Anda di halaman 1dari 21

“ PERANAN AGAMA DALAM PERKEMBANGAN ILMU

PEGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DALAM HUBUNGANNYA


DENGAN SISTIM PEMERINTAHAN DI INDONESIA “.

Dosen pengampuh : Drs. H. Laode Khalifa, M.Si

DISUSUN OLEH :

NAMA : MIFTAHUL ULUM

KELAS :A

NO STAMBUK : 21808052

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM

STUDI ILMU PEMERINTAHAN UNIVERSITAS

MUHAMMADIYAH KENDARI

TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Puji serta syukur saya panjatkan pada Allah yang Maha Kuasa ,
yang telah memberikan kesehatan dan kemampuan kepada saya untuk tetap
melakukan tugas dan karya hidupnya dalam kehidupan dunia ini. Shalawat serta
Salam mudah-mudahan tetap terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW. beserta
keluarganya, sahabatnya dan pengikutnya serta kita selaku ummatnya sampai
akhir zaman.

Alhamdulillah pembuatan makalah ini telah terselesaikan meskipun dalam


prosesnya mengalami hambatan dan tantangan, baik dalam pencarian bahan,
pembagian waktu ataupun penyusunan makalah ini, tetapi itu semua dapat saya
atasi dengan penuh keikhlasan. Adapun makalah ini berjudul “Peran Agama
Dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Dalam Hubungan Sistem
Pemerintah Di Indonesia "

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Tetapi dengan segala kekurangan dan keterbatasan, mudah-mudahan dapat
bermanfaat dan menjadikan wawasan keilmuan.

Semoga makalah ini menjadi landasan motivasi saya serta bermanfaat


khususnya bagi penulis umumnya bagi pembaca makalah ini. Mohon maaf atas
segala kekurangan dan terima kasih atas segala kelebihannya.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................... .................................................

DAFTAR ISI............................................................... ...........................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.......................................................... ......................................

B. Rumusan masalah..........................................................................................

C. Tujuan.............................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Posisi Ilmu pengetahuan dan tekologi dalam Pembangunan Nasional.....

B. Dampak Ilmu pengetahuan dan teknologi dan Globalisasi pada Pembangunan


Bangsa........ ................................ ...............................................

C. Sikap terhadap Ilmu pengetahuan dan teknologi /


Globalisasi.............................................................................................................

D. Peranan Agama dalam Pengembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi


Nasional................ ...............................................................................................

E. Contoh peran Agama islam dalam ilmu pengetahuan dan teknologi di


Indonesia............. ...................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...................................................................... ..............................

Daftar Pustakan
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perubahan sosial merupakan sesuatu yang natural dalam kehidupan umat


manusia. Perubahan dan dinamika tersebut juga terjadi dalam tata kehidupan
beragama dan bernegara, sehingga hubungan keduanya menjadi perdebatan yang
aktual dan dinamis, bahkan bersifat ekslusif-tendensius. Hubungan antara agama
dan negara menjadi wacana aktual dan dinamis dalam setiap fase perkembangan
peradaban baik di dunia Barat maupun di dunia Timur. Perdebatan tersebut
berkisar pada masalah bentuk negara, apakah bersifat integral, simbiotik ataukah
sekuler.

Pemerintah dalam hal ini adalah lembaga legislatif dan eksekutif merupakan
pengelola dalam tatanan sebuah Negara. Kondusifnya sebuah Negara bergantung
dari peran pemerintah dalam memperlakukan setiap warganya dengan adil. Salah
satu yang menjadi perhatian Negara tentunya adalah Agama. Terdapat enam
Agama yang diakui sebagai Agama resmi di Indonesia. Oleh sebab itu maka
pemeluk suatu agama di Indonesia selayaknya diperlakukan secara proporsional
dan adil oleh Pemerintah

Peran agama itu saat ini besar partisipasinya pada sebuah negara. Setidaknya
agamalah yang membentuk karakter setiap individu-individu di dalam sebuah
negara. Agama adalah tetap sesuatu yang suci (agama yang benar) dimana agama
menjadi pedoman dan tuntunan oleh setiap individu-individu tersebut yang
berpengaruh besar di dalam negara tersebut.

Ke-idealan sebuah negara adalah apabila negara tersebut berpegang dan


berpedoman pada agama yang sempurna sebab agama yang sempurna
mengandung nilai-nilai kesempurnaan sebagai pedoman dan tuntunan yang
sempurna dalam menata sebuah negara. Oleh karena itu jika saat ini agama yang
sempurna hadir di dalam sebuah negara bersamaan dengan nilai toleransi yang
baik pada masyarakat yang majemuk di dalam sebuah negara tersebut maka saya
yakin bahwa negara tersebut berada pada tataran ideal dalam sebuah negara. Lain
dari pada itu, sampai saat ini agama punya peran yang sangat besar dalam sebuah
negara.

B. Rumusan masalah

1. Bagaimana Posisi Ilmu pengetahuan dan tekologi dalam Pembangunan


Nasional

2. Apa saja Dampak Ilmu pengetahuan dan teknologi dan Globalisasi pada
Pembangunan Bangsa

3. Bagaimana Sikap terhadap Globalisasi

4. Bagaimana Peranan Agama dalam Pengembangan Ilmu pengetahuan dan


teknologi Nasional

5. Bagaimana contoh peran Agama islam dalam ilmu pengetahuan dan


teknologi di Indonesia.

C. Tujuan

Adapun tujuan penyusunan makalah ini yakni dapat memberikan wawasan lebih
dalam mengenai peran agama dalam ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
sistem pemerintahan di Indonesia serta dapat memenuhi tugas mata kuliah yang di
berikan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Posisi Ilmu pengetahuan dan teknologi dalam Pembangunan Nasional

Memasuki Pembangunan Jangka Panjang ke II, bangsa Indonesia makin


menyadari akan pentingnya peran iptek bagi keberhasilan program pembangunan
bangsanya. Hal ini tampak nyata dengan dimasukkannya iptek sebagai salah satu
asas pembangunan pada GBHN 1993-19982. Sepuluh tahun sebelumnya, iptek
belum dimasukkan sebagai asas pembangunan walau bukan berarti tidak penting.
Secara umum GBHN 1993-1998 itu juga mengakui bahwa selama PJP I,

“pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi telah berhasil memajukan tingkat


kecerdasan masyarakat, mengembangkan kemampuan bangsa serta ikut
mendorong proses pembaharuan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. …”
(Bab III, A. 8.).

Iptek juga telah menjadi salah satu bidang pembangunan dalam PJP II ini yang
sasarannya adalah

“tercapainya kemampuan nasional dalam pemanfaatan, pengembangan dan


penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan bagi peningkatan
kesejahteraan, kemajuan peradaban, serta ketangguhan dan daya saing bangsa
yang diperlukan untuk memacu pembangunan yang berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan menuju masyarakat yang berkualitas, maju, mandiri serta
sejahtera …” (Bab III, E. 4.).

Dalam arah PJP II, juga disebutkan bahwa :

“pembangunan iptek memegang peranan penting serta akan sangat


mempengaruhi perkembangan dalam masa PJP II. Penguasaan iptek akan
mempengaruhi keberhasilan membangun masyarakat maju dan mandiri.
Pembangunan iptek diarahkan agar pemanfaatan, pengembangan, dan
penguasaannya dapat mempercepat peningkatan kecerdasan dan kemampuan
bangsa, mempercepat proses pembaharuan, meningkatkan produktivitas dan
efisiensi, memperluas lapangan kerja, meningkatkan kualitas, harkat dan
martabat bangsa, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat. …” (Bab III, F. 15.).

Kutipan-kutipan dari GBHN di atas menunjukkan bagaimana posisi pembangunan


iptek dalam kerangka Pembangunan Nasional Tahap II. Dapat disimpulkan
bahwa pada PJP II, ini bangsa Indonesia makin menyadari betapa pentingnya
iptek itu bagi pembangunan nasional. Bahkan dikatakan bahwa keberhasilan
pembangunan nasional akan dipengaruhi oleh penguasaan bangsa ini atas iptek
itu. Kalau kita dapat menguasai iptek dengan baik, maka akan makin berhasillah
pembangunan kita sedangkan kalau penguasaan iptek kita rendah, maka
pembangunan nasional kita pun akan kurang berhasil.

Dalam kebijakan PELITA VI, dinyatakan bahwa iptek diperlukan di hampir


semua sektor pembangunan: industri, pertanian, perkebunan, peternakan,
perikanan, transportasi, dan bioteknologi (Bab IV, F.)

B. Dampak Ilmu pengetahuan dan teknologi dan Globalisasi pada


Pembangunan Bangsa

Seperti juga pada bidang lain, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
mempunyai dampak positif dan negatif. Penilaian positif maupun negatif ini,
tentu saja, bersifat subyektif, tergantung kepada siapa yang menilainya. Yang
dinilai negatif oleh bangsa Indonesia belum tentu juga dinilai negatif oleh bangsa
Amerika, misalnya, di bidang teknologi komunikasi dan informasi ini telah
membuat dunia terasa kecil dan batas antar negara menjadi hilang. Inilah yang
disebut sebagai globalisasi, suatu proses di mana orang tidak lagi berfikir hanya
sebagai warga kampung, kota, atau negara, melainkan juga sebagai warga dunia.

Dari sisi positifnya, proses ini membuat orang tidak lagi hanya berwawasan
lokal. Dalam usahanya memecahkan persoalan, ia akan melihat ke seluruh dunia
guna menemukan solusi. Dalam mencari pekerjaan atau ilmu pun, ia tidak lagi
membatasi diri pada pekerjaan atau lembaga pendidikan di kampungnya, kotanya,
propinsinya, atau negaranya saja. Seluruh permukaan bumi ini dapat menjadi
kemungkinan tempat ia bekerja atau mencari ilmu.

Dari sudut jati diri bangsa, proses ini dapat dianggap membawa dampak
negatif. Hal ini karena inovasi-inovasi di bidang iptek itu kebanyakan terjadi di
negara lain yang mempunyai nilai-nilai sosial, politik, dan budaya yang belum
tentu sama dengan nilai bangsa kita. Kendati teknologinya itu sendiri dapat
dianggap sebagai netral atau bebas nilai, penerapan dan pembawa ilmu
pengetahuan dan teknologi itu tidak dapat dikatakan selalu bebas nilai.

Sebagai contoh, kemajuan teknologi parabola telah memungkinkan kita


melihat siaran televisi Perancis tanpa ada sensor. Adegan seks dan pamer dada
wanita, yang di RCTI tidak mungkin keluar, dapat dilihat anak-anak kita tanpa
terpotong gunting sensor lewat parabola itu. Banjirnya film asing di TV nasional
(yang terpaksa diputar karena produksi nasional belum ada dan harganya lebih
murah daripada memproduksi sendiri) juga dapat mempengaruhi nilai budaya
para pemirsanya. Telenovela dan film Barat yang amat populer di TV swasta kita,
secara tidak terasa, dapat mempengaruhi para pemirsanya bahwa perselingkuhan
dalam kehidupan suami istri itu adalah hal yang biasa, bahwa kekerasan
merupakan salah satu pemecahan masalah. Film detektif bahkan dapat menjadi
‘guru’ bagi para maling.

Globalisasi cara berfikir, yang menjadi salah satu dampak kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi, dapat membuat orang tidak lagi mengacu pada nilai-
nilai tradisional bangsanya belaka. Kemudahan memperoleh informasi akan
membuat ia dapat mempelajari nilai-nilai yang ada pada masyarakat dan bangsa
lain, baik yang menyangkut nilai sosial, ekonomi, budaya, maupun politik.
Sebagai bangsa yang sedang membangun jati-dirinya, proses globalisasi ini jelas
merupakan tantangan yang harus diatasi dalam upaya pembentukan manusia
Indonesia yang dicita-citakan.
Hal ini tampaknya juga disadari oleh para wakil rakyat yang menyusun GBHN
1993-1998. Mengenai dampak negatif globalisasi bagi pembangunan nasional
kita, GBHN menyatakan:

“Perkembangan, perubahan, dan gejolak internasional pada akhir


Pembangunan Jangka Panjang Pertama ditandai oleh gejala baru, yaitu
globalisasi yang dapat mempengaruhi stabilitas nasional dan ketahanan nasional
yang pada gilirannya akan berdampak pada pelaksanaan pembangunan nasional
di masa yang akan datang. … Tantangan di bidang ekonomi … adalah munculnya
pengelompokan antar-negara yang cenderung meningkatkan proteksionisme dan
diskriminasi pasar yang dapat menghambat pemasaran hasil produksi dalam
negeri dan mendorong persaingan yang tidak sehat. Ancaman di bidang politik
dan pertahanan keamanan adalah kemungkinan timbulnya rongrongan terhadap
ideologi Pancasila, Wawasan Nusantara, dan Ketahanan Nasional, khususnya
persatuan dan kesatuan bangsa yang dapat mengganggu kelancaran jalannya
pembangunan nasional. Ancaman di bidang sosial budaya adalah masuknya
nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai lujur budaya bangsa.” (Bab IV,
A. 2.)

C. Sikap terhadap Ilmu pengetahuan dan teknologi / Globalisasi

Pada dasarnya sikap orang terhadap masalah globalisasi ini dapat dikelompokkan
menjadi tiga:

1. lari dari kenyataan dan bersembunyi atau menutup diri dari arus
globalisasi itu.

2. menghindar atau menganggap bahwa globalisasi itu tidak ada

3. menghadapi persoalan dengan berani.

 Pilihan pertama dilakukan apabila orang tersebut merasa lemah dan tidak
kuat untuk menanggulangi dampak negatif globalisasi itu. Dalam
mempertimbangkan dampak positif dan negatif kemajuan iptek dan
globalisasi, ia melihat bahwa ‘mudharat’ globalisasi tersebut lebih besar
daripada ‘manfaatnya’. Akibatnya, ia menolak kehadiran kemajuan iptek
tersebut dan tidak mau bersentuhan dengannya. Dalam kasus bangsa,
pemerintah menutup masuknya informasi dari luar tanpa pandang bulu
karena takut kalau-kalau rakyatnya akan terpengaruh oleh nilai-nilai dari
luar yang mungkin akan berdampak negatif.

 Pilihan ke dua dilakukan bila orang tersebut merasa bingung. Di satu


fihak, ia mengetahui dampak positifnya kemajuan teknologi komunikasi
itu tetapi, di lain fihak, ia juga mengetahui dampak negatif dari globalisasi
tersebut. Ia tidak dapat memutuskan apakah akan merangkul ataukah
menolak kemajuan teknologi yang berdampak globalisasi itu. Akibatnya,
ia membiarkan saja kemajuan teknologi itu melanda bangsanya dan
berpura-pura yakin, atau berharap, bahwa globalisasi itu tidak membawa
dampak negatif bagi masyarakatnya.

 Pilihan ke tiga dilakukan oleh orang yang tidak bingung. Ia menyadari


akan dampak positif dan negatif dari kemajuan iptek yang masuk ke
negaranya, termasuk dampak globalisasi masyarakatnya. Berbeda dengan
pemilih skenario ke dua, ia dengan seksama memilah-milah mana dampak
positif dari kemajuan iptek dan globalisasi itu bagi dirinya dan mana
dampak negatifnya. Dengan mengetahui di bidang mana kemajuan iptek
dan globalisasi itu akan membawa dampak negatif, ia mempersiapkan diri
agar tidak terpengaruh oleh kemajuan iptek dan globalisasi itu secara
negatif.

Tampaknya masalah kemajuan iptek dan globalisasi ini bangsa Indonesia


bertekad untuk memilih alternatif ke tiga: kemajuan iptek dirangkul
sedang dampak ikutannya yang negatif akan dihadapi dengan
meningkatkan ketahanan nasional di bidang ipoleksosbud. Hal ini tampak
dalam pernyataan mereka dalam GBHN 1993-1998:
“Pembinaan dan pemantapan kepribadian bangsa senantiasa
memperhatikan pelestarian nilai luhur budaya bangsa yang bersumber
pada kebhinekaan budaya daerah dengan tidak menutup diri terhadap
masuknya nilai positif budaya bangsa lain untuk mewujudkan dan
mengembangkan kemampuan dan jati diri serta meningkatkan harkat dan
martabat bangsa Indonesia. Pemanfaatan, pengembangan, dan
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam penyelenggaraan
pembangunan harus meningkatkan kecerdasan dan nilai tambah …
dengan mengindahkan nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya
bangsa serta kondisi lingkungan dan kondisi masyarakat.” (Bab II, G. 3.)

Menurut pernyataan itu, bangsa Indonesia tidak perlu menutup diri


terhadap masuknya nilai-nilai positif budaya bangsa lain guna
mengembangkan jati dirinya. Nilai-nilai agama, budaya bangsa, kondisi
lingkungan dan masyarakat Indonesia dipakai sebagai pagar atau rambu-
rambu bagi penerapan iptek di Indonesia hingga tak berdampak negatif
pada masyarakat dan bangsa.

D. Peranan Agama dalam Pengembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi


Nasional

Dalam membahas peranan agama dalam pengembangan iptek nasional ini, saya
tidak akan berbicara secara teoritik umum. Mengingat iptek yang kita bicarakan
adalah iptek dalam konteks nasional, maka peranan yang dimainkan oleh agama
dalam hal ini pun berada dalam konteks nasional pula. Dengan demikian,
pertanyaan yang ingin saya jawab dalam bagian ini adalah: Bagaimanakah peran
yang diharapkan oleh bangsa Indonesia dari agama dalam kaitannya dengan
pengembangan iptek nasional?

Ada beberapa kemungkinan hubungan antara agama dan iptek:


a. berseberangan atau bertentangan,

b. bertentangan tapi dapat hidup berdampingan secara damai,

c. tidak bertentangan satu sama lain, (d) saling mendukung satu sama lain,
agama mendasari iptek atau iptek mendasari penghayatan agama.

 Pola hubungan pertama adalah pola hubungan yang negatif, saling tolak.
Apa yang dianggap benar oleh agama dianggap tidak benar oleh ilmu
pengetahuan dan teknologi. Demikian pula sebaliknya. Dalam pola
hubungan seperti ini, pengembangan iptek akan menjauhkan orang dari
keyakinan akan kebenaran agama dan pendalaman agama dapat
menjauhkan orang dari keyakinan akan kebenaran ilmu pengetahuan.
Orang yang ingin menekuni ajaran agama akan cenderung untuk menjauhi
ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan oleh manusia. Pola
hubungan pertama ini pernah terjadi di zaman Galileio-Galilei. Ketika
Galileo berpendapat bahwa bumi mengitari matahari sedangkan gereja
berpendapat bahwa matahari lah yang mengitari bumi, maka Galileo
dipersalahkan dan dikalahkan. Ia dihukum karena dianggap menyesatkan
masyarakat.

 Pola hubungan ke dua adalah perkembangan dari pola hubungan pertama.


Ketika kebenaran iptek yang bertentangan dengan kebenaran agama makin
tidak dapat disangkal sementara keyakinan akan kebenaran agama masih
kuat di hati, jalan satu-satunya adalah menerima kebenaran keduanya
dengan anggapan bahwa masing-masing mempunyai wilayah kebenaran
yang berbeda. Kebenaran agama dipisahkan sama sekali dari kebenaran
ilmu pengetahuan. Konflik antara agama dan ilmu, apabila terjadi, akan
diselesaikan dengan menganggapnya berada pada wilayah yang berbeda.
Dalam pola hubungan seperti ini, pengembangan iptek tidak dikaitkan
dengan penghayatan dan pengamalan agama seseorang karena keduanya
berada pada wilayah yang berbeda. Baik secara individu maupun komunal,
pengembangan yang satu tidak mempengaruhi pengembangan yang lain.
Pola hubungan seperti ini dapat terjadi dalam masyarakat sekuler yang
sudah terbiasa untuk memisahkan urusan agama dari urusan
negara/masyarakat.

 Pola ke tiga adalah pola hubungan netral. Dalam pola hubungan ini,
kebenaran ajaran agama tidak bertentangan dengan kebenaran ilmu
pengetahuan tetapi juga tidak saling mempengaruhi. Kendati ajaran
agama tidak bertentangan dengan iptek, ajaran agama tidak dikaitkan
dengan iptek sama sekali. Dalam masyarakat di mana pola hubungan
seperti ini terjadi, penghayatan agama tidak mendorong orang untuk
mengembangkan iptek dan pengembangan iptek tidak mendorong orang
untuk mendalami dan menghayati ajaran agama. Keadaan seperti ini dapat
terjadi dalam masyarakat sekuler. Karena masyarakatnya sudah terbiasa
dengan pemisahan agama dan negara/masyarakat, maka. ketika agama
bersinggungan dengan ilmu, persinggungan itu tidak banyak mempunyai
dampak karena tampak terasa aneh kalau dikaitkan. Mungkin secara
individu dampak itu ada, tetapi secara komunal pola hubungan ini
cenderung untuk tidak menimbulkan dampak apa-apa.

 Pola hubungan yang ke empat adalah pola hubungan yang positif.


Terjadinya pola hubungan seperti ini mensyaratkan tidak adanya
pertentangan antara ajaran agama dan ilmu pengetahuan serta kehidupan
masyarakat yang tidak sekuler. Secara teori, pola hubungan ini dapat
terjadi dalam tiga wujud: ajaran agama mendukung pengembangan iptek
tapi pengembangan iptek tidak mendukung ajaran agama, pengembangan
iptek mendukung ajaran agama tapi ajaran agama tidak mendukung
pengembangan iptek, dan ajaran agama mendukung pengembangan iptek
dan demikian pula sebaliknya.

Dalam wujud pertama, pendalaman dan penghayatan ajaran agama


akan mendukung pengembangan iptek walau pengembangan iptek tidak
akan mendorong orang untuk mendalami ajaran agama. Sebaliknya,
dalam wujud ke dua, pengembangan iptek akan mendorong orang untuk
mendalami dan menghayati ajaran agama walaupun tidak sebaliknya
terjadi. Pada wujud ke tiga, pengembangan iptek akan mendorong orang
untuk lebih mendalami dan menghayati ajaran agama dan pendalaman
serta penghayatan ajaran agama akan mendorong orang untuk
mengembangkan iptek.Pernyataan selanjutnya adalah “pola hubungan
yang manakah yang dikehendaki oleh bangsa Indonesia terjadi di negara
kita ini?” Untuk menjawab pertanyaan di atas, maka kita perlu melihat
kembali GBHN sebagai cermin keinginan bangsa Indonesia tentang apa
yang mereka harapkan terjadi di Indonesia dalam masa 5 atau 25 tahun
mendatang.

kita simak pernyataan eksplisit GBHN 1993-1998 tentang kaitan


pengembangan iptek dan agama, akan kita lihat bahwa pola hubungan
yang diharapkan adalah pola hubungan ke tiga, pola hubungan netral.

Ajaran agama dan iptek tidak bertentangan satu sama lain tetapi
tidak saling mempengaruhi. Pada Bab II, G. 3. GBHN 1993-1998, yang
telah dikutip di muka, dinyatakan bahwa pengembangan iptek hendaknya
mengindahkan nilai-nilai agama dan budaya bangsa. Artinya,
pengembangan iptek tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai agama
dan budaya bangsa. Tidak boleh bertentangan tidak berarti harus
mendukung. Kesan hubungan netral antara agama dan iptek ini juga
muncul kalau kita membaca GBHN dalam bidang pembangunan Agama
dan Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tak ada satu kalimat
pun dalam pernyataan itu yang secara eksplisit menjelaskan bagaimana
kaitan agama dengan iptek. Pengembangan agama tidak ada hubungannya
dengan pengembangan iptek.

Akan tetapi, kalau kita baca GBHN itu secara implisit dalam
kaitan antara pembangunan bidang agama dan bidang iptek, maka kita
akan memperoleh kesan yang berbeda. Salah satu asas pembangunan
nasional adalah Asas Keimanan dan Ketaqwaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa yang berarti

“… bahwa segala usaha dan kegiatan pembangunan nasional


dijiwai, digerakkan, dan dikendalikan oleh keimanan dan ketaqwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai nilai luhur yang menjadi
landasan spiritual, moral,dan etik dalam rangka pembangunan nasional
sebagai pengamalan Pancasila” (Bab II, C. 1.)

Di bagian lain dinyatakan bahwa pembangunan bidang agama dan


kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa diarahkan, antara lain, untuk
memperkuat landasan spiritual, moral, dan etik bagi pembangunan
nasional.

Sehingga peran agama Adalah sebagai pedoman hidup manusia


dan menjadi sangat penting dalam pembentukan moral seseorang. Agama
dapat menuntun kembali manusia agar memperoleh dampak IPTEK yang
positif saja, dan mengeliminasi dampak negatif seminimal mungkin.
Namun sekarang ini, posisi agama sangat tertinggal jauh dengan
perkembangan IPTEK. Banyak manusia berlomba-lomba untuk
melakukan pengembangan IPTEK tanpa diiringi dengan unsur Etika dan
Agama. Sedangkan Agama dan IPTEK harus berjalan dengan seirama,
karena Agama diturunkan oleh Allah kepada nabi Muhammad bertujuan
untuk dijadikan pedoman dan mengatur hubungan manusia dengan dirinya
sendiri, dengan manusia lain, dengan makhluk hidup lain, dengan alam
dan dengan Tuhan-nya. Jadi apapun kreasi yang diciptakan oleh manusia
harus sesuai dengan yang diajarkan oleh agama dan tidak boleh
menyimpang.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa, secara implisit, bangsa


Indonesia menghendaki agar agama dapat berperan sebagai jiwa,
penggerak, dan pengendali ataupun sebagai landasan spiritual, moral, dan
etik bagi pembangunan nasional, termasuk pembangunan bidang iptek
tentunya. Dalam kaitannya dengan pengembangan iptek nasional, agama
diharapkan dapat menjiwai, menggerakkan, dan mengendalikan
pengembangan iptek nasional tersebut.
E. Contoh peran Agama islam dalam ilmu pengetahuan dan teknologi di
Indonesia

Seluruh praktik penyelenggaraan negara tidak saja mempunyai


dimensi kepentingan sesaat, akan tetapi hendaklah memiliki pandangan
yang jauh ke depan. Kepentingan ke depan itu harus selalu didasarkan
pada pertimbangan kepentingan pelaksanaan nilai-nilai ajaran Islam,
karena pelaksanaan ajaran Islam pada dasarnya tidak hanya penting bagi
umat Islam saja akan tetapi bermanfaat bagi keluhuran sifat dasar
kemanusiaan.Secara umum pembuatan peraturan perundangan-undangan
di Indonesia harus mengacu kepada kaidah “kebijakan pemimpin terhadap
rakyatnya harus berdasarkan pada kemaslahatan” (tasharraf al imam ‘ala
raiyyah manuuthun bi al mashlahah). Secara lebih khusus lagi, sesuai
dengan dasar filosofi ajaran Islam (maqashid al syari’at), maka semua
peraturan perundang-undangan hendaklah apat memperkuat

lima tujuan diturunkannya syari’at (maqashid al syari’at) (Imam


Abu Ishaq Ibrahim, 2004).

 Pertama, hifz al din. Setiap kegiatan didasarkan untuk kepentingan


pemeliharaan ajaran Islam, oleh karena kehidupan itu baru bernilai
apabila selalu didasarkan kepada ajaran Islam. Setiap peraturan
perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan hakikat ajaran
Islam malah justru semua undang-undang haruslah bertujuan memperkuat
komitmen semua umat beragama terhadap ajaran agamanya. Oleh karena
itu pertimbangan untuk kepentingan syari’at haruslah ditempatkan di atas
segala-galanya. Semua peraturan perundang-undangan hendaklah yang
dapat memudahkan orang beribadah oleh karenanya tidak boleh ada yang
bertentangan dengan ajaran Islam (Q.S. Ali ‘Imran [3]:83).

Mengingat agama yang dianut oleh mayoritas rakyat Indonesia adalah


Islam, maka setiap undang-undang hendaklah memberi kemudahan bagi
umat Islam untuk mengamalkan ajaran Agamanya, dan pada saat yang
sama juga memberikan kemudahan bagi umat lainnya dalam
mengamalkan ajaran agamanya. Bertolak pada pemikiran tersebut, setiap
undang-undang tidak boleh bertentangan dengan semangat spiritual yang
hidup di dalam masyarakat Indonesia.

 Kedua, hifz al nafs. Setiap pelaksanaan ajaran Islam harus selalu


memelihara kelangsungan hidup manusia, oleh karena, itu tidak
dibenarkan upaya-upaya kehidupan yang justru berakibat hilangnya
keberadaan manusia. Seluruh peraturan perundang-undangan harus dapat
menjaga kelangsungan kehidupan dan melindungi kehormatan umat
manusia. Tidak dibenarkan adanya undang-undang yang merendahkan
martabat manusia karena manusia diciptakan Allah dalam bentuk yang
sempurna (Q.S. Al Tin [95]: 4); (Q.S. Al Isra’ [17]: 33).

 Ketiga, hifz al nasl. Seluruh perundang-undangan harus dapat memelihara


kelangsungan berketurunan, oleh karena itu tidak dibenarkan adanya
upaya pembunuhan atau pemutusan keturunan atas dasar alasan apapun
juga. Serta tidak dibenarkan aktifitas perusakan lingkungan hidup karena
dapat mengancam eksistensi kelangsungan hidup manusia. Seluruh produk
perundang-undangan hendaklah bertujuan memuliakan manusia (Q.S. Al
Isra’ [17]: 31).

 Keempat, hifz al mal. Seluruh perundang-undangan hendaklah dapat


memelihara kepemilikan harta, baik kepemilikan harta yang sempurna
(milk taam) maupun kepemilikan tak sempurna (milk naaqish) dan hak-
hak kepemilikan kebendaan termasuk hak cipta maupun budaya bangsa.
Islam menegaskan adanya kepemilikan perorangan dan kepemilikan
syirkah, namun harta yang dimiliki itu memiliki nilai ibadah dan sosial
yang ditunaikan melalui zakat, infak dan shadaqah (Q.S. Al Hijr [15]: 20).

 Kelima, hifz al aql. Peraturan perundang-undangan hendaklah memuliakan


manusia sebagai makhluk Allah yang mulia yang memiliki akal sehat
dengan kemampuan berfikir yang baik dan benar, terbebas dari hedonisme
dan materialisme, jauh dari pragmatis serta menjunjung tinggi akhlak
mulia, sehingga segenap kehidupan manusia menjadi aman dan bahagia
(Qs. 17:70). Hal ini dapat terwujud manakala akal pikirannya positif, tidak
terkotori pengaruh narkotika dan obat-obat terlarang dan mampu
menyikapi semua hal secara dewasa.Berdasarkan kepada prinsip-prinsip
tersebut, maka produk peraturan perundangan hendaklah dapat:

1. melindungi semua golongan;

2. berkeadilan;

3. sesuai dengan agama/keyakinan/kepercayaan masyarakat yang disahkan


keberadaannya di Indonesia;

4. sesuai dengan nilai-nilai kepatutan dan budaya masyarakat yang tidak


bertentangan dengan agama;

5. selalu memiliki wawasan ke depan .

Penyerapan hukum Islam dalam hukum nasional adalah suatu


keniscayaan, karena sebagian besar masyarakat Indonesia beragama Islam
di mana ada bagian-bagian dari hukum Islam yang dapat terlaksana secara
paripurna memerlukan peranan dan dukungan negara. Oleh karena itu,
penyerapan hukum Islam dalam hukum nasional dapat diwujudkan sejalan
dengan semangat bhineka tunggal ika dalam bingkai Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Hal ini disebabkan karena hukum Islam adalah
semuanya membawa kemaslahatan bagi umat manusia dan alam semesta,
sehingga tidak akan terjadi diskriminasi terhadap warga negara yang
berbeda budaya maupun agama.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebagai penutup dapat kitas simpulkan bahwa dewasa ini iptek menempati posisi
yang amat penting dalam pembangunan nasional jangka panjang ke dua di
Indonesia ini. Penguasaan iptek bahkan dikaitkan dengan keberhasilan
pembangunan nasional. Namun, bangsa Indonesia juga menyadari bahwa
pengembangan iptek, di samping membawa dampak positif, juga dapat membawa
dampak negatif bagi nilai agama dan budaya yang sudah dimiliki oleh bangsa
Indonesia. Sebagai bangsa yang telah memilih untuk tidak menganut faham
sekuler, agama mempunyai kedudukan yang penting juga dalam masyarakat
Indonesia. Oleh karena itulah diharapkan agar pengembangan iptek di Indonesia
tidak akan bertabrakan dengan nilai-nilai agama dan budaya luhur bangsa.

Kendati pola hubungan yang diharapkan terjadi antara agama dan iptek secara
eksplisit adalal pola hubungan netral yang saling tidak mengganggu, secara
implisit diharapkan bahwa pengembangan iptek itu dijiwai, digerakkan, dan
dikendalikan oleh nilai-nilai agama. Ini merupakan tugas yang tidak mudah
karena, untuk itu, kita harus menguasai prinsip dan pola pikir keduanya (iptek dan
agama). Saat ini baru sebagian kecil saja ummat yang menguasai hal itu dan yang
sedikit itu masih belum sempat menulis buku teks yang memadukan kedua hal
(agama dan iptek) itu. Dari uraian di atas, ternyata kita baru pada langkah awal
dan masih jauh jalan yang harus kita tempuh.
Daftar pustaka

https://mcdens13.wordpress.com/2010/03/07/peran-islam-dalam-perkembangan-
ilmu-pengetahuan-teknologi/

https://mcdens13-wordpress-
com.cdn.ampproject.org/v/s/mcdens13.wordpress.com/2013/04/01/peranan-
agama-dalam-pembangunan-iptek-nasional-1

https://www.uin-malang.ac.id/r/131101/menuju-integrasi-ilmu-dan-agama.html

Anda mungkin juga menyukai