Anda di halaman 1dari 4

NAMA : Muhammad Khairurromadhan

NIM : 180301029
KELAS : KPI A/1
MK : Al-Hadis

Sejarah Periwayatan Hadis dan Proses Kodifikasinya


Islam mengenal dua sumber primer dalam perundang-undangan. Pertama, Al-Qur‘an dan
kedua al-Hadits. Terdapat perbedaan yang signifikan pada kedua sumber tersebut. Al-Qur‘an
sejak awal diturunkan sudah ada perintah pembukuannya secara resmi, sehingga terpelihara dari
kemungkinan pemalsuan. Berbeda dengan hadits, tak ada perlakuan khusus yang baku padanya,
sehingga pemeliharaannya lebih merupakan spontanitas dan inisiatif para sahabat. Hadits pada
awalnya hanyalah sebuah literatur yang mencakup semua ucapan, perbuatan, dan ketetapan Nabi
Muhammad SAW. Persetujuan Nabi yang tidak diucapkan terhadap orang-orang pada zamannya,
dan gambaran-gambaran tentang pribadi Nabi. Mula-mula hadits dihafalkan dan secara lisan
disampaikan secara berkesinambungan dari generasi ke generasi.Setelah Nabi wafat pada tahun
10 H., islam merasakan kehilangan yang sangat besar. Nabi Muhammad SAW. Yang dianggap
sebagai yang memiliki otaritas ajaran islam, dengan kematiannya umat merasakan otoritas hanya
Al-Qur‘an satu-satunya sumber informasi yang tersedia untuk memecahkan berbagai persoalan
yang muncul di tengah-tengah umat islam yang masih muda itu, wahyu-wahyu ilahi, meskipun
sudah dicatat, belum disusun dengan baik, dan belum dapat diperoleh atau tersedia secara materil
ketika Nabi Muahammad SAW wafat. Wahyu-wahyu dalam Al-Qur‘an yang sangat sedikit
sekali mengandung petunjuk yang praktis untuk dijadikan prinsip pembimbing yang umum
dalam berbagai aktivitas. Khalifah-khalifah awal membimbing kaum muslim dengan semangat
Nabi, meskipun terkadang bersandar pada penilaian pribadi mereka. Namun, setelah beberapa
lama, ketika muncul kesulitan-kesulitan yang tidak dapat lagi mereka pecahkan sendiri, mereka
mulai menjadikan sunnah, seperti yang merupakan kebiasaan perilaku Nabi sebagai acuan dan
contoh dalam memutuskan suatu masalah. Sunnah yang hanya terdapat dalam hafalan-hafalan
sahabat tersebut dijadikan sebagai bagian dari referensi penting setelah Al-Qur‘an. Bentuk-
bentuk kumpulan hafalan inilah yang kemudian disebut dengan hadis.
Namun perlu difahami bahwa dalam perjalanannya hadis ternyata memilki sejarah yang
panjang dan menarik untuk dibahas terutama dalam hal pembukuannya, bagaimana prosesnya
hingga kita dapat mengenal kodifikasi-kodifikasi hadis seperti kitab Shahih Al-Bukhari, Shahih
Muslim, Sunan Abi Dawud, Sunan at-Tirmizi, Sunan An-Nasai,  serta Sunan Ibnu Majah.
Dalam sejarah periwayatan dan proses kodifikasinya hadis dibagi dalam beberapa periode
sebagai berikut:
1. Periode Pertama: Perkembangan Hadits pada Masa Rasulullah SAW.
2. Periode Kedua: Perkembangan Hadits pada Masa Khulafa Al-Rasyidin (11-40 H)
3. Periode Ketiga: Perkembangan pada Masa Sahabat Kecil dan Tabi’in
4. Periode Keempat: Perkembangan Hadits pada Abad II Hijriah
Periode ini disebut sebagai Ashr Al-Kitabah wa Al-Tadwin (masa penulisan dan
pembukuan). Maksudnya, penulisan dan pembukuan secara resmi, yakni yang diselenggarakan
oleh pemerintah. Adapun kalau secara perseorangan, sebelum abad II H hadits sudah banyak
ditulis yaitu baik pada masa sahabat kecil, tabiin, sahabat besar, bahkan pada masa Nabi
Muhammad SAW masih hidup. Masa pembukuan secara resmi dimulai pada awal abad II H,
yakni pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Abdul Aziz tahun 101 H.
sehingga berdasarkan pemaparan di atas dapat ditarik beberapa poin penting terkait dengn
sejarah periwayatan hadis dan proses kodifikasinya yaitu:
Pertama, sebab-sebab dilarangnya penulisan hadis bukanlah karena disebabkan
ketidaktahuan orang Islam dalam aktivitas tulis menulis pada waktu itu bahkan mereka telah
mengenal tulis menulis sejak dari awal masuknya Islam bahkan sebelum Islam.
Kedua, faktor yang paling dominan dilarangnya penulisan hadis adalah karena ditakutkan
bercampurnya antara Al-Qur’an dan as-Sunnah. Di samping itu pula agar proyek penulisan Al-
Qur’an tidak terganggu oleh penulisan al-hadis.
Ketiga, tidak adanya kontradiksi antara hadis-hadis tentang pelarangan dan perbolehan
penulisan hadis, sebab hadis-hadis tentang pelarangan muncul terlebih dahulu dan sekirannya
sebab-sebab pelarangan sirna muncullah hadis tentang perbolehan penulisan hadir itu sendiri.
Keempat, aktivitas penulisan hadis pada zaman Rasulullah telah ada dengan dibuktikan
adanya catatan-catatan hadis pada sebagian sahabat yang dikenal dengan ‘as-Sahifah’, akan
tetapi aktifitas ini hanya bersifat individual dan dalam skala kecil, sedangkan aktifitas penulisan
dan pengumpulan hadis dalam skala besar dimulai dari masa khalifah Umar bin Abdul Aziz
dengan diutusnya Ibn Sihab az-Zuhri memulai aktivitas ini.
Kelima, pada awal dekade kedua hijriah pasca wafatnya imam Az-Zuhri, aktifitas ulama’
dalam pengumpulan hadis mulai menyebar dan menghasilkan beberapa macam kategori
metodologi penulisan, mulai penulisan corak al-musannafat, al-masanid, dan al-Sahhah.

Anda mungkin juga menyukai