Anda di halaman 1dari 15

A.

Judul : Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think


Pair Share (TPS)) Untuk Meningkatkan Keterampilan Komunikasi dan Hasil
Belajar Pada Materi Sistem Koloid Di SMA Kelas XII

B. Bidang Kajian : Pendidikan Kimia

C. Latar Belakang
Kurikulum merupakan kunci utama berjalannya sebuah proses pendidikan.
Penetapan standar proses pendidikan merupakan kebijakan yang sangat penting
dan strategis untuk pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan. Melalui
standar proses pendidikan setiap guru dapat menentukan bagaimana seharusnya
proses pembelajaran berlangsung. Proses pembelajaran merupakan suatu
sistem sehingga untuk meningkatkan kualitas pendidikan dapat dimulai dari
menganalisis setiap komponen yang dapat membentuk dan mempengaruhi
proses pembelajaran.
Menurut kurikulum 2013 revisi tahun 2019, guru dituntut untuk
berkreativitas semaksimal mungkin dalam proses pembelajaran. Selain itu,
guru diharuskan menggunakan metode student center karena guru hanya
berfungsi sebagai fasilitator. Akan tetapi, penggunaan metode student center
memerlukan waktu yang cukup banyak untuk meningkatkan pemahaman dan
keterampilan berkomunikasi siswa yang nantinya akan mempengaruhi hasil
belajar. Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah
dengan menggunakan model pembelajaran bervariatif dan pendekatan yang
sesuai dengan materi pembelajaran kimia.
Salah satu model pembelajaran yang dapat dipergunakan untuk mengatasi
masalah tersebut adalah model pembelajaran kooperatif tipe think pair share
(TPS). Think Pair Share (TPS) adalah salah satu strategi pembelajaran yang
berfokus pada peningkatan kemampuan siswa dalam berdiskusi dan
penyampaian pendapat di depan kelas. Keunggulan dari strategi ini adalah
siswa mampu berfikir mandiri dalam pemecahan suatu masalah dan
mendiskusikan solusi pemecahan masalah tersebut dengan siswa lain. Setelah
solusi yang tepat didapatkan, siswa dapat menyampaikannya di depan kelas.
Dengan menggunakan strategi tersebut, keterampilan komunikasi serta
kemampuan analisis siswa akan meningkat sehingga hasil belajar juga akan
meningkat.
Selain model pembelajaran, pendekatan juga penting dalam proses
pembelajaran. Pendekatan dapat diartikan sebagai ‘cara memulai’ sehingga
pendekatan pembelajaran adalah bagaimana cara memulai pembelajaran
dilaksanakan. Dengan pendekatan yang sesuai, maka akan diperoleh hasil
belajar yang memuaskan.
Pada kenyataannya, model pembelajaran kooperatif TPS masih jarang
dipergunakan dalam pembelajaran kimia dan guru masih berfokus pada model
pembelajaran ceramah. Pernyataan ini juga didukung oleh jurnal pendidikan
kimia dan ilmu kimia Volume 2 No. 01 Tahun 2019 tentang Pengaruh Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share terhadap Hasil Belajar Kimia
Siswa Kelas X oleh Ketut Sepdyana Kartini. Hal ini menyebabkan lemahnya
tingkat pemahaman dan keterampilan komunikasi siswa yang mengakibatkan
ketidakstabilan hasil belajar.
Pada pembelajaran kimia, banyak konsep yang bersifat abstrak yang harus
diserap siswa dalam waktu yang relatif terbatas. Salah satu materi pokok dalam
mata pelajaran kimia adalah sistem koloid. Pada materi pembelajaran sistem
koloid terdapat banyak teori bersifat abstrak yang membuat siswa kesulitan
dalam mempelajarinya, salah satunya adalah lemak/minyak. Untuk menjadikan
materi tersebut lebih menarik dan disenangi siswa, maka guru harus mampu
mengambil kebijakan yaitu menggunakan model pembelajaran dan pendekatan
yang tepat dalam mengajar sehingga kompetensi belajar dapat tercapai sesuai
harapan. Salah satu strategi yang dapat diterapkan dalam pembelajaran kimia
khususnya materi sistem koloid adalah model pembelajaran kooperatif TPS.
Diharapkan melalui penerapan model pembelajaran kooperatif TPS untuk
meningkatkan keterampilan komunikasi dan hasil belajar siswa pada materi
sistem koloid dapat digunakan untuk mengetahui keterlaksanaan model
pembelajaran, peningkatan keterampilan komunikasi, dan peningkatan hasil
belajar siswa. Berdasarkan latar belakang diatas, maka diperlukan penelitian
menerapkan model pembelajaran kooperatif TPS untuk meningkatkan
keterampilan komunikasi dan hasil belajar siswa pada materi sistem koloid.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana keterlaksanan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
TPS pada materi sistem koloid pada kelas XI?
2. Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa pada materi sistem koloid
melalui penerapan model pembelajaran kooperatif TPS dilaksanakan?
3. Bagaimana keterampilan komunikasi siswa pada materi sistem koloid
melalui penerapan model pembelajaran kooperatif TPS dilaksanakan?
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah.
1. Mengetahui keterlaksaan dari penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe TPS untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi sistem koloid
kelas XI.
2. Mengetahui peningkatan hasil belajar siswa melalui penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe TPS pada materi sistem koloid dilaksanakan.
3. Mengetahui keterampilan komunikasi siswa selama kegiatan pembelajaran
melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPS pada materi
sistem koloid.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan masukan dalam memilih
model pembelajaran maupun metode pembelajaran yang paling tepat, agar
proses belajar mengajar menjadi lebih efektif dan mencapai kualitas hasil
belajar yang baik.
G. Definisi Operasional, Asumsi, dan Pembatasan Masalah
1. Definisi Operasional
a. Keterlaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share
(TPS)
Keterlaksanaan model pembelajaran kooperatif TPS adalah
keterlaksanaan langkah-langkah pembelajaran kooperatif yang
dilaksanakan guru sesuai sintak-sintak pembelajaran dan alokasi waktu
yang sesuai dengan RPP yang telah dibuat. Keterlaksanaan model
pembelajaran kooperatif TPS dapat diukur melalui lembar observasi
yang dilakukan oleh beberapa orang pengamat.
b. Ketuntasan belajar
Ketuntasan belajar tercapai apabila kompetensi dasar dan tujuan
pembelajaran terpenuhi setelah menerapkan model pembelajaran
kooperatif TPS. Hasil belajar diperoleh dari nilai pretest dan posttest
yang telah dicapai siswa pada materi koloid dengan ketuntasan individu
minimal nilai 75. Ketuntasan secara klasikal tercapai apabila 75% siswa
telah mencapai ketuntasan individu.
c. Keterampilan komunikasi
Keterampilan komunikasi siswa adalah aktivitas yang berkaitan
dengan partisipasi siswa dalam mengungkapkan pemikiran, gagasan,
pengetahuan, atau informasi yang baru dimilikinya dalam proses
pembelajaran, baik komunikasi verbal maupun non verbal.
Keterampilan komunikasi yang dimaksud pada penelitian ini adalah
keterampilan bertanya, menjawab, berpendapat baik secara kualitas
maupun kuantitas. Segi kualitas dinilai dari kesesuaian dengan
takstonomi bloom, sedangkan kuantitas dinilai dari berapa banyaknya
siswa dalam menyampaikan pendapat, menjawab, dan bertanya.
2. Asumsi
a. Siswa sebagai objek penelitian mempunyai kesempatan belajar yang
sama.
b. Siswa bersungguh-sungguh dalam mengerjakan tes, sehingga hasil tes
mencerminkan kemampuannya sendiri.
c. Pengamat dalam melakukan pengamatan tidak berpihak pada siapapun.
3. Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah pembahasan penelitian hanya dibatasi pada:
a. Subjek Penelitian
Penelitian dilakukan pada kelas XII MIA semester genap tahun ajaran
2019/2020 SMA Negeri X kota X.
b. Pokok Bahasan
Pokok bahasan dibatasi pada pokok bahasan sistem koloid.
c. Hasil belajar
Hasil belajar yang dicapai siswa setelah melakukan pembelajaran
dilihat melalui hasil tes kognitif berdasarkan nilai pretest dan postest
berupa soal essay.
d. Keterampilan komunikasi
Keterampilan komunikasi siswa berupa menjawab, bertanya, dan
menyampaikan pendapat.
H. Kajian Pustaka
1. Kurikulum
Kurikulum yang berlaku saat ini adalah kurikulum 2013 revisi.
Kurikulum ini menggantikan kurikulum 2013 dan kurikulum 2006
(KTSP).
Berdasarkan Permendikbud Nomor 22 tahun 2016, sesuai standart
kompetensi kelulusan, sasaran pembelajaran mencangkup pengembangan
ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk satuan
pendidikan. Sikap diperoleh melalui aktivitas menerima, menjalankan,
menghargai, menghayati, dan mengamalkan. Pengetahuan diperoleh
melalui aktivitas mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis,
mengevaluasi, dan mencipta. Kurikulum terbaru ini dirancang dengan
karakteristik sebagai berikut.
a. Mengembangkan keseimbangan antara sikap spiritual dan social, rasa
ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan intelektual dan
psikomotor.
b. Mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta
menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat.
c. Kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang
dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran.
d. Kompetensi inti dikelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing
elements) kompetensi dasar, dimana semua kompetensi dasar dan
proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang
dinyatakan dalam kompetensi inti. (Rohman, 2015)
2. Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman
dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Model
pembelajaran didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pegalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar. (Suprijono, 2015)
Pembelajaran kooperatif adalah suatu pendekatan atau serangkaian
strategi yang khusus dirancang untuk emberi dorongan kepada peserta
didik agar bekerja sama selama proses pembelajaran. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif siswa diberikan
kesempatan belajar kelompok dengan sejumlah siswa yang sedikit dan
tentu saja dikondisikan dengan keadaan kelas untuk berkerja sama
melaksanakan pembelajaran. (Suprijono, 2015).
Sintaks pembelajaran kooperatif terdiri dari enam fase. Sintaks tersebut
adalah:
Table 1. Fase-Fase dalam Model Pembelajaran Kooperatif
Fase Periaku Guru
Fase 1. Presents goal and Menjelaskan tujuan
set pembelajaran dan
Menyampaikan tujuan mempersiapkan peserta
dan mempersiapkan didik siap belajar.
peserta didik.
Fase 2. Present Mempresentasikan
information informasi kepada peserta
Menyajikan informasi didik secara verbal
Fase 3. Organize students Memberikan penjelasan
ito learning teams. kepada peserta didik
Mengorganisir peserta tentang cara pembentukan
didik ke dalam tim-tim tim belajar dan membantu
belajar. kelompok melakukan
transisi yang efisien.
Fase 4. Assist team work Membantu tim-tim belajar
and study selama peserta didik
Membenatu kerja tim mengerjakan tugasnya.
dan belajar.
Fase 5. Test on the Menguji pengetahuan
materials peserta didik mengenai
mengevaluasi berbagai materi
pembelajaran atau
kelompok-kelompok
mempresentasikan
kerjanya.
Fase 6. Provide Mempersiapkan cara
recognition untuk mengakui usaha dan
Memberikan pengakuan prestasi individu dan
atau penghargaan. kelompok.
(Suprijono, 2015)
Model pembelajaran kooperatif memiliki beberapa tujuan, yaitu.
a. Meningkatkan kinerja siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas
akademik. Model pembelajaran kooperatif ini mempunyai keunggulan
dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit.
b. Agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai
perbedaan latar belakang.
c. Mengembangkan keterampilan social siswa. (Majid, 2016).
3. Model Pembelajaran Kooperatif tipe TPS
Think Pair Share (TPS) merupakan pembelajaran kooperatif dengan
menggunakan tahap-tahap pembelajaran, yakni tahap berpikir, tahap
berpasangan, dan tahap berbagi. Dalam TPS diawali dengan thinking yaitu
guru mengajukan pertanyaan atau isu terkait dengan pelajaran untuk
dipikirkan oleh peserta didik. Selanjutnya pairing, pada tahap ini guru
meminta peserta didik berpasang-pasangan dibicarakan dengan pasangan
seluruh kelas. Tahap ini dikenal dengan sharing. Harapan dalam kegiatan
ini adalah terjadi Tanya jawab yang mendorong pada pengonstruksian
pengetahuan secara integrative. Metode pembelajaran ini menekankan arti
penting interaksi social dalam suatu kelompok untuk mengontruksi
pengetahuan. Pembelajaran kooperatif selain meningkatkan prestasi
belajar juga meningkatkan hubungan antar kelompok.
Kelebihan model pembelajaran TPS adalah:
a. Meningkatkan partisipasi siswa
b. Cocok untuk tugas sederhana
c. Lebih banyak kesempatan untuk kontribusi masing-masing anggota
kelompok
d. Interaksi lebih mudah (Majid, 2016).
4. Hasil Belajar
Proses belajar didahului dengan adanya perubahan dengan kata lain
tidak ada tujuan pengajaran yang dicapai sebelum siswa menjadi berbeda
dalam beberapa halatau sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran
(suprijono, 2015).
Untuk mengetahui baik buruknya atau tinggi rendahnya hasil belajar yang
telah dicapai siswa ada beberapa cara. Salah satu cara yang lazim
digunakan adalah dengan memberikan skor terhadap kemampuan atau
keterampilan siswa setelah mengikuti proses pembelajaran tersebut. Skor
yang diberikan sebagai proses apresiasi dan bentuk kuantitas dari hasil
belajar siswa harus disesuaikan dengan indicator dan tujuan pembelajaran
yang telah ditentukan sebelumnya. (Suprijono, 2015)
5. Teori yang Mendukung
a. Teori konstruktivisme
Teori belajar konstruktivisme adalah suatu teori yang menjelaskan
bahwa siswa harus secara mandiri menemukan dan menerapkan suatu
informasi. Peran guru disini adalah membantu menyampaikan suati
informasi menjadi bermakna bagi siswa dan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menerapkan ide-ide yang dimiliki serta
menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Teori
konstruktivisme lahir dari gagasan piaget dan Vygotsky.
b. Konsep kelas demokratis dewey dan thelen
Dewey menyatakan bahwa kelas sebaiknya dijadikan sebagai tempat
miniature dari demokrasi yang bertujuan untuk mempelajari dan
menyelidiki berbagai masalah social dan interpersonal. Dewey juga
menjelaskan bahwa guru sebaiknya harus bias menciptakan sistem
social yang bercirikan demokrasi dan proses ilmiah alam lingkungan
belajar siswa dalam kelas. Dewey dan thene menekankan pada
pembentukan kelompok-kelompok belajar untuk mengatasi masalah
dan mencari tahu jawaban atas permasalahan yang terjadi (arrends,
2012).
6. Materi Koloid
a. Pengertian sistem koloid
Sistem koloid tersusun dari dua komponen, yaitu fase terdispersi
dimana zat yang tersebar merata dan medium pendispersi dimana zat
medium tempat partikelpartikel koloid tersebar.
b. Jenis-jenis koloid
Sistem koloid dapat disebarkan dalam suatu medium sinambung,
sehingga dihasilkan suatu sebaran koloid. Dalam sistem semacam ini,
partikel kooid ditunjuk sebagai zat terdispersi dan materi kontinu
dimana partikel tersebut tersebar disebut medium pendispersi.
Berdasarkan wujud dari komponen-komponen koloid maka terdapat
beberapa sistem koloid yang dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut.
(Keenan,1984)
Tabel 2.2. Jenis-jenis koloid
Fase Medium Jenis
Contoh
Terdispersi Pendispersi Koloid
Sol Paduan logam, gelas
Padat Padat
Padat berwarna, intan hitam.
Cat, tinta, tepung
Padat Cair Sol dalam
air, tanah liat.
Aerosol Debu di udara, asap
Padat Gas
Padat pembakaran.
Emulsi Jelly, keju, mentega,
Cair Padat
Padat nasi.
Susu, mayonase, krim,
Cair Cair Emulsi
santan dan es cream.
Awan, kabut,
Aerosol
Cair Gas hairspray,
Cair
obat nyamuk.
Batu apung, karet,
Buih
Gas Padat busa,
Padat
styrofoam.
Gas Cair Buih Putih telur yang di
Cair kocok, busa sabun.

c. Sifat-sifat koloid
Sistem koloid memiliki sifat yang khas, yang berbeda dengan sifat
sistem dispersi lainnya. Syukri S (1999) menyatakan beberapa sifat
koloid yang khas, yaitu:
1) Efek Tyndall
Sifat penghamburan cahaya oleh sistem koloid ditemukan oleh
John Tyndall, seorang ahli fisika Inggris. Oleh sebab itu, sifat
tersebut diberi nama efek Tyndall. Efek Tyndall digunakan untuk
membedakan sistem koloid dari larutan. Contohnya sorot lampu
mobil pada udara yang berkabut atau berkas sinar matahari
diantara celah daun pepohonan di pagi hari
2) Gerak Brown
Gerak Brown pertama kali ditemukan oleh Robert Brown pada
tahun 1872. Gerak Brown merupakan gerak zig-zag dari partikel
koloid dalam medium pendispersi. Adanya gerak Brown
menjadikan partikel-partikel koloid dapat mengatasi pengaruh
gravitasi sehingga partikel-partikel tidak memisahkan diri dari
medium pendispersinya.
3) Adsorpsi
Adsorpsi koloid adalah penyerapan partikel-partikel pada
permukaan koloid. Ukuran dari partikel koloid yang cukup kecil
menyebabkan permukaan menjadi sangat luas sehingga dapat
menyerap partikel pada permukaannya dengan maksimal.
4) Muatan listrik
Partikel koloid memiliki muatan sejenis (positif atau
negatif). Muatan ini dapat diperoleh melalui proses adsorpsi
kation/anion dan proses ionisasi gugus permukaan partikel.
5) Koagulasi
Koagulasi ialah proses penggumpalan partikel-partikel
koloid dan pengendapannya. Partikel-partikel koloid bersifat
stabil karena memiliki muatan yang sejenis. Apabila muatan
listrik tersebut hilang, maka partikel-partikel koloid akan
bergabung membentuk gumpalan. Penghilangan muatan listrik
pada partikel koloid ini dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu.
a) Menggunakan prinsip elektroforesis
Proses elektroforesis adalah pergerakan partikel-partikel
koloid yang bermuatan ke elektroda dengan muatan
berlawanan.
b) Penambahan koloid lain dengan muatan berlawanan
Jika suatu sistem koloid ditambahkan system koloid lain
dengan muatan berlawanan, maka kedua sistem koloid
tersebut akan saling mengadsorpsi dan menjadi netral.
c) Penambahan elektrolit
Jika suatu elektrolit ditambahkan ke dalam sistem koloid,
maka partikel-partikel koloid yang bermuatan negatif akan
menarik kation dari elektrolit. Sementara itu, partikel-partikel
koloid yang bermuatan positif akan menarik anion dari
elektrolit.
d) Pendidihan
Kenaikan suhu sistem koloid menyebabkan jumlah
tumbukan antara partikel-partikel dengan molekul-molekul
air bertambah banyak. Hal ini menjadikan lepasnya elektrolit
yang teradsorpsi pada permukaan partikel koloid.
I. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif, yang bertujuan
untuk mengetahui keterampilan komunikasi yang meliputi keterampilan
bertanya, menjawab, berpendapat, serta ketuntasan hasil belajar siswa
dengan penerapan model pembelajaran kooperatif TPS.
2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan X sampai dengan bulan Y tahun
XY, di kelas XI MIA 1 SMA XII tahun ajaran XY/YY dengan peserta
didik sejumlah 32 siswa.
3. Populasi dan Sampel
a. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas XI
MIA 1, SMA X kota S tahun ajaran XY/YY yang berjumlah 32
siswa.
b. Sampel
Untuk menentukan sampel dalam uji penelitian maka dilakukan uji
homogenitas terhadap populasi untuk menentukan kelas yang
memiliki kemampuan yang sama dalam pembelajaran kimia.
4. Desain Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
One Group Pretest Posttest. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
gambaran mengenai hasil belajar siswa dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif TPS untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Rancangan penelitian ini dilaksanakan pada satu kelas tanpa adanya kelas
pembanding. Observasi dilakukan sebanyak dua kali yaitu pretest dan
posttest. Perbandingan hasil belajar pretest dan posttest siswa
diasumsikan sebagai efek dari perlakuan pembelajaran kooperatif tipe
TPS. Secara sederhana, desain penelitian yang digunakan dapat
digambarkan sebagai berikut:
O1-----X-----O2
Dimana:
O1 : Tes awal (Pretest)
X : pemberian perlakuan pada pembelajaran kimia materis sifat
koligatif larutan dengan strategi Think Pair Share (TPS)
O2 : Tes akhir (Posttest)
5. Prosedur penelitian
Dilaksanakan dalam beberapa tahap yaitu:
a. Persiapan penelitian
1) Mengurus perizinan ke sekolah untuk melakukan
penelitian
2) Melaksanakan pra-penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui kondisi awal siswa pada sekolah yang
digunakan penelitian
3) Menyusun proposal penelitian
4) Membuat perangkat pembelajaran meliputi RPP, silabus,
dan LKPD
5) Membuat instrument penelitian meliputi lembar observasi
keterlaksanaan model pembelajaran, lembar observasi
keterampilan komunikasi siswa, lembar soal pretest dan
postest dan lembar respon siswa.
6) Telaah dan validasi perangkat dan instrument penelitian.
b. Pelaksanaan penelitian
1) Pelaksanaan pembelajaran pada materi minyak/lemak
menggunakan model pembelajaran kooperatif TPS.
2) Pembelajaran diawali dengan pretest yang bertujuan untuk
mengukur kemampuan awal siswa
3) Saat proses pembelajaran berlangsung, keterlaksanaan
sintaks pembelajaran diamati oleh seorang observer.
Keterampilan komunikasi dalam penelitian ini diamati
melalui lembar keterampilan komunikasi siswa yang
diamati oleh 2 orang observer.
4) Pada akhir pembelajaran siswa diberi posttest untuk
mengetahui peningkatan serta ketuntasan hasil belajar
siswa.
5) Setelah proses pembelajaran selesai pada pertemuan
kedua, siswa diberikan lembar angket respon untuk
mengetahui ketertarikan siswa terhadap model
pembelajaran kooperatif TPS pada materi minyak/lemak.
c. Analisis penelitian
Menganalisis data penelitian yang diperoleh meliputi data
keterlaksanaan model pembelajaran, keterampilan komunikasi
siswa, hasil pretest dan posttest, serta angket respon siswa.
6. Metode pengumpuan data
a. Metode observasi
metode ini dipakai untuk mengetahui situasi kelas pada saat
proses penerapan model pembelajaran kooperatif TPS
berlangsung. Observer mengisi lembar keterlaksanaan sintaks
model pembelajaran dan lembar keterampilan komunikasi siswa
selama proses pembelajaran berlangsung. Observer terdiri dari 2
orang untuk mengamati keterampilan komunikasi siswa dan
keterlaksanaan model pembelajaran kooperatif TPS. Hal ini perlu
dilakukan karena proses untuk mencapai hasil akhir berupa
peningkatan keterampilan komunikasi siswa dan terlaksanya
model pembelajaran kooperatif TPS.
b. Metode tes
Metode tes yang dilakukan pada penelitian ada dua tahap,
yaitu pretest dan postest. Soal pretest untuk mengetahui
kemampuan awal siswa sebelum diberi perlakuan, dan soal
posttest untuk mengukur kemampuan siswa setelah diberi
perlakuan.
c. Metode angket
Metode ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana
ketertarikan maupun minat siswa terhadap model pembelajaran
kooperatif TPS, sehingga dapat menjadi salah satu acuan guru
dalam melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang
dilaksanakan. Angket berisi ketertarikan siswa terhadap model
pembelajaran kooperatif TPS.
7. Instrument penelitian
a. Lembar Keterlaksanaan Model Model Pembelajaran
Lembar ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui
kesesuaian keterlaksanaan model pembelajaran kooperatif TPS
selama pembelajaran berlangsung.
b. Lembar Observasi Keterampilan Siswa
Lembar ini digunakan untuk mengetahui tingkat
keterampilan komunikasi siswa pada proses pembelajaran
menggunakan model kooperatif TPS, yang meliputi keterampilan
menyampaikan pendapat, baik dari segi kualitas maupun
kuantitas.
c. Lembar Soal pretest dan postest
Lembar ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal
dan akhir siswa serta ketuntasan belajar siswa. Lembar ini
diberikan kepada siswa sebelum dan sesudah proses pembelajaran
menggunakan model kooperatif TPS.
d. Lembar Angket Respon siswa
Lembar ini digunakan untuk mengetahui respon siswa
terhadap kegiatan pembelajaran pada materi sistem koloid yang
menggunakan model pembelajaran kooperatif TPS.
8. Metode Pengumpulan Data
a. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini dilaksanakan beberapa teknik pengumpulan
data antara lain.
1) Observasi
Observasi dilakukan oleh bebrapa orang yang mengamati
kegiatan yang dilakukan oleh pengamat seperti melaksanakan
sintaks-sintaks yang sudah sesuai dengan model pembelajaran
kooperatif TPS, mengamati aktivitas siswa selama proses
pembelajaran berlangsung,
2) Angket
Angket diberikan kepada sampel peserta didik yang
digunakan dalam penelitian. Angket diberikan setelah siswa
diberi perlakuan model kooperatif TPS untuk mengetahui respon
siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share.
3) Tes
Dalam penelitian yang dilakuakan variabel yang
digunakan adalah hasil belajar siswa. Untuk mengetahui hasil
belajar siswa diberian pretest yang dilaksanakan saat siswa
belum diberi perlakuan model pembelajaran kooperatif TPS, dan
diberikan posttest setelah dilaksanakan proses pembelajaran
kooperatif TPS. Dalam test ini siswa diberi soal pilihan ganda
dan diberi waktu untuk mengerjakan yaitu 90 menit.
b. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang diperole dari instrumen peneitian sebagai
berikut.
1) Analisis Data Keterlaksnaan Pembelajaran
Analisis ini digunakan untuk mengetahui keterlaksanaan
proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru selama proses
pembelajaran. Data yang diperoleh dianalisis dengan skor
kemampuan guru dalam pengelolaaan pembelajaran
berlangsung. Preseentase keterlaksanaan dapat diketahui melalui
rumus:
∑ skor fase keterlaksanaan yang dilalui guru
%KP= x 100%
∑ skor fase keseluruhan keterlaksanaan maksimal
Berdasarkan hasil analisis data yang akan dilakukan diperoleh
kriteria pengelolaan kelas proses pembelajaran model kooperatif
TPS sebagai berikut:
Batasan Kategori
0-20% Sangat Kurang
21-40% Kurang
41-60% Cukup
61-80% Baik
81-100% Sangat baik
(Riduwan, 2012)
Jika data yang diperoleh ≥65% maka proses pembelajaran
kooperatif TPS dikatakan baik.
2) Analisis Aktivitas Siswa
Untuk menganalisis Aktivitas siswa digunakan lembar
aktivitas siswa yang dianalisis secara deskriptif. Aktivitas yang
diamati yaitu sisa memperhatikan penjelasan guru,
mengemukakan pendapat dalam kelompoknya, mendengarkan
pendapat teman kelompok, berdiskusi dengan teman kelompok,
bertanya dalam kelompok, mengerjakan LKS bersama,
berdiskusi mengenai LKS dengan kelompok lain,
mengkomunikasikan hasil diskusi di depan kelas. Lembar
observasi analisis aktivitas siswa dapat diukur dengan
menggunakan rumus:
fase yang muncul
%Aktivitas Siswa = x 100%
∑ frekuensi aktivitas
Jumlah frekuensi aktivitas adalah jumlah keseluruhan aktivitas
siswa yang muncul dalam proses pembelajaran
3) Analisis Angket Respon Siswa
Data presentase angket respon siswa dianalisis menggunakan
rumus:
F
%P = x 100%
N
P adalah presentase jawaban respon siswa
F adalah jawaban siswa yang menjawab iya
N adalah jumlah siswa
Data presentase respon siswa yang diperoleh kemudian
dikategorikan sebagai berikut:
Kriteria presentase respon siswa
Batasan Kategori
0-20% Sangat Kurang
21-40% Kurang
41-60% Cukup
61-80% Baik
81-100% Sangat baik
(Riduwan, 2011)
Jika data yang diperoleh ≥65% maka siswa menyatakan setuju
dengan pernyataan tersebut dan proses pembelajaran model
kooperatif TPS dikatakan efektif untuk proses pembelajaran.
4) Analisis Data Hasil Belajar Siswa
Analisis data hasil belajar siswa digunakan untuk
menentukan ketuntasan yang diperoleh siswa setelah dilakukan
proses pembelajaran dengan model kooperatif TPS.
Nilai hasil belajar siswa yang dihitung adalah sebagai berikut:
skor yang diperoleh
Nilai = x 100%
julah skor maksimum
Menurut permendikbud Nomor 23 Tahun 2016
menyatakan bahwa skor yang diperoleh 0-100 kemudian
dikonversi kedalam predikat A-D. Ketuntasan hasil belajar
ssiswa dalam tes kognitif dikatakan tuntas apabila skor yang
diperoleh ≥75 dengan predikat B dari skor maksimal yang
diperoleh yaitu 100.
Data yang dikonversi ke dalam predikat A-D adalah sbagai
berikut:
No Nila Predika
. i t
1 96- A
100
2 88- A-
95
3 80- B+
87
4 71- B
79
5 63- B
70
6 55- C+
62
7 46- C
54
8 38- C--
45
9 30- D+
37
10 25- D
29
(Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016)
Presentase ketuntasan klasikal dapat diukur dengan
menggunakan rumus:
jumlah siswa yang tuntas
%Presentase klasikal = x 100%
jumlah total siswa keseluruhan
Ketuntasan pengetahuan peserta didik disusun berdasarkan
acuan kriteria dengan selang tingkat penguasaan 70-100%.
Data hasil belajar yang diperoleh kemudian dianalisis dengan
menggunakan Gain Space. Besarnya peningkatan dapat
dianalisis menggunakan rumus:
Skor rata−rata posttest−Skor rata−rata pretest
Gain Space =
100−skor rata−rata pretest
Kemudian niai yang diperoleh dikategorikan sebagai berikut:
Gain kriteria
>0,7 Tiggi
0,7>g>0,3 Sedang
0,3 Rendah
(Hake,2002)

Anda mungkin juga menyukai