Anda di halaman 1dari 19

Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.

Genap/2018

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ikan patin dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena memiliki harga
jual yang tinggi. Tahun 2006, produksi ikan patin dalam negeri mencapai 31.490 ton.
Sementara itu, tahun 2012, produksi ikan patin meningkat signifikan hingga mencapai
651.000 ton (Warta Ekspor, 2013). Menurut data DJBP pada tahun 2013, Riau menjadi
provinsi ketiga sebagai produsen utama ikan patin di Indonesia dengan produksi
sebanyak 24896 ton. Pada umumnya proses pengolahan ikan patin di Indonesia
menghasilkan produk filet yang kemudian dijual dalam bentuk filet segar maupun beku.
Rendemen pada proses pengolahan filet ikan patin ini sekitar 45%, bagian selebihnya
termasuk isi perut, lemak abdomen, tulang, kulit dan hasil perapian (trimming) sebesar
55% belum dimanfaatkan secara optimal (Sathivel dkk., 2002).
Ikan patin memiliki kandungan lemak yang tinggi dan merupakan sumber asam
lemak tidak jenuh yang sangat bagus, termasuk asam lemak omega 3 yang memiliki
fungsi positif bagi kesehatan manusia. Asam lemak Omega-3 seperti asam eikosa
pentaenoat dan asam dokosa heksaenoat terdapat dalam minyak atau lemak ikan.
Keuntungan mengkonsumsi asam lemak omega-3 adalah adanya tendensi dapat
menurunkan kadar kolesterol dan lemak dalam darah sehingga tidak terjadi penimbunan
pada dinding pembuluh darah (Park, 2005).
Melihat begitu banyaknya presentase limbah ikan patin serta manfaat minyaknya
bagi kesehatan, maka diperlukan usaha ekstraksi minyak dari limbah ikan patin.
Berdasarkan sifat lemak dari limbah ikan patin maka cara ekstraksi yang sesuai adalah
dengan metoda rendering. Metoda rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau
lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang
tinggi sehingga cocok untuk sampel yang digunakan yaitu limbah lemak ikan patin.

1.2 Tujuan Percobaan


1. Memahami proses ekstraksi minyak ikan dari limbah ikan.
2. Memahami cara menghitung rendemen.
3. Memahami cara menentukan kadar asam lemak bebas, densitas, viskositas serta
laju pembentukan asam lemak bebas dalam minyak limbah ikan.

Ekstraksi Minyak Ikan 1


Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.Genap/2018

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Ikan Patin
Ikan yang bernama ilmiah Pangasius di Indonesia terdiri dari Pangasius pangasius
atau P. djambal, P. humeralis, P. lithostoma, P. macronema, P. micronemus, P. nasutus,
P. niewenhuisii, dan P. polyuranodon (Kottelat, dkk.,1993). Jenis-jenis tersebut
merupakan ikan atau spesies asli (indigenous species) yang berada di perairan umum
Indonesia. Secara taksonomi, ikan patin diklasifikasikan ke dalam (Isnani, 2013) :
Filum : Chordata
Klas : Pisces
Ordo : Silusiformes
Famili : Pangasidae
Genus : Pangasius
Spesies : Pangasius djambal

Gambar 2.1. Ikan Patin (Isnani,2013)

Saat ini, spesies patin yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia adalah patin
jambal (Pangasius djambal) dan patin siam atau jambal siam (P. hypophthalmus). Dari
segi ukuran, patin siam berukuran lebih besar daripada patin jambal. Patin siam dapat
mencapai ukuran 150 cm, sedangkan patin jambal hanya mencapai 120 cm. Patin
mempunyai bentuk tubuh memanjang, agak pipih, dan tidak bersisik. Warna tubuh patin
pada bagian punggung keabu-abuan atau kebiru-biruan dan bagian perut putih keperak-
perakan. Kepala patin relatif kecil dengan mulut terletak di ujung agak ke bawah.
Gambaran mengenai ikan patin dapat dilihat pada Gambar 2.1 dan ikan patin ini
merupakan ciri golongan ikan lele. Pada sudut mulutnya terapat dua pasang sungut
(kumis) pendek yang berfungsi sebagai peraba. Sirip punggung mempunyai satu jari-jari
keras yang berubah menjadi patil yang besar dan bergerigi di belakangnya, sedangkan
jari-jari lunak pada sirip ini ada 6-7 buah. Pada permukaan punggung terdapat sirip lemak

Ekstraksi Minyak Ikan 2


Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.Genap/2018 3

yang ukurannya sangat kecil. Sirip dubur agak panjang dan mempunyai 30-33 jari-jari
lunak. Sirip perut terdapat 6 jari-jari lunak. Sirip dada terdapat 1 jari-jari keras yang
berubah menjadi patil dan 12-13 jari-jari lunak. Sirip ekor bercagak dan bentuknya
simetris (Isnani,2013).
Patin adalah ikan sungai, muara-muara sungai, dan danau. Larva patin dapat hidup
pada perairan sampai salinitas 5 ppt. Patin dikenal sebagai hewan nokturnal, yakni hewan
yang aktif pada malam hari dan sebagai hewan dasar tampak dari bentuk mulutnya yang
agak ke bawah. Ikan ini juga bersembunyi di liang-liang di tepi ungai (Ghufran, 2010).

2.2 Proses Ekstraksi Produk


Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang
diduga mengandung minyak atau lemak. Adapun cara ekstraksi ini bermacam–macam,
yaitu rendering (dry rendering dan wet rendering), mechanical expression dan solvent
extraction (Ketaren, 2008).
Pemilihan metode ekstraksi tergantung pada sifat bahan dan senyawa yang akan
diisolasi. Sebelum memilih suatu metode, target ekstraksi perlu ditentukan terlebih
dahulu. Ada beberapa target ekstraksi, diantaranya (Sarker SD, dkk., 2006):
1. Senyawa bioaktif yang tidak diketahui
2. Senyawa yang diketahui ada pada suatu organisme
3. Sekelompok senyawa dalam suatu organisme yang berhubungan secara struktural.

2.2.1 Rendering
Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang
diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi. Pada semua cara
rendering, penggunaan panas adalah suatu hal yang spesifik, yang bertujuan untuk
mengumpulkan protein pada dinding sel bahan dan untuk memecahkan dinding sel
tersebut sehingga mudah ditembus oleh minyak atau lemak yang terkandung di dalamnya
(Ketaren, 1986).
a. Wet Rendering
Wet rendering adalah proses rendering dengan penambahan sejumlah air selama
berlangsungnya proses tersebut. Cara ini dikerjakan pada ketel yang terbuka atau tertutup
dengan menggunakan temperatur yang tinggi serta tekanan 40 sampai 60 pound tekanan
uap (40-60 psi). Peralatan yang digunakan adalah autoclave atau digester. Air dan bahan
yang akan diesktraksi dimasukkan ke dalam digester dengan tekanan uap air sekitar 40
sampai 60 pound selama 4-6 jam (Ketaren, 1986).

Ekstraksi Minyak Ikan


Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.Genap/2018 4

b. Dry Rendering
Dry rendering adalah cara rendering tanpa penambahan air selama proses
berlangsung. Dry rendering dilakukan dalam ketel yang terbuka dan diperlengkapi
dengan steam jacket serta alat pengaduk (agitator) (Ketaren, 1986).

2.2.2 Solvent Extraction


Cara ekstraksi ini dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut dan digunakan
untuk bahan yang kandungan minyaknya rendah. Lemak dalam bahan dilarutkan dengan
pelarut. Tetapi cara ini kurang efektif, karena pelarut mahal dan lemak yang diperoleh
harus dipisahkan dari pelarutnya dengan cara diuapkan. Ampasnya harus dipisahkan dari
pelarut yang tertahan, sebelum dapat digunakan sebagai bahan makanan ternak (Winarno,
1991).
a. Maserasi
Maserasi merupakan metode sederhana yang paling banyak digunakan. Cara ini
sesuai, baik untuk skala kecil maupun skala industry (Agoes,2007). Metode ini dilakukan
dengan memasukkan serbuk tanaman dan pelarut yang sesuai ke dalam wadah inert yang
tertutup rapat pada suhu kamar. Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai
kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel
tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel dengan penyaringan.
Kerugian utama dari metode maserasi ini adalah memakan banyak waktu, pelarut yang
digunakan cukup banyak, dan besar kemungkinan beberapa senyawa hilang. Selain itu,
beberapa sen-yawa mungkin saja sulit diekstraksi pada suhu kamar. Namun di sisi lain,
metode maserasi dapat menghindari rusaknya senyawa-senyawa yang bersifat termolabil
(Mukhriani,2014).
Maserasi adalah proses perendaman sampel untuk menarik komponen yang
diinginkan dengan kondisi dingin diskontinyu. Keuntungannya yakni lebih praktis,
pelarut yang digunakan lebih sedikit, dan tidak memerlukan pemanasan, tetapi waktu
yang dibutuhkan relative lama. Refluks dikerjakan pada kondisi panas diskontinyu,
sedangkan sokletasi dikerjakan pada kondisi panas kontinyu. Keuntungan refluks
dibandingkan sokletasi yakni pelarut yang digunakan lebih sedikit dan bila dibandingkan
dengan maserasi dibutuhkan waktu ekstraksi yang lebih singkat (Kristanti, 2008).
Kekurangan untuk metode maserasi adalah membutuhkan waktu yang lebih lama dari
pada refluks dan sokletasi, serta ekstrak air yang dihasilkan pada metode maserasi akan
cepat rusak dan bau (Putra,2014).

Ekstraksi Minyak Ikan


Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.Genap/2018 5

b. Perkolasi
Pada metode perkolasi, serbuk sampel dibasahi secara perlahan dalam sebuah
perkolator (wadah silinder yang dilengkapi dengan kran pada bagian bawahnya). Pela-rut
ditambahkan pada bagian atas serbuk sampel dan dibiarkan menetes perlahan pada bagian
bawah. Kelebihan dari metode ini adalah sampel senantiasa dialiri oleh pelarut baru.
Sedangkan kerugiannya ada-lah jika sampel dalam perkolator tidak homogen maka
pelarut akan sulit menjangkau seluruh area. Selain itu, metode ini juga membutuhkan
banyak pelarut dan me-makan banyak waktu (Mukhriani, 2014).
Perkolasi merupakan proses melewatkan pelarut organik pada sampel sehingga
pelarut akan membawa senyawa organik bersama-sama pelarut. Efektivitas dari proses ini
hanya akan lebih besar untuk senyawa organik yang sangat mudah larut dalam pelarut
yang digunakan. Keuntungan dari metode ini adalah tidak diperlukannya proses
pemisahan ekstrak sampel, sedangkan kerugiannya adalah selama proses tersebut, pelarut
menjadi dingin sehingga tidak melarutkan senyawa dari sampel secara efisien. (Prapdita,
2011).
c. Sokletasi
Metode ini dilakukan dengan menempatkan serbuk sampel dalam sarung selulosa
(dapat digunakan kertas saring) dalam selongsong yang ditempatkan di atas labu dan di
bawah kondensor. Pelarut yang sesuai dimasukkan ke dalam labu dan suhu penangas
diatur di bawah suhu reflux. Keuntungan dari metode ini adalah proses ektraksi yang
kontinyu, sampel terekstraksi oleh pelarut murni hasil kondensasi sehingga tidak
membutuhkan banyak pelarut dan tidak memakan banyak waktu. Kerugiannya adalah
senyawa yang bersifat termolabil dapat terdegradasi karena ekstrak yang diperoleh terus-
menerus berada pada titik didih (Mukhriani, 2014).
Sokletasi merupakan proses ekstraksi yang menggunakan penyarian berulang dan
pemanasan. Penggunaan metode sokletasi adalah dengan cara memanaskan pelarut
hingga membentuk uap dan membasahi sampel. Pelarut yang sudah membasahi sampel
kemudian akan turun menuju labu pemanasan dan kembali menjadi uap untuk membasahi
sampel, sehingga penggunaan pelarut dapat dihemat karena terjadi sirkulasi pelarut yang
selalu membasahi sampel. Proses ini sangat baik untuk senyawa yang tidak terpengaruh
oleh panas. (Prapdita, 2011).

2.2.3 Mechanical Expression


Pengepresan mekanis merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak, terutama
untuk bahan yang berasal dari biji-bijian. Cara ini dilakukan untuk memisahkan minyak
dari bahan yang berkadar minyak tinggi (30-70%). Pada pengepresan mekanis ini

Ekstraksi Minyak Ikan


Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.Genap/2018 6

diperlukan perlakuan pendahuluan sebelum minyak atau lemak dipisahkan dari bijinya.
Perlakuan pendahuluan tersebut mencakup pembuatan serpih, perajangan dan
penggilingan serta tempering atau pemasakan (Ketaren, 1986).

a. Pengepresan hidraulik (Hydraulic Pressing)


Pada cara hydraulic pressing, bahan dipres dengan tekanan sekitar 2000
pound/inch². Banyaknya minyak atau lemak yang dapat diekstraksi tergantung dari
lamanya pengepresan, tekanan yang dipergunakan, serta kandungan minyak dalam bahan
asal, sedangkan banyaknya minyak yang tersisa pada bungkil bervariasi sekitar 4-6%,
tergantung dari lamanya bungkil ditekan di bawah tekanan hidraulik(Ketaren, 1986).

Bahan yang Perajangan Penggilingan


mengandung minyak

Minyak kasar

Pengepresan Pemasakan atau


pemanasan
Ampas / Bungkil

Gambar 2.2 Skema Cara Memperoleh Minyak Dengan Pengepresan (Ketaren, 1986)

b. Pengepresan Berulir (Screw Pressing)


Cara screw pressing memerlukan perlakuan pendahuluan yang terdiri dari proses
pemasakan atau tempering. Proses pemasakan berlangsung pada temperatur 240ºF
dengan tekanan sekitar 15-20 ton/inch2. Kadar air minyak atau lemak yang dihasilkan
berkisar sekitar 2,5-3,5 %, sedangkan bungkil yang dihasilkan masih mengandung
minyak sekitar 4-5 %. Cara lain untuk mengekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang
diduga mengandung minyak atau lemak adalah gabungan dari proses wet rendering
dengan pengepresan secara mekanik atau dengan sentrifusi (Ketaren, 1986).

2.3 Lemak dan Minyak

Lemak dan minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada golongan
lipid, yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut
dalam pelarut organik non-polar, misalnya dietil eter (C2H5OC2H5), Kloroform (CHCl3),
benzena dan hidrokarbon lainnya, lemak dan minyak dapat larut dalam pelarut yang
disebutkan di atas karena lemak dan minyak mempunyai polaritas yang sama dengan
pelarut tersebut (Herlina, 2002).

Ekstraksi Minyak Ikan


Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.Genap/2018 7

Bahan-bahan dan senyawa kimia akan mudah larut dalam pelarut yang sama
polaritasnya dengan zat terlarut . Tetapi polaritas bahan dapat berubah karena adanya
proses kimiawi. Misalnya asam lemak dalam larutan KOH berada dalam keadaan
terionisasi dan menjadi lebih polar dari aslinya sehingga mudah larut serta dapat
diekstraksi dengan air. Ekstraksi asam lemak yang terionisasi ini dapat dinetralkan
kembali dengan menambahkan asam sulfat encer (10 N) sehingga kembali menjadi tidak
terionisasi dan kembali mudah diekstraksi dengan pelarut non-polar (Herlina, 2002).

Lemak dan minyak merupakan senyawaan trigliserida dari gliserol. Dalam


pembentukannya, trigliserida merupakan hasil proses kondensasi satu molekul gliserol
dan tiga molekul asam lemak (umumnya ketiga asam lemak tersebut berbeda–beda), yang
membentuk satu molekul trigliserida dan satu molekul air. Bila R1=R2=R3 , maka
trigliserida yang terbentuk disebut trigliserida sederhana atau simple triglyceride, sedangkan bila
R1, R2,R3, berbeda , maka disebut trigliserida campuran atau mixed triglyceride (Herlina,2002).

O
CH2OH R1COOH CH2OCR1
O
CHOH + R2COOH CHOCR2 + 3H2O
O
CH2OH R3COOH CH2OCR3

Gliserol Asam Lemak Trigliserida

Gambar 2.3 Proses pembentukan trigliserida (Herlina,2002).

Klasifikasi lemak dan minyak berdasarkan beberapa penggolongan, yaitu:


2.3.1 Berdasarkan Kejenuhannya (Ikatan Rangkap) :
a. Asam Lemak Jenuh
Tabel 2.1 Contoh-Contoh dari Asam Lemak Jenuh
Nama asam Struktur Sumber
Butirat CH3(CH2)2CO2H Lemak susu
Palmitat CH3(CH2)14CO2H Lemak hewani dan nabati
Stearat CH3(CH2)16CO2H Lemak hewani dan nabati
(Sumber:Herlina,2002)

Ekstraksi Minyak Ikan


Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.Genap/2018 8

b. Asam Lemak Tak Jenuh

Tabel 2.2 Contoh-Contoh dari Asam Lemak Tak Jenuh


Nama asam Struktur Sumber
Lemak
Palmitoleat CH3(CH2)5CH=CH(CH2)7CO2H hewani dan
nabati
Lemak
Oleat CH3(CH2)7CH=CH(CH2) 7CO2H hewani dan
nabati
Linoleat CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(CH2)7CO2H Minyak nabati
CH3CH2CH=CHCH2CH=CHCH2=CH(CH2) Minyak biji
Linolenat
7CO2H rami
(Sumber:Herlina,2002)

Asam lemak jenuh merupakan asam lemak yang mengandung ikatan tunggal pada
rantai hidrokarbonnya. Asam lemak jenuh mempunyai rantai zig-zig yang dapat cocok
satu sama lain, sehingga gaya tarik vanderwalls tinggi, sehingga biasanya berwujud
padat. Sedangkan asam lemak tak jenuh merupakan asam lemak yang mengandung satu
ikatan rangkap pada rantai hidrokarbonnya . asam lemak dengan lebih dari satu ikatan
dua tidak lazim,terutama terdapat pada minyak nabati,minyak ini disebut poliunsaturat.
Trigliserida tak jenuh ganda (poliunsaturat) cenderung berbentuk minyak (Herlina,2002).

2.3.2 Berdasarkan Sifat Mengering


Tabel 2.3 Pengklasifiksian Lemak dan Minyak Berdasarkan Sifat Mengering.
Sifat Keterangan
Minyak tidak mongering a. tipe minyak zaitun, contoh: minak zaitun,minyak
(non-drying oil) buah persik,minyak kacang
b. tipe minyak rape,contoh: minyak biji rape,minyak
mustard
c. tipe minyak hewani contoh; minyak sapi
Minyak setengah mengering Minyak yang mempunyai daya mengering yang lebih
(semi –drying oil) lambat. Contohnya: minyak biji kapas ,minyak bunga
matahari
Minyak nabati mengering Minyak yang mempunyai sifat dapat mengering jika
(drying –oil) kena oksidasi , dan akan berubah menjadi lapisan
tebal, bersifat kental dan membentuk sejenis selaput
jika dibiarkan di udara terbuka. Contoh: minyak
kacang kedelai, minyak biji karet
(Sumber:Herlina,2002)

Ekstraksi Minyak Ikan


Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.Genap/2018 9

2.3.3 Berdasarkan Sumbernya


Tabel 2.4 Pengklasifikasian Lemak dan Minyak Berdasarkan Sumbernya
Sifat Keterangan
Berasal dari tanaman (minyak a. Biji-biji palawija.
Nabati) Contoh: minyak jagung,biji kapas
b. Kulit buah tanaman tahunan.
Contoh: minyak zaitun,minyak kelapa
sawit
c. Biji-biji tanaman tahunan
Contoh :kelapa,coklat,inti sawit
Berasal dari hewan (lemak a. Susu hewan peliharaan
hewani) Contoh: lemak susu
b. Daging hewan peliharaan
Contoh: lemak sapi,oleosterin
c. Hasil laut
Contoh: minyak ikan sardin,minyak ikan
paus
(Sumber:Herlina,2002)

2.3.4 Berdasarkan Kegunaannya:


Tabel 2.5 Pengklasifikasian Lemak dan Minyak Berdasarkan Kegunaanya.
Nama Kegunaan
Minyak meneral(minyak bumi) Sebagai bahan bakar

Minyak nabati/hewani Bahan makanan bagi manusia

Minyak atsiri(essential oil) Untuk obata-obatan

(Sumber:Herlina,2002)

2.4 Minyak Ikan


Minyak ikan adalah salah satu zat gizi yang mengandung asam lemak kaya manfaat
karena mengandung sekitar 25% asam lemak jenuh dan 75% asam lemak tak jenuh.
Asam lemak tak jenuh atau polyunsaturated fatty acid yang disingkat PUFA, diantaranya
DHA dan EPA dapat membantu proses tumbuh-kembangnya otak (kecerdasan),
perkembangan indra penglihatan, dan sistim kekebalan tubuh balita. Kandungan minyak
di dalam ikan ditentukan beberapa faktor, yaitu jenis ikan, jenis kelamin, umur (tingkat
kematangan), musim, siklus bertelur, letak geografis perairan dan jenis makanan yang
dikonsumsi ikan tersebut (Ackman, 1982).
Minyak ikan merupakan salah satu jenis minyak yang mempunyai kandungan asam
lemak tak jenuh yang lebih tinggi dibandingkan kandungan asam lemak jenuhnya. Bila
dibandingkan dengan hewan darat maka lemak pada hewan air memiliki komposisi asam

Ekstraksi Minyak Ikan


Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.Genap/2018 10

lemak yang lebih kompleks yang terdiri atas asam lemak jenuh dari C-14 sampai C-22
dan asam lemak tak jenuh dari satu hingga enam ikatan rangkap. Minyak ikan merupakan
hasil ekstraksi lipid yang dikandung dalam ikan dan bersifat tidak larut dalam air
(Winarno, 1992).
Komposisi minyak ikan berbeda dengan minyak nabati dan lemak hewan darat.
Minyak ikan pada umumnya mempunyai komposisi asam lemak dengan rantai karbon
panjang dan ikatan rangkap banyak. Asam lemak omega-3 mempunyai ikatan rangkap
pertama terletak pada atom karbon ketiga dari gugus metil. Ikatan rangkap berikutnya
terletak pada atom karbon ketiga dari ikatan rangkap sebelumnya. Gugus metil adalah
gugus terakhir dari rantai asam lemak. Contoh asam lemak omega-3 adalah asam
eikosapentaenoat (EPA), dan asam dekosaheksaenoat (DHA) (Estiasih,2009). Adapun
fungsi utama dari DHA, ARA dan EPA yaitu dapat membantu proses tumbuh-kembang
otak (kecerdasan), perkembangan janin, perkembangan indra penglihatan, perkembangan
saraf, sistem kekebalan tubuh balita dan fungsi kardiovaskular (Julaikha, 2014).

2.5 Karakterisasi Minyak Ikan


Karakterisasi minyak ikan dilakukan dengan beberapa pengujian, yaitu
menentukan rendemen minyak, uji kandungan asam lemak bebas, uji bilangan peroksida,
uji bilangan iod, uji bilangan penyabunan, dan uji komposisi minyak.
2.5.2 Uji Angka Asam
Uji ini dilakukan untuk mengetahui asam lemak bebas yang terdapat dalam suatu
lemak dan minyak yang terhidrolisis. Angka asam dinyatakan sebagai jumlah milligram
NaOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu
gram lemak atau minyak. Semakin tinggi angka asam maka semakin rendah kualitas
minyaknya (Harold, 1983).
Reaksinya adalah sebagai berikut :

Gambar 2.3. Reaksi Hidrolisis Lemak (Isnani,2013)

2.5.3 Uji Angka Peroksida

Ekstraksi Minyak Ikan


Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.Genap/2018 11

Uji ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kerusakan struktur dari suatu lemak dan
minyak. Asam lemak tak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga
membentuk peroksida. Semakin kecil angka peroksida berarti kualitas minyak semakin
baik. Kerusakan pada lemak atau minyak dapat terjadi karena proses oksidasi oleh
oksigen dari udara terhadap asam lemak tidak jenuh dalam lemak atau minyak yang
terjadi selama proses pengolahan atau penyimpanan (Harold, 1983).

Gambar 2.4. Reaksi untuk Uji Angka Peroksida (Isnani,2013)

2.5.4 Uji Bilangan Iod


Penentuan bilangan iodine ini menunjukkan adanya asam lemak tak jenuh sebagai
penyusun dari minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh mampu mengikat iodium dan
membentuk senyawa jenuh. Banyaknya iodine yang diikat oleh asam lemak menunjukkan
banyaknya ikatan rangkap yang terdapat dalam minyak atau lemak (Harold, 1983).
Reaksinya sebagai berikut :

Gambar 2.5. Reaksi Lemak dengan Iodin (Isnani,2013)

2.5.5 Uji Bilangan Penyabunan


Angka penyabunan menunjukkan secara relatif besar kecilnya molekul asam lemak
yang terkandung dalam minyak. Minyak yang disusun oleh asam lemak berantai C
pendek berarti mempunyai berat molekul relatif kecil akan mempunyai angka
penyabunan besar dan sebaliknya. Angka penyabunan adalah banyaknya milligram
KOH/NaOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 gram minyak atau lemak (Ketaren,
1986).

Ekstraksi Minyak Ikan


Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.Genap/2018 12

Reaksinya sebagai berikut :

Gambar 2.6. Reaksi Saponifikasi (Isnani,2013)

2.5.6 Uji Komposisi Minyak


Analisis komposisi asam lemak ikan patin dilakukan secara kualitatif dan
kuantitatif menggunakan instrumen kromatografi gas-spektrofotometer massa (GCMS),
Shimadzu QP 2010S. Komponen-komponen asam lemak ikan patin secara kuantitatif
dapat ditentukan dari puncak area masing-masing komponen yang dipisahkan
berdasarkan waktu retensinya pada alat gas kromatografi. Jenis asam lemak ikan patin
secara kualitatif dapat diketahui melalui Similarity Index (SI) tertinggi pada data library
alat spektrofotometer massa (Isnani, 2013).

Ekstraksi Minyak Ikan


Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.Genap/2018

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat-alat
1. Oven
2. Timbangan
3. Alat pengepres (kain)
4. Timbangan analitik
5. Corong pisah
6. Botol air mineral 800 ml
7. Buret
8. Pipet tetes
9. Erlenmeyer
10. Gelas Piala
11. Piknometer
12. Viskometer
13. Statif
14. Kaleng
15. Penangas air (waterbatch)
16. Alumunium foil

3.2 Bahan-bahan
1. Limbah ikan
2. KOH yang telah distandarisasi
3. Phenoptalein
4. Alkohol (Etanol)
5. Vaseline
6. Natrium sulfat anhidrat

3.3 Prosedur percobaan


3.3.1 Dry Rendering
1. Limbah ikan yang telah dicuci, dikeringkan dan ditimbang
2. Kain dibentangkan diatas kaleng dan diikat
3. Limbah ikan tersebut kemudian diletakkan diatas kain yang telah diikat
dimulut kaleng
4. Limbah ikan ini kemudian dioven selama 3-5 jam

Ekstraksi Minyak Ikan 13


Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.Genap/2018 14

5. Limbah ikan pati yang telah dioven ini, dipress untuk diambil minyaknya
6. Minyak yang telah diperoleh kemudian dimasukkan kedalam corong pisah dan
ditambahkan natrium sulfat anhidrat dengan tujuan mengikat air yang terdapat
pada minyak
7. Minyak yang diperoleh ditimbang
3.3.2 Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas
1. Larutan NaOH dimasukkan kedalam buret
2. 20 ml minyak limbah ikan dimasukkan kedalam erlenmeyer
3. 20 ml alkohol dimasukkan kedalam erlenmeyer tersebut sebagai pelarut
4. Kemudian campuran minyak dan alkohol dipanaskan didalam waterbatch
selama ±5 menit sambil diaduk
5. 3 tetes phenolptalein ditambahkan kedalam erlenmeyer tersebut setelah
dikeluarkan dari waterbatch
6. Sampel dititrasi dengan KOH yang telah disiapkan didalam buret hingga
warna pink dipermukaan disampel hilang
7. Titik akhir titrasi dicatat dan ditentukan persen asam lemak bebas yang ada
didalam sampel
N KOH x V KOH x Mr Minyak
%ALB =
berat minyak limbah ikan patin x 1000
3.3.3 Uji Densitas Minyak
2. Piknometer kosong ditimbang
3. Piknometer diisi sampel minyak hingga penuh
4. Kemudian piknometer yang telah diisi minyak tersebut ditimbang
Berat piknometer berisi−berat piknometer kosong
ρ= x 100%
volume sampel
3.3.4 Uji Viskositas Minyak
1. Masukkan 10 ml minyak kedalam viskometer
2. Minyak disedot hingga batas yang ditentukan
3. Setelah sampai dibatas yang ditentukan, cepat tutup dengan jari tangan
4. Buka jari dan hitung waktu yang dibutuhkan minyak untuk sampai ke batas
garis viskometer
3.3.5 Perhitungan Laju Pembentukan ALB
1. Minyak yang didapat dari percobaan ditimbang
2. Minyak didiamkan dan hitung rentang waktu pengamatan
3. Tentukan laju pembentukan asam lemak bebas

Ekstraksi Minyak Ikan


Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.Genap/2018 15

Berat minyak awal−berat minyak setelah 1hari


V ALB =
24 jam

Ekstraksi Minyak Ikan


Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.Genap/2018

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Dry Rendering
Tabel 4.1 Pengamatan saat proses dry rendering
Sampe Perlakuan Massa Massa Na2SO4 Rendeme
l lemak minyak yang yang n
ikan dihasilkan digunakan
A Lemak ikan 600 gram 464,28 gram 23,21 gram 77,39 %
dioven selama
3 jam
B Lemak ikan 600 gram 455,71 gram 22,78 gram 75,95 %
dioven selama
5 jam

4.1.2 Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas


Molaritas KOH : 0,1027 N
Mr minyak : 282
Tabel 4.2 Persentasi kadar asam lemak bebas
Sampel Asam Lemak Bebas
A 0,305 %
B 0,365 %

4.1.3 Uji Densitas Minyak


Massa piknometer kosong : 15,85 gram
Volume piknometer : 10 ml
Tabel 4.3 Pengamatan penentuan densitas minyak
Sampel Massa berisi piknometer Densitas minyak
A 25,32 gram 0,947 gr/ ml
B 23,78 gram 0,793 gr/ ml

4.1.4 Uji Viskositas Minyak


Tabel 4.4 Pengamatan penentuan viskositas minyak
Waktu minyak untuk sampai
Sampel Viskositas minyak (ƞ)
kebatas garis viskometer
A 29,80 sekon 0,0317 cp
B 29,51 sekon 0,0268 cp

4.1.5 Laju Pembentukan Asam Lemak Bebas


Tabel 4.5 Pengamatan Laju Pembentukan Asam Lemak Bebas

Ekstraksi Minyak Ikan 15


Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.Genap/2018 17

Massa Massa minyak


Sampel V ALB
minyak awal setelah 1 hari
A 378,74 gram 378,33 gram 0,017 gr/jam
B 379,86 gram 379,00 gram 0,035 gr/jam

4.2 Pembahasan
Dari percobaan rendemen pada sampel A yang dioven selama 3 jam didapat
sebesar 77,39 %. Sedangkan rendemen pada sampel B yang dioven selama 5 jam didapat
sebesar 75,95 %. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Kamini (2016), didapatkan
nilai rendemen tertinggi pada pengovenan dengan waktu yang lebih lama, namun dalam
percobaan ini rendemen untuk sampel dengan waktu pengovenan 3 jam lebih besar
dibanding 5 jam diduga karena proses pengepresan minyak pada sampel B tidak
sempurna dan saat memasukkan minyak kedalam corong pemisah tidak hati-hati sehingga
sebagian minyak terbuang.
Kadar asam lemak bebas (ALB) pada sampel A yang dioven selama 3 jam didapat
sebesar 0,305 %, sedangkan kadar asam lemak bebas (ALB) pada sampel B yng dioven
selama 5 jam didapat sebesar 0,365 %. Jika dibandingkan dengan kadar asam lemak
bebas (ALB) secara teoritis yang berkisar antara 0,1 %- 13 %, kadar asam lemak bebas
(ALB) pada percobaan ini sudah memenuhi standar secara teoritis. Terjadinya asam
lemak bebas pada minyak ikan kasar disebabkan oleh adanya pemanasan pada saat
ektraksi. Rantai karbon yang memiliki ikatan rangkap pada asam lemak tak jenuh akan
bereaksi dengan panas sehingga terbentuklah asam lemak bebas yang bisa mempengaruhi
kualitas minyak ikan. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Gunawan et al. (2003),
asam lemak tak jenuh akan terurai karena akibat permukaan minyak yang panas dan
kontak langsung dengan udara, sehingga asam lemak bebas bertambah. Menurut Swern
(1994), semakin tinggi kadar asam lemak bebas maka semakin rendah kualitas minyak
tersebut. Maka dari kedua sampel tersebut yang memiliki kualitas cukup baik adalah
sampel A yang dioven selama 3 jam yaitu sebesar 0,305 %.
Pengujian densitas minyak dengan menggunakan piknometer. Densitas minyak
sampel A yang dioven selama 3 jam yaitu 0,947 gr/ ml sedangkan densitas minyak
sampel B yang dioven selama 5 jam yaitu 0,793 gr/ ml. Jika dibandingkan dengan
densitas minyak secara teoritis yaitu 0,92 gr/ ml sampel yang memiliki densitas
mendekati standar secara teoritis adalah sampel A. Menurut Ketaren (1986) perbedaan
densitas minyak antara sampel pertama yang dioven selama 3 jam dan sampel kedua yang
dioven selama 5 jam, karena perbedaan suhu minyak saat dilakukan pengujian.

Ekstraksi Minyak Ikan


Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.Genap/2018 18

Pengujian viskositas minyak dengan menggunakan viskometer. Viskositas sampel


A yaitu 0,0317 cp sedangkan viskositas sampel B yaitu 0,0268 cp. Viskositas sampel
pertama memiliki kekentalan lebih besar dibandingkan dengan sampel kedua. Hal ini
terjadi karena perbedaan suhu minyak saat dilakukan pengujian. Dari percobaan
viskositas minyak yang bagus adalah sampel B yang memiliki kekentalan yang rendah
yaitu 0,0268 cp.
Pengujian laju pembentukan ALB dengan mendiamkan minyak selama 24 jam.
Dari pengujian tersebut didapatlah laju pembentukan ALB minyak sampel A sebesar
0,017 gr/jam dan laju pembentukan ALB minyak sampel B sebesar 0,035 gr/jam.
Menurut Harold (1989) perbedaan laju pembentukan ALB dapat terjadi karena perbedaan
massa minyak awal sebelum didiamkan. Berat minyak hasil ekstraksi yang didapat
mempengaruhi laju pembentukan ALB, karena semakin banyak berat minyak ekstraksi
yang akan digunakan pada perhitungan laju pembentukan ALB maka semakin cepat laju
pembentukan ALB, dan semakin sedikit berat minyak ekstraksi yang dihasilkan maka
semakin lambat laju pembentukan ALB. Dari percobaan ini laju pembentukan ALB yang
cukup bagus adalah pada sampel A sebesar 0,017 gr/jam, karena jika laju pembentukan
ALB rendah maka kadar asam lemak yang akan dihasilkan minyak juga sedikit.

Ekstraksi Minyak Ikan


Praktikum Kimia Organik/Kelompok II/S.Genap/2018

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Rendemen lemak patin yang dioven selama 3 jam dan 5 jam sebesar 77,38 % dan
75, 95% dari perbandingan diatas semakin lama waktu pengovenan maka semakin
sedikit rendemen lemak patin yang dihasilkan.
2. Kadar asam lemak bebas (ALB) lemak patin yang dioven selama 3 jam dan 5 jam
sebesar 0,305% dan 0,365 % dari perbandingan diatas diatas semakin lama waktu
pengovenan maka semakin besar kadar asam lemak bebas (ALB) lemak patin yang
dihasilkan.
3. Densitas minyak lemak patin yang dioven 3 jam dan 5 jam sebesar 0,947 gr/ml dan
0,793 gr/ml dari perbandingan diatas diatas semakin lama waktu pengovenan maka
semakin besar densitas minyak lemak patin yang dihasilkan.
4. Viskositas minyak lemak patin yang dioven 3 jam dan 5 jam sebesar 0,0317 cp dan
0,035 cp dari perbandingan diatas diatas semakin lama waktu pengovenan maka
semakin besar viskositas minyak lemak patin yang dihasilkan.

5.2 Saran
Saat pengovenan jaga suhu tetap konstan agar tidak mempengaruhi hasil minyak
ikan. Setelah pengovenan sebaiknya jangan tunggu sampai dingin karena minyak akan
membeku serta menggunakan sarung tangan dan masker pada saat melaksanakan
praktikum, karena bau yang menyengat dari limbah ikan tersebut.

Ekstraksi Minyak Ikan 18

Anda mungkin juga menyukai