Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

“KATARAK”
RSUD Dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KLINIK DOKTER

Oleh :
Ahmad Romzia Primaditya
15711165

DOKTER MUDA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2020
PENDAHULUAN

Katarak adalah perubahan lensa mata yang semula jernih dan tembus cahaya menjadi
keruh, sehingga cahaya sulit mencapai retina akibatnya penglihatan menjadi kabur. Katarak
terjadi secara perlahan-lahan sehingga penglihatan penderita terganggu secara berangsur.
Katarak tidak menular dari satu mata ke mata lain, tetapi katarak dapat terjadi pada kedua
mata pada waktu yang tidak bersamaan. Perubahan ini dapat terjadi karena proses degenerasi
atau ketuaan (jenis katarak ini paling sering dijumpai), trauma mata, infeksi penyakit tertentu
(Diabetes Mellitus). Katarak dapat terjadi pula sejak lahir (cacat bawaan), karena itu katarak
dapat dijumpai pada usia anak-anak maupun dewasa.
WHO menyebutkan penderita kebutaan di dunia mencapai 38 juta orang, 48% di
antaranya disebabkan katarak. Untuk Indonesia, prevalensi kebutaan mencapai 1,5% dengan
0,78% di antaranya disebabkan oleh katarak , dan yang terbesar karena katarak senilis/
ketuaan.
Selain penglihatan yang semakin kabur dan tidak jelas, tanda-tanda awal terjadinya
katarak antara lain merasa silau terhadap cahaya matahari, perubahan dalam persepsi warna,
dan daya penglihatan berkurang hingga kebutaan. Katarak biasanya terjadi dengan perlahan
dalam waktu beberapa bulan. Daya penglihatan yang menurun mungkin tidak disadari karena
merupakan perubahan yang berperingkat (progresif). Menurut Istiantoro, katarak hampir
tidak bisa dicegah karena merupakan proses penuaan sel.

1
A. DEFINISI
Katarak merupakan abnormalitas pada lensa mata berupa kekeruhan lensa yang
menyebabkan tajam penglihatan penderita berkurang. Katarak lebih sering dijumpai pada
orang tua, dan merupakan penyebab kebutaan nomor 1 di seluruh dunia. Penuaan merupakan
penyebab katarak yang terbanyak, tetapi banyak juga faktor lain yang mungkin terlibat,
antara lain : trauma, toksin, penyakit sistemik (mis; diabetes), merokok, dan herediter. Kata
katarak berasal dari Yunani “katarraktes” yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia
disebut bular dimana seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak sendiri
sebenarnya merupakan kekeruhan pada lensa akibat hidrasi, denaturasi protein, dan proses
penuaan sehingga memberikan gambaran area berawan atau putih (Vaughan & Asbury,
2010).
Kekeruhan ini menyebabkan sulitnya cahaya untuk mencapai retina, sehingga
penderita katarak mengalami gangguan penglihatan dimana objek terlihat kabur. Mereka
mengidap kelainan ini mungkin tidak menyadari telah mengalami gangguan katarak apabila
kekeruhan tidak terletak dibagian tengah lensanya (Ilyas dan Yulianti, 2019).
Gangguan penglihatan yang dirasakan oleh penderita katarak tidak terjadi secara
instan, melainkan terjadi berangsur-angsur, sehingga penglihatan penderita terganggu secara
tetap atau penderita mengalami kebutaan. Katarak tidak menular dari satu mata ke mata yang
lain, namun dapat terjadi pada kedua mata secara bersamaan (Ilyas dan Yulianti, 2019).
Katarak biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun dan pasen mungkin
meninggal sebelum diperlukan pembedahan. Apabila diperlukan pembedahan maka
pengangkatan lensa akan memperbaii ketajaman penglihatan pada > 90% kasus. Sisanya
mungkin mengalami kerusakan retina atau mengalami penyulit pasca bedah serius misalnya
glaukoma, ablasio retina, atau infesi yang menghambat pemulihan daya pandang (Ilyas dan
Yulianti, 2019).

B. EPIDEMIOLOGI
Lebih dari 90% kejadian katarak merupakan katarak senilis. 20-40% orang usia 60
tahun ke atas mengalami penurunan ketajaman penglihatan akibat kekeruhan lensa.
Sedangkan pada usia 80 tahun keatas insidensinya mencapai 60-80%. Prevalensi katarak
kongenital pada negara maju berkisar 2-4 setiap 10000 kelahiran. Frekuensi katarak laki-laki
dan perempuan sama besar. Di seluruh dunia, 20 juta orang mengalami kebutaan akibat
katarak (Ocampo, 2018).

2
C. ETIOLOGI & FAKTOR RESIKO
Penyebab tersering dari katarak adalah proses degenerasi, yang menyebabkan lensa
mata menjadi keras dan keruh. Pengeruhan lensa dapat dipercepat oleh faktor risiko seperti
merokok, paparan sinar UV yang tinggi, alkohol, defisiensi vit E, radang menahun dalam
bola mata, dan polusi asap motor/pabrik yang mengandung timbal (Ilyas dan Yulianti, 2019).
Cedera pada mata seperti pukulan keras, tusukan benda, panas yang tinggi, dan
trauma kimia dapat merusak lensa sehingga menimbulkan gejala seperti katarak (Vaughan &
Asbury, 2010).
Katarak juga dapat terjadi pada bayi dan anak-anak, disebut sebagai katarak
kongenital. Etiologi katarak kongenital yang paling umum termasuk infeksi intrauterin,
gangguan metabolisme, dan sindrom genetik ditransmisikan. Sepertiga dari katarak pediatrik
sporadis, mereka tidak berhubungan dengan penyakit sistemik atau mata. Namun, mereka
mungkin mutasi spontan dan dapat menyebabkan pembentukan katarak pada keturunannya
pasien. Sebanyak 23% dari katarak kongenital adalah familial. Cara transmisi yang paling
sering adalah autosomal dominan dengan penetrasi yang lengkap. Jenis katarak mungkin
muncul sebagai katarak total, katarak polar, katarak lamelar, atau opasitas nuklear. Semua
anggota keluarga dekat harus diperiksa. Infeksi penyebab katarak termasuk rubella (yang
paling umum), rubeola, cacar air, cytomegalovirus, herpes simplex, herpes zoster,
poliomyelitis, influenza, virus Epstein Barr, sifilis, dan toksoplasmosis (Bashour, 2018).

D. PATOFISIOLOGI
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. 
Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang dari badan siliar ke sekitar
daerah di luar lensa.  Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi,
sehingga mengakibatkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina.  Salah
satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa.
Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar.  Teori
lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari
degenerasi.  Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada
kebanyakan pasien yang menderita katarak (Salmon, 2019).

Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori hidrasi dan
sklerosis:

3
1. Teori hidrasi : terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitel lensa yang
berada di subkapsular anterior, sehingga air tidak dapat keluar dari lensa. Air yang
banyak ini akan menimbulkan bertambahnya tekanan osmotik yang menyebabkan
kekeruhan lensa (Khurana, 2007).
2. Teori sklerosis : lebih banyak terjadi pada lensa orang lanjut usia dimana serabut
kolagen terus bertambah sehingga terjadi pemadatan serabut kolagen di tengah. Makin
lama serabut tersebut semakin bertambah banyak sehingga terjadilah sklerosis nukleus
lensa (Khurana, 2007).

E. KLASIFIKASI
Menurut (Ilyas dan Yulianti, 2019) katarak secara umum diklasifikasikan
berdasarkan:
1. Morfologi
 Katarak Nuklear
Pada katarak nuklear terjadi sklerosis pada nukleus lensa dan menjadikan
nukleus lensa menjadi berwarna kuning dan opak. Katarak ini lokasinya pada
bagian tengah lensa atau nukleus. Nukleus cenderung menjadi gelap dan keras
(sklerosis), berubah menjadi kuning sampai coklat. Progresivitasnya lambat.
Bentuk ini merupakan bentuk yang paling banyak terjadi. Pandangan jauh lebih
dipengaruhi daripada pandangan dekat (pandangan baca), bahkan pandangan baca
dapat menjadi lebih baik (miopisasi).
 Katarak Kortikal
Pada katarak kortikal terjadi perubahan komposisi ion dari korteks lensa
serta komposisi air dari serat-serat pembentuk lensa. Katarak menyerang pada
lapisan yang mengelilingi nukleus atau korteks. Biasanya mulai timbul usia 40-60
tahun dan progresivitasnya lambat, tetapi lebih cepat daripada katarak nuklear.
 Katarak subcapsularis
Kekeruhan mulai dari kecil, daerah opak hanya dibawah capsul, dan
biasanya ada di belakang lensa. Pasien merasa sangat terganggu saat membaca di
cahaya yang terang dan biasanya melihat halo pada malam hari. Dibagi menjadi
katarak subcapsularis posterior dan subcapsularis anterior. Pada subcapsularis
posterior biasanya terdapat pada pasien DM, myotonic dystrophy, dan
mengonsumsi kortikosteroid. Sedangkan pada subcapsularis anterior biasanya

4
terdapat pada glaukoma sudut tertutup akut (glaukomfleckens), toksisitas
amiodaron, miotik, dan Wilson disease.
 Katarak Capsularis
Dibagi menjadi 2 jenis:
o Anterior Capsular
a. Congenital : Kelainannya di membran pupil yang tidak dapat lepas pada waktu
lahir.
b. Acquired : Pseudoexfloation syndromes, Chlorpromazine, yang disertai
dengan sinekia posterior
o Posterior Capsular
Congenital : Persisten hyaloid membran. Seperti ada hubungan kapsul
posterior dengan retina yang seharusnya menghilang sejak lahir.
 Katarak Lammelar
 Katarak Sutural
2. Maturitas
 Katarak Insipiens : Kekeruhan dimulai dari tepi equator menuju korteks anterior dan
posterior (katarak kortikal). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks. Pada katarak
subcapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat di anterior subcapsular posterior, celah
terbentuk antara serat lensa dan korteks yang berisi jaringan degeneratif pada katarak
insipiens. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama.
 Katarak Intumesen: Katarak yang terjadi akibat lensa yang menarik air sehingga
menjadi cembung. Masuknya air ke dalam celah lensa mengakibatkan lensa menjadi
bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal
dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan
penyulit glaukoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan
cepat danmengakibatkan mipopia lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi
korteks hingga lensa akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang
memberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa
disertai peregangan jarak lamel serat lensa.
 Katarak Immatur : Kekeruhan hanya mengenai sebagian lensa. Pada katarak imatur
akan dapat bertambah volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan
lensa yang degeneratif

5
 Katarak matur : Kekeruhannya telah mengenai seluruh lensa. Kekeruhan ini bisa
terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumesen
tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar,sehingga lensa kembali pada ukuran
yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruhlensa yang bila lama akan
mengakibatkan kalsifikasi lensa.
 Katarak hipermatur : Protein-protein di bagian korteks lensa telah mencair . Cairan ini
bisa keluar dari kapsul yang utuh, meninggalkan lensa yang mengkerut dengan kapsul
yang keriput. Katarak jenis ini sebenarnya berbahaya karena dapat menyebabkan
inflamasi sehingga menyebabkan uveitis.
 Katarak Morgagni : Katarak hipermatur yang nukleus lensanya mengambang dengan
bebas di dalam kantung kapsulnya.
Tabel 1. Perbedaan stadium katarak (Ilyas dan Yulianti, 2019)
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
(air masuk) (air keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata Normal Dangkal Normal Dalam
depan
Sudut bilik Normal Sempit Normal Terbuka
mata
Shadow test - + - Pseudopositif
Penyulit - Glaukoma - Uveitis +
Glaukoma

3. Age of Onset
 Katarak Congenital : Beberapa bayi ada juga yang lahir dengan katarak, tetapi orang
tua kurang memperhatikan dan baru terlihat ketika usianya sudah 3 bulan. Semakin
lambat dioperasi prognosis semakin buruk. Jika dapat melihat biasanya ambliopia dan
tidak maksimum. Katarak kongenital sebaiknya dioperasi sebelum usia 2 bulan.
 Katarak Infantil merupakan kelanjutan dari katarak kongenital di mana usia penderita
di bawah 1 tahun.
 Katarak Juvenile terjadi pada usia di bawah 9 tahun dan biasanya kelanjutan dari
katarak kongenital
 Katarak Presenile terjadi pada usia 40-50 tahun

6
 Katarak senile terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Kebanyakan katarak yang
dijumpai adalah jenis ini akibat proses degeneratif.

F. MANIFESTASI KLINIS
Seorang pasien dengan katarak senilis biasanya datang dengan riwayat kemunduran
secara progresif dan gangguan dari penglihatan. Penyimpangan penglihatan bervariasi,
tergantung pada jenis dari katarak ketika pasien datang (Ilyas dan Yulianti, 2019).
1. Penurunan visus, merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan pasien dengan
katarak senilis.
2. Silau, keluhan ini termasuk seluruh spectrum dari penurunan sensitivitas kontras
terhadap cahaya terang lingkungan atau silau pada siang hari hingga silau ketika
mendekat ke lampu pada malam hari.
3. Perubahan miopik, progesifitas katarak sering meningkatkan kekuatan dioptrik lensa
yang menimbulkan myopia derajat sedang hingga berat. Sebagai akibatnya, pasien
presbiop melaporkan peningkatan penglihatan dekat mereka dan kurang
membutuhkan kaca mata baca, keadaan ini disebut dengan second sight. Secara
khas, perubahan miopik dan second sight tidak terlihat pada katarak subkortikal
posterior atau anterior.
4. Diplopia monocular, perubahan nuclear yang terkonsentrasi pada bagian dalam
lapisan lensa, menghasilkan area refraktil pada bagian tengah dari lensa, yang sering
memberikan gambaran terbaik pada reflek merah dengan retinoskopi atau
ophtalmoskopi langsung. Fenomena seperti ini menimbulkan diplopia monocular
yang tidak dapat dikoreksi dengan kacamata, prisma, atau lensa kontak
5. Penglihatan seakan-akan melihat asap/kabut dan lensa mata tampak berwarna
keputihan
6. Ukuran kacamata sering berubah

G. DIAGNOSIS
Diagnosa katarak dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan
laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya penyakit-penyakit yang
menyertai, contohnya: diabetes mellitus, hipertensi. Penyakit seperti diabetes mellitus dapat
menyebabkan perdarahan perioperatif sehingga perlu dideteksi secara dini dan bisa dikontrol
sebelum operasi. Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk
mengetahui kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak subcapsuler posterior
7
dapat membaik dengan dilatasi pupil. Pemeriksaan adneksa okuler dan struktur intraokuler
dapat memberikan petunjuk terhadap penyakit pasien dan prognosis penglihatannya (Ilyas
dan Yulianti, 2019).
Dapat juga dilakukan pemeriksaan slit lamp untuk evaluasi opasitas lensa, dan
struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea, iris, bilik mata depan. Ketebalan kornea
harus diperiksa dengan hati-hati, gambaran lensa harus dicatat dengan teliti sebelum dan
sesudah pemberian dilator pupil, posisi lensa dan intergritas dari serat zonular juga dapat
diperiksa sebab subluksasi lensa dapat mengidentifikasi adanya trauma mata sebelumnya,
kelainan metabolik, atau katarak hipermatur. Kemudian lakukan pemeriksaan shadow test
untuk menentukan stadium pada katarak senilis. Selain itu, pemeriksaan oftalmoskopi direk
dan indirek dalam evaluasi dari integritas bagian belakang harus dinilai. Masalah pada saraf
optik dan retina dapat menilai gangguan penglihatan (Ilyas dan Yulianti, 2019).

H. TATALAKSANA
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala katarak
tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Cukup dengan mengganti kacamata.
Sejauh ini tidak ada obat-obatan yang dapat menjernihkan lensa yang keruh.
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Lebih dari
bertahun-tahun, tehnik bedah yang bervariasi sudah berkembang dari metode yang kuno
hingga hari ini phacoemulsifikasi. Hampir bersamaan dengan evolusi LIO yang digunakan,
yang bervariasi dengan lokasi, material, dan bahan implantasi. Bergantung pada integritas
kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu intra capsuler cataract ekstraksi (ICCE)
dan ekstra capsuler cataract ekstraksi (ECCE). Berikut ini prosedur operasi pada ekstraksi
katarak yang digunakan (Ocampo, 2018) :
1. Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE) / Ekstraksi Katarak Intra
Kapsuler (EKIK)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul.
Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan dipindahkan
dari mata melalui incisi korneal superior yang lebar. Sekarang metode ini hanya
dilakukan hanya pada keadaan lensa subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak
akan terjadi katarak sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat
lama populer. EKIK tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia
kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Operasi
ini lebih susah untuk sembuh karena luka insisi yang sangat lebar sekitar 160-
8
1800, IOL harus diletakkan di camera oculi anterior atau dijahit di posterior, dan
resiko terjadi komplikasi atau penyulit lebih besar. Penyulit yang dapat terjadi
pada pembedahan ini astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, kebocoran
vitreus, dan perdarahan.
2. Extra Capsular Cataract Extraction ( ECCE ) / Ekstraksi Katarak Ekstra
Kapsuler ( EKEK )
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi
lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa
dan kortek lensa dapat keluar melalui robekan. Pembedahan ini dilakukan pada
pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, implantasi lensa intra ocular
posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan
dilakukan bedah glukoma, mata dengan prediposisi untuk terjadinya prolaps
badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami prolap badan kaca, ada riwayat
mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi,
untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti
prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat
terjadinya katarak sekunder (Frey, 2013).
Meskipun phakoemulsifikasi telah menjadi metode ekstraksi ekstrakapsular
yang disukai untuk sebagian besar operasi katarak di Amerika Serikat sejak tahun
1990-an, EKEK konvensional atau standar dianggap tidak berisiko untuk pasien
dengan katarak yang sangat keras atau jaringan epitel kornea yang lemah. Getaran
ultrasound yang digunakan dalam fakoemulsifikasi cenderung menimbulkan
stress kornea (Frey, 2013).
Ekstraksi katarak ekstrakapsular konvensional membutuhkan waktu kurang
dari satu jam untuk dilakukan. Setelah daerah sekitar mata telah dibersihkan
dengan antiseptik, kain steril digunakan untuk menutupi sebagian wajah
pasien. Pasien diberikan baik anestesi lokal untuk membuat mati rasa jaringan di
sekitar mata atau anestesi topikal untuk membuat mati rasa mata itu sendiri.
Eyelid holder digunakan untuk membuat mata tetap terbuka selama prosedur. Jika
pasien sangat gelisah, dokter mungkin dapat menggunakan obat penenang secara
intravena (Frey, 2013). 
Setelah anestesi telah diberikan, ahli bedah membuat sayatan di kornea pada
titik di mana sklera dan kornea bertemu. Meskipun panjang khas sayatan EKEK
standar adalah 10-12 mm pada 1970-an, perkembangan LIO akrilik yang dapat
9
dilipat telah memungkinkan ahli bedah banyak untuk bekerja dengan sayatan
yang hanya 5-6 mm. Variasi ini kadang-kadang disebut sebagai EKEK sayatan
kecil (small-insision/SICS). Setelah sayatan dibuat, ahli bedah membuat robekan
sirkular di depan kapsul lensa, teknik ini dikenal sebagai capsulorrhexis. Ahli
bedah kemudian dengan hati-hati membuka kapsul lensa dan membuang nukleus
lensa dengan memberikan tekanan dengan instrumen khusus. Setelah nucleus
dikeluarkan, ahli bedah menggunakan suction untuk menghisap sisa korteks
lensa. Suatu bahan viskoelastik khusus disuntikkan ke dalam kapsul lensa kosong
untuk membantu mempertahankan bentuk sementara ahli bedah memasukkan
IOL. Setelah lensa intraokular telah ditempatkan dalam posisi yang benar,
substansi viskoelastik akan dibuang dan sayatan ditutup dengan dua atau tiga
jahitan (Frey, 2013). 

Gambar 1. Prosedur ECCE (Frey, 2013)

3. Phacoemulsification
Pada tehnik ini irisannya sangat kecil (sekitar 2-3 mm) di kornea. Getaran
ultrasonic akan digunakan untuk menghancurkan katarak, selanjutnya mesin
PHACO akan menyedot massa katarak yang telah hancur sampai bersih. Sebuah
lensa intra okular yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena
incisi yang kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya,
yang memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali melakukan aktivitas
sehari-hari. Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan

10
kebanyakan katarak senilis. Tehnik ini kurang efektif pada katarak senilis padat,
dan incisi limbus yang kecil agak kurang kalau akan dimasukkan lensa
intraokuler, meskipun sekarang lebih sering digunakan lensa intra okular fleksibel
yang dapat dimasukkan melalui incisi kecil (Boughton, 2009).
Dalam phakoemulsifikasi, ahli bedah menggunakan probe ultra-sound yang
dimasukkan melalui sayatan untuk memecah nukleus lensa menjadi potongan-
potongan yang lebih kecil. Teknik baru ini menawarkan keuntungan insisi yang
lebih kecil dari EKEK, jahitan sedikit atau tidak ada untuk menutup sayatan, dan
waktu pemulihan lebih pendek untuk pasien. Kelemahannya adalah butuh
peralatan khusus (Boughton, 2009).
Teknik ini memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan EKEK konvensional,
terutama karena insisi lebih kecil. Hal ini dapat mengurangi surgically induced
astigmatism dan memungkinkan refraksi stabil dan rehabilitasi visi dan kegiatan
sehari-hari. Selain itu, operasi fakoemulsifikasi tingkat inflamasi dan kerusakan
sawar darah-aqueus humor lebih rendah dibandingkan dengan operasi EKEK
(Boughton, 2009).

11
Gambar 2. Prosedur phacoemulsification

4. Small Incision Cataract Surgery (SICS)


Teknik operasi Small Incision Cataract Surgery (SICS) merupakan teknik
pembedahan kecil. Teknik ini dipandang lebih menguntungkan karena lebih cepat
sembuh, jahitan lebih sedikit atau tidak ada, kauterisasi minimal sampai tidak ada
daripada ECCE, dan lebih murah, tidak butuh pelatihan lama dibanding phaco.
Operasi ini menggunakan teknik insisi supero oblik (arah jam 9-12) pada
perbatasan sklera-konjungtiva selebar 5-6 mm, lalu membuat terowongan (tunnel)
untuk capsulorhexis, pengeluaran korteks lensa, sampai pemasukkan IOL yang
dapat dilipat (Sharma dan Panwar, 2013).

Gambar 3. Lokasi insisi pada SICS.

Gambar 4. Lokasi insisi dan pembuatan terowongan (tunnel).

12
Gambar 7. Langkah-langkah SICS.

Gambar 5. Terowongan (tunnel) pada SICS.

Gambar 6. Lokasi insisi yang meminimalisir komplikasi operasi katarak yaitu


astigmatisma.

13
Tabel 2. Keuntungan dan kerugian ICCE, ECCE, phaco, SICS

Metode Indikasi Keuntungan Kerugian

ICCE Zonula lemah  Tidak ada resiko  Resiko tinggi kebocoran


katarak sekunder. vitreous (20%).
 Peralatan yang  Astigmatisme.
dibutuhkan sedikit.  Rehabilitasi visual terhambat.
 IOL di COA atau dijahit di
posterior.
ECCE  Lensa sangat  Peralatan yang  Astigmatisme.
keras. dibutuhkan paling  Rehabilitasi visual terhambat.
 Endotel sedikit.
kornea kurang  Baik untuk endotel
bagus. kornea.
 IOL di COP.
Phaco Sebagian besar Rehabilitasi visual cepat.  Peralatan / instrumen mahal.
katarak kecuali  Pelatihan lama.

katarak  Ultrasound dapat


Morgagni dan mempengaruhi endotel kornea.
trauma.

SICS Hampir semua  Rehabilitasi visual Tergantung keahlian ahli bedah.

katarak. cukup cepat.


 Peralatan yang
dibutuhkan sedikit dan
tidak mahal.
 Pelatihan tidak begitu
lama.
 IOL di COP.

Apabila lensa mata penderita katarak telah diangkat maka penderita


memerlukan lensa pengganti untuk memfokuskan penglihatannya dengan cara
sebagai berikut (Ilyas dan Yulianti, 2019):
1. Kacamata afakia yang tebal lensanya
2. Lensa kontak

14
3. Lensa intra okular, yaitu lensa permanen yang ditanamkan di dalam mata
pada saat pembedahan untuk mengganti lensa mata asli yang telah diangkat.

EKEK hampir selalu operasi elektif. Setelah operasi telah dijadwalkan, pasien


akan perlu memiliki pemeriksaan khusus yang dikenal sebagai keratometry jika LIO
yang akan ditanamkan. Pengujian, yang tidak menimbulkan rasa sakit, dilakukan
untuk menentukan kekuatan LIO yang dibutuhkan. Dokter spesialis mata mengukur
panjang bola mata pasien dengan USG dan kelengkungan kornea dengan alat yang
disebut keratometer. Pengukuran yang diperoleh dari keratometer dimasukkan ke
dalam komputer untuk menghitung kekuatan lensa LIO (Salmon, 2019).

LIO adalah pengganti lensa mata pasien, bukan untuk lensa korektif. Jika
pasien mengenakan kacamata atau lensa kontak sebelum katarak berkembang, ia
akan terus membutuhkan setelah LIO ditanam. Koreksi lensa harus dilakukan
setelah operasi, karena mungkin membutuhkan penyesuaian (Salmon, 2019).

Gambar 7. Lensa Intra Okuler / Intra Ocular Lens (IOL)

Pasien dapat menggunakan mata setelah operasi. Pasien dapat pergi bekerja
keesokan harinya, meskipun mata yang dioperasi akan memakan waktu antara tiga
15
minggu sampai tiga bulan untuk sembuh sepenuhnya. Pada periode ini, harus
diperriksa tajam penglihatan untuk melihat apakah kekuatan lensa harus
diubah. Pasien dapat melakukan kegiatan normal dalam satu atau dua hari operasi,
dengan pengecualian mengangkat barang berat atau membungkuk dengan
ekstrim. Kebanyakan dokter mata menyarankan pasien memakai kacamata selama
beberapa hari dan tape perisai mata pada mata yang dioperasi pada malam
hari. Harus memakai kacamata hitam pada hari-hari cerah dan menghindari
menggosok mata yang dioperasi. Selain itu, dokter mata akan memberikan obat tetes
mata selama satu sampai dua minggu untuk mencegah infeksi, mengatasi rasa sakit,
dan mengurangi pembengkakan. Hal ini penting bagi pasien untuk menggunakan
tetes mata persis seperti yang diarahkan (Ocampo, 2018).

Pasca operasi, pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka
pendek. Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas
insisi telah sembuh. Rehabilitasi visual dan peresepan kacamata baru dapat
dilakukan lebih cepat dengan metode phacoemulsification. Karena pasien tidak
dapat berakomodasi maka pasien membutuhkan kacamata untuk pekerjaan jarak
dekat meski tidak dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat ini digunakan lensa
intraokuler multifokal, lensa intraokuler yang dapat berakomodasi (Ocampo, 2018).

Perawatan pasca bedah


Jika digunakan tehnik insisi kecil, maka penyembuhan pasca operasi biasanya
lebih pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari itu juga, tetapi dianjurkan
untuk bergerak dengan hati-hati dan menghindari peregangan atau mengangkat
benda berat selama sekitar satu bulan, olahraga berat jangan dilakukan selama 2
bulan. Matanya dapat dibalut selama beberapa hari pertama pasca operasi atau jika
nyaman, balutan dapat dibuang pada hari pertama pasca operasi dan matanya
dilindungi pakai kacamata atau dengan pelindung seharian. Kacamata sementara
dapat digunakan beberapa hari setelah operasi, tetapi biasanya pasien dapat melihat
dengan baik melui lensa intraokuler sambil menantikan kacamata permanen
(biasanya 6-8 minggu setelah operasi). Selain itu juga akan diberikan obat untuk
(Khurana, 2007) :

16
1. Mengurangi rasa sakit, karena operasi mata adalah tindakan yang menyayat
maka diperlukan obat untuk mengurangi rasa sakit yang mungkin timbul
benerapa jam setelah hilangnya kerja bius yang digunakan saat pembedahan.
2. Antibiotik mencegah infeksi, pemberian antibiotik masih dianggap rutin dan
perlu diberikan atas dasar kemungkinan terjadinya infeksi karena kebersihan
yang tidak sempurna.
3. Obat tetes mata steroid. Obat yang mengandung steroid ini berguna untuk
mengurangi reaksi radang akibat tindakan bedah.
4. Obat tetes yang mengandung antibiotik untuk mencegah infeksi pasca bedah.

Hal yang boleh dilakukan antara lain :


1. Memakai dan meneteskan obat seperti yang dianjurkan
2. Melakukan pekerjaan yang tidak berat
3. Bila memakai sepatu jangan membungkuk tetapi dengan mengangkat kaki
keatas.

Yang tidak boleh dilakukan antara lain :


1. Jangan menggosok mata
2. Jangan menggendong yang berat
3. Jangan membaca yang berlebihan dari biasanya
4. Jangan mengedan keras sewaktu buang air besar
5. Jangan berbaring ke sisi mata yang baru dibedah

I. PROGNOSIS
Tindakan pembedahan secara definitif pada katarak senilis dapat memperbaiki
ketajaman penglihatan pada lebih dari 90% kasus. Sedangkan prognosis penglihatan untuk
pasien anak-anak yang memerlukan pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak
senilis. Adanya ambliopia dan kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi
tingkat pencapaian pengelihatan pada kelompok pasien ini (Vaughan & Asbury, 2010).

J. KOMPLIKASI

Komplikasi katarak yang tersering adalah glaukoma yang dapat terjadi karena proses
fakolitik, fakotopik, fakotoksik (Ilyas dan Yulianti, 2019) :

1.      Fakolitik

17
Pada lensa yang keruh terdapat kerusakan maka substansi lensa akan keluar
yang akan menumpuk di sudut kamera okuli anterior terutama bagian kapsul lensa.
Dengan keluarnya substansi lensa maka pada kamera okuli anterior akan bertumpuk
pula serbukan fagosit atau makrofag yang berfungsi merabsorbsi substansi lensa
tersebut. Tumpukan akan menutup sudut kamera okuli anterior sehingga timbul
glaukoma.
2.      Fakomorfik
Oleh karena proses intumesensi, iris terdorong ke depan sudut kamera okuli
anterior menjadi sempit sehingga aliran humor aqueaous tidak lancar sedangkan
produksi berjalan terus, akibatnya tekanan intraokuler akan meningkat dan timbul
glaukoma.
3.      Fakotoksik
Substansi lensa di kamera okuli anterior merupakan zat toksik bagi mata sendiri
(auto toksik). Terjadi reaksi antigen-antibodi sehingga timbul uveitis, yang kemudian
akan menjadi glaukoma.
Selain komplikasi akibat penyakit itu sendiri, terdapat juga komplikasi akibat
pembedahan atau operasi. Komplikasi yang mungkin terjadi dengan operasi katarak
meliputi (Husney dan Karp, 2017) :
1. Infeksi pada mata (endophthalmitis).
2. Pembengkakan dan cairan di tengah lapisan saraf (edema makula cystoid).
3. Pembengkakan penutup bening dari mata (kornea edema).
4. Pendarahan di depan mata (hyphema).
5. Meledaknya (pecahnya) kapsul dan kehilangan cairan (vitreous gel) di mata.
6. Lepasnya lapisan saraf di belakang mata (ablasio retina).

Komplikasi yang mungkin terjadi beberapa waktu setelah operasi meliputi


(Husney dan Karp, 2017):
1. Masalah dengan silau.
2. Dislokasi lensa intraokuler.
3. Mengaburnya bagian dari penutup lensa (kapsul) yang tersisa setelah operasi,
sering disebut aftercataract (kekeruhan kapsul posterior). Ini biasanya bukan
masalah besar dan bisa diobati dengan operasi laser, jika diperlukan. Jenis IOL
dapat mempengaruhi seberapa besar kemungkinan kekeruhan setelah operasi.
4. Ablasi retina.

18
5. Glaukoma.
6. Astigmatisme atau strabismus.
7. Kendurnya kelopak mata atas (ptosis).

KESIMPULAN

Katarak adalah abnormalitas pada lensa mata berupa kekeruhan lensa yang
menyebabkan tajam penglihatan penderita berkurang. Katarak merupakan penyebab kebutaan
nomor 1 di seluruh dunia. Hal ini didukung oleh faktor usia, radiasi dari sinar ultraviolet,
kurangnya gizi dan vitamin serta factor tingkat kesehatan dan penyakit yang diderita.
Penderita katarak akan mengalami gejala-gejala umum seperti penglihatan mulai kabur,
kurang peka dalam menangkap cahaya (fotofobia) sehingga cahaya yang dilihat hanya
berbentuk lingkaran semu, lambut laun akan terlihat seperti noda keruh berwarna putih di
bagian tengah lensa kemudian penderita katarak akan sulit menerima cahaya untuk mencapai
retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina.
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Ada 4 jenis teknik operasi
katarak yaitu ICCE, ECCE, phacoemulsification, SICS. Untuk menentukan kapan katarak
dapat dibedah ditentukan oleh keadaan tajam penglihatan. Jika gejala tidak mengganggu
tindakan operasi tidak diperlukan, hanya dengan mengganti/menggunakan kacamata. Karena
kekeruhan (opasitas) sering terjadi akibat bertambahnya usia sehingga tidak diketahui
pencegahan yang efektif untuk katarak yang paling sering terjadi. Apabila dibiarkan, katarak
akan menimbulkan gangguan penglihatan dan komplikasi seperti glaukoma, uveitis, dan
kerusakan retina.
Apabila pada proses pematangan katarak dilakukan penanganan yang tepat sehingga
tidak menimbulkan komplikasi serta dilakukan tindakan pembedahan pada saat yang tepat
maka prognosis pada katarak senilis umumnya baik.

19
DAFTAR PUSTAKA

Bashour, M. (2018) Congenital Cataract.


Boughton, B. (2009) Phaco and ECCE.
Frey, R. (2013) Extra Capsular Cataract Extraction. Tersedia pada:
https://www.surgeryencyclopedia.com/Ce-Fi/Extracapsular-Cataract-Extraction.html
(Diakses: 24 Agustus 2020).
Husney dan Karp (2017) Complication of Cataract Surgery. Tersedia pada:
https://www.webmd.com/eye-health/cataracts/complications-cataract-surgery#1
(Diakses: 24 Agustus 2020).
Ilyas, S. dan Yulianti, S. R. (2019) Ilmu Penyakit Mata. 5 ed. Jakarta: FK UI.
Khurana, A. K. (2007) Comprehensive Ophtalmology. 4 ed. New Delhi: New Age.
Ocampo, V. (2018) Senile Cataract (Age-Related Cataract). Tersedia pada:
https://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview#:~:text=Senile cataract is
an age,leading cause of treatable blindness. (Diakses: 24 Agustus 2020).
Salmon, J. (2019) Kanski’s Clinical Ophthalmology. 9 ed. China: Elsevier.
Sharma, R. L. dan Panwar, P. (2013) Minimal Duration Cataract Surgery – Small Incision
Cataract Surgery.
Vaughan & Asbury (2010) Oftalmologi Umum. 17 ed. Jakarta: EGC.

20

Anda mungkin juga menyukai