Anda di halaman 1dari 10

Firqoh-firqoh dalam ilmu tauhid

Aliran ilmu tauhid/ ilmu klasik

1. Firqoh syia’ah

a. sejarah mengenai syi’ah dan tokoh syi’ah

Syi’ah secara etimologi berarti pengikut, pendukung,partai atau kelompok. Sedangkan secara
terminologi adalah sebagian kaum muslim yang dalam bidang spiritual dan keagamaannya selalu
merujuk kepada keturunan Nabi Muhammda SAW atau orang yang disebut ahl al-bait.

Istilah syi’ah untuk pertama kali ditunjukkan pada para pengikut Ali ( Syi’ah Ali ), pemimpin pertama
ahl al-bait pada masa Nabi Muhammad SAW. Pengikut Ali yang disebut syi’ah itu diantara nya
adalah Abu Dzar Al – Ghiffari, Miqad bin Aswad, Ammar bin Yasir.

Mengenai munculnya syi’ah dala, sejarah, terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ahli.
Menurut Abu Zahfar, Syi’ah mulai muncul pada akhir masa pemerintahan Usman bin Affan kemudian
tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Adapun menurut Watt, Syi’ah
baru benar-benar muncul ketika berlangsung peperangan antara Ali dan Muawiyah yang dikenal
dengan perang Shiffin. Dalam peperangan ini, sebagai respon atas penerimaan Ali terhadap
arbitrase yang ditawarkan Muawiyah, pasukan Ali diceritakan terpecah menjadi dua, satu kelompok
mendukung Ali yang disebut Syi’ah, dan kelompok lain menolak sikap Ali yang disebut Khawarij.

Kalangan Syi’ah sendiri berpendapat bahwa kemunculan Syi’ah berkaitan dengan masalah pengganti
(khalifah) Nabi Muhammad SAW. Kepemimpinan Ali dalam pandangan Syi’ah tersebut sejaln dengan
isyarat-isyarat yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW pada masa hidupnya. Pada awal
kenabian,ketika Muhammad SAW diperintahkan menyampaikan dakwah kepada kerabatnya, yang
pertama sekali menerima adalah Ali bin Abi Thalib.

Bukti utama tentang sahnya Ali sebagai penerus nabi adalah peristiwa Ghadir Khumm. Diceritakan
bahwa ketika kembali dari haji terakhir dalam pejalanan dari Mekah ke Madinah, di suatu padang
pasir yang bernama Ghadir Khumm, Nabi memilih Ali sebagai penggantinya di hadapan masa yang
penuh sesak yang menyertai beliau. Pada peristiwa itu, Nabi tidak hanya menetapkan Ali sebagai
pemimpim umum umat tetapi juga menjadikan Ali sebagaimana Nabi sendiri, sebagai pelindung
mereka. Namun realitas ternyata berbicara lain.

Berdasarkan realitas itulah,muncul sukap dikalangan sebagai kaum muslimin yang menentang
kekhalifahan. Mereka tetap berpendapat bahwa penggnati Nabi dan penguasa spiritual yang sah
adalah Ali. Mereka berkeyakinan bahwa semua persoalan kerohanian dan agama harus merajuk
kepadanya serta mengajak masyarakat untuk mengikutinya. Inilah yang kemudian disebut sebagai
Syi’ah.

Sebenarnya pendapat Syi’ah yang menyatakan bahwa Nabi menunjuk Ali sebagai penggantinya
ketika berada di Ghadir Khumm tidak perlu dipertimbangan secara serius . peristiwa semacam itu
secar inhern tidak mungkin terjadi mengingat adanya tradisi di kalangan bangsa Arab untuk
menyerahkan tanggung jawab besar kepada orang-orang muda dan tidak diketahui kemampuanyaa
secara pasti. Ali tidak hadir di Balai Tsqifah bukan karena tidak diajak oleh Abu Bakar dan Umar,
melainkan Ali memahami betul bahwa ia tidak bakal di pilih karena belum memenuhi syarat mutlak (
minimal usia 40 tahun). Orang yang duduk dalam Majlis Syura’ adalah orang yang berusia di atas usia
40 tahun.

3. sekte-sekte Syi’ah

a. Syi’ah Itsna Asyariyah (Syi’ah dua belas/ Syi’ah Imamiyah)

yang menjadi dasar aqidahnya adalah persoalan imam dalam arti pemimpin regiopolitik, yakni Ali
yang berhak menjadi Khalifah bukan hanya karena kecakapannya atau kemulian akhlaknya, tetapi
juga karena ia telah ditunjuk nash dan pantas menjadi khalifah pewaris kepemimpinan Nabi
Muhammad SAW. Ide tentang hak Ali dan keturunannya untuk menduduki jabatan khalifah telah
ada sejak nabi wafat, yaitu dalam perbincangan Tsaqifah Bani Saidah.

Pengikut sekte ini menganggap bahwa imam kedua belas, Muhammad Al-Mahdi dinyatakan ghaibah.
Muhammda Al-Mahdi bersembunya diruang bawah tanah rumah ayahnya di Samara dan tidak
kembali. Itulah sebabnya kembalinya Imam Al-Mahdi ini selalu di tunggu-tunggu pengikut Syi’ah
Itsna Asy’arifah.

Di dalam sekte ini dikenal konsep Usul Ad-Din. Konsep ini menjadi akar atau pondasi pragmatisme
agama. Konsep ini memiliki lima akar, antara lain:

a) Tauhid
Allah SWT itu Esa, baik esansi maupun eksistensiNya. Ia bereksistensi dengan sendirinya
sebelum ada ruang dan waktu. Ruang dan waktu diciptakan oleh Allah SWT. Allah SWT tidak
dapat dilihat dengan mata biasa.
b) Keadilan
Allah SWT menciptakan kebaikan di alam semesta ini dan merupakan keadilan. Ia tidak
pernah menghiasi ciptaanNya dengan ketidak-adilan. Karena ketidak-adilan dan kezaliman
merupakan tanda kebodohan dan tidak kemampuan dan sifat yang jauh dari keabsolutan
dan kehendak Allah SWT.
c) Nubuwwah
Syi’ah Itsna Asyariyah berkeyakinan bahwa Allah SWT telah menyutus 124.000 rasul untuk
memberikan petunjuk kepada manusia. Syi’ah Itsna Asyariyah percaya mutlak tentang ajaran
tauhid dengan kerasulan sejak Adam hingga Nabi Muhammad SAW dan tidak ada nabi dan
rasul setelah Nabi Muhammad. Mereka percaya adanya kiamat. Kemurnian dan keaslian Al-
Qur’anjauh dari perubahan dan tambahan.
d) Ma’ad
Ialah akhir akhir (kiamat) untuk menghadapi pengadilan Allah SWT di akhirat.setiap muslim
harus yakin akan keberadaan kiamat dan kehidupan suci setelah dinyatakan bersih dan lurus
dalam pengadilan Allah. Meninggal adalah periode transit dari kehidupan dunia menuju
kehidupan akhirat.
e) Imamah
Institusi yangyang diinugrasikan Allah untuk memberikan petunjuk manusia yang dipilih dari
keturunan Ibrahim dan di delegasikan kepada keturunan Nabi Muhammad SAW sebagai
nabi dan rasul terakhir.

Dalam sisi yang bersifat maghdah, Syi’ah Itsna Asyariyah berpijak pada delapan cabang agama yang
disebut dengan Fur ad-din. Delapan cabang tersebut terdiri atas shalat,puasa, haji, zakat, khumus
atau pajak sebesar sepelima dari penghasilan, jihad, al-amr bi al-mak’ruf, dan an-al-munkar.

b. Syi’ah Sab’iyah
Sekte Sab’iyah hanya menyakui tujuh iamam yaitu Ali, Hasan, Husain, Ali Zainal Abidin,Muhammad
Al-Baqir, Ja’far Ash-Shadiq, dan ismail bin Jafar.
Syi’ah Sab’iyah percaya bahwa islam di bangun atas tujuh pilar, antara lain iman, thaharah, shalat ,
zakat, puasa dan jihad.
Syarat-syarat imam dalam pandangan Syi’ah Sab’iyah adalah sebagai berikut :
1) Imam harus berasal dari keturuna Ali melalui perkawinannya dengan Fatimah yang
kemudian dikenal dengan ahlul bait.
2) Iman harus berdasrkan petunjuk atau nash
3) Keimanan harus jatuh kepada anak tertua
4) Imam harus maksum
5) Imam harus dijabat oleh seseorang yang paling baik
6) Seorang imam harus memiliki pengetahuan

c. Syi’ah Zaidiyah
Sti’ah Zaidiyah merupakan sekte Syiah yang paling moderat. Abu Zahrah menyatakan bahwa
kelompok ini dekat dengan sunni. Kaum Zidiyah menolak pandangan yang menyatakan bahwa
seorang imam yang telah mewarisi kepemimpina Nabi Muhammad SAW telah ditentukan nama dan
orang nya oleh nabi, tetapi hanya di tentukan sifat-sifatnya saja.
Menurut Zaidiyah, seorang imam paling tidak memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Merupakan keturanan ahlul bait, baik melalui garis Hasan maupun Husain.
2) Memiliki kemampuan mengangkat senjata sebagai upaya mempertahankan diri atau
menyerang.
3) Memiliki kecendrungan intelektualisme yang dapat dibuktikan melalui ide dan karya dalam
bidang keagamaan.
4) Menolak kemaksuman dahkan mengembangkan dokrin imamat al-mafdul.yang berati
seseorang yang dapat terpilih menjadi imam meskipun ia mafdul (bukan yang terbaik dan
pada saat yang sama ada yang afdal)

Penganut Syi’ah Zaidiyah percaya baha orang yang melakukan dosa besar akan kekal dalam neraka
jika dia belum bertaubat dengan perbuatan yang sesungguhnya. Kemudian mereka menolak nikah
mut’ah.
d. Syi’ah Ghulat

sekelompok pendukung Ali yang memiliki sikap berlebih-lebihan atau ekstrim. Selanjut nya Abu
Zahrah menjelaskan bahwa sekte ini adalah sekelompok yang menempatkan Ali pada derajat
ketuhanan, dan ada yang mengangkat pada derajat kenabian, bahkan lebih tinggi dari Nabi
mUMuhammad SAW.

Sekte ini pada awalnya satu, yakni yang dibawa Abdullah bin Saba’ yang mengajarkan bahwa Ali
adalah Tuhan. Kemudian karena perbedaab prinsipdan ajaran, Syi’ah Ghulatterpecah menjadi
beberapa sekte. Meskipun demikian, seluruh sekte ini pada prinsipnya menyepakati tentang
tanasukh dan hulul.

Tanasukh adalah keluarnya roh dari satu jasad dan mengambil tempat pada jasad yang lain.
Sedangkan halul adalah Tuhan yang berada pada satu tempat, berbicara dengan semua bahasa, dan
ada pada setiap individu manusia. Hulul bagi Syi’ah Ghulat berarti Tuhan yang menjelma dalam diri
imam sehingga imam haus disembah.

2. firqah Khawarij

a. sejarah mengenai Khawarij dan tokoh Khawarij

asal mulanya kaum Khawarij adalah orang-orang yang mendukung Sayyidina Ali. Akan tetapi,
akhirnya mereka membenci karena dianggap lemah dalam menegakan kebenaran, mau menerima
tahkim yang sangat mengecewakan, sebagaimana mereka juga membenci Mu’awiyah karena
melawan Ali Khalifah yang sah. Mereka menuntut agar Ali mengakui kesalahannya, karena mau
menerima tahkim.bila Ali mau bertaubat, maka mereka mau bersedia lagi bergabung dengannya
untuk menghadapi Mu’awiyah. Tetapi bila ia tidak bersidia bertaubat, maka orang-orang Khawarij
menyatakan perang terhadapnya.

Kaum Khawarij kadang –kadang menamai diri mereka sebagai kaum syurah. Artinya orang-orang
“yang mengorbankan dirinya” untuk kepentingan keridhoan Allah SWT. Mereka mendasarkan pada
ayat:

“dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhan Allah. Dan
Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamban-Nya.(QS. Al-Baqarah : 207)
Khawarij adalah nama yang sering dipakaikan kepada golongan ini. Perkataan tersebut berasal dari
kata kerja “kharaja” (telah ke luar), dan mereka disebut Khawarij ialah karena mereka telah
keluarndari golongan Ali, padaal tadinya mereka adalah sebagian dari penyikut-penyikutnya. Mereka
sendiri menyebut diri mereka dengan “syurah”(pembeli), yang berarti bahwa mereka membeli
kehidupan akhirat dengan kehidupan duniawi.

Selain itu, mereka juga disebut Hururiyah, ialah nama sebuah tempat di Sungai Furat di dekat Kota
Riqqah,yang nama mereka bertempat tinggal sesudah Ali. Kembali beserta pasukannya dari Shiffin,
lantaran mereka tidak mau memasuki kota Kufah.

Nama lain yang juga dipakai golongan ini ialah “Muhakkimah”, artinya mereka adalah orang –orang
yang berpendapat bahwa “tidak ada hukum selain dari Allah”.

Dalam pertempuran Shiffin,Ali hampir mendapatkan kemenangan. Akan tetapi Mu’awiyah setelah
merasa dirinya akan mengalami kekalahan di medan laga, ia lantas mengalihkan perjuangan ke
medan lain, yang mana Ali tak mungkin menandinginya, yaitu medan siasat dan tipu daya.

Ali telah merasa bahwa itu hanyalah tipu muslihat musuh. Akan tetapi, sayangnya pedang-pedang
tentara sudah tumpul, seakan-akan mereka telah menanti-nantikan seruan itu dengan kesadaran
yang hampir habis.karena itu banyak diantara mereka yang mundur, dan terus mengabulkan
keinginan musuh.Ali berusaha mengajak mereka untuk melanjutkan pertempuran itu, hingga
berhasil mendapatkan kemenangan yang hampir dicapainya itu. Akan tetapi, kewibawaan Ali
terhadap tentaranya memang selamanya lemah. Oleh karena itu mereka tidak mau tunduk
kepadanya, dan malahan tetap bertekad untuk menghentikan pertempuran itu.

Mereka yang membangkang terhadap Ali berada dibawah kepemimpinan Al-Asy’ats ibnu al-Kindi,
Mus’ir ibnu Fidki at-Tamimi dan Zaid ibnu Husaian at-Thai.

Ali mencoba memalingkan mereka dari keinginan mereka, atau setidak-tidaknya menangguhkan
untuk mengabulkan tuntutan mereka. Ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada
panglimanya,Al-Asytar, untuk mendapatkan mkemenangan atas pasukan Mu’awiyah, sebab di
hadapan Al-Asy’ats berkata kepada Ali “ Engkau haru memerintahkankepada pasukan untuk kembali
dan menghentikan pertempuran, atu kami akan melakukan terhadapmu apa yang telah kami
lakukan terhadap Usman”.

Al- Asy’ats minta izin kepada Ali, untuk mendatangkan Mu’awiyah, guna menanyakan apakah yang
dimaksud dengan mengangkat mushhaf-mushhaf tersebut. Ali memberi izin. Tatkala Al-Asy’ats
bertemu dengan Mu’awiyah berkata: “marilah kita - kami, dan kamu - kembali kepada apa yang
diperintahkan Allah di dalam kitab- Nya. kirimkan seorang yang kamu sukai sebagai utusan, dan kami
pun demikian. Kemudian kita minta kepada mereka supaya mereka menjalankan apa yang tersebut
dala kitab Allah, dan janganlah mereka melanggarnya. Kemudian kita akan mengikuti apa-apa yang
mereka sepakati berdua.”

Mulailah babak baru tentang perselisihan yang timbul dalam kalangan tentara Ali. Orang-orang Syam
sepakat untuk memilih Amri ibnu ‘Ash sebagai utusan mereka. Amru adalah ahli siasat Arab yang
terkenal. Ali ingin mengajukan Abdullah ibnu Abbas, tetapi kawan-kawannya tidak menyetujui
pilihan itu.

Suatu yang janggal bahwa mereka tidak membolehkan Ali untuk memilih seseorang yang
mempunyai hubungan erat dengannya. Dan mereka tetap berkeras kepala untuk memilih seseorang
yang bebas (netral). Tetapi mereka tidak mau bersikap semacam itu terhadap Mu’awiyah. Mereka
membiarkan Mu’awiyah memilih seseorang yang mempunyai sifat-sifat yang menyebabkannya
mempunyai keunggulan mutlak terhadap pihak lawannya. Amru adalah kerabat terdekat bagi
Mu’awiyah ,serta mempunyai kepentingan yang sama. Selain itu, dia adalah salah seorang dari ahli-
ahli dari siasat Arab yang sangat cerdik.

Akhirnya sebagian bessar pengikut Ali mengajukan Abu Musa al-Asy’ari. Maka berkatalah Ali kepada
mereka : “Pada mulanya kamu telah mendurhakai aku. Sekarang janganlah kamu durhakai lagi. Bagi
ku, Abu Musa ini tidak dapat dipercayai. Dia pernah meninggalkan aku, dan menyuruh orang lain
untuk meninggalkan aku. Sesudah itu ia pernah pula melarikan diri dari ku, hinngga akhirnya aku
memberinya keamanan.”

Akan tetapi orang – orang Arab tetap mempertahankan pendapat mereka, hingga akhirnya Ali
terpaksa menyerah menerima Abu Musa, walaupun sebenarnya ia tidak rela.

Kedua pihak menetapkan Daumatul Jandal sebagai tempat perdamaian, dengan ketentuan bahwa
Tahkim tersebut akan dilaksanakan dalam bulan Ramadhan pada tahun 37 H.

Setelah tercapai kata sepakat untuk bertahkim, maka kembalialh pasukan-pasukan kedua pihak ke
pangkalan masing-masing. Akan tetapi, kepulangan Mu’awiyah dapat dipandang sebagai kepulangan
yang menorehkan kemenangan karena mereka telah terhindar ddar kekalahan dan kehancuran, dan
juga karena kokohnya persatuan mereka. Sebalinya, kepulangan tentara Ali adalah membawa
pertanda bagi kekalahan yang tidak dapat dihindari, sebab mereka pulang dalam keadaan bercekcok,
berselisih pendapat, dan saling salah menyalahkan.

Kaum Khawarij terus memisahkan diri dari Ali dan tidak mau kembali lagi. Gerakan Khawarij
berpusat di dua tempat. Suatu markas di Bathaih yang menguasai dan mengontrol kaum Khawarij
yang berada di Persia dan di sekeliling Irak. Tokoh-tokohnya ialah Nafi’ bin Azraq dan Qathar bin
Faja’ah. Yang lain bermakas di Arab daratan yang menguasai kaum Khawarij yang berada di Yaman,
Hadharamaut, dan Thaif. Tokoh-tokohnya ialah Abu Thuluf, Najdat bin ‘Ami, dan Abu Fudaika.

2. ajaran

Ajaran-ajaran pokok firqah Khawarij ialah khalifah, dosa, dan iman. Kaum Kawarij menghendaki
kedudukan khalifah dipilih secara demokrasi melalui pemilihan bebas. Khawarij berpendapat bahwa
dosa yang ada hanya dosa besar saja.

Dosa besar atau kubair banyak diterangkan dalam Al-Qur’an dan Hadis mengenai ancaman-
ancamanya, diantaranya syirik, bersihir, membunuh manusia tanpa hak, memakai dan memakan
harta anak yatim, makan riba, berkata dan bersaksi dusta, berani kepada kedua orang tua, lari dari
medan perang fi sabilillah, menuduh curang wanita salehah dan sebagainnya.
Latar belakang Khawarij menetapkan dosa itu hanya satu macamnya, yaitu hanya ada dosa besar
saja, agar orang islam yang tidak sejalan dengan pendiriannya dapat diperangi dan dapat dirampas
harta bendanya, dengan dalih mereka berdosa dan setiap yang berdosa adalah kafir.

Asal mula gerakan Khawarij itu masalah politik semata, namun kemudian berkembang menjadi corak
keagamaan. Mereka berwatak keras, tanpa perhitungan watak strategi, tanpa berfikir panjang atas
kekuatan yang ada padanya sendiri dan kekuatan yang ada pada pihak lawan.

Menurut Khawarij imam itu bukan hanya membenarkan dalam hati dan ikrar lisan saja, tetapi amal
ibadah yang menjadi bagian dari iman. Barang siapa yang tidak mengamalkan ibadah seperti shalat,
puasa, zakat, dan lain sebagainya, maka kafirlah dia.

3. sekte-sekte Khawarij

a) Al-Muhakkimah

adalah golongan dan generasi pertama. Mereka adalah kelompok yang keluar dari barisan khalifah
Ali Bin Abi Thalib ketika terjadi kasus tahkim. Mereka memisahkan diri kdan berkumpul di Desa
Harura di daerah Kufah. Para tokoh pemimpin sekte ini, antara lain, Abdullah Ibn al-A’war, ‘Urwah
Ibn Jarir, dan Abdullah Ibn Wahab al-Rasibi. Tokoh yang disebut terakhir adalah imam pertama yang
dibai’at dikalangan kaum Khawarij.

Sekte ini memandang Ali , Mu’awiyah, dan kedua tokoh pelaksana tahkim, dan semua yang
menyetujui atau mau menerima hasilnya sebagai yang bersalah dan telah menjadi kafir. Perbuatan
zina dan pembunuhan terhadap manusia adalah termasuk kedalam kategiri dosa besar.

Pasukan Ali segera melakukan pembasmian terhadap sekte ini. Pertempuran sengit anatar kedua
pasukan terjadi di daerah Nahrawan, dengan kemenangan di pihak khalifah Ali.

b) Al-Azariqah

nama ini dinisbatkan kepada nama tokoh pemimpinnya Abu Rasyid Nafi’ Ibn al-Azraj. Nafi’ bersama
pengikutnya keluar dari basrah untuk merebut dan berhasil menduduki daerah al-Ahwaz dan
daerah-daerah sekitarnya di perbatasan Irak dan Iran. Sekte ini menurut al-Baghdadi, adalah yang
terbesar, dengan jumlah pengikut mencapai dua puluh ribu orang; paling radikal dan ekstrem.
Mereka tidak lagi menggunakan sebutan kafir, melainkan sebutan musyrik untuk lawan atau semua
pihak yang berbeda paham dengan mereka. Bahkan anggota mereka yang tidak mau ikut berhijrah
juga dipandang musyrik.

Mereka menghalalkan darah anak-istri orang-orang yang tidak sepaham. Menurut mereka, anak-
anak dari orang yang tidak sepaham tersebut akan masuk neraka bersama orang tuanya. Daerah-
daerah diluar lingkungan mereka dipandang sebagai dar al-harb, yang boleh bahkan harus diperangi.

Sikap ektsrem fanatik, yang mengklaim diri sebagai satu-satunya golongan mukmin yang paling
benar, membuat orang-orang dari sekte ini selalu menginterogasi keimanan setiap orang yang
mereka jumpai. Apabila orang tersebut tidak mengaku sebagai golongan al-Azariqah, maka ia akan di
bunuh.
Mereka juga sangat ketat dalam menyeleksi orang-orang yang bermaksud menjadi anggota sekte,
harus diuji terlebih dahulu. Kepada calon anggota sekte diserahkan seorang tawanan untuk dibunuh.
Apabila ia enggan untuk membunuh tawanan tersebut, maka ia tidak dapat diterima sebagai
anggota dan bahkan dibunuh.

Sekte ini bertahan sampai masa kekuasaan Abd. Al-Malik Ibn Marwan dari dinasti bani Umayyah.
Nafi’ sang pendiri sekte mati terbunuh di Irak pada tahun 61 H oleh pasukan al-Hajjaj, panglima
perang Abd. Al-Malik Ibn Marwan.

c) Al-Najdat

sekte ini dipimpin oleh Najdat Ibn ‘Amir al-Hanafi. Menurut sejarah, Najdat bersama pengikutnya
bermaksud meninggalkan Yamamah untuk bergabung dengan sekte al-Azriqah pimpinan Nafi’ Ibn al-
Azraq. Namun Abu Fudaik dan ‘Atiah Ibn al-Hanafi, dua tokoh yang membelot dari sekte pimpinan
Nafi’, datang Najdat seraya menceritakan perihal Nafi’ yang dianggap telah menyimpang.

Sekte ini berpendapat bahwa pelaku dosa besar yang telah menjadi kafir akan kekal didalam neraka
adalah orang-orang islam yang tidak sepaham dengannya. Adapun pelaku dosa besar dari
pengikutnya tidak menjadi kafir, walaupun tetap akan disiksa, tapi bukan dalam neraka, dan
kemudian akan dimasukkan ke dalam surga.

Menurut Njdat, kewajiban setiap muslim adalah menetahui Allah dan para rasul-Nya, mengetahui
hukum haram membunuh sesama Muslim dari anggota sektenya, dan memercayai seluru yang
diwahyukan oleh Allah SWT. Orang-orang yang tidak mengetahui hal ini dapat dimaafkan.
Mengetahui masalah-masalah selain yang telah disebutkan bukan suatu kewajiban.

Dalam perkembangan selanjutnya, di kalangan sekte ini terjadi pula perbedaan dan perpecahan Abu
Fudaik dan ‘Atiah, yang semula mendukung Najdat, memisahkan diri darinya dan mempunyai
pengikut masing-masing. Kelompok pimpinan Athiah pergi menuju Sajistan. Sementara kelompok
Abu Fudaik melakukan pemberontakan terhadap Najdat dan berhasil membunuhnya. Abu Fudaik
sendiri akhirnya terbunuh oleh pasukan tentara Abd. Al-Malik Ibn Marwan, dan tamat riwayat sekte
ini.

d) Al-‘Aaridah

sekte ini adalah pengikut Abd. Ak-Karim Ibn al-‘Ajrad. Mereka berpendapat, berhijrah dari daerah
yang tidak sepaham bukanlah suatu kewajiban melainkan hanya sebagai kebajikan. Dengan
demikian, mereka tetap mengakui para pengikut yang tidak berhijrah yang tetap tinggal di luar
lingkungan mereka. Mereka juga berpendapat bahwa harta yang dijadikan rampasan perang adalah
harta milik musuh yang masih hidup. Anak-anak dari orang tua yang musyrik tidak berarti musyrik
pula seperti orang tuanya.

Sekte ini terbagi menjadi beberapa susekte seperti al-Maimuniah, al- Shaltiah, al-Hamziah, al-
Khalafiah, al-Athrafiah, al-Syu’aibiah,dan Hazimiah. Perbedaan pendapat di anrata subsekte ini
terletak pada diskusi mereka, antara lain tentang al-qadar dan tentang anak-anak dari orangtuan
mereka yang tidak sepaham.

e)Al-Shufriyah
nama sekte ini dinisbatkan kepada nama pemimpinnya, Ziyad Ibn al-Ashfar. sekte ini tidak
mengafirkan orang-orang yang tidak ikut berjuang atau berperang, selagi orang-orang tersebut
sepaham dengan mereka di bidang agama dan keyakinan. Mereka tidak mengingkari hukum rajam.
Mereka juga tidak memperbolehkan memerangi anak-anak dari orang tuanya yang musyrik, tidak
mengafirkan, dan tidak memandang mereka kekal dalam neraka.

Pelaku dosa besar bagi mereka dibedakan menjadi dua macam.

1. Pelaku dosa besar yang tidak diancam dengan sanksi atau hudud di dunia, seperti
meninggalkan shalat
2. Pelaku dosa besar yang jelas diancam dengan sanksi atau hudud di dunia, seperti pelaku
perbuatan zina dan mencuri.

Kufur menurut mereka, juga tebagi menjadi dua macam, yaitu kufur nikmat dan kufur dalam arti
mengingkari Tuhan. Demikian pula, syirik dibedakan menjadi dua, yaitu syirik dalam arti mengikti
setan, dan syirik dalam arti menyembah berhala. Dengan demikian, term kufur dan syirik yang
mereka gunakan tidak meski berarti keluar dari Islam.

f) Al-Ibadah

sekte ini adalah pengikut Abdullah Ibn Ibad.sekte ini merupakan sekte Khawarij yang paling
moderat dan bersikap paling lunak terhadap muslimin yang tidak sealiran. Menurut mereka, orang-
orang Islam yang tidakk sepaham adalah kafir bukan musyrik; tetap diperbolehkan melakukan
hubungan perkara dan waris-mewarisi dengan mereka. Dalm peperangan yang boleh dirampas dari
musuh hanya senjata dan kuda perang. Membunuh orang Islam yang tidak sepaham adalah
haram,kecuali dalam suasana perang atau ada alasan yang benar.

Orang Islam yang melakukan dosa besar tetap sebagai al-muwahhid, yang mengesakan Allah, tetapi
bukan mukmin. Pelaku dosa besar memang kafir, tetapi kufr al-ni’mat bukan kufr al-millat.
Berbuatan dosa besar tidak membuat seseorang keluar dari Islam.

Disepanjang sejarah Khawarij dan sekte-sektenya, ada dua subsekteyang sebagian pendapatnya
dinilai sesat atau keluar dari kelompok Islam. Al-Yazdiah, subsekte dari Ibadiah, yang berpendapat
bahwa Allah akan mengutus seoarng rasul dari non-Arab dan menurunkan kitab kepadanya yang
menghapus syariat dab ajaran Nabi Muhammad SAW.

Pendapat ini, bertentangan dengan pandangan seluruh muslimin dan keluar dari prinsip Islam.
Sementara al-Maimuniah, subsekte dari Al-Jabariyah, membolehkan menikahi anak wanita dari
anak kandung dan anak dari saudara laki-laki maupun perempuan. Subsekte ini pula yang menolak
mengakui surat Yusuf sebagai Al-Qur’an.

Sesuai dengan latar belakang histori dan tergambar dari beberapa pendapat mereka, aliran
Khawarij ini pada hakikatnya lebih merupakan aliran politik ketimbang aliran kalam. Mereka lahir
oleh latar belakang dan dari persoalan politik. Terlepas dari soal kelayakan memasukkannya
sebagai aliran kalam, yang jelas Khawarij adalah yang pertama memunculkan persoalan kalam,
masalah kufur dan pelaku dosa besar, ditengah-tengah persoalan politik, yang memancing diskusi
dan munculnya persoalan-persoalan kalam yang lain, yang pada gilirannya melahirkan ilmu kalam
didunia.

Anda mungkin juga menyukai