Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

PERUBAHAN FISIOLOGIS MASA NIFAS

Mata Kuliah : Asuhan Kebidanan Pasca Persalinan

Disusun Oleh Kelompok 5:

Ananda Desy Ramadhany P3.73.24.2.19.003

Annisa Suci Suryaningsih P3.73.24.2.19.005

Helwa Mutiara Sopha P3.73.24.2.19.015

Nabila Azzaetuna Syahwali P3.73.24.2.19.021

Shafa Khairunnisa Azzahrah P3.73.24.2.19.033

Utami Wulandari P3.73.24.2.19.036

Vania Ledy Zain P3.73.24.2.19.037

KELAS 2 A

JURUSAN KEBIDANAN PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA 3

2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunianya
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “PERUBAHAN FISIOLOGIS MASA
NIFAS”. Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dosen mata kuliah
konsep kenormalan dalam praktik kebidanan yang sudah memberikan kepercayaan kepada kami
untuk menyelesaikan tugas ini. Dengan adanya makalah ini kami berharap agar para pembaca
dapat memahami fisiologis dan adaptasi bayi baru lahir.

Kami menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran demi
perbaikan makalah yang akan kami buat di lain waktu, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah ini dapat dipahami oleh semua orang khususnya bagi para pembaca.
Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya jika terdapat kata-kata yang kurang berkenan.

Bekasi, 05 Oktober 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................iii
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................3
A. Perubahan Sistem Reproduksi.........................................................................................................3
B. Perubahan Sistem Pencernaan.......................................................................................................12
C. Sistem Perkemihan Pada Masa Nifas.............................................................................................18
D. Perubahan Sistem Muskuloskeletal/ Diastasis Rectie Abdomiris..................................................20
E. Perubahan Sistem Endokrin...........................................................................................................22
F. Perubahan Tanda-Tanda Vital.......................................................................................................24
G. Sistem Kardiovaskuler...............................................................................................................25
H. Sistem Hematologi.....................................................................................................................29
BAB III.....................................................................................................................................................31
PENUTUP................................................................................................................................................31
A. Kesimpulan....................................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................32

iii
BAB I

1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa nifas atau postpartum adalah periode dalam minggu-minggu setelah kelahiran.
Lamanya periode ini tidak pasti, Sebagian besar menganggapnya antara 4 sampai 6
minggu walaupun merupakan masa yang realtif tidak kompleks dibandingkan dengan
kehamilan, nifas ditandai dengan banyak perubahan fisiologis. Pada masa ini perubahan
yang terjadi tidak hanya secara fisiologis maupun sosiokultural, tetapi juga psikologi.
Perubahan kompleks pada ibu post partum atau setelah proses persalinan memerlukan
penyesuaian terhadap diri dengan pola hidup dan kondisi setelah proses tersebut.
(Prawihardjo, 2013). Beberapa dari perubahan tersebut mungkin hanya sedikit
menganggu “ibu baru” walaupun komplikasi serius juga dapat terjadi (oninghum, 2013)
Setelah melahirkan ibu akan menghadapi banyak tantangan sebagai seorang ibu
(Ardiyanti dan Dinni, 2018). Pada ibu yang tidak dapat beradaptasi dengan perubahan
yang terjadi dapat menimbulkan gangguan psikologi, baik gangguan psikologi ringan
maupun berat. Gangguan psikologis utama pada ibu hamil disebut dengan depresi
maternal (antepartum atau post partum). World Health Organization (2020) depresi pada
ibu hamil merupakan permasalahan yang diperkirakan akan menjadi beban penyakit
terbesar nomor dua (Masyuni, et al 2019). Salah satu gangguan psikologi yang bisa
terjadi pada ibu postpartum yaitu depresi postpartum (Syafrianti, 2018).
B. Rumusan Masalah
1. Perubahan apa yang terjadi pada sistem reproduksi?
2. Perubahan apa yang terjadi pada sistem pencernaan?
3. Perubahan apa yang terjadi pada sistem perkemihan?
4. Perubahan apa yang terjadi pada sistem musculoskeletal/diasis rectic abdominalis?
5. Perubahan apa yang terjadi pada sistem endokrin?
6. Perubahan apa yang terjadi pada tanda-tanda vital?
7. Perubahan apa yang terjadi pada sistem kardiovaskuler?
8. Perubahan apa yang terjadi pada sistem hematologi?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada sistem reproduksi

2
2. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan
3. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada sistem perkemihan
4. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada sistem musculoskeletal/diasis rectic
abdominalis
5. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada sistem endokrin
6. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada tanda-tanda vital
7. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada sistem kardiovaskuler
8. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada sistem hematologi

3
BAB II

PEMBAHASAN
A. Perubahan Sistem Reproduksi
1. Uterus
Perubahan alat-alat genital baik interna maupun eksterna kembali seperti semula
seperti sebelum hamil disebut involusi. Bidan dapat membantu ibu untuk mengatasi
dan memahami perubahan-perubahan seperti:
a. Involusi uterus
Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus
kembali ke kondisi sebelum hamil. Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum
hamil setelah melahirkan disebut involusi. Proses ini dimulai segera setelah
plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Pada akhir tahap ketiga
persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm di bawah umbilikus
dengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis. Pada saat ini besar
uterus kira-kira sama dengan besar uterus sewaktu usia kehamilan 1 minggu (kira-
kira sebesar grapefruit (jeruk asam) dan beratnya kira-kira 1000 g.
Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus uteri mencapai 1 cm di atas tali umbilikus.
Dalam beberapa hari kemudian, perubahan involusi berlangsung dengan cepat.
Fundus turun kira-kira 1 sampai 2 cm setiap 24 jam. Pada hari pascapartum
keenam fundus normal akan berada di pertengahan antara umbilikus dan simfisis
pubis. Uterus tidak bisa dipalpasi pada abdomen pada hari ke-9 pascapartum.
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :
1) Iskemia Miometrium – Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang
terus menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta sehingga membuat
uterus menjadi relatif anemi dan menyebabkan serat otot atrofi.
2) Atrofi jaringan – Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian hormon
esterogen saat pelepasan plasenta.
3) Autolysis – Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam
otot uterus. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah

4
mengendur hingga panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan lebarnya 5
kali lebar sebelum hamil yang terjadi selama kehamilan. Hal ini disebabkan
karena penurunan hormon estrogen dan progesteron.

4) Efek Oksitosin – Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi


otot uterus sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan
berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi
situs atau tempat implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan.

a) Perubahan Pada Pembuluh Darah Uterus


Kehamilan yang sukses membutuhkan peningkatan aliran darah uterus yang
cukup besar. Untuk menyuplainya , arteri dan vena di dalam uterus , terutama
plasenta , menjadi luar biasa membesar , begitu juga pembuluh darah ke, dan
dari uterus . Di dalam uterus , pembentukan pembuluh – pembuluh darah baru
juga menyebabkan peningkatan aliran darah yang bermakna. Setelah pelahiran
, kepiler pembuluh darah ekstra uterin berkurang sampai mencapai atau paling
tidak mendekati keadaan sebelum hamil. Pada masa nifas , di dalam uterus
pembuluh – pembuluh darah mengalami obliterasi akibat perubahan hialin ,
dan pembuluh – pembuluh yang lebih kecil menggantikannya . Resorpsi
residu hialin dilakukan melalui suatu proses yang menyerupai proses pada
ovarium setelah ovulasi dan pembentukan korpus luteum . Namun , sisa – sisa
dalam jumlah kecil dapat bertahan selama bertahun – tahun.
b) Perubahan Pada Serviks dan Segmen Bawah Uterus
Tepi luar serviks, yang berhubungan dengan os eksternum, biasanya
mengalami laserasi terutama di bagian lateral. Ostium serviks berkontraksi
perlahan, dan beberapa hari setelah bersalin ostium serviks hanya dapat
ditembus oleh dua jari. Pada akhir minggu pertama, ostium tersebut telah
menyempit. Karena ostium menyempit, serviks menebal dan anal kembali
terbentuk. Meskipun involusi telah selesai, os eksternum tidak dapat
sepenuhnya kembali ke keadaan seperti sebelum hamil. Os ini tetap agak
melebar, dan depresi bilateral pada lokasi laserasi menetap sebagai perubahan
yang permanen dan menjadi ciri khas serviks para. Harus diingat juga bahwa

5
epitel serviks menjalani pembentukan kembali dalam jumlah yang cukup
banyak sebagai akibat pelahiran bayi. Contohnya, Ahdoot dan rekan (1998)
menemukan bahwa sekitar 50 % wanita dengan sel skuamosa intraepithelial
tingkat tinggi mengalami regresi akibat persalinan pervaginam. Segmen
bawah uterus yang mengalami penipisan cukup bermakna akan berkontraksi
dan tertarik kembali, tapi tidak sekuat pada korpus uteri. Dalam waktu
beberapa minggu, segmen bawah telah mengalami perubahan dari sebuah
struktur yang tampak jelas dan cukup besar untuk menampung hampir seluruh
kepala janin, menjadi isthmus uteri yang hampir tak terlihat dan terletak di
antara korpus uteri diatasnya dan os internum serviks di bawahnya.
Uterus, yang pada waktu hamil penuh beratnya 11 kali berat sebelum hamil,
berinvolusi menjadi kira-kira 500 g, 1 minggu setelah melahirkan dan 350 g,
2 minggu setelah melahirkan uterus berada di dalam panggul sejati lagi. Pada
minggu ke enam, beratnya sampai 60 g. Dan pada minggu ke-8, uterus
memiliki berat 30 g, yaitu sebesar uterus normal.
Peningkatan kadar estrogen dan progesteron bertanggung jawab untuk
prtumbuhan masif uterus selama masa hamil. Pertumbuhan uterus prenatal
tergantung pada hiperplasia, pningkatan jumlah sel-sel otot, dan hipertrofi,
pembesaran sel-sel yang sudah ada. Pada masa pascapartum penurunan kadar
hormon-homon ini menyebabkan terjadinya autolisis, perusakan secara
langsung jaringan hipertiroid yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang
terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah penyebab ukuran uterus sedikit
lebih besar setelah hamil.
Ukuran uterus pada masa nifas akan mengecil seperti sebelum hamil.
Perubahan-perubahan normal pada uterus selama postpartum adalah sebagai
berikut :

Involusi Uteri Tinggi Fundus Uteri Berat Uterus Diameter


Uterus

Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 gram 12,5 cm

6
7 hari (minggu 1) Pertengahan pusat dan 500 gram 7,5 cm
simpisis

14 hari (minggu 2) Tidak teraba 350 gram 5 cm

6 minggu Normal 60 gram 2,5 cm

b. Involusi Tempat Plasenta


Uterus pada bekas implantasi plasenta merupakan luka yang kasar dan menonjol
ke dalam kavum uteri. Segera setelah plasenta lahir, dengan cepat luka mengecil,
pada akhir minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm.
Penyembuhan luka bekas plasenta khas sekali. Pada permulaan nifas bekas
plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh
thrombus. Luka bekas plasenta tidak meninggalkan parut. Hal ini disebabkan
karena diikuti pertumbuhan endometrium baru di bawah permukaan luka.
Regenerasi endometrium terjadi di tempat implantasi plasenta selama sekitar 6
minggu. Pertumbuhan kelenjar endometrium ini berlangsung di dalam decidua
basalis. Pertumbuhan kelenjar ini mengikis pembuluh darah yang membeku pada
tempat implantasi plasenta hingga terkelupas dan tak dipakai lagi pada
pembuangan lokia.
Menurut Williams (1931), ekstruksi lengkap tempat melekatnya plasenta perlu
waktu sampai 6 minggu. Proses ini mempunyai kepentingan klinis yang besar,
karena bila proses ini terganggu, dapat terjadi perdarahan nifas awitan lambat.
Segera setelah pelahiran, tempat melekatnya plasenta kira – kira berukuran
sebesar telapak tangan, tetapi dengan cepat ukurannya mengecil . Pada akhir
minggu kedua, diameternya hanya 3 cm sampai 4 cm. Dalam waktu beberapa jam
setelah pelahiran, tempat melekatnya plasenta biasanya terdiri atas banyak
pembuluh darah yang mengalami thrombosis yang selanjutnya mengalami
organisasi thrombus secara khusus. Williams ( 1931 ) menjelaskan involusi
tempat melekatnya plasenta sebagai berikut :

7
Involusi tidak dipengaruhi oleh absorpsi insitu, namun oleh suatu proses
eksofilasi yang sebagian besar ditimbulkan oleh berkurangnya tempat implantasi
plasenta akibat pertumbuhan jaringan endometrium. Hal ini sebagian dipengaruhi
oleh perluasan dan pertumbuhan endometrium ke bawah dari tepi-tepi melekatnya
plasenta dan sebagian oleh perkembangan jaringan endometrium dari kelenjar dan
stroma yang tertinggal di bagian dalam desidua basalis setelah pelepasan plasenta.
Proses eksfoliasi semacam itu dianggap sebagai suatu ketetapan yang bijaksana;
sebaliknya kesulitan besar akan dialami dalam penyelapan arteri yang mengalami
obliterasi dan thrombus yang mengalami organisasi, yang bila menetap in situ,
akan segera mengubah banyak bagian mukosa uterus dan miometrium di
bawahnya menjadi suatu massa jaringan perut.
Anderson dan Davis (1968), menyimpulkan bahwa eksfoliasi tempat melekatnya
plasenta berlangsung sebagai akibat pengelupasan jaringan superficial yang
mengalami infark dan nekrotik yang diikuti oleh suatu proses perbaikan.
c. Perubahan Ligamen
Setelah bayi lahir, ligamen dan diafragma pelvis fasia yang meregang sewaktu
kehamilan dan saat melahirkan, kembali seperti sedia kala. Perubahan ligamen
yang dapat terjadi pasca melahirkan antara lain: ligamentum rotundum menjadi
kendor yang mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi; ligamen, fasia,
jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak kendor.
d. Perubahan pada Serviks
Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendor, terkulai dan
berbentuk seperti corong. Hal ini disebabkan korpus uteri berkontraksi, sedangkan
serviks tidak berkontraksi, sehingga perbatasan antara korpus dan serviks uteri
berbentuk cincin. Warna serviks merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh
darah. Segera setelah bayi dilahirkan, tangan pemeriksa masih dapat dimasukan
2–3 jari dan setelah 1 minggu hanya 1 jari saja yang dapat masuk. Oleh karena
hiperpalpasi dan retraksi serviks, robekan serviks dapat sembuh. Namun
demikian, selesai involusi, ostium eksternum tidak sama waktu sebelum hamil.
Pada umumnya ostium eksternum lebih besar, tetap ada retak-retak dan robekan-
robekan pada pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya. Delapan belas jam

8
pasca partum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan
kembali ke bentuk semula. Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap
edematosa, tipis dan rapuh selama beberapa hari setelah ibu melahirkan.
Ektoserviks ( bagian serviks yang menonjol ke vagina ) terlihat memar dan ada
sedikit laserasi kecil – kondisi yang optimal untuk perkembangan infeksi. Muara
serviks, yang berdilatasi 10 cm seewaktu melahirkan, menutup secara bertahap. 2
jari mungkin masih dapat dimasukkan kedalam muara serviks pada hari ke 4
sampai ke-6 pasca partum, tetapi hanya tangkai kuret terkecil yang dapat
dimasukkan pada akhir minggu ke-2. Muara serviks eksterna tidak akan
berbentuk lingkaran seperti sebelum melahirkan, tetapi terlihat memanjang seperti
suatu celah, sering disebut seperti mulut ikan. Laktasi menunda produksi estrogen
yang mempengaruhi mucus dan mukosa.
e. Lokia
Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi situs plasenta akan
menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan.
Percampuran antara darah dan desidua inilah yang dinamakan lokia. Lokia adalah
ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa/alkalis yang
membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada
pada vagina normal. Lokia mempunyai bau yang amis (anyir) meskipun tidak
terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Lokia
mengalami perubahan karena proses involusi. Pengeluaran lokia dapat dibagi
menjadi lokia rubra, sanguilenta, serosa dan alba. Perbedaan masing-masing lokia
dapat dilihat sebagai berikut:

9
Lokia Waktu Warna Ciri-ciri

Rubra 1-3 hari Merah kehitaman Terdiri dari sel desidua, verniks
caseosa, rambut lanugo, sisa
mekoneum dan sisa darah

Sanguilenta 3-7 hari Putih bercampur Sisa darah bercampur lender


merah

Serosa 7-14 hari Kekuningan/ Lebih sedikit darah dan lebih


kecoklatan banyak serum, juga terdiri dari
leukosit dan robekan laserasi
plasenta

Alba >14 hari Putih Mengandung leukosit, selaput


lendir serviks dan serabut jaringan
yang mati.

Umumnya jumlah lochia lebih sedikit bila wanita postpartum dalam posisi berbaring dari
pada berdiri. Hal ini terjadi akibat pembuangan bersatu di vagina bagian atas saat wanita dalam
posisi berbaring dan kemudian akan mengalir keluar saat berdiri. Total jumlah rata-rata
pengeluaran lokia sekitar 240 hingga 270 ml.

Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir sering kali lokia, mula-mula berwarna
merah, kemudian berubah menjadi merah tua atau merah coklat. Rabas ini dapat
mengandung bekuan darah kecil. Selama dua jam pertama setelah lahir, jumlah
cairan yang keluar dari uterus tidak boleh lebih dari jumlah maksimal yang keluar
selama menstruasi. Setelah waktu tersebut, aliran yang keluar harus semakin
berkurang.

Lokia rubra terutama mengandung darah. Aliran menyembur, menjadi merah muda
atau coklat setelah 3 sampai 4 hari (lokia serosa). Lokia serosa terdiri dari darah
lama (old blood), serum, leukosit, dan debris jaringan. sekitar 10 hari setelah bayi
lahir, warna cairan ini menjadi kuning sampai putih (lokia alba). Lokia alba

10
mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mucus, serum, dan bakteri. Lokia alba
bisa bertahan selama 2 sampai 6 minggu setelah bayi lahir.

Pengkajian jumlah aliran lokia berdasarkan observasi tampon perineum sulit


dilakukan. Jacobson (1985) menganjurkan suatu metode untuk memperkirakan
kehilangan darah pasca partum secara subyektif dengan mengkaji jumlah cairan
yang menodai tampon perineum. cara mengukur lokia yang obyektif ialah dengann
menimbang tampon perineum sebelum dipakai dan setelah dilepas. Setiap
peningkatan berat sebesar 1 gram setara dengan 1 ml darah. seluruh perkiraan
cairan lokia tidak akurat bila factor waktu tidak dipertimbangkan. Seorang wanita
yang mengganti satu tampon perineum dalam waktu 1 jam atau kurang
mengeluarkan lebih banyak darah daripada wanita yang mengganti tampon setelah
8 jam.

Apabila wanita mendapat pengobatan oksitosin, tanpa memandang cara


pemberiannya, lokia yang mengalir biasanya sedikit sampai efek obat hilang.
setelah operasi sesaria, jumlah lokia yang keluar biasanya lebih sedikit. Cairan
lokia biasanya meningkat, jika klien melakukan ambulasi dan menyusui. Setelah
berbaring di tempat tidur selama kurun waktu yang lama, wanita dapat
mengeluarkan semburan darah saat ia berdiri, tetapi hal ini tidak sama dengan
perdarahan.

Lokia rubra yang menetap pada wal periode pascapartum menunjukkan perdarah
berlanjut sebagai akibat fragmen plasenta atau membrane yang tertinggal.
Terjadinya perdarahan ulang setelah hari ke – 10 pasca partum menandakan adanya
perdarahan pada bekas tempat plasenta yang mulai memulih. Namun, setelah 3
sampai 4 minggu, perdarahan mungkin disebabkan oleh infeksi atau sub involusi.
Lokia serosa atau lokia alba yang berlajut bisa menandakan endometritis, terutama
jika disertai demam, rasa sakit, atau nyeri tekan pada abdomen yang dihubungkan
dengan pengeluaran cairan. Bau lokia menyerupai bau cairan menstruasi, bau yang
tidak sedap biasanya menandakan infeksi. Perlu diingat bahwa tidak semua
perdarahan pervaginam pascapartum lain ialah laserasi vagina atau serviks yang
tidak diperbaiki dan perdarahan bukan lokia.

11
LOKIA BUKAN LOKIA

Lokia biasanya menetes dari muara Apabila rabas darah menyembur dari
vagina. Aliran darah tetap keluar dalam vagina, kemungkinan terdapat
jumlah yang lebih besar saat uterus robekan pada serviks, atau vagina
berkontraksi. selain dari lokia yang normal

Semburan lokia dapat terjadi akibat Apabila jumlah darah berlebihan dan
masasse pada uterus. Apabila lokia berwarna merah terang, suatu
berwarna gelap, maka lokia sebelumnya robekan dapat merupakan penyebab.
terkumpul di dalam vagina yang relaksasi
dan jumlahnya segera berkurang menjadi
tetesan lokia berwarna merah terang
(pada puerpurium dini).

2. Perubahan Pada Vulva, Vagina dan Perineum


Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan,
setelah beberapa hari persalinan kedua organ ini kembali dalam keadaan kendor.
Rugae timbul kembali pada minggu ke tiga. Himen tampak sebagai tonjolan kecil dan
dalam proses pembentukan berubah menjadi karankulae mitiformis yang khas bagi
wanita multipara. Ukuran vagina akan selalu lebih besar dibandingkan keadaan saat
sebelum persalinan pertama. Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi pada
saat perineum mengalami robekan. Robekan jalan lahir dapat terjadi secara spontan
ataupun dilakukan episiotomi dengan indikasi tertentu. Meskipun demikian, latihan
otot perineum dapat mengembalikan tonus tersebut dan dapat mengencangkan vagina
hingga tingkat tertentu. Hal ini dapat dilakukan pada akhir puerperium dengan latihan
harian.
Estrogen pasca partum yang menurun berperan dalam penipisan mukosa vagina dan
hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap
ke ukuran sebelum hamil, 6 sampai 8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali
terlihat pada sekitar minggu ke empat, walaupun tidak akan semenonjol pada wanita
nulipara. Pada umumnya rugae akan memipih secara permanen. Mukosa tetap etrofik
pada wanita menyusui sekurang–kurangnya sampai menstruasi dimulai kembali.

12
Penebalan mukosa vagina terjadi seiring pemulihan fungsi ovarium. Kekurangan
estrogen menyebabkan penurunan jumlah pelumas vagina dan penipisan mukosa
vagina. kekeringan local dan rasa tidak nyaman saat koitus ( dispereunia ) menetap
sampai fungsi ovarium kembali normal dan menstruasi dimulai lagi. Biasanya wanita
dianjurkan menggunakan pelumas larut saat melakukan hubungan seksual untuk
mengurangi nyeri. Pada awalnya, introitus mengalami eritematosa dan edematosa,
terutama pada daerah episiotomi atau jahitan laserasi. Perbaikan yang cermat,
pencegahan, atau pengobatan dini hematoma dan hygiene yang baik selama dua
minggu pertama setelah melahirkan biasanya membuat introitus dengan mudah
dibedakan dengan introitus pada wanita nulipara.
Pada umumnya episiotomy hanya mungkin dilakukan bila wanita berbaring miring
dengan bokong diangkat atau ditempatkan pada posisi litotomi. Penerangan yang baik
diperlukan supaya episiotomy dapat terlihat jelas. Proses penyembuhan luka
episiotomy sama dengan luka operasi lain. Tanda – tanda infeki (nyeri, panas, merah,
bengkak atau rabas) atau tepian insisi tidak saling mendekat bisa terjadi.
Penyembuhan harus berlangsung dalam 2 sampai 3 minggu. Hemoroid (varises anus)
umumnya terlihat. Wanita sering mengalami gejala terkait, seperti rasa gatal, tidak
nyaman, dan perdarahan berwarna merah terang pada waktu defecator. Ukuran
hemoroid biasanya mengecil beberapa minggu setelah bayi lahir.

B. Perubahan Sistem Pencernaan


1. Perubahan Fisiologis pada Sistem Pencernaan
Sistem gastrointestinal selama kehamilan dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya
tingginya kadar progesteron yang dapat mengganggu keseimbangan cairan tubuh,
meningkatkan kolestrol darah, dan melambatkan kontraksi otot-otot polos. Pasca
melahirkan, kadar progesteron juga mulai menurun. Namun demikian, faal usus
memerlukan waktu 3-4 hari untuk kembali normal. Sekresi saliva menjadi lebih
menekan diagfragma, lambung dan intestin.
Pada bulan-bulan awal masa kehamilan, sepertiga dari wanita mengalami mual dan
muntah. Sebagai mana kehamilan berlanjut, penurunan asam lambung, melambatkan
pengosongan lambung dan menyebabkan kembung. Menurunnya gerakan peristaltic
tidak saja menyebabkan mual tetapi juga konstipasi, karena lebih banyak feses

13
terdapat dalam usus, lebih banyak air diserap maka semakin keras. Konstipasi juga
disebabkan oleh tekanan uterus pada usus bagian bawah pada awal masa kehamilan
dan kembali pada akhir masa kehamilan.
Gigi berlubang terjadi lebih mudah pada saliva yang bersifat asam selama masa
kehamilan dan membutuhkan perawatan yang baik untuk mencegah karies gigi. Pada
bulan-bulan terakhir, nyeri ulu hati dan regurgitasi (pencernaan asam) merupakan
ketidaknyamanan yang disebabkan tekanan keatas dari pembesaran uterus.
Pembesaran pembuluh darah rectum (hemoroid). Pada persalinan rectum dan otot-
otot yang menberikan sokongan sangat teregang. Beberapa hal yang berkaitan dengan
perubahan pada sistem pencernaan, antara lain:
a. Nafsu Makan
Pasca melahirkan, biasanya ibu merasa lapar sehingga diperbolehkan untuk
mengkonsumsi makanan. Pemulihan nafsu makan diperlukan waktu 3 – 4 hari
sebelum faal usus kembali normal. Meskipun kadar progesteron menurun setelah
melahirkan, asupan makanan juga mengalami penurunan selama satu atau dua
hari.
Wanita mungkin kelaparan dan mulai makan satu atau dua jam setelah
melahirkan. Kecuali ada komplikasi kelahiran, tidak ada alasan untuk menunda
pemberian makan pada wanita pasca partum yang sehat lebih lama dari waktu
yang dibutuhkan untuk melakukan pengkajian awal.
b. Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama
waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anastesia bisa
memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal.
c. Pengosongan Usus
Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini disebabkan tonus otot
usus menurun selama proses persalinan dan awal masa pascapartum, diare
sebelum persalinan, kurang makan, dehidrasi, hemoroid ataupun laserasi jalan
lahir. Sistem pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu untuk kembali
normal. Beberapa cara agar ibu dapat buang air besar kembali teratur, antara lain:
1) Pemberian diet / makanan yang mengandung serat.

14
2) Pemberian cairan yang cukup.
3) Pengetahuan tentang pola eliminasi pasca melahirkan.
4) Pengetahuan tentang perawatan luka jalan lahir.
5) Bila usaha di atas tidak berhasil dapat pemberian huknah atau obat yang lain.
d. Konstipasi
Konstipasi mungkin menjadi masalah pada puerperium awal karena kurangnya
makanan padat selama persalinan dan karena wanita menahan defekasi. Wanita
mungkin menahan defekasi karena perineumnya mengalami perlukaan atau
karena ia kurang pengetahuan dan takut akan merobek atau merusak jahitan jika
ia melakukan defekasi. Jika penderita hari ketiga belum juga buang air besar,
maka diberi obat pencahar, baik peroral atau pun supositoria.
2. Kebutuhan Cairan dan Nutrisi
a. Cairan
Fungsi cairan sebagai pelarut zat gizi dalam proses metabolisme tubuh. Minum
cairan yang cukup untuk membuat tubuh ibu tidak dehidrasi. Konsumsi cairan
sebanyak 8 gelas per hari. Minum sedikitnya 3 liter tiap hari. Kebutuhan akan
cairan diperoleh dari air putih, sari buah, susu dan sup.
b. Perubahan Nutrisi
Kebutuhan nutrisi pada masa nifas meningkat 25% yaitu untuk produksi ASI dan
memenuhi kebutuhan cairan yang meningkat tiga kali dari biasanya. Dari
pendahuluan ibu masa nifas dahulu didapatkan 12 dari 14 ibu nifas yang belum
mengetahui kebutuhan nutrisi masa nifas yaitu masih adanya pantangan makanan
seperti telur dan ikan laut. Maka perlu dilakukan pengarahan tentang pengetahuan
kebutuhan pada masa nifas karena akan berpengaruh penting tentang proses
penyembuhan serta perkembangan bayinya. Salah satu keberhasilan ibu menyusui
sangat ditentukan oleh pola makan, baik di masa hamil maupun setelah
melahirkan. Agar ASI ibu terjamin kualitas maupun kuantitasnya, makanan
bergizi tinggi dan seimbang perlu dikonsumsi setiap harinya. Artinya, ibu harus
menambah konsumsi karbohidrat, lemak, vitamin, mineral dan air dalam jumlah
yang sesuai dengan kebutuhan tubuh selama menyusui. Bila kebutuhan ini tidak

15
terpenuhi, selain mutu ASI dan kesehatan ibu terganggu, juga akan
mempengaruhi jangka waktu ibu dalam memproduksi ASI (Anonim, 2010).
Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa ibu dengan gizi yang baik, umumnya
mampu menyusui bayinya selama minimal 6 bulan. Sebaliknya pada ibu yang
gizinya kurang baik, biasanya tidak mampu menyusui bayinya dalam jangka
waktu selama itu, bahkan tak jarang air susunya tidak keluar. Mengingat
pentingnya ASI pada tumbuh kembang bayi di masa awal kehidupannya, ada
baiknya bila ibu mengupayakan agar ASI yang bermutu baik dapat diberikan pada
bayi seoptimal mungkin (Anonim, 2010). Perubahan kebutuhan makanan bagi ibu
nifas lebih banyak daripada makanan Ibu hamil. Kegunaan makanan tersebut
adalah :
1) Memulihkan kondisi fisik setelah melahirkan.
2) Meningkatkan Produksi ASI (Air Susu Ibu) yang cukup dan sehat untuk bayi.
3. Nutrisi yang Diperlukan
a. Kalori
Kebutuhan tambahan kalori pada masa menyusui sekitar 800 kalori. Wanita
dewasa memerlukan 1800-2000 kalori per hari. Sebaiknya ibu nifas jangan
mengurangi kebutuhan kalori, karena akan mengganggu proses metabolisme
tubuh dan menyebabkan ASI rusak.
b. Protein
Kebutuhan protein yang dibutuhkan adalah 3 porsi per hari. protein yang
dibutuhkan dapat diperoleh dari tiga gelas susu, dua butir telur, lima putih telur,
keju, 1 gelas yoghurt, ikan/daging, 1 porsi tahu atau 5-6 sendok selai kacang.
c. Kalsium dan vitamin D
Kalsium dan vitamin D berguna untuk pembentukan tulang dan gigi. Kebutuhan
kalsium dan vitamin D didapat dari minum susu rendah kalori atau berjemur di
pagi hari. Konsumsi kalsium pada masa menyusui meningkat menjadi 5 porsi per
hari. Dapat diperoleh dengan mengkonsumsi keju, ikan salmon, dan ikan sarden.
d. Magnesium

16
Magnesium dibutuhkan sel tubuh untuk membantu gerak otot, fungsi syaraf dan
memperkuat tulang. Kebutuhan megnesium didapat pada gandum dan kacang-
kacangan.
e. Sayuran hijau dan buah
Kebutuhan yang diperlukan sedikitnya tiga porsi sehari. satu porsi setara dengan
mengkonsumsi buah semangka, buah mangga, sayur brokoli, wortel, tomat,bayam
dan lainnya
f. Karbohidrat kompleks
Selama menyusui, kebutuhan karbohidrat kompleks diperlukan untuk
memperbaiki energi dan proses penyembuhan. dalam hal ini perlu mengkonsumsi
nasi dan jagung.
g. Garam
Selama periode nifas, hindari konsumsi garam berlebihan. Hindari makanan asin
seperti kacang asin, keripik kentang atau acar.
h. Vitamin
Kebutuhan vitamin selama menyusui sangat dibutuhkan. Vitamin yang diperlukan
antara lain:
1) Kapsul / suplemen vitamin A (200.000 unit).
2) Vitamin A yang berguna bagi kesehatan kulit, kelenjar serta mata. Vitamin A
terdapat dalam telur, hati dan keju.
3) Vitamin B6 membantu penyerapan protein dan meningkatkan fungsi syaraf.
Vitamin B6 dapat ditemui di daging, hati, padi-padian, kacang polong dan
kentang.
4) Vitamin E berfungsi sebagai antioksidan, meningkatkan stamina dan daya
tahan tubuh. Terdapat dalam makanan berserat, kacang-kacangan, minyak
nabati dan gandum.
i. Zinc (Seng)
Berfungsi untuk kekebalan tubuh, penyembuhan luka dan pertumbuhan.
Kebutuhan Zinc didapat dalam daging, telur dan gandum. Enzim dalam
pencernaan dan metabolisme memerlukan seng. Sumber zinc terdapat pada
seafood, hati dan daging.

17
j. DHA
DHA penting untuk perkembangan daya lihat dan mental bayi. Asupan DHA
berpengaruh langsung pada kandungan dalam ASI. Sumber DHA ada pada telur,
otak, hati dan ikan.
4. Contoh Menu untuk Ibu nifas
a. Makan pagi
Nasi, urap, sayur, ikan bandeng goreng, kudapan (donat dan yoghurt)
b. Makan siang
Nasi, ayam goreng, rempeyek, rebon, sayur, buah jeruk, kudapan (kolak pisang.
c. Makan malam
Nasi, semur daging, pepes tahu, capcay, buah pepaya kudapan (ubi merah goreng)
5. Pengolahan Makanan Ibu Nifas yang Benar
Proses pengolahan dan penyimpanan bisa membuat gizi pada bahan makanan hilang
atau rusak. Karena itu, perlakukan bahann makanan sebaik mungkin, jangan asal
memasukkannya ke lemari pendingin. Cara mengolah makanan berpengaruh terhadap
kualitas nutrisinya. Secara umum, semakin sedikit pemrosesan, makin baik.
Setelah pemilihan bahan makanan yang tepat, masih ada beberapa kiat untuk
menghindari makanan yang ada untuk dikunjungi bakteri dan kuman selama
pengolahan makanan berlangsung.
Pisahkanlah bahan makanan mentah berupa daging ternak, unggas serta ikan dari
bahan makanan lain. Simpan bahan-bahan makanan di dalam wadah tertutup rapat.
Hal ini bertujuan untuk menghindari kontak kontak bahan makanan mentah dengan
makanan jadi dan yang telah dimasak.
Pada saat proses pengolahan makanan, gunakanlah alat masak yang berbeda setiap
kali mempersiapkan bahan mentah. Seperti halnya alat potong dan papan alas.
Begitupun air yang digunakan untuk melumuri daging mentah tidak boleh digunakan
untuk bahan makanan yang telah siap untuk dikonsumsi.
Untuk mempersiapkan makanan yang berkuah, pastikan air kuah termasak hingga
mendidih mencapai suhu 70°C. Pada khususnya pengolahan masak daging ternak dan
unggas, pastikan kaldu termasak berwarna jernih dan tidak lagi merah muda.

18
Jangan tinggalkan makanan yang telah dimasak pada temperatur kamar lebih dari 2
jam. Masukkan segera makanan yang telah dimasak ataupun makanan yang mudah
rusak ke dalam lemari pendingin.

C. Sistem Perkemihan Pada Masa Nifas


Sistem perkemihan atau sistem urinaria adalah suatu sistem tempat terjadinya proses
penyaringan darah sehingga dara bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh
dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang dipergunakan
oleh tubuh larutan dalam air dan dikeluarkan berupa urine (air kemih).
 Ginjal, yang mengeluarkan sekret urine.

 Ureter, yang menyalurkan urine dari ginjal ke kandung kencing.

 Kandung kencing, yang bekerja sebagai penampung.

 Uretra, yang menyalurkan urine dari kandung kencing

1. Perubahan Sistem Perkemihan Pada Masa Nifas


Sebagian besar ibu nifas apalagi ibu yang melahirkan dengan cara dioperasi takut
buang air karena mengkhawatirkan nyeri yang akan dia rasakan pada saat buang air
kacil. Hendaknya buang air kecil dapat dilakukan sendiri secepatnya.Buang air kecil
sering sulit selama 24 jam pertama.kemungkinan terdapat spasine sfingter dan edema
leher buli-buli sesudah bagian ini mengalami kompresi antara kepala janin dan tulang
pubis selama persalinan.
Pasca persalianan ada suatu peningkatan kapasitas kandung kemih, pembengkakan
dan trauma jaringan sekitar uretra yang terjadi selama proses melahirkan. Ini terjadi
akibat kelahiran dan efek konduksi anestesi yang menghambat fungsi neural pada
kandung kemih.Distensi yang berlebihan pada kandung kemih dapat mengakibatkan
perdarahan dan kerusakan lebih lanjut. Pengosongan kandung kemih harus
diperhatikan. Kandung kemih biasanya akan pulih dalam waktu 5-7 hari pasca
melahirkan sedangkan saluran kemih normal dalam waktu 2-8 minggu tergantung
pada keadaan atau status sebelum persalinan, lamanya kala II yang dilalui, dan
besarnya tekanan kepala janin.

19
Dinding kandung kencing memperlihatkan odem dan hypertemia. Kadang-kadang
odema trigonum, menimbulkan abstraksi dari uretra sehingga terjadi retensio urine.
Kandung kencing dalam puerperium kurang sensitif dan kapasitasnya bertambah,
sehingga kandung kencing penuh atau sesudah kencing masih tertinggal urine
residual (normal + 15 cc). Sisa urine dan trauma pada kandung kencing waktu
persalinan memudahkan terjadinya infeksi.
Dilatasi ureter dan pyolum normal dalam waktu 2 minggu. Urine biasanya berlebihan
(poliurie) antara hari kedua dan kelima, hal ini disebabkan karena kelebihan cairan
sebagai akibat retensi air dalam kehamilan dan sekarang dikeluarkan. Kadang-kadang
hematuri akibat proses katalitik involusi. Acetonurie terutama setelah partus yang
sulit dan lama yang disebabkan pemecahan karbohidrat yang banyak, karena kegiatan
otot-otot rahim dan karena kelaparan. Proteinurine akibat dari autolisis sel-sel otot.
Pada masa hamil, perubahan hormonal yaitu kadar steroid tinggi yang berperan
meningkatkan fungsi ginjal. Begitu sebaliknya, pada pasca melahirkan kadar steroid
menurun sehingga menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Fungsi ginjal kembali
normal dalam waktu satu bulan setelah wanita melahirkan. Urin dalam jumlah yang
besar akan dihasilkan dalam waktu 12 – 36 jam sesudah melahirkan. Setelah plasenta
dilahirkan, kadar hormon estrogen yang bersifat menahan air akan memgalami
penurunan yang mencolok. Keadaan ini menyebabkan diuresis. Ureter yang
berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu. Hal yang berkaitan dengan
fungsi sistem perkemihan, antara lain:
a. Hemostatis internal
Tubuh, terdiri dari air dan unsur-unsur yang larut di dalamnya, dan 70% dari
cairan tubuh terletak di dalam sel-sel, yang disebut dengan cairan intraselular.
Cairan ekstraselular terbagi dalam plasma darah, dan langsung diberikan untuk
sel-sel yang disebut cairan interstisial. Beberapa hal yang berkaitan dengan cairan
tubuh antara lain edema dan dehidrasi. Edema adalah tertimbunnya cairan dalam
jaringan akibat gangguan keseimbangan cairan dalam tubuh. Dehidrasi adalah
kekurangan cairan atau volume air yang terjadi pada tubuh karena pengeluaran
berlebihan dan tidak diganti.
b. Keseimbangan asam basa tubuh

20
Keasaman dalam tubuh disebut PH. Batas normal PH cairan tubuh adalah 7,35-
7,40. Bila PH lebih dari 7,4 disebut alkalosis dan jika PH kurang dari 7,35 disebut
asidosis.

D. Perubahan Sistem Muskuloskeletal/ Diastasis Rectie Abdomiris


Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu yang terjadi selama masa hamil berlangsung secara
terbalik pada masa pascapartum. Adaptasi ini mencakup hal-hal yang membantu relaksasi
dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat gravitasi ibu akibat pembesaran rahim.
Stabilisasi sendi lengkap pada minggu ke-6 sampai minggu ke-8 setelah wanita
melahirkan. Akan tetapi, walaupun semua sendi lain kembali normal sebelum hamil, kaki
wanita tidak mengalami perubahan setelah melahirkan.
1. Dinding perut dan Peritoneum
Setelah persalinan, dinding perut longgar karena direnggang begitu lama, tetapi
biasanya pulih kembali dalam 6 minggu. Hari pertama abdomen mononjol masih
seperti masih seperti mengandung 2 minggu menjadi rilex, 6 minggu kembali seperti
sebelum hamil. Kadang-kadang pada wanita terjadi diastasis dari otot-otot rectus
abdominis sehingga sebagian dari dinding perut di garis tengah hanya terdiri dari
peritoneum, fascia tipis dan kulit. Tempat yang lemah ini menonjol kalau berdiri atau
mengejan. Bila kekuatan otot dinding perut tidak dicapai kembali, tidak ada kekuatan
otot yang menyokong kehamilan berikutnya, sulitnya penurunan bagian terendah
janin saat mengandung dan partus. Pengembalian tonus otot dengan latihan fisik dan
ambulasi dini, secara alami dengan menurunnya progesteron.
2. Diastasis Recti Abdominis

21
Pada sebagian perempuan, kehamilan dapat menyebabkan pemisahan perut (diastasis
recti), suatu kondisi dimana kedua sisi kanan dan kiri dari M. rektus abdominis “The
Six-Pack” otot-otot menyebar terpisah di garis tengah tubuh, linea alba. Pemisahan
terjadi karena tanggapan terhadap kekuatan rahim menekan dinding perut ketika
hamil dan hormon melunakkan jaringan ikat. Diastasis recti mengurangi integritas
dan kekuatan fungsional dinding perut serta dapat memperburuk nyeri punggung
bawah dan ketidakstabilan pelvis.

3. Kulit Abdomen

Kulit abdomen yang melebar selama masa kehamilan tampak melonggar dan
mengendur sampai berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan yang di namakan
strie. Melalui latihan postnatal, otot-otot dari dinding abdomen seharusnya dapat
normal kembali dalam beberapa minggu.
4. Striae

Striae pada dinding abdomen tidak dapat menghilang sempurna melainkan


membentuk garis lurus yang samar. Ibu postpartum memiliki tingkat diastasis

22
sehingga terjadi pemisahan muskulus rektus abdominishal tersebut dapat dilihat dari
pengkajian keadaan umum, aktivitas, paritas, jarak kehamilan yang dapat menentukan
berapa lama tonus otot kembali normal.
5. Perubahan Ligamen
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang sewaktu kehamilan
dan partus, setelah janin lahir, berangsur-angsur menciut kembali seperti sedia kala.
Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan letak uterus
menjadi retrofleksi. Tidak jarang pula wanita mengeluh “kandungannya turun”
setelah melahirkan oleh karena ligamen, fasia, jaringan penunjang alat genetalia
menjadi agak kendor.
6. Simfisis Pubis

Meskipun relatif jarang, tetapi simfisis pubis yang terpisah ini merupakan penyebab
utama morbiditas maternal dan kadang-kadang penyebab ketidakmampuan jangka
panjang. Hal ini biasanya di tandai oleh nyeri tekan signifikan pada pubis disertai
peningkatan nyeri saat bergerak di tempat tidur atau saat berjalan. Pemisahan simfisis
dapat di palpasi. Sering kali klien tidak mampu berjalan tanpa bantuan. Sementara
pada kebanyakan wanita gejala menghilang setelah beberapa minggu atau bulan, pada
beberapa wanita lain gejala dapat menetap sehingga diperlukan kursi roda.

E. Perubahan Sistem Endokrin


1. Hormon Plasenta
Selama periode pasca partum terjadi perubahan hormon yang besar. Pengeluaran
plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormon-hormon yang diproduksi oleh
plasenta. Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan. Penurunan
hormon Human Plasenta Lactogen(HPL), estrogen dan progesteron serta plasental

23
enzyme insulinase membalik efek diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula darah
menurun secara bermakna pada masa nifas. Ibu diabetik biasanya membutuhkan
insulin dalam jumlah yang jauh lebih kecil selama beberapa hari. Karena perubahan
hormon normal ini membuat masa nifas menjadi suatu periode transisi untuk
metebolisme karbohidrat, interpretasi tes toleransi glukosa lebih sulit pada saat ini.
Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan. Human Chorionic
Gonadotropin(HCG) menurun dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam
hingga hari ke-7 postpartum dan sebagai onzet pemenuhan mamae pada hari ke-3
postpartum.
2. Hormon Oksitosin
Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar bawah otak bagian belakang (posterior), bekerja
terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Selama tahap ketiga persalinan, oksitosin
berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi, sehingga
mencegah perdarahan. Pada wanita yang memilih menyusui bayinya, isapan sang
bayi merangsang keluarnya oksitosin lagi dan ini membantu uterus kembali ke bentuk
normal dan merangsang produksi ASI.
3. Hormon Prolaktin
Menurunnya kadar estrogen menimbulkan terangsangnya kelenjar pituitari bagian
belakang untuk mengeluarkan prolaktin. Prolaktin darah meningkat dengan cepat,
hormon ini berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu.
Pada wanita yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi dan pada permulaan
ada rangsangan folikel dalam ovarium yang ditekan. Pada wanita yang tidak
menyusui bayinya tingkat sirkulasi prolaktin menurun dalam waktu 2 minggu atau
14-21 hari setelah persalinan, sehingga merangsang kelenjar bawah depan otak yang
mengontrol ovarium ke arah permulaan pola produksi estrogen dan progesteron yang
normal, pertumbuhan folikel, ovulasi dan menstruasi.
4. Hipotalamik Pituitary Ovarium
Untuk wanita yang menyusui dan tidak menyusui akan mempengaruhi lamanya ia
mendapat menstruasi. Sering kali menstruasi pertama itu bersifat anovulasi yang
dikarenakan rendahnya kadar estrogen dan progesteron. Diantara wanita laktasi
sekitar 15% memperoleh menstruasi selama 6 minggu dan 45% setelah 12 minggu.

24
Diantara wanita yang tidak laktasi 40% menstruasi setelah 6 minggu, 65% setelah 12
minggu dan 90% setelah 24 minggu. Untuk wanita laktasi 80% menstruasi pertama
anovulasi dan untuk wanita yang tidak laktasi 50% siklus pertama anovulasi. 5.
Hormon Estrogen dan Progesteron Kadar estrogen menurun 10% dalam waktu sekitar
3 jam postpartum. Progesteron turun pada hari ketiga postpartum.
5. Hormon Estrogen dan Progesteron
Kadar estrogen menurun 10% dalam waktu sekitar 3 jam postpartum. Progesteron
turun pada hari ketiga postpartum.

F. Perubahan Tanda-Tanda Vital  

Tanda-tanda vital yang harus dikaji pada masa nifas adalah sebagai berikut:
a. Suhu
Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,20C. Sesudah partus dapat naik kurang
lebih 0,50C dari keadaan normal, namun tidak akan melebihi 80C. 24 jam post
partum suhu badan akan naik sedikit (37,50C-380C) sebagai akibat kerja keras waktu
melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan, apabila keadaan normal suhu badan
akan biasa lagi. Pada hari ketiga suhu badan akan naik lagi karena ada pembentukan
ASI, buah dada akan menjadi bengkak, berwarna merah karena banyaknya ASI. Bila
suhu tidak turun kemungkinan adanya infeksi pada endometrium, mastitis, traktus
urogenitalis atau sistem lain. Kita anggap nifas terganggu kalau ada demam lebih dari
38℃ pada dua hari berturut-turut pada 10 hari yang pertama post partum, kecuali hari
pertama dan suhu harus diambil sekurang-kurangnya 4x sehari.
b. Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali permenit. Sehabis melahirkan
biasanya denyut nadi itu akan lebih cepat. Setiap denyut nadi yang melebihi 100

25
adalah abnormal dan hal ini mungkin disebabkan oleh infeksi atau perdarahan
postpartum yang tertunda. Sebagai wanita mungkin saja memiliki apa yang disebut
bradikardi nifas (puerperal bradycardia). Hal ini terjadi segera setelah kelahiran dan
bisa berlanjut sampai beberapa jam setelah kelahiran anak. Wanita semacam ini bisa
memiliki angka denyut jantung serendah 40-50 detak per menit. Sudah banyak
alasan-alasan yang diberikan sebagai kemungkinan penyebab, tetapi belum satupun
yang sudah terbukti. bradycardia semacam itu bukanlah satu alamat atau indikasi
adanya penyakit, akan tetapi sebagai satu tanda keadaan kesehatan.
c. Pernapasan
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi.
Apabila suhu dan denyut nadi tidak normal pernafasan juga akan mengikutinya
kecuali ada gangguan khusus pada saluran pernafasan. Pernafasan akan sedikit
meningkat setelah partus kemudian kembali seperti keadaan semula. Bila ada
respirasi cepat postpartum(>30x/menit)mungkin karena adanya syok.
d. Tekanan Darah
Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah ibu
melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada postpartum dapat
menandakan terjadinya pre-eklamsi postpartum.

G. Sistem Kardiovaskuler
1. Perubahan Sistem Kardiovaskuler Masa Nifas
Pada masa nifas, terjadi perubahan hebat yang melibatkan jantung dan sirkulasi.
Perubahan terpenting pada fungsi jantung terjadi dalam 8 minggu pertama kehamilan.
(cuningham : 2009 : hal 24-25). Setelah terjadi diuresis yang mencolok akibat
penurunan kadar estrogen, volume darah kembali kepada keadaan tidak hamil.
Jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin kembali normal pada hari ke-5.
Meskipun kadar estrogen mengalami penurunan yang sangat besar selama masa nifas,
namun kadarnya masih lebih tinggi daripada normal. Plasma darah tidak begitu
mengandung cairan dan dengan demikian daya koagulasi meningkat. Pembekuan
darah harus dicegah dengan penanganan yang cermat dan penekanan pada ambulasi
dini (Helen farrer : 2001 : hal 227)

26
Sistem peredaran darah atau sistem kardiovaskular adalah suatu sistem organ yang
berfungsi memindahkan zat ke dan dari sel. Sistem ini juga menolong stabilisasi suhu
dan pH tubuh (bagian dari homeostasis). Organ-organ penyusun sistem
kardiovaskuler terdiri atas jantung sebagai alat pompa utama, pembuluh darah, serta
darah. Sistem kardiovaskuler yang sehat ditandai dengan proses sirkulasi yang
normal, apabila sirkulasi terhambat akibat keabnormalan dari organ-organ penyusun
sistem kardiovaskuler ini maka akan dapat menimbulkan berbagai penyakit bahkan
bisa mematikan.
Selama kehamilan volume darah normal digunakan untuk menampung aliran darah
yang meningkat, yang diperlukan oleh plasenta dan pembuluh darah uterin. Penarikan
kembali esterogen menyebabkan diuresis terjadi, yang secara cepat mengurangi
volume plasma kembali pada proporsi normal. Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam
pertama setelah kelahiran bayi. Selama masa ini ibu mengeluarkan banyak sekali
jumlah urin. Hilangnya progesteron membantu mengurangi retensi cairan yang
melekat dengan meningkatnya vaskuler pada jaringan tersebut selama kehamilan
bersama-sama dengan trauma selama persalinan.
Pada persalinan pervaginam kehilangan darah sekitar 300 – 400 cc. Bila kelahiran
melalui seksio sesarea, maka kehilangan darah dapat dua kali lipat. Perubahan terdiri
dari volume darah (blood volume) dan hematokrit (haemoconcentration). Bila
persalinan pervaginam, hematokrit akan naik dan pada seksio sesaria, hematokrit
cenderung stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu.
Setelah persalinan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu relatif akan
bertambah. Keadaan ini akan menimbulkan beban pada jantung, dapat menimbulkan
decompensation cordia pada penderita vitum cordia. Keadaan ini dapat diatasi dengan
mekanisme kompensasi dengan timbulnya haemokonsentrasi sehingga volume darah
kembali seperti sediakala, umumnya hal ini terjadi pada hari 3-5 postpartum.
Volume darah normal yang diperlukan plasenta dan pembuluh darah uterin,
meningkat selama kehamilan. Diuresis terjadi akibat adanya penurunan hormon
estrogen, yang dengan cepat mengurangi volume plasma menjadi normal kembali.

27
Meskipun kadar estrogen menurun selama nifas, namun kadarnya masih tetap tinggi
daripada normal. Plasma darah tidak banyak mengandung cairan sehingga daya
koagulasi meningkat. Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi.
Selama masa ini ibu mengeluarkan banyak sekali jumlah urin. Hilangnya progesteron
membantu mengurangi retensi cairan yang melekat dengan meningkatnya vaskuler
pada jaringan tersebut selama kehamilan bersama-sama dengan trauma selama
persalinan.
2. Macam-Macam Perubahan Sistem Kardiovaskuler Masa Nifas
a. Volume darah
Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor, misalnya kehilangan
darah selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran caira ekstravaskuler
(edema fisiologis). Kehilangan darah merupakan akibat penurunan volume darah
total yang cepat, tetapi terbatas. Setelah itu terjadi perpindahan normal cairan
tubuh yang menyebabkan volume darah menurun dengan lambat. Pada minggu ke
3 dan ke 4 setelah bayi lahir volume darah biasanya menurun sampai mencapai
volume darah sebelum hamil.
Pada persalinan pervaginam kehilangan darah sekitar 300-400 cc. bila kehiran
melalui seksio sesaria, maka kehilangan darah dapat dua kali lipat. Perubahan
terdiri dari volume darah dan hermatokrit (haemoconcentration). Bila perasalinan
pervaginan, hematokrit akan naik dan pada seksio sesaria, hemaktokrit cendrung
stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu. Tiga perubahan fisiologi
pascapartum yang melindungi wanita:
1) Hilangnya sirkulasi uteroplasenta yang mengurangi ukuran pembuluh darah
maternal 10% sampai 15%
2) Hilangnya fungsi endokrin plasenta yang menghilangkan stimulus vasolitasi
3) Terjadinya mobilisasi air ekstravaskuler yang disimpan selama wanita hamil
b. Curah Jantung
Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat sepanjang msa
hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadan ini meningkat bahkan lebih
tinggi selama 30 sampai 60 menit karena darah yang biasaya melintasi sikuir

28
uteroplasenta tiba-tiba kembali kesirkulasi umum. Nilai ini meningkat pada semua
jenis kelahiran.
Setelah terjadi diuresis yang mencolok akibat penurunan kadar estrogen, volume
darah kembali kepada keadaan tidak hamil. Jumlah sel darah merah dan
hemoglobin kembali normal pada hari ke-5.
Meskipun kadar estrogen mengalami penurunan yang sangat besar selama masa
nifas, namun kadarnya masih tetap lebih tinggi daripada normal. Plasma darah
tidak begitu mengandung cairan dan dengan demikian daya koagulasi meningkat.
Pembekuan darah harus dicegah dengan penanganan yang cermat dan penekanan
pada ambulasi dini.
Penarikan kembali esterogen menyebabkan diuresis terjadi, yang secara cepat
mengurangi volume plasma kembali pada proporsi normal. Aliran ini terjadi
dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selama masa ini ibu mengeluarkan
banyak sekali jumlah urin. Hilangnya progesteron membantu mengurangi retensi
cairan yang melekat dengan meningkatnya vaskuler pada jaringan tersebut selama
kehamilan bersama-sama dengan trauma selama persalinan.
Setelah persalinan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu relatif
akan bertambah. Keadaan ini akan menimbulkan beban pada jantung, dapat
menimbulkan decompensation cordia pada penderita vitum cordia. Keadaan ini
dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya haemokonsentrasi
sehingga volume darah kembali seperti sediakala, umumnya hal ini terjadi pada
hari 3-5 post partum.
c. Varises
Varises ditungkai dan disekitar anus (hemoroid) sering dijumpai pada wanita
hamil. Varises, bahkan varises vulva yang jarang dijumpai, dapat mengecil
dengan cepat setelah bayi lahir. Operasi varises tidak dipertimbangkan selama
masa hamil. Regresi total atau mendekati total diharapkan terjadi setelah
melahirkan.

29
H. Sistem Hematologi
1. Perubahan Fisiologis Masa Nifas Pada Sistem Hematologi
Hematologi adalah ilmu yang mempelajari tentang darah serta jaringan yang
membentuk darah. Darah merupakan bagian penting dari sistem transport. Darah
merupakan jaringan yang berbentuk cairan yang terdiri dari 2 bagian besar yaitu
plasma darah dan bagian korpuskuli.
Pada minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma serta faktor-
faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama post partum, kadar fibrinogen
dan plasma akan sedikit menurun tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan
viskositas sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah.
Leukositosis adalah meningkatnya jumlah sel-sel darah putih sebanyak 15.000 selama
persalinan. Jumlah leukosit akan tetap tinggi selama beberapa hari pertama masa post
partum. Jumlah sel darah putih akan tetap bisa naik lagi sampai 25.000 hingga 30.000
tanpa adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan lama.
Pada awal post partum, jumlah hemoglobin, hematokrit dan eritrosit sangat
bervariasi. Hal ini disebabkan volume darah, volume plasenta dan tingkat volume
darah yang berubah-ubah. Tingkatan ini dipengaruhi oleh status gizi dan hidarasi dari
wanita tersebut. Jika hematokrit pada hari pertama atau kedua lebih rendah dari titik 2
persen atau lebih tinggi daripada saat memasuki persalinan awal, maka pasien
dianggap telah kehilangan darah yang cukup banyak. Titik 2 persen kurang lebih
sama dengan kehilangan darah 500 ml darah.
Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan diasosiasikan dengan
peningkatan hematokrit dan hemoglobin pada hari ke 3-7 post partum dan akan
normaldalam 4-5 minggu postpartum. Jumlah kehilangan darah selama masa
persalinan kurang lebih 200-500 ml, minggu pertama post partum berkisar 500-800
ml dan selama sisa masa nifas berkisar 500 ml.
2. Perubahan Sistem Hematologi
Selama minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma serta faktor-
faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama postpartum, kadar fibrinogen
dan plasma akan sedikit menurun tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan
viskositas sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah. Leukositosis yang

30
meningkat dimana jumlah sel darah putih dapat mencapai 15000 selama persalinan
akan tetap tinggi dalam beberapa hari pertama dari masa postpartum. Jumlah sel
darah putih tersebut masih bisa naik lagi sampai 25000 atau 30000 tanpa adanya
kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan lama. Jumlah
hemoglobine, hematokrit dan erytrosyt akan sangat bervariasi pada awal-awal masa
postpartum sebagai akibat dari volume darah, volume plasenta dan tingkat volume
darah yang berubah-ubah. Semua tingkatan ini akan dipengaruhi oleh status gizi dan
hidrasi wanita tersebut.
Kira-kira selama kelahiran dan masa postpartum terjadi kehilangan darah sekitar 200-
500 ml. Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan diasosiasikan
dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobine pada hari ke 3-7 postpartum dan
akan kembali normal dalam 4-5 minggu postpartum.

31
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Masa nifas adalah masa Kembali pulih dari persalinan sampai alat-alat kandungan
Kembali seperti pra hamil, lama masa nifas 6-8minggu. Masa nifas dimulai dari sesudah
persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan
Kembali organ kandungan seperti sebelum hamil. Tedapat perubahan baik fisiologis
maupun psikologis pada ibu nifas diantaranya uterus, lochea, serviks, tanda-tanda vital
yaitu suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah, perubahan kardiovaskuler dll. Sementara
perubahan psikologis yang terjadi diantaramya taking in period, taking hold period,
letting go period dll. Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya perdarahan, Infeksi, Sub
involusi, plasenta restan dll. Hal tersebut normal dan dapat dialami setiap ibu nifas.

32
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati.2008.Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia

Dessy, T., dkk.2009.Perubahan Fisiologi Masa Nifas. Akademi Kebidanan Mamba’ul ‘Ulum
Surakarta.

Masito, S.2013.Keperawatan Obstetri dan Ginekologi. Yogyakarta: Imperium.

Mbarwati.2008.Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia. (hlm: 73-80).

Nugroho, DKK.2019.Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas (Askeb 3). Yogyakarta: Nuha Medika.

Retna Ambarwati; Diah Wulandari.2009.Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendika


Press.

Saleha, 2009.Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika (hlm: 53-57).

Suherni, 2007.Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya. (hlm: 77-79).

Walyani, E; Purwoastuti, E.2015.Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan Menyusui. Yogyakarta:


Pustakabarupress

33

Anda mungkin juga menyukai