan al-wahn ialah penderitaan mengandung
anak. Menurut Qatadah, maksudnya ialah kepayahan yang berlebih-lebihan. Sedangkan
menurut Ata Al-Khurrasani ialah lemah yang bertambah-tambah.
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
َۡ َ ُُ َ َ
ِ ‫وف ِصٰله ِِف َعم‬
‫ني‬
dan menyapihnya dalam dua tahun. (Luqman: 14)
Yakni mengasuh dan menyusuinya setelah melahirkan selama dua tahun, seperti yang
disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
َ َ َ ‫َ ۡ َ ٰ َٰ ُ ُ ۡ ۡ َ َ ۡ َٰ َ ُ ا َ ۡ َ ۡ َ َ ۡ َ ۡ َ َ َ َ ُ ا ا‬
‫اعة‬ ‫ني َكمِلنيِِۖ ل ِمن أراد أن يتِم ٱلرض‬
ِ ‫ضعن أولدهن حول‬ِ ‫وٱلول ِدت ير‬

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang
ingin menyempurnakan penyusuan. (Al-Baqarah: 233), hingga akhir ayat.
Berangkat dari pengertian ayat ini Ibnu Abbas dan para imam lainnya menyimpulkan
bahwa masa penyusuan yang paling minim ialah enam bulan, karena dalam ayat lain
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
َ َ ََُ ُ َ َُۡ
‫َوۡحل ُه َوف ِصٰل ُه ثلٰثون ش ۡه ًرا‬

Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan. (Al-Ahqaf: 15)

Dan sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan jerih payah ibu dan
penderitaannya dalam mendidik dan mengasuh anaknya, yang karenanya ia selalu berjaga
sepanjang siang dan malamnya. Hal itu tiada lain untuk mengingatkan anak akan
kebaikan ibunya terhadap dia, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui
firman-Nya:
Dan ucapkanlah, "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka
berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (Al-Isra: 24)
Karena itulah dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
ُ ‫ص‬ ۡ َ َ ۡ َ ُ ۡ َ
‫ري‬ ِ ‫أ ِن ٱشك ۡر ِِل َول ِو ٰ ِ َِليك إ ِ اِل ٱل َم‬
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah
kembalimu. (Luqman: 14) Yakni sesungguhnya Aku akan membalasmu bila kamu
bersyukur dengan pahala yang berlimpah.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah
menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abu Syaibah dan Mahmud ibnu Gailan.
Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah, telah menceritakan
kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari Sa'id ibnu Wahb yang menceritakan bahwa Mu'az
ibnu Jabal datang kepada kami sebagai utusan Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam Lalu ia
berdiri dan memuji kepada Allah, selanjutnya ia mengatakan: Sesungguhnya aku adalah
utusan Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam kepada kalian (untuk menyampaikan),
"Hendaklah kalian menyembah Allah dan janganlah mempersekutukan-Nya dengan
sesuatu pun. Hendaklah kalian taat kepadaku, aku tidak akan henti-hentinya
menganjurkan kalian berbuat kebaikan. Dan sesungguhnya kembali (kita) hanya kepada
Allah, lalu adakalanya ke surga atau ke neraka sebagai tempat tinggal yang tidak akan
beranjak lagi darinya, lagi kekal tiada kematian lagi.
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
ُ ََ ۡ َ َ َ ۡ ُ َ ٰٓ َ َ َ َ َ ٰ َ
‫م فَل ت ِط ۡع ُه َما‬ٞ ‫ۡش َك ِِب َما ل ۡي َس لك بِهِ عِل‬
ِ ‫ِإَون جهداك لَع أن ت‬
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak
ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. (Luqman:
15)
Jika keduanya menginginkan dirimu dengan sangat agar kamu mengikuti agama
keduanya (selain Islam), janganlah kamu mau menerima ajakannya, tetapi janganlah
sikapmu yang menentang dalam hal tersebut menghambat-mu untuk berbuat baik kepada
kedua orang tuamu selama di dunia.
َ َ ََ ۡ َ َ َ ۡ ‫َ ا‬
ۚ ‫وٱتبِع سبِيل من أناب إ ِ اِل‬

dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. (Luqman: 15) .Yaitu jalannya orang-
orang yang beriman.
َ ُ َ ُ ُ َ ُ ُ َ ُ َ ۡ ُ ُ ۡ َ ‫ُ ا َا‬
٨٢ ‫نت ۡم ت ۡع َملون‬ ‫جعكم فأنبِئكم بِما ك‬
ِ ‫ُم إِِل مر‬

kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah
kamu kerjakan. (Luqman: 15)
Imam Tabrani mengatakan di dalam Kitabul 'Isyarh-nya, telah menceritakan kepada kami
Abu Abdur Rahman Abdullah ibnu Ahmad ibnu Hambal, telah menceritakan kepada
kami Ahmad ibnu Ayyub ibnu Rasyid, telah menceritakan kepada kami Maslamah ibnu
Alqamah, dari Daud ibnu Abu Hindun, bahwa Sa'd ibnu Malik pernah mengatakan bahwa
ayat berikut diturunkan berkenaan dengannya, yaitu firman-Nya: Dan jika keduanya
memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya. (Luqman: 15),
hingga akhir ayat. Bahwa ia adalah seorang yang berbakti kepada ibunya. Ketika ia masuk
Islam, ibunya berkata kepadanya, "Hai Sa'd, mengapa engkau berubah pendirian? Kamu
harus tinggalkan agama barumu itu (Islam) atau aku tidak akan makan dan minum hingga
mati, maka kamu akan dicela karena apa yang telah kulakukan itu, dan orang-orang akan
menyerumu dengan panggilan, 'Hai pembunuh ibunya!'." Maka aku menjawab, "Jangan
engkau lakukan itu, Ibu, karena sesungguhnya aku tidak bakal meninggalkan agamaku
karena sesuatu." Maka ibuku tinggal selama sehari semalam tanpa mau makan, dan pada
pagi harinya ia kelihatan lemas. Lalu ibuku tinggal sehari semalam lagi tanpa makan,
kemudian pada pagi harinya kelihatan bertambah lemas lagi. Dan ibuku tinggal sehari
semalam lagi tanpa makan, lalu pada pagi harinya ia kelihatan sangat lemah. Setelah
kulihat keadaan demikian, maka aku berkata, "Hai ibu, perlu engkau ketahui, demi Allah,
seandainya engkau mempunyai seratus jiwa, lalu satu persatu keluar dari tubuhmu,
niscaya aku tidak akan meninggalkan agamaku karena sesuatu. Dan jika engkau tidak
ingin makan, silakan tidak usah makan; dan jika engkau ingin makan silakan makan saja,"
Akhirnya ibuku mau makan.

Luqman, ayat 16-19


Inilah nasihat-nasihat yang besar manfaatnya, dikisahkan oleh Allah Subhanahu wa
Ta'ala dari apa yang diwasiatkan oleh Luqman, agar manusia mencontohinya dan
mengikuti jejaknya. Untuk itu Allah Subhanahu wa Ta'ala menyitir perkataan Luqman:
َ َ َ َۡ ُ َ ٓ ‫َ َُا ا‬
‫َن إِن َها إِن تك مِثقال َح ابةّٖ م ِۡن خ ۡرد ّٖل‬ ‫يٰب‬

Hai Anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi. (Luqman: 16)

Yakni sesungguhnya perbuatan aniaya atau dosa sekecil apa pun, misalnya sebesar biji
sawi. Menurut sebagian ulama, damir yang terdapat di dalam firman-Nya, "Innaha,"
adalah damir sya'n dan kisah (alkisah); berdasarkan pengertian ini diperbolehkan
membaca rafa' lafaz misqal, tetapi qiraat yang pertama membacanya nasab adalah lebih
utama.

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:


ُ ‫ت ب َها ا‬ َۡ
‫ٱّلل‬ ِ ‫يأ‬
ِ

niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). (Luqman: 16) .

Artinya, Allah pasti menghadirkannya pada hari kiamat di saat neraca amal perbuatan
telah dipasang dan pembalasan amal perbuatan ditunaikan. Jika amal perbuatan seseorang
baik, maka balasannya baik; dan jika amal perbuatan seseorang buruk, maka balasannya
buruk pula, sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya:
ََ َ َ َ َۡ َ َ ۡ َ ٞ ۡ َ ُ َ ۡ ُ َ َ َ َٰ ۡ ِ ۡ َ َ ۡ ۡ َ َٰ َ ۡ ُ َ َ َ
‫س شياه ِإَون َكن مِثقال َح ابةّٖ م ِۡن خ ۡرد ٍل أت ۡي َنا ب ِ َها‬ ‫ونضع ٱلموزِين ٱلقِسط ِِلوم ٱلقِيمةِ فَل تظلم نف‬
َ ‫سب‬ َ َ ٰ َ ‫َو َك‬
٢١ ‫ني‬ِ ِ ٰ ‫َف بِنا ح‬
Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan
seseorang barang sedikit pun. (Al-Anbiya: 47).
Dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
‫ۡ َۡ َ َ َ ا‬ ‫َف َمن َي ۡع َم ۡل م ِۡث َق َال َذ ار ٍة َخ ۡ ا‬
١ ‫ َو َمن َي ۡع َمل مِثقال ذ ارة ّٖ شا يَ َرهُۥ‬١ ‫ريا يَ َرهُۥ‬

Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat
(balasan)nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrah pun, niscaya
dia akan melihat (balasan)nya pula. (Az-Zalzalah: 7-8)
Seandainya zarrah itu berada di dalam tempat yang terlindungi dan tertutup rapat yaitu
berada di dalam sebuah batu besar, atau terbang melayang di angkasa, atau terpendam di
dalam bumi sesungguhnya Allah pasti akan mendatangkannya dan membalasinya.
Karena sesungguhnya bagi Allah tiada sesuatu pun yang tersembunyi barang sebesar
zarrah pun, baik yang ada di langit maupun yang ada di bumi. Karena itulah disebutkan
oleh firman berikutnya:
ٌ َ َ‫ا ا‬
ٞ‫يف َخبري‬
ِ ‫إِن ٱّلل ل ِط‬

Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Maha Mengetahui. (Luqman: 16)


Yakni Mahahalus pengetahuannya. Maka tiada segala sesuatu yang tersembunyi bagi-
Nya, sekalipun sangat kecil dan sangat lembut. Allah Maha Mengetahui langkah-langkah
semut di malam yang gelap gulita.
Sebagian ulama berpendapat bahwa makna yang dimaksud dari firman-Nya:
ۡ ُ َ
‫ف َتكن ِِف َصخ َر ٍة‬

dan berada dalam batu. (Luqman: 16)


Yakni batu yang ada di bumi lapis ke tujuh.
Pendapat ini disebutkan oleh As-Saddi berikut sanadnya yang diduga bersumber dari Ibnu
Mas'ud, Ibnu Abbas dan sejumlah sahabat, jika memang sanadnya berpredikat sahih. Hal
yang sama telah diriwayatkan melalui Atiyyah Al-Aufi, Abu Malik, As-Sauri, Al-Minhal
ibnu Amr, dan lain-lainnya, hanya Allah Yang Maha Mengetahui. Yang jelas seakan-
akan riwayat ini dinukil dari kisah Israiliyat yang tidak dapat dibenarkan dan tidak pula
didustakan.
Menurut makna lahiriah ayat —hanya Allah Yang Maha Mengetahui— biji zarrah yang
sangat kecil ini seandainya berada di dalam sebuah batu besar, maka sesungguhnya Allah
akan memperlihatkan dan menampakkannya berkat pengetahuan-Nya Yang Mahahalus.
Sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Ahmad dalam salah satu riwayatnya yang
menyebutkan:
telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu
Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Daraj, dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id Al-
Khudri, dari Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam yang telah bersabda: Seandainya
seseorang di antara kalian melakukan amal perbuatan di dalam sebuah batu besar yang
tidak ada pintu dan lubangnya, niscaya amal perbuatannya itu akan di-tampakkan kepada
manusia seperti apa adanya.
Kemudian Luqman mengatakan lagi dalam nasihat berikutnya:
‫َن أَقِم ا‬
َ‫ٱلصلَ ٰوة‬ َ
ِ ‫ي ٰ ُب َ ا‬

Hai Anakku, dirikanlah salat. (Luqman: 17)


sesuai dengan batasan-batasannya, fardu-fardunya, dan waktu-waktunya.
َ ۡ ۡ ۡ ۡ
‫وف َوٱن َه َع ِن ٱل ُمنك ِر‬
ِ ‫َوأ ُم ۡر ب ِٱل َم ۡع ُر‬
dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan
yang mungkar. (Luqman: 17) sesuai dengan kemampuanmu dan menurut kesanggupan
kekuatanmu.
َ َ َ َ ٓ َ َٰ َ ۡ ۡ َ
‫لَع ما أصابكه‬ ‫وٱص ِب‬
dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. (Luqman: 17)
Perlu kamu ketahui bahwa dalam mengerjakan amar ma'ruf dan nahi munkar terhadap
manusia, pasti kamu akan beroleh gangguan dan per-lakuan yang menyakitkan dari
mereka. Karena itulah kamu harus bersabar terhadap gangguan mereka. Luqman
menasihati anaknya untuk bersabar dalam menjalankan perintah amar ma'ruf dan nahi
munkar itu.
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

‫ور‬ ُ ُ‫إ ان َذٰل َِك م ِۡن َع ۡز ِم ۡٱۡل‬


‫م‬
ِ ِ
Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
(Luqman: 17)
Sesungguhnya bersikap sabar dalam menghadapi gangguan manusia benar-benar
termasuk hal yang diwajibkan oleh Allah.

***
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
ُ َ
ِ ‫َوَّل ت َصعِ ۡر َخ اد َك ل اِلن‬
‫اس‬

Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia. (Luqman: 18)


Janganlah kamu memalingkan mukamu saat berbicara dengan orang lain, atau saat
mereka berbicara kepadamu, kamu lakukan itu dengan maksud menganggap mereka
remeh dan bersikap sombong kepada mereka. Akan tetapi, bersikap lemah lembutlah
kamu dan cerahkanlah wajahmu dalam menghadapi mereka. Di dalam sebuah hadis
disebutkan seperti berikut:

sekalipun berupa sikap yang ramah dan wajah yang cerah saat kamu menjumpai
saudaramu. Dan janganlah kamu memanjangkan kainmu, karena sesungguhnya cara
berpakaian seperti itu termasuk sikap sombong yang tidak disukai oleh Allah.

Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya:
ُ َ
ِ ‫َوَّل ت َصعِ ۡر َخ اد َك ل اِلن‬
‫اس‬

Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia. (Luqman: 18) Yakni janganlah
kamu bersikap sombong, menganggap remeh hamba-hamba Allah, dan kamu palingkan
mukamu saat mereka berbicara denganmu. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Al-
Aufi dan Ikrimah bersumber dari Ibnu Abbas.

Malik Ibnu Zaid ibnu Aslam telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia. (Luqman: 18) Maksudnya,
janganlah kamu berbicara dengan memalingkan mukamu. Hal yang sama telah
diriwayatkan dari Mujahid, Ikrimah, Yazid ibnul Asam, Abul Jauza, Sa'id ibnu Jubair,
Ad-Dahhak, Ibnu Zaid, dan lain-lainnya.
Ibrahim An-Nakha'i mengatakan, makna yang dimaksud ialah membual. Akan tetapi,
yang benar adalah pendapat yang pertama.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa asal kata as-sa'r ialah suatu penyakit yang bersarang di leher
dan bagian kepala unta, dan lama kelamaan dapat memisahkan leher dari kepalanya. Lalu
kata ini dijadikan perumpamaan bagi orang yang bersikap takabur, sebagaimana yang
disebutkan oleh seorang penyair bernama Amr ibnut Taglabi dalam salah satu bait
syairnya:

Dan adalah kami bila menghadapi orang sombong yang memalingkan mukanya, maka
kami luruskan dia dari kesombongannya hingga ia kembali ke jalan yang lurus.
Abu Talib telah mengatakan pula dalam salah satu bait syairnya:

Dan dahulu kami tidak pernah membiarkan suatu perbuatan aniaya pun. Bila mereka
mendapat pujian, lalu bersikap sombong, maka kami meluruskannya.

***

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:


َۡ َ َ
‫ۡرض َم َر ًحاه‬
ِ ‫َوَّل ت ۡم ِش ِِف ٱۡل‬

dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. (Luqman: 18)
Yaitu dengan langkah yang angkuh, sombong, serta takabur. Janganlah kamu bersikap
demikian, karena Allah pasti akan membencimu. Dalam firman berikutnya disebutkan:
ُ َ َ ۡ ُ ‫ا ا َ َ ُ ُّ ُ ا‬
٨١ ّٖ‫ال فخور‬
ّٖ ‫إِن ٱّلل َّل ُيِب ُك ُمت‬

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan


diri. (Luqman: 18)
Yakni orang yang sombong dan merasa bangga dengan dirinya terhadap orang lain.
Dalam ayat yang lain disebutkan oleh firman-Nya hal yang semakna, yaitu:
‫ا‬ َ ۡ َ ُ َۡ َ َ َ َ ۡ َ َۡ َ َ ‫َ َ ً ا‬ َۡ َ َ
٢١ ‫ٱۡل َبال ُطوَّل‬
ِ ‫غ‬ ‫ل‬‫ب‬ ‫ت‬ ‫ن‬‫ل‬ ‫و‬ ‫ۡرض‬‫ٱۡل‬ ‫ق‬‫ر‬ِ ‫َت‬ ‫ن‬‫ل‬ ‫ك‬ ‫ن‬ِ ‫إ‬ ‫اه‬‫ح‬‫ر‬‫م‬ ِ
‫ۡرض‬‫َوَّل ت ۡم ِش ِِف ٱۡل‬

Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya
kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai
setinggi gunung. (Al-Isra: 37)

Tafsir ayat ini telah dikemukakan pada pembahasannya.


Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Abdullah Al-Hadrami, telah menceritakan kepada kami Muhammad
ibnu Imran ibnu Abu Laila, dari Isa, dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila, dari Sabit ibnu
Qais Syammas yang menceritakan bahwa pada suatu hari disebutkan masalah takabur di
hadapan Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam Maka beliau memperingatkannya
dengan keras dan bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang-
sombong lagi membanggakan diri.” Maka seorang lelaki dari kaum yang hadir bertanya,
"Demi Allah, wahai Rasulullah, sesungguhnya saya biasa mencuci pakaian saya karena
saya suka dengan warna putihnya. Saya juga suka dengan tali sandal saya serta tempat
gantungan cemeti saya.” Maka beliau Shalallahu'alaihi Wasallam menjawab, "Itu bukan
takabur namanya, sesungguhnya yang dinamakan takabur itu ialah bila kamu
meremehkan perkara yang hak dan merendahkan orang lain.”
Imam Tabrani telah meriwayatkan hal yang semisal melalui jalur lain, yang mengandung
kisah yang cukup panjang, juga tentang gugurnya Sabit serta wasiatnya.
***
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
َ ۡ ۡ
‫ص ۡد ِِف َمشيِك‬
ِ ‫َوٱق‬

Dan sederhanalah kamu dalam berjalan. (Luqman: 19)


Maksudnya, berjalanlah kamu dengan langkah yang biasa dan wajar, tidak terlalu lambat
dan tidak terlalu cepat, melainkan pertengahan di antara keduanya.
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
َ ۡ ُ ۡ
(ۚ‫ ) َوٱغضض مِن َص ۡوت ِك‬dan lunakkanlah suaramu. (Luqman: 19)
Janganlah kamu berlebihan dalam bicaramu, jangan pula kamu keraskan suaramu
terhadap hal yang tidak ada faedahnya. Karena itulah disebut dalam firman berikutnya:

َۡ ‫ت‬ُ ‫نك َر ۡٱۡلَ ۡص َوٰت ل َ َص ۡو‬


َ َ ‫ا‬
(‫ري‬
ِ ‫م‬
ِ ‫ٱۡل‬ ِ ‫ )إِن أ‬Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
(Luqman: 19)
Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan, sesungguhnya suara
yang paling buruk ialah suara keledai, yakni suara yang keras berlebihan itu diserupakan
dengan suara keledai dalam hal keras dan nada tingginya, selain itu suara tersebut tidak
disukai oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala Adanya penyerupaan dengan suara keledai ini
menunjukkan bahwa hal tersebut diharamkan dan sangat dicela, karena Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda:
Tiada pada kita suatu perumpamaan buruk terhadap orang yang mengambil kembali
hibahnya (melainkan) seperti anjing yang muntah, lalu ia memakan lagi muntahannya.
Imam Nasai dalam tafsir ayat ini mengatakan, telah menceritakan kepada kami Qutaibah
ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Al-Lais, dari Ja'far ibnu Rabi'ah, dari Al-
A'raj, dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, dari Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam yang
telah bersabda: Apabila kalian mendengar suara kokokan ayam jago, maka mohonlah
kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Dan apabila kalian mendengar suara lengkingan
keledai, maka mohonlah perlindungan kepada Allah dari gangguan setan, karena
sesungguhnya keledai itu sedang melihat setan.
Jamaah yang lainnya —kecuali Ibnu Majah telah mengetengahkan hadis ini melalui
berbagai jalur dari Ja'far ibnu Rabi'ah dengan sanad yang sama. Dan di dalam sebagian
teksnya disebutkan kalimat 'di malam hari'. Hanya Allah Yang Maha Mengetahui.
Itulah wasiat-wasiat yang sangat bermanfaat yang dikisahkan oleh Al-Qur'anul Karim
mengenai Luqmanul Hakim. Telah diriwayatkan pula dari Luqman hikmah-hikmah dan
nasihat-nasihat lainnya yang cukup banyak. Berikut ini akan dikemukakan sebagian
darinya sebagai contoh dan pelajaran.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Ishaq, telah
menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah
menceritakan kepadaku Nahsyal ibnu Majma'ud Dabbi, dari Quza'ah, dari Ibnu Umar
yang mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bercerita tentang
Luqman kepada para sahabatnya. Beliau Shalallahu'alaihi Wasallam bersabda:
Sesungguhnya Luqmanul Hakim pernah mengatakan bahwa sesungguhnya Allah itu
apabila dititipi sesuatu pasti Dia pelihara.
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-
Asyaj, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Yunus, dari Al-Auza'i, dari Musa ibnu
Sulaiman, dari Al-Qasim ibnu Mukhaimirah, bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi
Wasallam pernah bersabda: Luqmanul Hakim berkata kepada putranya saat ia
menasihatinya, "Hai Anakku, janganlah kamu meminta-minta karena sesungguhnya
perbuatan ini menjadikan ketakutan di malam hari dan kehinaan di siang hari.
Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Amr ibnu Usman ibnu Damrah, telah menceritakan kepada
kami As-Sari ibnu Yahya yang mengatakan bahwa Luqman pernah mengatakan kepada
anaknya, "Hai Anakku, sesungguhnya hikmah itu dapat menghantarkan orang-orang
miskin kepada kedudukan para raja."

Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Abdah ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Ibnul
Mubarak, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman Al-Mas'udi, dari Aun ibnu
Abdullah yang mengatakan bahwa Luqman berkata kepada anaknya, "Hai Anakku,
apabila kamu mendatangi tempat berkumpulnya suatu kaum, maka lemparkanlah kepada
mereka anak panah Islam—yakni ucapan salam—, kemudian duduklah di tempat mereka.
Janganlah kamu berbicara sebelum kamu lihat mereka telah berbicara semuanya. Dan
apabila mereka membicarakan tentang zikrullah, maka tangguhkanlah anak panahmu
bersama mereka (yakni jangan kamu pergi meninggalkan mereka). Dan jika ternyata
mereka membicarakan hal selain zikrullah, maka beranjaklah kamu dari mereka dan
bergabunglah dengan kaum yang lain."
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Amr ibnu Usman ibnu Sa'id ibnu Kasir ibnu Dinar, telah
menceritakan kepada kami Damrah, dari Hafs ibnu Umar yang menceritakan bahwa
Luqman meletakkan sekantong biji sawi di sisinya, lalu ia menasihati anaknya dengan
suatu nasihat seraya mengeluarkan biji sawinya sebiji demi sebiji hingga habislah semua
biji sawi kantungnya dikeluarkan. Lalu Luqman berkata, "Hai Anakku, sesungguhnya aku
telah menasihatimu dengan suatu nasihat yang seandainya ditujukan kepada sebuah bukit
niscaya bukit itu akan terbelah." Maka saat itu juga terbelahlah anak Luqman.
Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abdul
Baqi Al-Masisi, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman Al-
Khuza'i, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Abdur Rahman At-Taraifi, telah
menceritakan kepada kami Anas ibnu Sufyan Al-Maqdisi, dari Khalifah ibnu Salam, dari
Ata ibnu Abu Rabah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda: Pakailah oleh kalian orang-orang yang
berkulit hitam, karena sesungguhnya ada tiga orang dari kalangan mereka yang menjadi
penghulu ahli surga, yaitu Luqmanul Hakim, An-Najasyi, dan Bilal juru azan.

Imam Tabrani mengatakan, yang dimaksud dengan orang yang berkulit hitam dalam
hadis ini ialah orang-orang Abesenia.
c. Tafsir Quraish shihab
Ayat 13, Dan ingatlah ketika ia berkata kepada anaknya untuk menasihatinya, "Wahai
anakku, janganlah kamu menyekutukan Allah dengan yang lain, karena
sesungguhnya menyekutukan Allah adalah suatu kezaliman yang besar. Sebab, dalam
hal ini terdapat penyamaan antara yang berhak dan yang tidak berhak untuk
disembah.”
Orang Arab mengenal dua tokoh yang bernama Luqmân. Pertama, Luqmân bin
'Ad. Tokoh ini begitu diagungkan karena wibawa, kepemimpinan, ilmu, kefasihan
dan kepandaiannya. Ia kerap kali dijadikan sebagai permisalan dan perumpamaan,
sebagaimana dapat dilihat pada banyak buku Arab klasik. Tokoh kedua adalah
Luqmân al-Hakîm yang terkenal dengan kata-kata bijak dan Namanya kemudian
menjadi nama surat ini. Ibn Hisyâm menceritkan bahwa Suwayd ibn al-Shâmit suatu
ketika datang ke Mekkah. Ia adalah seorang yang cukup terhormat di kalangan
mayarakatnya. Lalu Rasulullah mengajaknya untuk memeluk agama Islam. Suwayd
berkata kepada Rasulullah, "Mungkin apa yang ada padamu itu sama dengan apa yang
ada padaku." Rasulullah berkata, "Apa yang ada padamu?" Ia menjawab, "Kumpulan
Hikmah Luqmân." Kemudian Rasulullah berkata, "Tunjukkanlah padaku." Suwayd
pun menunjukkannya, lalu Rasulullah berkata, "Sungguh perkataan yang amat baik!
Tetapi apa yang ada padaku lebih baik dari itu. Itulah al-Qur'ân yang diturunkan Allah
kepadaku untuk menjadi petunjuk dan cahaya." Rasulullah lalu membacakan al-
Qur'ân kepadanya dan mengajaknya memeluk Islam. Imam Mâlik juga sering
menyitir kata-kata mutiara Luqmân dalam al-Muwaththa'-nya. Dalam beberapa buku
tafsir dan kesusasteraan, kata mutiara Luqmân sering pula ditemukan. Selain itu,
tamsil ibarat Luqmân dalam bentuk cerita dikumpulkan menjadi satu buku dengan
judul Amtsâl Luqmân. Tetapi, sayang, buku itu mempunyai kelemahan dari segi diksi
dan gaya bahasanya di samping banyak mengandung kesalahan-kesalahan tata bahasa
dan morfologis. Tidak adanya buku dengan judul itu dalam literatur Arab klasik,
memperkuat dugaan bahwa buku ini disusun pada masa yang belum terlalu lama.
Banyak pendapat mengenai siapa Luqmân al-Hakîm sebenarnya. Ada yang
mengatakan bahwa ia berasal dari Nûba, dari keluarga Aylah. Ada juga yang
menyebutnya dari Etiopia.
Pendapat lain mengatakan bahwa ia berasal dari Mesir selatan yang berkulit
hitam. Juga ada pendapat lain menyebutkan bahwa ia seorang Ibrani. Hampir semua
orang yang menceritakan riwayatnya sepakat bahwa Luqmân bukan seorang nabi.
Hanya sedikit yang berpendapat bahwa ia termasuk salah seorang nabi. Kesimpulan
yang dapat kita ambil dari riwayat-riwayat yang menyebutkannnya adalah bahwa ia
bukan orang Arab. Para periwayat itu bersepakat untuk mengatakan demikian. Ia
adalah seorang yang bijak, bukan seorang nabi. Dan ia telah memasukkan banyak kata
bijak baru ke dalam literatur Arab yang kemudian mereka pakai, sebagaimana dapat
ditemukan dalam banyak buku.
Ayat 14, Dan telah Kami perintahkan kepada manusia untuk berbakti kepada
orangtuanya, dengan menjadikan ibunya lebih dihormati. Karena ia telah
mengandungnya sehingga menjadi semakin bertambah lemah. Lalu kandungan itu
sedikit demi sedikit membesar. Ibu kemudian menyapihnya dalam dua tahun. Dan
telah Kami wasiatkan kepadanya, "Bersyukurlah kepada Allah dan kedua
orangtuamu. Kepada-Nyalah tempat kembali untuk perhitungan dan pembalasan.
Ayat 15, Dan apabila kedua orangtuamu memaksamu untuk menyekutukan Allah
dengan sesuatu yang kamu ketahui bahwa dia tidak pantas untuk disembah, maka
janganlah kalian menaati mereka. Pergaulilah mereka berdua di dunia dengan baik.
Dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada ketauhidan dan keikhlasan. Kemudian
kepada-Kulah tempat kembali kalian semua, kemudian Aku akan memberitahukan
kepada kalian kebaikan dan keburukan yang telah kalian lakukan, agar Aku
memberikan balasan atasnya."
Ayat 16, Wahai anakku, sesungguhnya kebaikan dan keburukan manusia, meskipun
sekecil biji sawi dan berada pada tempat yang paling tersembunyi--seperti di balik
karang, di langit, ataupun di bumi--Allah pasti akan menampakkan dan
memperhitungkannya. Sesungguhnya Allah Mahahalus, tak ada sesuatu pun yang
tersembunyi dari-Nya; Mahatahu yang mengetahui hakikat segala hal.
Ayat 17, Wahai anakku, jagalah salat, perintahlah manusia untuk melakukan segala
kebaikan dan laranglah untuk melakukan segala kejahatan. Bersabarlah atas kesulitan
yang menimpamu. Sesungguhnya apa yang telah diwasiatkan oleh Allah adalah hal-
hal yang harus selalu dilakukan dan dijaga.
Ayat 18, Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia dengan sikap
sombong serta jangan pula berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang sombong yang selalu membangga-banggakan
perbuatan baiknya.
Ayat 19, Berjalanlah kamu dengan wajar, antara cepat dan lambat, rendahkanlah
suaramu, karena sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai: awalnya
siulan yang tidak menarik dan akhnya tarikan nafas yang buruk.
d. Esensi Q.s Luqman : 13 – 19
1. Beriman kepada Allah
2. Perintah berbuat baik kepada kedua orang tua
3. Mendirikan sholat
4. Amal makruf nahi mungkar
5. Berahlak Mulia
e. Rangkuman 3 penafsir
Pendapat Ibnu Katsir tentang ayat ini adalah bahwasanya Lukman mengajarkan
pendidikan kepada anaknya dengan menggunakan nasehat. Nasehat tersebut
mengajarkan pendidikan tentang ketauhidan kepada Allah. Pendidikan
ketauhidan harus di berikan kepada anak sejak ia masih kecil. Sebab ketauhidan
menjadi pondasi utama dalam mengajar pendidikan agama kepada anaknya
Sedangkan pendapat Al-Maroghi berpendapat tentang ayat ini bahwa perbuatan
syirik itu berarti meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Dan pendapat Al-
Maroghi tentang ayat 13 sesuai dengan tujuan pendidikan anak usia dini yaitu
Anak mampu melakukan ibadah, mengenal dan percaya akan adanya allah dan
mencintai sesama makhluknya.
Menurut M. Quraish Shihab tentang ayat ini bahwasannya Luqman memberikan
nasehat kepada anaknya menyangkut berbagai kebajikan dengan cara yang
menyentuh hati. Selain itu ada yang mengatakanbahwa nasehat itu mengandung
ancaman dan peringatan, sehingga di dalam pesan yang di sampaikan Luqman
kepada anaknya mengandung redaksi yang berbentuk larangan agar tidak
mempersekutukan Allah. Pendapat ini hampir sama dengan pendapat.
3. QS. AL – AHQAF : 15 – 16
A. Teks ayat dan terjemah
َ ٰٓ ‫َ َ ا ۡ َ ۡ َ ٰ َ َ ٰ َ ۡ ۡ َ ٰ ً َ َ َ ۡ ُ ُ ُّ ُ ُ ۡ ا َ َ َ َ ۡ ُ ُ ۡ ا َ َ ۡ ُ ُ َ َ ٰ ُ ُ َ َ ٰ ُ َ َ ۡ ً َ ا‬
‫َّت إِذا‬ ‫ٱۡلنسن بِو ِِليهِ إِحسناه ۡحلته أمهۥ كرها ووضعته كرهاه وۡحلهۥ وف ِصلهۥ ثلثون شهراۚ ح‬ ِ ‫ووصينا‬
َ ۡ َ َۡ ٰ َ َ ‫لَع َو‬
‫ت َ َا‬ َ ‫َّت َأ ۡن َع ۡم‬ َ ََ ۡ َ ُ ۡ َ ۡ َ ٓ ۡ َۡ َ َ َ ‫ََ َ َ ُ ا ُ َ ََ َ َۡ َ َ َ َا‬
ٓ ِ ‫ك اٱل‬
‫لَع َو ٰ ِ َِل اي َوأن أع َمل‬ ‫ب أوزِع َِن أن أشكر ن ِعمت‬ ِ ‫بلغ أشدهۥ وبلغ أربعِني سنة قال ر‬
َ ُ ََ ُ َ َۡ ‫َ ا‬
َ‫ِين َن َت َق اب ُل َع ۡن ُه ۡم أ ۡح َسن‬َ ‫ك اٱذل‬
َ ٰٓ َ ْ َ ۡ ُ ۡ َ َ َۡ ُ ُۡ ‫ا‬ ُ ۡ ۡ
ِ ‫ أولئ‬٨٢ ‫ِإَوِن مِن ٱلمسل ِ ِمني‬ ِ ‫صٰل ِحا ترضىٰه وأصل ِح ِِل ِِف ذرِي َِّتِۖإ ِ ِِن تبت إِِلك‬
ٓ
َ َ ُ ْ ُ َ
٨١ ‫وع ُدون‬
‫ا‬
‫ٱلص ۡد ِق ٱذلِي َكنوا ي‬ َ ۡ ‫ٰٰب ۡ َ ا‬ َ ‫ِف أَ ۡص‬
ٓ ِ ‫او ُز َعن َس ِيات ِ ِه ۡم‬ َ ‫َما َعملُوا ْ َو َن َت‬
ِ ‫ٱۡلنةِِۖ َوعد‬ ِ
َ ‫ج‬ ِ

15. Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu
bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah
payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga
apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku,
tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku
dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau
ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku.
Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-
orang yang berserah diri."
16. Mereka itulah orang-orang yang Kami terima dari mereka amal yang baik yang telah
mereka kerjakan dan Kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama penghuni-
penghuni surga, sebagai janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka.
B. Asbabun Nuzul
Ulama berpendapat bahwa ayat di atas ( 15-16) turun menyangkut Sayyidina Abu Bakar
r.a saat usia beliau mencapai 40 tahun. Beliau telah bersahabat dengan Nabi SAW, sejak
berumur 18 tahun dan Nabi ketika itu berumur 20 tahun. Mereka sering kali berpergian
bersama antara lain dalam perjalanan dagang ke Syam. Beliau memeluk Islam pada usia
38 tahun dikala Nabi baru beberapa saat mendapat wahyu pertama, dan dua tahun setelah
itu Abu Bakar r.a berdo’a dengan kandungan ayat di atas. Sayyidina Abu Bakar
memperoleh kehormatan dengan keIslaman ibu bapak dan anak-anaknya. Menurut al-
Quthubi tidak seorang sahabat Nabipun yang ayah, ibu, anak-anak lelaki dan perempuan
memeluk Islam kecuali Abu Bakar r.a.
C. Munasabah
Munasabah ayat dengan ayat surat al-Ahqaaf Surat al-Ahqaaf ayat 15-16 memiliki
munasabah ayat antara ayat sesudahnya.
Surat al-Ahqaaf ayat 15 ini menggambarkan mengenai bakti seorang anak terhadap kedua
orang tuanya dengan cara mendoakan kedua orang tuanya dan anak keturunannya. Allah
SWT melalui ayat ini menjelaskan jasa seorang ibu yang telah mengandung dan
menyampih anaknya dalam waktu yang cukup lama, yaitu tiga puluh bulan. Sehingga
tidak ada alasan bagi anak untuk durhaka terhadap kedua orang tuanya. Ketika seseorang
mencapai usia yang telah disebutkan dalam ayat tersebut, ia bersyukur terhadap Allah
SWT atas semua karuniaNya, berdoa semoga anak keturunannya kelak menjadi manusia
yang menjunjung tinggi agama Allah SWT yaitu Islam dan berharap diampuni segala
dosa yang telah ia perbuat selama ini. Dalam ayat 16 Allah SWT menerima amal sholeh
yang telah mereka perbuat, memberi balasan atas setiap amal sholeh tersebut dan
memberi pahala kepada mereka, bahkan memberi maaf terhadap amal-amal buruk yang
kadang terlanjur mereka lakukan di dunia. Kemudian mereka mengatur diri dalam
menempuh jalan para penghuni surga dan termasuk dalam golongan mereka
Setelah Allah menyebutkan tentang hal orang yang mendoakan kedua ibu bapaknya dan
berbakti kepada keduanya, kemudian menyebutkan pula kebahagiaan dan keselamatan
yang Allah berikan kepada mereka di akhirat.
D. Tafsir mufrodat
َ ‫ا َ ِال ْي‬
‫صا ْء‬ dan al Wasiyyah menerangkan jalan
yang lurus kepada orang lain supaya ia
menempuhnya.
ُ ‫س‬
‫ان‬ َ ْ‫اَالِح‬ Berbuat baik. Lawan dari Al – Isa’ah
(berbuat jelek). Sedang Al- Husnu –
artinya kebaikan, yakni lawan dari Al-
Qubhu keburukan). Sedang yang
dimaksud dari Ihsan ialah berbuat
perbuatan yang baik terhadap kedua
orang tua.
ُ‫ْالك َْره‬ (huruf kaf didammahkan) dan Al –
Karhu (huruf kaf difathahkan),
wazannya seperti Ad – Du’fu dan Ad –
Da’fu yang artinya susah payah.
ُ‫َح ْملُه‬ masa mengandungnya.
‫صا ِل ِه‬
َ ِ‫ف‬ menyapihnya. Sedang yang di maksud
ialah masa menyusui yang sempurna,
yang sampai saat menyapih.
‫اَالَشَد‬ kesempurnaan kekuatan dan akal.
‫ا َ ْو ِز ْعنِى‬ jadikanlah aku menyukai dan berilah
aku petunjuk. Yakni, kata ‘Auza’tuhu
bi kaza, yang artinya aku menjadikan
dia menggemarinya dan suka
memperolehnya.
ْ ‫ا َ ْلقَب‬
‫ُول‬ Rida terhadap suatu perbuatan dan
memberinya pahala.
‫ب ال َجن ِة‬ ْ َ ‫فِى ا‬
ِ ‫صح‬ Orang – orang yang teratur dalam
menempuh jalan penghuni surga

E. Penafsiran ayat
a. Al maraghi
Tafsir Al Maraghi Q.S Al- Ahqaf 15 -16.
ۡ َۡ ‫ََ ا‬
ٰ َ ‫نس َن ب ِ َو ٰ ِ َِليۡهِ إ ِ ۡح‬
‫س ًناه‬ ٰ َ ‫ٱۡل‬
ِ ‫ووصينا‬
Kami memerintahkan manusia berbuat baik kepada kedua iubu bapaknya serta
mengasihi keduanya dan berbakti kepada keduanya semasa hidup mereka maupun
sesudah kematian mereka.Dan Kami jadikan berbakti kepada keduanya orang tua sebagai
amal yang paling utama, sedang durhaka terhadap keduanya termasuk dosa besar.Sedang
ayat-ayat Al-Quran maupun hadis Nabi mengenai bab ini banyak terdapat.
ُ ُ ُ َََ
‫ۡحل ۡت ُه أ ُّم ُهۥ ك ۡر اها َو َو َض َع ۡت ُه ك ۡر اهاه‬

Sesungguhnya ibu itu ketika mengandung anaknya mengalami susah payah


berupa mengidam, kekacauan pikiran maupun beban yang berat dan lain sebagainya,
yang bisa dialami oleh orang-orang hamil,Dam ketika melahirkan juga menglami susah
payah berupa rasa sakit menjelang kelahiran anak maupun ketika melahirkan itu
berlangsung. Semua itu menyebabkan wajibnya orang berbakti kepada ibu dan
menyebabkan ia berhak mendapat kemuliaan dan pergaulan yang baik.
ۡ َ َ ََُ ُُ َ َُُۡ
ۚ‫َوۡحلهۥ َوف ِصٰلهۥ ثلٰثون شه ًرا‬
Dan masa mengandung anak dan menyapihnya adalah 30 bulan,dimana ibu mengalami
bermacam – macam penderitaan jasmani dan kejiwaan , Ia tidak tidur di waktu malam
sekian lama apabila anaknya sakit dan menyelenggarakan makanan anak itu,
membersihkan dan memenuhi segala keperluan anak tanpa mengeluh dan rasa bosan. Dan
ibu itu merasa sedih apabila tubuh anak terganggu atau mengalami hal yang tidak disukai,
yang mempengaruhi perkembangan anak maupun mengganggu kesehatannya.
ُ َ َ َ َ ٰٓ ‫َ ٰ ُ ُ َ َ ٰ ُ َ َ ۡ ً َ ا‬
‫َّت إِذا بَلغ أش ادهُۥ‬ ‫ََف ِصلهۥ ثلثون شهراۚ ح‬

Sehingga apabila manusia itu telah menjadi tua dan sempurna umumnya dimana
kekuatan dan akalnya menjadi kokoh, yaitu dalam umur antar 30- 40 tahun.
‫َََ َ ََۡ َ ا‬
‫ني َس َنة‬ ِ‫وبلغ أربع‬

Dan mencapai umur 40 tahun. Dan umur sekian adalah akhir dari matangan dan
kesempurnaan akal. Oleh karena itu, diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Barang siapa yang
telah berumur 40 tahun namun kebaikkannya tidak melebihi keburukannya,maka
hendaklah ia bersiap-siap untuk masuk neraka. Dan oleh karenanya orang berkata , bila
seseorang telah berumur 40 tahun, sedang ia tidak berbuat selain yang merendahkan rasa
malunya saja, dan ia tidak menutupi lagi keburukannya, maka biarkan saja, jangan
indahkan kelakuannya yang telah lalu, sekalipun umunya telah memberikan keepadanya
berbagai macam saran hidup.

ٰ َ َ ‫لَع َو‬
‫لَع َو ٰ ِ َِل اي‬ َ ‫َّت َأ ۡن َع ۡم‬
‫ت َ َا‬ َ ََ ۡ َ ُ ۡ َ ۡ َ ٓ ۡ َۡ َ َ َ
ٓ ِ ‫ك اٱل‬ ‫ب أوزِع َِن أن أشكر ن ِعمت‬
ِ ‫قال ر‬
Tuhanku, berilah aku taufik untuk dapat menykuri nikmat-Mu yang telah Engkau
curahkan kepadaku tentang agama maupun duniaku, yaitu keluasan penghidupan,
kesehatan tubuh, keamanan dan keenakan yang aku nikmati, agar aku dapat sepenuhnya
beribadah kepada-Mu,di samping meninggalkan larangan-larangan-Mu, dan mensyukuri
nikmat yang telah Engkau anugrahkan kepadamu, kedua ibu bapakku, berupa belas kasih
kepadaku sehingga mereka berdua mengasuhku di masa kecil.
ُ‫َوأَ ۡن أَ ۡع َم َل َصٰل اِحا تَ ۡر َضىٰه‬

Dan jadikanlah amalku sesuai dengan ridha-Mu agar aku memperoleh pahala dari –Mu.
َ
ٓ ِ ‫َوأ ۡصل ِۡح ِِل ِِف ُذ ِر اي‬
ِۖ‫َّت‬
Dan jadikanlah kesalehan berlaku pada anak cucuku dan menempat pada jiwa
mereka, bahkan merasuk ke dalam hati mereka.
َ ‫ك ِإَوِن م َِن ٱل ۡ ُم ۡسلِم‬
‫ني‬
َ َۡ ُ ُۡ
‫إ ِ ِِن تبت إِِل‬
ِ ِ
Sesungguhnya aku bertaubat kepada- Mu dari dosa-dosaku yang telah terlanjur aku
lakukan pada hari-hari yang lalu, dan sesungguhnya aku tergolong orang-orang yang
tunduk kepada-Mu dengan melakukan ketaatan,dan tergolong orang-orang yang
menerima perintah dan karangan-Mu, yang telah tunduk kepada hukum-Mu.
ۡ
‫ٱۡلنةِا‬ َ ۡ َ ۡ َ َ ُ َ َ َ َ َ ْ ُ َ َ َ َ ۡ َ ۡ ُ ۡ َ ُ ‫ُ ْ َ ٰٓ َ ا َ َ َ َ ا‬
َ ‫ب‬ ٰ ٓ
ِۖ ِ ٰ‫أولئِك ٱذلِين نتقبل عنهم أحسن ما ع ِملوا ونتجاوز عن س ِيات ِ ِهم ِِف أص‬
Orang-orang yang mempunyai sifat-sifat tersebut itulah orang-orang yang Allah
menerima dari mereka perbuatan yang baik di sunia, berupa amal-amal saleh, lalu Allah
memberi balasan kepada mereka atasnya, bahkan memberi maaf terhadap amal-amal
mereka yang buruuk yang kadang-kadang terlanjur mereka lakukan di dunia dan tidak
menjadi adat kebisasaan mereka, akan tetapi amal buruk itu dilakukan karena dorongan
kekuatan syahwat atau kekuatan marah,Maka Allah tidak menghukum mereka atas
keburuka-keburukan terseut,dan mereka mengatur diri dalam menempuh jalan para
penghuni surge dan termasuk dalam golongan mereka.
َ َ ُ ْ ُ َ ‫ا‬ َ ۡ
‫وع ُدون‬ ‫ٱلص ۡد ِق ٱذلِي َكنوا ي‬
ِ ‫َوعد‬

Allah berjanji kepada mereka dengan janji yang benar yang tidak perlu diragukan lagi,
dan bahwa Dia pasti menunaiannya.
b. Ibnu katsir

ۡ َۡ ‫ََ ا‬
Firman Allah Swt.:
ٰ َ ‫نس َن ب ِ َو ٰ ِ َِليۡهِ إ ِ ۡح‬
ً‫سناه‬ ٰ َ ‫ٱۡل‬
ِ ‫ووصينا‬
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya.
(Al-Ahqaf: 15)
Yakni Kami perintahkan kepada manusia untuk berbakti kepada kedua orang tuanya dan
mengasihi keduanya.
Abu Daud At-Tayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syu'bah telah
menceritakan kepadaku Sammak ibnu Harb yang mengatakan bahwa ia pernah
mendengar Mus'ab ibnu Sa'd menceritakan berita ini dari Sa’d r.a yang telah mengatakan
bahwa Ummu Sa'd berkata kepada Sa’d, "Bukankah Allah telah memerintahkan manusia
untuk menaati kedua orang tuanya? Maka sekarang aku tidak mau makan dan, minum
lagi sebelum kamu kafir kepada Allah." Ternyata Ummu Sa’d tidak mau makan dan
minum sehingga keluarganya terpaksa membuka mulutnya dengan memakai tongkat (lalu
memasukkan makanan dan minuman ke dalamnya). Lalu turunlah ayat ini, yaitu firman-
Nya: Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu
bapaknya. (Al-Ahqaf: 15), hingga akhir ayat.
Imam Muslim dan para penulis kitab sunan -kecuali Ibnu Majah- telah meriwayatkan
hadis ini melalui Syu'bah dengan sanad yang semisal dan lafaz yang lebih panjang.
ibunya mengandungnya dengan susah payah. (Al-Ahqaf: 15)
Yaitu mengalami kesengsaraan karena mengandungnya dan kesusahan serta kepayahan
yang biasa dialami oleh wanita yang sedang hamil.
ُ َََ
‫ۡحل ۡت ُه أ ُّم ُهۥ‬
dan melahirkannya dengan susah payah (pula). (Al-Ahqaf: 15)
Yakni dengan penderitaan pula saat melahirkan bayinya lagi sangat susah dan masyaqqat.
ُ ُ
‫ك ۡر اها َو َو َض َع ۡت ُه ك ۡر اهاه‬
Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan. (Al-Ahqaf: 15)
Sahabat Ali r.a. menyimpulkan dalil dari ayat ini dan ayat yang ada di dalam surat
Luqman. yaitu firman-Nya:
Dan menyapihnya dalam dua tahun. (Luqman: 14)

َ َ َ ‫َ ۡ َ ٰ َٰ ُ ُ ۡ ۡ َ َ ۡ َٰ َ ُ ا َ ۡ َ ۡ َ َ ۡ َ ۡ َ َ َ َ ُ ا ا‬
Dan Firman Allah Swt.
ۚ ‫اعة‬ ‫ني َكمِلنيِِۖ ل ِمن أراد أن يتِم ٱلرض‬
ِ ‫ضعن أولدهن حول‬ِ ‫وٱلول ِدت ير‬
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang
ingin menyempurnakan penyusuan. (Al-Baqarah: 233)
Bahwa masa mengandung yang paling pendek ialah enam bulan. Ini merupakan
kesimpulan yang kuat lagi benar dan disetujui oleh Usman r.a. dan sejumlah sahabat
lainnya.
Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar telah meriwayatkan dari Yazid ibnu Abdullah ibnu
Qasit dari Ma'mar ibnu Abdullah Al-Juhani yang menceritakan bahwa seorang lelaki dari
kalangan kami pernah mengawini seorang wanita dari Bani Juhainah. Dan ternyata wanita
itu melahirkan bayi dalam usia kandungan genap enam bulan. Lalu suaminya menghadap
kepada Usman r.a. dan menceritakan hal tersebut kepadanya. Maka Usman memanggil
wanita tersebut. Setelah wanita itu berdiri hendak memakai pakaiannya, saudara
perempuan wanita itu menangis. Lalu wanita itu berkata, "Apakah yang menyebabkan
engkau menangis? Demi Allah, tiada seorang lelaki pun yang mencampuriku dari
kalangan makhluk Allah selain dia (suaminya), maka Allah-lah Yang akan memutuskan
menurut apa yang dikehendaki-Nya terhadap diriku."
Ketika wanita itu telah dihadapkan kepada Khalifah Usman r.a., maka Usman r.a.
memerintahkan agar wanita itu dihukum rajam. Dan manakala berita tersebut sampai
kepada sahabat Ali r.a., maka dengan segera Ali mendatangi Usman, lalu berkata
kepadanya, "Apakah yang telah dilakukan oleh wanita ini?" Usman menjawab, "Dia
melahirkan bayi dalam enam bulan penuh, dan apakah hal itu bisa terjadi?" Maka Ali r.a.
bertanya kepada Usman, "Tidakkah engkau telah membaca Al-Qur'an?" Usman
menjawab, "Benar." Ali r.a. mengatakan bahwa tidakkah engkau pernah membaca
firman-Nya: Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan. (Al-Ahqaf:
15) Dan firman Allah Swt.: selama dua tahun penuh. (Al-Baqarah: 233) Maka kami tidak
menjumpai sisanya selain dari enam bulan Usman r a berkata, "Demi Allah, aku tidak
mengetahui hal ini, sekarang kemarikanlah ke hadapanku wanita itu." Ketika mereka
menyusulnya, ternyata jenazah wanita itu telah dimakamkan.
Abdullah ibnu Qasit mengatakan bahwa Ma'mar berkata "Demi Allah, tiadalah seorang
anak itu melainkan lebih mirip dengan rupa orang tuanya. Ketika ayahnya melihat
bayinya, lalu si ayah berkata, ini benar anakku, demi Allah, aku tidak meragukannya
lagi'."
Ma'mar mengatakan bahwa lalu ayah si bayi itu terkena cobaan muka yang bernanah di
wajahnya sehabis peristiwa tersebut, yang mana luka itu terus-menerus menggerogoti
wajahnya hingga ia mati.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan atsar ini yang telah kami kemukakan dari jalur lain dalam
tafsir firman-Nya: maka akulah (Muhammad) orang yang mula-mula memuliakan (anak
itu). (Az-Zukhruf: 81); Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami
ayahku telah menceritakan kepada kami Farwah ibnu Abul Migra telah menceritakan
kepada kami Ali ibnu Misar, dari Daud ibnu Abu Hindun dan Ikrimah, dari Ibnu Abbas
r.a. yang mengatakan bahwa apabila seorang wanita melahirkan bayi setelah sembilan
bulan, maka cukuplah baginya menyusui bayinya selama dua puluh satu bulan. Apabila
dia melahirkan bayinya setelah tujuh bulan, maka cukup baginya dua puluh tiga bulan
menyusui anaknya. Dan apabila ia melahirkan bayinya setelah enam bulan maka masa
menyusui bayinya adalah genap dua tahun, karena Allah Swt. telah berfirman:
Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan. (Al-Ahqaf: 15)

ُ َ َ َ َ ٰٓ ‫َ ا‬
*******
‫َّت إِذا بَلغ أش اد ُهۥ‬ ‫ح‬

‫َََ َ ََۡ َ ا‬
sehingga apabila dia telah dewasa. (Al-Ahqaf: 15). Yakni telah kuat dan menjadi dewasa.
‫ني َس َنة‬ ِ‫وبلغ أربع‬
dan umurnya sampai empat puluh tahun. (Al-Ahqaf. 15)
Yaitu akalnya sudah matang dan pemahaman serta pengendalian dirinya sudah sempurna.
Menurut suatu pendapat, biasanya seseorang tidak berubah lagi dari kebiasaan yang
dilakukannya bila mencapai usia empat puluh tahun.
Abu Bakar ibnu Iyasy mengatakan dan Al-A'masy, dan Al-Qasim ibnu Abdur Rahman,
bahwa ia pernah bertanya kepada Masruq, "Bilakah seseorang dihukum karena dosa-
dosanya?" Masruq menjawab, "Bila usiamu mencapai empat puluh tahun, maka hati-
hatilah kamu dalam berbuat."
Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu
Abdullah Al-Qawariri, telah menceritakan kepada kami Urwah ibnu Qais Al-Azdi yang
usianya mencapai seratus tahun, telah menceritakan kepada kami Abul Hasan Al-Kufi
alias Umar ibnu Aus, bahwa Muhammad ibnu Amr ibnu Usman telah meriwayatkan dan
Usman r.a., dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Seorang hamba yang muslim apabila
usianya mencapai empat puluh tahun, Allah meringankan hisabnya; dan apabila usianya
mencapai enam puluh tahun, Allah memberinya rezeki Inabah (kembali ke jalan-Nya).
Dan apabila usianya mencapai tujuh puluh tahun, penduduk langit menyukainya. Dan
apabila usianya mencapai delapan puluh tahun, Allah Swt. menetapkan kebaikan-
kebaikannya dan menghapuskan keburukan-keburukannya. Dan apabila usianya
mencapai sembilan puluh tahun, Allah mengampuni semua dosanya yang terdahulu dan
yang akan datang, dan mengizinkannya untuk memberi syafaat buat ahli baitnya dan
dicatatkan (baginya) di langit, bahwa dia adalah tawanan Allah di bumi-Nya.
Hadis ini telah diriwayatkan pula melalui jalur lain, yaitu di dalam kitab Musnad Imam
Ahmad.
Al-Hajjaj ibnu Abdullah Al-Hakami, salah seorang amir dari kalangan Bani Umayyah di
Dimasyq telah mengatakan, "Aku telah meninggalkan kemaksiatan dan dosa-dosa selama
empat puluh tahun karena malu kepada manusia, kemudian aku meninggalkannya
(sesudah itu) karena malu kepada Allah." Alangkah indahnya apa yang dikatakan oleh
seorang penyair dalam bait syairnya:
Diturutinya semua yang disukainya sehingga uban telah menghiasi kepalanya.
Dan manakala uban telah memenuhi kepalanya, ia berkata kepada kebatilan, "Menjauhlah
dariku!"
*******
َ َ َ َ
Firman Allah Swt.:
ٓ ِ ‫ب أ ۡوزِ ۡع‬
‫َن‬ ِ ‫قال ر‬

Ya Tuhanku, tunjukilah aku. (Al-Ahqaf: 15)

َ َ ۡ َ َۡ َ ‫َّت َأ ۡن َع ۡم‬ َ ََ ۡ َُ َۡ َۡ
Maksudnya, berilah aku ilham, atau bimbinglah aku.
َ َ ٰ َ َ ‫لَع َو‬
‫لَع َو ٰ ِ َِل اي َوأن أع َمل صٰل اِحا ت ۡرضى ٰ ُه‬ ‫ت َ َا‬ ٓ ِ ‫ك اٱل‬ ‫أن أشكر ن ِعمت‬
untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu
bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridai. (Al-Ahqaf:
َ
15). Yakni di masa mendatang.
ِٓۖ ِ ‫َوأ ۡصل ِۡح ِِل ِِف ُذ ِر اي‬
‫َّت‬
berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. (Al-Ahqaf:
15)
Yaitu keturunanku.
َ ‫ك ِإَوِن م َِن ٱل ۡ ُم ۡسلِم‬
‫ني‬
َ َۡ ُ ُۡ
‫إَ ِِِن تبت إِِل‬
ِ ِ
Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sesungguhnya aku temasuk orang-orang
yang berserah diri. (Al-Ahqaf: 15)
Ini adalah panduan bagi yang sudah berusia empat puluh tahun untuk memperbaharui
tobat dan berserah diri kepada Allah.
Telah diriwayatkan oleh Abu daud di dalam kitab sunan-nya, dari Ibnu Mas'ud ra. Bahwa
Rasulullah SAW mengajari doa tasyahhud, yaitu:
selamatkanlah kami dari kegelapan menuju kepada cahaya, dan jauhkanlah kami dari
perbuatan-perbuatan fahisyah, baik yang terang-terangan maupun yang tersembunyi. Dan
berkahilah bagi kami pendengaran kami, penglihatan kami hati kami, istri-istri kami dan
keturunan kami. Dan terimalah tobat kami, sesungguhnya Engkau Maha Penerima tobat
lagi Maha Penyayang. Dan jadikanlah kami sebagai orang-orang yang mensyukuri
nikmat-Mu, selalu memuji dan menerima nikmat itu, dan sempurnakanlah bagi kami
nikmat itu.
*******

َ ‫ِين َن َت َق اب ُل َع ۡن ُه ۡم أَ ۡح َس َن َما َعملُوا ْ َو َن َت‬ َ ٰٓ َ ْ ُ


Firman Allah Swt.:
‫او ُز َعن َس ِيات ِ ِه ۡم‬
َ ‫ج‬ َ ‫ك اٱذل‬
ِ ِ ‫أولئ‬
Mereka itulah orang-orang yang Kami terima dari mereka amal yang baik yang telah
mereka kerjakan dan Kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka. (Al-Ahqaf: 16)
Yakni mereka yang menyandang predikat yang telah kami sebutkan yaitu orang-orang
yang bertobat dan kembali kepada Allah lagi menanggulangi apa yang telah mereka
lewatkan dengan bertobat dan memohon ampun merekalah orang-orang yang Kami
terima dari mereka amal baiknya dan Kami maafkan kesalahan-kesalahan mereka, dan

َ ‫ِف أَ ۡص‬
Kami ampuni dosa-dosa mereka serta Kami terima amal mereka walaupun sedikit.
‫ٰٰب ۡ َ ا‬ ِٓ
ِِۖ‫ٱۡلنة‬ ِ
bersama penghuni-penghuni surga. (Al-Ahqaf: 16)
Yakni mereka termasuk penghuni-penghuni surga. Demikianlah status mereka di sisi
Allah sebagaimana yang telah dijanjikan oleh-Nya kepada orang-orang yang bertobat dan
kembali ke jalan-Nya, oleh karena itu Allah berfirman:
َ َ ُ ْ ُ َ ‫ا‬ َ ۡ
‫وع ُدون‬ ‫ٱلص ۡد ِق ٱذلِي َكنوا ي‬
ِ ‫َوعد‬
Sebagai janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka. (Al-Ahqaf: 16)
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub ibnu Ibrahim telah
menceritakan kepada kami Al-Mu'tamir ibnu Sulaiman, dari Al-Hakam ibnu Aban, dari
Al-Gatrif, dari Jabir ibnu Yard, dan Ibnu Abbas r.a., dari Rasulullah Saw., dari Ar-Ruhul
Amin a.s. yang telah mengatakan: Seorang hamba akan didatangkan kebaikan dan
keburukannya, lalu dilakukanlah penghapusan sebagiannya dengan sebagian yang lain.
Jika masih tersisa suatu kebaikan, Allah memberikan keluasan kepadanya di dalam surga.
Ibnu Jarir mengatakan, bahwa lalu ia datang kepada Ali Yazdad dan ternyata dia pun
meriwayatkan hadis yang semisal. Aku bertanya, "Bagaimana jika kebaikannya habis?"
Ali menjawab dengan membacakan firman-Nya: Mereka itulah orang-orang yang kami
terima dari mereka amal baik yang telah mereka kerjakan dan kami ampuni kesalahan-
kesalahan mereka, bersama penghuni-penghuni surga, sebagai janji yang benar yang telah
dijanjikan kepada mereka. (Al-Ahqaf: 16)
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dari ayahnya, dari Muhammad
ibnu Abdul Ala As-San'ani, dari Al-Mu'tamir ibnu Sulaiman berikut sanadnya yang
semisal, tetapi ditambahkan 'dan Ar-Ruhul Amin (Malaikat Jibril a.s.)'. Disebutkan
bahwa Allah Swt mendatangkan kepada seorang hamba amal-amal baiknya dan amal-
amal buruknya, lalu Allah Swt. mengingatkannya. Hadis ini garib, tetapi sanadnya baik
dan tidak mengandung cela.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Ma'bad telah menceritakan kepada kami Amr
ibnu Asim Al-Kala'i, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dari Abu Bisyr
Ja'far ibnu Abu Wahsyiyyah dan Abu Wahsyiyyah, dari Yusuf ibnu Sa'd, dari Muhammad
ibnu Hatib bahwa ketika Al. beroleh kemenangan atas kota Al-Basrah, Muhammad ibnu
Hatib tinggal di rumahku. Dan pada suatu hari ia mengatakan kepadaku, bahwa
sesungguhnya ia menyaksikan Khalifah Ali r a yang sedang bersama dengan Ammar,
Sa'sa'ah, Asytar, dan Muhammad ibnu Abu Bakar r.a. Lalu mereka menceritakan perihal
Khalifah Usman ra dan pada akhirnya pembicaraan mereka mendiskreditkannya. Saat itu
Ali ra. sedang berada di atas dipannya, sedangkan tangannya memegang tongkat. Lalu
seseorang dari mereka berkata, "Sesungguhnya seseorang di antara kalian ada seorang
yang akan memutuskan hal ini di antara kalian. Maka mereka menanyakannya kepada Ali
r.a. Lalu Ali menjawab bahwa Usman r.a. termasuk salah seorang yang disebutkan oleh
Allah Swt. dalam firman-Nya: Mereka itulah orang-orang yang Kami terima dari mereka
amal yang baik yang telah mereka kerjakan dan Kami ampuni kesalahan-kesalahan
mereka, bersama penghuni-penghuni surga, sebagai janji yang benar yang telah dijanjikan
kepada mereka. (Al-Ahqaf: 16) Kemudian Ali r.a. berkata, "Demi Allah, Usman dan
teman-temannya " Hal ini diulanginya sebanyak tiga kali.
Yusuf ibnu Sa'd berkata, bahwa lalu ia bertanya kepada Muhammad ibnu Hatib, "Apakah
engkau mendengar ini langsung dari Ali r.a?" Muhammad ibnu Hatib menjawab, "Demi
Allah, aku benar-benar mendengarnya dari Ali r.a. secara langsung."

c. Tafsir Quraish Shihab


Ayat 15, Kami memerintahkan kepada manusia untuk berbuat baik kepada kedua
orangtuanya. Ibunya telah mengandung dan melahirkannya dengan susah payah. Pada
masa mengandung dan menyapihnya--yang berlangsung selama tiga puluh bulan--sang
ibu merasakan berbagai penderitaan. Ketika sang anak telah menginjak dewasa dan
umurnya sampai empat puluh tahun, ia berdoa, "Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk untuk
mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada kedua
orangtuaku. Berilah aku petunjuk untuk selalu melakukan amal kebaikan yang Engkau
ridai. Jadikanlah anak keturunanku sebagai orang yang saleh. Sesungguhnya aku bertobat
kepada-Mu dari segala dosa, dan aku termasuk orang yang berserah diri kepada-Mu.
Berdasarkan ayat ini, dapat diketahui bahwa masa mengandung setidaknya berlangsung
selama enam bulan. Disebutkan bahwa masa mengandung dan masa menyusui (sampai
dengan masa sapih) berlangsung selama 30 bulan. Sementara, dalam surat Luqmân ayat
14, disebutkan bahwa masa menyusui berlangsung selama dua tahun (24 bulan) Dalam
dalam surat al-Baqarah ayat 233 disebutkan juga bahwa masa menyusui berlangsung
selama dua tahun penuh. Maka, kalau masa mengandung dan masa menyusui--yaitu 30
bulan--itu dikurangi masa menyusui saja--yaitu 24 bulan--dapat diketahui bahwa masa
mengandung adalah enam bulan. Dan hal ini sesuai dengan penemuan ilmiah bahwa
seorang bayi yang lahir pada usia kehamilan enam bulan dapat hidup.
Ayat 16, Mereka yang mempunyai sifat-sifat terpuji seperti itu adalah orang-orang yang
Kami terima amal baiknya. Kesalahan-kesalahan mereka pun Kami ampuni bersama
kelompok penghuni surga. Kami akan mewujudkan janji benar yang pernah Kami
ucapkan kepada mereka di dunia.

F. Esensi Q.s Al Ahqaf: 51 – 16


Ajaran Islam mengajarkan kepada manusia khususnya umat muslim untuk berbakti
dan berperilaku baik kepada kedua orangtuanya, Setiap muslim harus senantiasa
bersyukur, pertama bersyukur kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan dan
kemudian kepada kedua orangtua, serta selalu melakukan amal shaleh, dan seorang
anak harus selalu berbakti dan mendoakan kedua orangtuanya disaat masih hidup
ataupun telah meninggal dunia. Implikasi dari penelitian ini adalah : berdasarkan
perilaku anak kepada orangtua dari segi keadaan orangtua dalam beberapa aspek
diantaranya : keadaan fisik orangtua, akal/kognitif, emosi, sosial, ekonomi/finansial,
spiritual.
G. Rangkuman 3 penafsir
Penafsiran ini menyebutkan bahwa amalan yang paling besar adalah berbuat bakti kepada
kedua orang tua.Sehingga kita bisa mengamalkannya kepada kedua orang tua kita. Bahwa
apabila seorang wanita melahirkan bayi setelah sembilan bulan, maka cukuplah baginya
menyusui bayinya selama dua puluh satu bulan. Apabila dia melahirkan bayinya setelah
tujuh bulan, maka cukup baginya dua puluh tiga bulan menyusui anaknya. Dan apabila ia
melahirkan bayinya setelah enam bulan maka masa menyusui bayinya adalah genap dua
tahun. Bahwa kenikmatan yang di berikan Allah adalah ketika anak berusia 40 tahun
memiliki akal dengan matang bahwa kita mensyukuri atas nikmat tersebut.
4. Konsep Pendidikan Agama Islam Dalam Keluarga
Keluarga didefinisikan sebagai unit masyarakat terkecil yang terdiri atas ayah, ibu
dan anak. Setiap komponen dalam keluarga memiliki peranan penting. Dalam ajaran
agama Islam, anak adalah amanat Allah, amanat wajib dipertanggung-jawabkan. Jelas,
tanggung jawab orang tua terhadap anak tidaklah kecil. Secara umum inti tanggung jawab
itu adalah menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anak dalam rumah tangga.
Pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan utama.
Keluarga dikatakansebagai lingkungan pendidikan pertama karena setiap anak dilahirkan
di tengah-tengah keluarga dan mendapat pendidikan yang pertama di dalam keluarga.
Dikatakan utama karena pendidikan yang terjadi dan berlangsung dalam keluarga ini
sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan pendidikan anak selanjutnya. Para ahli
sependapat bahwa betapa pentingnya pendidikan keluarga ini. Mereka mengatakan
bahwa apa-apa yang terjadi dalam pendidikan keluarga, membawa pengaruh terhadap
lingkungan pendidikan. Selanjutnya, baik dalam lingkungan sekolah maupun masyarakat.
Tujuan dalam pendidikan keluarga atau rumah tangga ialah agar anak mampu
berkembang secara maksimal yang meliputi seluruh aspek perkembang-an yaitu jasmani,
akal dan rohani Yang bertindak sebagai pendidik dalam rumah tangga ialah ayah dan ibu
si anak
Dasar pendidikan agama Islam secara garis besar dan tiga yaitu: Al-Qur’an, As-
Sunnah dan perundangan yang berlaku di negara Indonesia. Al-Qur’an sebagai sumber
utama dan pertama dalam Islam, juga menceritakan peristiwa yang benar-benar terjadi
pada manusia terdahulu dan merupakan sejarah yang dapat dibuktikan kebenarannya
secara filosofis dan ilmiah melalui saksi-saksi bisa berupa peninggalan orang-orang
terdahulu. As-sunnah didefinisikan sebagai sesuatu yang didapatkan dari Nabi
Muhammad SAW yang terdiri dari ucapan, perbuatan, persetujuan, sifat fisik atau budi,
atau biografi, baik pada masa sebelum kenabian ataupun sesudahnya.
Pendidikan merupakan proses yang lebih besar dari sekedar aktivitas
persekolahan. Pendidikan dengan mengesampingkan perbedaan tingkatan-tingkatan
dasar, menengahdan tinggi merupakan proses pengembangan sosial yang mengubah
individu dari tidak tahu menjadi tahu ,yang pada prinsipnya berupaya mengubah anak
bangsa menjadi dewasa dalam berbagai bidang kehidupan.
Tujuan Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga adalah batas akhir yang dicita -
citakan seseorang dan dijadikan pusat perhatiannya untuk dicapai melalui usaha. Dalam
usaha terkandung cita-cita, kehendak, kesengajaan serta berkonsekwensi penyusunan
daya upaya untuk mencapainya. Menurut Hasan Langgulung tujuan pendidikan
merupakan masalah sentral dalam proses pendidikan. Hal ini disebabkan oleh fungsi-
fungsi yang dipikulnya.
Filsafat pendidikan, merupakan pegangan umum bagi guru dalam bekerja, dan
menentukan arah kemana peserta didik harusdibimbing filsafat juga menentukancara dan
proses yang harus dijalankan untuk mencapai tujuan,memberi kebulatan kepada usaha
pendidikan, sehingga terdapat kontinuitas terhadap perkembangan anak.
Tujuan pendidikan menjadi dasar interaksi antara guru dan murid di sekolah,
karena interaksi guru dan murid dalam kegiatan belajar mengajar dimaksudkan untuk
mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan,dimana ketika tujuan pendidikan
terumuskan dengan jelas, maka seorang guru memperoleh gambaran yang jelas tentang
hasil pendidikan yang harus dicapai, manusia yang bagaimana yang harus dibentuk.tujuan
pendidikan juga memberi petunjuk apa yang harus dinilai, dan memberi motifasi dalam
proses belajar mengajar.
Dalam konsep ini akan diuraikanpemikiran Hasan Langgulung tentang
pendidikan Islam Keluarga. Pemikiran tersebut meliputi :pengertian keluarga, dasar
pembentukan keluarga dalam Islam, fungsi Pendidikan Agama Islam dalam keluarga,
corak pemikiran Hasan Langgulung dan kewajiban-kewajiban orang tua terhadap anak-
anaknya. Hasan Langgulung memberikan definisi tentang pengertian keluarga yaitu :
“Bahwa keluarga merupakan suatu unit sosial yang terdiri dari seorang suami dan seorang
istri, serta anak-anak (Hasan Langgulung)”.
Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan
darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidupnya dalam suatu rumah
tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing-masing dan
menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.
Keluarga merupakan penanaman utama dasar-dasar akhlak bagi anak, yang
bisaanya bercermindalam sikap dan perilaku orang tua sebagai teladan yang dapat
dicontoh anak. Dalam hubungan ini, Ki Hajar Dewantara sangat berfaedah untuk
berlangsungnya pendidikan ,teristimewa pendidikan budi pekerti, terdapat dalam
kehidupan keluarga dengan sifat yang kuat dan murni, sehingga pusat-pusat pendidikan
lainnya tidak dapat menyamainya.
Maulana Muhammad Ali dalam bukunya The Religion of Islam menegaskan
bahwa Islam mengandung arti dua macam, yakni (1) mengucap kalimah syahadat; (2)
berserah diri sepenuhnya kepada kehendak Allah. Pengertian tersebut jika diawali kata
pendidikan sehingga menjadi kata "pendidikan Islam" maka terdapat berbagai rumusan.
Menurut Arifin, pendidikan Islam dapat diartikan sebagai studi tentang proses
kependidikan yang bersifat progresif menuju ke arah kemampuan optimal anak didik
yang berlangsung di atas landasan nilai-nilai ajaran Islam. Sementara Achmadi
memberikan pengertian, pendidikan Islam adalah segala usaha untuk memelihara dan
mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya manusia yang ada padanya menuju
terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam. Abdur
Rahman Saleh memberi pengertian juga tentang pendidikan Islam yaitu usaha sadar untuk
mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak dengan segala potensi yang
dianugerahkan oleh Allah kepadanya agar mampu mengemban amanat dan tanggung
jawab sebagai khalifah Allah di bumi dalam pengabdiannya kepada Allah. Menurut
Abdurrahman an-Nahlawi, pendidikan Islam adalah penataan individual dan sosial yang
dapat menyebabkan seseorang tunduk taat pada Islam dan menerapkannya secara
sempurna di dalam kehidupan individu dan masyarakat.
Pendidikan Islam merupakan kebutuhan mutlak untuk dapat melaksanakan Islam
sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah. Berdasarkan makna ini, maka pendidikan
Islam mempersiapkan diri manusia guna melaksanakan amanat yang dipikulkan
kepadanya. Ini berarti, sumber-sumber Islam dan pendidikan Islam itu sama, yakni yang
terpenting, al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Dilihat dari konsep dasar dan operasionalnya
serta praktek penyelenggaraannya, maka pendidikan Islam pada dasarnya mengandung
tiga pengertian:
Pertama, pendidikan Islam adalah pendidikan menurut Islam atau pendidikan
Islami, yakni pendidikan yang difahami dan dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai
fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya, yaitu al-Qur’an dan al-Sunnah.
Dalam pengertian yang pertama ini, pendidikan Islam dapat berwujud pemikiran dan teori
pendidikan yang mendasarkan diri atau dibangun dan dikembangkan dari sumber-sumber
dasar tersebut atau bertolak dari spirit Islam.
Kedua, pendidikan Islam adalah pendidikan ke-Islaman atau pendidikan agama
Islam, yakni upaya mendidikkan agama Islam atau ajaran dan nilai-nilainya, agar menjadi
way of life (pandangan hidup) dan sikap hidup seseorang. Dalam pengertian yang kedua
ini pendidikan islam dapat berwujud (1) segenap kegiatan yang dilakukan seseorang atau
suatu lembaga untuk membantu seorang atau sekelompok peserta didik dalam
menanamkan dan menumbuh-kembangkan ajaran Islam dan nilai-nilainya; (2) segenap
fenomena atau peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih yang dampaknya adalah
tertanamnya dan atau tumbuh-kembangnya ajaran Islam dan nilai-nilainya pada salah satu
atau beberapa pihak.
Ketiga, pendidikan Islam adalah pendidikan dalam Islam, atau proses dan praktik
penyelenggaraan pendidikan yang berlangsung dan berkembang dalam realitas sejarah
umat Islam. Dalam pengertian ini, pendidikan Islam dalam realitas sejarahnya
mengandung dua kemungkinan, yaitu pendidikan Islam tersebut benar-benar dekat
dengan idealitas Islam atau mungkin mengandung jarak atau kesenjangan dengan
idealitas Islam. Walaupun istilah pendidikan Islam tersebut dapat dipahami secara
berbeda, namun pada hakikatnya merupakan satu kesatuan dan mewujud secara
operasional dalam satu sistem yang utuh. Konsep dan teori kependidikan Islam
sebagaimana yang dibangun atau dipahami dan dikembangkan dari al-Qur’an dan As-
sunnah, mendapatkan justifikasi dan perwujudan secara operasional dalam proses
pembudayaan dan pewarisan serta pengembangan ajaran agama, budaya dan peradaban
Islam dari generasi ke generasi, yang berlangsung sepanjang sejarah umat Islam. Kalau
definisi-definisi itu dipadukan tersusunlah suatu rumusan pendidikan Islam, yaitu:
pendidikan Islam ialah mempersiapkan dan menumbuhkan anak didik atau individu
manusia yang prosesnya berlangsung secara terus-menerus sejak ia lahir sampai
meninggal dunia. Yang dipersiapkan dan ditumbuhkan itu meliputi aspek jasmani, akal,
dan ruhani sebagai suatu kesatuan tanpa mengesampingkan salah satu aspek, dan
melebihkan aspek yang lain.
Persiapan dan pertumbuhan itu diarahkan agar ia menjadi manusia yang berdaya
guna dan berhasil guna bagi dirinya dan bagi umatnya, serta dapat memperoleh suatu
kehidupan yang sempurna.Dengan melihat keterangan di atas, dapat diambil kesimpulan
bahwa pendidikan Islam adalah segenap upaya untuk mengembangkan potensi manusia
yang ada padanya sesuai dengan al-Qur'an dan hadis.
KESIMPULAN DAN SARAN
a. KESIMPULAN
b. QS. Al – Isra : 23 – 25 yaitu Allah memerintahkan manusia untuk mengucapkan
perkataan yang baik, lemah lembut, dan mulia kepada kedua orang tua. Allah
melarang manusia mengatakan kata-kata yang menyakitkan hati kedua orang tua,
sekalipun hanya dengan ucapan "ah" apalagi jika melontarkan kata-kata kasar
seperti membentak, memaki, merendahkan. kedua orang tua. Allah
memerintahkan manusia bersikap kepada kedua orang tua dengan sikap tawadhu
dan merendahkan diri, serta mentaati mereka berdua dalam segala hal yang
diperintahkan, selama tidak berupa kemaksiatan kepada Allah. Dan menyuruh
manusia untuk mendo'akan kedua orangtua dengan rahmat-Nya yang abadi,
sebagai imbalan kasih sayang mereka berdua.
c. QS. Luqman 13 – 19 yaitu Pendapat Ibnu Katsir tentang ayat ini adalah
bahwasanya Lukman mengajarkan pendidikan kepada anaknya dengan
menggunakan nasehat. Nasehat tersebut mengajarkan pendidikan tentang
ketauhidan kepada Allah. Pendidikan ketauhidan harus di berikan kepada anak
sejak ia masih kecil. Sebab ketauhidan menjadi pondasi utama dalam mengajar
pendidikan agama kepada anaknya
Sedangkan pendapat Al-Maroghi berpendapat tentang ayat ini bahwa perbuatan
syirik itu berarti meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Dan pendapat Al-
Maroghi tentang ayat 13 sesuai dengan tujuan pendidikan anak usia dini yaitu
Anak mampu melakukan ibadah, mengenal dan percaya akan adanya allah dan
mencintai sesama makhluknya.
Menurut M. Quraish Shihab tentang ayat ini bahwasannya Luqman memberikan
nasehat kepada anaknya menyangkut berbagai kebajikan dengan cara yang
menyentuh hati. Selain itu ada yang mengatakanbahwa nasehat itu mengandung
ancaman dan peringatan, sehingga di dalam pesan yang di sampaikan Luqman
kepada anaknya mengandung redaksi yang berbentuk larangan agar tidak
mempersekutukan Allah. Pendapat ini hampir sama dengan pendapat.
d. QS. Al – Ahqaf : Penafsiran ini menyebutkan bahwa amalan yang paling besar
adalah berbuat bakti kepada kedua orang tua.Sehingga kita bisa mengamalkannya
kepada kedua orang tua kita. Bahwa apabila seorang wanita melahirkan bayi
setelah sembilan bulan, maka cukuplah baginya menyusui bayinya selama dua
puluh satu bulan. Apabila dia melahirkan bayinya setelah tujuh bulan, maka cukup
baginya dua puluh tiga bulan menyusui anaknya. Dan apabila ia melahirkan
bayinya setelah enam bulan maka masa menyusui bayinya adalah genap dua
tahun. Bahwa kenikmatan yang di berikan Allah adalah ketika anak berusia 40
tahun memiliki akal dengan matang bahwa kita mensyukuri atas nikmat tersebut.
e. Pendidikan Islam keluarga sangatlah penting sebagai fondasi bagi proses dan
pembinaan anak-anak agar menjadi manusia yang berkepribadian Islami.Dengan
demikian anak akan memasuki kehidupan yang berhasil dan mulia serta dapat
mengamalkan ajaran-ajaran atau syari’at agama. Dasar pembentukan keluarga
dalam Islam yang dikemukakan adalah bermula dari terciptanya hubungan suci
yang terjalin antara laki-laki dan perempuan melalui perkawinan yang halal.
Secara terperinci dasar pembentukan keluarga tersebut dijelaskan yaitu sebelum
berlangsungnya pernikahan masing-masing wali harus dapat memelihara dan
berpikir untuk menikah harus memilih calon pendamping yang saleh, dan
kekekalan, dalam keluarga harus ada kepala atau pemimpin yang bertanggung
jawab.
b. SARAN
Kita tahu bahwasanya Allah memerintahkan kepada kita untuk berbakti
kepada orang tua, karena amalan yang paling besar adalah berbakti kepada
orang tua. Oleh karena itu, kita sebagai anak seabiknya bersuaha untuk tidak
menyakitinya dengan perkataan kita sayangi mereka sebagaimana mereka
telah menyanyangi kita di waktu kecil.
Juga sebagai pendidik, sebagai orang tua di masa depan, kita harus
mempersiapkan diri untuk menjadi orang tua yang baik dan bertanggung
jawab.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Bin Muhammad, d., 2008. Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Pustaka Imam Syafi'i.

bakar, B. A. & Aly, H. N., 1993. TERJEMAH TAFSIR AL MARAGHI. Mangkang: PT. Karya Toha
Putra Semarang.

Kementrian Agama RI, 2015. Al - Quran Perkata dan Terjemahnya. Bandung Barat: Tasdiqiya
Berkah Media.

Shihab, M. Q., 2001. Tafsir Al - Misbah. :Lentera Hati.

Jurnal : Teori Pendidikan Keluarga Dan Tanggung Jawab Orang Tua Dalam
Pendidikan Anak Usia Dini. Oleh M. Syahran Jailani

Anda mungkin juga menyukai