Anda di halaman 1dari 22

KEPERAWATAN JIWA II

MENGENAL PERILAKU KEKERASAN YANG BIASA DILAKUKAN

Di susun oleh kelompok II :

 Evelin V. Saweri
 Luziana E. F. Maniagasi
 Maria Deda
 Muh. Zainul Wafa
 Monaliza Herianti Kende
 Rahmanita M. S. O. Termas
 Tiara M. F. Gadi

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

FAKULTAS KEDOKTERAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan
pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan makalah Keperawatan Jiwa II berjudul Mengenal Perilaku Kekerasan Yang Biasa
Dilakukan tepat waktu.

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas dari Bapak Moh. Rhomandoni, S.Kep.,Ns.,
M.Kes pada mata kuliah Keperawatan Jiwa II di Program Studi Ilmu Keperawatan, Universitas
Cenderawasih. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi
pembaca tentang Perilaku Kekerasan.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Moh. Rhomandoni,


S.Kep.,Ns., M.Kes selaku dosen mata kuliah Keperawatan Jiwa II. Tugas yang telah diberikan
ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis
juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan
makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Jayapura, 14 Oktober 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................................4
I. LATAR BELAKANG.........................................................................................................................4
II. RUMUSAN MASALAH.....................................................................................................................5
III. TUJUAN.............................................................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................................6
A. PENGERTIAN....................................................................................................................................6
B. ETIOLOGI..........................................................................................................................................7
C. PATOFISIOLOGI...............................................................................................................................9
D. MANIFESTASI KLINIS.....................................................................................................................9
E. PATHWAY.......................................................................................................................................11
F. PERILAKU KEKERASAN YANG BIASA DILAKUKAN.............................................................11
G. MEKANISME KOPING...................................................................................................................13
H. TANDA-TANDA MARAH / RENTANG RESPON.........................................................................14
I. PENATALAKSANAAN PERILAKU KEKERASAN......................................................................14
J. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN....................................................................................14
K. PENATALAKSANAAN MEDIS......................................................................................................16
L. DIAGNOSA KEPERAWATAN........................................................................................................17
BAB III PENUTUP.................................................................................................................................18
I. KESIMPULAN.................................................................................................................................18
II. SARAN..............................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................20
BAB I

PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Gangguan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama, baik
di negara maju maupun negara berkembang. Gangguan jiwa tidak hanya dianggap
sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung. Namun juga
menimbulkan ketidakmampuan individu untuk berperilaku tidak produktif (Saragih &
Indriati, 2013). Klien dengan perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang
ditujukan untuk melukai diri sendiri dan individu lain yang tidak menginginkan tingkah
laku tersebut yang disertai dengan perilaku mengamuk yang tidak dapat dibatasi
(Kusumawati & Hartono, 2010).
Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia 6 persen.
Provinsi dengan prevalensi ganguan mental emosional tertinggi adalah Sulawesi Tengah,
Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Timur. Sedangkan
provinsi Sumatera Barat merupakan peringkat kesembilan mencapai angka 1,9 juta. Di
Sumatera Barat gangguan jiwa dengan perilaku kekerasan juga mengalami peningkatan
dari 2,8 % meningkat menjadi 3,9 % (RISKERDAS, 2013).
North American nursing diagnosis association (NANDA) menyatakan bahwa
perilaku kekerasan merupakan salah satu gangguan perilaku dimana seseorang berisiko
melakukan tindakan yang menunjukkan bahwa tindakan individu dapat membahayakan
diri sendiri dan orang lain secara fisik, emosional, dan atau seksual yang tidak sesuai
dengan norma lokal, kultural dan menganggu fungsi sosial, kerja dan fisik individu
(NANDA, 2014).

II. RUMUSAN MASALAH


A. Apa faktor dari klien dengan perilaku kekerasan
B. Apa saja perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

III. TUJUAN
Mahasiswa dapat mengetahui apa saja perilaku kekerasan yang biasa dilakukan,
bagaimana tanda-tandanya, factornya dan cara mencegah perilaku kekerasan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

LANDASAN TEORI

A. DEFINISI
Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap
kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Keliat, 1996). Kemarahan yang ditekan atau
pura-pura tidak marah akan mempersulit sendiri dan mengganggu hubungan
interpersonal. Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruktif pada waktu
terjadi akan melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang
sebenarnya. Untuk itu perawat harus pula mengetahui tentang respons kemarahan
sesorang dan fungsi positif marah.
Klien dengan perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan
untuk melukai diri sendiri dan individu lain yang tidak menginginkan tingkah laku
tersebut yang disertai dengan perilaku mengamuk yang tidak dapat dibatasi (Kusumawati
& Hartono, 2010).
Gangguan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama, baik
di negara maju maupun negara berkembang. Gangguan jiwa tidak hanya dianggap
sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung. Namun juga
menimbulkan ketidakmampuan individu untuk berperilaku tidak produktif (Saragih &
Indriati, 2013).

B. ETIOLOGI
 Faktor Predisposisi
Menurut Riyadi dan Purwanto (2009) faktor-faktor yang mendukung
terjadinya perilaku kekerasan adalah :
a. Faktor biologis
1) Intinctual drive theory (teori dorongan naluri)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan
oleh suatu dorongan kebutuhan dasar yang kuat.
2) Psycomatic theory (teori psikomatik)
Pengalaman marah adalah akibat dari respon psikologis
terhadap stimulus eksternal, internal maupun lingkungan.
Dalam hal ini system limbik berperan sebagai pusat untuk
mengekspresikan maupun menghambat rasa marah.
b. Faktor psikologis
 Frustasion aggresion theory (teori argesif frustasi)
Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil
akumulasi frustasi yang terjadi apabila keinginan individu
untuk mencapai sesuatu gagal atau terhambat. Keadaan
tersebut dapat mendorong individu berperilaku agresif karena
perasaan frustasi akan berkurang melalui perilaku kekerasan.
 Behavioral theory (teori perilaku)
Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai
apabila tersedia fasilitas atau situasi yang mendukung
reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah.
Semua aspek ini menstimulai individu mengadopsi perilaku
kekerasan.
 Existential theory (teori eksistensi)
Bertindak sesuai perilaku adalah kebutuhan yaitu
kebutuhan dasar manusia apabila kebutuhan tersebut tidak
dapat dipenuhi melalui perilaku konstruktif maka individu akan
memenuhi kebutuhannya melalui perilaku destruktif.
c. Faktor sosio kultural
 Social enviroment theory (teori lingkungan)
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu
dalam mengekspresikan marah. Budaya tertutup dan membalas
secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti
terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah
perilaku kekerasan diterima.
 Social learning theory ( teori belajar sosial )
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung
maupun melalui proses sosialisasi.
 Faktor Presipitasi
Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu
bersifat buruk. Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar maupun dalam.
Contoh stressor yang berasal dari luar antara lain serangan fisik,
kehilangan, kematian, krisis dan lain-lain. Sedangkan dari dalam adalah.
putus hubungan dengan seseorang yang berarti, kehilangan rasa cinta,
ketakutan terhadap penyakit fisik, hilang kontrol, menurunnya percaya diri
dan lain-lain. Selain itu lingkungan yang terlalu ribut, padat, kritikan yang
mengarah pada penghinaan, tindakan kekerasan dapat memicu perilaku
kekerasan.

C. TANDA DAN GEJALA


Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah:
1. Fisik

 Muka merah dan tegang


 Mata melotot/pandangan tajam
 Tangan mengepal
 Rahang mengatup
 Postur tubuh kaku
 Jalan mondar mandir

2. Verbal

 Bicara kasar
 Suara meninggi,membentak atau berteriak
 Mengancam verbal atau fisik
 Mengumpat dengan kata kata kotor
 Suara keras
 Ketus
3. Perilaku

 Melempar atau memmukul benda/orang lain


 Menyerang orang lain
 Melukai diri sendri atau orang lain
 Merusak lingkungan
 Amuk/agresif

4. Emosi

 Tidak aman dan nyaman


 Mereka terganggu dan jengkel
 Menyalahkan dan menuntut
 Mengemuk ingin berkelahi

5. Intelektual

Mendominasi cerewet kasar berdebat meremehkan sarkasme.

6. Spiritual

Merasa diri berkuasa,merasa diri benar, mengkritik pendapatan orang lain, meyinggung
perasaan orang lain,tidak peduli dan kasar

7. Sosial

Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.

8. Perhatian

Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

D. PERILAKU KEKERASAN YANG BIASA DILAKUKAN


Menurut Darmono (2008) bentuk–bentuk perilaku kekerasan orang tua meliputi,
kekerasan fisik, emosional, seksual, sosial dan ekonomi, dan penelantaran. Berikut
penjelasan dari masing-masing bentuk perilaku kekerasan :
 Kekerasan fisik (Physical Abuse)
Kekerasan dalam rumah tangga dapat berupa penganiayaan fisik. Bentuk dar
kekerasan fisik ada beberapa macam yaitu, tujuan untuk melukai, menyiksa atau
menganiaya orang lain dengan menggunakan anggota tubuh pelaku (tangan atau kaki)
mulai dari pukulan, jambakan, cubitan, mendorong secara kasar, penginjakan,
pelemparan, tendangan sampai penyiksaan menggunakan alat seperti, pentungan, pisau,
ban pinggang, setrika, sudutan rokok, serta air keras.
 Kekerasan Emosional / Psikis (Psychological Abuse)
Tindakan kekerasan yang dilakukan dengan menyerang wilayah psikologis
korban, bertujuan untuk merendahkan citra seorang perempuan baik melalui kata-kata
maupun perbuatan seperti, mengumpat, membentak dengan kata-kata kasar, menghina,
mengancam. Tindakan tersebut mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri,
hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tak berdaya dan penderitaan psikis berat
pada psikis seseorang.
 Kekerasan Seksual (Material abuse or theft of money or personal property)
Kita bisa melihat banyak kejadian yang masuk dalam jenis kekerasan seksual.
Lihat contoh di bawah ini :
1. Pemerkosaan
2. Perdagangan perempuan untuk tujuan seksual
3. Pelecehan seksual
4. Penyiksaan seksual
5. Eksploitasi Seksual
6. Perbudakan Seksual
7. Intimidasi/serangan bernuansa seksual, termasuk ancaman/percobaan
perkosaan
8. Kontrol seksual, termasuk pemaksaan busana dan kriminalisasi perempuan
lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama
9. Pemaksaan Aborsi
10. Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual
11. Pemaksaan perkawinan, termasuk kawin paksa dan kawin gantung
12. Prostitusi paksa
13. Pemaksaan kehamilan
14. Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau
mendiskriminasi
 Kekerasan sosial dan ekonomi
Tindak kekerasan dilakukan oleh suami dengan cara membuat istri tergantung
secara ekonomi dengan cara melarang istri bekerja, atau suami melarang istrinya bekerja
mencari uang sementara ia juga tidak memberikan nafkah kepada istrinya, suami
mengeksploitasi istri untuk mendapatkan uang bagi kepentingannya, membatasi ruang
gerak (mengontrol setiap keutusan, mengontol uang), atau mengawasi kegiatan istri
hingga mengisolasi korban dari kehidupan sosialnya. (Darmono, 2008)
 Penelantaran Rumah Tangga
Penelantaran adalah jenis kekerasan yang bersifat multi dimensi (fisik, seksual,
emosional, sosial, ekonomi. Menelatarkan istri dengan cara tidak memenuhi kebutuhan
dasar seperti, makanan, pakaian, pengobatan. Tidak pernah melakukan hubungan seksual
terutama di saat yang memungkinkan di kedua belah pihak, membiarkan anak dan istri
terlantar tanpa uang dan mempertahankan sikap tidak acuh untuk tidak berusaha mencari
nafkah (kekerasan pasif ) adalah beberapa contoh dari penelantaran lainnya. (Darmono,
2008)
 Praktek sosial/budaya yang membahayakan.
Dalam penjelasan dikatakan bahwa praktek ini menyangkut praktek seperti sunat
perempuan (female genital mutilation), perkawinan paksa (forced or arranged marriage)
dan perkawinan di usia dini (early marriage).

E. MEKANISME KOPING
Menurut Stuart & Laraia (2005, hal : 69), mekanisme koping yang dipakai pada
klien marah untuk melindungi diri antara lain :
 Sublimasi, yaitu menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara
normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada
obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya
adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
 Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang
tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai
perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut
mencoba merayu, mencumbunya.
 Represi, yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam
sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak
disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa
membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga
perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
 Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai
rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan
orang tersebut dengan kasar.
 Displacement, yaitu melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada
obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan
emosi itu. Misalnya anak berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman
dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-
perangan dengan temannya.

F. RENTANG RESPON
Menurut Yosep (2008: 146 & 248), rentang respon marah adalah sebagai berikut :
o Asertif, klien mampu mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan
memberikan kelegaan
o Frustasi, klien gagal mencapai tujuan dan kepuasan/saat marah dan tidak dapat
menemukan alternatif.
o Pasif, klien merasa tidak dapat mengungkapkan perasaannya, tidak berdaya dan
menyerah.
o Agresif, klien mengekspresikan secara fisik, tapi masih terkontrol, mendorong
orang lain dengan ancaman.
o Kekerasan, perasaan marah dan bermusuhan yang kuat dan hilang kontrol,
disertai amuk dan merusak lingkungan.
G. PENATALAKSANAAN PERILAKU KEKERASAN
Penatalaksanaan pada klien dengan perilaku kekerasan meliputi penatalaksanaan
keperawatan dan penatalaksanaan medis.

H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Penatalaksanaan keperawatan dapat dilakukan melalui proses pendekatan keperawatan
dan terapi modalitas.
i. Pendekatan proses keperawatan, penatalaksanaan keperawatan yang dilakukan
berdasarkan proses keperawatan, yaitu meliputi pengkajian keperawatan,
diagnosa keperawatan, rencana tindakan keperawatan serta evaluasi.
ii. Terapi Modalitas. terapi kesehatan jiwa telah dipengaruhi oleh perubahan terkini
dalam perawatan kesehatan dan reimbursement, seperti pada semua area
kedokteran, keperawatan, dan disiplin ilmu keshatan terkait. Bagian ini secara
singkat menjelaskan modalitas terapi yang saat ini digunakan baik pada
lingkungan, rawat inap, maupun rawat jalan (Videbeck, 2001, hlm. 69).
iii. Terapi lingkungan, begitu pentingnya bagi perawat untuk mempertimbangkan
lingkungan bagi semua klien ketika mencoba mengurangi atau menghilangkan
agresif. Aktivitas atau kelompok yang direncanakan seperti permainan kartu,
menonton dan mendiskusikan sebuah film, atau diskusi informal memberikan
klien kesempatan untuk membicarakan peristiwa atau isu ketika klien tenang.
Aktivitas juga melibatkan klien dalam proses terapeutik dan meminimalkan
kebosanan.
Penjadwalan interaksi satu-satu dengan klien menunjukkan perhatian perawat
yang tulus terhadap klien dan kesiapan untuk mendengarkan masalah, pikiran,
serta perasaan klien. Mengetahui apa yang diharapkan dapat meningkatkan rasa
aman klien  (Videbeck, 2001, hlm. 259).
iv. Terapi Kelompok, pada terapi kelompok, klien berpartisipasi dalam sesi bersama
kelompok individu. Para anggota kelompok bertujuan sama dan diharapkan
memberi kontribusi kepada kelompok untuk membantu yang lain dan juga
mendapat bantuan dari yang lain. Peraturan kelompok ditetapkan dan harus
dipatuhi oleh semua anggota kelompok. Dengan menjadi anggota kelompok klien
dapat, mempelajari cara baru memandang masalah atau cara koping atau
menyelesaikan masalah dan juga membantunya mempelajari keterampilan
interpersonal yang penting  (Videbeck, 2001, hlm. 70).
v. Terapi keluarga, terapi keluarga adalah bentuk terapi kelompok yang
mengikutsertakan klien dan anggota keluarganya. Tujuannya ialah memahami
bagaimana dinamika keluarga memengaruhi psikopatologi klien, memobilisasi
kekuatan dan sumber fungsional keluarga, merestrukturisasi gaya perilaku
keluarga yang maladaptif, dan menguatkan perilaku penyelesaian masalah
keluarga (Steinglass, 1995 dalam Videbeck, 2001, hlm. 71).
vi. Terapi individual, psikoterapi individu adalah metode yang menimbulkan
perubahan pada individu dengan cara mengkaji perasaan, sikap, cara pikir, dan
perilakunya. Terapi ini memiliki hubungan personal antara ahli terapi dan klien.
Tujuan dari terapi individu yaitu, memahami diri dan perilaku mereka sendiri,
membuat hubungan personal, memperbaiki hubungan interpersonal, atau berusaha
lepas dari sakit hati atau ketidakbahagiaan. Hubungan antara klien dan ahli terapi
terbina melalui tahap yang sama dengan tahap hubungan perawat-klien:
introduksi, kerja, dan terminasi. Upaya pengendalian biaya yang ditetapkan oleh
organisasi pemeliharaan kesehatan dan lembaga asuransi lain mendorong upaya
mempercepat klien ke fase kerja sehingga memperoleh manfaat maksimal yang
mungkin dari terapi  (Videbeck, 2001, hlm. 69).

I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan medis dapat dibagi menjadi dua metode, yaitu metode psikofarmakologi
dan metode psikososial.
 Metode Biologik
Berikut adalah beberapa metode biologik untuk penatalaksanaan medis klien dengan
perilaku kekerasan yaitu :
a. Psikofarmakologi
Penggunaan  obat-obatan untuk gangguan jiwa berkembang dari penemuan
neurobiologi. Obat-obatan tersebut memengaruhi sistem saraf pusat (SSP) secara
langsung dan selanjutnya memengaruhi perilaku, persepsi, pemikiran, dan emosi. 
(Videbeck, 2001, hlm. 22). Menurut Stuart dan Laraia (2005, hlm. 643), beberapa
kategori obat yang digunakan untuk mengatasi perilaku kekerasan adalah sebagai berikut.
 Antianxiety dan Sedative Hipnotics.
Obat-obatan ini dapat mengendalikan agitasi yang akut. Benzodiazepines
seperti Lorazepam dan Clonazepam, sering digunakan didalam kedaruratan
psikiatrik untuk menenangkan perlawanan klien. Tapi obat ini
direkomendasikan untuk dalam waktu lama karena dapat menyebabkan
kebingungan dan ketergantungan, juga bisa memperburuk gejala depresi.
Selanjutnya pada beberapa klien yang mengalami disinhibiting effect dari
Benzodiazepines dapat mengakibatkan peningkatan perilaku agresif.
Buspirone obat Antianxiety, efektif dalam mengendalikan perilaku kekerasan
yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi. Ini ditunjukkan dengan
menurunnya perilaku agresif dan agitasi klien dengan cedera kepala, demensia
dan ’developmental disability’.
 Antidepressant
Penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan perilaku agresif
klien yang berkaitan dengan perubahan mood. Amitriptyline dan Trazodone,
efektif untuk menghilangkan agresivitas yang berhubungan dengan cedera
kepala dan gangguan mental organik.
 Mood Stabilizers
Penelitian menunjukkan bahwa pemberian lithium efektif untuk agresif
karena manik. Pada beberapa kasus, pemberiannya menurunkan perilaku
agresif yang disebabkan oleh gangguan lain seperti retardasi mental, cedera
kepala, Skizofrenia, gangguan kepribadian. Pada klien dengan epilepsi lobus
temporal, bisa meningkatkan perilaku agresif. Pemberian Carbamazepines
dapat mengendalikan perilaku agresif pada klien dengan kelainan EEG
(electroencephalogram).
 Antipsychotic
Obat-obatan ini biasanya dipergunakan untuk perawatan perilaku agresif.
Bila agitasi terjadi karena delusi, halusinasi atau perilaku psikotik lainnya,
maka pemberian obat ini dapat membantu, namun diberikan hanya untuk 1-2
minggu sebelum efeknya dirasakan.
 Medikasi lainnya
Banyak kasus menunjukkan bahwa pemberian Naltrexone (anatagonis
opiat), dapat menurunkan perilaku mencedrai diri. Betablockers seperti
Propanolol dapat menurunkan perilaku kekerasan pada anak dan pada klien
dengan gangguan mental organik.
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko perilaku kekerasan
2. Perilaku kekerasan

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

A. DEFINISI
Kelompok adalah kumpulan individuyang memiliki hubungan satu dengan
yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama (Stuart & Laraia,
2001). Anggota kelompok mungkin datang dari berbagai latar belakang yang
harus ditangani sesuai dengan keadaannya, seperti agresif, takut, kebencian,
kompetitif, kesamaan, ketidaksamaan, kesukaan, dan menarik. Semua kondisi ini
akan mempengaruhi dinamika kelompok, ketika anggota kelompok memberi dan
menerima umpan balik yang berarti dalam berbagai interaksi yang terjadi dalam
kelompok.
B. TUJUAN
 Klien dapat menyebutkan stimulasi penyebab kemarahannya
 Klien dapat menyebutkan respons yang dirasakan saat marah (tanda dan gejala
marah)
 Klien dapat menyebutkan reaksi yang dilakukan saat marah (perilaku
kekerasan)
 Klien dapat menyebutkan akibat perilaku kekerasan
C. Setting
 Terapi dan klien duduk bersama dalam lingkaran
 Ruangan nyaman dan tenang
D. Alat
 Papan tulis/flipchart/whiteboard
 Kapur/spidol
 Buku catatan dan pulpen
 Jadwal kegiatan klien
E. Metode
 Dinamika kelompok
 Diskusi dan tanya jawab
 Bermain peran/stimulasi
F. Langkah Kegiatan
1. Persiapan
 Memilih klien yang memiliki perilaku kekerasan yang sudah kooperatif
 Membuat kontrak dengan klien
 Mempersiapkan alas dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a) Salam terapeutik
 Salam dari terapis kepada klien
 Perkenalkan nama dari panggilan terapis (pakai papan nama)
 Menanyakan nama dan panggilan semua klien (beri papan nama)
b) Evaluasi/validasi
 Menanyakan perasaan klien saat ini
 Menanyakan masalah yang dirasakan
c) Kontrak
 Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mengenal perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan
 Menjelaskan aturan main berikut
 Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta
izin kepada terapis
 Lama kegiatan 45 menit
 Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
3. Tahap kerja
I. Mendiskusikan penyebab marah
 Tanyakan pengalaman tiap klien
 Tulis di papan tulis/flipchart/whiteboard
II. Mendiskusikan tanda dan gejala yang dirasakan klien saat terpapar oleh penyebab
marah sebelum perilaku kekerasan terjadi
 Tanyakan perasaan tiap klien saat terpapar oleh penyebab (tanda dan
gejala)
 Tulis di papan tulis/flipchart/whiteboard
III. Mendiskusikan perilaku kekerasanyang pernah dilakuakn klien (verbal, merusak
lingkungan, mencederai/memukul orang lain, dan memukul diri sendiri)
 Tanyakan perilaku yang dilakukan saat marah
 Tulis di papan tulis/flipchart/whiteboard
IV. Membantu klien memilih salah satu perilaku kekerasan yang paling sering
dilakukan untuk diperagakan
V. Melakukan bermain peran/simulasi untuk perilaku kekerasan yang tidak
berbahaya (terapis sebagi sumber penyebab dan klien yang melakukan perilaku
kekerasan)
VI. Menanyakan perasaan klien setelah selesai bermain peran/simulasi
VII. Mendiskusikan dampak/akibat perilaku kekerasan
 Tanya akibat perilaku kekerasan
 Tuliskan di papan tulis/flipchart/whiteboard

Terapis dapat membuat table di whiteboard atau


flipchart sehingga masing-masing cerita klien dapat
tergambar dan klien klien dapat menganalisa
runtutan peristiwa dari penyebab, tanda dan gejala,
PK yang dilakukan dan PK, serta menilai dampak
BABperilaku
PK serta komitmen perubahan III yang akan
diterapkan berikutnya.
Contoh tabel :

Nama Penyebab Tanda dan Gejala PK yang Komitmen


Klien Marah Marah Dilakukan Akibat PK Perubahan
Perilaku
Tidak  Tegang Berteriak- Meminta
Bapak dibuatkan  Berdebar teriak, dengan
Andre kopi  Napas cepat mengumpat  Istri ketakutan baik-baik
istrinya  Gemetar istri  Istri Jengkel atau buat
kopi
sendiri jika
istri sibuk

VIII. Memberikan reinforcement pada peran serta klien


IX. Dalam menjalankan I sampai VIII, upayakan semua klien terlibat
X. Beri kesimpulan penyebab, tanda, dan gejala; perilaku kekerasan; dan akibat
perilaku kekerasan
XI. Menanyakan kesediaan klien untuk mempelajari cara baru yang sehat untuk
menghadapi kemarahan
4. Tahap terminasi
i. Evaluasi
 Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
 Memberikan reinforcement positif terhadap perilaku klien yang positif
ii. Tindak lanjut
 Menganjurkan klien menilai dan mengevaluasi jika terjadi penyebab
marah, yaitu tanda dan gejala; perilaku kekerasan yang terjadi; serta
akibat perilaku kekerasan
 Menganjurkan klien mengingat penyebab; tanda dan gejala; perilaku
kekerasan dan akibatnya yang belum diceritakan
iii. Kontrak yang akan datang
 Menyepakati belajar cara baru yang sehat untuk mencegah perilaku
kekerasan
 Menyepakati waktu dan tempat TAK berikutnya
G. Evaluasi dan Dokumentasi
 Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap
kerja. Aspek yang divaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan
TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan sesi 1,
Kemampuan yang diharapkan adalah mengetahui penyebab perilaku,
mengenal tanda dan gejala, perilaku kekerasan. Formulir evaluasi sebagai
berikut.
Sesi 1 : TAK
Stimulasi persepsi perilaku kekerasan

Kemampuan mengenal perilaku kekerasan

No. Nama Klien Penyebab


PK

Petunjuk :

1. Tulis nama panggillan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan mengetahui penyebab perilaku
kekerasan, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan. Beri tanda () dan (-)
jika klien tidak mampu
 Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan
proses keperawatan tiap klien. Contoh: klien mengikuti Sesi 1, TAK
stimulasi persepsi perilaku kekerasan. Klien mampu menyebutkan
penyebab perilaku kekerasannya (disalahkan dan tidak diberi uang),
Mengenal tanda dan gejala yang dirasakan

PENUTUP
I. KESIMPULAN
Klien dengan perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang
ditujukan untuk melukai diri sendiri dan individu lain yang tidak menginginkan
tingkah laku tersebut yang disertai dengan perilaku mengamuk yang tidak dapat
dibatasi (Kusumawati & Hartono, 2010).
Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993).
Berdasarkan defenisi ini maka perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi
perilaku kekerasan scara verbal dan fisik (Keltner et al, 1995). Sedangkan marah
tidak harus memiliki tujuan khusus. Marah lebih menunjuk kepada suatu
perangkat perasaan-perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan perasaan
marah (Berkowitz, 1993).
Penyebab klien dengan perilaku kekerasan ada 2 faktor. Diantaranya
Faktor Predisposisi (Faktor psikologis, Faktor sosio-cultural, dan Faktor biologis)
& Faktor Presipitasi (Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap
individu bersifat buruk).
Tanda dan gejala yang terdapat pada klien dengan perilaku kekerasan
biasanya terlihat melalui : Fisik, Verbal, Perilaku, Emosi, Intelektual, Spiritual,
Sosial, dan Perhatian.
Kekerasan yang biasa didapati ada : Kekerasan fisik (Physical Abuse),
Kekerasan Emosional / Psikis (Psychological Abuse), Kekerasan Seksual
(Material abuse or theft of money or personal property), Kekerasan sosial dan
ekonomi, Penelantaran Rumah Tangga, dan Praktek sosial/budaya yang
membahayakan.

II. SARAN
Klien dengan perilaku kekerasan harus diperhatikan dan jaga serta diwaspadai.
Tiap ancaman haruslah kita pikirkan jangan sampai klien tersebut melukai dirinya
sendiri maupun orang lain. Dukungan besar dari keluarga atau orang terdekat
sangat dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.ump.ac.id/3973/2/DINNO%20BAB%20I.pdf

http://eprints.walisongo.ac.id/7012/2/BAB%20I.pdf

http://scholar.unand.ac.id/18670/2/BAB%201%20HASIL.pdf

http://repo.unand.ac.id/202/3/bab%25201.pdf

http://keperawatanjiwaeksdu28.blogspot.com/2013/11/makalah-keperawatan-jiwa-resiko.html

http://eprints.ums.ac.id/20506/2/BAB_I_jiwakuu.pdf

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/110/jtptunimus-gdl-heryharton-5470-1-bab1.pdf
http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/2351/2/BAB%20I_1.pdf

https://www.academia.edu/37868133/LP_Perilaku_Kekerasan

https://pkbi-diy.info/bentuk-bentuk-kekerasan-berbaris-gender-kbg-di-sekitar-kita/

https://id.scribd.com/document/281541912/Laporan-Pendahuluan-Perilaku-Kekerasan

http://thimkgoodone.blogspot.com/2012/09/perilaku-kekerasan.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai