Anda di halaman 1dari 23

SEJARAH INGKAR SUNNAH

SERTA PERKEMBANGAN AJARAN-AJARANNYA

Komunikasi dan Penyiaran Islam


KELAS : I/A
KELOMPOK XII
1. Ilham Ramdhan
2. Muhammad Khairurromadhan
3. Nibrasatul Yumna
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berbicara mengenai islam, islam adalah agama yang datangnya langsung dari Tuhan. Dengan
kata lain agama islam merupakan agama samawi, bukan agama budhayah seperti agama Hindu
dan Budha. Sehingga hal ini tentu saja islam sebagai agama samawi memilki pedoman dalam
memahami dan menjalankan syariat-syariat islam.
Al- Quran adalah sumber utama dalam islam sedangkan hadits merupakan sumber kedua yang
dijadikan sebagai acuan terhadap kitab suci Al-Quran yang masih bersifat global dalam
menjelaskan tuntutan atau syariat-syariat dalam agama islam. Dalam perjalannya hadits sebagai
sumber hukum yang kedua menuai banyak polemik terutama dalam hal perawian, keshahihan,
bahkan beredarnya banyak hadits-hadits palsu di masyarakat. Hadits sendiri mengandung
sunnah-sunnah yang dalam hal ini apabila dilaksanakan sunnah-sunnah tersebut akan
mendatangkan kemaslahatan atau kebaikan bagi orang yang menjalankannya serta akan
mendatangkan kemaslahatan bagi masyarakat atau orang-orang sekitar. Meskipun demikian
dalam perjalanannya hadits sebagai sumber hukum kedua yang mengandung sunnah-sunnah
ternyata banyak diingkari oleh orang-orang yang ingkar terhadap ajakan-ajakan sunnah
Rasulullah SAW, dan dalam hal ini munculah istilah inkar sunnah di dalam kalangan ummat
muslim. Inkar sunnah berarti suatu perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang atau kelompok
orang dengan maksud mengingkari atau menyimpang dari ajaran-ajaran sunnah yang dibawa
oleh Rasulullah SAW.
Pada dasarnya inkar sunnah ini muncul dari pemikiran-pemikiran tokoh-tokoh yang
memiliki mindset bahwa Al-Quran itu merupakan sumber hukum yang datang langsung dari
tuhan sehingga untuk apa perlu mengikuti ajaran atau ajakan sunnah yang dibuat-buat oleh Nabi
Muhammad SAW.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sunnah dan Ingkar Sunnah
Kata sunnah berasal dari bahasa Arab “Sunnah” yang diartikan “berlakunya sesuaatu
dengan mudah”,1 atau dapat dikatakan bahwa sesuatu itu berulang-ulang sehingga menjadi
pedoman atau akidah. Menurut Ali Hasan Abd Al-Qadir 2 kata sunnah ini telah ada dan terkenal
sejak zaman jahiliah yang diartikan “jalan yang lurus dalam kehidupan baik secara individu
maupun kolektif, tradisi Arab, dan yang sesuai dengan tradisi pendahulunya.” Ia bukan ciptaan
ummat islam, kemudian muncul pada akhir abad kedua Hijriah atas prakarsa Imam Al- Syafii
yang menyalahi istilah lama dengan arti sunnah Rasul. 3 1 menurut bahasa Ingkar berasal dari
bahasa Arab yang berarti “Menangkal tidak membenarkan atau tidak mengakui, dan orangnya
disebut dengan mungkir”2
Menurut Ragif al Isfahani, ingkar berarti “Penolakan hati terhadap hal-hal yang tidak tergambar
olehnya, baik berupa penolakan dengan lidah sebagai ungkapan hati (kebodohan), maupun
penolakan dengan lidah sedangkan hati mengakui”3
Menurut Harun Nasution, Ingkar al-sunnah adalah paham yang menolak sunnah atau hadist
sebagai ajaran islam di samping al-Qur’an Pendapat lain juga dikemukakan oleh Edi Safri bahwa
ingkar sunnah adalah Kelompok kelompok tertentu yang menolak otoritasnya (sunnah) sebagai
hujjah dan sumber ajaran islam yang wajib ditaati dan diamalkan.
Menurut Mustafa al-Sibai yang dimaksud dengan ingkar sunnah adalah pengingkaran karena
adanya keraguan tentang metodologi kodifikasi sunnah yang menyangkut kemungkinan bahwa
para perawi melakukan kesalahan atau kelalaian atau muncul dari kalangan para pemalsu dan
pembohong.
Sementara Lukmanul Hakim mendefinisikan bahwa ingkar al sunnah adalah grakan dari
kelompok kelompok umat islam sendiri yang menolak otoritas sunnah sebagai sumber hukum
atau sumber ajaran agama islam yang wajib dipedomani dan diamalkan.
Berdasarkan definisi diatas maka kita dapat menyimpulkan bahwa ingkar al sunnah adalah
aliran, golongan dan paham yang menolak eksistensi sunnah sebagai sumber hukum islam atau

1
Ibn Faris (W.395), al-maqayis fi al-Lughah
2
Ali Hasan Abd Al-Qadir seorang mantan guru besar Al-azhar dan mantan Dekan Fakultas Syariah. Ia menyandang gelar doctor
dari jermandan mengajar mata kuliah sejarah perundang-undangan islam dan sejarah sunnah.
3
Ali Hasan Abd al-Qadir (Abd. Al-Qadir), Nazhrah Ammah Fi Tarikh Fikh al-Islamy, (Kairo: Maktab Al-sunnah, 1942) hlm. 122-123
hujjah yang wajib ditaati dan diamalkan ummat islam. Maksudnya keraguan yang lahir menjadi
penolakan terhadap keberadaan sunnah atau hadist sebagai sumber hukum kedua setelah al
Quran.
Menurut istilah ada beberapa definisi Ingkar Sunnah yang sifatnya masih sangat
sederhana pembatasannya di antaranya sebagai berikut:
 Paham yang timbul dalam masyarakat Islam yang menolak hadits atau sunnah sebagai
sumber ajaran agama Islam kedua setelah Alquran.
 Suatu paham yang timbul pada sebagian minoritas umat Islam yang menolak dasar
hukum Islam dari sunnah shahih baik sunnah praktis atau secara formal dikodifikasikan
para ulama, baik secara totalitas muttawatir maupun ahad atau sebagian saja, tanpa ada
alasan yang dapat diterima.
Ingkar as-sunnah adalah sebuah sikap penolakan terhadap sunnah Rasul, baik sebagian
maupun keseluruhannya. Mereka membuat metodologi tertentu dalam menyikapi sunnah. Hal ini
mengakibatkan tertolaknya sunnah, baik sebagian maupun keseluruhannya.
Paham Ingkar Sunnah bisa jadi menolak keseluruhan sunnah baik sunnah muttawatir dan
ahad atau menolak yang ahad saja dan atau sebagian saja. Demikian juga penolakan sunnah
tidak didasari alasan yang kuat, jika dengan alasan yang dapat diterima oleh akal yang sehat,
seperti seorang muktahid yang menemukan dalil yang lebih kuat dari pada hadis yang ia
dapatkan, atau hadis itu tidak sampai kepadanya, atau karena kedhaifannya, atau karena ada
tujuan syar’i yang lain, maka tidak digolongkan Ingkar Sunnah.
Penyebutan Ingkar as-sunnah tidak semata-mata berarti penolakan total terhadap
sunnah. Penolakan terhadap sebagian sunnah pun termasuk dalam kategori Inkar as-sunnah,
termasuk di dalamnya penolakan yang berawal dari sebuah konsep berpikir yang janggal atau
metodologi khusus yang diciptakan sendiri oleh segolongan orang baik masa lalu maupun
sekarang sedangkan konsep tersebut tidak dikenal dan diakui oleh ulama hadis dan fiqh.
B. Sejarah Ingkar Sunnah
Sejarah perkembangan Ingkar Sunnah hanya terjadi dua masa, yaitu masa klasik dan
masa modern, diantaranya sebagai berikut:
1) Ingkar Sunnah Masa Klasik
Ingkar Sunnah klasik terjadi pada awal masa dinasti Bani Abbas, kemunculan ingkar
sunnah zaman klasik bertepatan dengan masa hidup Imam Asy-Syafi’i (wafat 204 H) yang
menolak kehujjahan sunnah dan menolak sunnah sebagai sumber hukum Islam baik muttawatir
atau ahad. Imam Asy-Syafi’i yang dikenal sebagai Nashir As-Sunnah (pembela Sunah) pernah
didatangi oleh seseorang yang disebut sebagai ahli tentang mazhab teman-temannya yang
menolak seluruh sunnah, baik muttawatir maupun ahad. Ia datang untuk berdiskusi dan
berdebat dengan Asy-Syafi’i secara panjang lebar dengan berbagai argumentasi yang ia
ajukan. Namun, semua argumentasi yang dikemukakan orang tersebut dapat ditangkis oleh
Asy-Syafi’i dengan jawaban yang argumentatif, ilmiah, dan rasional sehingga akhirnya ia
mengakui dan menerima sunnah Nabi.
Secara garis besar, Muhammad Abu Zahrah berkesimpulan bahwa ada tiga kelompok
pengingkar sunah yang berhadapan dengan Asy-Syafi’i, yaitu sebagai berikut:
Menolak sunnah secara keseluruhan, golongan ini hanya mengakui Alquran saja yang dapat
dijadikan hujjah.
Tidak menerima sunnah kecuali yang semakna dengan Alquran.
Hanya menerima sunnah muttawatir saja dan menolak selain muttawatir yakni sunnah ahad.
Ada beberapa aliran-aliran Teologi Islam yang memberikan tanggapan yang berbeda terhadap
sunnah pada masa itu, seperti Khawarij, Syi’ah dan Mu’tazilah.
Pembahasan ini juga dapat dilihat dalam buku karangan Lukman al-Hakim yang berjudul Inkar
Sunnah Klasik.
a. Pandangan kaum Khawarij terhadap Sunnah
Khawarij muncul pada masa sahabat, yaitu pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib. Mereka
mulanya merupakan pengikut Ali bin Abi Thalib, karena rasa kecewanya kepada Ali dan
pengikutnya waktu terjadinya tahkim, maka mereka keluar dari golongan Ali dan mereka
mengkafirkan Ali, Utsman dan orang-orang yang terlibat dalam peristiwa itu serta siapa saja
yang menerima tahkim dan membenarkannya. Mula saat itulah khawarij menilai bahwa sahabat
tidak dapat dipercaya.
Menurut Muhammad Mustafa Azami di dalam bukuDirasat al-Hadits al-Nabawi wa Tarikh
Tadwinihi yang diterjemahkan oleh Ali Mustafa Yakub bahwa golongan Khawarij masih tetap
memakai Sunnah Nabi dan mempercayainya sebagai sumber hukum Islam. Hanya saja ada
sumber-sumber dari kalangan Khawarij sendiri yang mengatakan bahwa mereka menolak Hadits
yang diriwayatkan oleh sejumlah sahabat tertentu. Tetapi yang jelas tidak semua golongan
Khawarij menolak hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Nabi baik sebelum maupun sesudah
peristiwa tahkim.4
Mustafa al-Siba’i menatakan bahwa penolakan ini didasarkan pada adanya kesediaan mereka
menerima keputusan kedua tahkim (arbitrase) serta mengikuti kepemimpinan yang menurut
Khawarij termasuk zhalim. Oleh karena itu kaum Khawarij menganggap bahwa para sahabat
tersebut tidak termasuk Rawi Tsiqqat lagi.5
Imam Muhammad Abu Zahrah mengemukakan asumsi yang berbeda dengan Muhammad Khudri
Bek, menurutnya, kelompok inkar al-sunnah yang muncul pada zaman klasik adalah berasal dari
orang-orang zindiq yang secara lahiriyah menganut agama Islam namun mereka bukan berasal
dari kalangan Mu’tazilah akan tetapi dari kalangan Khawarij yaitu aliran teologi yang pertama
muncul di dunia Islam.6
b. Pandangan Kaum Syi’ah
Syi’ah adalah aliran politik pendukung Ali, yang sudah muncul pada akhir pemerintahan
Utsman, kemudian berkembang pada masa Ali.7 Kelompok Syi’ah sagat jelas keberadaannya
sebagai pendukung Ali di saat terjadinya peristiwa tahkim, karena pada saat itu kelompok Ali
terbagi dua, kelompok yang tidak setuju dengan tahkim dan keluar dari barisan Ali disebut
dengan Khawarij dan kelompok yang tetap mendukung Ali disebut Syi’ah.
Kaum Syi’ah menganggap bahwa mayoritas sahabat setelah Nabi wafat telah murtad, kecuali
beberapa sahabat saja, oleh karena itu mereka banyak menolak Hadits-hadis sahabat, mereka
hanya menerima hadits-hadits dari ahl al-bait dan para sahabat yang mendukung Ali.
Jadi sangat sedikit hadits-hadits dari sahabat yang diterima oleh kelompok Syi’ah, karena mereka
hanya mengakui sunnah yang diriwayatkan orang-orang tertentu saja yaitu ahl al-bait.
c. Mu’tazilah
4
Muhammad Mustafa Azami, Dirasat al-Hadits al-Nabawi wa Tarikh Tadwinihi, penterjemah Ali Mustafa
5
Mustafa al-Siba’i, Hadis Sebagai Sumber Hukum,diterjemahkan oleh Dja’far Abd. Muchith
6
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta : PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2001), Juz II, 226
7
Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam, Terjemahan Abd. Rahman
Dalam Sejarah, tokoh-tokoh Mu’tazilah dikenal sebagai yang banyak mengkritik Ahlul hadits
(orang yang dalam menetapkan hukum hanya berpegang pada al-Quran dan Hadits) yang tidak
mau melakukan ijtihat.8
Ada dua alasan yang mengatakan aliran Mu’tazilah termasuk inkar al-sunnah.
1.Kaum Mu’tazilah merupakan aliran teologi Islam yang sangat mengagungkan akal bahkan
lebih mendahulukan akal dari pada wahyu.
2. Salah satu aliran yang berkembang di Irak dan merupakan tempat muncul dan
berkembangnya gerakan inkar al-sunnah.9
Golongan Mu’tazilah terdiri dari tiga golongan diantaranya:
1. Kelompok Washil bin ‘Atha’ dan Amr bin ‘Abid, dua kelompok ini pola pikirannya agak
menyimpang dari pemahaman agama tetapi masih menerima Sunnah.
2. Kelompok Abu Huzayil dia sudah dianggap sebagai pengingkar Sunnah karena syarat-syarat
diterimanya Hadits harus ada dari salah satu dari 20 orang yang sudah dipastikan masuk surga.
3. Kelompok Nadham, mereka merupakan kelompok yang sering dituding oleh kelompok
Mu’tazilah lainnya. Dan mereka dianggap kelompok Mu’tazilah yang sesat, mereka mengingkari
riwayat tentang mu’jizat Nabi SAW, menolak ijma’ dan qiyas dalam hal-hal cabang syari’at.
Dan mereka juga menolak hadits-hadits yang tidak menghasilkan pengetahuan yang pasti
sebagai sumber ajaran Islam. Mereka juga mengungkapkan bahwa hadits mutawatir tetap
mengandung kemungkinan bohong sekalipun para penerima dan pendengar hadits itu bebas dari
kekurangan.
Orang-orang inkar al-sunnah terdiri dari tiga kelompok dengan sikap yang berbeda :
1. Kelompok yang menolak Hadits-hadits Rasulullah sebagai hujjah secara Muthlak.
2. Kelompok yang menolak Hadits-hadits Rasulullah SAW yang kandungannya tidak
disebutkan dalam al-Qur’an, baik secara implisit atau eksplisi
3. Kelompok yang hanya menerima Hadits-hadits Mutawatirsebagai Hujjah dan menolak
kehujahan Hadits-hadits Ahadsekalipun ada di antara Hadits Ahad ini memenuhi syarat-syarat
Shahih. Alasan utama yang mereka kemukakan adalah karena Hadits-hadits Ahad itu Zanni.
Argumen kelompok pertama (inkar al-Sunnah muthlak)dan kedua dalam menolak Hadits sebagai
sumber kedua ajaran Islam adalah sebagai berikut :

8
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Op. Cit,  226
9
Lukman al-Hakim, Ingkar al-sunnah, (Jakarta : Hayfa Press, 2004), 64
1. Al-Qur’an diturunkan Allah SWT dalam bahasa Arab. Dengan penguasaan bahasa Arab
yang baik, maka al-Qur’an akan dapat dipahami dengan baik, tanpa memerlukan bantuan
penjelasan Hadits-hadits Rasulullah;
2. Al-Qur’an, sebagaimana disebutkan Allah SWT adalah penjelas segala sesuatu (QS. 16 : 89)
... َ‫َاب تِ ْبيَانًا لِ ُكلِّ َش ْي ٍء َوهُدًى َو َرحْ َمةً َوبُ ْش َرى لِ ْل ُم ْسلِ ِمين‬
َ ‫ك ْال ِكت‬
َ ‫َونَ َّز ْلنَا َعلَ ْي‬
“...Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”
... ‫صاًل‬ َ ‫وه َُو الَّ ِذي أَ ْنزَ َل إِلَ ْي ُك ُم ْال ِكت‬...
َّ َ‫َاب ُمف‬ َ
...dan Dialah yang telah menurunkan kitab (Al Quran) kepadamu dengan terperinci... (QS. 6 :
114)
Hal ini mengandung arti bahwa penjelasan al-Quran telah mencukupi segala sesuatu yang
diperlukan oleh umat manusia. Dengan demikian maka tidak perlu lagi penjelasan lain, selain al-
Qur’an.
3. Hadits-hadits Rasulullah SAW sampai kepada kita melalui proses periwayatan yang tidak
dijamin bersih dari kekeliruan, kesalahan, dan bahkan kedustaan terhadap Rasulullah SAW oleh
karena itu, nilai kebenarannya tidak meyakinkan (Zanni). Karena status ke-zanni-an ini, maka
hadits tersebut tidak dapat dijadikan sebagai penjelas (Mubiyyin) bagi al-Qur’an yang diyakini
kebenarannya (Qath’i).
Dari ketiga argumentasi ini mereka menolak otoritas Hadits-hadits Rasulullah SAW sebagai
Hujjah dan sumber kedua ajaran Islam. Dengan demikian, dalam prinsip mereka Sunnah tidak
perlu ditaati dan diamalkan. Sumber satu-satunya ajaran Islam bagi mereka adalah al-Qur’an.
Imam Syafi’i memberikan jawaban atas argumen- argumen kelompok inkar al-sunnah tersebut
dengan mengatakan bahwa
a. Al-Qur’an sendiri dalam banyak ayatnya mengatakan bahwa umat Islam harus menjauhi
larangan Allah SWT dan Rasul-Nya. Perintah dan larangan itu Rasulullah SAW ini hanya dapat
diketahui setelah wafat, melalui hadits-hadits. Dengan demikian landasan utama Hadits bagi
otoritas Hadits-hadits sebagai hujjah dan sumber ajaran Islam kedua setelah ayat al-Qur’an
sendiri.
b. Dengan menguasai bahasa Arab, maka orang akan tahu bahwa al-Qur’an-lah yang
memberikan mereka untuk mengikuti Sunnah Rasulullah SAW yang diriwayatkan perawi-perawi
terpercaya. Pernyataan ayat untuk mengikuti Sunnah Rasulullah SAW sama halnya dengan
perintah mengikuti al-Qur’an. Dalam hal ini Imam Syafi’i mengemukakan surat al-Jumu’ah ayat
2 dan surat al-Ahzabayat 34;
‫ث فِي اأْل ُ ِّميِّينَ َر ُسواًل ِم ْنهُ ْم يَ ْتلُو َعلَ ْي ِه ْم آَيَاتِ ِه َويُزَ ِّكي ِه ْم َويُ َعلِّ ُمهُ ُم‬
َ ‫هُ َو الَّ ِذي بَ َع‬
‫ضاَل ٍل ُمبِي ٍن‬ َ ‫َاب َو ْال ِح ْك َمةَ َوإِ ْن َكانُوا ِم ْن قَ ْب ُل لَفِي‬ َ ‫ْال ِكت‬
Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang
membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab
dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan
yang nyata.
‫ت هَّللا ِ َو ْال ِح ْك َم ِة إِ َّن هَّللا َ َكانَ لَ ِطيفًا َخبِيرًا‬
ِ ‫َو ْاذ ُكرْ نَ َما يُ ْتلَى فِي بُيُوتِ ُك َّن ِم ْن آَيَا‬
Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah nabimu).
Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui.
Akan tetapi menyimak pada bantahan-bantahan Imam Syafi’i di atas, argumen kelompok kedua
ini pun akan pupus. Jika dikatakan bahwa Hadits-hadits itu Zanni karena diproses dengan jalan
Zanni, maka dari sekian banyak Hadits itu ada juga yang sifatnya Qath’i. Terhadap hadits yang
Zanni tersebut dapat dijadikan Hujjah, kecuali kalau Hadits-hadits tersebut memenuhi
persyaratan Sahih atau Hasan. Kekeliruan dan kesalahan dalam periwayatan sebagian Hadits
tidak bisa dijadikan sebagai argumentasi untuk menolak otoritas Hadits sebagai Hujjah dan
sumber ajaran Islam kedua setelah al-Qur’an.
Argumen Imam Syafi’i tersebut telah berhasil membendung gerakan inkar al-sunnah untuk
kurun waktu yang cukup panjang, karena sejak saat itu tidak pernah lagi tercatat dalam sejarah
adanya inkar al-sunnah, kecuali pada akhir abad ke-19 dan abad ke-20.10 Inkar al-sunnah Ahad
Di atas telah disinggung bahwa ada diantara pengingkar Sunnah yang hanya mengakui Hadits-
hadits yangMutawatir saja sedangkan Hadits-hadits yang Ahad tidak mereka terima sebagai
Hujjah, sekalipun ada di antara HaditsAhad ini memenuhi syarat-syarat Shahih.

Para inkar al-sunnah yang menolak Hadits-haditsAhad, mereka beralasan bahwa Hadits Ahad itu
nilainya Zanni(proses penukilannya tidak meyakinkan). Dengan demikian yang datang dari
Rasulullah SAW tidak dapat diyakini sebagai Hadits Mutawatir.
Argumen mereka adalah bahwa urusan agama haruslah didasarkan pada Dalil Qath’i yang
disepakati kebenarannya. Dalil Qath’i yang diterima semua umat dan diyakini kebenarannya

10
Ibid.
hanyalah al-Qur’an dan Hadits-haditsMutawatir. Alasan mereka ini mereka dasari dengan surah
al-Isra’ ayat 36 :
‫ص َر َو ْالفُؤَ ا َد ُكلُّ أُولَئِكَ َكانَ َع ْنهُ َم ْسئُواًل‬
َ َ‫ك بِ ِه ِع ْل ٌم إِ َّن ال َّس ْم َع َو ْالب‬ َ ‫ َواَل تَ ْقفُ َما لَي‬:
َ َ‫ْس ل‬
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya
Imam Syafi’i, sebagaimana ulama lainnya, mengakui bahwa memang Hadits-hadits Ahad
tersebut nilainya adalahZanni, karena proses perawiannya bisa saja mengalami kekeliruan atau
kesalahan. Oleh karena itu tidak semua HaditsAhad dapat diterima dan dijadikan Hujjah, kecuali
kalau Hadits Ahad tersebut memenuhi persyaratan Shahih dan Hasan. Sehubungan dengan itu
adalah kekeliruan dan tidak yang sebenar pandangan yang menolak otiritas kehujahan secara
keseluruhan Hadits-hadits. Alasan lain yang dikemukan Imam Syafi’i adalah dengan
menganalogikan Hadits Ahaddengan status dua orang saksi dalam membuktikan sesuatu. Jika
dua orang saksi yang mengatakan bahwa seseorang telah membunuh orang lain dapat dibenarkan
kesaksiannya, sedangkan kedua saksi itu masih diragukan kebenarannya atau paling tidak tingkat
kebenarannya Zanni, berarti kita telah membunuh (dalam hukum Qishas) seseorang berdasarkan
sesuatu yang Zanni, sedangkan larangan tidak boleh membunuh orang dinyatakan secara Qath’i
dalam al-Quran. Jika dalam kasus saksi kita dapat melakukan hukuman kisas berdasarka
kebenaran yang sifatnya Zanni, timbul pertanyaan mengapa Hadits-hadits Ahad yang memenuhi
syarat-syarat Shahih yang juga sifatnya Zanni tidak dapat diterima. 11 Jadi menurut Imam Syafi’i
hadits Ahad yang memenuhi persyaratan Shahih dan Hasan boleh dijadikan Hujjah.

2) Inkar Sunnah pada Masa Modern


a. Inkar Sunnah di India dan Pakistan
Sebagaimana pembahasan di atas, bahwa Ingkar Sunnah Klasik lahir di Irak (kurang
lebih abad 2 H/7 M), kemudian menetas kembali pada abad modern di India (kurang lebih abad
19 M/ 13 H), setelah hilang dari peredarannya kurang lebih 11 abad. Baru muncul Ingkar sunnah
di Mesir (pada abad 20 M).
11
Ensiklopedi Islam, 227
Sebab utama pada awal timbulnya Ingkar Sunnah modern ini ialah akibat pengaruh
kolonialisme yang semakin dahsyat sejak awal abad 19 M di dunia Islam, terutama di India
setelah terjadinya pemberontakan melawan kolonial Inggris 1857 M. Berbagai usaha-usaha yang
dilakukan kolonial untuk perdangkalan ilmu agama dan umum, penyimpangan aqidah melalui
pimpinan-pimpinan umat Islam dan tergiurnya mereka terhadap teori-teori Barat untuk
memberikan interpretasi hakikat Islam. Seperti yang dilakukan oleh Ciragih Ali, Mirza Ghulam
Ahmad Al-Qadliyani dan tokoh-tokoh lain yang menghindari hadis-hadis jihad dengan pedang,
dengan cara mencela-cela hadis tersebut. Di samping ada usaha dari pihak umat Islam
menyatukan berbagai Mazhab hukum Islam, Syafi’i, Hanbali, Hanafi, dan Maliki ke dalam satu
bendera yaitu Islam, akan tetapi pengetahuan keislaman mereka kurang mendalam . Pengingkar
sunnah modern di india menyebut kelompok mereka dengan al-Qur’aniyyun (pengamal Al-
Qur’an). Para tokohnya antara lain : Ahmad Khan, Ciragh Ali, Maulevi Abdullah Jakralevi,
Ahmad Al-Din Amratserri, Aslam Cirachburri, Ghulam Ahmad Parwez, dan Abd Al-Khaliq
Malwaddah.

Pada masa modern ini juga terdapat empat kelompok pengingkar sunnah di india yang
mempunyai dua prinsip yaitu: berpedoman hanya pada al-Qur’an baik urusan dunia maupun
akhirat, dan Sunnah Rosul bukanlah sebagai Hujjah dalam beragama. Ke kempat kelompok
tersebut ialah :
1. Ummat muslim Ahl Al-Dzikr Wa Al-Qur’an
Kelompok ini dipimpin oleh Abdullah Jakralevi (w. 1918 M) Seorang Syeh dan Pencetus
Qur’aniyyah. Ia fasih dalam bahasa Urdu dan Arab. Ia tinggal di Lahore (sekarang Pakistan)
membawahi sekitar 1000 orang pengikut. Dan memiliki beberapa cabang di berbagai kota dan
pusatnya di dar Al-Qur’an. Disini ada masjid yang tidak memakai mihrab dan shalatnya 3 kali
sehari semalam. Bagi mereka tidak ada yang membatalkan wudhu dan tidak ada adzan sebelum
shalat, karena Al-Qur’an tidak menjelaskannya. Hadits yang menjelaskan hal tersebut adalah
bohong.
2. Umat Muslimah
Kelompok ini dipimpin oleh Ahmad Al-Din Amratserri bin Al-Khawajah Miyan Muhammad di
India tetapi pindah ke Pakistan pada saat kemerdekaannya (1947). Ia menguasai bahasa Persia,
Arab, Inggris dan Urdu.
Diantara pemikirannya adalah sholat hanya dua waktu, yakni shalat fajar dan shalat Isya, yang
ketiga tidak wajib. Sholat boleh dikerjakan empat rakaat atau dua rakaat dan tidak harus
menghadap kiblat (Ka’bah). Namun belakangan shalat mereka sama dengan muslim lainnya
yakni lima waktu dan berpuasa pada bulan ramadhan.
3. Thulu’ Islam
Pendirinya adalah Ahmad Parwez Bin Fadhal Din. Lahir pada tahun 1903 di Punjab India,
kemudian ia pindah ke Pakistan pada saat kemerdekaannya. Setiap kota di Pakistan terdapat
kelompok ini bahkan di eropa juga terdapat cabangnya.
Diantara pemikirannya di dalam Al-Qur’an tidak ada keterangan bahwa nabi pernah sholat
menghadap Baitul Maqdis kemudian berubah ke Ka’bah. Al-Qur’an juga tidak menjelaskan
Sholat menghadap ke Ka’bah yang ada menghadap ke Mekkah untuk menyatukan umat Islam.
Pemerintah Quraniyah boleh mengganti bagian sholat yang tidak ditetapkan dalam al-Qur’an.
4. Ta’mir Insaniyat
Kelompok ini dipimpin oleh abu Al-Khaliq Malwadah. Diantara pemikirannya tidak lebih dari
apa yang diperintahkan allah untuk mengikuti apa yang diturunkan-nya dalam Al-Qur’an.
b. Inkar Sunnah di Mesir
Ada beberapa tokoh yang di kategorikan sebagai pemikir modern inkar sunnah di Mesir oleh
pakar Hadits diantaranya :
1. Taufiq Shidqy
Taufiq Shidqy adalah seorang dokter yang bertugas di salah satu lembaga kemasyarakatan di
mesir, lahir pada tanggal 19 September 1881. Di kalangan para ulama Hadits tidak ada
perbedaan bahwa Taufiq Shidqi di catat sebagai pengingkar sunnah pertama pada masa modern
di Mesir yang secara terang-terangan menolak sunnah sebagai sumber hukum Islam.
Buah pemikirannya dapat di pahami dari artikel-artikel yang ditulisnya di berbagai majalah dan
Koran. Secara ringkas berikut pokok-pokok pikiran Taufiq Shidqy :
- Hanyalah al-Qur’an yang diwahyukan Allah secara mutlak dan tidak ada kesalahan,
sedangkan Sunnah tidak demikian.
- Islam hanyalah al-Qur’an, tidak perlu tambahan lain sebab al-Qur’an telah sempurna dan
tidak perlu disempurnakan lagi, dan telah jelas tidak perlu diperjelas selain dengan al-Qur’an.
Sunnah bersifat kontemporer dan hanya berlaku pada masa Nabi saja dan bagi bangsa Arab saja.
Bagi umat yang hidup setelah masa Nabi atau bagi bangsa non Arab boleh tidak pakai sunnah.
- Nabi melarang penulisan Sunnah. Seandainya Sunnah menjadi sumber hukum Islam pasti
Nabi memerintahkanuntuk menulisnya seperti al-Qur’an. Oleh karena itu sahabat tidak menulis
dan tidak membukukan Sunnah dan kemudian banyak terjadi pemalsuan Sunnah yang tersebar di
berbagai buku Sunnah.
- Ia menolak seluruh sunnah baik Mutawatir maupun Ahad.
- Akan tetapi belakangan ia meralat pendapatnya itu dan mengakui Sunnah. Kecuali beberapa
hal yang tidak disepakati ulama seperti Sunnah Qauliyah, setelah mau merenung dan mendengar
argumentasi lawan diskusinya.
2. Mahmud Abu Rayyah
Diantara pemikiran Mahmud Abu Rayyah sebagai berikut :
- Buku induk Hadits tidak dapat dijadikan pedoman dalam beragama untuk umum
sebagaimana al-Qur’an, karena ia merupakan hasil Ijtihad ulama belakangan. Nabi melarang
menulisnya, dengan demikian para sahabat sejak Nabi wafat tidak memperhatikan dan
mengodifikasinya.
- Secara keseluruhan Hadits hanya Ahad yang bersifat Zhan (menduga-duga) dan tercela
menurut al-Qur’an, sedangkan Hadits Mutawatir tidak mungkin terjadi karena kelangkaan
persyaratan.
3. Ahmad Amin
Ahmad Amin seorang budayawan dan sejarawan Mesir lahir pada tahun 1878 dan wafat tahun
1954. Diantara pemikirannya yaitu :
- Hadits tidak tertulis sejak masa Nabi SAW masih hidup. Hadits hanya ditulis berdasarkan
ingatan pembawanya saja, oleh karenanya ditemukan banyak hadits palsu. Usaha Ulama dalam
membendung Hadits palsu juga mengalami kekurangan, karena usaha mereka tidak kritis dalam
menilai keadilan para Sahabat dan Matan Hadits. Mereka hanya melakukan kritik Sanad.
- Para periwayat Hadits yang dinilai para ulama sebagai orang paling Adil seperti Bukhari,
Muslim dan Ahmad dinilainya tidak Tsiqah karena adanya subjektifitas politik dalam
periwayatan Haditsnya.
4. Rasyad khalifah
Merupakan sarjana pertanian Mesir yang berpindah kewarganegaraan amerika serikat. Kegiatan
penyebaran paham ingkar sunnahnya berpusat di masjid Tucson wilayah Arizona. Dia bahkan
mengaku menjadi Nabi yang selalu menerima wahyu dari Jibril di Amerika karena dari sanalah
Risalah kenabian akan menyebar ke seluruh dunia. Dia tidak sekedar menolak Hadits Nabi
bahkan mencaci maki Hadits dan para perawinya yang dinilai paling kredibel di kalangan ummat
muslim.
5. Ahmad Shubhy Manshur
Adalah seorang alumni al-Azhar yang mendapat gelar Doctor dalam bidang sejarah. Merupakan
murid dari Rasyad Khalifah. Ia dijanjikan menggantikan gurunya sebagai nabi setelah gurunya
wafat sesuai dengan namanya “Ahmad” sebagaimana yang tertera dalam al-Qur’an.
Diantara pemikirannya :
- atau Fuqaha Khalifah yang melayani untuk melegitimasi kehendak sang Khalifah
- Sunnah yang terkodifikasi ke dalam jutaan naskah sesat dan bertentangan dengan al-
Qur’an.
- Cara Sholat telah diketahui melalui shalatnya Nabi-nabi terdahulu sebagaimana dijelaskan
dalam al-Qur’an.
6. Musthafa Mahmud
Permasalahan yang dikritisi musthafa Mahmud adalah Sunnah tentang Syafaat yang menurutnya
bertentangan dengan al-Qur’an. Namun pada dasarnya ia menolak Sunnah secara umum sebagai
konsekuensi logis penolakannya terhadap Syafaat. Diantara pemikirannya :
- Setiap orang yang masuk ke neraka akan kekal didalamnya. Tidak ada di dalam al-Qur’an
penjelasan tentang masuk neraka dalam waktu terbatas.
- Hadits Syafaat palsu karena bertentangan dengan teks al-Qur’an.
- Hadirts tidak terpelihara dari kesalahan seperti al-Qur’an.
- Sunnah seperti sejarah, adakalanya benar dan ada kalanya salah, boleh di ambil dan boleh
tidak.
c. Ingkar Sunnah di Indonesia
Pemikiran modern Inkar Sunnah muncul di Indonesia secara terang-terangan sekitar tahun 1980-
an. Kemungkinan besarnya jauh sebelum itu telah ada penyebaran secara sembunyi-sembunyi.
Pemikiran Inkar Sunnah bergerak di beberapa tempat dan pada 1983-1985 mencapai puncaknya
sehingga menghebohkan masyarakat Islam dan memenuhi halaman surat kabar. Adapun
penyebaran kelompok inkar sunnah di Indonesia meliputi wilayah Jakarta, Bogor, Tegal, dan
Padang.
Tokoh-tokoh “Ingkar Sunnah” yang tercatat di Indonesia antara lain adalah Lukman Sa’ad (Dirut
PT. Galia Indonesia), Ir. Ircham Sutarto, Abdurrahman, Dalimi Lubis (karyawan kantor DePag
Padang Panjang), Nazwar Syamsu, As’ad bin Ali Baisa, H. Endi Suradi. Para pengingkar sunnah
di Indonesia secara keseluruhan menolak sunnah sebagai sumber hukum dan mereka dari
kalangan bukan orang yang ahli agama dan masih dalam tahap belajar kemudian mengklaim
dirinya ahli agama dan secara eksklusif merasa paling benar dan yang lain salah.

C. Argumentasi Kelompok Inkar As-Sunnah


Sebagai suatu paham atau aliran, Inkar as-Sunnah Klasik ataupun Modern memiliki argument-
argumen yang dijadikan landasan mereka. Tanpa argument-argumen itu, pemikiran mereka tidak
berpengaruh apa-apa.
Argument mereka antara lain :12
1. Agama bersifat konkrit dan pasti Mereka berpendapat bahwa agama harus dilandaskan pada
hal yang pasti. Apabila kita mengambil dan memakai hadits, berarti landasan agama itu tidak
pasti. Al-Qur’an yang kita jadikan landasan agama itu bersifat pasti. Sementara apabila agama
Islam itu bersumber dari Hadits, ia tidak akan memiliki kepastian karena Hadits itu bersifat
Dhanni (dugaan), dan tidak sampai pada peringkat pasti.
2. Al-Quran sudah lengkap Jika kita berpendapat bahwa Al-Qur’an masih memerlukan
penjelasan, berarti kita secara jelas mendustakan Al-Qur’an dan kedudukan Al-Qur’an yang
membahas segala hal dengan tuntas. Oleh karena itu, dalam syariat Allah tidak mungkin diambil
pegangan lain, kecuali Al-Qur’an.
3. Al-Qur’an tidak memerlukan penjelas Al-Qur’an tidak memelukan penjelasan, justru
sebaliknya Al-Qur’an merupakan penjelasan terhadap segala hal.
Diantara ayat-ayat al-Qur’an yang digunakan mereka sebagai alasan menolak Sunnah secara
total adalah Qur’an Surat an-Nahl ayat 89
“(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas
mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh
umat manusia. dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala
sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.”
Kemudian surat al-An’am ayat 38 yang berbunyi:

12
Abdul Majid Khon
“Dan Tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan
kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam
Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.”
Menurut mereka kepada ayat tersebut menunjukkan bahwa Al-Qur’an telah mencakup segala
sesuatu yang berkenaan dengan ketentuan agama, tanpa perlu penjelasan dari Sunnah. Bagi
mereka perintah shalat lima waktu telah tertera dalam Al-Qur’an, misalnya surat Al-Baqarah
ayat 238, surat Hud ayat 114, al-Isyra’ ayat 78 dan lain-lain. Adapun alasan lain adalah bahwa
Al-Qur’an diturunkan dengan berbahasa Arab yang tentunya Al-Qur’an tersebut akan dapat
dipahami dengan baik pula. Argumen kelompok yang menolak Hadits Ahad dan hanya
menerima Hadits Mutawatir. Untuk menguatkan pendapatnya, mereka menggunakan beberapa
ayat al-Qur’an sebagai dallil yaitu, surat Yunus ayat 36:

“…Dan Sesungguhnya Persangkaan itu tidak berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran…”


Berdasarkan ayat di atas, mereka berpendapat bahwa hadits Ahad tidak dapat dijadikan Hujjah
atau pegangan dalam urusan agama. Menurut kelompok ini, urusan agama harus didasarkan pada
dalil yang Qath’i yang diyakini dan disepakati bersama kebenarannya. Oleh karena itu hanya Al-
Qur’an dan Hadits Mutawatir saja yang dapat dijadikan sebagi Hujjah atau sumber ajaran Islam.

D. Lemahnya Argumen Para Pengingkar Sunnah


Ternyata argumen yang dijadikan sebagai dasar pijakan bagi para pengingkar sunnah memiliki
banyak kelemahan, misalnya :
1. Pada umumnya pemahaman ayat tersebut diselewengkan maksudnya sesuai dengan
kepentingan mereka. Surat an-Nahl ayat 89 yang merupakan salah satu landasan bagi kelompok
Inkar Sunnah untuk menolak Sunnah secara keseluruhan. Menurut Asy-Syafi’i ayat tersebut
menjelaskan adanya kewajiban tertentu yang sifatnya global, seperti dalam kewajiban shalat,
dalam hal ini fungsi hadits adalah menerangkan secara teknis tata cara pelaksanaannya.Dengan
demikian surat an-Nahl sama sekali tidak menolak hadits sebagai salah satu sumber ajaran.
Bahkan ayat tersebut menekankan pentingnya hadits.13

13
Abdul Majid Khon
2. Surat Yunus ayat 36 yang dijadikan sebagai dalil mereka menolak Hadits Ahad sebagai
Hujjah dan menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan istilah Zhanni adalah tentang keyakinan
yang menyekutukan Tuhan. Keyakinan itu berdasarkan khayalan belaka dan tidak dapat
dibuktikan kebenarannya secara ilmiah. Keyakinan yang dinyatakan sebagai Zhanni pada ayat
tersebut sama sekali tidak ada hubungannya dan tidak ada kesamaannya dengan tingkat
kebenaran hasil penelitian kualitas Hadits.
3. Keshahihan Hadits Ahad bukan didasarkan pada khayalan melainkan didasarkan pada
metodologi yang dapat dipertanggung jawabkan.
E. Pokok-Pokok Ajaran Aliran Sesat Ingkar As-Sunnah
1. Tentang Dua Kalimat Sahadat
Mereka tidak mengaku 2 kalimat syahadat karena tidak ada dalam Al-Qur’an.14
2. Tentang Shalat Cara mereka mengerjakan shalat bermacam-macam, yaitu :
a. Ada yang mengerjakan shalat tiga kali sehari masing masing boleh empat rakaat atau dua
rakaat.
b. Ada yang shalatnya rata-rata dua rakaat, tetapi bacaannya berbeda-beda ada yang seperti
biasa, bagian shalat yang tidak tertera dalam al-Qur’an boleh diganti.
c. Ada yang shalatnya sebanyak-banyaknya, selagi mampu dan tidak berlebihan
d. Shalat diwajibkan bagi yang faham al-Qur’an.
3. Tentang Puasa Di Bulan Ramadhan.
Mereka hanya mengikuti wajibnya puasa saja. Adapun hari dan bulannya meraka mengingkari
dengan alasan tidak ditentukan dalam al-Qur’an makanya mereka tidak mengakui puasa
Ramadhan karena tidak ada keterangan ayat al-Qur’an.
4. Tentang Zakat
Pada umumnya mareka tidak memunaikan zakat. Yang mereka akui adalah perintah memberi
kepada fakir miskin.
5. Rukun Islam
Rukun Islam yang 5 tidak berfungsi apa-apa, yang terpenting adalah pemahaman al-Qur’an

F. Bantahan Ulama

14
Abdul Majid Khon
Abd Allah bin Mas’ud berpendapat bahwa orang yang menghindari Sunnah tidak termasuk orang
beriman bahkan dia orang kafir. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW. Yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud, sebagai berikut: “Jika kamu bersembahyang di rumah-rumah
kamu dan kamu tinggalkan masjid-masjid kamu, berarti kamu meninggalkan sunnah Nabimu,
dan berarti kamu kufur.” (H.R. Abu Dawud :91).
Allah SWT telah menetapkan untuk mentaati Rasul, dan tidak ada alasan dari siapa pun untuk
menentang perintah yang diketahui bearsal dari Rasul. Firman Allah :
Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasulnya dan Ulil Amri diantara
kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (al-Qur’an) dan rasulnya (Sunnahnya), jika kamu benar benar beriman kepada allah dan
hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya (Q.S. An-
Nisaa : 59)
Ayat tersebut secara jelas memerintahkan mentaati Allah (Al-Qur’an) dan Rosulnya (Sunnah
Rosul). Allah telah membuat semua manusia (beriman) merasa butuh kepadanya dalam segala
persoalan agama dan memberikan bukti bahwa Sunnah menjelaskan setiap makna dari
kewajiban-kewajiban yang ditetapkan Allah dalam kitabnya. Sunnah Rasul mempunyai tugas
yang amat besar, yakni untuk memberikan pemahaman tentang Kitabullah, baik dari segi ayat
maupun hukumnya. Orang yang ingin mempedalam pemahaman Al-Quran, ia harus mengetahui
hal-hal yang ada dalam Sunnah, baik dalam maknanya, penafsiran bentuknya, maupun dalam
pelaksanaan hukum-hukumnya. Contoh yang paling baik dalam hal ini adalah masalah ibadah
shalat. Tegasnya setiap bagian Sunnah Rasul SAW berfungsi menerangkan semua petunjuk
maupun perintah yang difirmankan Allah di dalam Al-Quran.
Siapa saja yang bersedia menerima apa yang ditetapkan Al-Quran dengan sendirinya harus pula
menerima petunjuk-petunjuk Rasul dalam Sunnahnya. Allah sendiri telah memerintahkan untuk
selalu taat dan setia kepada keputusan Rasul. Barang siapa tunduk kepada Rasul berarti tunduk
kepada Allah, karena Allah jugalah yang menyuruh untuk tunduk kepadaNya. Menerima
perintah Allah dan Rasul sama nilainya, keduanya berpangkal kepada sumber yang sama (yaitu
Allah SWT).
Dengan demikian, jelaslah bahwa menolak atau mengingkari Sunnah sama saja dengan menolak
ketentuan-ketentuan Al-Quran, karena Al-Quran sendiri yang memerintahkan untuk menerima
dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW.
G. Sebab Peng-ingkaran Terhadap Sunnah Nabi SAW
Melihat dari beberapa permasalahan di atas yang berhubungan dengan adanya pengingkaran
sunnah dikalangan umat Islam, dapatlah kiranya dilihat sebab adanya pengingkaran tersebut,
diantaranya:15
1. Pemahaman yang tidak terlalu mendalam tentang Hadits Nabi SAW. Dan kedangkalan
mereka dalam memahami Islam, juga ajarannya secara keseluruhan, demikian menurut Imam
Syafi’i.
2. Kepemilikan pengetahuan yang kurang tentang bahasa Arab, sejarah Islam, sejarah
periwayatan, pembinaan Hadits, metodologi penelitian Hadits, dan sebagainya.
3. Keraguan yang berhubungan dengan metodologi kodifikasi Hadits, seperti keraguan akan
adanya perawi yang melakukan kesalahan atau muncul dari kalangan mereka para pemalsu dan
pembohong.
4. Keyakinan dan kepercayaan mereka yang mendalam kepada al-Qur’an sebagai kitab yang
memuat segala perkara.
5. Keinginan untuk memahami Islam secara langsung dari al-Qur’an berdasarkan kemampuan
rasio semata dan merasa enggan melibatkan diri pada pengkajian Hadits, metodologi penelitian
Hadits yang memiliki karakteristik tersendiri. Sikap yang demikian ini, disebabkan oleh
keinginan untuk berfikir bebas tanpa terikat oleh norma-norma tertentu, khususnya yang
berkaitan dengan hadits Nabi SAW.
6. Adanya statement al-Qur’an yang menyatakan bahwa al-Qur’an telah menjelaskan segala
sesuatu yang berkaitan dengan ajaran Islam (QS. Al-Nahl: 89), juga terdapatnya tenggang waktu
yang relatif lama antara masa kodifikasi hadits dengan masa hidupnya Nabi SAW (wafatnya
beliau).
7. Pengaruh pemikiran Orientalis Barat
H. Dalil-Dalil Inkar Sunnah
Dalil-dalil atau alasan-alasan inkar sunnah dibagi menjadi dua macam, yaitu dalil Al-Qur’an dan
alasan akal. Yang berupa dalil Al-Qur’an diantaranya:
1. Al-Qur’an surat An-nahl ayat 89
“…..Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an untuk menjelaskan sesuatu…..”.
2. Al-Qur’an surat al An’am ayat 38

15
Abdul Majid Khon
“Tidak kami alfakan sesuatupun didalam Al-Qur’an”.
3. Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 3
“Pada hari ini telah kusempurnakan bagimu agamamu dan telah Ku cukupkan kepadamu
nikmatKu dan telah Ku ridloi Islam itu sebagai agamamu.”
Dari ketiga ayat diatas menunjukan bahwa Al-Qur’an telah menunjukan semuanya (segala
sesuatu). Al-Qur’an tidak membutuhkan keterangan tambahan lagi karena penjelasannya tentang
Islam sebagai agama yang telah sempurna.
4. Al-Qur’an surat An-Najm ayat 3-4
Dan tidaklah ia (Muhammad) bertutur benurut hawa nafsunya. Ucapan itu tiada lain wahyu yang
diwahyukan kepadanya.
Menurut mereka yang diwahyukan itu sudah tertuliskan dalam Al-Qur’an.
Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 20, Al-Maidah ayat 92, Ar-Ra’d ayat 40, An-Nahl ayat 35 dan
82, An-Nur ayat 45, Al-‘Angkabut ayat 18, Asy-Syura ayat 48.
Ayat-ayat diatas menjelaskan bahwa tugas nabi Muhammad hanyalah menyampaikan pesan
Allah dan tidak berhak memberikan penjelasan apapun.
5. Al-Qur’an surat Al-Fathir ayat 31
Terjemahnya : “ Dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu yakni Al-Qur’an itulah yang
benar (haq)….. ”
6. Al-Qur’an surat Yunus ayat 36
“Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali ahli persangkaan belaka. Sesungguhnya
persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran….”
Jadi hadits itu hanyalah persangkaan yang tidak layak untuk dijadikan Hujjah.
Adapun dalil akal diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Al-Qur’an dalam bahasa Arab yang jelas, maka orang yang faham bahasa Arab maka faham
terhadap Al-Qur’an.
2. Perpecahan umat Islam karena berpegang pada hadits yang berbeda-beda.
3. Hadits hanyalah dongeng karena baru muncul pada zaman Tabi’in dan Tabi’ittabi’in.
4. Tidak satu haditspun dicatat di zaman Nabi. Dalam periode sebelumnya pencatatan Hadits,
manusia berpeluang berbohong.
5. Kritik sanad baru muncul setelah satu setengah abad wafatnya Nabi.
6. Konsep tentang seluruh sahabat adil, muncul setelah abad ketiga Hijriyah.
Analisis terhadap argumen inkar sunnah dalil-dalil Naqli dan argumen Aqli inkar sunnah itu
seluruhnya lemah. Hal ini dapat diperkuat dengan argumen-argumen tokoh ikar sunnah dari
Malaysia, Kassim Ahmad mengatakan bahwa buku ini secara saintifik membuktikan ketulenan
Al-Qur’an sebagai perutusan Tuhan kepada manusia yang sepenuhnya terpelihara dan menarik
perhatian pembaca kepada kesempurnaannya, kelengkapannya, dan keterperinciannya,
menyebabkan manusia tidak memerlukan buku-buku lain sebagai sumber bimbingan. Lebih dari
ini, Kassim Ahmad dengan yakin membuat kesimpulan tentang penolakan Rosyhad Khalifa
terhadap sunnah, yakni bahwa hadits merupakan penyelewengan dari ajaran Nabi Muhammad
dan tidak boleh diterima sebagai sumber perundang-undangan adalah benar.

BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP
Al- hadits merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur’an yang dijadikan sebagai
pedoman dalam menjalankan syariat-syariat islam yang dalam hal ini sebagai pemerinci ayat-
ayat suci al-Qur’an yang masih bersifat global atau umum.
Contohnya saja di dalam al-Qur’an hanya dijelaskan kewajiban tetang melaksanakan shalat akan
tetapi tidak dijelaskan tata cara atau kafiat dari shalat itu sendiri. Sehingga dalam hal ini
Rasulullah selaku nabi dan rasul utusan Allah memberikan penjelasan melalaui hadistnya yang
artinya “ sholatlah sebagaimana kamu melihatku shalat” tidak hanya itu di dalam hadist-hadist
yang lain juga diterangkan bagaimana tata cara sholat mulai dari Takbiratul Ihram sampai
dengan salam.
Meskipun demikian, banyak orang-orang atau golongan tertentu yang enggan mengikuti ajaran
Rasulullah yang dalam hal ini disebut “ingkar sunnah”
Golongan-golongan ingkar sunnah ini memiliki paham bahwa sudah ada sumber hukum utama
yaitu al-Qur’an yang datang langsung dari Tuhan atau dengan kata lain mereka ingin
memurnikan ajaran Islam kepada otoritas al-Qur’an sebagai pedoman hidup mereka.
Abd Allah bin Mas’ud berpendapat bahwa orang yang menghindari Sunnah tidak termasuk orang
beriman bahkan dia orang kafir. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW. Yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud, sebagai berikut: “Jika kamu bersembahyang di rumah-rumah
kamu dan kamu tinggalkan masjid-masjid kamu, berarti kamu meninggalkan sunnah Nabimu,
dan berarti kamu kufur.” (H.R. Abu Dawud :91).
Allah SWT telah menetapkan untuk mentaati Rasul, dan tidak ada alasan dari siapa pun untuk
menentang perintah yang diketahui bearsal dari Rasul. Firman Allah :
Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasulnya dan Ulil Amri diantara
kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (al-Qur’an) dan rasulnya (Sunnahnya), jika kamu benar benar beriman kepada allah dan
hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya (Q.S. An-
Nisaa : 59)
Ayat tersebut secara jelas memerintahkan mentaati Allah (Al-Qur’an) dan Rosulnya (Sunnah
Rosul). Allah telah membuat semua manusia (beriman) merasa butuh kepadanya dalam segala
persoalan agama dan memberikan bukti bahwa Sunnah menjelaskan setiap makna dari
kewajiban-kewajiban yang ditetapkan Allah dalam kitabnya. Sunnah Rasul mempunyai tugas
yang amat besar, yakni untuk memberikan pemahaman tentang Kitabullah, baik dari segi ayat
maupun hukumnya. Orang yang ingin mempedalam pemahaman Al-Quran, ia harus mengetahui
hal-hal yang ada dalam Sunnah, baik dalam maknanya, penafsiran bentuknya, maupun dalam
pelaksanaan hukum-hukumnya. Contoh yang paling baik dalam hal ini adalah masalah ibadah
shalat. Tegasnya setiap bagian Sunnah Rasul SAW berfungsi menerangkan semua petunjuk
maupun perintah yang difirmankan Allah di dalam Al-Quran.
Siapa saja yang bersedia menerima apa yang ditetapkan Al-Quran dengan sendirinya harus pula
menerima petunjuk-petunjuk Rasul dalam Sunnahnya. Allah sendiri telah memerintahkan untuk
selalu taat dan setia kepada keputusan Rasul. Barang siapa tunduk kepada Rasul berarti tunduk
kepada Allah, karena Allah jugalah yang menyuruh untuk tunduk kepadaNya. Menerima
perintah Allah dan Rasul sama nilainya, keduanya berpangkal kepada sumber yang sama (yaitu
Allah SWT).
Dengan demikian, jelaslah bahwa menolak atau mengingkari Sunnah sama saja dengan menolak
ketentuan-ketentuan Al-Quran, karena Al-Quran sendiri yang memerintahkan untuk menerima
dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW.
Oleh karena itu, sebagai ummat Islam yang taat dalam beragama hendaknya kita mengikuti
kedua hukum islam yaitu al-Qur’an dan al hadits sebagai pedoman hidup yang benar dan tetap
berada dijalan yang diridhoi-Nya.

Anda mungkin juga menyukai