Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

RADIKALISME DALAM KONSEP PANCASILA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Umum Pancasila

oleh:

ALDO ARDIANSAH :4201419034

FAFI MASIROH :4201419043

MUHAMMAD RIFQI FADLIL :4201419017

NAHDHIYAH KAMALUDDIN :4201419037

NUR MIFTAHUL ARIFAH :4201419038

NURUL LAILIYYAH :4201419032

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


SEMARANG
TAHUN 2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai keberagaman baik
dari kebudayaan, agama, bahasa, ras dan lainnya. Keberagaman tersebut
dikarenakan Indonesia terdiri dari ribuan pulau yang dihuni oleh jutaan
masyaraat dengan karakter yang beragam. Sehingga tidak dapat dipungkiri
jika dewasa ini, keberagaman masyarakat Indonesia tersebut memicu adanya
aksi radikal. Radikal berasal dari kata radikal yag berarti akar, sesuatu yang
mendasar sampaik ke akar-akarnya (Muhammad Sahlan, 2017). Radikal
merupakan suatu aksi yang bertentengan dengan ideologi yang ada di
Indonesia, yaitu Ideologi Pancasila. Radikalisme merupakan sikap ataupun
paham yang melakukan perubahan (revolusioner) secara ekstrim untuk
memperjuangkan perubahan tersebut dari arus pertama yang sebelumnya
telah dianut oleh masyarakat, baik dengan kekerasan ataupun tidak.
Radikalisme tanpa kekerasan misalnya ideologi pemikiran, kampanye yang
masif dan demonstrasi sikap yang berlawanan terhadap Ideologi yang ada
(Angelina Dina, 2019).
Radikalisme cukup sering dijadikan sebagai bahan pembicaraan, karena
pada kenyataannya radikalisme memang masih sulit uhtuk dihilangkan
sepenuhnya. Salah satu prakitk radikalisme yang sering diberi perhatian esra
yaitu mengenai radikalisme agama. Radikalisme agama di Indonesia begitu
banyak ditemui yang ditandai dengan adanya kekersan ataupun teror.
Beberapa peristiwa radikalisme misalnya kasus terorisme ISIS yang
mengatasnamakan islam, organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) pada
tahun 1982 yang bertentangan dengan demokrasi, dan sebagainya
(Muhammad Sahlan, 2017).
Dalam suatu survei dengan mengamil 993 responden siswa SMP dan
SMA didapatkan 50% responden menyutujui kekerasan atau aksi radikal atas
nama agama, 14,2% setuju dengan aksi terorisme, 84,8% setuju adanya
penegakan syariat agama, dan 25,8% menyatakan Pancasila tidak relevan
sebagai ideologi negara (Maarif, 2013). Data tersebut sangat mengejutkan,
mengingat Pancasila sendiri merupakan Ideologi Negara dan sama sekali
tidak memberlakukan aksi kekerasan atau radikal terhadap suatu individu
ataupun kelompok. Oleh karena itu, berangkat dari realitas tersebut penulis
ingin membahas mengenai paham radikalisme agama dalam konsep
pancasila.
1.2 Rumusan Masalah
a) Apakah radikalisme agama bertentangan dengan konsep berpancasila ?
b) Bagaimana implementasi berpancasila dalam pencegahan radikalisme
agama ?
c) Radikalisme agama seperti apa yang bertentangan dengan pancasila ?

1.3 Tujuan Dan Manfaat

a) Kita dapat mengetahui apa makna radikalisme agama dalam konsep


berpancasila.
b) Untuk mengetahui radikalisme agama yang bertentangan dengan
pancasila.
c) Kita tau cara mencegah radikalisme agama dalam konsep berpancasila
d) Kita dapat menghindari hal-hal yang mengarah pada radikalisme dan yang
akan bertentangan dengan pancasila
e) Kita dapat beragama dangan baik dan benar tanpa radikalisme dan
bertentangan dengan pancasila.
BAB II
PEMBAHASAN
Banyak sekali radikalisme yang terjadi di indonesia. Ada yang bersifat
kedaerahan dan juga ada yag bersifat nasional. Banyak radikalisme yang terjadi
karena isu SARA. Tetapi memang yang paling menonjol ada pada isu agama.
Radikalisme terjadi karena sekumpulan orang menginginkan adanya perubahan.

Radikalisme tentu bertentangan dengan pancasila. Karena radikal sendiri


menginginkan adanya perubahan didalam tatanan pemerintahan. Radikalisme
agama adalah radikalisme dengan membawa- bawa agama. Radikalisme agama
biasanya menginginkan agar pemerintahan bisa berubah sesuai dengan agama
yang dianut. Mereka menginginkan agar dasar negara sesuai dengan kitab suci
agama mereka. Disini berarti hanya akan ada satu agama yang menjadi pedoman,
sedangkan dalam pancasila semua agama dianggap sama.

Mereka yang melakukan radikalisme agama menganggap bahwa


pemerintahan tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Mereka kecewa
terhadap pemerintah dan menginginkan adanya perubahan di dalam pemerintahan.
Ada juga karena dahulu di daerah mereka ada pemberontakan yang pernah terjadi.
Mereka akhirnya membangun kembali pemberontakan yang dulu pernah terjadi
ini di masyarakat. Seperti yang diungkap kan oleh Prof. Dr. Sudjito, S.H., M.Si
dkk di jurnalnya halaman 5.

“.... Bandung yang merupakan kota sentral di Jawa Barat secara historis
tidak bisa dilepaskan dari geneologi lahirnya DI/TII yang menjadi cikal bakal
pemberontakan laskar Islam atas kekuasan negara yang sah pada waktu itu,
hingga kemudian peneliti menemukan temuan data bahwa akar radikalisme yang
dibawa oleh DI/TII sampai saat ini masih ada dan hidup disebagian komunitas
Islam di Jawa Barat....”

Dan juga banyak yang terjadi di daerah lain di indonesia. Seperti adanya
GAM, OPM ataupun yang terjadi di Maluku.

Radikalisme yang membawa tentang seni dan budaya juga ada. Hal ini
terjadi karena menganggap bahwa budaya daerah sendiri lebih bagus daripada
budaya daerah lain. Bahkan ada yang menggangap budaya lain sangat rendah
daripada budaya miliknya. Sehingga mereka menjelek-jelekan budaya daerah lain.
Padahal dengan adanya perbedaan budaya ini bisa membuat kita memiliki banyak
keaneka ragaman budaya. Akibat adanya sekelmopok manusia yang menjelek-
jelekkan budaya daerah lain, daerah yang merasa dijelek-jelekan tadi jadi marah
dan melakukan tindakan anarkis yang bisa mengarah ke radikalisme.

Saat ini Pancasila adalah ideologi yang terbuka, dan sedang diuji daya
tahannya terhadap gempuran, pengaruh dan ancaman ideologi-ideologi besar
lainnya, seperti liberalism (yang menjunjung kebebasan dan persaingan),
sosialisme (yang menekankan harmoni), humanisme (yang menekankan
kemanusiaan), nihilisme (yang menafsirkan nilai-nilai luhur yang mapan),
maupun ideologi yang berdimensi keagamaan. Pancasila, sebagai ideologi terbuka
pada dasarnya memiliki nilai-nilai yang sama dengan ideologi lainnya, seperti
keberadaban, penghormatan akan HAM, kesejahteraan, perdamaian dan keadilan.
Di era globalisasi, romantisme kesamaan historis zaman lalu tidak lagi merupakan
pengikat rasa kebersamaan yang kokoh. Kepentingan akan tujuan yang akan
dicapai lebih kuat pengaruhnya daripada kesamaan latar kesejahteraan. Karena itu,
implementasi nilai-nilai Pancasila, agar tetap aktual dalam menghadapi ancaman
radikalisme harus lebih ditekankan pada penyampaian tiga pesan berikut:

a. Negara yang dibentuk berdasarkan kesepakatan dan kesetaraan, dimana di


dalamnya tidak boleh ada yang merasa sebagai pemegang saham utama, atau
warga kelas satu.
b. Aturan main dalam bernegara telah disepakati, dan negara memiliki kedaulatan
penuh untuk menertibkan anggota negaranya yang berusaha secara sistematis
untuk merubah tatanan, dengan cara cara yang melawan hukum.
c. Negara memberikan perlindungan, kesempatan, masa depan dan pengayoman
seimbang untuk meraih tujuan nasional masyarakat adil adn makmur, sejahtera,
aman dan berkeadaban dan merdeka.
Nilai-nilai Pancasila dan UUD’45 yang harus tetap diimplementasikan itu adalah:

1. Kebangsaan dan persatuan


2. Kemanusiaan dan penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia
3. Ketuhanan dan toleransi
4. Kejujuran dan ketaatan terhadap hukum dan peraturan
5. Demokrasi dan kekeluargaan
Ketahanan nasional merupakan suatu kondisi kehidupan nasional yang harus
diwujudkan dan dibina secara terus menerus secara sinergis dan dinamis mulai
dari pribadi, keluarga, lingkungan dan nasional yang bermodalkan keuletan dan
ketangguhan yang mengandung kemampuan pengembangan kekuatan nasional.
Salah satu unsur ketahanan nasional adalah Ketahanan Ideologi. Ketahanan
Ideologi perlu ditingkatkan dalam bentuk:
- Pengamalan Pancasila secara objektif dan subjektif
- Aktualisasi, adaptasi dan relevansi ideologi Pancasila terhadap nilai-nilai baru
- Pengembangan dan penanaman nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika dalam seluruh
kehidupan berbangsa dan bermasyarakat.

Pembahasan tentang Pancasila memang sudah final. Tapi diskusi agar


.masyarakat bisa lebih memahami tentang nilai-nilai Pancasila, harus terus
dilakukan, agar anak-anak milenial juga bisa mengerti esensi yang tertuang dalam
lima sila tersebut. Kenapa hal ini penting, karena masih saja ada pihak-pihak yang
menyatakan bahwa Pancasila sudah tidak relevan lagi. Alasannya tidak sesuai
dengan mayoritas masyarakat Indonesia yang beragama muslim. Bahkan ada yang
menilai bahwa Pancasila itu merupakan thogut, produk dari demokrasi yang
diadopsi oleh negara barat. Sementara negara barat dalam pandangan kelompok
radikal adalah negara thogut. Karena Pancasila dianggap thogut, maka tidak perlu
untuk dipahami.
Pandangan semancam ini tentu salah kaprah. Entah apa yang salah pada
sebagian masyarakat kita, khususnya kelompok intoleran dan radikal. Kenapa
sedikit-sedikit mereka mengatakan haram, kafir ataupun thogut. Dan kelompok
yang mendapatkan stigma negatinf tersebut, akhirnya dimusui, dipersekusi,
bahkan ada juga yang diintimidasi. Nah, hal-hal semacam ini akhirnya justru
bertentangan dengan apa yang mereka suarakan tentang muslim tersebut. Kenapa?
Karena seorang muslim sejati pasti tidak akan mau mencaci orang lain, tidak akan
mau memusuhi, apalagi melakukan persekusi dan intimidasi.
Tuhan meminta kepada setiap umat manusia, untuk saling mengenal satu
dengan yang lainnya. Dalam interaksi itulah, setiap manusia diharapkan bisa
saling memahami satu dengan yang lain. Bahwa Tuhan menciptakan setiap
makhluk saling berbeda, termasuk manusia. Dan perbedaan itu tidak hanya secara
fisik, tapi juga dalam pandangan, bahkan keyakinan. Lalu, kenapa masih ada
pihak-pihak yang mempermasalahkan perbedaan itu? Bukankah itu anugerah yang
diberikan Tuhan kepada seluruh manusia? Kenapa perbedaan masih dianggap
sebagai kafir, thogut dan segala macamnya.
Masalah terbesar yang menjadi pemicu lahirnya paham-paham radikal
tentu akibat dari ketidakpahaman tentang ideologi bangsa, yaitu Pancasila.
Pancasila kerapkali terhenti pada titik ‘membelajarkan’, bukan membiasakannya.
Ranah pendidikan memegang peranan penting dalam mentransmisikan nilai-nilai
kehidupan termasuk di dalamnya nilai Pancasila(Abdul Aziz Hakim.2011).
Pancasila merupakan ideologi bangsa tanpa ada perkecualian. Kehidupan
beragama masyarakat Indonesia juga telah diatur di dalamnya seperti pada sila
pertama yang berbunyi “ketuhanan yang maha esa”. Dalam sila pertama tersebut
mengandung arti bahwa kehidupan beragama menjadi dasar pedoman berperilaku
masyarakat karena diletakan di awal dari kelima butir sila dalam Pancasila.
(Hamka.2015)
Bibit radikalisme tersebut jelas bertentangan dengan nilai-nilai kearifan
lokal bangsa Indonesia. Mari kita lihat Pancasila. Lima sila yang tertuang dalam
Pancasila tersebut sebenernya mengandung nilai-nilai kearifan lokal dan nilai-
nilai keagamaan. Dalam nilai-nilai Pancasila, tidak hanya ada kewajiban untuk
memeluk agama sesuai keyakinannya, tapi juga ada anjuran untuk selalu
memanusiakan manusia. Bahwa setiap manusia mempunyai hak , kewajiban dan
kedudukan yang sama. Karena itulah, manusia tidak boleh saling merendahkan.
Setiap manusia Indonesia harus menjunjung tinggi nilai toleransi dan kerukunan
antar umat.
Setiap masyarakat Indonesia, juga dianjurkan untuk mengedepankan
persatuan dan kesatuan. Kenapa? Karena masyarakat Indonesia sangat beragam
dan luas wilayah yang begitu luas. Jika antar manusia saling mencaci dan
memaki, saling persekusi bahkan mengintimidasi, tentu negeri yang luas dan
beragam ini akan berubah menjadi negara yang penuh dengan konflik. Tapi
Indonesia bukanlah negara konflik, seperti negara di timur tengah pada umumnya.
Indonesia adalah negara yang damai, dan sangat menghargai keberagaman. Nilai-
nilai ini tertuang dalam Pancasila.
Bahkan ketika terjadi perselisihan, sila keempat mengajarkan untuk
mengedepankan musyawarah agar tercapai mufakat. Dan nilai-nilai semacam ini,
juga dianjurkan dalam Islam, atapun agama-agama yang lain yang ada di
Indonesia. Jadi tidak benar jika Pancasila dianggap tidak sesuai dengan budaya
Indonesia. Ujung dari harapan semua orang adalah keadilan sosial bagi seluruh
rakyat. Itupun juga tertuang dalam Pancasila dan ajaran agama.
Sebenernya, Indonesia adalah negara yang lengkap. Tidak hanya
mempunyai dasar kearifan lokal yang baik, tapi juga dasar agama yang benar. Jika
masih ada masyarakatnya yang tidak mengadopsi nilai-nilai kearifan lokal dan
nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari, semestinya harus segera
melakukan introspeksi, agar bisa secepantnya menjadi Indonesia sejati. Dengan
mengimplementasikan nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya
melakukan ajaran agama, tapi juga bisa membendung penyebaran paham
radikalisme yang masih mengkhawatirkan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
a. Dalam nilai-nilai Pancasila, tidak hanya ada kewajiban untuk memeluk
agama sesuai keyakinannya, tapi juga ada anjuran untuk selalu memanusiakan
manusia. Tetapi, Radikalisme agama biasanya menginginkan agar pemerintahan
bisa berubah sesuai dengan agama yang dianut. Mereka menginginkan agar dasar
negara sesuai dengan kitab suci agama mereka. Disini berarti hanya akan ada satu
agama yang menjadi pedoman, sedangkan dalam pancasila semua agama
dianggap sama.
b. implementasi berpancasila dalam pencegahan radikalisme agama
diantaranya kebangsaan dan persatuan, kemanusiaan dan penghormatan terhadap
harkat dan martabat manusia, ketuhanan dan toleransi, kejujuran dan ketaatan
terhadap hokum dan peraturan, demokrasi dan kekeluargaan.
c. Radikalisme agama yang bertentangan dengan Pancasila contohnya
yaitu Laskar Islam di Bandung, DI/TII, GAM, OPM.
3.2. Saran
Semoga dengan dibuatnya makalah ini dapat menambah literasi bacaan
kita dan dapat bermanfaat bagi kalian semua walaupun belum sempurna dalam
membuat literasi.
DAFTAR PUSTAKA

Sudjito, M.Hendro.”Jurnal Membudayakan Nilai-Nilai Pancasila Dan Upaya


Menangkal Tumbuhnya Radikalisme Di Indonesia”.Pusat Studi
Pancasila.Yogyakarta:Universitas Gajah Mada.
hendro_muhaimin@yahoo.com
Cahyono, Didi. 2019. “Peran Pancasila dalam Menangal Radikalisme Agama di
Indonesia”. Makalah.
Dina, Angelina. 2019. “Paham Radikalisme di Indonesia Menurut Ideologi
Pancasila”. Makalah. Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Widya Yuhana.
Hilmy, Masdar. 2015. “Radikalisme Agama dan Politik Demkrasi di Indonesia
Pasca-Orde Baru”. Jurnal Agama dan Politik. Edisi No 2. Volume
XXXIX.
Rai, Simanungkalit. 2015. “Pancasila sebagai Solusi Penangkal Radikalisme dan
Terorisme” https://www.google.com/amp/s/www.kompasiana.com/.
Diakses Jumat, 30 Maret 2020.
Sahlan, Muhammad. 2017. “ Bahaya Radikalisme Agama terhadap Ketahanan
Pancasila”. http://www.nu.or.id/post/read/78247/bahaya-radikalisme-
agama-terhadap-ketahanan-pancasila. Diakses Sabtu, 31 Maret 2020.
Satriawan, Iwan,dkk. 2019. “Pencegahan Gerakan Radikalisme melalui
Penanaman Ideologi Pancasila dan Budaya Sadar Konstitusi Berbasis
Komunitas”. Jurnal Surya Masyarakat. Edisi No 2. Volume 1 Halaman
2.
Sudjito,dkk. 2017. “Membudayakan Nilai-Nilai Pancasila dan Upaya Menangkal
Tumbuhnya Radikalisme di Indonesia”. Jurnal.
Abdul Aziz Hakim, Negara Hukum Dan Demokrasi Di Indonesia (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2011).
Hamka, Keadilan Sosial Dalam Islam (Depok: Germani Insani, 2015).

Anda mungkin juga menyukai