Laporan - Pendahuluan - Imroatul Jamila
Laporan - Pendahuluan - Imroatul Jamila
2020
1. PENGERTIAN
2. KLASIFIKASI NYERI
a. Nyeri berdasarkan sifatnya :
1) Incidental pain
Yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang.
2) Steady pain
Yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam waktu yang lama.
3) Paroxymal pain
Yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali.Nyeri tersebut
menetap ± 10-15menit, lalu menghilang, kemudian timbul lagi.
b. Nyeri berdasarkan waktu lamanya serangan :
1) Nyeri akut
Nyeri yang dirasakan dalam waktu yang singkat dan berakhir dalam enam, bulan,
sumber dan daerah nyeri diketahui dengan jelas.Rasa nyeri mungkin sebagai akibat
dari luka, seperti luka operasi, atau pun pada suatu penyakit arteriosderosis pada
arteri koroner.
2) Nyeri kronis
3) Nyeri yang dirasakan lebih dari enam bulan. Nyeri kronis ini polanya beragam dan
berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.Ragam pola tersebut ada yang
nyeri timbul dengan periode yang diselingi interval bebas dari nyeri lalu timbul
kembali dan begitu seterusnya. Ada pula pola nyeri kronis yang konstan, artinya
rasa nyeri tersebut terus menerus terasa makin lama semakin meningkat
intensitasnya walau pun telah diberika pengobatan, misalnya nyeri karena
neoplasma.
c. Nyeri berdasarkan berat ringannya :
1) Nyeri Ringan
Nyeri dengan intensitas rendah. Pada nyeri ini, seseorang bias menjalankan
aktivitasnya seperti biasa. (tidak mengganggu aktivitas).
2) Nyeri Sedang
Nyeri dengan intensitas sedang \ menimbulkan reaksi (fisiologis maupun
psikologis)
3) Nyeri Berat
Nyeri dengan inyensitas yang tinggi.Pada nyeri ini, seseorang sudah
dapatmelakukan aktivitas karena nyeri tersebut sudah tidak dapat dikendalikan oleh
orang yang mengalaminya.Penggunaan obat analgesic dapat membantu pada nyeri
ini.
3. ETIOLOGI
1. Mekanis
a. Trauma jaringan tubuh
b. Perubahan dalam jaringan misal:oedem
c. Sumbatan pada saluran tubuh distensi lumen saluran
d. Kejang otot
e. Tumor
2. Thermis
Panas/dingin yang berlebihan missal :luka bakar Kerusakan jaringan merangsang
thermo sensitive reseptor nyeri
3. Kimia
a. Iskemia jaringan mis: blok pada arteri coronary Rangsangan pada reseptor karena
tertumpunya asam laktat/bradikinin dijaringan
b. Kejang otot
4. PATOFISIOLOGI
Munculnya nyeri berkaitan dengan reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor nyeri yang
dimaksud adalah nociceptor, merupakan ujung-ujung saraf sangat bebas yang memiliki sedikit
atau bahkan tidak memiliki myelin yang tersebar pada kulit dan mukosa, khususnya pada
visera, persendian dinding arteri, hati dan kandung empedu.Reseptor nyeri dapat memberikan
respons akibat adanya stimulasi atau rangsangan.Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimiawi
seperti histamine, bradikinin, prostaglandin, dan macam asam yang dilepas apabila terdapat
kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigenasi. Stimulasi yang lain dapat berupa
termal, listrik atau mekanis.
Selanjutnya stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut ditransmisikan ke serabut C.
serabut-serabut aferen masuk ke spinal melalui akar dorsal (dorsal root) serta sinaps pada
dorsal horn.Dorsal horn, terdiri atas beberapa lapisan atau laminae yang saling
bertautan.Diantara lapisan dua dan tiga berbentuk substansia gelatinosa yang merupakan
saluran utama impuls. Kemudian, impuls nyeri menyeberangi sumsum tulang belakang pada
interneuron dan bersambung ke jalur spinal asendens yang paling utama, yaitu jalur
spinothalamic tract (STT) atau jalur spinothalamus tract (SRT) yang membawa informasi
tentang sifat dan lokasi nyeri. Dari proses transmisi terdapat dua jalur mekanisme terjadinya
nyeri, yaitu jalur opiate dan jalur non-opiate. Jalur opiate ditandai oleh pertemuan reseptor
pada otak yang terdiri atas jalur spinal desendens dari thalamus yang melalui otak tengah dan
medulla ke tanduk dorsal dari sumsum tulang belakang yang berkonduksi dengan nociceptor
impuls supresif. Serotonin merupakan neurotransmitter dalam impuls supresif.System supresif
lebih mengaktifkan stimulasi nociceptor yagn ditransmisikan oleh serabut A. Jalur non-opiate
merupakan jalur desendens yang tidak memberikan respons terhadap naloxone yang kurang
banyak diketahui mekanismenya. (Barbara C Long. 2011)
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan USG untuk data penunjang apa bila ada nyeri tekan di abdomen
b. Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang abnormal
c. Pemeriksaan LAB sebagai data penunjang pemefriksaan lainnya
d. Ct Scan (cidera kepala) untuk mengetahui adanya pembuluh darah yang pecah di otak
7. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Mengurangi faktor yang dapat menambah nyeri, misalnya keridakpercayaan,
kesalahpahaman, ketakutan, dan kelelahan
2. Memodifikasi stimulus nyeri dengan menggunakan tekhnik – tekhnik berikut ini
Teknik latihan pengalihan :
a. Menonton televisi
b. Berbincang – bincang dengan orang lain
c. Mendegarkan music
Teknik relaksasi
Menganjurkan pasien untuk menarik napas dalam dan mengisi paru – paru dengan udara,
menghembuskannya secara perlahan, melemaskan otot – otot tangan, kaki, perut, dan
punggung, serta mengulangi hal yang sama sambil terus berkonsentrasi hingga didapat
rasa nyaman, tenang dan rileks.
Stimulasi kulit
- Menggosok dengan halus pada daerah nyeri
- Menggosok punggung
- Menggompres dengan air hangat atau dingin
- Memijat dengan air mengalir
3. Pemberian obat analgesic
Merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi nyeri karena obat ini memblok
transmisi stimulus agar terjadi perubahan persepsi dengan cara mengurangi kortikal
terhadap nyeri. Walaupun analgesic dapat menghilangkan nyeri dengan efektif, perawat
dan dokter masih cenderung tidak melakukan upaya analgesic dalam penanganan nyeri
karena informasi obat yang tidak benar, karena adanya kekhawatiran klien akan mengalami
ketagihan obat, cemas akan melakukan kesalahan dalam menggunakan analgetik narkotik,
dan pemberian obat yang kurang dari yang diresepkan.
Ada 3 jenis analgetik, yakni :
a. Non Narkotik dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)
b. Analgesik narkotik atau opiate
c. Obat tambahan (adjuvant) atau koanalgesik
PATHWAY
Etiologi
Merangsang nosiseptor
Dihantarkan
serabut tipe A
Serabut tipe c
Medulla spinalis
Otak
(korteks somasensorik)
Persepsi nyeri
Nyeri
Nyeri pada
Nafsu makan ekstrimitas
Intoleransi Gangguan rasa nyaman
menurun
aktivitas
Hambatan
mobilitas Ansietas
fisk
Nafsu makan Deficit Intoleransi Gangguan rasa
menurun perawatan aktivitas nyaman
diri
a. Identitas
Mendapatkan data identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, alamat, nomor registrasi, dan diagnosa medis.
b. Riwayat kesehatan
a) Keadaan Umum
Keadaan umum meliputi: kesan umum, kesadaran, postur tubuh, warna kulit,
turgor kulit, dan kebersihan diri.
b) Aktifitas/Istirahat
a. Eliminasi
Gejala: Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (seperti infeksi/obstruksi atau
riwayat penyakit ginjal masa yang lalu).
b. Makanan/Cairan
Gejala: 1) Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam,
tinggi lemak, tinggi kolesterol (seperti makanan yang digoreng, keju,
telur), gula-gula yang berwarna hitam, kandungan tinggi kalori.
2) Mual, muntah
3) Perubahan berat badan akhir-akhir ini (meningkat/menurun)
4) Riwayat penggunaan diuretik
Tanda: 1) Berat badan normal atau obesitas
2) Adanya oedema
c. Neurosensori
Gejala: 1) Keluhan pening/pusing
Keterangan :
0 : tidak nyeri
1-3 : nyeri ringan
4-6 : nyeri sedang
7-9 : sangat nyeri, tetapi masih bias dikontrol
10 : sangat nyeri dan tidak dapat dikontrol
3. Skala Wajah
Skala nyeri enam wajah dengan ekspresi yang berbeda , menampilkan wajah bahagia
hingga wajah sedih, juga digunakan untuk "mengekspresikan" rasa nyeri. Skala ini dapat
dipergunakan mulai anak usia 3 (tiga) tahun.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d trauma sel
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake kurang
3. Gangguan pola tidur b.d gangguan rasa nyaman nyeri
4. Ansietas b.d ancaman peningkatan nyeri
5. Hambatan mobilitas fisik b.d nyeri pada ekstrimitas
6. Intoleransi aktivitas b.d nyeri pada tubuh
7. Defisit perawatan diri b.d gangguan mobilitas fisik
8. Risiko ketidakberdayaan b.d intoleransi aktivitas
9. Harga diri rendah b.d defisit perawatan diri
3. Intervensi Hipertensi dengan terapi bekam
Penatalaksanaan hipertensi dibedakan menjadi dua yaitu secara farmakologis dan
secara nonfarmakologis. Terapi lain yang dapat digunakan dalam menangani hipertensi
selain secara farmakologi dan nonfarmakologi adalah dengan menggunakan terapi
komplementer.
Terapi komplementer merupakan terapi tradisional yang digabungkan dalam terapi
modern (Widyatuti, 2012). National Center for Complementary and Integrative Health
(NCCIH) (2017) menglasifikasikan terapi komplementer dalam tiga pendekatan berbeda,
meliputi
a. Natural Products (produk herbal),
b. Mind and Body Practices (yoga, akupuntur, bekam, reiki, hypnoterapi, dsb),
c. Other Complementary Helath Approaches (pengobatan ayurvedic, pengobatan
tradisional China, homeopati dan naturopati).
Menurut Undang- Undang Keperawatan (UU No 38 tahun 2014) menjelaskan bahwa
terapi komplementer merupakan kewenangan dari seorang perawat, sehingga dengan terapi
komplementer perawat dapat meningkatkan kesempatan untuk menunjukkan caring kepada
pasien. Bekam termasuk dalam pengobatan komplementer. Pengobatan bekam dikenal sejak
sebelum masehi. Istilah lain dari bekam adalah canduk, kop, hijamah, mambakan, Cupping
Therapeutic Method, canthuk, Pa Hou Kuan. (Zaki, 2012). Adapun Standart Operasional
Prosedur Bekam sebagai berikut:
BEKAM
Alimul Hidayat, A. Aziz. 2011. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika
Asmadi. 2011. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep Dan AplikasiKebutuhan Dasar
Klien. Jakarta: Salemba Medika
NANDA.(2018). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-2020. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.