Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN TUGAS BESAR

PERANCANGAN INFRASTRUKTUR KEAIRAN


KASUS DAS CICALENGKA

Kelompok 10
Arya Wirtanu Fahreva 1706986946
Ayu Cahya Ningrum 1706986952
Carolina Kalmei Nando 1706986965
Christianto 1706986971
Daniel Martua 1706986984

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan karunia-Nya, Laporan Tugas Besar Perancangan Infrastruktur Keairan
Kasus DAS Cicalengka dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Laporan
tugas besar ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dari mata kuliah
Perancangan Infrastruktur Keairan. Selama mengerjakan laporan tugas besar ini,
penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Dr. Evi Anggraheni S.T., M.T., selaku dosen pengampu mata kuliah
Perancangan Infrastruktur Keairan

2. Bapak Toha Saleh S.T., M.Sc, selaku dosen pengampu mata kuliah Perancangan
Infrastruktur Keairan

3. Pranita Giardini, asisten tugas besar Perancangan Infrastruktur Keairan yang telah
memberi bantuan dan saran

4. Teman–teman Departemen Teknik Sipil 2017 selaku rekan diskusi

Penulis yakin bahwa laporan ini masih memiliki berbagai kekurangan baik
dari segi teknis penulisan maupun konten yang termuat dalam laporan ini. Dengan
demikian, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
berbagai pihak guna menyempurnakan laporan tugas besar ini. Akhir kata, kami
berharap laporan ini memberikan manfaat yang berguna bagi para pembacanya.

Depok, 29 Desember 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan wilayah yang dikelilingi dan
dibatasi oleh topografi dimana air yang jatuh di atasnya akan mengalir melalui
outlet dan akan berakhir di danau atau laut. Suatu DAS dapat terdiri dari beberapa
sub DAS, dan daerah sub DAS terbagi lagi menjadi sub-sub DAS (Ramdan,
2004:2). Daerah Aliran Sungai (DAS) berfungsi untuk menmpung, menyimpan
dan mengalirkan air yang berasal dari hujan hingga bermuara ke sungai. Air hujan
yang jatuh pada DAS sebagian akan terserap ke dalam tanah, dimana jumlah air
yang terserap maupun tidak terserap bergantung pada nilai koefisien aliran pada
daerah tersebut berdasarkan tata guna lahan. Untuk air yang tidak terserap akan
mengalir dari hulu ke hilir dan berakhir di danau, sungai, atau laut. DAS dapat
diklasifikasikan menjadi daerah hulu, tengah, dan hilir. DAS bagian hulu
dicirikan sebagai daerah konservasi atau dalam kata lain DAS bagian hulu
mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan DAS, sedangkan DAS
bagian hilir sebagai daerah pemanfaatan.
Akan tetapi dalam sebuah DAS, tentunya ada beberapa masalah yang dapat
terjadi baik disebabkan oleh intensitas hujan, karakteristik DAS, tata guna lahan,
dan dari bangunan infrastruktur keairan di DAS tersebut. Masalah tersebut
diantaranya banjir, defisit air, pengendapan lumpur pada waduk, serta proyek
tenaga air.
Dalam makalah ini, penulis meninjau DAS pada Kecamatan Cicalengka,
Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Terdapat tiga sungai yang mengalir
pada DAS ini yaitu Sungai Ci Palah, Sungai Ci Calung, dan Sungai Ci Lembu.
DAS yang dibuat penulis melewati Kaki Gunung Kareumbi dan beberapa wilayah
di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
Dari hasil analisis DAS, pengaruh tata guna lahan, hujan rencana, dan
banjir rencana, kelompok penulis dapat menentukan desain saluran dan gorong-
gorong yang sesuai untuk DAS tersebut. Selain itu kami juga membandingkan
kebutuhan air dengan ketersediaan air di DAS Cicalengka untuk digunakan
sebagai dasar perancangan dimensi waduk.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana karakteristik DAS Cicalengka?
2. Bagaimana pengaruh tata guna lahan pada DAS Cicalengka terhadap aliran
dan debit aliran di DAS tersebut?
3. Bagaimana desain saluran dan gorong-gorong yang tepat untuk menampung
debit air di DAS Cicalengka?
4. Bagaimana perbandingan ketersediaan air dengan kebutuhan air dalam DAS
Cicalengka?

1.3 Tuuan
1. Mengetahui karakteristik DAS Cicalengka.

2. Mengetahui pengaruh tata guna lahan terhadap aliran dan debit aliran pada
DAS Cicalengka.

3. Mengetahui dan menentukan desain saluran dan gorong-gorong yang tepat


untuk menampung debit air di DAS Cicalengka.

4. Mengetahui perbandingan ketersediaan air dengan kebutuhan air dalam DAS


Cicalengka.

5. Mengetahui dimensi waduk yang sesuai untuk DAS Cicalengka.

1.4 Manfaat
1. Untuk menambah pengetahuan penulis dan pembaca mengenai DAS
Cicalengka beserta karakteristik dan perencanaan infrastrukturnya.
2. Untuk memenuhi tugas besar Mata Kuliah Perancangan Infrastruktur Keairan.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Daerah Aliran Sungai


Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dibuat oleh kelompok kami berada di
Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. DAS tersebut
dialiri oleh tiga sungai, yaitu Sungai Sungai Ci Pelah, Sungai Ci Calung, dan Sungai
Ci Lembu. Sebelum membuat DAS, kami menentukan Point Of Origin (titik asal).
Point of Origin biasanya terletak sedikit di bawah pertemuan dua aliran. Pada kasus
DAS ini, Point of Origin terletak di Cihonje. Selanjutnya, dengan memperhatikan
kontur pada peta tersebut, penulis membuat breakpoint. Breakpoint merupakan titik
tertinggi pada daerah sekitar aliran sungai. Breakpoint yang sudah dibuat kemudian
dihubungkan sehingga terbentuk DAS. Dalam menghubungkan titik-titik breakpoint
perlu diperhatikan sungai dan anak sungai yang berada di sekitarnya agar tidak
memotong aliran sungai.

Gambar 1. Daerah Aliran Sungai

Sumber: Pengolahan Data Penulis (2019)

6
Dari DAS yang telah dibuat, untuk mengetahui luas DAS tersebut
penulis menggunakan bantuan aplikasi AutoCAD dan didapatkan luas DAS sebesar
10.07 km2. Untuk mengetahui besar kemiringan (slope) didapatkan dari pengurangan
titik tertinggi dengan titik terendah lalu dibagi dengan panjang alur sungai terpanjang.
Titik tertinggi pada DAS adalah 1622 mdpl dan titik terendah adalah 858 mdpl,
sedangkan panjang alur sungai terpanjang adalah 6.16 km. Dari persamaan tersebut
didapatkan besar slope sebesar 12%. Nilai slope yang tinggi terjadi karena DAS
melewati Kaki Gunung Kareumbi.

Tabel 1. Karakteristik DAS Cicalengka

Luas DAS (Km2) 10.07

Panjang alur terpanjang (Km) 6.16

Titik Tertinggi (m) 1622

Titik Terendah (m) 858

Kemiringan (%) 12
Sumber : Pengolahan Data Penulis (2019)

Dari DAS yang telah dibuat, kami membagi DAS Cicalengka menjadi 5 sub-
DAS untuk mempermudah perhitungan. Dalam pembagian Sub-DAS dicari kembali
point of interest pada setiap Sub-DAS. Point of interest merupakan penggabungan
dari 2 atau lebih sungai menjadi satu sungai. Pada Sub-DAS juga dilakukan
perhitungan yang sama untuk mengetahui karakteristik Sub-DAS tersebut, dan
didapatkan data sebagai berikut:

1. Sub-DAS 1
Sub-DAS pertama adalah wilayah yang tidak berwarna dan merupakan Sub-DAS
terluas dibandingkan Sub-DAS lainnya.

7
1

Gambar 2. Sub-DAS 1

Sumber : Pengolahan Penulis (2019)

Berikut merupakan profil dan data-data dari Sub-DAS 1:

Tabel 2. Karakteristik Sub-DAS 1

Luas Sub-DAS 1 (Km2) 4.98

Panjang alur terpanjang (Km) 4.47

Titik Tertinggi (m) 1268

Titik Terendah (m) 858

Kemiringan (%) 9.17


Sumber : Pengolahan Penulis (2019)

2. Sub-DAS 2

Sub-DAS kedua adalah wilayah yang berwarna kuning dan berikut profil dari Sub-
DAS kedua:

8
2

Gambar 3. Sub-DAS 2

Sumber : Pengolahan Penulis (2019)

Tabel 3. Karakteristik Sub-DAS 2

Luas Sub-DAS 2 (Km2) 1.24

Panjang alur terpanjang (Km) 3.2

Titik Tertinggi (m) 1400

Titik Terendah (m) 892

Kemiringan (%) 15.88


Sumber : Pengolahan Penulis (2019)

3. Sub-DAS 3

Sub-DAS ketiga adalah wilayah yang berwarna magenta dan berikut profil dari Sub-
DAS ketiga:

9
3

Gambar 4. Sub-DAS 3

Sumber : Pengolahan Penulis (2019)

Tabel 4. Karakteristik Sub-DAS 3

Luas Sub-DAS 3 (Km2) 1.86

Panjang alur terpanjang (Km) 2.71

Titik Tertinggi (m) 1400

Titik Terendah (m) 892

Kemiringan (%) 18.77


Sumber : Pengolahan Penulis (2019)

4. Sub-DAS 4

Sub-DAS keempat adalah wilayah yang berwarna hijau dan berikut profil dari Sub-
DAS keempat:

10
4

Gambar 5. Sub-DAS 4

Sumber : Pengolahan Penulis (2019)

Tabel 5. Karakteristik Sub-DAS 4

Luas Sub-DAS 4 (Km42) 0.66

Panjang alur terpanjang (Km) 0.89

Titik Tertinggi (m) 1100

Titik Terendah (m) 989

Kemiringan (%) 12.47


Sumber : Pengolahan Penulis (2019)

5. Sub-DAS 5

Sub-DAS kelima adalah wilayah yang berwarna merah dan berikut profil dari Sub-
DAS kelima:

11
5

Gambar 6. Sub-DAS 5

Sumber : Pengolahan Penulis (2019)

Tabel 6. Karakteristik Sub-DAS 5

Luas Sub-DAS 5 (Km2) 1.33

Panjang alur terpanjang (Km) 2.15

Titik Tertinggi (m) 1500

Titik Terendah (m) 1150

Kemiringan (%) 16.27


Sumber : Pengolahan Penulis (2019)

2.2 Tata Guna Lahan


Tata guna lahan pada DAS Cicalengka terdiri dari hutan seluas 2.95 km 2 yang
mayoritas berada di sekitar Gunung Kareumbi, kebun seluas 0.63 km 2, ladang seluas
4.12 km2, sawah seluas 1.16 km2, dan perumahan seluas 1.19 km2. Berdasarkan data
tersebut, DAS cicalengka lebih didominasi oleh hutan dan ladang.

Tata guna lahan berdasarkan Sub-DAS sebagai berikut:

12
1. Sub-DAS 1
Pada Sub-DAS pertama terdiri dari tata guna lahan hutan sebesar 0.35 km2, kebun
seluas 0.63 km2, ladang seluas 1.98 km2, sawah
1 seluas 1.1 km2, dan perumahan seluas 0.89
km2. Luas Sub-DAS pertama menutupi 49.45%
dari luas total DAS.

2. Sub-DAS 2

Pada Sub-DAS kedua terdiri dari tata guna lahan hutan sebesar 0.51 km2, ladang
seluas 0.55 km2, sawah seluas 0.04 km2, dan
perumahan seluas 0.13 km2. Luas Sub-DAS kedua
22
2 menutupi 12.31% dari luas total DAS.

3. Sub-DAS 3
Pada Sub-DAS ketiga terdiri dari tata guna lahan hutan sebesar 0.93 km2, ladang
seluas 0.8 km2, dan perumahan seluas 0.13 km2. Luas Sub-DAS kedua menutupi
18.47% dari luas total DAS.
3

4. Sub-DAS 4

13
Pada Sub-DAS keempat terdiri dari tata guna lahan hutan sebesar 0.06 km2,
ladang seluas 0.56 km2, dan perumahan
seluas 0.04 km2. Luas Sub-DAS kedua
menutupi 6.55% dari luas total DAS.
4

5. Sub-DAS 5

Pada Sub-DAS kelima terdiri dari tata guna lahan hutan sebesar 1.1 km2, dan
ladang seluas 0.23 km2. Luas Sub-DAS
kedua menutupi 13.22% dari luas total
DAS.

Berdasarkan data di atas, dapat


diketahui bahwa DAS Cicalengka terdiri dari
29.32% hutan, 6.29% kebun, 40.93% ladang, 11.57% sawah, dan 11.89% perumahan.
Dari data tersebut, maka DAS mayoritas terdiri dari hutan dan ladang.

2.3 Hujan Rencana


Hujan rencana adalah besarnya curah hujan yang direncanakan akan terjadi
pada waktu tertentu. Metode yang digunakan untuk perhitungan hujan rencana pada
tugas besar ini adalah Metode Gumbel, dan metode yang digunakan untuk
menghitung luas pengaruh dari masing-masing staisun hujan terhadap DAS adalah
metode poligon Thiessen.

Dalam perhitungan hujan recana, kami membutuhkan data curah hujan


maksimum dari stasiun hujan terdekat dengan DAS Cicalengka. Terdapat 3 stasiun
hujan terdekat dengan DAS Cicalengka yang sekiranya akan mempengaruhi DAS
kami, yaitu Stasiun Tanjungsari, Stasiun Damaraja, dan Stasiun Jatiroke. Ketiga

14
stasiun tersebut berada pada Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Untuk menentukan
lokasi stasiun dilihat berdasarkan letak astronomi stasiun, yaitu Lintang Selatan dan
Bujur Timur. Dari ketiga stasiun dibuat polygon Thiessen untuk mengetahui pengaruh
masing-masing stasiun. Berdasarkan poligon yang telah dibuat, hanya dua stasiun
yang mempengaruhi DAS Cicalengka yaitu Stasiun Tanjungsari dan Stasiun
Damaraja.

Gambar7. Poligon Thiessen

Sumber: Pengolahan Penulis (2019)

Berdasarkan poligon Thiessen yang telah dibuat, penulis menghitung


luas daerah akibat masing-masing stasiun. Dari polygon Thiessen yang telah
dibuat, ternyata hanya dua staiun yang mempengaruhi DAS, yaitu Stasiun
Damaraja dan Staiun Tanjungsari. Karena terdapat dua stasiun yang
mempengaruhi DAS, penulis tidak memperlukan faktor reduksi. Stasiun yang
berpengaruh paling besar pada DAS Cicalengka adalah Stasiun Damaraja,
yaitu sebesar 8.95 km2 atau 88.9%, sedangkan luas daerah yang terpengaruhi
oleh stasiun Tanjungsari adalah 1.11 km2 atau 11.1%. Dari luas pengaruh
tersebut, dapat dihitung hujan rencana 25 tahunan.

15
Tabel 7. Data Hujan Harian Maksimum Tahunan (mm) Stasiun Damaraja

No Tahun Hujan Harian Maksimum (mm)

1 2002 93.3
2 2003 80
3 2004 80.4
4 2005 75
5 2006 77
6 2007 115.5
7 2008 81
8 2009 75
9 2010 145
10 2011 119
11 2012 65
12 2013 103.09
Sumber: Dinas PU Pengairan

Tabel 8. Data Hujan Harian Maksimum Tahunan (mm) Stasiun Tanjungsari

No Tahun Hujan Harian Maksimum (mm)


1 2002 82.99
2 2003 80
3 2004 85
4 2005 83
5 2006 70
6 2007 125
7 2008 78
8 2009 68
9 2010 148

16
10 2011 78
11 2012 78
12 2013 94
Sumber: Dinas PU Pengairan

Dari data hujan maksimum tahunan, penulis mengolah data tersebut


untuk mengetahui hujan rencana 25 tahunan dengan metode Gumbel.
X Tr = X́ + K Tr x S x [ mm ]
n
1
X́ = ∑ X [ mm ]
n i=1 i

Y Tr −Y n
K Tr = [ mm ]
Sn

Sx=
√ ∑ ( X ¿ ¿ i− X́ )2
i=1
n−1
¿

Tabel 9. Hujan Rencana 25 Tahunan

STASIUN Damaraja Tanjungsari

n 12 12

Xrerata (mm) 92.44 89.17


Sx (mm) 23.63 23.62
Tr (tahunan) 25 25

17
Ytr 3.1985 3.1985

Yn 0.5035 0.5035

Sn 0.9833 0.9833

KTr (mm) 2.74 2.74

R25 (mm) 157.22 153.90

Luas Pengaruh (%) 89 11

R25 DAS (mm) 156.68

Sumber: Pengolahan Penulis (2019)

2.4 Intensitas Hujan


Intensitas hujan menyatakan banyaknya hujan yang turun pada tiap satuan
waktu. Intensitas hujan dihitung menggunakan metode Monobe, dengan persamaan
sebagai berikut:

Keterangan:

R24 = hujan harian (mm)

t = durasi hujan (jam)

It = Intensitas hujan dalam durasi t (mm/jam)

Tabel 10. Intensitas Hujan

Sumber: Pengolahan Penulis (2019)

18
Lengkung IDF

Intensitas Hujan, I (mm/jam)


300.00
250.00
200.00
150.00
100.00
50.00
0.00
0 10 20 30 40 50 60 70
Durasi, T (menit)

Grafik 1. Intensitas Durasi Frekuensi

Sumber: Pengolahan Penulis (2019)

Selanjutnya penulis menghitung durasi lamanya hujan (Tc) untuk


mendapatkan intensitas hujan rencana. Tc dihitung dengan persamaan berikut:

Dengan L sebagai alur sungai terpanjang dalam satuan feet, dan S adalah kemiringan.
Berikut perhitungan Tc untuk DAS penulis:

Tc = 0.0078 x (20277.56)0.77 x (0.12)-0.385

= 36.56 menit = 0.61 jam

Dari Tc yang telah didapat, intensitas hujan rencana (I t) dapat dihitung dengan
menggunakan rumus Monobe kembali. Berikut perhitungan It untuk DAS penulis:

156.68 24 23
It = ( 24

0.61
=75.57 mm / jam )( )
Intensitas hujan rencana di atas mewakili setiap sub-DAS, dikarenakan perhitungan
R menggunakan tinggi hujan rencana untuk keseluruhan DAS yang dibuat penulis.
24

19
2.5 Banjir Rencana
Perhitungan debit banjir rencana pada tugas besar ini menggunakan Metode
Rasional dengan persamaan:

Q=CxIxA

Keterangan :

Q = Debit Rencana (m3/s)

C = Koefisien Aliran Terbobot

I = Intensitas Hujan (m/s)

A = Luas (m2)

Tabel 11. Perhitungan Debit Rencana

Luasan C I (m/s) A (m2) Q (m3/s)


DAS 0.56 10070000 118.93
Sub-Das1 0.63 4980000 66.35
Sub-Das2 0.52 1240000 13.66
2.09x10-5
Sub-Das3 0.49 1860000 19.24
Sub-Das4 0.5 660000 6.95
Sub-Das5 0.46 1330000 12.71
Sumber: Pengolahan Penulis (2019)

2.6 Hydrograph
Hydrograph adalah diagram yang menggambarkan variasi debit atau
permukaan air menurut waktu. RRSIM digunakan untuk menganalisis dampak
karakteristik DAS dan hujan terhadap karakteristik aliran. RRSIM mensimulasikan
debit yang terjadi pada outlet jika terjadi berbagai macam hujan. Dalam
memodelisasinya, penulis membuat DAS yang sesuai (eksisting), hutan, kebun,
sawah, dan aspal yang bertujuan untuk membandingkan besar debit satu sama lain.
Pertama-tama, kami menyederhanakan DAS menjadi kotak-kotak pixel dimana outlet
berada di sisi kanan dan air mengalir dari kiri ke kanan. Jenis hujan yang dibuat

20
penulis adalah hujan satu satuan selama 1 waktu, hujan satu satuan selama 5 satuan
waktu, dan hujan menerus. Hasil dari simulasi, disajikan dalam bentuk hidrograf.

a. DAS Eksisting

Gambar8. DAS Eksisting

Sumber: Pengolahan Penulis (2019)

DAS Eksisting Saat Hujan Pada Satu Satuan Waktu

Gambar9. Hidrograf DAS Eksisting 1 DT

21
Sumber: Pengolahan Penulis (2019)

DAS Eksisting Saat Hujan 5 Kali Pada Satu Satuan Waktu

Gambar10.
Hidrograf DAS Eksisting 5 DT

Sumber: Pengolahan Penulis (2019)

22
DAS Eksisting Saat Hujan Menerus

Gambar11. Hidrograf DAS Eksisting Hujan Menerus

Sumber: Pengolahan Penulis (2019)

b. DAS Hutan Semua

Gambar12. DAS Hutan Semua

Sumber: Pengolahan Penulis (2019)

23
DAS Hutan Semua Saat Hujan Pada Satu Satuan Waktu

Gambar13. Hidrograf DAS Hutan Satu Satuan Waktu

Sumber: Pengolahan Penulis (2019)

DAS Hutan Semua Saat Hujan 5 Kali Pada Satuan Waktu

Gambar14. Hidrograf DAS Hutan 5DT

Sumber: Pengolahan Penulis (2019)

24
Gambar15. Hidrograf DAS Hutan Hujan Menerus

Sumber: Pengolahan Penulis (2019)

c. DAS Kebun Semua

Gambar16. DAS Kebun Semua

Sumber: Pengolahan Penulis (2019)

25
DAS Kebun Semua Saat Hujan Pada Satu Satuan Waktu

Gambar17. Hidrograf DAS Kebun Satu Satuan Waktu

Sumber: Pengolahan Penulis (2019)

DAS Kebun Semua Saat Hujan 5 Kali Pada Satuan Waktu

Gambar18. Hidrograf DAS Kebun 5DT

Sumber: Pengolahan Penulis (2019)

26
Gambar19. Hidrograf DAS Kebun Hujan Menerus

Sumber: Pengolahan Penulis (2019)

d. DAS Sawah Semua

Gambar20. DAS Sawah Semua

Sumber: Pengolahan Penulis (2019)

27
DAS Sawah Semua Saat Hujan Pada Satu Satuan Waktu

Gambar21. Hidrograf DAS Sawah 1 DT

Sumber: Pengolahan Penulis (2019)

DAS Sawah Semua Saat Hujan 5 Kali Pada Satuan Waktu

Gambar22. Hidrograf DAS Sawah 5DT

Sumber: Pengolahan Penulis (2019)

28
Gambar23. Hidrograf DAS Sawah Hujan Menerus

Sumber: Pengolahan Penulis (2019)

e. DAS Pemukiman Semua

Gambar24. DAS Pemukiman Semua

Sumber: Pengolahan Penulis (2019)

29
DAS Pemukiman Semua Saat Hujan Pada Satu Satuan Waktu

Gambar25. Hidrograf DAS Pemukiman 1 DT

Sumber: Pengolahan Penulis (2019)

DAS Pemukiman Semua Saat Hujan 5 Kali Pada Satuan Waktu

Gambar26. Hidrograf DAS Pemukiman 5DT

Sumber: Pengolahan Penulis (2019)

30
Gambar27. Hidrograf DAS Pemukiman Hujan Menerus

Sumber: Pengolahan Penulis (2019)

Berdasarkan hasil simulasi RRSIM, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada


kondisi DAS yang diasumsikan pemukiman seluruhnya memiliki debit aliran
terbesar. Hal ini disebabkan nilai koefisien tata guna pemukiman paling besar
dibandingkan tata guna lahan yang lain. Pada kondisi yang seluruhnya hutan,
koefisien tata guna lahan lebih kecil karena hujan mampu diserap tanah dan akar-akar
pohon di hutan sehingga tidak semuanya air mengalir ke sungai. Kondisi DAS
eksisting penulis, didominasi oleh hutan dan kebun, sehingga debit yang mengalir di
outlet kecil karena air banyak diserap oleh tanah dan akar pohon.

2.7 Desain Saluran


Di dalam praktek biasa dijumpai perlunya perencanaan saluran baik untuk
irigasi maupun drainase. Sehubungan dengan keperluan tersebut, perencanaan
saluran terbuka merupakan perencanaan penampang saluran yang mampu
mengalirkan debit dari satu lokasi ke lokasi yang lain dengan lancar, aman dan biaya
yang ekonomis. Saluran terbuka adalah saluran dimana air mengalir dengan muka
air bebas. Suatu penampang saluran terbuka dikatakan sebapai penampang hidrolik
terbaik atau paling efisien apabila keliling basah (P) mempunyai harga minimum.
Bentuk geometrik saluran yang dipilih penulis adalah trapesium. Hal ini dikarenakan
DAS yang dibuat penulis bukan daerah perkotaan dan masih cukup tersedia lahan,
sehingga lebih ekonomis jika dibandingkan dengan penampang persegi empat
karena tebingnya yang tegak (vertikal). Dinding vertikal memerlukan kontruksi yang

31
lebih mahal daripada dinding yang mengikuti garis-garis kemiringan lereng alam
tanah dimana saluran ditempatkan. Dalam mendesign penulis menggunakan
rumusan dimensi optimum untuk mendapatkan kapasitas debit maximum dengan
ukuran seefisien mungkin.

2.8 Desain Gorong-Gorong


Kelompok kami memilih desain gorong-gorong dengan jenis groove end with
headwall. Terdapat 3 alternatif untuk jumlah barrel gorong-gorong yang akan
digunakan yaitu 1 barrel, 2 barrel, dan 3 barrel. Dengan alternatif tersebut, jumlah
debit yang terdapat juga berbeda-beda. Kami mencoba perhitungan tersebut pada
kelima subdas dengan metode trial and error agar jagaan yang terbentuk memenuhi
syarat yang ada.

32
Gambar . Contoh Potongan Memanjang Gorong-gorong

Gambar . Contoh Sketsa Potongan Melintang Gorong-gorong 1 barrel

33
Gambar . Diagram untuk memperoleh Diameter Gorong-gorong.

CONTOH PERHITUNGAN DIAMETER GORONG-GORONG


Alternatif 1
Q total Subdas : 66.35 m 3 /s
Pembagian Q (3 barrel)
• Q total / 3 = 22.12 m 3 /s

• H saluran : 2.92 m

Kedalaman Air

34
• Y = 2.19 m

Jagaan
• H – Y = 0.73 m

• Q/2 saluran : 10.95 m 3 /s : 390.48 cfs

Diameter : 90 ft : 2.28 m (Diperoleh dari fig. 8-8 FHWA. 288-D-2009)


HW/D : 1
Head Water : 2.28 m
Hsaluran- HW : 0.64
Lebar Saluran
• Diameter x 2 : 4.57 m

• Cek hasil = OKAY

Tabel . Perhitungan gorong-gorong untuk semua subdas

35
Hw
Q tot Q Q/2 Diameter Diameter Hsalur
Subdas H saluran Y (m) Jagaan HW/D Q/2 (cfs) gorong"
(m^3/s) (m^3/s) (m^3/s) (inch) (m) -Hw
(m)

22.12   1 11.06 390.48 90 2.28 2.28 0.64

1 66.35 22.12 2.92 2.19 0.73 1 11.06 390.48 90 2.28 2.28 0.64

22.12   1 11.06 390.48 90 2.28 2.28 0.64

6.83 1 3.42 120.60 55 1.39 1.39 0.05


2 13.66 1.45 1.09 0.36
6.83 1 3.42 120.60 55 1.39 1.39 0.05

9.62 0.85 4.82 169.91 72 1.82 1.55 -0.21


3 19.25 1.35 1.01 0.34

9.62 0.85 4.82 169.91 72 1.82 1.55 -0.21

4 6.95 6.95 1.19 0.89 0.30 0.5 3.48 121.86 83 2.11 1.05 0.13

5 12.71 12.71 1.41 1.06 0.35 0.6 6.35 224.45 98 2.48 1.49 -0.08

2.8 Hujan Andalan

Stasiun Damaraja

Tabel. Data hujan tahunan stasiun Damaraja

36
Melalui data hujan stasiun damaraja, dilakukan ranking hujan tahunan dari
besar ke kecil. Kemudian diambillah 3 ranking terdekat dengan probabilitas 80 %. R-
rerata diperoleh dengan cara mencari nilai curah hujan dari ketiga tahun tersebut
disetiap bulan. R-andalan merupakan selisih terkecil antara nilai curah hujan dengan
R-rerata. R-terpengaruh diperoleh dengan cara mengalikan hujan andalan dengan
persentase luas yang terpengaruh yang diperoleh melalui polygon thiessen, yaitu 88.9
persen untuk stasiun Damaraja. Berikut merupakan pengolahan hujan andalan stasiun
Damaraja:

37
II.6.2 Hujan Andalan Stasiun Tanjungsari

Tabel. Data hujan tahunan stasiun Tanjungsari

Melalui data hujan stasiun Tanjungsari, dilakukan ranking hujan tahunan dari
besar ke kecil. Kemudian diambillah 3 ranking terdekat dengan probabilitas 80 %. R-
rerata diperoleh dengan cara mencari nilai curah hujan dari ketiga tahun tersebut
disetiap bulan, R-andalan merupakan selisih terkecil antara nilai curah hujan dengan
R-rerata, dan R-terpengaruh diperoleh dengan cara mengalikan hujan andalan dengan
persentase luas yang terpengaruh yang diperoleh melalui polygon thiessen, yaitu 11.1
persen untuk stasiun Tanjungsari. Berikut merupakan pengolahan hujan andalan
stasiun Tanjungsari:
Tabel. Pengolahan hujan andalan stasiun Tanjungsari

II.6.3 Hujan Andalan Gabungan


Hujan andalan gabungan merupakan gabungan antara R-terpengaruh stasiun
hujan Damaraja dengan stasiun hujan Tanjungsari. Berikut merupakan hasil
gabungan dari keduanya:
Tabel. Pengolahan hujan andalan gabungan untuk satu Daerah Aliran Sungai (DAS)

II.7 Ketersediaan Air


Ketersediaan air pada DAS Cicalengka dapat diperoleh dengan rumus

38
Q=C × I × A
Dimana Q adalah debit ketersediaan air, I adalah Intensitas Hujan, dan A
adalah luas yang Das yang terpengaruh.
Tabel. Data pokok DAS Cicalengka

Tabel . Ketersediaan Air untuk DAS Cicalengka

39
Tabel . Kategori kebutuhan air manusia

40
II.8 Neraca Air
Neraca air merupakan perbandingan antara ketersediaan air dengan kebutuhan
air. Sebelum menghitung Neraca air, terlebih dahulu dilakukan estimasi kebutuhan air
pada DAS Cicalengka. Data kebutuhan air diperoleh melalui Kriteria perencanaan
Ditjen Cipta Karya. Kebutuhan air yang diperoleh adalah kebutuhan air domestik dan
kebutuhan air untuk keperluan irigasi. Nilai dari kebutuhan air domestik dan
kebutuhan air irigasi kemudian djumlahkan untuk memperoleh kebutuhan air total.
Neraca air kemudian dibuat dengan cara mengurangi ketersediaan air kumulatif
dengan kebutuhan air kumulatif. Nilai negatif berarti terjadi defisit atau kekurangan
air sedangkan nilai positif berarti terdapat surplus atau kelebihan air.
Tabel . Neraca Air DAS Cicalengka

41
Melalui neraca air yang telah dibuat, diketahui bahwa DAS cicalengka tidak
mengalami kekurangan air sama sekali dalam setahun. Nilai neraca air selalu surplus
dengan puncak pada bulan Desember dimana selisih nilai neraca air mencapai
3.323.974,93 m3. Nilai neraca air dapat diilustrasikan seperti gambar dibawah ini.

Gambar . Grafik Neraca Air DAS Cicalengka

42
II.9 Desain Waduk

Gambar . Diagram Ketersediaan dan Kebutuhan air DAS Cicalengka


Tabel . Desain Waduk untuk DAS Cicalengka

43
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan

44
DAFTAR PUSTAKA

45
46
47
48

Anda mungkin juga menyukai