Dosen Pengampuh:
Disusun Oleh:
Catatan:
Tema di atas bukan untuk dipilih salah satunya, dari nomor 1 s.d 5 harus dimuat di
dalam 1 artikel besar dengan BAB-BAB tersendiri.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas selesainya
tugas ini mengenai artikel dengan tema keislaman diantaranya, Tauhid : Keistimewaan
dan Kebenaran Konsep Ketuhanan dalam Islam, Sains dan Teknologi dalam Al-Qur’an
dan Al-Hadits, 3 Generasi Terbaik Menurut Al-Hadits, Pengertian dan Jejak
Salafussoleh ( Referensi Al-Hadits ), Ajaran dan Tuntunan Tentang Berbagi, Keadilan
serta Penegakan Hukum.
Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I.,
M.Sos sebagai dosen pengampuh mata Kuliah Pendidkan Agama Islam. Penulis
menyadari bahwa artikel ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran
sangat diperlukan dari berbagai pihak.
Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaat khususnya bagi penulis dan
umumnya bagi semua pihak yang berkepentingan.
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER............................................................................................ i
KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BAB I. Tauhid: Keistimewaan&Kebenaran Konsep Ketuhanan dalam Islam.... 1
BAB II. Sains dan Teknologi dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits..................... 6
BAB III. 3 Generasi Terbaik Menurut Al-Hadits............................................... 10
BAB IV. Pengertian dan Jejak Salafussoleh (Referesnsi Al-Hadits).......... 14
BAB V. Ajaran dan Tuntunan tentang Berbagi, Penegakan serta
Keadilan Hukum dalam Islam........................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 21
LAMPIRAN
Ketentuan Penulisan:
Kertas A4
Margin: 3x3x3x3 cm
Spasi 1,5
Font: Arial 11
Jumlah halaman: Minimal 15
Jumlah Referensi Buku/Kitab/Web, situs, blog, dll: Minimal 10
Nomor Halaman Ketik di Sebelah pojok bawah sebelah kanan.
PERHATIAN:
a. Form untuk diisi judul, maka ketik judul: Tauhid, Al-Qur'an&Hadits, Generasi
Terbaik dan Salafussalih, Berbagi, Keadilan dan Penegakan Hukum dalam
Islam, Dosen: Dr.Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos.
b. Form untuk diisi Diskripsi Dokumen/Informasi Dokumen maka ketik: Islam, Dr.
Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos, Universitas Mataram, Nama Fakultas, Nama
Prodi, Nama Kalian Sendiri.
iii
BAB I TAUHID : KEISTIMEWAAN DAN KEBENARAN KONSEP KETUHANAN
DALAM ISLAM
Jauh sebelum agama Islam datang manusia sudah mempercayai adanya Tuhan
yang menciptakan alam raya ini. Meskipun diakui banyak Tuhan, tetapi ketika bangsa
Arab ditanya siapa penguasa dan pencipta alam semesta mereka menjawab Allah,
padahal pada saat itu mereka mnyembah berhala. Sehingga mereka bukan disebut
kaum tidak beriman tetapi kaum yang mempersekutukan Allah.
Kemudian Islam datang untuk meluruskan keyakinan itu dengan membawa ajaran
tauhid yang menjadi penyibak ajaran yang total dan meyeluruh tentang Tuhan pada
bangsa Arab yang disebut Allah. Islam mencoba menampilkan dan menggambarkan
kepada manusia tentang ajaran keseluruhan watak Tuhan dengan menggunakan
bahasa manusia yang mudah dimengerti dan dipahami. Islam adalah agama
penghambaan kepada Allah swt, realitas tinggi asal muasal, seluruh realitas, dan
kepada siapa semua kembali, karena Allah swt, adalah asal, pencipta, pengatur,
pemelihara dan akhir alam semesta.
1
B. Kajian Teoretis Dan Kerangka Pikir
1. Kajian Teoritis
Kajian ini terfokus dalam makna al-Rubbiyah pada Al-Qur’an, berikut beberapa
pendapat tentang pembahasan tersebut :
a. Muhammad Rasyid Ridha dalam bukunya Tafsir Al-Fatihah wa Sittu Suwar min
Khawatim al-Qur‟an menyebutkan bahwa makna al- rububiyah adalah pengaturan dan
pemeliharaan. Menurutnya, pemeliharaan Allah swt. terhadap manusia dengan dua
cara, yaitu pertama, tarbiyah khalqiyah (pemeliharaan fisikal), yaitu menumbuhkan dan
menyempurnakan bentuk tubuh, serta memberikan daya jiwa dan akal. Kedua,
tarbiyah syar’iyah (pemeliharaan syariat), yaitu menurunkan wahyu kepada nabi-nabi
untuk menyempurnakan fitrah manusia dengan ilmu dan amal.
b. Maulana Abu Kalam Azad dalam bukunya The Opening Chapter of The Al-Qur’an
juga menyebutkan bahwa kata Rabb bermakna pemelihara, dan Penopang. Dalam
buku ini pula dijelaskan bagaimana sifat rububiyat Allah swt. terhadap segala ciptaan-
Nya.
2. Kerangka Teori
Dalam bahasa arab “Rabb“ memiliki tiga makna, yaitu yang menciptakan, yang
memiliki, dan yang mengatur, artinya Rabb yang menciptakan, yang memiliki dan
mengatur alam semesta ini. Rabb itu satu, yaitu Allah, berbeda dengan illahi yang
atinya disembah dan sesuatu yang disembah. Sesuatu yang disembah dapat benda
apa saja, baik Rabb yang sebenarnya, yaitu Allah, ataupun makhluk yang diciptakan
oleh Allah yang berupa batu, pohon, matahari, dan lain-lain. Dalam bahasa Indonesia
kalimat La ilaha illallah yang mempunyai arti “ Tiada Tuhan yang berhak disembah
selain Allah “. Kata Rabb selain di tunjukka untuk menyebut Tuhan ( Allah ), tapi Rabb
juga dapat dipakai untuk menunjukkan sesuatu yang disembah selain (Rabb ).
Sedangkan kata illahi dalam kalimat La ilaha illallah mengartikan sebuah penolakan
yang dilakukan secara tegas, sekaligus menetapkan bahwa hanya Allah lah yang patut
disembah.
C. Metodologi Penelitian
2
1.Sumber Penelitian
Ketika melakukan sebuah penelitian terdapat dua buah sumber yaitu, sumber
primer yang berasal dari Al-Qur’an dan juga sumber sekunder ini dibagi menjadi tiga
diantaranya:
1. Buku-buku tafsir yang akan diklasifikasi berdasarkan metode penulisannya.13
Pandangan dan pendapat para ulama dalam kitab tafsirnya dijadikan sebagai informasi
awal untuk melaksanakan analisis dan interpretasi lebih mendalam.
2. Kamus-kamus yang memuat daftar susunan kata-kata Alquran yang berisi petunjuk
praktis dalam menemukan ayat-ayat, misalnya al-Mufradat fi Gharib al-Qur‟an,
karangan Abu al-Qasim al-Husaya ibn Muhammad al-Raghib alAsfahani (w.502 M),
dan al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfaz al-Qur‟an, susunan Muhammad Fuad Abd al-Baqi.
Di samping itu, digunakan pula kamuskamus lain yang relevan, seperti Maqayis al-
Lughah dan Lisan al-Arab, karya Ibnu Manzur al-Anshari.
3
bertentangansehingga kesemuanya bertemu dalam satu muara, tanpa perbedaan atau
paksaan.
Allah swt, adalah nama Tuhan yang paling Agung dan menunjukkan kepada
kemuliaan dan keagungan Tuhan. Kata Allah merupakan ekspresi ketuhanan yang
paling tinggi dalam Islam, selain bermakna kemuliaan dan keagungan. Dalam
tafsirnya, Razi berpendapat, bahwa kedua kata tersebut ketika digabungkan maka
akan melahirkan dua bentuk makna yang simetris satu sama lain. Kata Allah
melahirkan makna positif, yaitu penetapan sifat kesempurnaan, keagungan, dan
kebesaran kepada zat Tuhan. Dengan menggunakan kata Allah, berarti
mengisyaratkan bahwa zat Tuhan merupakan zat yang paling agung, paling sempurna
dan paling berkuasa. Namun keagungan, kesempurnaan dan kebesarannya belum
mampu memberikan makna yang signifikan jika, dalam benak manusia belum jelas,
apakah keagungan, kesempurnaan dan kebesaran itu hanya dimiliki-Nya sendiri, atau
ada zat lain yang berkongsi dengan-Nya dalam kepemilikan terhadap sifat-sifat
tersebut. Dengan menambahkan kata ahad, maka segala kemungkinan tersebut
ditepis, dan bahkan sifat ini justru semakin menambah kesempurnaan dan kemuliaan
Tuhan. Dia sendiri dalam keagungan yang tak butuh kepada apa pun. Dia tunggal
dalam kesempurnaan dan tak bergantung terhadap apapun. Dia Esa dalam
kebesaran-Nya yang tak satupun mampu menandingi-Nya. Sehingga kesempurnaan,
kemuliaan dan kebesaran-Nya merupakan sesuatu yang mutlak menegasikan segala
bentuk keagunagn, kata Allah juga merupakan nama bagi zat yang wajib wujud yang
berhak untuk mendapatkan segala bentuk pujian. Sedangkan kata ahad merupakan
sifat bagi ketunggulan yang senantiasa abadi dalam keesaannya. Dengan adanya sifat
Ahad ini, akan menambah kemutlakan terhadap otoritas Tuhan. Dia adalah satu-
satunya yang berhak mendapatkan atribut ketuhanan di semesta raya ini.
Jika ditelusuri secara filosofis makna kalimat sebagaimana yang disebutkan oleh
Ibnu Sina bahwa (Allah Ahad), bermakna bahwa Tuhan Esa dalam segala aspek, dan
tidak pernah sekalipun mengandung pluralitas. Baik itu pluralitas maknawi,
sebagaimana yang ada dalam genus dan karakter, ataupun pluralitas yang real,
sebagaimana yang nampak dalam dunia materi. Keesaan ini juga menegasikan dan
mensucikan Tuhan dari hal-hal yang mengindikasikan bahwa Tuhan memiliki bentuk,
kualitas, kuantitas, warna dan segala jenis gambaran akal yang mampu merusak
kebersahajaan yang satu. Demikian juga, ‘Ahad’ mengindikasikan bahwa tak ada
4
sesuatupun yang menyamai-Nya. Seluruh keyakinan dan kepercayaan ini merupakan
landasan yang paling fundamental dalam pembentukan dan konstruksi akidah tauhid
yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw. Bahkan seluruh ajaran risalah kenabian
berporos pada konsep tauhid ini. M. Quraisy Shihab didalam bukunya yang berjudul
“Wawasan Al-Qur’an” memamparkan bahwa ayat-ayat tauhidiyah yang tergambar
dalam lintasan sejarah para Nabi dan Rasul yang bersumber dari Al-Qur’an yang
didalamnya dapat ditemukan bahwa para Nabi dan Rasul selalu membawa ajaran
tauhid.
5
Sains dan teknolgi merupakan dua buah sisi yang ibaratkan sebagai mata uang
yang tidak dapat dipisahkan antara satu dan yg lainnya. Sains menurut Baiquni adalah
himpunan pengetahuan manusia tentang alam yang diperoleh sebagai konsensus para
pakar, melalui penyimpulan secara rasional mengenai hasil-hasil analisis yang kritis
terhadap data pengukuran yang diperoleh dari observasi pada gejala-gejala alam.
Sedangkan teknologi adalah himpunan pengetahuan manusia tentang proses-proses
pemanfaatan alam yang diperoleh dari penerapan sains, dalam kerangka kegiatan
yang produktif ekonomis (Baiquni, 1995: 58-60).
Pandangan Al-Qur’an terhadap sains dan teknologi dapat kita lihat dari wahyu
pertama yang diturunkan Allah swt kepada Nabi Muhammad saw. Wahyu tersebut
terdapat dalam surah Al-A’laq ayat 1-5 yang artinya, “Bacalah dengan (menyebut)
nama Tuhanmu yang menciptakan. Yang menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) melalui
perantaraan kalam (tulis baca). Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya
“. (QS. Al-A’laq : 1-5).
Menurut Quraish Shihab iqra’ berasal dari kata yang artinya menghimpun. Dan kata
menghimpun tersebut mempunyai banyak makna diantaranya, menyampaikan,
menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu dan membaca yang tertulis
ataupun tidak tertulis. Sedangkan dari segi obyeknya kata iqra’ itu mencakup segala
sesuatu yang dapat dijangkau oleh manusia (Shihab, 1996:443).
Atas dasar itu, sebenarnya tidak ada alasan untuk membuat dikotomi ilmu agama
dan ilmu non agama. Sebab, sebagai agama yang memandang dirinya paling lengkap
tidak mungkin memisahkan diri dari persoalan-persoalan yang bereperan penting
dalam meningkatkan kesejahteraan umatnya. Berkaitan dengan hal ini, Ghulsyani
mengajukan beberapa alasan untuk menolak dikotomi ilmu agama dan ilmu non
agama sebagai berikut:
1. Dalam sebagian besar ayat al-Qur’an, konsep ilmu secara mutlak muncul dalam
maknanya yang umum, seperti pada ayat 9 surat al-Zumar: “Katakanlah: adakah sama
orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui.” Beberapa
ayat lain yang senada di antaranya QS 2:31; QS 12:76; QS 16:70.
2. Beberapa ayat al-Qur’an secara eksplisit menunjukkan bahwa ilmu itu tidak hanya
berupa prinsip-prinsip dan hukum-hukum agama saja. Misalnya, firman Allah pada
surat Fathir ayat 27-28: “Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan
6
dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka ragam
jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang
beraneka ragam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) di
antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang
bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada
Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah “ulama”. Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Pengampun “.
Untuk dapat memahami sunnatullah yang beraturan di alam semesta ini, manusia
telah dibekali oleh Allah SWT dua potensi penting, yaitu potensi fitriyah (di dalam diri
manusia) dan potensi sumber daya alam (di luar diri manusia). Di samping itu, al-
Qur’an juga memberikan tuntunan praktis bagi manusia berupa langkah-langkah
penting bagaimana memahami alam agar dicapai manfaat yang maksimal. Suatu cara
penghampiran yang sederhana dalam mempelajari ilmu pengetahuan ditunjukkan
dalam al-Qur’an surat al-Mulk ayat 3-4 yang intinya mencakup proses kagum,
mengamati, dan memahami.
a. Prinsip Istikhlaf
7
Prinsip istikhlaf merupakan salah satu prinsip dasar yang digariskan oleh al-Qur’an
dalam mendukung dan memantapkan kegiatan imiah. Konsep istikhlaf ini berkaitan
fungsi kekhalifahan manusia yang bersifat multi dimensional.
2. Prinsip Keseimbangan
3. Prinsip Taskhir
Prinsip taskhir merupakan prinsip dasar mengenai alam semesta (kosmos). Prinsip
taskhir ini ditopang oleh penguasaan ilmu pengetahuan dan metodologinya merupakan
faktor kondusif bagi manusia dalam membangun bentuk-bentuk peradaban yang
sesuai dengan cita-cita manusia dan kemanusiaan.
Prinsip penting lainnya adalah keterkaitan antara makhluk yang diciptakan dan sang
pencipta yang Maha Agung. Ilmu pengetahuan adalah alat yang mutlak untuk
menjelaskan dan mengungkapkan keterkaitan tersebut.
Definisi sains menurut tradisi islam adalah sains yang bersumberkan daripada
tradisi sains tamadun awal terutamanya Tamadun dan akedah empirikal dan
matematikal atapun logical merupakan sebagian sahaja kaedah yang digunakan
(Harun, 1992:7). Metodologi sains Islam juga mengakui kaedah yang bukan empiris
seperti ilham dan kaedah gnostic atau kashf sebagai tergolong dalam metodologi
saintifik. Kaedah ini pernah diamalkan oleh tokoh sains Islam yang terkenal.
Islam amat menyeru kepada penganutnya yang mementingkan budaya ilmu dan
melakukan sesuatu proses pencarian ilmu pengetahuan dengan bersungguh-sungguh.
Islam amat menegaskan tentang kepentingan menimba ilmu dan dipraktikkan dalam
pengenalan ilmu sains dan teknologi. Perkara ini dapat dibuktikan secara fakta bahawa
8
wahyu yang pertama diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW amat menekankan
kepada pembacaan sebagai perkara penting dalam menimba ilmu (Jasmi, 2016b;
Muslim, 2003; Ujang, 2009; Yusuf, 2011; Samrin, 2013; Ina Fauzia, 2015).
Ilmu adalah satu perkara wajib yang perlu dituntut oleh setiap umat
manusia terutamanya umat Islam baik laki-laki maupun perempuan (Ujang, 2009;
Jasmi, 2016b). Perkara ini dapat diterjemahkan menurut sebuah hadis Rasulullah SAW
yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik RA (Ibn Majah, 2009: 224), yang artinya
“menuntut ilmu adalah satu kewajipan ke atas setiap orang Islam ” (Ibn Majah).
Peningkatan teknologi amat memberi galakkan dan dorongan umat Islam untuk
menceburi dan mendalami tentang keindahan sains dan teknologi agar tidak
ketinggalan jauh daripada peredaran zaman. Umat Islam yang sejati akan menjadikan
al-Quran dan hadis sebagai panduan untuk memacu teknologi ke arah yang
komprehensif dan lebih teratur demi mewujudkan masyarakat Islam majmuk yang lebih
berkualiti dan berinnovasi berteraskan keilmuan Islam. Allah SWT berfirman, yang
artinya “Dan kami mengajar Nabi Dawud membuat baju besi unntuk kamu menjaga
keselamatan kamu dalam mana-mana peperangan kamu, maka adakah kamu sentiasa
bersyukur? “ (Surah al-Anbiya’, 21: 80).
9
BAB III 3 GENERASI TERBAIK MENURUT AL HADITS
Generasi terbaik adalah para sahabat Nabi Muhammad saw, karena mereka adalah
sebaik-baiknya manusia. Setelah para sahabat Nabi Muhammad saw, generasi terbaik
adalah generasi berikutnya, lalu generasi berikutnya lagi. Tiga kurun inilah yang
mrupakan generasi terbaik. Dari Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhuma, bahwa dia
mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda artinya, “Sebaik-baik
umatku adalah pada masaku. Kemudian orang-orang setelah mereka (generasi
berikutnya), lalu orang-orang setelah mereka.” ( Shahih Al-Bukhori:no.3650).
Mereka inilah orang-orang paling baik, paling selamat, dan paling mengetahui dan
memahami tentang islam. Dan mereka inilah para pendahulu yang memiliki keshalihan
yang tinggi (as-salafu ash-shalih). Meraka inilah yang telah mendapat keridhaan Allah
swt, dan mereka pula telah ridha kepada Allah swt. Allah swt berfiman dalam surah At-
Tubah ayat 100, yang artinya, “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama
(masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha
kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-
sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan
yang besar.” (At-Taubah: 100).
Selain itu, Allah swt berfirman dalam surah lain, yaitu surah Al-Luqman ayat 15,
artinya “Dan ikutilah jalan orang-orang yang kembali kepada-Ku.” (Luqman: 15).
Menurut Ibnul Qayyim rahimahullahu dalam I’lam Al-Muwaqqi’in, ayat diatas
menjelaskan tentang sahabat yang tetap kembali kepada Allah swt. Maka, kita wajib
mengikuti jalannya, perkataan-perkataanya dan keyakinan-keyakinan (I’tiqad) mereka.
Jika dilihat pada masa lampau di setiap kurun, waktu, senantiasa didapati para
pembela al-haq. Mereka adalah bintang gemilang yang memberi petunjuk arah dalam
kehidupan umat. Mereka memancarkan berkas cahaya yang memandu umat di tengah
gelap gulita. Pada saat munculnya bid’ah Khawarij dan Syi’ah, Allah Subhanahu wa
Ta’ala merobohkan makar mereka dengan memunculkan Ali bin Abi Thalib
radhiyallahu ‘anhu dan Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Begitupun saat Al-
10
Qadariyah hadir, maka Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, dan Jabir bin ‘Abdillah
radhiallahu ‘anhum dari kalangan sahabat yang utama melawan pemahaman sesat
tersebut. Washil bin ‘Atha’ dengan paham Mu’tazilahnya dipatahkan Al-Hasan Al-
Bashri, Ibnu Sirin, dan lain-lainnya dari kalangan utama tabi’in. Merebak Syi’ah
Rafidhah, maka Al-Imam Asy-Sya’bi, Al-Imam Syafi’i, dan para imam Ahlus Sunnah
lainnya menghadapi dan menangkal kesesatan Syi’ah Rafidhah. Jahm bin Shafwan
yang mengusung Jahmiyah juga diruntuhkan Al-Imam Malik, Abdullah bin Mubarak,
dan lainnya. Demikian pula tatkala menyebar pemahaman dan keyakinan bahwa Al-
Qur’an adalah makhluk bukan Kalamullah. Maka, Al-Imam Ahmad bin Hanbal tampil
memerangi pemahaman dan keyakinan sesat tersebut. Allah Subhanahu wa Ta’ala
senantiasa memunculkan para pembela risalah-Nya. Mereka terus berupaya menjaga
as-sunnah, agar tidak redup dan dirampas para ahli bid’ah. Bermunculan para imam,
seperti Al-Imam Al-Barbahari, Al-Imam Ibnu Khuzaimah, Al-Imam Ibnu Baththah, Al-
Imam Al-Lalika’i, Al-Imam Ibnu Mandah, dan lainnya dari kalangan imam Ahlus
Sunnah. Dan pada kurun berikutnya, ketika muncul bid’ah sufiyah, ahlu kalam dan
filsafat, hadir di tengah umat para imam, seperti Al-Imam Asy-Syathibi, Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah beserta murid-muridnya, yaitu Ibnul Qayyim, Ibnu Abdilhadi, Ibnu Katsir,
Adz-Dzahabi, dan lainnya rahimahumullah.
Sosok Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sendiri bagi sebagian umat Islam bukan lagi
sosok yang asing. Kiprah dakwahnya begitu agung. Pengaruhnya sangat luas. Kokoh
dalam memegang sunnah. Sebab, menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah,
sesungguhnya tidak ada kebahagiaan bagi para hamba, tidak ada pula keselamatan di
hari kembali nanti (hari kiamat) kecuali dengan ittiba’ (mengikuti) Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Yang artinya “(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-
ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah
memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang
mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. Dan barangsiapa yang
mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya
Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya
siksa yang menghinakan.” (An-Nisa’: 13-14).
Allah swt, menciptakan sesuatu karena ada tujuan dan alsannya, sebagiman firman
Allah swt, yang artinya” Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembah-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56). Rasulullah saw, bersabda dalam hadits
Al-Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan Ahlu Sunan dan
dishahihkan At-Tirmidzi rahimahullahu yang artinya “Sesungguhnya kalian akan hidup
setelahku, kalian akan mendapati banyak perselisihan. Maka, pegang teguh sunnahku
dan sunnah khulafa ar-rasyidin yang mendapat petunjuk setelahku. Pegang teguh
sunnah dan gigit dengan gerahammu. Dan hati-hatilah dari perkara yang diadakan,
karena setiap bid’ah itu sesat.” (HR. At-Tirmidzi no. 2676) (Lihat Majmu’ah Al-
Fatawa,1/4).
Inilah pandangan dari seorang Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu dalam
menetapi Islam. Cara pandang inilah yang hilang dari kaum muslimin sehingga dapat
terjatuh kedalam perkara-perkara yang diadakan, yaitu perkara yang tidak pernah
dicontohkan oleh Rasulullah saw. Mereka sering membuat perkara yang
11
mengatasnamakan Islam, padahal Islam sendiri tidak pernah membuatnya, mereka
terbelenggu oleh bid’ah. Kekokohan yang memegang teguh prinsip beragama oleh
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu digambarkan oleh Al-Hafizh Al-Mizzi
rahimahullahu. Kata Al-Hafizh Al-Mizzi rahimahullahu, “Aku tak pernah melihat orang
yang seperti beliau. Tidak pula dia melihat orang yang seperti dirinya. Aku melihat,
tidak ada seorangpun yang lebih mengetahui dan sangat kuat mengikuti Al-Kitab dan
sunnah Rasul-Nya dibanding beliau. Pantaslah bila sosok Syaikhul Islam senantiasa
membuat susah para ahlu bid’ah. Disebutkan Al-Hafizh Ibnu Abdilhadi rahimahullahu,
bahwa beliau rahimahullahu adalah pedang terhunus bagi orang-orang yang
menyelisihi (Al-Kitab dan As-Sunnah). Menyusahkan orang-orang yang mengikuti
hawa nafsu, yang suka mengada-adakan ajaran (baru) dalam agama. (Al-Ushul Al-
Fikriyah Lil-Manahij As-Salafiyah ‘inda Syaikhil Islam, Asy-Syaikh Khalid bin
Abdirrahman Al-‘Ik).
12
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya “Dan keutamaan seorang alim
dibanding seorang ahli ibadah, bagai rembulan atas seluruh bintang. Sesungguhnya
ulama itu pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi tidaklah mewariskan dinar dan
dirham, (tetapi) mereka mewariskan ilmu. Barangsiapa mampu mengambilnya, berarti
dia telah mengambil keberuntungan yang banyak.” (Sunan At-Tirmidzi, no. 2682,
Sunan Abi Dawud no. 3641, Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
rahimahullahu menshahihkan hadits ini).
13
BAB IV. PENGERTIAN DAN JEJAK SALAFUSSOLEH (REFERENSI AL-HADITS)
A. Pengertian Salafussoleh
Secara bahasa (etimologi) Ibnul Faris berkata, “Huruf sin, lam, dan fa’ adalah pokok
yang menunjukkan ‘makna terdahulu’. Termasuk salaf dalam hal ini adalah ‘orang-
orang yang telah lampau atau terdahulu’, dan arti dari ‘al-qoumu as-salaafu’ artinya
mereka yang telah terdahulu.” (Mu’jam Maqayisil Lughah: 3/95). Sedangkan secara
istilah (terminologi), ada beberapa pendapat menurut para ulama tentang pengertian
salaf dan ini terbagi menjadi empat :
1. Di antara para ulama ada yang membatasi makna Salaf yaitu hanya para
Sahabat Nabi saja.
3. Dan di antara mereka ada juga yang berkata bahwa Salaf adalah mereka
adalah para Sahabat Nabi, Tabi’in, dan Tabi’ut Tabi’in. (Luzumul Jama’ah (hal:
276-277)). Dan pendapat yang benar dan masyhur, yang mana sebagian besar
ulama ahlussunnah berpendapat adalah pendapat ketiga ini.
4. Yang dimaksud Salaf dari sisi waktu adalah masa utama selama tiga kurun
waktu/periode yang telah diberi persaksian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam dalam hadits beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka itulah yang
berada di tiga kurun/periode, yaitu para sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in.
Rasulullah saw, bersabda artinya,: “Sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada
masaku, kemudian manusia yang hidup pada masa berikutnya, kemudian manusia
yang hidup pada masa berikutnya.” (HR. Bukhari (2652), Muslim (2533)).
Dalam Al-Qur’an surah An-Nisa ayat 115 artinya, “Dan barangsiapa yang
menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan
jalan orang-orang mukmin. Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah
dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu
seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisa : 115).
Selain ayat diatas, Allah swt, berfirman dalam surah At-Taubah ayat 100 artinya ,
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-
orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik,
Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan
bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di
dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah : 100).
Allah swt, mengancam orang-orang yang tidak mengikuti jalan salafus shalih dengan
14
neraka jahannam, dan Allah swt, akan memberikan surga bagi orang-orang yang
mengikuti jalan salafus shalih.
2. Dalil As Sunnah
Hadits iftiraq tersebut juga menunjukkan bahwa umat Islam akan terpecah menjadi
73 golongan, semua binasa kecuali satu golongan, yaitu yang mengikuti apa yang
telah dilaksanakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para
Sahabatnya Radhiyallahu anhum. Jadi, jalan selamat itu hanya satu, yaitu mengikuti
Al-Qur-an dan As-Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih (para Sahabat).
15
3. Dari perkataan Salafush Shalih
C. Jejak Salafussoleh
Abdullah bin Mas’ud menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang mengharuskan kita
mengikuti jejak salafussoleh atau para sahabat diantaranya,
1. Para sahabat adalah orang yang paling baik hatinya dan Allah ridha dengan para
sahabat. Allah yang Maha Tahu tentang hatinya para sahabat Radhiyallahu ‘Anhum
Ajma’in.
2. Para sahabat adalah orang yang dalam ilmunya. Allah menyebutkan bahwa para
sahabat adalah orang yang berilmu.
3. Para sahabat adalah orang yang paling sedikit bebannya. Artinya mereka kalau
ditanya suatu masalah agama, jika bisa dijawab, mereka menjawab. Adapun yang
tidak, mereka tidak menjawabnya, sehingga beban mereka sedikit.
4. Para sahabat adalah yang paling lurus petunjuknya. Ini jelas, sebab mereka dibina,
dibimbing, ditarbiyah oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Lurus dalam
beragama, tidak bengkok, maka nanti diakhirnya disebutkan bahwa mereka diatas
jalan yang lurus.
5. Para sahabat adalah orang yang paling baik keadaannya. Jika dilihat kehidupan
mereka baik dalam ibadah mereka paling baik, dalam rumah tangga mereka paling
baik, dan dalam berjihad pula mereka yang paling baik, maka merekalah yang terbaik.
16
6. Para sahabat adalah satu kaum yang Allah swt, pilih untuk menemani Nabi-Nya.
Artinya ini pilihan Allah swt. Allah swt, memilih para sahabat menemani Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk membela agama-Nya, untuk menegakkan agama-
Nya, untuk berjihad, untuk mendakwahkan dakwah tauhid untuk melaksanakan sunnah
dan membela sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
17
BAB V AJARAN DAN TUNTUNAN BERBAGI, PENEGAKAN SERTA KEADILAN
HUKUM DALAM ISLAM
Islam tentu mengajarkan dan menuntut kita untuk saling berbagi antara sesame
manusia. Allah swt, berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 177,yang artinya,
“Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi
kebajikan itu ialah (kebajikan)orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-
malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada
kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan
(musafir), peminta-peminta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang
melaksanakan sholat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila
berjanji, dan orang yang bersabar dalam kemelaratan, penderitaan, dam pada masa
peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang
yang bertakwa.” (QS.Al-Baqarah/2:177).
1. Berbagi itu mulia, artinya kita mendapatkan kemulian dari Allah swt, selain
itu kita juga mulia dihadapan sesama manusia. Berbagi bukan hanya soal
materi, tetapi berbagi itu bisa menggunakan makanan dan lain-lain.
2. Bebagi adalah besyukur, artinya ketika kita punya suatu potensi kemudian
kita menyalurkan potensi yang kita punya kepada orang lain. Hal ini
menunjukkan bahwa kita bersyukur atas potensi yang diberikan Allah swt.
3. Berbagi itu amanah, artinya harta yang kita punya sekarang ini adalah titipan
dari Allah swt, dan didalam harta itu terdapat hak orang lain yang harus kita
berikan.
4. Berbagi itu prestasi, artinya apapun yang kita korbankan untuk kepentingan
berbagi itu adalah prestasi kita dihadapan Allah swt.
5. Berbagi itu investasi, artinya ketika kita berbagi itu adalah bentuk investasi
sebagai amal jariyah untuk kita terima di akhirat kelak.
Terdapat beberapa faktor yang dapat mendukung tegaknya hukum di suatu Negara
antara lain: Kaidah hukum, Penegak hukum, Fasilitas dan Kesadaran hukum warga
Negara. Dalam pelaksanaannya masih tergantung pada sistem politik Negara yang
bersangkutan. Jika sistem politik Negara itu otoriter maka sangat tergantung penguasa
bagaimana kaidah hukum, penegak hukum dan fasilitas yang ada. Adapun warga
Negara ikut saja kehendak penguasa (lihat synopsis). Pada sistem politik demokratis
juga tidak semulus yang kita bayangkan. Meski warga Negara berdaulat, jika system
pemerintahannya masih berat pada eksekutif (Executive heavy) dan birokrasi
pemerintahan belum direformasi, birokratnya masih “kegemukan” dan bermental
mumpung, maka penegakan hukum masih mengalami kepincangan dan kelambanan
18
(kasus “hotel bintang” di Lapas). Belum lagi kaidah hukum dalam hal perundang-
undangan yang simpang siur penerapannya (kasus Prita). Agar suatu kaidah hokum
berfungsi maka bila kaidah itu berlaku secara yuridis, maka kemungkinan besar kaidah
tersebut merupakan kaidah mati (dode regel), kalau secara sosiologis (teori
kekuasaan), maka kaidah tersebut menjadi aturan pemaksa (dwang maat regel). Jika
berlaku secara filosofi, maka kemungkinannya hanya hukum yang dicita-citakan yaitu
ius constituendum. Kaidah hukum atau peraturan itu sendiri, apakah cukup sistematis,
cukup sinkron, secara kualitatif dan kuantitatif apakah sudah cukup mengatur bidang
kehidupan tertentu. Dalam hal penegakan hukum mungkin sekali para petugas itu
menghadapi masalah seperti sejauh mana dia terikat oleh peraturan yang ada, sebatas
mana petugas diperkenankan memberi kebijaksanaan. Kemudian teladan macam apa
yang diberikan petugas kepada masyarakat. Selain selalu timbul masalah jika
peraturannya baik tetapi petugasnya malah kurang baik. Demikian pula jika
peraturannya tetapi petugasnya malah kurang baik. Demikian pula jika peraturannya
buruk, maka kualitas petugas baik.
Fasilitas merupakan sarana dalam proses penegakan hukum. Jika sarana tidak
cukup memadai, maka penegakan hukum pun jauh dari optimal. Mengenai warga
negara atau warga masyarakat dalam hal ini tentang derajat kepatuhan kepada
peraturan. Indikator berfungsinya hukum adalah kepatuhan warga. Jika derajat
kepatuhan rendah, hal itu lebih disebabkan oleh keteladanan dari petugas hukum.
Pengertian keadilan dapat ditinjau dari dua segi yakni keadilan hukum dan keadilan
sosial. Adapun keadilan mengandung asas kesamaan hukum artinya setiap orang
harus diperlakukan sama di hadapan hukum. Dengan kata lain hukum harus
diterapkan secara adil. Keadilan hokum ternyata sangat erat kaitannya dengan
implementasi hukum di tengah masyarakat. Untuk mencapai penerapan dan
pelaksanaan hukum secara adil diperlukan kesadaran hukum bagi para penegak
hukum. Dengan demikian guna mencapai keadilan hukum itu, maka factor manusia
sangat penting. Keadilan hukum sangat didambakan oleh siapa saja termasuk
penjahat (pembunuh, pemerkosa, dan koruptor). Jika dalam suatu negara ada yang
cenderung bertindak tidak adil secara hukum, termasuk hakim, maka pemerintah harus
bertindak mencegahnya. Pemerintah harus menegakkan keadilan hukum, bukan
malah berlaku zalim terhadap rakyatnya. Keadilan sosial terdapat dalam kehidupan
masyarakat, terdapat saling tolong-menolong sesamanya dalam berbuat kebaikan.
Terdapat naluri saling ketergantungan satu dengan yang lain dalam kehidupan social
(interdependensi). Keadilan sosial itu diwujudkan dalam bentuk upah yang seimbang,
untuk mencegah diskriminasi ekonomi. Keadilan sosial adalah persamaan
kemanusiaan, suatu penyesuaian semua nilai, nilai-nilai yang termasuk dalam
pengertian keadilan. Kepemilikan atas harta seharusnya tidak bersifat mutlak. Perlu
dilakukan pemerataan, distribusi kekayaan anggota masyarakat. Bagaimana pemilik
harta seharusnya menggunakan hartanya. Penimbunan atau konsentrasi kekayaan,
sehingga tidak dimanfaatkan dalam sirkulasi dan distribusi akan merugikan
kepentingan umum. Sebaiknya harta kekayaan itu digunakan sebaik mungkin dan
memberikan manfaat bagi pemiliknya maupun bagi masyarakat.
19
Menurut M. Natsir (demokrasi dibawah hukum cet.III, 2002) adalah suatu
penegasan, ada undang-undang yang disebut Sunnatullah yang nyatanyata berlaku
dalam kehidupan manusia pada umumnya. Perikehidupan manusia hanya dapat
berkembang maju dalam berjama’ah (Society). Man is born as a social being. Hidup
perorangan dan hidup bermasyarakat berjalin, yang satu bergantung pada yang lain.
Kita mahluk sosial harus berhadapan dengan berbagai macam persoalan hidup, dari
persoalan rumah tangga, hidup bermasyarakat, berbangsa, bernegara, berantara
negara, berantar agama dan sebagainya, semuanya problematika hidup duniawi yang
bidangnya amat luas. Maka risalah Muhammad Saw, meletakkan beberapa kaidah
yang memberi ketentuan-ketentuan pokok guna memecahkan persoalan-persoalan.
Kestabilan Hidup bermasyarakat memerlukan tegaknya keadilan lanjut M. Natsir. Tiap
tiap sesuatu yang melukai rasa keadilan terhadap sebagian masyarakat, maka bisa
merusak kestabilan secara keseluruhan. Menegakkan keadilan di tengah-tengah
masyarakat dan bangsa diawali dengan kedaulatan hukum yang ditegakkan. Semua
anggota masyarakat berkedudukan sama di hadapan hukum. Jadi di hadapan hukum
semuanya sama, mulai dari masyarakat yang paling lemah sampai pimpinan tertinggi
dalam Negara. “Dan janganlah rasa benci kamu kepada suatu golongan menyebabkan
kamu tidak berlaku adil. Berlaku adilah, karena itu lebih dekat kepada taqwa. Dan
bertaqwalah kepada Allah karena sesungguhnya Allah amat mengetahui apa yang
kamu kerjakan”(QS.5:8). “Dengarlah dan taatilah sekalipun andaikata yang
menjalankan hokum atasmu seseorang budak Habsyi yang kepalanya seperti kismis
selama dijalankannya hukum Allah Swt”. (H.R.Buchori dari Anas).
Tidak mungkin hukum dan keadilan dapat tegak berdiri keadilan dapat tegak berdiri
kokoh apabila konsep persamaan itu diabaikan. Implementasi keadilan hukum di
masyarakat dewasa ini banyak ditemui sandungan yang menyolok atas pandangan
lebih terhadap orang yang punya kedudukan tinggi, yang punya kekayaan melimpah,
sehingga rakyat banyak telah menyimpan imej bertahun-tahun bahwa di negeri ini
keadilan itu dapat dibeli. Lebih jauh kesamaan itu dijabarkan Rachman di bukunya
Political Science and Government dalam Ramly Hutabarat di bukunya Hukum dan
Demokrasi (1999)yaitu, yakni :
20
DAFTAR PUSTAKA
21
22