Anda di halaman 1dari 5

Surat Terbuka Untuk Presiden RI Joko

Widodo Dari Seorang Guru


April 4, 2015

Kepada Yth,

Presiden Republik Indonesia

Bapak Joko Widodo

Salam hormat kami, semoga bapak Presiden senantiasa dalam keadaan sehat dan tetap
memiliki semangat untuk memperbaiki bangsa ini menjadi lebih baik lagi. Saya juga
mendoakan kepada bapak Presiden dan keluarga semoga diberi ketabahan dalam menghadapi
berbagai kritikan pedas dari dari berbagai kalangan yang menginginkan negeri ini menjadi
lebih baik, negeri yang mampu mensejahterakan rakyatnya bukan pejabatnya, negeri yang
lebih memulaikan para pendidiknya (guru) dibandingkan memuliakan para kaum kapitalis
dan sekuler yang telah menggerogoti kekayaan bangsa ini.

Pak Presiden yang terhormat, saya adalah seorang guru sekolah dasar di Kabupaten Bogor,
letak yang tidak jauh dari ibu kota Jakarta, kabupaten yang pernah menjadi pemberitaan
setiap hari karena presidennya tinggal di salah satu daerah tersebut yaitu Cikeas. Tapi
mungkin itu tidak penting bagi Pak Presiden, juga surat ini mungkin juga tidak penting bagi
bapak Presiden.

Pak, Presiden saya pun tidak yakin surat ini akan sampai ke tangan bapak dan bisa dibaca,
tapi paling tidak surat ini dibaca oleh rekan-rekan kami yang sama-sama berprofesi sebagai
guru. Surat terbuka ini sengaja saya tulis, bukan karena ikut-ikutan karena banyaknya para
praktisi, akademisi, pengamat dan orang-orang terkenal lain menulis surat terbuka.

Dari bahasa surat ini mungkin Pak Presiden, akan langsung menilai, ah, apaan sih gak
penting bangat surat ini. Yak, betul Pak Presiden saya bukanlah sosok intelektual layaknya
bapak yang pernah mengenyam pendidikan di Universitas terbaik di Indonesaia yaitu UGM,
saya juga bukanlah guru yang punya prestasi sangat jauh dengan bapak yang pernah
dinobatkan sebagai salah satu Wali Kota terbaik di dunia.

Pak Presiden yang saya hormati, sungguh saya sebagai guru senantiasa di ajarkan untuk
menghormati siapapun apalagi menghormati bapak sebagai Presiden. Namun saya hanya
guru biasa yang tidak layak mendapatkan penghormatan dari siapaun apalagi dari seorang
Presiden. Saya pun tidak layak untuk di puji-puji dan di banggakan layaknya bapak yang di
puji dan dibanggakan oleh para pendukung bapak . Sayapun tidak bisa berbahasa yang santun
sesantun bahasanya orang-orang solo seperti bapak dan para pendukungmu.

Pak Presiden yang saya banggakan, saya adalah guru yang setiap hari senantiasa
menanamkan nilai-nilai kesantunan pada anak didik kami. Kami mendidik mereka agar
berkata santun dan bersikap ramah. Karena itulah makna dari pendidikan kita, saya yakin
bapak dan pak menteri pendidikan Anies Baswedan lebih memahami dari saya.

Pak Presiden sungguh hati saya tersayat dan merasa teriris-iris dengan ucapakan seorang
gubenur yang menjadi sahabat baik bapak. Bukankah kah beliau adalah seorang pemimpin,
bukankah dia adalah seorang intelektual yang pendidikannya lebih tinggi dari pada kami,
bukankah beliau juga memiliki anak-anak yang masih sekolah atau kuliah. Begitu bangganya
dan seolah tidak bersalah beliau mengeluarkan kata yang tidak layak, kata-kata yang
harusnya ada di kebun binatang dan juga tempat-tempat yang menjijikan.

Pak Presiden, saya yakin bapak juga pernah sekolah, bapak pernah merasakan dan melihat
bagaimana guru-guru bapak begitu luar biasa memperjuangkan agar anak-anak bangsa ini
menjadi generasi berakhlak. Begitupun dengan saya pak presiden dan lebih dari 3 juta guru di
Indonesia setiap hari menggelorakan semangat kepada anak-anak didiknya agar mereka
menjadi pribadi yang berakhlak juga berilmu.

Sambil menitikan air mata saya terus menulis surat ini……………..

Pak Presiden yang terhormat saat menulis surat ini sayapun teringat pesan-pesan yang begitu
menenangkan hati dari guru-guru saya, dari para ustadz dan dari guru-guru saya yang pernah
berjuang mendidik saya.

Pak Presiden Jujur saya merasa tersontak dan kaget ketika membaca pemberitaan di media
online tentang pemblokiran media-media Islam yang dianggap oleh lembaga dan
kementerian di bawah pimpinan bapak di vonis sebagai media yang meresahkan umat dan
membawa faham-faham ISIS. Mohon maaf sekali Pak Presiden, bolehkah saya bertanya,
apakah bapak beragama Islam, apakah bapak pernah membaca setiap hari situs-situs tersebut,
apakah ba pernah bersilaturahim dengan para pimpinan media tersebut?. Saya yakin Pak
Presiden, bapak sebagai umat muslim tidak ingin umat Islam terus tersudutkan dengan
pemberitaan yang mendeskriditkan dan menjelek-jelekan Islam. Saya yakin dari bapak masih
tersimpan rasa bangga terhadap ke-Islaman bapak dan saya yakin hati Pak Presiden masih
terbuka akan hidayah Allah SWT.

Pak Presiden yang saya hormati, setiap hari saya sebagai guru mengajarkan bagaimana
menjaga etika dan berkomunikasi kepada murid-murid saya. Saya mengajarkan bagaimana
jika ada sahabatmu yang bersalah, sebaiknya jangan engkau benci, tapi nasihatilah dan
datangilah dia kemudian engkau beritahu kesalahannya serta mintalah memperbaikinya.

Pak Presiden, saya yakin guru bapak sekolah dulu juga mengajarkan yang sama, saat bapak
membaca tulisan ini bapak mungkin akan langsung teringat pesan guru-guru bapak . Saya
pun merasa yakin para lembaga dan kementerian yang bapak pimpin adalah orang-orangnya
memiliki tingakat intelektual dan kesantunan yang luar biasa. Semoga saja bapak dan para
menteri bapak masih ingat pesan-pesan mulia dari gurunya bagaimana seharusnya kita
berkomunikasi dan beretika saat kita mengganggap orang lain salah.

Pak Presiden, sungguh saya bangga atas ketegasan bapak dan para menteri bapak dalam
menindak kepada hal-hal yang akan merusak moral bangsa ini. Saya akan lebih bangga lagi
jika bapak mampu memblokir seluruh konten porno di internet, memblokir situs-situs porno
di Indonesia, menutup cafe-cafe dan tempat dugem serta kemaksiatan lain yang lebih
berbahaya dari situs Islam yang telah bapak blokir.

Pak Presiden, Mari ambil bagian bersama kami untuk menyelematkan generasi akhlak bangsa
Ini. Tahukah Pak Presiden, satu tahun ini saya sudah stop menonton TV, tahukah bapak
kenapa itu saya lakukan?. Karena saya merasa tidak ada lagi tontonan di TV yang bisa
menenangkah hati kami, tak ada cerita inspirasi yang bisa saya bagikan kepada murid-murid
saya, sungguh TV telah menjadi racun yang sangat dahsyat bagi generasi bangsa ini. Pak
Presiden, menonton TV hanya membuat kami merasa makin resah dan gelisah dengan
pemberitaan yang sama sekali tidak mendidik, tentu tak perlu kami urut satu persatu berita
apa itu, karena ada lembaga KPI yang setiap hari mengawasinya.

Pak Presiden yang saya hormati, situs-situs Islam sesungguhnya menjadi pelipur lara bagi
saya, menjadi penyejuk ditengah kegersangan hati kami, menjadi tempat kami belajar
bagaimana menjadi pendidik sekaligus orang tua yang baik. Situs Islam telah memberi
pencerahan kepada kami, bagaimana sesungguhnya berjihad dan beribadah di dalam Islam
yang sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunah. Bungkah itu yang bapak ingingkan, ada media
Islam yang mencerahkan umat.

Pak Presiden, tapi saya tak mau terlalu kecewa dan tidak mau berlalut lama-lama dalam
kondisi seperti ini, karena saya yakin semua ini sudah menjadi takdir Allah. Sayapun merasa
yakin bahwa Allah sudah memiliki hukuman bagi para pemimpin yang Dzolim terhadap
rakyatnya.

Pak Presiden, saya sarankan bapak untuk bergabung di Facebook disana banyak sekali Group
dan Komunitas Guru, ada ribuan keluhan yang setiap hari para guru tulis disana. Tentang
berbagai hal, tentang ke kecewaan terhadap pemimpin, tentang status mereka yang tidak
jelas, tentang gaji yang tak kunjung turun, tentap moral anak bangsa, tentang bejatnya para
pemimpin negeri dan lain sebagainya.
Pak Presiden, tentu kami menyadari bahwa menjadi guru sudah menjadi pilihan kami, kami
siap untuk hidup sederhana dengan tidak berlimpah uang dan harta. Mengabdi menjadi guru
merupakan pilihan kami, karena kami meyakini harus ada yang mengambil peran ini,
bukankah sesungguhnya gurulah penentu utama kemajuan bangsa ini.

Tapi pak Presiden kami juga merasakan begitu pahitnya kebijakan-kebijakan bapak yang
telah bapak putuskan. Tentu bapak sangat tahu berapa tebalnya kantong kami, tentu bapak
tahu kami harus berjuang dalam kesederhamnaan, tentu engkau tahu kami hanya bisa
mengajarkan kepada anak-anak agar terbiasa makan dengan 4 sehat 5 sempurna. sementara
kami makan dengan secukupnya dan itu kami syukuri.

Pak Presiden setiap hari kami harus membeli bensin, membayar listrik bulanan, membeli
kebutuhan setiap hari dan membiayai anak-anak kami sekolah. Mohon maaf Pak Presiden
rasanya hidup kami dulu tidak sepayah ini, kenapa setelah engkau pimpin rasanya hidup
semakin susah.

Maafkan jika saya, kami para guru harus mengeluh seperti ini, karena saya yakin Pak
Presiden tidak sudi atau mana mau bergabung bersama kami di facebook bersama jutaan guru
dari berbagai ratusan group. Pak Presiden, bagaimana kami akan mengajar dengan tenang dan
mengasyikan, jika pikiran kami harus terfokus, besok makan apa, anak istri di rumah sudah
makan belum, kira-kira cari sampingan apa.

Pak Presiden, mohon maaf jika pada bagian ini bapak memukan jati diri kami yang
sesungguhnya, yah inilah kami seorang guru yang juga manusia biasa, membutuhkan
makanan terjangkau, listrik murah dan bensin yang hemat.

Pak Presiden yang saya hormati, mohon maaf jika kami harus mengatakan ini. Kami harus
mendukung murid-murid kami yang dulu pernah kami didik di SD, pernah belajar bersama
kami, pernah kami ajarkan etika bagaimana mengkritik dan bagaimana bersikap santun
terhadap pimpinan.

Sungguh saya bangga mereka telah mengingatkan engkau dengan berbagai cara, mereka
menulis kritikan lewat media, mereka berbicara di forum-forum resmi, dan sungguh saya
bangga sekaligus kaget mereka yang masih jadi mahasiswa saja mampu mengeluarkan
Raport merah untuk pak Presiden. Padahal kami saja yang guru tidak berani melakukannya.

Diakhir tulisan ini sungguh sangat terpaksa jika kami harus mendukung murid-murid kami
yang dulu pernah kami didik di SD, harus menurunkan engkau pada bulan Mei nanti. Pak
Presiden, sungguh hal ini tidak pernah kami ajarkan, ini menjadi suara hati mereka, karena
mereka juga mungkin punya ayah dan ibu yang juga seorang guru yang telah mengalami
perang batin yang sama dengan kami.

Pak Presiden saya ingin mengatakan sejujurnya surat ini saya tulis sendiri kurang lebih
selama 3 Jam tapa pengaruh siapapun. saat menulis surat ini saya juga masih berada di kantor
sekolah dan inilah pertama kalinya dalam hidup saya, saya menulis surat terbuka dan
langsung di tunjukan kepada pemimpin tertinggi negeri ini.

Oia Pak Presiden hampir saya lupa, sungguh dulu bapak adalah orang yang saya banggakan,
sehingga menggerakan hati saya untuk membeli buku biografi bapak , betapa terinspirasinya
saya saat membaca kehebatkan bapak dalam buku biografi tersebut, karena bapak
digambarkan mirip seperti seorang khalifah yang dalam kesuyian diam-diam membawa beras
dalam mobil kemudian saat gelap malam bapak berikan kepada orang yang membutuhkan,
apa yang bapak lakukan tanpa di ekspos media. Tapi kini entahlah…..bapak tentu tahu dari
bahasa surat saya.

Jika suatu saat Pak Presiden ingin bertemu langsung dengan saya, silahkan lihat kontak saya
pada pertama kali surat ini di posting di blog saya.

Sebagai seorang guru yang sering mengajarkan nilai-nilai akhlak, maka sayapun ingin
mengucapkan mohon maaf yang sebesarnya-besarnya jika surat yang saya tulis ini
menyinggung perasaan Pak Presiden, sungguh tidak ada niat lain selain saya ingin agar
generasi bangsa ini yang setiap hari kami didik menjadi generasi terbaik.Amin…

Bogor, 04 April 2015

Anda mungkin juga menyukai