Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Rumah sakit adalah suatu lembaga yang merupakan bagian dari sistem pelayanan
kesehatan yang menjalankan rawat inap, rawat jalan dan rehabilitasi berikut segala penunjangnya
serta mempunyai fungsi utama adalah memberikan pelayanan medis kepada pasien, baik melalui
pendekatan kuratif, rehabilitatif, promotif, maupun preventif yang bersifat umum maupun
spesialistik. Terkait erat dengan fungsi tersebut adalah masalah etika rumah sakit dan etika
profesi yang sangat penting peranannya dalam upaya memberikan pelayanan yang bermutu dan
sesuai etika.
Manajemen rumah sakit saat ini menyadari adanya berbagai masalah dalam hubungan
petugas rumah sakit, terutama antara dokter dengan pasien dan keluarganya telah makin banyak
dan dirasakan sebagai suatu hal yang harus dapat ditangani dengan baik dan benar demi
memuaskan semua pihak yang terkait.
Ketenagaan di bidang pelayanan kesehatan merupakan salah satu aset penting dalam
menjalankan roda organisasi sebuah rumah sakit. Penanganan keluhan pasien atau keluarganya
yang berkaitan dengan etika adalah suatu hal yang mendasar dan memerlukan penanganan
masalah etik yang terstruktur.
Oleh karena itu, perilaku dokter, perawat dan petugas lainnya perlu tetap menjaga dan
mempertahankan etika, baik etika perumahsakitan pada umumnya maupun etika profesi pada
khususnya. Dengan demikian diharapkan semua petugas memahami etika yang ada dan apabila
terjadi permasalahan-permasalahan di rumah sakit dapat diselesaikan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
Era globalisasi saat ini rumah sakit sebagai salah satu sarana kegiatan pelayanan kesehatan
akan semakin dituntut kualitasnya dalam memberikan pelayanan dengan pendekatan manusiawi
kepada pelanggan. Oleh karenanya selain dapat memberikan pelayanan kesehatan terhadap
pasien maka juga diharapkan dapat menjamin keselamatan pengunjung dan masyarakat sekitar
maupun petugas rumah sakit sendiri.
Fungsi utama rumah sakit adalah memberikan pelayanan medis kepada pasien, baik
melalui pendekatan kuratif, rehabilitatif, promotif, maupun preventif yang bersifat umum
maupun spesialistik. Terkait erat dengan fungsi tersebut adalah masalah etika rumah sakit dan
etika profesi yang sangat penting peranannya dalam upaya memberikan pelayanan yang bermutu
dan sesuai etika.

1
B. TUJUAN PEDOMAN
1. Tujuaan Umum
Meningkatkan mutu etik karyawan Di Rumah Sakit Semen Gresik
2. Tujuaan Khusus
 Meningkatakan etika staf medis dalam melaksanakana asuhan klinis
 Meningkatkan mutu dan etika staf keperawatan dan kebidanan dalam memberikan
asuhan keperawatan
 Meningkatkan Mutu dabn etika staf professional lainya dalam memberikan pelayanan

C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup pelaksanaan etika dan hukum rumah sakit adalah :
1. Pokok etika yang berhubungan dengan data pasien / rekam medis.
2. Pokok-pokok etika perawatan di rumah sakit.
3. Pokok-pokok etika dalam pelayanan laboratorium klinik.
4. Pokok - pokok etika dalam pelayanan di bidang reproduksi manusia.
5. Pokok – pokok etika dalam pelayanan anesthesia, perawatan intensif dan euthanasia.

D. Batasan Operasional
1. Pedoman Umum
Adalah pedoman-pedoman fasilitas dan standar yang berlaku untuk keberadaan fasilitas
dan standar di seluruh kegiatan/wilayah gugus tugas di Rumah Sakit Semen Gresik.
2. Pedoman Khusus
Adalah pedoman-pedoman selain pedoman umum dan berlaku untuk keberadaan faslitas
dan standar ditempat tertentu yang mempunyai kekhususan, sesuai kebutuhan yang harus
ada/pemenuhan standar.
3. Fasilitas
Adalah prasarana dan sarana yang berada di tempat kerja guna berlangsung suatu usaha.
4. Prasarana
Adalah gedung/bangunan fisik tempat kerja yang terdiri dari semua ruang, baik terbuka
maupun tertutup dimana dilakukan usaha, dan jika usaha tersebut dilakukan dalam ruang-
ruang tersendiri, tetapi saling berhubungan, maka ruangan yang tersendiri ini dianggap
sebagai satu keseluruhan yang tidak terpisah-pisah.

2
5. Sarana
Adalah peralatan yang digunakan untuk membantu, dan mempermudah pelaksanaan
usaha ditempat kerja.
6. Standar
Adalah nilai yang bersifat mengikat dan berfungsi sebagai acuan atau pedoman.

E. LANDASAN HUKUM
Saat ini dapat dikatakan hampir tidak ada bidang kehidupan masyarakat yang tidak
tersentuh oleh hukum, demikian juga halnya dengan rumah sakit. Hal ini diakibatkan oleh
masyarakat yang sudah tahu hak dan kewajibannya, pertambahan penduduk yang pesat,
perkembangan iptek di bidang kesehatan dan masuknya kebudayaan asing yang memberikan
dampak terhadap norma dan pandangan hidup.
Atas pertimbangan itu, pengelolaan rumah sakit tidak lagi didasarkan pada norma-norma
etis dan moral, tetapi juga harus berpedoman pada peraturan yang lebih pasti, yaitu Hukum
Rumah Sakit (Hospital Law). Masalah etika dihadapi oleh semua pihak yang ada di rumah sakit.
Komite Etika Rumah Sakit (KERS) berusaha menyelesaikan masalah etika yang terjadi di dalam
rumah sakit.
Komite Etika Rumah Sakit (KERS) sendiri akan segera menyadari kenyataan bahwa
masalah-masalah etika dalam tata kerja adalah masalah pertama yang harus diselesaikan.
Beberapa masalah yang segera tampak di atas permukaan adalah sebagai berikut.
1. Pada pasien dalam stadium terminal penyakit yang dideritanya, masalah etika tentang
eutanasia segera timbul.
2. Beban etis yang ada pada pihak-pihak lain tidak seluruhnya dapat dialihkan kepada Komite
Etika Rumah Sakit (KERS). Persoalan yang akan timbul adalah beban etis yang mana yang
harus diteruskan kepada Komite Etika Rumah Sakit (KERS) dan beban etis yang mana yang
dapat diselesaikan secara individu, seperti ketika belum ada Komite Etika Rumah Sakit
(KERS).
3. Keputusan yang diambil terhadap masalah seorang pasien tertentu harus tetap dilakukan
dengan menghargai prinsip konfidensialitas.
Komite Etika Rumah Sakit (KERS) harus peka terhadap kenyataan bahwa usaha-usahanya
dimaksudkan untuk meringankan beban (dan bukan menambah beban) pihak-pihak lain, yaitu
pasien, dokter, perawat, dan pengelola rumah sakit, dalam menyelesaikan masalah-masalah
etika. Komite Etika Rumah Sakit (KERS) harus menyadari bahwa segala informasi yang didapat
dari pasien dan tentang pasien (dari rekam medis) merupakan priviledge information.

3
Adapun undang-undang yang melandasi aturan atau ketentuan etika rumah sakit adalah
sebagai berikut :
1. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
2. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan;
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 159b/Menkes/Per/II/1988 tentang Rumah Sakit;
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 269/Menkes/PER/III/2008 tentang Rekam Medis;
8. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 572/Per/Menkes/VI/1996 tentang wewenang dan
perlindungan bagi perawat dan bidan
9. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 434/Menkes/SK/X/1983 tentang berlakunya Kode
Etik Kedokteran Indonesia bagi Para Dokter di Indonesia;
10. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 924/Menkes/SK/XII/1986 tentang berlakunya
kode etik rumah sakit Indonesia bagi rumah sakit di seluruh Indonesia;
11. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 647/Menkes/SL/IV/2000 tentang Registrasi dan
Praktik Keperawatan
12. Surat Edaran Direktorat Jenderal No YM.02.04.3.5.2504 Tahun 1997 tentang Pedoman Hak
dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit.
13. Surat Edaran Direktorat Jenderal No.YM.00.03.2.6.956 tahun 1997 tentang Hak
dan Kewajiban Perawat dan Bidan

4
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia

Nama Jabatan Kualifikasi Jumlah Tenaga Keterangan


Kebutuhan yang ada
Formal Nonformal
Ketua Komite S1 Pelatihan Etika 1 1 Cukup
Rumah Sakit
Wakil Ketua S1 Pelatihan Etika 1 1 Cukup
Rumah Sakit
Sekretaris S1 Pelatihan Etika 1 1 Cukup
Rumah Sakit
Anggauta D3 Pelatihan 1 5 Cukup
profesional
yang lain

B. Distribusi Ketenagaan
Sumber daya manusia yang ada di Komite etik dan hukum kompeten, handal dan mempunyai
kemampuan sesuai dengan kebutuhan pelayanan yang ada, sehingga dapat memberikan
pelayanan yang profesional, optimal, efektif dan efesien.
Atas dasar tersebut di atas, maka perlu kiranya menyediakan, mempersiapkan dan
mendayagunakan sumber-sumber yang ada. Dalam hal ini yang perlu dilakukan adalah
meningkatkan keterampilan dan kemampuan untuk tenaga yang sudah ada.

BAB III
STANDAR FASILITAS

5
Komite Etika sebagai kepanitiaan khusus yang mempunyai tugas membina dan mengawasi
pelaksanaan etika dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit serta pencatatan dan pelaporan
penanganan masalah etika yang terjadi, dengan fasilitas dan peralatan sebagai berikut :
a. Ruang kerja yang lengkap dan representative;
b. Alat tulis kantor;
c. Formulir-formulir pelaksanaan kegiatan rumah sakit;
d. Buku Pedoman Administrasi dan Manajemen dan prosedur kerja Komite Etika
Rumah Sakit;
e. Buku Etika Rumah Sakit;.
f. Informasi tentang upaya-upaya kegiatan Komite Etika Rumah Sakit dalam upaya
menegakkan etika rumah sakit;
g. Informasi atau kepustakaan tentang etika rumah sakit;
h. Buku pedoman pengembangan mutu sumber daya terkait bidang etika rumah sakit.

BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

6
1. Tata laksana Penyelesaian Masalah Etika di Rumah Sakit
Pengendalian keprofesian merupakan pengaturan ke dalam profesi sehingga hal itu
merupakan tanggung jawab seluruh anggota profesi.
Kelompok profesi harus menetapkan, melaksanakan dan menilai mekanisme pengendalian etika
secara menyeluruh.
Untuk keperluan itu, perlu dibentuk suatu wadah yang menangani masalah pelanggaran
etika. Istilah melanggar etika profesi dipergunakan untuk kelakuan yang tidak sesuai dengan
mutu professional yang tinggi, kebiasaan, cara-cara atau kebijaksanaan seperti yang lazim
dipergunakan. Melanggar etika profesi termasuk melanggar prinsip-prinsip moral.

2. Beberapa Masalah Etika Yang Berhubungan Pelayanan di Rumah Sakit


A. POKOK-POKOK ETIKA YANG BERHUBUNGAN DENGAN DATA
PASIEN/REKAM MEDIS
Masalah- masalah data pasien/rekam medis di rumah sakit
1. Kepemilikan Data Pasien/Rekam Medis di suatu Rumah Sakit
Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 269/Menkes/PER/III/2008 tentang
Rekam Medis /Medical Record, data pasien yang berbentuk rekam medis adalah berkas
yang berisikan catatan dan dokumen tentang identititas pasien, pemeriksaan, pengobatan,
tindakan dan pelayanan lain kepada pasien, pada sarana pelayanan kesehatan.
Fisik data pasien yang berbentuk rekam medis sebagaimana yang diuraikan diatas adalah
milik sarana pelayanan kesehatan dalam hal ini rumah sakit, sedangkan isi dari data
rekam medis adalah milik pasien.  
2. Kebenaran Data
Data rekam medis merupakan alat informasi dan komunikasi seorang pasien, baik
terhadap dokter yang merawatnya, perawat yang membantu merawatnya, pegawai tata
usaha rumah sakit, pihak kepolisisan, pihak peradilan, maupun terhadap pihak keluarga si
pasien itu sendiri.
Karena pemberi andil pembuatan rekam medis ini adalah seluruh petugas rumah sakit
yang ada kaitanya dengan penyakit si pasien, maka kadang-kadang terjadi penyimpangan
dalam hal-hal yang seharusnya tidak terjadi, misalnya dalam pencantuman biaya rawat
inap ke spesialis tertentu, baik frekuensi konsultasi maupun beserta tarifnya, yang
kadang-kadang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

7
Hal ini kadang-kadang menyebabkan kerugian-kerugian, baik ditinjau dari pihak rumah
sakit sebagai penyelenggara jasa pelayanan kesehatan, maupun dari pihak si pasien
sebagai konsumen dari jasa rumah sakit.
3. Penyimpanan Data.
Data pasien/rekqam medis begitu pentingnya bagi pihak-pihak yanag sedang
memerlukannya sehingga data itu kadang-kadang diperebutkan, baik untuk keperluan
rumah sakit, dokter yang merawatnya, penelitian, maupun untuk keperluan pasien itu
sendiri, sehingga untuk hal itu perlu dicarikan jalan pemecahan yang sebaik-baiknya dan
seadil-adilnya.  
4. Etika dan perilaku petugas rumah sakit terhadap data pasien/rekam medis
a. Etika dan perilaku para dokter terhadap data pasien/rekam medis
 Sesuai dengan keahliannya, dokter merupakan petugas rumah sakit yang
mempunyai andil dalam mengisi data pasien/rekam medis, baik pasien yang
sedang dirawatnya maupun pasien yang sedang dikonsultasikan kepadanya.
 Dalam pengisian catatan pasien ini dokter harus benar-benar bekerja dengan
berpegang teguh pada hal-hal yang diketahuinya, sesuai dengan ilmu pengetahuan
yang didapatnya, disamping harus pula selalu berpegang teguh pada sumpah
jabatan sebagai seorang dokter.
 Karena para pelaku yang melaksanakan upaya pencarian penyebab penyakit
maupun upaya penyembuhan penyakit si pasien sebagaian besar adalah dokter-
dokter yang sedang mengikuti pendidikan spesialis (asisten ahli), maka untuk
menciptakan suatu mekanisme administrasi data pasien/rekam medis, apa-apa
yang dicantumkan di dalam data pasien/rekam medis itu harus benar-benar di
bawah konsulen spesialis dari cabang spesialisasi kedokteran yang
bersangkutan.   

b. Etika dan perilaku paramedis perawatan dan paramedis non keperawatan


terhadap data/rekam medis.
 Paramedis perawatan dan paramedis non keperawatan merupakan petugas rumah
sakit yang ikut andil dalam pengisian catatan data pasien/rekam medis selama
pasien berada dalam pelayanan suatu rumah sakit. Oleh karena itu, sesuai dengan
kewenangan yang diberikan kepadanya, pengisian data pasien/rekam medis oleh
kedua jenis petugas ini harus benar-benar sesuai dengan ilmu pengetahuan yang
dimilikinya. Apabila pelaku-pelaku ini adalah tenaga-tenaga yang masih dalam

8
pendidikan, seluruh data yang mereka cantumkan dalam data pasien/rekam meis
itu harus benar-benar dibawah pengawasan atasan-atasanya.

c. Etika dan perilaku tenaga administrasi rumah sakit terhadap data


pasien/rekam medis.
 Tenaga administrasi rumah sakit adalah salah satu petugas rumah sakit yang ikut
andil dalam pembuatan data catatan pasien dalam batas-batas data non medis,
sejak pasien memasuki rumah sakit sampai saat pasien meninggalkan rumah sakit.
 Data yang dibuat oleh petugas administrasi rumah sakit erat kaitannya dengan
data individual si pasien sehingga pengisian catatan-catatan, terutama dalam hal
pencantuman biaya, akan sangat mempengaruhi keperluan pasien itu sendiri
ataupun keperluan rumah sakit.
 Oleh karena itu, selain diperlukan etika khusus mengenai hal itu, juga perlu
diciptakan suatu mekanisme komunikasi tarif layanan rumah sakit yang
dikomunikasikan secara terbuka, baik kepada seluruh petugas rumah sakit
maupun kepada masyarakat. Hal ini akan merupakan pengawasan yang efektif
terhadap kebenaran data pasien/rekam medis, khususnya data nonmedis pasien.   

B. POKOK-POKOK ETIKA KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT SEMEN GRESIK


1. Tanggung jawab terhadap individu, keluarga dan masyarakat
a. Perawat Rumah Sakit Semen Gresik dalam melaksanakan pengabdiannya harus
senantiasa berpedoman kepada tanggung jawab yang bersumber pada kebutuhan akan
perawatan untuk individu, keluarga dan masyarakat.
b. Perawat Rumah Sakit Semen Gresik dalam melaksanakan pengabdiannya di bidang
perawatan harus senantiasa memelihara suasana lingkungan dengan menghormati
nilai-nilai budaya, adat istiadat, dan kelangsungan hidup beragama dari individu,
keluarga dan masyarakat.
c. Perawat Rumah Sakit Semen Gresik dalam melaksanakan kewajibannya bagi
individu dan masyarakat harus senantiasa dilandasi oleh perasaan yang tulus ikhlas,
ramah-tamah dan jujur sesuai dengan martabat dan tradisi luhur keperawatan.
d. Perawat Rumah Sakit Semen Gresik harus senantiasa menjalin hubungan kerja sama
yang baik dengan individu, keluarga dan masyarakat dalam mengambil prakarsa
ataupun melaksanakan usaha-usaha kesejahteraan umumnya, sebagai bagian dari
tugas dan kewajibannya demi kepentingan masyarakat.

9
2. Tanggung jawab terhadap tugas
a. Perawat Rumah Sakit Semen Gresik harus senantiasa meningkatkan dan memelihara
mutu pelayanan perawatn di rumah sakit setinggi-tingginya, disertai kejujuran
professional dalam menerapkan pengetahuan serta keterampilan perawatan sesuai
dengan kebutuhan individu atau pasien/klien, keluarganya dan masyarakat.
b. Perawat Rumah Sakit Semen Gresik wajib merahasiakan segala sesuatu yang
diketahuinya sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya oleh rumah
sakit.
c. Perawat Rumah Sakit Semen Gresik tidak akan menggunkan pengetahuan dan
keterampilan perawatan untuk tujuan yang bertentangan dengan norma kemanusiaan.
d. Perawat Rumah Sakit Semen Gresik dalam menunaikan tugas kewajibannya di rumah
sakit harus senantiasa berusaha dengan penuh kesadaran agar tidak terpengaruh oleh
pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik,
agama atau kepercayaan yang dianut, serta kedudukan sosial.
e. Perawat Rumah Sakit Semen Gresik harus senantiasa mengutamakan perlindungan
dan keselamatan pasien/klien dalam melaksanakan tugas perawatan, serta matang
dalam mempertimbangkan kemampuan, baik dalam menerima, maupun dalam
mengalihkan tanggung jawab yang ada hubungannya dengan perawatan.

3. Tanggung jawab terhadap sesama perawat dan tenaga kesehatan lainnya.


a. Perawat Rumah Sakit Semen Gresik harus senantiasa memelihara hubungan baik
dengan sesama perawat dan dengan tenaga kesehatan lainnya, baik dalam memelihara
keserasian suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan
kesehatan secara keseluruhan.
b. Perawat Rumah Sakit Semen Gresik harus senatiasa menyebarluaskan pengetahuan,
ketrampilan, dan pengalamannya kepada sesame perawat serta menerima
pemgetahuan dan pengalaman professional lain dalam rangka meningkatkan
kemampuan dalam bidang perawatan.

4. Tanggung jawab perawat terhadap profesi perawat

10
a. Perawat Rumah Sakit Semen Gresik harus selalu berusaha meningkatkan
pengetahuan profesional, baik secara perseorangan maupun bersama-sama, dengan
jalan menambah ilmu, keterampilan dan pengalaman yang bermanfaat bagi
perkembangan perawatan.
b. Perawat Rumah Sakit Semen Gresik harus selalu menjunjung tinggi nama baik
profesi keperawatan dengan menunjukkan perilaku dan sifat-sifat pribadi yang luhur.
c. Perawat Rumah Sakit Semen Gresik harus senantiasa berperan dalam menentukan
pembakuan pendidikan dan pelayanan perawatan serta menerapkan kegiatan-kegiatan
pelayanan dan pendidikan perawatan.
d. Perawat Rumah Sakit Semen Gresik secara bersama-sama hendaknya menerapkan
dan memelihara mutu organisasi profesi perawat sebagai saran pengabdiannya.

5. Tanggung jawab perawat terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air serta agama.
a. Perawat Rumah Sakit Semen Gresik dalam melaksankan tugasnya harus senantiasa
taat dan taqwa kepada Tuhan Y.M.E.
b. Perawat Rumah Sakit Semen Gresik harus melaksanakan kebijakan yang telah di
gariskan oleh Pemerintah dalam bidang kesehatan dan perawatan.
c. Perawat Rumah Sakit Semen Gresik harus senantiasa berperan aktif dengan
menyumbangkan pikiran kepada Pemerintah dalam rangka meningkatkan pelayanan
kesehatan dan perawatan.

C. POKOK-POKOK ETIKA PELAYANAN LABORATORIUM KLINIK


1. Pokok-pokok etika pelayanan laboratorium klinik
Pada hakikataya pokok-pokok etika pelayanan laboratorium klinik tidak  berbeda dari
pokok-pokok etika kedokteran umumnya, yaitu :
a. Memberikan pelayanan penghargaan yang setinggi-tingginya terhadap martabat manusia.
b. Berusaha meningkatkan kemampuan, pengetahuan, dan ketrampilan medis profesi sesuai
dengan perkembangan ilmu dan tekhnologi.
c. Melindungi masyarakat dan profesinya sendiri dari sikap moral yang kurang baik dan
kemampuan professional yang tidak adekuat.
d. Memberikan konsultasinya sesuai dengan kemampuan profesionalnya kepada teman
seprofesi ataupun kepada orang dari profesi lain dalam upaya memberikan pelayanan
yang sebaik-baiknya kepada pasien.

11
e. Menjamin privacy pasien dengan memegang teguh rahasia mengenai  data laboratorium
dan identitas penderita, kecuali kalau diminta untuk keperluan sidang atau kalau hal itu
dianggap penting untuk melindungi keamanan pasien atau kesejahteraan masyarakat pada
umumnya.
f. Walaupun demikian, ada beberapa hal yang membedakan etika pelayanan laboratorium
dari etika pelayanan dokter di klinik. Perbedaan ini disebabkan oleh faktor-faktor sebagai
berikut:
1). Pelayanan laboratorium bersifat menunjang dokter klinik dan dari data laboratorium
dokter yang bersangkutan akan memperoleh informasi tentang keadaan pasien.
Dalam hal ini, etika profesi harus ditunjang oleh jalur komunikasi yang efektif dan
system konsultasi timbale balik yang sistematis.
2). Dokter yang bekerja di laboratorium (dokter spesialis patologi klinik) berperanm
dalam penatalaksaan pasien melalui pengelolaan dan pemeriksaan specimen yang
berasal dari tubuh pasien. Tanggung jawabnya terhadap pasien dinyatakan dengan
memperlakukan dan menangani pasien dengan cara sebaik-baiknya.
3). Dokter yang bekerja di laboratorium (dokter spesialis patologi klinik) membawahi
sejumlah personil yang bertugas membantu dalam pelaksanaan profesinya dan
mengelola seperangkat sarana dan prasarana yang harus dijamin berfungsi dengan
baik agar pelayanan yang bermutu tinggi tetap dapat diberikan. Dengan demikian,
disamping seorang professional, ia juga bertindak sebagai seorang manajer.
4). Sehubungan dengan hal-hal diatas, pokok-pokok etika pelayanan laboratorium klinik,
selain menyangkut etika profesi patologi klinik, juga menyangkut etika dalam
teknologi dan manajerial serta etika petugas laboratorium, disamping terpenuhinya
persyaratan klinik. Selain kemampuan professional, tehnik dan manajerial, soelang
dokter spesialis patologi klinik juga dituntut menunujukkan perilaku yang terpuji,
cepat tanggap terhadap kebutuhan masyarakat dan senantiasa mengembangkan
dirinya sehingga pelayanan yang diberikannya selalu sesuia dengan perkembangan
ilmu dan kebutuhan masyarakat. 
 
2. Kemampuan yang harus dimiliki oleh dokter spesialis patologi klinik
a. Kemampuan professional
Sebagai seorang profesional, dokter spesialis patologi klinik harus mampu :
1). Menganalisis dan menafsirkan data laboratorium.
2). Membantu menegakkan diagnosis klinik melalui pemeriksaan laboratorium.

12
3). Merumuskan dan memecahkan masalah pemeriksaan laboratorium yang berkaitan
dengan penentuan diagnosa, evaluasi pengobatan, prognosis, dan pencegahan
penyakit.
4). Memberi penjelasan kepada sesama rekan dokter tentang keterbatasan (limitation)
teknik pemeriksaan yang digunkan.
5). Meningkatkan mutu pemeriksaan laboratorium.
6). Memilih jenis tes yang tepat dalam kaitannya dengan butir 2 dan 3.
b. Kemampuan teknis.
Dalam bidang teknologi laboratorium, dokter spesialis patologi klinik harus mampu:
1) Malkukan pemeriksaan laboratorium, baik yang memerlukan keahlian maupun yang
dapat dilakukan oleh analisis, termasuk pemeriksaan-pemeriksaan yang dijalankan
dengan alat otomatisasi.
2) Mengidentifikasi dan memecahkan masalah atau kesulitan teknis mengenai
metodologi, peralatan, regensia, atau specimen.
3) Mengambil tindakan perbaikan pada metode pemeriksaan secara bertanggung jawab.
4) Menatalaksanakan pemantapan kualitas laboratorium, untuk evaluasi kualitas secara
periodic dan mambuktikan behwa test laboratorium yang dilakukanya akurat dan
teruji kebenarannya.
c. Kemampuan pengelolaan.
Sebagai seorang manajer laboratorium dokter spesialis patologi klinik harus mampu:
1) Menentukan jenis tes yang paling tepat dilakukan, ditinjau dari segi metodologi dan
peralatan.
2) Menentukan jumlah dan jenis sarana, prasarana, dan pelaksana laboratorium yang
dibutuhkan.
3) Mengatur dan mengawasi kelancaran pelayanan laboratorium.
4) Menentukan fungsi dan tugas masing-masing tenaga laboratorium.
5) Mengusahakan langkah-langkah keselamatan kerja terhadap petugas laboratorium
dan pasien serta mencegah pencemaran lingkungan.
6) Mengatur penggunaan dan pemeliharaan alat serta reagensia
7) Menganalisis data kegiatan laboratorium dan mengevaluasinya.
8) Menyesuaikan sarana dan prasarana serta pelayanan laboratorium dengan
perkembangan dan kebutuhan, sesuai dengan tingkat kemampuan masyarakat.

13
3. Perilaku
a. Tanggung jawab.
1) Sebagai anggota tim klinik dalam penatalaksanaan pasien, seorang dokter
spesialis patologi klinik memberikan professional expertise secara bertanggung
jawab mengenai diagnostic dan penafsiran hasil laboratorium, serta saran untuk
melakukan pemeriksaan lanjutan, baik untuk memastikan diagnosis, mengikuti
perjalanan penyakit, maupun pencegahannya.
2) Walaupun sebagian besar pemeriksaan laboratorium yang dilakukan secara rutin
telah dapat dilakukan oleh analis, masih banyak pemeriksaan laboratorium yang
harus dilakukan oleh seorang dokter spesialis patologi klinik, terutama dalam
bidang hematologi dan imunologi. Baik dalam hal pertama maupun yang terakhir,
tanggung jawab kebenaran hasil tes berada pada penanggung jawab laboratorium
atau dokter spesialis patologi klinik yang mengawasi pemeriksaan itu. Adanya
alat serba otomatis tidak mengurangi kesalahan pernyataan ini.
3) Pengelolaan laboratorium klinik mencakupi perencanaan, koordinasi, supervise
dan pengendalian kegiatan laboratorium, evaluasi serta penyesuaian dan
perbaikan. Kelancaran pengelolaan ini merupakan tenggung jawab dokter
spesialis patologi klinik.   
b. Sikap dan etika profesi.
1) Antar teman sesama dokter spesialis patologi klinik.
- Dalam upaya meningkatkan pelayanan laboratorium, persaingan yang tidak
sehat antar laboratorium klinik harus dihindarkan.
- Dokter spesialis patologi klinik wajib memberikan konsultasi/informasi
mengenai bidangnya kepada dokter spesialis patologi klinik yang lain bila
diperlukan.
- Dokter spesialis patologi klinik dapat memberikan saran-saran dalam bidang
professional, teknik dan pengelolaan bila diperlukan.
- Bila perlu seoraang dokter spesialis patologi klinik dapat mendelegasikan
tugas profesionalnya kapada teman seprofesi tanpa turut memikul tanggung
jawab atas malpraktik (malpractice) yang dilakukannya. Tetapi pendelegasian
itu hanya boleh diberikan kepada mereka yang berkompeten.  
2) Antar sejawat profesi lain.
- Dalam peran sebagai konsulen, dokter spesialis patologi klinik menetapkan
diri pada satu kedudukan yang setaraf dengan keahlian lain.

14
- Dalam menganjurkan satu jenis pemeriksaan laboratorium, dokter spesialis
patologi klinik wajib mempertimbangkan indikasi sebaik-baiknya dan
memberikan pengalaman serta pengetahuannya secara maksimal kepada yang
memerlukan.
- Dokter spesialis patologi klinik wajib memberikan konsultasi kepada profesi
lain demi pemanfaatan laboratorium secara efektif untuk mencegah
penggunaan pelayanan laboratorium secara berlebihan dan tidak tepat.
3) Terhadap pasien atau spesimen yang berasal dari pasien.
- Dalam memberikan pelayanan laboratorium, diutamakan kepentingan pasien
dan senantiasa dipenuhi persyaratan pra-instrumentasi, instrumentasi, dan
pasca instrumentasi sampai diperoleh mutu pemeriksaan laboratorium yang
baik atau mantap dan berkesinambungan. Beberapa hal penting yang perlu
diperhatikan dari segi administrative diantaranya adalah mengatur system
pencatatan identitas pasien secara tepat, penampungan, pengiriman dan
penyimpanan specimen secara adekuat serta system pencatatan dan
pengiriman data hasil laboratorium secara cermat.
- System informasi tentang persiapan pasien, penampungan specimen dan
tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien sesuai dengan jenis
pemeriksaan disusun secara jelas dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh
masyarakat.
- Data laboratorium mengenai seorang pasien dianggap sebagai rahasia
kedokteran. Karena itu, data laboratorium harus disampaikan kepada dokter
yang merawat pasien dalam sampul tertutup. Sekalipun unutk keperluan
pengembangan ilmu, data laboratorium dari pasien tidak boleh dipublikasikan
dengan mencantumkan identitas pasien.
- Bila untuk pemeriksaan peradilan, dimintakan tes laboratorium oleh polisi,
data laboratorium harus diberikan kepada pihak polisi yang memintanya,
dengan disertai keterangan/pendapat sesuia dengan profesi dalam sampul
yang tertutup.
- Hak pasien untuk mengirimkan specimen ke laboratorium/rumah sakit lain
untuk keperluan konsultasi harus dihormati. 

15
4. Pengembangan diri dan profesi.
Agar upaya pemberian pelayanan bermutu tinggi dan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat, seorang dokter spesialis patologi klinik wajib:
a. Mengikuti perkembangan ilmu dan tehnologi kedokteran pada umumnya dan patologi
klinik pada khususnya dengan cara:
1). Mengikuti pendidikan kedokteran berkelanjutan.
2). Mengikuti symposium, seminar dan pertemuan ilmiah lain yang berkaitan dengan
profesinya.
3). Mempelajari artikel atau publikasi mengenai bidangnya.
4). Turut serta dalam pengembangan ilmu patologi klinik melalui berbagai penelitian.
b. Dalam memantau perkembangan ilmu dan teknologi, wajib menapis dan
menyesuaikan diri dengan kebutuhan profesi dan masyarakat.
c. Menerapkan tambahan ilmu yang diperolehnya untuk meningkatkan pelayanan
professional kepada masyarakat.

5. Persyaratan untuk melaksanakan fungsi dengan baik.


a. Sarana dan prasarana (gedung, peralatan, dan penunjang lain) harus memadai dan
sesuai dengan persyaratan perkembangan ilmu serta kebutuhan masyarakat luas.
b. Tersedia personil dalam jumlah yang memadai serta memiliki pengetahuan dan
ketrampilan yang cukup (qualified) untuk melaksanakan kegiatan laoratorium, baik
teknis maupun administratif.
c. System penyimpanan catatan medis atau arsip data laboratorium yang termasuk
sediaan yang perlu disimpan harus baik.
d. Jalur komunikasi antara dokter dilaboratorium dengan doker di klinik dan pengelola
rumah sakit harus efektif.
e. Peraturan-peraturan, baik peraturan pemerintah, rumah sakit, IDI, perhimpunan
profesi, maupun peraturan lain yang berkaitan dengan profesi harus menunjang
pelaksanaan fungsi.

6. Etika petugas laboratorium


Etika petugas laboratorium, khususnya analis medis, pada hakekatnya tidak berbeda dari
etika profesi paramedic. Seperti halnya dokter yang bekerja dilaboratorium, analis medis
juga tidak berhadapan langsung dengan pasien, kecuali saat mengambil specimen, tetapi
melakukan pemeriksaan terhadap specimen tersebut dan tindakan-tindakan lain yang

16
berkaitan. Walaupun demikian, hasil tindakannya mempunyai dampak terhadap
pelayanan medis dan pelayanan kesehatan umumnya sehingga segala tindakanya harus
dilakukan dengan tanggung jawab besar.
a. Tanggung jawab terhadap pasien.
1). Dalam hubungannya dengan pasien, petugas laboratorium berkewajiban: selalu
berusaha menciptakan kepercayaan dan memberikan pelayanan yang sebaik-
baiknya dalam menghadapi pasien yang akan diambil spesimennya.
2). Memberikan informasi yang jelas tentang tindakan yang akan dilakukan terhadap
pasien untuk memperoleh specimen.
3). Menghormati pasien tanpa dipengaruhi oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan,
agama dan kedudukan social.
4). Merahasiakan data laboratorium dan identitas penderita kepada yang tidak berhak
mengetahuinya.
b. Tanggung jawab terhadap tugas.
Dalam melaksanakan tugas, petugas laboratorium harus senantiasa memperhatikan
persyaratan dan peraturan yang berlaku
1) Dalam upaya menghindarkan kesalahan pra-instrumentasi, petugas laboratorium
menampung, mengirim dan menyimpan specimen secara benar, sesuai dengan
pemeriksaan yang akan dilaksanakan, melakukan pencatatan identitas pasien
secara cermat dan lain-lain.
2) Untuk mencegah kesalahan pada tahap instrumentasi, petugas laboratorium
melakukan pemeriksaan atas specimen secara “lege artis”, sesuia dengan
pedoman yang berlaku serta petunjuk-petunjuk tentang pemantapan kualitas
laboratorium.
3) Petugas laboratorium mencegah kesalahan pasca instrumentasi dengan mencatat
secara cermat dan melaporkan hasil pemeriksaan kepada atasan, kemudian
melakukan penyimpanan arsip dan sediaan dengan cara yang sebaik-baiknya.
4) Dalam melindungi diri sendiri, teman sejawat, dan lingkungan dari laboratory
hazards, petugas laboratorium menaati sepenuhnya petunjuk keselamatan kerja
dan pencegahan pencemaran lingkungan.
c. Tanggung jawab terhadap sesama analis dan paramedic lain.
1) Terhadap sesama analis dan paramedis lain petugas laboratorium harus senantiasa
memelihara hubungan baik dengan sesama analis maupun paramedic lain untuk

17
memelihara lingkungan kerja yang menunjang pelayanan kesehatan yang sebaik-
baiknya.
2) Meneruskan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya kepada teman
sejawat yang memerlukannya.
d. Pengembangan diri.
Dalam rangka pengembangan diri, petugas laboratorium wajib:
1). Meningkatkan kemampuan dan ketrampilan dalam tehnologi laboratorium dengan
mengikuti penataran-penataran, kursus-kursus yang diberikan oleh instansi
pendidikan atau petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh atasan.
2). Menerapkan tambahan pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya untuk
meningkatkan mutu pelayanan laboratorium.

D. POKOK-POKOK ETIKA DALAM PELAYANAN KESEHATAN PASIEN DEWASA


1. Kewajiban umum
a. Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.
b. Seorang dokter harus senantiasa melaksanakan tugas profesinya menurut ukuran yang
tertinggi.
c. Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi
oleh pertimbangan keuntungan pribadi.
d. Perbuatan berikut dipandang bertentangan dengan etika:
1) Setiap perbuatan yang bersifat memuji diri sendiri.
2) Secara sendiri atau bersama-sama menerapkan pengetahuan dan keterampilan
kedokteran dalam segala bentuk, tanpa kebebasan profesi.
3) Menerima imbalan lain diluar imbalan yang layak sesuai dengan jasanya, kecuali
dengan keihklasan, sepengetahuan dan/atau kehendak pasien.
4) Setiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan mahluk
insani, baik jasmani maupun rohani, hanya diberikan untuk kepentingan pasien.
5) Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan
setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya.
6) Setiap dokter hanya memberi keterangan atau pendapat yang dapat dibuktikan
kebenarannya.
7) Dalam melakukan pekerjaanya, seorang dokter harus
mengutamakan/mendahulukan kepentingan masyarakat dan memperhatikan
semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif

18
dan rehabilitative), serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat
yang sebenarnya.
8) Kerjasama antara dokter dengan para pejabat dibidang kesehatan dan bidang
lainnya serta masyarakat harus dilandasi oleh kesalingmegertian yang sebaik-
baiknya. 

2. Kewajiban dokter terhadap pasien


a. Setiap dokter harus senantiasa ingat akan kewajibannya untuk melindungi hidup
mahluk insani.
b. Setiap dokter wajib bersikap tulus dan ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
keterampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ia tidak mampu melakukan
suatu pemeriksaan atau pengobatan, ia wajib merujuk pasien ke dokter lain yang
mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.
c. Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat
berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadah dan/atau dalam
masalah lain.
d. Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang
pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal.
e. Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin bahwa ada orang lain yang bersedia dan
mampu memberikannya.

3. Kewajiban dokter terhadap teman sejawatnya.


a. Setiap dokter hendaklah memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri
ingin diperlakukan.
b. Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawatnya tanpa
persetujuannya.

4. Kewajiban dokter terhadap diri sendiri.


a. Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.
b. Setiap dokter hendaklah senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
tetap setia kepada cita-cita luhurnya.
Perkembangan dewasa ini, baik sehubungan dengan ilmu kedokteran dan tehnologoi
medis yang semakin pesat maupun dengan tuntutan masyarakat yang dirasakan semakin

19
berat, menyebabkan wawasan dan tanggung jawab makin meluas dan mendalam.
Wawasan pelayanan kesehatan yang senantiasa meluas ini harus tetap bertitik tolak dari
pandangan berikut:
1) Pelayanan kesehatan kepada manusia harus tetap menjaga mertabat manusia sesuai
dengan fitrahnya.
2) Harus diusahakan agar pelayanan kesehatan tetap dapat diberikan dengan sebaik-
baiknya, jujur, serta mempertimbangkan hasrat dan kemampuan ekonomi si pasien.
Sementara itu, dokter yang bersangkutan hendaklah tetap berusaha meningkatkan
kemampuan, pengetahuan dan keterampilan profesi medisnya, sesuai dengsan
perkembangan ilmu dan teknologi.
3) Nilai profesi harus dijaga dan masyarakat harus dilindungi dari sikap moral yang
kurang baik dengan kemampuan profesi medis yang memadai.
4) Kerjasama yanag serasi dengan sejawat lain dalam bidang kesehatan atau bidang lain
yang ada kaitannya dengan bidang kesehatan harus dibina secara professional dan
kolegial untuk memberikan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya kepada pasien.
Pelayanan dokter kepada orang dewasa di klinik yang langsung menangani pasien
mengutamakan diagnosis dan terapi, disamping memperhatikan pula masalah
penyuluhan  dan rehabilitasi.
Hubungan antara dokter dan pasien harus selaras secara emfatis dan tidak menimbulkan
masalah di;uar bidang medis sebagai akibat dari hubungan dokter dan pasien yang tidak
proporsional.
Sikap dan tindakan doker harus diutamakan pada pemecahan masalah medis.
Diagnosis harus berdasarkan pada data-data klinis yang objektif dibidang pegetahuan
kedokteran. Terapi harus diarahkan untuk mengatasi problema medis dalam mengatasi
penderitaan pasien dan menghindarkan diri sejauh mungkin dari tindakan mallpraktik.
Hal lain yang berkaitan dengan masalah medis dapat dibicarakan sebagai penunjang
dalam penyelesaian masalah medis. Dokter yang bekerja di klinik seyogyanya senantiasa
dilengkapi dengan pengetahuan dan kemampuan dasar klinis. Selain itu, ia harus tetap
memegang teguh standart moral untuk dapat memberikan pelayanan medis yang sebaik-
baiknya dengan tanggung jawab yang sesuai dengan fungsi dan kedudukannya.
Dalam lingkungan rumak sakit, setiap petugas dalam srata fungsi pelayanan harus
membina dan memanfaatkan kerjasama yang sebaik-baiknya agar tujuan pelayanan
medis pada pasien secara individual dan pada masyarakat semuanya dapat tercapai.      
        

20
E. POKOK-POKOK ETIKA DALAM PELAYANAN KESEHATAN ANAK
Etika kedokteran yang khas untuk anak biasanya timbul pada masalah-masalah sebagai
berikut:
1. Komunikasi
Yang perlu diketahui ialah:
a. Kepada siapa informasi harus diberikan.
b. Siapa yang harus mengambil keputusan, misalnya ayah, ibu, atau kakek.

2. Perawatan pasien
Yang perlu diperhatikan sehubungan dengan perawatan pasien ialah:
a. Apakah anak harus dipisah dari orang tuanya atau menjalani rawat tunggu.
b. Perlakuan terhadap si anak karena sifatnya yang negativities.
c. Pendekatan terapi atau diagnostic terhadap si anak.
d. Perawatan terhadap si anak terutama mengenai kebersihan.

3. Lingkungan.
a. Di rumah sakit pendidikan sia anak terhenti.
b. Anak terpisah dari orang tua dan keluarga: bayi yang menetek (sedang diberi air susu
ibu) terpisah dari ibunya sehingga tidak mendapat air susu ibu.
c. Anak terpisah dari kawan mainnya.
d. Anak tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari.
e. Suasana rumah sakit yangtidak menunjang perkembangan kejiwaan anak.
f. Anak terpisah dari rangsangan-rangsangan tumbuh kembang sehari-hari.
Penyimpangan-penyimpangan dalam masalah-masalah di atas tidak semuanya dapat
disadari atau dilihat. Kepekaan terhadap pelanggaran etika sehubungan dengan masalah
diatas sangat tergantung pada pengalaman, pengetahuan, norma-norma masyarakat,
kebudayaan dan keadaan social ekonomi masyarakat.
Beberapa penyimpangan oleh orang desa mungkin dianggap suatu hal yang wajar, tetapi
buat orang kota hal itu mungkin pula dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak asasi
pasien.
Etika pelayanan kesehatan anak pada hakikatnya sama dengan pelayanan kesehatan
orang dewasa. Yang berbeda ialah soal pendekatanya. Kalau kita hendak memeriksa
anak, kadang-kadang anak itu perlu dipegang dengan kuat tanpa memandang seksnya
agar pemeriksaan dapat dilakukan dalam keadaan anak itu tidak bergerak-gerak.

21
Untuk anak yang belum mengenal rasa malu, pemeriksaan anak tidak perlu dilakukan di
lakukan di tempat yang tertutup.
Pemeriksaan terhadap anak kadang-kadang perlu dilakukan dengan paksaan. Demikian
pula halnya pada pengobatan
   
4. Etika pelayanan kesehatan anak.
Walaupun pendekatannya berbeda, pada hakikatnya pokok-pokok etika pelayanan
kesehatan anak tidak berbeda dari etika kedokteran pada umumnya, yaitu:
a. Memberikan pelayanan kesehatan manusiawi dengan penghargaan yang setinggi-
tingginya pada martabat manusia sesuai dengan tahap pertumbuhannya.
b. Meningkatkan derajad kesehatan anak dan melindungi anak dari penyakit yang lain
serta memberi kesempatan tumbuh kembang yang optimal.
c. Melindungi anak dari tindakan yang tidak sesuai dengan tahap pertumbuhannya.
d. Melindungi anak dari tindakan amoral orang tua, tenaga medis dan paramedic.
e. Berusaha meningkatkan kemampuan professional dan pengetahuan, sesuai dengan
perkembangan ilmu dan pengetahuan yang cocok dengan ideologi dan kebudayaan
kita.
f. Memegang teguh rahasia jabatan.
g. Memberikan informasi yang sejujur-jujurnya kepada orang tua atau walinya
mengenai kesehatan anak atau kemungkinan perkembangan selanjutnya dan
prognosisnya.

5. Kemampuan dokter spesialis anak


Agar dokter spesialis anak tanggap terhadap masalah-masalah etika kesehatan anak, ia
harus mampu:
a. dalam membiayai pengobatan anaknya. Mengenal anak sebagai individu yang sedang
tumbuh dan berkembang.
b. Menguasai kemampuan ilmiah dan kemampuan professional yang telah digariskan
sebagai kemampuan yang harus dimiliki dokter spesialis anak.
c. Mengenal kebiasaan-kebiasaan, norma-norma serta kebudayaan masyarakat di daerah
kerjanya, serta mengetahui dan menghayati kode etik kedokteran Indonesia serta
peraturan-peraturan perundang-undangan mengenai kesehatan.
d. Memilih teknologi yang cocok untuk anak serta kemampuan ekonomi orang tuanya
dalam diagnosis dan pengobatan

22
e. Memberikan bimbingan dalam pelayanan kesehatan anak pada teman sejawat dokter
umum, perawat, bidan dan tenaga paramedic.
f. Mengetahui kemampuan orang tua pasien

F. POKOK-POKOK ETIKA DALAM PELAYANAN KESEHATAN DI BIDANG


REPRODUKSI MANUSIA
1. Masalah-masalah yang sering dihadapi
a. Standar pelayanan secara baku
Dahulu pada waktu pengertian tentang pelayanan reproduksi manusia masih terbatas
pada masalah wanita hamil, bersalin dan masa nifas belum terlalu sulit untuk
membuat suatu standar pelayanan. Saat ini reproduksi manusia mempunyai ruang
lingkup yang lebih luas, antara lain meliputi masalah perkawinan, seksualitas,
fertilitas, kontrasepsi, kehamilan, persalinan, nifas, abortus, fertilisasi in vitro,
instrumentasi dan penelitian. Akibatnya, penyusunan standar pelayanan menjadi lebih
sukar.
Disiplin lain dalam bidang kedokteran atau di luar bidang kedokteran, seperti hukum
dan psikologi, banyak terlibat dalam kegiatan pelaksanaannya.  
b. Pelanggaran etika
Sering terjadinya pelanggaran etika disebabkan oleh adanya kontroversi dalam bidang
reproduksi manusia, disamping pelanggaran terhadap etika kedokteran secara umum.
Latar belakang yang berbeda antara masyarakat, pasien dan tenaga dokter, yang pada
umumnya menyangkut masalah motivasi social ekonomi, sering pula menjadi
penyebab pelanggaran etika.

2. Etika dalam pengobatan dan perawatan bidang reproduksi manusia


a. Kewajiban terhadap pasien
1) Seorang dokter hendaknya dengan segala upaya memberikan pelayanan yang
optimal pada pasien.
2) Seorang dokter hendaknya menempatkan kepentingan pasien diatas kepentingan
pribadinya.
3) Segala bentuk pemeriksaan dilakukan dengan sopan santun dan “lege artis”.
4) Dalam melakukan pelayanan kesehatan reproduksi manusia, seorang dokter harus
didampingi sekurang-kurangnya oleh seorang perawat.

23
5) Seorang dokter harus secara jelas menyampaikan informasi mengenai penyakit
pasien berikut rencana tindakan atau pengobatannya.
6) Rencana tindakan pada seorang pasien haruslah tercantum dalam inform consent.
7) Hal-hal lain hendaknya sesuai dengan kode etik kedokteran Indonesia.  
b. Kewajiban terhadap sesama spesialis dokter obstetri-ginekologi.
1) Perasaan kolegialitas harus terbina diantara sesama dokter spesialis obstetri-
ginecologi.
2) Rujukan diantara sesamanya harus disertai dengan keterangan yang jelas tentang
pasien.
3) Sesame dokter spesialis obstetric-ginekology harus saling menasehati dan saling
mengontrol agar yang bersangkutan tidak terjerumus ke dalam tindakan yang
melanggar etika.
4) Hal-hal yang lain harus pula sesuai dengan kode etik kedokteran Indonesia. 
c. Kewajiban terhadap sejawat dibidang yang lain.
1) Perasaan kolegialitas harus mendasari hubungan antar sejawat.
2) Rujukan harus diikuti dengan keterangan/maksud yang jelas.
3) Hal-hal lain yang harus pula sesuai dengan kode etik kedokteran Indonesia.
d. Kewajiban terhadap paramedik keperawatan.
1) Kerjasama dalam satu tim dengan para perawat dalam penanganan pasien
hendaknya senantiasa dibina.
2) Rasa tanggung jawab dalam diri perawat sehubungan dengan kerjasama tim
tersebut hendaknya ditumbuhkan dan terus dipupuk.
3) Penambahan ilmu yang ada hubungannya dengan lingkungan pekerjaan sehari-
hari perlu diberikan secara berkala kepada para perawat.
4) Setiap dokter spesialis obstetric-gynecologi hendaklah menjadi anutan dalam
pelaksanaan pekerjaan sehari-hari.
e. Kewajiban terhadap rumah sakit.
Dalam memenuhi kewajibannya terhadap rumah sakit, setiap dokter spesialis
obstetric-gynecology hendaklah:
- Melakukan pekerjaan dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan profesinya,
baik dalam segi pendidikan, penelitian, maupun pelayanan.
- Melaksanakan pekerjaan sehari-hari secara jujur dan bertanggung jawab.
- Mengupayakan kemajuan rumah sakit dengan segala gagasan, usulan ataupun
penemuan baru bagi pelayanan terhadap pasien. 

24
G. POKOK-POKOK ETIKA PELAYANAN ANESTESIA, PERAWATAN INTENSIF,
DAN EUTHANASIA
1. Penatalaksanaan dan evaluasi pra anesthesia
Evaluasi dilakukan dokter spesialis anestesiologi (DSAn) yang bertugas atau dokter
peeserta program studi untuk menilai konsisi pasien sebelum anesthesia untuk
pembedahan atau tindakan lain. Tujuannya adalah untuk menjamin agar pasien berada
dalam keadaan optimal untuk anesthesia dan pembedahan.
a. Prinsip umum.
Evaluasi pra-anesthesia hendaknya dilakukan oleh DSAn atau dokter peserta program
studi yang kan melaksanakan, setelah berkonsultasi dengan DSAn yang bertanggung
jawab. Waktu yang tersedia untuk evaluasi hendaknya memadai agar terapi atu
pemeriksaan yang diperlukan dapat dilaksanakan. Meskipun evaluasi dini tidak selalu
dapat dilakukan (misalnya pembedahan darurat), penilaian tetap diperlukan sebelum
anesthesia dan pembedahan dimulai.
b. Evaluasi pra anesthesia hendaknya mencakupi:
1) Identifikasi pasien.
2) Pemastian sifat prosedur yang akan dilaksanakan.
3) Riwayat medis dan pemeriksaan klinis pasien yang menyangkut pengobatan pada
saat itu dan hasil pemeriksaa khusus.
4) Pengaturan terapi dan pemeriksaan lebih lanjut.
5) Konsultasi dengan dokter spesialis lain.
6) Informed consent dan memberi penjelasan tentang anestesia agar pasien merasa
puas dan tenang.
7) Pemberian instruksi premedikasi bila dianggap perlu.

2. Penatalaksanaan anesthesia
a. Prinsip umum.
1) Setiap anesthesia yang dilaksanakan menjadi tanggung jawab DSAn. Pasien yang
diberi anesthesia bukan oleh DSAn (dokter peserta program studi anesthesiology)
menjadi tanggung jawab DSAn yang bertugas.
2) DSAn yang bertanggung jawab harus berada dalam satu atap lingkungan rumah
sakit dan dapat segera hadir setiap saat di tempat pelaksanaan anesthesia.
3) Pada saat bersamaan seorang DSAn hendaknya membatasi diri sehingga dia
hanya bertanggung jawab atas sebanyak-banyaknya tiga anesthesia.

25
4) Semua pasien akan dipantau sesuai dengan standar pemantauan dasar intra
operatif.
b. Keamanan pasien selama anesthesia.
Mesin anesthesia harus diperiksa, diuji dan dipastikan berfungsi dengan baik. Bila
dipergunakan electrokauter, elektrokoagulator atau peralatan listrik lain yang
menimbulkan bunga api selama prosedur tindakan, maka hanya zat yang tidak bisa
terbakarlah yang boleh dipakai untuk anesthesia. Bila digunakan zat yang mudah
terbakar, harus diperhatikan hal-hal berikut :
1) Lantai bersifat konduktif.
2) Semua peralatan dan perabotan di kamar operasi hendaknya dibumikan
(grounding) dengan baik.
3) Semua personalia yang masuk kamar operasi harus menggunakan alas kaki
konduktif.
4) Pakaian luar tidak boleh terbuat dari sutera, wol, nilon, atau bahan sintetis lain.
Selimut wol tidak boleh berada di dalam kamar operasi.
Alat-alat yang berhubungan langsung dengan pasien seperti laringoskop dan pipa
jalan nafas, hendaknya dicuci dan disucihamakan sesudah setiap prosedur.
c. Tenaga bantuan dari paramedik.
Untuk pelaksanaan anesthesia yang efiseien dan aman, DSAn atau dokter peserta
program studi memerlukan bantuan tenaga paramedic. Tenaga bantuan tersebut harus
cukup berkualifikasi. Kehadiran tenaga bantuan diperlukan selama persiapan, induksi,
sampai pemberi anesthesia menganggap tidak diperlukan lagi. Selama pemeliharaan
anesthesia, tenaga bantuan harus dapat datang dengan segera apabila sewaktu-waktu
diperlukan. Pada pengakhiran anesthesia, tenaga bantuan diperlukan juga.

3. Penatalaksanaan pasien pulih dari anestesia


Setelah pengakhiran anesthesia, pasien dievaluasi untuk penatalaksanaan pasca
anesthesia. Pasien dikirim ke kamar pulih untuk pemantauan parameter fisiologis yang
diperlukan. Pemantauan dilakukan oleh perawat yang terlatih atau perawat yang
berpengalaman. Keputusan mengenai penatalaksanaan pasien dan evaluasi kondisinya
untuk keluar dari kamar pulih dibuat oleh dokter yang bertugas atau dokter pelaksana
anesthesianya. Sebelum dipindahkan ke tempat lain, pasien sebaiknya sudah berada
dalam keadaan sadar dan stabil.

26
4. Standar pemantauan dasar intra-operatif (selama pembedahan)
 Standar ini berlaku untuk setiap pemberian anesthesia/analgesia yang dilakukan di
dalam ruangan yang telah disediakan untuk itu, dengan tujuan untuk meningkatkan
kualitas penatalaksanaan pasien. Meskipun demikian, standar ini tidak menjamin
hesil akhir keadaaan pasien. Dalam keadaan darurat, bantuan kehidupan (life support)
lebih diutamakan.
 Dalam keadaan tertentu beberapa cara pemantauan dalam standart ini mungkin secara
klinis tidak praktis dan mungkin juga gagal di dalam menemukan perubahan klinis
yang tidak menguntungkan. Satndar ini bisa dilampui, bergantung pada pertimbangan
dan tanggung jawab DSAn.
 Standart ini dapat diubah dari waktu ke waktu, sesuai dengan perkembangan
teknologi dan ilmu.
a. Standar 1
Tenaga anesthesia yang berkualifikasi harus berada di dalam kamar bedah selama
pemberian anesthesia/analgesia.
Tujuan
Karena keadaan pasien selama anesthesia/analgesia dapat berubah dengan cepat,
maka tenaga anesthesia yang berkualifikasi harus ada untuk memantau pasien dan
memberikan pelayanan anesthesia/analgesia.
Dalam hal terdapat bahaya langsung terhadap tenaga anestesiologi (missal
radiasi), pasien perlu diawasi jarak jauh. Beberapa cara pemantauan tetap harus
dilakukan.
Pada kedaan darurat di tempat lain yang memerlukan kehadiran DSAn yangt
bertanggung jawab, maka keputusan untuk meninggalkan pasien didasarkan pada
tingkat kedaruratan tersebut, keadaan pasien yang ditinggalkan dan keualifikasi
tenaga anesthesia yang tetap tinggal.
b. Standart 2
Selama pemberian anesthesia/analgesia, oksigenasi, ventilasi dan suhu tubuh
pasien harus sering dievaluasi secara teratur.

5. Oksigenasi
Tujuan
Oksigenasi bertujuan memastikan kadar zat asam di dalam gas inspirasi, didalam darah
pada setiap pemberian anesthesia/analgesia.

27
Cara
a. Gas inspirasi.
Selama pemberian anastesia dengan mesin anesthesia, dianjurkan agar kadar zat asam
diukur dengan analiser zat asam yang mempunyai alarm batas rendah zat asam.
b. Oksigenasi darah.
Selama pemberian anesthesia/analgesia, diperlukan penerangan yang cukup dan
pasien harus dapat dilihat dengan jelas agar dapat dilakukan penilaian terhadap
warna. Disamping cara-cara kualitatif lainnya, dianjurkan juga cara kualitatif seperti
oksimeter pulsa.

6. Ventilasi
Tujuan
Ventilasi bertujuan memastikan ventilasi pasien yang cukup selama pemberian
anesthesia/analgesia
Cara
a. Setiap pasien yanh diberi anesthesia, ventilasi harus sering dievaluasi secara teratur.
Secara kualitatif, hal itu dapat dilakukan misalnya dengan mengawasi gerak-naik
turun dada, gerak kembang kempis kantong reservoir, auskultasi bunyi nafas. Secara
kunatitatif, hali itu dapat dianjurkan misalnya dengan mengukur kandungan CO2
dan/atau volume gas ekspirasi.
b. Jika dilakukan intubasi, posisi pipa trachea yang tepat di dalam trachea harus
dipastikan. Penilaian secara klinis adalah esensial, sedangkan pemantauan kandungan
CO2 pada akhir ekspirasi dianjurkan.
c. Jika ventilasi diatur dengan ventilator mekanis, dianjurkan agar terdapat alat yang
mampu untuk menunjukkan putus hubungan dari komponen-komponen system
pernafasan pasien. Alat tersebut harus mampu mengeluarkan tanda yang dapat
didengar jika nilai ambang alarm terlewati.
d. Salama analgesia regional dan pelayanan anaestesiologi lainnya yang memerlukan
pemantauan, ventilasi yang cukup harus dievaluasi, setidak-tidaknya dengan cara
klinis kualitatif secara tertur dan sering.

28
7. Sirkulasi
Tujuan
Sirkulasi bertujuan memastikan fungsi sirkulasi pasien yang cukup selama
anesthesia/analgesia.
Cara
a. Setiap pasien yang diberi anesthesia/analgesia harus diukur tekanan darah dan laju
jantungnya secara tertur dan sering.
b. Setiap pasien yang diberi anesthesia dan mempunyai resiko tinggi, harus dilakukan
pemantauan EKG-nya secara terus menerus dan dianjurkan agar hal itu disertai salah
satu cara pemantauan beikut, yaitu tekanan darah invasive, oksimeter pulsa atau
plastomografi.

8. Suhu Tubuh
Tujuan
Suhu tubuh bertujuan membantu mempertahankan suhu tubuh selama pemberian
anesthesia/analgesia.
Cara
Harus tersedia alat untuk mengukur suhu tubuh setiap saat. Jika dicurigai, atau
diperkirakan terjadi perubahan suhu tubuh, maka suhu tubuh harus diukur.

9. Perawatan/Terapi Intensif (ICU)


Pelayanan yang diberikan di ICU mencakupi:
a. Diagnosis dan penatalaksanaan spesifik penyakit-penyakit akut yang mengancam
nyawa dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit sampai beberapa hari.
b. Pemberian bantuan dan pengambilalihan fungsi vital tubuh sekaligus melakukan
penatalaksanaan spesifik dasar.
c. Pemantauan fungus vital tubuh terhadap komplikasi:
- Penyakit.
- Penatalaksanaan fisik.
- System bantuan tubuh.
- Pemantauan itu sendiri.
d. Penatalaksanaan untuk mencegah komplikasi akibat koma yang dalam, imobilitas
yang berkepanjangan, simulasi berlebihan dan kehilangan daya sensori.

29
e. Pemberian bantuan emosional terhadap pasien yang nyawanya pada saat itu
bergantung pada fungsi alat/mesin dan orang lain.
Ruang perawatan /terapi intensif berbeda dari ruang erawatan biasa karena harus
mempunyai kemampuan pelayanan yang tertentu atau maksimal. Akan tetapi, ruang
perawatan/terapi intensif itu harus melampaui kemampuan pelayanan minimal, yaitu:
a. Resusitasi jantung paru.
b. Penatalaksanaan jalan nafas, termasuk intubasi endotrakhea dan ventilasi.
c. Terapi zat asam.
d. Pemantauan EKG kontinyu.
e. Pelayanan laboratorium menyeluruh yang cepat.
f. Pelayanan bantuan nutrisi.
g. Terapi tetrasi intervensi dengan pompa infuse/pompa semprit.
h. Alat-alat bantuan kehidupan portable utuk transport pasien.
Tindakan dan pengobatan di ICU, terutama resusitasi darurat dan penggunaan alat
canggih, mengakibatkan dapat tertolongnyaa pasien-pasien sebelumnya diperkirakan
akan cepat meninggal. Akan tetapi, hal ini dapat mengakibatkan pasien berada pada
keadaan antara hidup dan mati. Kadang-kadang kita menghadapi proses perpanjangan
kematian, bukan perpanjangan kehidupan. Masalah lain ialah mahalnya perawatan dan
pengobatan di ICU dan terbatasnya tempat. Persoalanya ialah apakah secara etika moral
kita dapat menghentikan tindakan pengobatan (misalnya mematikan alat bantu nafas),
jika kondisi pasien tidak memperlihatkan adanya harapan untuk hidup. Untuk menangani
masalah ini, dibutuhkan ketentuan tentang mati, euthanasia dan tindakan pengakhiran
resusitasi.
Cara kerja dan hubungan DSAn dengan dokter spesialis dalam merawat pasien di ICU
1) Dokter dari salah satu PDF dalam lingkungan RS mengajukan permintaan tertulis
ke ICU dengan menyebutkan alasanya.dalam keadaan krirtis hal itu dapat dilakukan
melalui komunikasi telepun atau lisan lebih dulu.
2) DSAn (konsulen ICU) atau ewakil yang ditunjuk (minimal ia adalah peserta
program dokter spesialis anestesiologi senior) datang memeriksa dan memberi
persetujuan secara tertulis setelah mempertimbangkan keadaan pasien dan tempat di
ICU.
3) Setelah disetujui, pasien diserah terimakan oleh dokter yang mngirim. Keterangan
dan saran pengobatan yang diperlukan disertakan pada serah terima itu.
4) Serah terima itu hendaknya bersifat konsultasi, alih rawat, atau rawat bersama

30
Untuk alih rawat, disini tanggung jawab sepenuhnya ada pada dokter ICU dalam hal
terapi, konsultasi dengan dokter UPF lain dan indikasi keluar ICU.
Untuk  rawat bersama, dalam hal ini dokter yang mengirim tanpa diminta tetap
melakukan evaluasi dan menganjurkan terapi.
Konsultasi dapat dilakukan dengan atau tanpa persetujuan dokter yang mengirim.
Dengan demikian, penanggulangan pasien dilakukan dengan pendekatan bersama
antara DSAn (dokter ICU), dokter pengirim, dokter konsulen lain dan kepala ICU
sebagai ketua tim.
5) Semua dokter spesialis stsu konsulen lain yang terlibat, pada waktu melakukan
kunjungan pasien harus selalu didampingi oleh dokter ICU. Saran yang diberikan
harus tertulis dan diteruskan kepada perawat oleh dokter ICU. Saran dapat diajukan
secara lesan dulu, tetapi harus diikuti secara tertulis.   

10. Euthanasia
 Euthanasia berasal dari bahasa yunani, yang berarti kematian yang membahagiakan.
Tetapi istilah itu sering diartikan sebagai pengakhiran kehidupan karena kasihan;
kadang-kadang diartikan sebagai membiarkan seseorang mati. Euthanasia muncul
dengan berkembangnnya pengetahuan masyarakat dan kesadaran mereka akan hak
individu, ditambah lagi dengan kemajuan teknologi kedokteran yang memungkinkan
dokter dapat mempertahankan hidup pasien meskipun hanya secara vegetative.
 Kita mengenal dua macam euthanasia, yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif.
Euthanasia aktif adalah upaya mempercepat kematian melalui tindakan medis yang
direncanakan. Euthanasia aktif ini merupakan tindakan yang dapat dihukum karena
melanggar KUHP pasal 344, 345, dan 304. Euthanasia pasif ialah penghentian segala
pengobatan dan upaya yang tidak berguna lagi pada penderita sakit berat untuk
kepentingan pasien, baik atas permintaannya maupun tidak atas permintaanya.
Euthanasia pasif dapat dikerjakan sesuai dengan fatwa IDI dengan memakai triase
gawat darurat yang dikeluarkan oleh IDI.

11. Ketentuan Mati


Seseorang dinyatakan mati bilamana:
a. Fungsi spontan pernapasan dan jantung telah berhenti secara pasti atau irreversible,
atau
b. Bila terbukti telah terjadi kematian batang otak

31
Seseorang dinyatakan mati jika fungsi pernafasan dan jantung telah berhenti secara pasti,
yaitu misalnya pada kematian normal yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronik
berat. Pada keadaan ini, denyut jantung dan nadi berhenti pada suatu saat ketika jantung
ataupun organ lain secara keseluruhan bagitu terpengaruh oleh penyakit tersebut,
sehingga pasien yang bersangkutan tidak mungkin untuk tetap hidup lebih lama lagi.
Upaya resusitasi dilakukan pada keadaan mati klinis, yaitu bila denyut nadi besar dan
nafas berhenti dan diragukan apakah kedua fungsi spontan jantung dan pernafasan telah
berhenti secara pasti.
Upaya resusitasi darurat dapat diakhiri bila:
a. Diketahui kemudian bahwa sesudah dimulai resusitasi, pasien ternyata berada dalam
stadium suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi, atau hampir dapat
dipastikan bahwa pasien tidak akan memperolah kembali fungsi serebralnya, yaitu
sesudah selama ½ s/d 1 jam terbukti tidak ada nadi pada mormotermia tanpa
resusitasi jantung paru.
b. Terdapat tanda-tanda klinis mati otak, yaitu sesudah resusitasi pasien tetap tidak
sadar, tidak timbul nafas spontan dan reflek gag, serta pupil tetap dilatasi selama
paling sedikit 15 s/d 30 menit. Perkecualian untuk itu ialah hipotermia atau dibawah
pengaruh barbiturate atau anesthesia.
c. Terdapat tanda-tanda mati jantung, yaitu asistol listrik membandel (garis datar pada
EKG) selama paling sedikit 30 menit, meskipun telah dilakukan resusitasi dan
pengobatan optimal.
d. Penolong terlalu lelah sehingga tidak dapat melanjutkan upaya resusitasi.     

12. Diagnosis mati batang otak


Untuk menegakkan diagnosis mati batang otak, dibutuhkan tiga langkah yaitu:
a. Meyakini bahwa telah terdapat pra kondisi tertentu.
b. Menyingkirkan penyebab koma dengan henti nafas yang irreversible dan
c. Memastikan arefleksi batang otak dan henti nafas yang menetap.

Terdapat dua pra kondisi yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis mati batang otak,
yaitu :
a. Pasien dalam keadaan koma dan henti nafas, yaitu tidak responsive meskipun sudah
dibantu ventilator.

32
b. Penyebabnya adalah kerusakan otak srtuktural yang tidak dapat diperbaiki lagi karena
adanya gangguan yang dapat menuju mati batang otak.

Untuk memantapkan pra kondisi guna memapankan diagnosis kerusakan otak


structural sampai diyakini kondisi yangt bersangkutan tidak dapat diperbaiki, perlu
ditunggu beberapa jam sampai beberapa hari, tergantung pada kasus masing-masing.
Tes-tes yang diperlukan untuk menunjukkan bahwa batang otak tidak berfungsi
hanya memerlukan beberapa menit. Tes-tes ini membuktikan bahwa reflex batang otak
telah hilang dan memastikan adanya henti nafas yang menetap. Sebelum melakukan tes,
hendaknya diperhatikan bahwa fungsi batang otak yang menghilang terdapat tanda-tanda
berikut:
a. Koma.
b. Tidak ada sikap abnormal.
c. Tidak ada sentakan eptilaktik.
d. Tidak ada reflek batang otak.
e. Tidak ada napa spontan.

Jika misalnya ada sikap abnormal seperti dekortikasi, hal itu berarti bahwa masih ada
unsur neuron hidup pada batang otak. Karena itu, tes untuk mati batang otak tidak tepat
untuk dilakukan karena hanya akan membuang waktu saja. Bila memang tanda-tanda
fungsi batang otak yang hilang di atas ada semua, maka hendaknya secara sistematis
diperiksa lima refleks batang otak, yaitu:
a. Tidak ada respon terhadap cahaya.
b. Tidak ada reflek kornea.
c. Tidak ada refleks vestibulo-okular.
d. Tidak ada respon motor dalam distribusi saraf cranial terhadap rangsang adekuat pada
area somatic.
e. Tidak ada reflek muntah (reflek gag) atau reflek batuk terhadap rangsang oleh kateter
isap yang dimasukan ke dalam trakea.
Tes terhadap reflek-refleks batang otak dapat menilai integritas fungsional batang otak
dengtan cara yang unik. Tak ada daerah otak lainnya yang dapat diperiksa sepenuhnya
seperti ini. Hal ini menguntungkan karena konsep mati yang baru secara tidak langsung
menyatakan bahwa semua yang berarti bagi kehidupan manusia bergantung pada
integritas jaringan yang berukuran hanya beberapa cm ini. Tes ini ditujukan untuk

33
mencari adannya respon, bukan gradasi fungsi. Ini mudah dilakukan dan dapat
dimengerti oleh setiap dokter dan perawat yang terlatih. Tes yang paling pokok untuk
fungsi batang otak adalah tes untuk henti nafas, yaitu:
a. Beri pre-oksigenasi 100% selama 10 menit.
b. Beri 5 % CO2 selama 5 menit berikutnya untuk menjamin PaCO2 awal 53 kpa (40
torr).
c. Melepaskan pasien dari ventilator. Insuflasikan trachea dengan O2 100% : 6 l/menit
melalui kateter intra trachea lewat karina.
d. Melepaskan pasien dari ventilator selama 10 menit. Jika mungkin periksa PaCO2
akhir.
Tes ulang perlu dilakukan untuk mencegah kesalahan pengamatan dan perubahan tanda-
tanda. Interval waktu berlangsung selama satu jam dengan alas an berikut:
a. Makin penjang interval waktu, makin besar keberatan merawat pasien.
b. Makin pendek interval waktu, makin meunjang keberhasilan transplantasi organ.
Karena makin lama interval waktu, makin besar kemungkinan terjadi asistol
ventricular sehingga sirkulasi darah berhenti dan ini akan mengurangi viabilitas
jaringan. Bila langkah-langkah menegakkan diagnosis mati batang otak dijalankan
dengan baik, tidak akan ada perbedaan hasil (pemeriksaan pertama dan pemeriksanan
ulang).
Hendaknya jangan dibuat diagnosis mati batang otak, jika dokter yang bertugas ragu-ragu
mengenai:
a. Diagnosis primer
b. Kausa disfungsi batang otak yang reversible (obat atau gangguan metabolik) dan
c. Kelengkapan tes klinik

13. Penghentian tindakan terapeutik/Paliatif.


Di ICU sering didapatkan pasien dengan otak yang tidak berfungsi sama sekali, tetapi
jantungnya masih berdenyut otomatis, dan nafasnya dapat dikendalikan dengan
respirator. Hal ini merupakan hasil teknologi kedokteran maju yang menyedihkan yang
telah mengubah pasien menjadi preparat biologis (bentuk fisik) tanpa atribut sebagai
manusia. Oleh karena itu, jika kita dapat membuktikan bahwa batang otak sudah mati,
secara keseluruhan pasien tersebut sudah mati walaupun jantungnya masih berdenyut.
Masih berdenyutnya jantung adalah karena fungsi intrinsik otonom dan hal itu sama
sekali tidak menunjukkan bahwa otak masih berfungsi.

34
Dalam hal pasien yang dalam keadaan gawat tidak dapat ditolong dengan cara
pengobatan yang ada, sedangkan diagnosis mati batang otak belum ditegakkan,
penghentian pengobatan sudah dapat dimulai. Sesuai dengan kondisi penyakit pasien,
penghentian tindakan terapeutik/paliatif dilakukan secara bertahap, yaitu sebagai berikut:
a. Untuk pengakhiran resusitasi jangka panjang dipakai triase gawat darurat (critical
care triage) sebagai berikut:
1) Bantuan total untuk pasien sakit atau cedera kritis yang diharapkan tetap dapat
hidup tanpa kegagalan otak berat yang menetap. System organ vital, walaupun
biasanya terpengaruh, tidak rusak irreversible. Semua yang mungkin dilakukan
untuk megurangi mortalitas dan morbiditas.
2) Semua diusahakan kecuali resusitasi jantung paru untuk pasien dengan fungsi
otak tetap ada, atau dengan harapan ada pemulihan otak pasien yang mengalami
kegagalan jantung, paru, atau organ multiple lain atau dalam tingkat akhir
penyakit yang tidak dapat disembuhkan, misalnya karsinoma lanjut. Semua yang
mungkin dilakukan untuk kenyamanan pasien. Perpanjangan hidup tidak
dilakukan setelah henti jantung.
3) Tidak dilakukan tindakan-tindakan luar biasa bagi pasien-pasien yang bila diberi
beberapa bentuk terapi tampaknya hanya berarti memperpanjang proses kematian,
bukannya kehidupan. Sebagai contoh ialah pasein dengan fungsi otak minimal
tanpa harapan sehingga tidak ada kemungkinan untuk mentasi manusia (human
mentation) selanjutnya. Penderita moribund sadar tanpa harapan, dibuat merasa
nyaman dan bebas nyeri.
4) Pengakhiran semua bantuan hidup untuk pasien dengan penghentian fungsi
batang otak yang irreversible. Setelah criteria mati batang otak dipenuhi, pasien
dinyatakan meninggal dan semua terapi dihentikan. Jika sedang dipertimbangkan
donasi organ, bantuan jantung paru penderita diteruskan sampai organ yang
diperlukan telah diambil. Paling sedikit dua orang dokter membuat klasifikasi dan
secara berkala melakukan reklasifikasi setiap pasien ICU ke dalam 1-4 kategori
tersebut diatas. Klasifikasi sebaiknya dikerjakan kelompok dokter (lebih dari satu
orang), kecuali ditempat terpencil atau tersendiri.
b. Yang dapat digolongkan ke dalam tindakan luar biasa ialah:
1) Perawatan di ICU.
2) Pengendalian Disritmia.
3) Intubasi endotrakea.

35
4) Ventilasi mekanis.
5) Infuse I.V. obat vasoaktif kuat, dan
6) Nutrisi parenteral total.
Makanan diberikan lewat pipa lambung, sedangkan cairan I.V antibiotika masih dapat
diberikan pada keadaan tertentu
c. Kaputusan untuk menghentikan tindakan-tindakan luar biasa untuk bantuan hidup
merupakan keputusan medis. Hal ini harus dibuat oleh dokter-dokter berpengalaman
yang mengalami kasus-kasus secara keseluruhan dan sebaiknya hal itu dilakukan
setelah diadakan konsultasi dengan dokter spesialis berpengalaman (spesialis
anestesiologi, spesialis neurologi). Selain itu, hendaknya dipertimbangkan pula
keunginan pasien yang dinyatakan sebelumnya, sikap keluarga, dan kualitas hidup
yang terbaik yang diharapkan, tetapi pihak keluarga tidak diminta membuat
keputusan untuk penderita mati.
d. Bila keputusan yang diambil ialah membiarkan pasien meninggal secara wajar
dengan mematikan ventilator, maka setelah mesin dimatikan diupayakan untuk
mengembalikan nafas spontan. Bila upaya ini gagal, terapi ventilator tidak lagi
diberikan dan pasien dibiarkan mati secara ilmiah. Bila secara tidak terduga pasien
bernafas spontan kembali, maka terapi ventilator dapat diteruskan.

36
PENGADUAN DAN PENYELESAIAN PENGADUAN PELANGGARAN ETIKA
RUMAH SAKIT :

KEPALA RUMAH KOMITE ETIKA


SAKIT RUMAH SAKIT

PANITIA ETIK PANITIA ETIK


MEDIK KEPERAWATAN

HUMAS

BIDANG
IKATAN UNIT KERJA
PROFESI TERKAIT

INSTALASI

UNIT-UNIT KERJA
STRUKTURAL

KEPOLISIAN

KEJAKSAAN

LBH

INSTALASI LAIN

PENGADUAN
PERSEORANGAN

37
Keterangan :
1. Pengaduan pelanggaran etika dapat berasal dari berbagai sumber langsung ke Kepala Rumah
Sakit;
2. Kepala Rumah Sakit meneruskan masalah tersebut kepada Komite Etika Rumah Sakit
(KERS);
3. KERS menghubungi unit kerja dan atau Panitia Etik Medik/Panitia Etik Keperawatan agar
melakukan penyelidikan terhadap masalah pelanggaran etika tersebut;
4. Dalam proses penyelidikan dan pembahasan dapat meminta pertimbangan kepada ikatan
profesi
5. Hasil penyelidikan diteruskan ke Komite Etika Rumah Sakit (KERS);
6. KERS selanjutnya memberikan pertimbangan kepada Kepala Rumah Sakit untuk mengambil
keputusan;

38
BAB V
LOGISTIK

A. Penyediaan
1. Penyediaan kertas dan kebutuhan alat tulis lainya
2. Penyediaan computerisasi dalam mendukung kegiatan kerja
3. Penyediaan system on line

B. Pengelolaan
Pengelolaan laporan komite etik dan hukum rumah sakit dilakukan secara sistimatis dan
terdokumetasi dengan baik.

39
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

A. Pengertian
Keselamatan pasien adalah suatu sistem di mana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih
aman. Hal ini termasuk asesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yamg berhubungan
dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko.
Sedangkan insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian atau situasi yang dapat
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan harm (penyakit, cidera,cacat, kematian dan lain-
lain) yang tidak seharusnya terjadi.

B. Tujuan
Tujuan sistem ini adalah mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Selain itu
sistem keselamatan pasien ini mempunyai tujuan agar tercipta budaya keselamatan pasien di
rumah sakit, meningkatkannya akuntanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat,
menurunnya kejadian tidak diharapakan di rumah sakit, dan terlaksananya program-program
pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan.

C. Tata Laksana Keselamatan Pasien Secara Umum


Dalam melaksanakan keselamatan pasien terdapat tujuh langkah menuju keselamatan pasien
rumah sakit. Adapun tujuh langkah tersebut adalah :
1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien. Menciptakan kepemimpinan dan
budaya yang terbuka dan adil.
2. Memimpin dan mendukung karyawan. Membangun komitmen dan fokus yang kuat dan jelas
tentang keselamatan pasien.
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan resiko. Mengembangkan sistem dan proses
pengelolaan resiko, serta melakukan identifikasi dan pengkajian hal potensial bermasalah.
4. Mengembangkan sistem pelaporan. Memastikan karyawan agar dengan mudah dapat
melaporkan kejadian/insiden, serta rumah sakit mengatur pelaporan kepada Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien. Mengembangkan cara-cara komunikasi yang
terbuka dengan pasien.

40
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien. Mendorong karyawan untuk
melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul.
7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien. Menggunakan informasi
yang ada tentang kejadian atau masalah untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan.

D. Standar Keselamatan Pasien sebagai berikut :


a. Hak pasien
b. Mendidik pasien dan keluarga
c. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
d. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien.
e. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien.
f. Mendidik karyawan tentang keselamatan pasien.
g. Komunikasi yang merupakan kunci bagi karyawan untuk mencapai keselamatan pasien.

E. Langkah-langkah Penerapan Keselamatan Pasien Rumah Sakit:


1. Menetapkan instalasi kerja yang bertanggung jawab mengelola program keselamatan
pasien rumah sakit.
2. Menyusun program keselamatan pasien rumah sakit jangka pendek 1 – 2 th.
3. Mensosialisasikan konsep dan program keselamatan pasien rumah sakit.
4. Mengadakan pelatihan keselamatan pasien rumah sakit bagi jajaran manajemen dan
karyawan.
5. Menetapkan sistem pelaporan insiden (peristiwa keselamatan pasien).
6. Menerapkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit seperti tersebut di
atas.
7. Menerapkan standar keselamatan pasien rumah sakit (seperti tersebut di atas) dan
melakukan self assesment dengan instrument akreditasi pelayanan keselamatan pasien
rumah sakit.
8. Program khusus keselamatan pasien rumah sakit.
9. Mengevaluasi secara periodik pelaksanaan program keselamatan pasien rumah sakit dan
kejadian tidak diharapkan.

41
F. Pengertian 6 Sasaran Keselamatan Pasien di Rumah Sakit
1. Ketepatan Identifikasi Pasien
a. Identifikasi pasien (Patient Identification) adalah prosedur pencatatan identitas diri
pasien yang masuk ke Rumah Sakit Semen Gresik, termasuk bayi yang baru lahir,
yang dapat dilakukan dengan sistem barcode
b. Identifikasi pasien dewasa adalah pencatatan identifikasi diri pasien dan pemberian
tanda berupa gelang nama pada tangan yang memuat minimal : nama pasien, nomor
rekam medis atau tempat tanggal lahir
c. Identifikasi bayi baru lahir adalah pencatatan identitas diri bayi dan pemberian tanda
berupa gelang nama pada tangan bayi yang memuat nama ibu bayi, nomor rekam
medis bayi,tempat tanggal lahir . Disertai cap kaki bayi kiri dan kanan dan cap ibu
jari tangan kanan dari ibu bayi pada lembar identifikasi bayi.
2. Peningkatan Komunikasi Efektif Antar Perawat Dan Tenaga Kesehatan Lainnya
Komunikasi verbal antar perawat dan staf yang terkait lainnya, yang mampu
mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan pasien selama dalam perawatan
di rumah sakit melalui pemberian informasi yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas dan
dipahami oleh penerima pesan
3. Peningkatan Keamanan Obat Dengan Kewaspadaan Tinggi (High Alert Medication)
Obat dengan kewaspadaan tinggi adalah obat-obat yang secara signifikasi berisiko
membahayakan pasien bila digunakan dengan salah atau pengelolaan yang kurang tepat.
4. Kepastian Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat Pasien Operasi
Rumah sakit harus mempunyai metodologi identifikasi dan verifikasi pemberian tanda
pada lokasi operasi (Site Marking) berdasarkan diagnosis dan tepat pasien.
5. Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan (Hand Hygiene)
a. Cuci tangan adalah menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari permukaan
kulit dan mengurangi jumlah mikroorganisme sementara.
b. Cuci tangan antiseptik/prosedural adalah proses menghilangkan/ mematikan
mikroorganisme transient.
c. Cuci tangan bedah adalah proses menghilangkan/mematikan mikroorganisme
transient dan mengurangi flora resident.
6. Pengurangan Risiko Pasien Cidera Akibat Jatuh
Pasien jatuh adalah peristiwa jatuhnya pasien dari tempat tidur ke lantai atau ke tempat
lainnya yang lebih rendah pada saat istiharat maupun pada saat terbangun yang
disebabkan oleh berbagai kondisi penyakit stroke, epilepsi, kejang, penyakit kronis

42
lainnya atau karena terlalu banyak aktifitas atau akibat kelalaian perawat, pemberian
obat-obatan diuretik, laksatik, sedatif, psikotropik dan obat anti depresan.

43
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 pasal 164 ayat (1) menyatakan bahwa upaya
kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan
kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Rumah sakit adalah tempat
kerja yang termasuk dalam kategori seperti tersebut di atas, berarti wajib menerapkan upaya
keselamatan dan kesehatan kerja. Program keselamatan dan kesehatan kerja ini bertujuan
melindungi karyawan dari kemungkinan terjadinya kecelakaan di dalam dan di luar rumah sakit.
Dalam Undang – Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat (2) disebutkan bahwa “ Setiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan “. Dalam hal ini yang di
maksud pekerjaan adalah pekerjaaan yang bersifat manusiawi, yang memungkinkan pekerja
berada dalam kondisi sehat dan selamat, bebas dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja,
sehingga dapat hidup layak sesuai dengan martabat manusia.
Keselamatan dan kesehatan kerja atau K3 merupakan bagian integral dari perlindungan terhadap
pekerja, dalam hal ini tim Hak Pasien dan Keluarga dan perlindungan terhadap rumah sakit.
Pegawai adalah bagian integral dari rumah sakit. Jaminan keselamatan dan kesehatan kerja akan
meningkatkan produktivitas pegawai dan menigkatkan produktivitas rumah sakit.
1. Undang - Undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dimaksudkan untuk
menjamin :
a. Agar pegawai dan setiap orang yang berada di tempat kerja selalu berada dalam keadaan
sehat dan selamat.
b. Agar faktor - faktor produksi dapat di pakai dan digunakan secara efisien.
c. Agar proses produksi dapat berjalan secara lancar tanpa hambatan.
2. Faktor-faktor yang menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat digolongkan
pada tiga kelompok, yaitu :
a. Kondisi dan lingkungan kerja.
b. Kesadaran dan kualitas pekerja, dan
c. Peranan dan kualitas manajemen
3. Dalam kaitannya dengan kondisi dan lingkungan kerja, kecelakaan dan penyakit akibat kerja
dapat terjadi bila :
a. Peralatan yang ada tidak memenuhi standar kualitas atau bila sudah aus.
b. Alat – alat produksi tidak di susun secara teratur menurut tahapan proses produksi.

44
c. Ruang kerja terlalu sempit, ventilasi udara kurang memadai, ruangan terlalu panas atau
terlalu dingin.
d. Tidak tersedia alat – alat pengaman.
e. Kurang memperhatikan persyaratan penanggulangan bahaya kebakaran dan lain – lain.
4. Perlindungan Keselamatan Kerja dan Kesehatan Petugas Kesehatan
a. Petugas kesehatan yang merawat pasien menular harus mendapatkan pelatihan mengenai
cara penularan dan penyebaran penyakit, tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi
yang sesuai dengan protokol jika terpajan.
b. Petugas yang tidak terlibat langsung dengan pasien harus diberikan penjelasan umum
mengenai penyakit tersebut.
c. Petugas kesehatan yang kontak dengan pasien penyakit menular melalui udara harus
menjaga fungsi saluran pernafasan ( tidak merokok, tidak minum dingin ) dengan baik
dan menjaga kebersihan tangan.
5. Petunjuk Pencegahan Infeksi untuk Petugas kesehatan
a. Untuk mencegah transmisi penyakit menular dalam tatanan pelayanan kesehatan, petugas
harus menggunakan APD ( Alat Pelindung Diri ) yang sesuai untuk Kewaspadaan
Standar dan Kewaspadaan Isolasi (berdasarkan penularan secara kontak, droplet, atau
udara) sesuai dengan penyebaran penyakit.
b. Semua petugas kesehatan harus mendapatkan pelatihan tentang gejala penyakit menular
yang sedang dihadapi.
c. Semua petugas kesehatan dengan penyakit seperti flu harus di evaluasi untuk memastikan
agen penyebab. Kemudian ditentukan apakah perlu dipindahtugaskan dari kontak
langsung dengan pasien, terutama mereka yang bertugas di instalasi pelayanan intensif
(IPI), ruang rawat anak, dan ruang bayi.
d. Semua petugas harus menggunakan apron, penutup kepala dan pelindung kaki
(sandal/sepatu boot), sebelum masuk ruangan yang berpenyakit menular. Termasuk harus
harus mengenakan APD tersebut hal ini bertujuan untuk mengurangi kontaminasi atau
penularan
6. Prinsip keselamatan kerja karyawan dalam proses penyelenggaraan pelayanan pasien
a. Pengendalian teknis mencakup
 Letak, bentuk dan konstruksi alat sesuai dengan kegiatan dan memenuhi syarat yang
telah ditentukan.
 Perlengkapan alat kesehatan yang cukup disertai tempat penyimpanan yang praktis.
 Penerapan dan ventilasi yang cukup memenuhi syarat.

45
 Tersedianya ruang istirahat untuk karyawan.
b. Adanya pengawasan kerja yang dilakukan oleh penanggung jawab dan terciptanya
kebiasaan kerja yang baik oleh karyawan.
c. Pekerjaan yang ditugaskan hendaknya sesuai dengan kemampuan kerja dari karyawan.
d. Volume kerja yang dibebankan disesuaikan dengan jam kerja yang telah ditetapkan.
e. Maintenance (perawatan) alat dilakukan secara rutin oleh petugas instalasi pemeliharaan
sarana sesuai jadwal.
f. Adanya pendidikan mengenai keselamatan kerja bagi karyawan.
g. Adanya fasilitas atau peralatan pelindung dan peralatan pertolongan pertama yang cukup.
7. Prosedur keselamatan kerja
a. Keamanan kerja di ruang ini meliputi :
 Menggunakan alat pembuka peti/bungkus menurut cara yang tepat.
 Barang yang berat selalu ditempatkan di bagian bawah dan angkatlah dengan alat
pengangkut yang tersedia untuk barang tersebut.
 Tidak diperkenankan merokok di ruang perawatan
 Lampu harus dimatikan bila tidak dipergunakan/diperlukan.
 Tidak mengangkat barang berat, bila tidak sesuai dengan kemampuan.
 Tidak mengangkat barang dalam jumlah yang besar, yang dapat membahayakan
badan dan kualitas barang.
 Membersihkan bahan yang tumpah atau keadaan licin di ruang perawatan.
8. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan kegiatan tim hak pasien dan keluarga diperlukan dalam
perencanaan, pemantauan dan evaluasi serta pengambilan keputusan untuk peningkatan
pelayanan hak pasien dan keluarga.

46
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

1. Pengertian Mutu
a. Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa
b. Mutu adalah expertise atau keahlian dan keterikatan (commitment) yang selalu dicurahkan
pada pekerjaan.
c. Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan pekerjaan

2. Definisi Mutu Rumah Sakit Semen Gresik


Adalah derajat kesempurnaan pelayanan Rumah Sakit Semen Gresik untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat pelanggan akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar
profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di
Rumah Sakit semen Gresik secara wajar, efisien, efektif serta diberikan dengan aman dan
memuaskan sesuai norma, etika, hukum dan sosial budaya dengan tetap memperhatikan aspek
keterbatasan dan kemampuan Rumah Sakit Semen Gresik dan pelanggan.

3. Pihak Yang Berkepentingan dengan Mutu


a. Pelanggan
b. Pembayar/perusahaan/asuransi
c. Manajemen PT Cipta Nirmala
d. Manajemen Rumah Sakit Semen Gresik
e. Pegawai Rumah Sakit Semen Gresik
f. Masyarakat
g. Ikatan Profesi
h. Pemerintah

4. Dimensi Mutu
a. Keprofesian
b. Efisiensi
c. Keamanan pasien (patient safety)
d. Kepuasan pelanggan
e. Aspek sosial budaya

47
5. Strategi
a. Setiap petugas memahami dan menghayati konsep dasar dan prinsip mutu, sehingga dapat
menerapkan langkah-langkah upaya peningkatan mutu di masing-masing unit kerjanya.
b. Meningkatkan kompetensi sumber daya manusia.
c. Menciptakan budaya mutu di Rumah sakit Semen Gresik.

48
BAB IX
PENUTUP

Dengan tersusunnya Pedoman Pelayanan Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit Semen
Gresik ini diharapkan :
1. Dapat memberikan pemahaman kepada semua pihak yang terkait.
2. Diharapkan dengan dukungan, kerjasama dan partisipasi dari semua pihak yang terkait, agar
pedoman ini dapat terlaksana sesuai dengan apa yang diharapkan demi terwujudnya
peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit Semen Gresik sesuai dengan visi dan misi-nya
serta untuk mewujudkan Program Menjaga Mutu Terpadu Rumah Sakit Semen Gresik.

Ditetapkan di : Gresik
Pada tanggal : 5 Juni 2013
Komite Etik Dan Hukum
Ketua,

dr Hendrawan Wijanarko, Sp,Rad

49

Anda mungkin juga menyukai