Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN

“ ETIKA KEBANGGAAN BERBANGSA “

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Etika Berkomunikasi
Komarudin, Drs., M.Pd.

Disusun Oleh :

Nama : Ghina Zakiya


NPM : 113050079
Kelas : 1 F

PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
TAHUN 2014/2015
Pengertian Etika

Etika yang berasal dari kata etos, etikos (Yunani) yang artinya adat kebiasaan, yakni
perilaku yang dilakukan terus menerus, yang kemudian diberi nilai : baik dan buruk, boleh dan
tidak, pantas maupun tidak pantas.
Dari perspektif filsafat, etika adalah cabang filsafat yang mempelajari tingkah laku
manusia, dinilai dari segi baik dan buruk, yang dilakukan secara sadar, bebas dan disengaja.
Etika adalah kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas bagaimana manusia bersikap
terhadap apa yang ada). (Dra. Ngudi Astuti, M.Si., Pancasila Dan Piagam Madinah, (Jakarta,
Cetakan 1, 2013), Hal. 71).

Pentingnya Etika

Pada decade 1980-an banyak bukti menunjukkan meningkatnya perhatian masyarakat


terhadap menurunnya perilaku etis, khususnya pada kalangan para pejabat yang memiliki
tanggung jawab public ataupun pribadi. “What Ever Happened to Ethicts ?” Tanya liputan
utama majalah Time (25 Mei 1987), “A Nation of Liars ?” desak U.S. News and World Report
(23 Februari 1987). Sebuah pengumpulan pendapat pendapat pada Februari 1987 oleh U.S.News
dan CNN memperlihatkan bahwa lebih dari setengah peserta survai yakni bahwa orang-orang
skarang lebih kurang jujur dibandingkan 10 tahun yang lalu. Time melaporkan : “Lebih dari 100
anggota pemerintahan Reagan Pernah mendapatkan tuduhan atas pelanggaran etika atau hykum
yang diajukan terhadap mereka. Jumlah itu tidak pernah terjadi sebelumnya. “Menurut Time,
“Banyak bagian etis nasional yang telah sangat merosot, dari Gedung Putih hingga gereja-gereja,
sekolah-sekolah, indusrti, pusat-pusat kesehatan, lembaga hukum dan pasar saham. “Time
menyimpulkan “Etika yang sering disepelekan sebagai sebuah kata yang terlalu miris, kini
berada di pusat perdebatan nasional baru.”
“Sebuah masyarakat tanpa etika adalah masyarakat yang menjelang kehancuran”, ucap
filosof S.Jack Odell, “konsep dan teori dasa etika memberikan kerangka yang dibutuhkan untuk
melaksanakan kode etik atau moral setiap orang.”Odell yakin bahwa “Prinsip-prinsip etika
adalah prasyarat wajib bagi keberadaan sebuah komunitas sosial. Tanpa prinsip-prinsip etika
mustahil manusia bisa hidup harmonis dan tanpa ketakutan, kecemasan, keputusasaan,
kekecewaaan, pengertian, dan ketidakpastian.”
Suatu system etika kemasyarakatan atau pribadi bukanlah obat yang mujarab dan berlaku
bagi seluruh persoalan individu maupun kolektif. (Dr. Deddy Mulyana, M.A., Etika Komunikasi,
(Bandung, Cetakan Pertama, 1996), Hal.6).

Berbuat Dan Berlaku Adil Teerhadap Sesama

Pengertian keadilan yang berasal dari kata adil. Keadilan dalam istilah Inggrisnya justice
yang berasal dari bahsa latin justitia yang kata dasarnya juss (berarti hukum atau hak). Sebelum
kita mengetahui pengertian keadilan sebaiknya kita kemukakan cirri-ciri atausifat adil.
The Liang Gie (1982:16) mengemukakan cirri-ciri atau sifat adil sebagai berikut :
1. Tidak memihak (impartial)
2. Sama hak (equal)
3. Bersifat hukum (lawful)
4. Sah menurut hukum (legal)
5. Layak (fair)
6. Wajar secara moral (equitable)
7. Benar secara moral (righteous)
(Dr. Abdul Azis Wahab, MA., dkk, Pendidikan Pancasila 1, (Jakarta, Cetakan 1, 2013), Hal. 71).

Pengertian Moral

Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan, tabiat atau
kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk., yang menyangkut tingkah laku
dan perbuatan manusia. Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan
norma yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral.
(Dra. Ngudi Astuti, M.Si., Pancasila Dan Piagam Madinah, (Jakarta, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1990), Hal.41).
Pancasila Sebagai Moral Bangsa Indonesia

Dalam menjalankan kehidupan berbangsa diperlukan adanyan pelaksanaan nilai-nilai


luhur yang terkandung dalam Pancasila, agar nilai norma dan sikap yang dijabarkan benar-benar
menjadi bagian yang utuh dan dapat menyatu dengan kepribadian seiap manusia Indonesia,
sehingga dapat mengatur dan member arah kepada tingkah laku dan tindak tunduk manusia itu
sendiri.
Bangsa tidak akan bisa maju jika kita sendiri belum bisa memahami dan dapat
memecahkan watak dan moral manusia yang sekarang ini, antara lain :
1. Hipokrit : senang berpura-pura , lain dimuka, lain dibelakang. Serta menyembunyikan
yang dikehendaki karena takut ganjaran yang merugikan dirinya.
2. Segan dan enggan bertanggung jawab atas perbuatan, atau sering memindahkan
tanggungjawab tentang suatu kesalahan dan kegagalan seperti orang lain.
3. Berjiwa feodalis senang memperhamba pihak yang lemah, senang dipuji, dan tidak suka
dikritik.
4. Mempunyai watak yang lemah serta kuat mempertahankan keyakinannya.
5. Kurang sabar, dengki, cemburu.
6. Melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Karena itu didorong dan dituntun oleh pandangan hidup yang luhur sedini mungkin, sebab
tantangan dimasa depan akan semakin sulit dan semakin berat yang menuntut kita untuk
meningkatkan sumber daya manusia tnpa meninggalkan nilai luhur-luhur dari bangsa kita yaitu
Pancasila. (Dra. Ngudi Astuti, M.Si., Pancasila Dan Piagam Madinah, (Jakarta, Cetakan 1,
2013), Hal. 72-73).

Fungsi Pancasila Sebagai Moral

Pancasila sebagai moral bangsa sangat dibutuhkan, sebab Pancasila mempunyai fungsi
meliputi :
1. Meliputi keharmonisan hubungan antar umat beragama, karena moral memberikan
landasan kepercayaan kepada manusia, percaya atas itikad baik kepada setiap kebaikan
orang.
2. Menjamin landasan kesabaran untuk dapat bertahan terhadap naluri dan keinginan nafsu
memberi daya tahan dalam menunda dorongan rendah yang mengancam harkat dan
martabat.
3. Menjamin kebahagiaan jasmani dan rohani.
4. Memberikan motivasi dalam setiap sikap dan tindakan manusia untuk berbuat kebaikan
dan kebajikan yang berlandaskan moral.
5. Memberikan wawasan masa depan, baik konsekuensi maupun sanksi terutama yang
berkaitan dengan tanggung jawab terhadap Tuhan dalam kehidupan akhirat. (Dra. Ngudi
Astuti, M.Si., Pancasila Dan Piagam Madinah, (Jakarta, Cetakan 1, 2013), Hal. 73).

Pengalaman Sila Pancasila

Pengamalan semua sila Pancasila secara serasi dan sebagai kesatuan yang utuh, yaitu :
1. Pengamalan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, yang antara lain mencakup tangung jawab
bersama dari semua golongan beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan YME dan
meletakkan landasan nilai, moral, dan etika yang kukuh bagi moral bangsa.
2. Pengamalan sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab, yaitu mencakup peningkatan
martabat serta hak dan kewajiban asasi manusia, penghapusan penjajahan, kesengsaraan,
dan ketidak adilan dari bumi.
3. Pengamalan sila Persatuan Indonesia mencakup pembinaan dangsa di kehidupan
manusia, masyarakat, bangsa, dan negara. Sehingga rasa kesetiakawanan semakin kuat
dalam rangka memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa.
4. Pengamalan sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Bagi Seluruh
Rakyat Indonesia, yaitu mencakup upaya makin menumbuhkan dan mengembangkan
system politik demokrasi yang makin mampu memelihara stabilitas nasional yang
dinamis.
6. Pengamalan sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, yaitu mencakup upaya
mengembangkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi yang dikaitkan dengan pemerataan
pembangunan menuju terciptanya kemakmuran yang berkeadilan bagi seluruh rakyat
Indonesia. (Dra. Ngudi Astuti, M.Si., Pancasila Dan Piagam Madinah, (Jakarta, Cetakan
1, 2013), Hal. 74).

Pendidikan Pancasila Sebagai Pembentuk Karakter Bangsa

Esensi dari pendidikan sebenarnya adalah pengalihan kebudayaan dari generasi yang
lebih tua kepada generasi selanjutnya dalam setiap masyarakat atau bangsa. Masalah
pendidikan yang paling mendasar adalah bagaimana memanusiakan manusia melalui
pendidikan. Masalah pendidikan bukan hanya sekedar memberdayakan pikiran dan
pencapaian prestasi belajar, melainkan berkaitan erat dengan nurani dan moral spiritual serta
pembentukan karakter. (Agun Gunandjar Sudarsa, Pancasila Sebagai Rumah Bersama,
(Jakarta, Cetakan 1, 2013). Hal. 6).

Pendidikan dan Peradaban Bangsa

Hubungan pendidikan dengan peradaban (karakter) suatu bangsa dianalogikan ibarat


hubungan fondasi dengan model atas kontuksi sebuah bangunan. Keduanya berhubungan
secara kausalitas, fondasi akan menentukan model bangunan di atasnya. Pendidikan adlah
fondasi bangunan dan karakter suatu bangsa adalah model bangunan yang merupakan hasil
konkret dari pendidikan. (Agun Gunandjar Sudarsa, Pancasila Sebagai Rumah Bersama,
(Jakarta, Cetakan 1, 2013). Hal. 10).
Dengan demikian, betapa penting memposisikan Pancasila sebagai landasan dan pijakan
dalam proses pendidikan anak-anak bangsa. Pancasila jika sebenar-benarnya ditananmkan
dalam proses pendidikan, maka seyogyanya bangsa ini menjadi bangsa yang memiliki
peradaban yang agung, yakni peradaban agung manusia-manusia Pancasila.
Kerinduan akan hadirnya Pancasila merambah pada semua bidang kehidupan berangsa dan
bernegara saat ini, hal ini sebagaimana telah disinggung di atas, diakibatkan oleh terjadinya
demoralisasi yang sangat luar biasa di semua bidang kehidupan dan setiap lapisan
masyarakat bangsa, yang sesungguhnya bertolak belakang dengan nilai-nilai luhur Pancasila
sebagai falsafah hidup bangsa. (Agun Gunandjar Sudarsa, Pancasila Sebagai Rumah
Bersama, (Jakarta, Cetakan 1, 2013). Hal. 11).
Sejalan dengan kerinduan terhadap Pancasila, pendidikan hari ini pun sedang merindukan
dan mengelu-elukan pendidikan karakter. Pendidikan melalui kementrian pendidikan
nasional, sedang mencanangkan program pendidikan karakter besar-besaran. Pendidikan
karakter dianggap sebagai solusi terbaik terhadap berbagai bencana moral yang melilit
bangsa ini, yakni hilangnya nilai-nilai Ketuhanan YME, lemahnya nilai-nilai
perikemanusiaan yang adil dan beradab, lunturnya persatuan dan lemahnya prinsip
musyawarah untuk mufakat, serta semakin terpinggirkannya nilai-nilai keadilan.
Pembentukan karakter yang diinginkan dalam proses pendidikan adalah terdiri dari tiga
bagian yang saling terkait, yaitu pengetahuan tentang moral, perasaan bermoral, dan perilaku
bermoral. (Agun Gunandjar Sudarsa, Pancasila Sebagai Rumah Bersama, (Jakarta, Cetakan
1, 2013). Hal.12).

Pancasila Dan Karakter Bangsa

Dari paparan di atas jelaslah bahwa Pancasila adalah wujud karakter bangsa Indonesia
bangsa yang berketuhanan YME, bangsa yang berkemanusiaan yang adil dan beradap bangsa
yang mengedepankan persatuan, beradap bangsa yang mengedepankan musyawarah untuk
mufakat, dan bangsa yang menjungjung tinggi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila harus kembali ditanamkan dalam jiwa-jiwa anak bangsa melalui proses
pendidikan di semua lapisan masyarakat. Pancasila harus dihadirkan kembali dalam setiap nurani
anak bangsa. Pancasila adalah Indonesia dan Indonesia adalah Pancasila. (Agun Gunandjar
Sudarsa, Pancasila Sebagai Rumah Bersama, (Jakarta, Cetakan 1, 2013). Hal.13).

Menguatkan Kembali Ide Demokrasi Pancasila

Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang hidup berdasarkan tata nilai yang berlaku di
bumi Nusantara. Nafasnya betul-betul sejalan dengan aktualisasi prinsip demokrasi berbasis pada
kearifan lokal. Jadi Pancasila bukanlah idieologi yang tiba-tiba datang akibat paksan dari pihak
lain, sehingga masarakat Indonesia menjalani dengan apa adanya. Karena itulah, ia amat jauh
berbeda dengan tafsir ideologi yang dikemas di negara-negara berpaham liberal.
(Agun Gunandjar Sudarsa, Pancasila Sebagai Rumah Bersama, (Jakarta, Cetakan 1, 2013).
Hal.20).

Tetap Mempertahankan Pembukaan UUD 1945

Pembukaan UUD 1995 tetap dipertahankan dan dijadikan landasan, setidaknya para
anggota badan Badan Pekerja pada saat itu melalui diskusi-diskusi yang mendalam berketetapan
bahwa nilai-nilai yang sangat fundamental yang telah dirumuskan oleh para pendiri negara,
ternyata memiliki jangkauan pemikiran yang jauh ke depan, yang masih cocok untuk kondisi saat
ini dan untuk masa mendatang.
Pada alinea pertama, dirumuskan tentang nilai-nilai universal bahwa kemerdekaan itu
ialah hak segala bangsa, pada alinea kedua, menegaskan nilai sejarah, bahwa kemerdekaan yang
kita peroleh bukan atas pemberian tapi atas perjuangan. Pada alinea ketiga dirumuskan nilai-
nilai ketuhanan dan pernyataan kemerdekaan. (Agun Gunandjar Sudarsa, Pancasila Sebagai
Rumah Bersama, (Jakarta, Cetakan 1, 2013). Hal.24).

Manfaat Mempelajari Pendidikan Pancasila

Bagi para mahasiswa jika mempelajari pendidikan Pancasila pada umumnya untuk
memahami dan memperoleh pengetahuan tentang Pancasila secara baik dan benar, dalam arti
yuridis konstitusional dan objektif ilmiah. Yuridis Konstitusional, mengingat Pancasila sebagai
dasar negara dijadikan landasan dan pedoman dalam pelaksanaan penyelenggaraan negara
Republik Indonesia termasuk melandasi tatanan hukum yang berlaku. (Pandji Seijo, Pendidikan
Pancasila, (Jakarta, Perspektif Sejarah Perjuangan Bangsa, 2006). Hal.2).
Tujuan Pendidikan Pancasila

1. Menjadi pribadi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Sehat jasmani dan rohani, berakhlak mulia, dan berbudi pekerti luhur
3. Memiliki kepribadian yang mantap , mandiri, dan bertanggung jawab seuai hati nurani
4. Mampu mengikuti perkembangan IPTEK dan seni
5. Mampu ikut mewujudkan kehidupan yang cerdas dan berkesejahteraan bagi bangsanya
(Agun Gunandjar Sudarsa, Pancasila Sebagai Rumah Bersama, (Jakarta, Cetakan 1, 2013).
Hal.14).

Anda mungkin juga menyukai