Anda di halaman 1dari 27

Tugas individu

WAWASAN KEMARITIMAN

Oleh :
TITIN AGUSTIN
A1P118057

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018/2019
1. Pengertian Geostrategi
Geostrategis berasal dari kata “geo” yang berarti bumi, dan “strategi” diartikan
sebagai usaha dengan menggunakan segala kemampuan atau sumber daya, baik SDM
maupun SDA, untuk melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan. Dalam kaitannya
dengan kehidupan suatu negara, strategi merupakan cara negara untuk menggunakan
segala kemampuan SDM dan SDA, demi mewujudkan cita-cita atau tujuan kehidupan
bernegara sebagai bangsa yang bermartabat.
Bagi bangsa Indonesia, geostrategi tidak lain adalah cara atau strategi yang dilakukan
Bangsa Indonesia dalam wilayah Indonesia yang menyeluruh, dengan mengingat kondisi
geografis serta menggunakan seluruh potensi SDM dan SDA, guna mempertahankan
eksistensi dan kelangsungan hidup bernegara, dan mewujudkan cita-cita dan tujuan
nasional bernegara sebagai bangsa yang bermartabat. Karena itu geopolitik dan
geostrategi Indonesia merupakan dua konsep yang saling mendukung dengan
pembangunan yang menyeluruh di wilayah Nusantara, guna mewujudkan kemakmuran
Bangsa Indonesia sebagaimana termuat dalam tujuan dan cita-cita Bangsa Indonesia.
[ CITATION DrS13 \l 1057 ].
Menurut susunan kata-katanya geostrategi itu berarti siasat yang dibuat atas keadaan
geografi. Siasat menurut Jenderal Helmuth Von Moltke (Kriengslehren, 1912) ialah
“suatu adaptasi secara praktis dari sarana-sarana yang ada padanya kepada pencapaian
suatu tujuan yang dikehendaki”.
Dalam hal geostrategi ini berarti adaptasi kepada geografi secara praktis. Menurut
kata-katanya maka geostrategi itu memang tidak janggal sama sekali, tetapi jika kita usut
asal-mula istilah itu terbukti, apa yang tersebut geostrategi itu juga tidak bebas dari bau
fascisme adolf hilter.Istilah geostrategi diciptakan oleh Nazi Jerman dalam Perang Dunia
ll dan diartikannya sebagai suatu ilmu yang membahas dan memperbincangkan berbagai
metode untuk menguasai dunia yang berdasarkan atas pengetahuan geografi yang
menyeluruh yang punya arti dan pengaruh pada strategi dunia. Secara demikian maka
geostrategi mengandung maksud yang implementasi.[ CITATION Lab80 \l 1057 ]

2. Hakekat Geostrategi Indonesia


Secara tidak langsung masa Orde Baru Indonesia pernah menekankan pada kekuatan
darat, dengan pertimbangan jumlah personil angkatan darat, mencapai 3 sampai 4 kali
jumlah personil angkatan udara maupun angkatan laut. Dalam masa Reformasi, keadaan
ini direkonstruksi kembali dengan upaya mengembangkan angkatan laut tanpa harus
mengurangi potensi angkatan darat. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan kekuatan
dan peran angkatan laut, mengingat luas wilayah Indonesia terbesar adalah wilayah laut
serta SDA di laut yang tidak kalah pentingnya dengan SDA yang ada di wilayah daratan.
Konsep geostrategi Indonesia pada hakekatnya, bukan mengembangkan kekuatan
untuk penguasaan terhadap wilayah di luar Indonesia atau untuk ekspansi terhadap
negara lain, tetapi konsep strategi yang didasarkan pada kondisi metode, atau cara untuk
mengembangkan potensi kekuatan nasional yang ditujukan guna pengamanan dan
menjaga keutuhan kedaulatan Negara Indonesia dan pembangunan nasional, dari
kemungkinan gangguan yang datang dari dalam maupun dari luar negeri. Untuk
mewujudkan geostrategi Indonesia akhirnya dirumuskan oleh Bangsa Indonesia dengan
konsep Ketahanan Nasional Republik Indonesia.[ CITATION DrS13 \l 1057 ]

3. Ketahanan Nasional
Kenyataan geografis yang strategis serta pengalaman sejarah mulai sebelum dan
sesudah Proklamasi 1945, memberikan inspirasi dan aspirasi kepada Bangsa Indonesia
untuk membangun ketahanan nasional di masa kini dan masa yang akan datang.
Ketangguhan dan keuletan dari SDM Bangsa Indonesia, serta kondisi alamiah dan SDA
yang ada, membentuk ketahanan nasional. Dinamika ketahanan nasional dapat dipelajari
dari gerak perjuangan Bangsa Indonesia dalam mempertahankan, mengawal negara,
mengisi kemerdekaan dengan pembangunan segenap bangsa dan seluruh wilayah
Indonesia. Dinamika kehidupan manusia tersebut, tidak selalu berjalan ideal dan
harmonis dalam pergaulan hidup bermasyarakat, baik dalam lingkup lokal, nasional,
maupun dalam pergaulan internasional. [ CITATION DrS13 \l 1057 ]
Dalam pengertian tersebut, ketahanan nasional adalah kondisi kehidupan nasional
yang harus diwujudkan. Kondisi tersebut harus terus diusahakan sejak dini, dibina dan
bisa dimulai dari pribadi, keluarga, lingkungan, daerah, dan nasional. Proses
berkelanjutan untuk mewujudkan kondisi tersebut dilakukan berdasar pemikiran
geostrategi berupa konsepsi yang dirancang dan dirumuskan dengan memperhatikan
kondisi bangsa dan konstelasi geografi Indonesia. Konsep inilah yang disebut ketahanan
nasional (Soemarsono dkk, 2001: 106). Jadi dapat disimpulkan bahwa ketahanan
nasional adalah konsep geostrategi Indonesia.
Sejak bangsa Indoensia memproklamirkan kemerdekaannya 17 Agustus 1945, Bangsa
Indonesia tidak luput dari berbagai gejolak dan gangguan baik dari dalam maupun luar
yang nyaris mengoyak persatuan dan integritas nasional sebagai sebuah bangsa yang
bersatu. Misalnya di era-era awal kemerdekaan, bangsa Indonesia harus berjuang sekuat
tenaga untuk mempertahankan kemerdekaan dari agresi militer I dan II Belanda yang
tidak rela melepaskan negara Indonesia menjadi sebuah negara merdeka setelah periode
berabad-abad penjajahannya di seluruh Wilayah Nusantara. Dalam konteks gangguan
yang mucul dari dalam negeri sendiri, kita juga bisa menyaksikan pergolakan-pergolakan
di dalam negeri (daerah) selama masa awal kemerdekaan seperti gerakan APRA di
bandung, Andi Aziz di Makasar, pemberomntakan RMS, pemberontakan PRRI di daerah
sumatera, dan permesta di daerah sulawesi, serta gerakan DI/TII di bawah pimpinan
Kartosuwiryo (1947-1962), serta pemberontakan PKI tahun 1965 (Karsono, 1999: 96).
Gangguan-gangguan integrasi nasional tentu merupakan langkah mundur dan
merupakan batu uji bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan
nasionalnya. Selain itu karena dilihat dari letak geografis, potensi sumber daya alam,
serta besar jumlah dan kemampuan penduduk yang dimilikinya, Indonesia juga menjadi
ajang perebutan dan persaingan kepentingan dan pengaruh negara-negara besar atau
adikuasa. Terbukti beberapa pergolakan daerah di beberapa wilayah juga tidak lepas dari
dukungan kelompok negara-negara adikuasa yang ikut bermain dan menyokong gerakan-
gerakan tersebut demi keuntungan ekonomi maupun politik dari negara yang
bersangkutan.
Pertimbangan geostrategis bahwa Indonesia menempati kenyataan posisi silang dari
berbagai aspek, disamping aspek geografi juga aspek demografi, ideologi, politik,
ekonomi, sosial budaya, dan hankam. Secara lebih rinci posisi silang Indonesia tersebut
sebagai berikut:
1. Geografi: wilayah Indonesia terletak diantara dua benua yakni benua Asia dan
Benua Australia, serta diantara samudera pasifik dan Samudera Hindia.
2. Demografi:penduduk Indonesia terletak di antara penduduk jarang di selatan
(Australia) dan penduduk paling Padat Utara (RRC dan Jepang).
3. Ideologi: Indonesia secara ideologis diapit oleh kekuatan ideologi berbeda, yakni
liberalisme di seletan (australia dan Selandia Baru) dan Komunisme di Utara
(RRC, Vietnam, dan Korea Utara).
4. Politik: di aras Sistem Politik, Indonesia diapit oleh kekuatan demokrasi Liberal
di selatan, dan demokrasi rakyat (proletariat) di utara.
5. Ekonomi: Secara ekonomi, Indonesia di “perbatasan” antara ekonomi kapitalis di
Selatan dan masyarakat sosialis di Utara.
6. Sosial: masyarakat Indonesia diantara masyarakat Individual di selatan dan
masyarakat sosialisme di Utara.
7. Budaya: Budaya Indonesia terletak diantara budaya barat di selatan dan budaya
budaya timur di utara.
8. Hankam: Geopolitik dan geostrategi Hankam Indonesia terletak diantara
wawasan kekuatan maritim di selatan di selatan dan wawasan kontinental di utara
(Kaelan, 2007: 132).
Dalam konteks menangkal ancaman baik dari luar dan dalam, karena sifat silang
Indonesia dari berbagai aspek geostrategis maupun aspek lain, Indonesia mempunyai dua
alternatif: yakni hanya menjadi obyek daripada lalu-lintas kekuatan dan pengaruh luar,
atau menjadi subyek yang turut aktif mengatur lalulintas kekuatan-kakuatan pengaruh
luar tersebut untuk mewujudkan cita-cita sebagai bangsa merdeka, berdaulat, adil, dan
makmur.
Sejauh ini Indonesia, terutama terkait kesatuan resmi wilayah Indonesia secara umum
masih tetap tegak berdiri, meskipun pada wilayah-wilayah penciptaan kemerataan
ekonomi, ancaman korupsi, kesatuan budaya, politik, dan pertahanan kemanan masih
harus perlu ditingkatkan dan dikembangkan secara terus menerus. Hal itu tentu tak lepas
dari keuletan dan ketangguhan bangsa Indonesia sendiri dalam mengembangkan
kekuatan nasional dan menghadapi ancaman dan tantangan-tatantangan internalnya
sendiri (Soemarsono dkk, 2001:102).
Oleh karena itu, strategi untuk mengelola dan mendayagunakan kekuatan-kekuatan
yang ada (yakni berupa keuletan dan ketahanan) berdasar pertimbangan geostrategis
dalam menghadapi tantangan dan hambatan yang menerpa Indonesia inilah yang secara
umum disebut Ketahanan Nasional. Ketahanan Nasional ini sangat diperlukan untuk
mewujudkan dan mempertahankan integritas bangsa dan wilayah tumpah darah
Indonesia, mengingat kemajemukan bangsa Indonesia serta sifat khas wilayah tumpah
darah Indonesia. Pandangan Geostrategi Indonesia inilah yang dikemudian dirumuskan
dalam bentuk ketahanan nasional.

3.1 Pengertian Ketahanan Nasional


Ketahaan Nasional merupakan kondisi dinamik suatu bangsa, berisi keuletan
dan ketangguhan, yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan
nasional, didalam menghadapi dan mengatassi segala tantangan ancaman, hambatan,
serta ganguan yang membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa
dan negara serta perjuangan mengejar Tujuan Perjuangan Nasionalnya.[ CITATION
Lem88 \l 1057 ]
Rumusan ketahanan nasional Indonesia sebagaimana disusun oleh
Lemhamnas (Sumarsono, dkk, 2007), adalah kondisi dinamis Bangsa Indonesia yang
meliputi segenap aspek, kehidupan nasional yang terintegrasi, berisi keuletan dan
ketangguhan yang mengandung kemampuan untuk mengembangkan kekuatan
nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman, gangguan, hambatan
dan tantangan, baik yang datang dari luar maupun dari dalam untuk menjamim
identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan negara, serta perjuangan
mencapai tujuan nasional.
Istilah Ketahanan Nasional pertama di Indonesia disampaikan oleh Presiden
Sukarno saat berkunjung di Banda Aceh (Kotaraja) tahun 1958 (Rahayu, 2007),
yang menyatakan : “Alangkah besar hati kita menerima, jikalau bangsa ingin
menjadi besar dan kuat, bangsa itu harus memenuhi tiga syarat, harus mempunyai
tiga ketahanan: nomor satu ketahanan militer, nomor dua ketahanan ekonomi, nomor
tiga ketahanan jiwa”:[ CITATION DrS13 \l 1057 ]
a. Ketahanan Militer
Suatu negara akan mampu, mempertahankan diridari tekanan militer negara
lain, bila suatu negara tersebut disegani atau diperhitungkan oleh negara lain,
karena kemampuan militer yang kuat. Negara-negara yang mempunyai kekuatan
militer kuat dapat mendikte negara-negara lain, bahkan dengan arogannya tidak
menghiraukan resolusi PBB, berbagai alasan pembenaran dilakukan, termasuk
melakukan intervensi terhadap suatu negara merdeka. Tindakan Amerika Serikat
terhadap Afganistan, dan Irak adalah contoh kongkrit arogansi negara dengan
kekuatan militer yang kuat. Minimal bagi negara, meski tidak ada keinginan
politik ekspansi, kekuatan militer kuat dalam suatu negara sangat diperlukan,
guna mengawal kedaulatan negara.
b. Ketahanan Ekonomi
Ketahanan ekonomi negara tidak ubahnya ekonomi keluarga. Ketahanan
ekonomi yang rapuh menjadikan negara harus menegakkan ekonomi dengan
hutang, bahkan tidak sedikit negara donor memaksakan kehendak politiknya
kepada negara yang diberikan bantuan. Indonesia pernah merasakan sikap
arogansi IMF, bahkan pernah mendapat tekanan dari IMF, yakni memaksa
Indonesia untuk menjalankan resep IMF, sehingga banyak menimbulkan kritik
dari dalam negeri Indonesia, terkait dengan harga diri serta martabat bangsa yang
seharusnya tidak perlu terjadi,bila kita memiliki ketahanan ekonomi yang
tangguh.
Selanjutnya disebutkan pula, bahwa Ketahanan Nasional meliputi aspek-aspek yang
disebut Astagatra, Astagatra terdiri dari dua yaitu:
1. Trigatra, yaitu:
a. Posisi dan Lokasi Geografi Negara
Letak geografis Negara Indonesia, sebagai negara kepulauan yang strategis pada
persimpangan jalur Asia-Australia dan Samudera Hindia dan Pasifik. Pengaruh
letak geografi terhadap politik melahirkan geopolitik serta geostrategi.
b. Keadaan dan Kekayaan Alam
Kekayaan alam merupakan potensi yang mampu mendukung dinamika
Ketahanan Nasional. Kekayaan alam seperti tambang adalah kekayaan alam
yang tidakdapat diperbarui, sedang kekayaan yang lain adalah kekayaan alam
yang dapat diperbarui, sehingga perlu pemanfaatan kekayaan alam yang efisien
dan maksimal termasuk untuk kelangsungan generasi baru berikutnya.
c. Keadaan dan Kemampuan Penduduk
Peran penduduk sangat menentukan dalam terwujudnya ketahanan nasional
yang tangguh, karena penduduk atau rakyat merupakan faktor dominan,
sementara keadaan gatra yang lain sangat tergantung pada kualitas penduduk
atau rakyat. Dengan perkataan lain, penduduk adalah unsur yang aktif,sedang
gatra lain adalah pasif, tergantung bagaimana penduduk memaksimalkan gatra
lain yang pasif tersebut.
2. Pancagatra, yaitu:
a. Ideologi
Ideologi Pancasila yang diyakini akan mampu mengantar bangsa Indonesia
mewujudkan cita-cita maupun tujuan nasional Bangsa Indonesia. Di samping
sebagai ideologi Pancasila juga sebagai pandangan hidup, dasar falsafah, dan
dasar negara.Aplikasi dalam kehidupan sehari-hari terhadap nilai-nilai Pancasila
sangat tergantung kepadakesadaran Bangsa Indonesia. Bila kesadaran tersebut
dipupuk dan dipelihara, diyakini eksistensi Bangsa dan Negara Indonesia dapat
dipertahankan dan akan dapat mewujudkan tujuan nasional dari Bangsa
Indonesia. Sebaliknya bila kesadaran itu, sekedar permainan kata-kata dan tidak
pernah terwujud dalam perilaku anakbangsa, maka telah melahirkan beberapa
kali telah terjadi krisis nasional, mulai dari pemberontakan PKI sampai krisis
multidimensi tahun 1998.[ CITATION DrS13 \l 1057 ]
Di dalam rangka pelaksanaan ideologi negara dapat dibedakan dua macam
pelaksanaan, yaitu pelaksanaan obyektif dan subyektif. Pelaksanaan obyektif
ialah pelaksanaan di dalam Undang-Undang Dasar dan segala peraturan hukum
di bawahnya serta segala kegiatan penyelengaraan negara. Pelaksanaan
subyektif ialah pelaksanaan oleh pribadi perorangan. Makin tinggi kesadaran
dan ketaatan suatu bangsa mengamalkan ideologi negaranya, makin tinggi
tingkat ketahanan di bidang ideologinya.[ CITATION Lem88 \l 1057 ]
b. Politik
Pemerintah dan kebijakan pemerintah hendaknya tetap berpihak pada
kepentingan nasional dengan mengutamakan keseimbangan kepentingan
kelompok serta individu. Semua harus dilaksanakan secara transparan dan
demokratis. Keberpihakan pada kelompok tertentu dan tidak transparan akan
mudah menimbulkan gejolak yang tidak menguntungkan dalam mewujudkan
kesatuan dan persatuan nasional.Semua ini telah digariskan dalam Pembukaan
dan Batang Tubuh UUD 1945 Amandemen, bahwa Indonesia adalah negara
hukum dan berdasarkan pada konstitusi.[ CITATION DrS13 \l 1057 ]
Umumnya suatu sistem politik mampu memenuhi lima fungsi utama yaitu
mempertahankan pola, mengatur dan menyelesaikan ketegangan atau konflik,
penyesuaian, penyampaian tujuan dan penyatuan (integrasi). Didalam hal ini
maka tujuan negara yang merupakan cita-cita negara dapat berperan sebagai
pemersatu. Tingkat ketahanan politik dapat diukur dengan kemampuan suatu
sistem politik untuk menghadapi dan menanggulani lima problema tersebut.
[ CITATION Lem88 \l 1057 ]
c. Ekonomi
Pasal 33 UUD 1945 Proklamasi sampai Amandemen, menyebutkan,
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasi oleh negara. Bumi, air, dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat. Amanat UUD 1945
telah jelas menggariskan perekonomian rakyat. Rakyat diberikan hak sama
untuk berusaha, dan untuk menikmati kekayaan alam yang terkandung dalam
bumi Indonesia. Indonesia mengembangkan sistem ekonomi koperasi, usaha
swasta dan perusahaan negara.
Pelaku ekonomi sekarang yang dominan adalah perusahaan swasta, sedang
koperasi yang diharapkan mampu mewarnai kegiatan ekonomi Indonesia dari
waktu ke waktu masih berjalan di tempat, dan tidak mampu bersaing dengan
perusahaan swasta. Perusahaan Negara yang diharapkan mampu menjembatani
hajat hidup orang banyak, selalu terkendala dalam permodalan, dan kadang-kala
hanya menjadi sumber pendanaan daripartai politik, oleh menterinya yang
berasal dari partai tertentu. Kalimantan Selatan sebagai produsen batu bara
terbesar di Indonesia, justru mengalami krisislistrik. Semua ini masih
menunjukkan ketimpangan pengelolaan ekonomi nasional. Sebagaimana pada
gatra penduduk, kegiatan ekonomi sangat ditentukan oleh SDM. Untuk
menggerakkan ekonomi kerakyatan perlu dukungan SDM yang memadai.
Dalam era globalisasi ekonomi, Indonesia dituntut terbuka, berarti Indonesia
akan menyatu dengan kegiatan ekonomi dunia. Semua ini perlu kerjakeras baik
pemerintah, atau juga warga Indonesia secara individu maupun skala nasional
harus mampu mengejar ketertinggalan dengan bangsa lain. Bila tidak, maka
Indonesia dengan kekayaan alam yang melimpah, akan dieksploitasi bangsa lain
dan Bangsa Indonesia sebagai penonton atau buruh di negaranya sendiri.
Kondisi ini jelas tidak mendukung Ketahanan Nasional yang harus diwujudkan.
Ke depan bangsa Indoensia harus mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain
di dunia, sehingga keunggulan sumber daya alam dapat digunakan secara
maksimal untuk kemakmuran bersama seluruh Bangsa Indonesia.[ CITATION
DrS13 \l 1057 ]
Tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan terhadap kelangsungan ekonomi
suatu bangsa hakekatnya ditujukan kepada faktor produksi dan pengolahannya.
Karena itu pembinaan ekonomi pada dasarnya merupakan penentuan
kebijaksanaan ekonomi dan pembinaan faktor produksi serta pengelolahannya
didalam produksi dan distribusi barang dan jasa, baik didalam negeri ataupun
diluar negeri. Meskipun perbedaan mengenai situasi dan kondisi faktor produksi
di tiap-tiap negara berkembang mempunyai ciri persamaan seperti Buni dan
sumber alam, Tenaga Kerja, Faktor Modal, Industrialisasi untuk memperluas
kesempatan kerja, Faktor Teknologi, Hubungan ekonomi luar negeri, prasarana
dan faktor Management.[ CITATION Lem88 \l 1057 ]
d. Sosial Budaya
Beranalogi dengan pengertian Tannas maka ketahanan dibidang sosial budaya
diartikan sebagai: kondisi dinamis suatu bangsa, berisi keuletan dan
ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan
nasional, didalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan dan ancaman
yang membahayakan kelangsungan kehidupan sosial budaya bangsa dan negara.
[ CITATION Lem88 \l 1057 ]
e. Pertahanan dan Keamanan
Pertahanan dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
bertujuan untuk menjamin tetap tegaknya NKRI yang berdasarkan Pancasila
danUUD 1945, dari segala ancaman, gangguan, hambatan atau juga tantangan
baik dari dalam maupun dari luar.Sistem pertahanan dan keamanan
diselenggarakan dengan sistem pertahanan rakyat semata, denganTentara
Nasional Indonesia (TNI) sebagai kekuatan inti, bersama kekuatan cadangan
dan dukungan dari seluruh rakyat Indonesia, dengan konsep defensif aktif.
Defensif aktif dimaksudkan bahwa bangsa Indonesia tidak akan melakukan
intervensi ke wilayah negara lain, dan tidak sekedar menunggu, bila adan egara
lain menyerang. Dalam arti Bangsa Indonesia akan aktif menjaga keutuhan
wilayah dan kedaulatan Indonesia.
Ketahanan dibidang Hankam, Hankamnas diartikan sebagai pertahanan
keamanan negara yang merupakan salah satu fungsi pemerintahan negara,
upaya dalam bidang pertahanan yang ditujukan terhadap terhadap segala
ancaman dari luar negeri dan upaya dalam bidang keamanan yang ditujukan
terhadap ancaman dari dalam negeri. Tujuan Hankamnas adalah untuk
menjamin tetap tegaknya Negara Kesatuan RI berdasarkan Pancasila dan UUD
1945 terhadap ancaman baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri dan
tercapainya tujuan nasional. [ CITATION Lem88 \l 1057 ]
Telaahan Astagatra secara garis besar adalah sebagai berikut.
a) Pemanfaatan Trigatra Alamiah sampai saat ini cenderung kurang
memperhatikan kelestarian lingkungan hidup (ekosistem), sehingga
mengakibatkan berbagai bencana alam seperti banjir, tanah longsor, dan
kebakaran hutan. Disamping itu juga menimbulkan pencemaran air, lahan dan
udara.
b) Kesadaran geografis bangsa Indonesia yang memilih tanah air nusantara yang
luas dan memiliki potensi kekayaan alam yang beraneka ragam serta strategis,
masih sangat kurang. Akibatnya bangsa lain yang lebih maju dapat menikmati
keuntungan besar dari wilayah dan kekayaan alam Indonesia. Pencurian
kekayaan ikan di laut teritorial Indonesia, proyek penambangan tembaga dan
emas oleh Freeport di Irian Jaya dan Newmont di Sumbawa, serta di tempat
lain, menunjukkan indikasi keuntungan besar yang diperoleh bangsa lain.
Keadaan ini diperparah dengan penduduk Indonesia sebagian besar masih
berpendidikan rendah dan masih sangat kuat keterkaitan dengan nilai-nilai
budaya dan adat istiadat sukunya, sehingga merupakan potensi atau kerawanan
terhadap terjadinya konflik horizontal antar suku.
c) Pancasila tetap diakui oleh MPR sebagai falsafah hidup bangsa, dasar negara
dan ideologi nasional. Namun nilai-nilai Pancasila cenderung diabaikan
pengalamannya, baik dalam perumusan peraturan perundang-undangan dan
kebijaksanaan, maupun dalam sikap dan perbuatan pemimpin bangsa dan elite
polotik. Banyak terjadi konflik vertikal dan horizontal antarwarga bangsa,
penyalahgunaan wewenang utnuk kepentingan pribadi, golongan dan kelompok,
baik di tingkat pusat maupun daerah.
d) Salah satu sasaran reformasi nasional adalah demokratisasi yang antara lain
mengubah sistem pemerintahan yang sentralistik cenderung otoriter dan tertutup
menjadi sistem pemerintahan yang disentralistik, demokratis dalam
keterbukaan, serta menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM).
e) Reformasi nasional dibidang ekonomi belum mampu mengatasi krisis ekonomi
dan moneter. Sektor riil belum berputar kembali, bahkan investor baru belum
tertarik, dan investor lama telah menarik diri dari Indonesia, dengan alasan
situasi keamanan dan perburuhan yang makin tidak kondusif bagi usahanya.
f) Melalui sistem pendidikan nasional, pemerintah berusaha meningkatkan
kesadaran kebangsaan Indonesia yang berdasarkan semangat Bhineka Tunggal
Ika. Namun akibat kekeliruan pelaksanaan pembangunan pada masa lalu dan
adanya kecenderungan penyeragaman, maka terjadi kesenjangan sosial dan
perasaan kurang dihormatinya budaya dan adat istiadat daerah/lokal. Supermasi
hukum yang menjadi salah satu sumber penting dalam reformasi nasional,
masih merupakan impian. Berbagai kepentingan politik dan ekonomi turut
mencampuri (intervensi) dalam upaya penegakan hukum masih terkesan sebagai
alat kekuasaan.
g) Dalam rangka menjaga stabilitas keamanan, aparat keamanan menghadapi
berbagai kendala, seperti: (1) trauma terhadap tuduhan pelanggaran HAM, (2)
peraturan hukum dan perundang-undangan yang kurang kondusif bagi upaya
pembinaan stabilitas keamanan bagi Polri dan TNI, dimana Polri dan TNI
dipisahkan secara hitam putih. Polri bertanggung jawab terhadap keamanan,
sedangkan TNI hanya bertanggung jawab terhadap pertahanan luar untuk
mengatasi musuh dari luar negeri, (3)alat peralatan Polri dan TNI berserta
dukungan logistik dan kesejahteraan anggotanya sangat tidak memadai. Salah
satu contoh: kapal patroli Polri kalah cepat dengan kapal pencuri ikan, (4)
kesadaran bela negara dan disiplin dari warga bangsa Indonesia pada umumnya
cenderung menurun. Bahkan ada yang masih terus menghujat dan memojokkan
TNI, terus mencurigai TNI dengan tuduhan TNI anti demokrasi, ingin kembali
ke dunia politik dan berkuasa.
Kondisi seperti tersebut diatas memberikan peluang bagi para pengganggu keamanan
dan gerakan separatis leluasa melakukan kegiatannya yang mengakibatkan stabilitas
keamanan akan terus terpuruk, krisis ekonomi dan moneter terus berkelanjutan,
kesejahteraan rakyat pada umumnya makin merosot.
Selanjutnya masyarakat cenderung kembali kepada pengelompokan primordial suku,
etnis, agama dan daerah, bangsa Indonesia berada di ambang perpecahan (desintegrasi).
Namun walaupun dengan potensi dan peluang sekecil apapun, bangsa Indonesia
terutama para pemimpin bangsa, elite politik dan pemuda harus memilih tekad dan
semangat juang yang tinggi untuk meningkatkan kembali persatuan bangsa dan
Ketahanan Nasional dalam wadah NKRI.

3.2. Sifat Ketahanan Nasional


Ketahanan Nasional memiliki sifat-sifat yang terbentuk dari nilai-nilai mandiri,
dinamis, wibawa, serta konsultatif dan kerja sama (Sumarsono, dkk, 2007). Sifat-
sifat tersebut adalah sebagai berikut :
a. Mandiri
Ketahanan Nasional bertumpu pada percaya padakemampuan dan
kekuatan, keuletan serta ketangguhan diri sendiri, yang mengandung
prinsip tidak mudah menyerah, sesuai dengan identitas, integritas dan
kepribadian bangsa. Kemandirian merupakan prasyarat untuk menjalin
kerja sama yang saling menguntungkan.
b. Dinamis
Ketahanan Nasional tidak bersifat statis, tetapi aktif sesuai dengan situasi
dan kondisi bangsa, negara, serta lingkungan strategisnya. Kondisi yang
dinamis dilandasi oleh argumentasi bahwa dalam pergaulan internasional
kadang sulit diprediksi untuk terjadinya perubahan global. Untuk itu,
ketahanan yang dinamis sangat diperlukan dalam pencapaian kehidupan
nasional yang lebih baik dengan kedaulatan yang kuat.
c. Berwibawa
Pembangunan ketahanan nasional harus dilakukan dalam konsep
berkelanjutan dan berkesinambungan akan peran meningkatkan kekuatan
nasional Indonesia. Dengan cara itu, makin tinggi tingkat ketahanan suatu
bangsa akan semakin meningkatkan kewibawaan nasional di mata negara-
negara Internasional.
d. Konsultasi dan Kerjasama
Ketahanan nasional bangsa Indonesia pertama-tama tidak didasarkan pada
sikap konfrontatif dan mengandalkan kekuasaan dan kekuatan militer
semata, melainkan lebih menitik beratkan pada model-model kerjasama
saling menguntungkan, dan sikap saling menghargai dengan mengandalkan
kekuatan yang berpijak pada kepribadian bangsa sendiri.
e. Integratif
Seluruh elemen dan aspek kehidupan bangsa dalam hubungan dengan
lingkungan sosialnya, lingkungan alam, dan suasana ke dalam, harus
mengadakan penyelarasan dan penyesuaian (Kaelan 2007: 148, Karsono
1999: 100-1, dan Soemarsono dkk; 2001: 109).

3.3. Landasan Fundamental Ketahanan Nasional


Ada 3 Landasan Ketahanan Nasional, yaitu:
a. Pancasila Landasan Idiil
Pancasila merupakan dasar, falsafah, dan ideologi negara, yang berisi nilai-nilai
moral dan etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Sebagai nilai moral dan etika kebangsaan, pengamalan Pancasila harus
diwujudkan dalam pola pikir, pola sikap dan pola tindak setiap warga negara
Indonesia untuk mengabdikan dirinya dalam penyelenggaraan pertahanan
negara sesuai dengan kedudukan dan fungsinya masing-masing. Nilai-nilai
tersebut meliputi keselarasan, keserasian, keseimbangan, persatuan dan
kesatuan, kerakyatan, kekeluargaan, dan kebersamaan. Nilai-nilai Pancasila
telah teruji dan diyakini kebenarannya sebagai pemersatu bangsa dalam
membangun dan menata kehidupan berbangsa serta bernegara yang lebih baik
dan berdaya saing.
b. UUD 1945 Landasan Konstitusional
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD 1945) adalah
sumber dari segala sumber hukum. UUD 1945 memberikan landasan serta arah
dalam pengembangan sistem serta penyelenggaraan pertahanan negara.
Substansi pertahanan negara yang terangkum dalam Pembukaan dan Pasal-pasal
UUD 1945 di antaranya adalah pandangan bangsa Indonesia dalam melihat diri
dan lingkungannya, tujuan negara, sistem pertahanan negara, serta keterlibatan
warga negara. UUD 1945 bersikap tegas agar Indonesia menentang segala
bentuk penjajahan. Bangsa Indonesia akan senantiasa berjuang untuk mencegah
dan mengatasi usaha-usaha pihak tertentu yang mengarah pada penindasan dan
penjajahan. Penjajahan bagi bangsa Indonesia merupakan tindakan keji yang
tidak berperikemanusiaan serta bertentangan dengan nilai-nilai keadilan.
Pertahanan negara tidak dapat dipisahkan dari kemerdekaan yang
diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Kemerdekaan Indonesia bukan
merupakan hadiah, melainkan diperoleh dari hasil perjuangan pergerakan
bangsa Indonesia melalui pengorbanan jiwa dan raga. Oleh karena itu, bangsa
Indonesia menempatkan kemerdekaan sebagai kehormatan bangsa yang harus
tetap dijaga dan dipertahankan sepanjang masa. Namun, mewajibkan warga
negara dalam upaya pertahanan negara harus didukung oleh perangkat
perundang-undangan sebagai pelaksanaan dari UUD 1945. Landasan
konstitusional kemerdekaan mengemukakan pendapat adalah UUD 1945 yang
termuat dalam:
1. Pasal 28: “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, untuk mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undangundang,”
2. Pasal 28E Ayat (3): “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul,
dan mengeluarkan pendapat.”
c. Landasan Visional (Wawasan Nusantara)
Wawasan Nusantara merupakan cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan
lingkungannya sebagai satu kesatuan yang utuh. Wawasan Nusantara adalah
geopolitik Indonesia di mana wilayah Indonesia tersusun dari gugusan Kepulauan
Nusantara beserta segenap isinya sebagai suatu kesatuan wadah serta sarana untuk
membangun dan menata dirinya menjadi bangsa yang berdaya saing tinggi dalam
dinamika lingkungan strategis.
Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai suatu kesatuan pertahanan mengandung
arti bahwa setiap ancaman terhadap sebagian wilayah Indonesia pada hakikatnya
merupakan ancaman terhadap kedaulatan nasional yang harus dihadapi bersama
dengan mengerahkan segenap daya dan kemampuan.

4. Perkembangan Global, Regional, dan Nasional


Dalam rangka menata geopolitik Indonesia yang perlu didukung oleh Ketahanan
Nasional yang cukup tangguh, Indonesia tidak terlepas dari pengaruh global, regional
dan nasional yang berpengaruh terhadap kehidupan nasional bangsa Indonesia.
a. Global
Berakhirnya Perang Dingin antara Blok Barat dengan Blok Timur, ditandai dengan
makin dominannya kepentingan ekonomi dan perdagangan. Negara0negara maju dan
yang sudah mapan menguasai sebagian besar modal dan teknologi, sehingga
mendapatkan nilai tambah yang besar dari kegiatan eksploitasi sumber daya alam dan
perdagangan Internasional.
b. Regional
Perkembangan regional sangat dipengaruhi oleh kesepakatan tentang perdagangan
bebas yaitu AFTA yang berlaku pada tahun 3003, dan APEC pada tahun 2020. Bila
Indonesia tidak siap dengan daya saing dan pengaturan perekoomian nasional yang
kondusif, maka Indonesia hanya berperan sebagai objek dan pasar dari negara maju dan
megara tetangga ASEAN. Jika dalam kondisi Indonesia yang sedang terpuruk, solidaritas
ASEAN juga terkesan menurun.
c. Nasional
Kehidupan nasional sejak pertengahan tahun 1998 sampai saat ini dalam kondisi
terpuruk di bidang politik, ekonomi, social dan budaya, pertahanan dan keamanan.
Ditingkat pusat terjadi konflik antar elite politik dalam rangka perebutan kekuasaan yang
cenderung menghalalkan segala cara baik secara konstitusional maupun
inskonstitusional, sehingga kurang perhatiannya terhadap konflik di daerah yang menuju
desintegrasi bangsa. Sedangkan di tingkat daerah dengan dimulainya pelaksanaan
otonomi daerah, mulai marak KKN yang diwarnai primordialisme suku, agama, dan
daerah yang mengakibatkan konflik horizontal dan pengusiran pendatang.

5. Potensi dan Peluang


Dalam kondisi krisis multidimensi dan keterpurukan kehidupan nasional, seperti yang
telah diuraikan terdahulu dan berbagai kendala dari perkembangannya global, regional
dan nasional, perlu diidentifikasi potensi dan peluang bagi peningkatan Ketahanan
Nasional.
a. Dukungan Internasional
Cukup banyak pemerintahan negara di dunia yang mendukung persatuan bangsa
Indonesia dan keutuhan wilayah NKRI, termasuk negara-negara ASEAN. Dukungan
tersebut perlu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dalam rangka menghancurkan
gerakan separatis bersenjata.
b. Komponen Bangsa yang Pancasilais
Bertolak dari Pancasila sebagai falsafah atau pandangan hidup bangsa dan negara, dan
ideology nasional, masih cukup banyak komponen Bangsa Indonesia yang Pancasilais
baik dipusat maupun daerah, yang diharapkan dapat menjadi pelopor untuk
mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
c. TNI dan Polri Tetap Utuh
Walupun telah mengalami hujatan, fitnah dan tarikan dari berbagai pihak, TNI dan Polri
tetap utuh, TNI tetap memegang teguh Sapta Marga dan Polri tetap memegang teguh
TRIBRATA, mempunyai komitmen yang tinggi terhadap persatuan bangsa, keutuhan
NKRI dan suksesnya reformasi nasional.
d. Wilayah Indonesia dengan Sumber Kekayaan Alamnya
Wilayah Indonesia yang terdiri dari 17.000 pulau lebih dnegan laut teritorial dan
yuridiksi nasional yang sangat luas, serta dirgantara di atasnya mengandung potensi
sumber kekayaan alam yang sangat besar. Disamping itu wilayah Indonesia juga
memiliki posisi yang strategis. Potensi dan posisi ini bila dapat diamankan, dikelola dan
dimanfaatkan dengan baik akan mampu mendukung bangsa Indonesia keluar dari krisis
ekonomi dan melanjutkan pembangunan nasional.

e. Supremasi Hukum
Supremasi hukum yang telah disepakati menjadi sasaran reformasi nasional,
merupakan peluang yang perlu dimanfaatkan dalam mengatasi disintegrasi nasional dan
penataan demokrasi Indonesia agar tidak menjurus ke anarkhi atau otoriter.

6. Langkah-langkah Strategis
Mengingat pada saat ini sedang dimulai pelaksanaan otonomi daerah diperlukan
langkah-langkah strategis ditingkat nasional dan daerah otonom, serta partisipasi
masyarakat sesuai dengan kerangka acuan sebagai berikut.
1. Tingkat Nasional
a. Memperkokoh persatuan bangsa dalam wadah NKRI, dengan cara: (1)
meningkatkan penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara , (2)meningkatkan pemahaman geopolitik dengan mengutamakan
persatuan bangsa, keutuhan wilayah, dan kepentingan nasional, serta
mengakhiri konflik antarpemimpin bangsa/elite politik, (3) memacu
pembangunan nasional yang mampu mengurangi kesenjangan social dan
ketidakadilan, (4) menyelenggarakan pendidikan nasional yang mampu
meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia dan kesadaran
kebangsaan Indonesia, (5) penghormatan dan pemberdayaan nilai-nilai agama,
budaya dan adat istiadat yang beraneka ragam untuk meningkatkan moral dan
etika masyarakat.
b. Memperkokoh kembali geostrategi, dengan cara: (1) mewujudkan stabilitas
keamanan berdasarkan supremasi hukum dan penghormatan terhadap HAM, (2)
mewaspadai oknum-oknum subversif dari dalam dan luar negeri, (3)
memberikan alokasi anggaran yang memadai bagi TNI dan Polri untuk
meningkatkan profesionalitasme dan kesejahteraan anggotanya, (4)
pembangunan nasional yang berbasis pada sumber daya nasional dengan
memperhatikan kelestarian lingkungan lingkungan hidup.
c. Penataan demokrasi Indonesia dengan cara: (1) penataan hubungan antara
lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara secara sinergik dalam kebersamaan
dalam rangka menuju ke tujuan nasional, (2) menyiapkan perangkat hukum
untuk mencegah timbulnya anarki dan otoriter, namun tetap memberikan
peluang bagi pengawasan masyarakat, (3) pengaturan otonomi daerah yang
tetap mengacu kepada Wawasan nusantara dan Ketahanan Nasional.
2. Tingkat Daerah
a. Pemerintah Daerah Otonomi yang sedang berupaya keras untuk mewujudkan
“good qovernance”, dengan cara: (1)mengikis KKN yang mulai marak, (2)
meningkatkan pelayanan masyarakt (public service), (3) melaksanakan
pembangunan daerah untuk mengurangi kesenjangan social dan ketidak adilan.
b. Masyarakat Daerah Otonom yang rukun dan bersaru, dengan cara: (1) saling
menghormati budaya, dan adat istiadat suku dan etnis yang ada di daerah, (2)
peningkatan pemahan tentang tanah air nusantara sebagai ruang lingkup seluruh
bangsa Indonesia yang beraneka ragam, (3) pemerintahan provinsi dalam
melaksanakan otonomi daerah diperlukan kewenangan yang lebih besar,
disbanding dengan pemerintahan kabupaten dan kota.

7. Contoh Geostrategi Indonesia


Judul : Geostrategi pengembangan wilayah nusantara menuju poros maritim dunia
Oleh: Letjen TNI (Marinir) Purn. Dr. Nono Sampono, M,Si2
PENDAHULUAN
Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla telah mencanangkan Indonesia sebagai
Poros Maritim Dunia. Visi tersebut adalah suatu cita-cita yang sangat tepat bagi bangsa
Indonesia dan juga merupakan sebuah keniscayaan. Hal ini mengingat, Indonesia
merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri lebih dari 13 ribu pulau
dengan sebagian besar wilayahnya (sekitar 70%) adalah berupa lautan yang sekaligus
menjadi penghubung dua samudera utama dunia, yakni Samudera Hindia dan Samudera
Pasifik. Tambahan pula, perairan laut di Indonesia dikenal sebagai salah satu daerah
“megabiodiversity” penting di dunia dan juga mengandung potensi sumber daya yang
tidak sedikit, baik berupa keanekaragaman sumber daya alam dan sumber daya buatan,
seperti: jasa-jasa lingkungan.
Selain itu, gagasan Poros Maritim Dunia juga sekaligus akan mengembalikan jati diri
bangsa Indonesia yang seharusnya dijalankan sesuai dengan karakteristik geografis yang
dimilikinya sebagai negara kepulauan (archipelagic state) dalam mewujudkan cita cita
utamanya melalui proses pembangunan nasionalnya. Kemudian, agar visi Indonesia
sebagai Poros Maritim Dunia tersebut dapat terwujud, maka dalam agenda
pembangunannya ditetapkan lima pilar utama, yakni pembangunan budaya maritim,
menjaga dan mengelola sumber daya laut, mendorong pengembangan infrastruktur dan
konektivitas maritim, diplomasi maritim, dan membangun kekuatan pertahanan
keamanan maritim.
Mengingat wilayah laut merupakan sebagian dari ruang hidup bangsa yang akan
didayagunakan untuk berbagai kepentingan nasional baik aspek politik, ekonomi, sosial
budaya dan pertahanan keamanan guna kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, maka
diperlukan Rencana Tata Ruang Laut secara nasional yang mengatur tentang
pemanfaatan dan penggunaan, pengawasan dan pengendalian, keamanan dan
keselamatan serta kelangsungan lingkungan hidup dan ekosistim oleh berbagai
stakeholder yang berkepentingan dengan tata kelola kelautan Indonesia.
Dengan demikian saya memberikan apresiasi yang tinggi kepada Kementerian
Kordinator Maritim yang telah menyelenggarakan FGD bertajuk “KEBIJAKAN DAN
STRATEGI PEMBANGUNAN KELAUTAN DALAM RANGKA PENYUSUNAN
RENCANA TATA RUANG LAUT NASIONAL” sebagai salah satu upaya dalam
rangka untuk ikut memberikan kontribusi mendukung visi-misi besar pemerintah
Jokowi-JK untuk menjadikan Indonesia menjadi Poros Maritim Dunia. Diharapkan hasil
diskusi ini dapat menjadi masukan bagi semua pihak yang berkepentingan dalam
menyempurnakan tata kelola ruang laut nasional.

RUANG HIDUP BANGSA DAN GEOPOLITIK


Wilayah nasional adalah ruang hidup sebuah bangsa yang merupakan modal dasar
kodrati untuk didayagunakan bagi kehidupan negara. Wilayah nasional juga bukan hanya
bermakna politik dan hukum, tetapi merupakan wilayah ekonomi, budaya, posisi
kekuasaan serta wilayah pertahanan negara demi tegaknya kemerdekaan, kedaulatan,
kesatuan bangsa dan sekaligus keutuhan wilayah nasionalnya Pengetahuan manusia yang
lebih luas tentang geografi dan politik dunia dimulai pada abad ke -19 yang dipelopori
oleh Friedrich Ratzel yang mengatakan “Life as a fight for space” (hidup sebagai
perjuangan memperebutkan ruang). Lebih lanjut dikatakan, ”….every nation has a space
conception, that is and idea about the possible limit of its territorial dominion…The
decay of every state is the result of a declaining space conception…” (Andrew Gyorgy,
Geopolitics edition 1971).
Namun, teori ini kemudian dipatahkan oleh Alfred T.Mahan bahwa untuk mengusai
dunia harus menguasai laut. Inilah yang membuat hadirnya bangsa-bangsa barat
membangun koloni-koloni diberbagai kawasan dunia termasuk di Nusantara. Dari
gambaran tersebut diatas, meskipun geopolitik pernah disalahgunakan dalam
memperluas wilayah negara, tetapi saat ini geopolitik masih relevan sebagai basis ilmu
untuk merumuskan strategi dan kebijakan membangun sebuah negara untuk
mendapatkan kesejahteraan dan keamanan bangsanya. Bung Karno (1956) mengatakan
“Untuk membangun suatu pertahanan negara yang kuat, untuk membangun ketahanan
nasional yang kuat harus berdasarkan Geopolitik.” Lebih lanjut Bung Karno
mengingatkan pada kuliah perdana pada saat pembentukan LEMHANAS pada tanggal
20 Mei 1965 sebagai berikut:
“Untuk membangun ketahanan nasional yang kuat harus mempertimbangkan kondisi
objektif bangsa :
1. Indonesia adalah negara kepulauan.
2. Indonesia berada di posisi silang diantara dua benua dan dua samudera.
3. Kekayaan SDA yang melimpah.
4. Bangsa Indonesia merupakan Quaras dari bangsa-bangsa Pasifik dan Afrika.
5. Memiliki atau terdiri dari berbagai macam suku bangsa dan golongan”.
Inilah yang kita kenal sebagai pokok-pokok pikiran (Political Strategical Guidence)
tentang Ketahanan Nasional Indonesia sekaligus merupakan Geopolitik Indonesia.

SEJARAH KEMARITIMAN PERIODE AWAL KEMERDEKAAN HINGGA


KINI
Laut adalah sumber kehidupan, serta tempat manusia bergantung hidup kiranya sulit
dipungkiri. Oleh karenanya, untuk melihat kondisi objektif pentingnya laut bagi bangsa
Indonesia perlu kita menelusuri kilas balik sejarah kemaritiman di Indonesia, yang secara
umum dapat dikelompokkan menjadi tiga periode, yaitu : periode kejayaan maritim,
masa suram kemaritiman Nusantara (masa penjajahan) dan masa kemerdekaan. Pada
uraian ini hanya dibahas tentang masa awal kemerdekaan hingga kini.
1. Periode Awal Kemerdekaan (1945 - 1965)
Pada awal kemerdekaan, Indonesia masih menggunakan beberapa peraturan hukum yang
ditinggalkan Pemerintahan Hindia Belanda, termasuk landasan hukum bidang kelautan,
yakni “Territoriale Zee en Maritime Kringen Ordonnantie 1939” (TZMKO). Namun,
penggunaan ordonansi ini menyebabkan wilayah Indonesia menjadi tidak utuh, karena
perairan diantara kelima pulau besar Indonesia terdapat perairan bebas (high seas).
Keadaan ini dinilai dapat mengancam keutuhan NKRI. Atas dorongan semangat tinggi
dan kebulatan tekad yang luar biasa di masa kepemimpinan Presiden Soekarno, dengan
berani dan secara sepihak Indonesia mengeluarkan suatu deklarasi keutuhan wilayah
Indonesia pada tanggal 13 Desember 1957, yang dikenal dengan Deklarasi Djoeanda.
Pada dasarnya konsep deklarasi Djoeanda ini memandang bahwa kepulauan Indonesia
merupakan wilayah pulau-pulau, wilayah perairan, dan dasar laut di dalamnya sebagai
suatu kesatuan politis, historis, geografis, ekonomis, dan sosial budaya.
Deklarasi Djoeanda merupakan salah satu dari tiga\ pilar utama bangunan kesatuan dan
persatuan negara dan bangsa Indonesia, yaitu:
Kesatuan Kejiwaan yang dinyatakan dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928; Kesatuan
Kenegaraan dalam NKRI yang diproklamirkan oleh Soekarno-Hatta tanggal 17 Agustus
1945; dan Kesatuan Kewilayahan (darat, laut, dan udara) yang diumumkan H. Djoeanda,
13 Desember 1957. Kemudian, Deklarasi ini diperkuat secara yuridis melalui Undang-
Undang No. 4. Prp. Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia.

2. Periode Orde Baru (1966 - 1998)


Pengembalian laut sebagai sumber utama kehidupan bangsa dapat dinyatakan mengalami
kemunduran kembali setelah pemerintahan berpindah tangan ke Presiden Soeharto yang
lebih berorientasi ke darat. Pada era Orde Baru (1966-1998), nuansa pembangunan lebih
diutamakan pada pembangunan daratan atau kontinental. Walaupun demikian, pada era
ini juga lahir konsep besar yang mendukung kemaritiman nasional, yakni tahun1982
pada saat Menteri Luar Negeri dijabat oleh Mochtar Kusumaatmadja. Pada tahun 1982,
119 negara di dunia, termasuk Indonesia, telah menandatangani Konvensi PBB tentang
Hukum Laut 1982 atau United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS
1982). Konvensi tersebut di dalamnya memuat 9 buah pasal mengenai perihal ketentuan
tentang prinsip “Negara Kepulauan”. Salah satu pasal dalam prinsip Negara Kepulauan
tersebut menyatakan bahwa laut bukan sebagai alat pemisah, melainkan sebagai alat
yang menyatukan pulau-pulau yang satu dengan lainnya, yang kemudian
diimplementasikan oleh Indonesia dengan istilah Wawasan Nusantara.
Namun, mengingat Presiden Soeharto dengan latar belakang seorang anak petani dan
sebagai perwira AD tentu lebih berorientasi kepada paradigma kontinental sehingga
semua kebijakan dan strategi pembangunan nasional jauh dari aspek maritim atau
kelautan.

3. Periode Reformasi (1998 - Sekarang)


Paradigma nasional yang mendukung visi kemaritiman selanjutnya adalah Deklarasi
Bunaken yang dicetuskan tanggal 26 September 1998 pada masa pemerintahan Presiden
Prof. Dr. B.J. Habibie. Deklarasi ini pada dasarnya secara tegas menyatakan dua hal
pokok yaitu kesadaran bangsa Indonesia akan geografis wilayahnya dan kemauan yang
besar dari bangsa Indonesia untuk membangun kelautan.
Kesadaran geografik adalah kesadaran bangsa Indonesia untuk memahami dan
menyadari akan kondisi obyektif wadah kepulauan Indonesia yang 2/3 (dua per tiga)
bagian wilayahnya adalah merupakan laut. Kesadaran bangsa Indonesia akan geografik
wilayahnya menjadi sangat penting bagi keberhasilan bangsa dalam melaksanakan
pembangunan kelautan yang mempunyai arti strategis dalam mengembalikan kondisi
ekonomi nasional yang sedang menyelesaikan berbagai krisis ini.
Deklarasi Bunaken dapat juga dikatakan sebagai kunci pembuka babak baru
pembangunan nasional yang berorientasi ke laut karena mengandung komitmen bahwa:
Pertama, visi pembangunan dan persatuan nasional Indonesia harus juga berorientasi ke
laut dan Kedua, Semua jajaran pemerintah dan masyarakat hendaknya juga memberikan
perhatian untuk pengembangan, pemanfaatan dan pemeliharaan potensi kelautan
Indonesia.
Kemudian, pada masa pemerintahan Gus Dur, tumbuh kesadaran bahwa potensi dan
kekayaan yang ada di laut merupakan sumber ekonomi utama Negara. Laut adalah
kehidupan masa depan bangsa. Atas pemikiran ini, maka Presiden Abdurrahman Wahid
membentuk kementerian baru yakni Departemen Eksplorasi Laut dengan Keputusan
Presiden No.355/M Tahun 1999 tanggal 26 Oktober 1999.
Dalam perjalanannya, namanya berubah-ubah dan akhirnya saat ini menjadi Kementrian
Kelautan dan Perikanan berdasarkan Peraturan Presiden No. 47 tahun 2009. Pada masa
pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid juga dibentuk Dewan Maritim Indonesia
(DMI) yang bertugas untuk mengkoordinasikan dan mensinergikan program
pembangunan kelautan di Indonesia.
Selanjutnya pada tahun 2001, tepatnya tanggal 27 Desember 2001, bertempat di
Pelabuhan Rakyat Sunda Kelapa Jakarta, Presiden RI Megawati Sukarnoputri telah
mencanangkan “Seruan Sunda Kelapa”. Pada intinya seruan tersebut mengajak seluruh
bangsa Indonesia untuk bersama-sama membangun kekuatan maritim/kelautan, dengan
berlandaskan pada kesadaran penuh bahwa bangsa Indonesia hidup di negara kepulauan
terbesar di dunia, dengan alam laut yang kaya\ akan berbagai sumberdaya alam. Pada
Seruan Sunda Kelapa menyatakan meliputi pilar program pembangunan kelautan, yaitu:
1. Membangun kembali wawasan bahari,
2. Menegakkan kedaulatan secara nyata di laut,
3. Mengembangkan industri dan jasa maritim secara optimal dan lestari bagi
sebesar-besarnya
4. kemakmuran rakyat,
5. Mengelola kawasan pesisir, laut dan pulau kecil, dan
6. Mengembangkan hukum nasional di bidang maritim.
Kemudian, pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, nomenklatur
Dewan Maritim Indonesia (DMI) diganti menjadi Dewan Kelautan Indonesia (DEKIN)
melalui Keppres No.21 Tahun 2007 dan menyelengarakan konferansi kelautan dunia
atau World Ocean Conference (WOC) di Manado pada tanggal 11 – 15 Mei 2009.
Kegiatan ini merupakan inisiatif Indonesia dalam forum internasional yang ditujukan
bagi para pemimpin dunia dan pengambil keputusan untuk mengembangkan kolaborasi
internasional dan membuat komitmen bersama dalam menghadapi isu kelautan dunia dan
sekaligus masalah perubahan iklim global. Penyelengaraan WOC 2009 didukung oleh
123 negara yang tergabung dalam The Eighteenth Meeting of States Parties to the
United Nations Convention on the Law of the Sea dan dalam pelaksanaannya dihadiri
oleh 423 delegasi yang berasal dari 87 negara dan organisasi-organisasi antar negara.
Deklarasi Kelautan Manado (Manado Ocean Declaration) yang menjadi menjadi\ salah
satu output utama dari WOC 2009 ini merupakan tonggak sejarah dan dokumen penting
untuk menyelamatkan planet bumi dan kelangsungan hidup generasi penerus dimasa
akan datang, sehingga dokumen tersebut akan diperjuangkan oleh wakil tetap pemerintah
Indonesia di PBB untuk dimasukan dalam agenda resmi dan dibahas dalam Meeting of
the States Parties to the United Nations Convention on the Law of the Sea. Selain itu,
output lainnya, yakni CTI Regional Plan of Action yang dilakukan oleh 6 negara, juga
merupakan hal penting dalam menyelamatkan keanekaragaman sumber daya hayati laut
dunia, utamanya ikan dan terumbu karang.
Dengan demikian, WOC 2009 dapat dinyatakan sebagai komitmen Bangsa Indonesia
dalam upaya mengembangkan, mengelola, dan melestarikan sumber daya laut nasional
dan internasional secara berkelanjutan.

Paradigma Pembangunan Berwawasan Kemaritiman


Bangsa Indonesia, walaupun telah banyak kebijakan dan doktrin untuk mengembalikan
kejayaan maritim seperti masa lampau sebelum masa penjajahan Belanda, yang lahir di
era orde lama hingga orde reformasi, namun tetap dapat dinyatakan hingga kini orientasi
bangsa Indonesia kearah kemaritiman belum optimal, baik pada bidang ekonominya,
sosial dan budayanya, maupun bidang pertahanannya. Kehilangan orientasi terhadap visi
maritim tersebut tentu menjadi salah satu penyebab utama, mengapa paradigma
pembangunan nasional kita belum berbasis kemaritiman atau kelautan. Untuk itu perlu
dilakukan upaya optimalisasi untuk re-orientasi hal tersebut.
Setidaknya, terdapat 4 (empat) poin yang selama ini telah tergerus dan menjadi
kehilangan orientasi visi kemaritiman, yakni:
1. Kehilangan orientasi akan geografis Indonesia sebagai negara kepulauan
(maritim) terbesar di dunia.
2. Kehilangan orientasi dan kesadaran diri sendiri sebagai bangsa maritim.
3. Kehilangan orientasi terhadap wawasan nasional (Wawasan Nusantara) yang
pada gilirannya memperlemah ketahanan nasional.
4. Kehilangan orientasi dan kesadaran tentang pentingnya laut bagi Indonesia. Kita
patut bersyukur bahwa terjadi sebuah perubahan paradigma nasional yang yang
dicanangkannya oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 13 November 2014 di
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia Timur di Nay Pyi Taw, Myanmar. Pada
acara tersebut Presiden Joko Widodo mengumumkan hasrat Indonesia untuk
menjadi Poros Maritim Dunia.
Bila kita cermati secara mendalam maka seruan Presiden Jokowi tersebut bukan hanya
sekedar gagasan, tetapi merupakan :
1. Visi dan cita-cita besar membangun Indonesia sebagai seruan untuk kembali ke
jatidiri bangsa sebagai bangsa bahari dan negara maritim sekaligus ingin
membangun kekuatan maritim untuk Indonesia yang bersatu (unity), sejahtera
(prosperity), dan berwibawa (dignity).
2. Doktrin yang merupakan arahan mencapai tujuan bersama (a sense of common
purpose), mengajak kita untuk melihat diri sendiri sebagai negara kepulauan
terbesar di dunia, serta realita posisi Geografi, Geostrategi, Geopolitik, dan Geo
ekonomi.
3. Upaya implementatif dan operasional untuk membangun kejayaan politik,
ekonomi, dan keamanan melalui dibangun Tol Laut.
Dari uraian tersebut diatas terlihat bahwa Presiden Joko Widodo bermaksud akan
mengembalikan kembali kejayaan maritim bangsa Indonesia seperti pada masa masa
keemasan kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Dalam kaitannya dengan membangun
Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, maka menurut pemahaman saya diperlukan
kebijakan-kebijakan penunjang, antara lain:
1. Membangun kesadaran nasional tentang budaya Maritim,
2. Membangun dan menyempurnakan tata kelola kelautan,
3. Membangun dan memperkuat ekonomi kelautan,
4. Membangun dan memperkuat sistem keamanan Maritim,
5. Pembangunan kelautan Indonesia berasas pada kelangsungan dan kelestarian
lingkungan hidup.
Dengan demikian, akan terjadi perubahan dan pergeseran yang cukup radikal terhadap
budaya politik dengan orientasi yang tadinya lebih kontinental menjadi ke maritim.
Kondisi ini tentu akan memerlukan proses dan waktu yang tidak singkat, dan selanjutnya
memerlukan beberapa langkah strategi sebagai fondasi yang kuat untuk memulai
operasional, antara lain:
1. Diperlukan regulasi sebagai payung hukum dalam penguatan implementatif dan
operasional,
2. Harus ada Ocean Policy agar menjadi rujukan bagi implementasi terutama dalam
memandukan kepentingan lintas sektor dan berbagai stakeholder,
3. Kesiapan sistem yang ditopang oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang
memadai dan berkualitas,
4. Pembangunan infrastruktur dan industri penunjang,
5. Diperlukan dukungan teknologi dan biaya cukup besar.
6. Untuk kepentingan jangka panjang diperlukan penyempurnaan sistem
pendidikan nasional dengan muatan kemaritiman pada semua jenjang
pendidikan.
Khususnya dalam konteks penguatan domestik diperlukan langkah-langkah yang
implementatif untuk membangun kekuatan maritim diantaranya TOL LAUT. Oleh
karena itu maka konsep pembangunan Tol Laut yang menghubungkan 7 pelabuhan
utama mulai dari Belawan sampai ke Sorong termasuk puluhan pelabuhan-pelabuhan
pendukung harus segera diwujudkan. Beberapa hal penting yang merupakan kendala-
kendala diantaranya sebaran penduduk yang tidak merata dengan 57% ada di pulau Jawa,
tingkat aktivitas ekonomi yang tidak berimbang antara kawasan Barat dan Timur,
aktivitas ekonomi dan persoalan logistik, keterbatasan infra struktur, serta manajemen
pelabuhan yang kurang baik sehingga berakibat biaya tinggi.
Dalam konteks manajemen pelabuhan selaku pemangku kepentingan utama selalu\
melibatkan pemerintah, sehingga boleh dibilang pelabuhan yang kompetitif selalu harus
didukung oleh pemerintahan yang bersih, kuat dan terampil dalam menyederhanakan
birokrasi (Nyoman Pujawan pada Opini Kompas, 24 Agustus 2015).

Kesimpulan dan Rekomendasi


Indonesia sesuai ciri dan karakter geografinya adalah negara maritim, tapi untuk
mewujudkan sebuah negara maritim yang maju dan kuat harus mengembangkan
kebijakan, strategi dan upaya-upaya implementatif pembangunan yang berjangka
panjang dan berlanjut. Dari pembahasan-pembahasan pada bagianbagian terdepan dapat
ditemukan rangkuman kesimpulan sekaligus rekomendasi dalam membangun Indonesia
sebagai negara maritim yang akan menjadikan dirinya sebagai Poros Maritim Dunia,
paling tidak Pemerintahan Jokowi-JK disamping harus memprioritaskan pembangunan
infra struktur, namun hal-hal penting lain yaitu :
a. Membentuk dan membangun institusi kemaritiman (politik, ekonomi, sosial budaya
dan pertahanan keamanan) agar semua fungsi dapat mendukung terwujudnyabudaya
tradisi kemaritiman dan pada peri kehidupan masyarakat Indonesia.
b. Terjadinya konektivitas antar pulau-pulau yang memungkinkan terciptanya
mobilitas manusia, barang dan perdagangan lewat laut secara domestik maupun ke
dan dari luar negeri.
c. Membangun dan menyebarkan pusat-pusat ekonomi terutama industri maritim di
kawasan timur untuk mengurangi ketimpangan antar wilayah (termasuk antar Jawa
dan Luar Jawa), bila perlu mengadopsi dan menyempurnakan konsep MP3EI yang
berupaya membangun pusat-pusat ekonomi melalui 6 koridor.
d. Aparatur pemerintahan yang dapat mengatur pendayagunaan laut sebesar-besarnya
bagi kesejahteraan rakyat, perlindungan kekayaan alam dan ekosistimnya,
pelestarian nilai-nilai budaya maritim, pemberlakuan prinsip kabotase bagi angkutan
laut termasuk industri maritim dalam negeri.
e. Adanya insentif dan perlindungan melalui undang-undang dan ketentuan tentang
perlindungan bagi investor kemaritiman, khususnya insentif perbankan dan
perpajakan karena investasi kemaritiman adalah padat modal serta pengembaliannya
berjangka panjang namun mampu mendorong pendapatan yang berlipat.
f. Membangun Perguruan-perguruan Tinggi unggulan disetiap koridor ekonomi
(terutama dikawasan timur) dengan program-program khusus disertai tenaga dosen
yang berkualitas (dengan diberikan gaji dan insentif yang tinggi), sehingga paling
tidak 5-10 tahun yang akan datang sebaran PT yang bagus semakin merata di
seluruh wilayah Indonesia. Termasuk membangun dan mengembangkan kegiatan
penelitian dan pengembangan teknologi kemaritiman.
g. Membangun dan menggelar sistim pertahanan dan keamanan yang memadai dalam
rangka menciptakan kepastian hukum dan stabilitas keamanan yang menyeluruh
diseluruh wilayah Indonesia guna menjamin kelangsungan penyelenggaraan
pembangunan nasional khususnya pembangunan kemaritiman.
h. Melakukan diplomasi maritim, kerjasama dan transfer teknologi dengan negara
negara yang memiliki kepentingan melintasi wilayah khususnya perairan Indonesia
dalam rangka peningkatan kemampuan dan kapasitas Indonesia untuk memberikan
kemudahan pelayanan dan jaminan keamanan.
i. Perlu dibuat Rencana Tata Ruang Laut yang dapat megakomodasikan berbagai
kepentingan politik, ekonomi, sosial budaya serta pertahanan keamanan dengan
memperhatikan lingkungan hidup dan kelestarian ekosistim sumber daya kelautan.
j. Bila perlu memindahkan pusat pemerintahan (temporer atau permanen) di wilayah
kawasan timur Indonesia karena pertimbangan luasnya wilayah dengan kompleksitas
persoalan, serta untuk memudahkan pengendalian dan pengawasan pemerintahan
guna percepatan dan pemerataan pembangunan nasional.

Anda mungkin juga menyukai