LALU-LINTAS BERAT
MODUL 1
BAHAN CAMPURAN ASBUTON
BANDUNG
2016
KATA PENGANTAR
.1 Latar Belakang
Guna memenuhi kebutuhan aspal dalam melaksanakan pembangunan serta
pemeliharaan jalan, pada saat saat ini Indonesia masih melakukan impor
aspal minyak dalam jumlah yang cukup banyak pertahunnya dari beberapa
negara lain. Hal ini dikarenakan produksi aspal minyak yang dihasilkan dari
dalam negeri masih jauh dari jumlah yang dibutuhkan, yaitu hanya sekitar
600.000 ton pertahunnya atau sekitar 50% dari kebutuhan nasional.
Untuk memenuhi kebutuhan pembangunan dan pemeliharaan jalan
tersebut, tentunya perlu dilakukan pemanfaatan bahan-bahan lain yang
tersedia di dalam negeri, diantaranya ialah pemanfaatan aspal alam yang
dikenal dengan asbuton (aspal batu Buton) yang terdapat di provinsi
Sulawesi Tenggara.
Di luar negeri aspal alam ini sejak lama telah digunakan untuk keperluan
pembangunan jalan seperti di Trinidad , di Perancis dan Italia (O’Flaherty;
1988). Di Indonesia asbuton yang merupakan aspal alam yang terdapat di
Pulau Buton, Sulawesi Tenggara terdapat dalam jumlah yang cukup besar.
Beberapa sumber mengatakan bahwa deposit Asbuton itu mencapai sekitar
200 juta ton, bahkan ada yang memperkirakan deposit nya itu sampai 600
juta ton, yang telah dieksplorasi sejak tahun 1924 dan dimanfaatkan untuk
konstruksi perkerasan jalan sejak tahun 1926 semasa pemerintahan
Belanda.
Sampai tahun 1987 asbuton butir konvensional, yaitu berupa butiran
asbuton dengan ukulan butir maksimum 12,5 mm dan dikirim dalam bentuk
curah, pernah digunakan di Indonesia. Penggunaan utamanya ialah untuk
campuran beraspal dingin, dengan jenis campuran yang disebut Lasbutag
(Lapis asbuton agregat) dan Latasbum (Lapis tipis asbuton murni).
Sejak Tahun 1987 penggunaan asbuton praktis terhenti, dikarenakan
banyaknya ketidak berhasilan dari konstruksi perkerasan yang menggunakan
asbuton ini. Ketidak berhasilan ini dikarenakan diantaranya oleh produksi
asbuton yang tidak seragam kualitasnya, ukuran butir yang dipandang masih
terlalu besar sehingga menyulitkan bahan pelunak untuk meremajakan aspal
yang ada dalam asbuton, serta kadar air dalam asbuton yang masih tinggi
sebagai akibat pengiriman dalam bentuk curah. Pada awal tahun 1990-an,
pengembangan dan penelitian asbuton terus dilanjutkan, guna
.3 Standar Kompetensi
Setelah mengikuti mata diklat Bahan Campuran Asbuton ini, peserta
pelatihan mampu memahami tentang karakteristik dan fungsi asbuton,
aspal, dan agregat serta tentang teknologi Bahan Campuran Asbuton yang
telah dikembangkan dewasa ini untuk melayani lalu-lintas berat.
URAIAN MATERI
2.1 Sejarah Pembentukan Asbuton
Asbuton merupakan bahan alam yang terjadi berjuta juta tahun yang lalu.
Terdapat beberapa pendapat ahli geologi mengenai terbentuknya Asbuton
di Pulau Buton. Sebagian besar para akhli geologi berpendapat bahwa
terjadinya asbuton berawal dari adanya minyak bumi yang kemudian
terdestilasi secara alamiah karena adanya intrusi magma. Bagian-bagian
yang ringan dari minyak bumi telah menguap, sedangkan residu dalam
wujud bitumen terdesak mengisi lapisan batuan yang ada disekitarnya
melalui patahan dan rekahan (Qomar; 1996). Sebagaimana yang dijumpai
sekarang, asbuton itu terdiri atas lapisan-lapisan aspal dan butiran mineral
yang sudah menyatu sekali. Apabila lapisan itu digali kemudian didapat
bongkahan bongkahan asbuton maka asbuton itu tetap merupakan
kesatuan antara bitumen dan butiran butiran mineral tersebut, bahkan bila
dihancurkan sampai ukuran yang kecil pun tetap bitumen dan butiran
mineral tersebut masih tetap menyatu.
Proporsi bitumen dan mineral pada asbuton ini berkisar sekitar 15% - 30%
aspal dan mineral sekitar 85% sampai 70%.
Secara umum asbuton itu dapat dibedakan atas dua wilayah besar, yaitu dari
Kabungka yang ditandai dengan sifatnya yang cukup keras dibandingkan
dengan asbuton yang berasal dari Lawele yang mempunyai sifat yang lebih
Tabel 2 Sifat-Sifat Asbuton Butir yang disyaratkan pada Spesifikasi Umum Bidang Jalan
dan Jembatan (Affandi, F., 2008b)
TIPE TIPE
SIFAT-SIFAT ASBUTON BUTIR TIPE 5/20
15/20 15/25
Tabel 3 Gradasi Agregat Gabungan Asbuton Campuran Beraspal Panas (Affandi, F.,
2008b)
37,5 100
4,75 - - 39,5
2,36 39,1 34,6 26,8 – 30,8
1,18 25,6 – 31,6 22,3 – 28,3 18,1 – 24,1
0,6 19,1 – 23,1 16,7 – 20,7 13,6 – 17,6
0,3 15,5 13,7 11,4
2.5 Rangkuman
Sebagian besar para ahli geologi berpendapat bahwa terjadinya asbuton
berawal dari adanya minyak bumi yang kemudian terdestilasi secara alamiah
karena adanya intrusi magma. Bagian-bagian yang ringan dari minyak bumi
telah menguap, sedangkan residu dalam wujud bitumen terdesak mengisi
lapisan batuan yang ada disekitarnya melalui patahan dan rekahan (Qomar;
1996).
Asbuton itu terdiri atas lapisan-lapisan aspal dan butiran mineral yang sudah
menyatu sekali. Apabila lapisan itu digali kemudian didapat bongkahan
bongkahan asbuton maka asbuton itu tetap merupakan kesatuan antara
bitumen dan butiran butiran mineral tersebut, bahkan bila dihancurkan
sampai ukuran yang kecil pun tetap bitumen dan butiran mineral tersebut
masih tetap menyatu. Proporsi bitumen dan mineral pada asbuton ini
berkisar sekitar 15% - 30% aspal dan mineral sekitar 85% sampai 70%.
Secara umum asbuton itu dapat dibedakan atas dua wilayah besar, yaitu
dari Kabungka yang ditandai dengan sifatnya yang cukup keras dibandingkan
dengan asbuton yang berasal dari Lawele yang mempunyai sifat yang lebih
lunak.
Dalam perkembangan pemanfaatan Asbuton hingga saat ini, dapat
dikelompokan menjadi 4 jenis, yaitu: Asbuton butir BGA (Buton Granular
Asphalt), Asbuton butir LGA (Lawele Granular Asphalt), Asbuton semi
ekstraksi dan Asbuton ekstraksi sepenuhnya.
Karena asbuton pada dasarnya terdiri atas dua bagian (aspal dan mineral
batuan), maka asbuton mempunyai dua fungsi yaitu sebagai aspal (bahan
pengikat) dan sebagai agregat. Sebagai agregat, asbuton lebih berfungsi
sebagai bahan pengisi.
URAIAN MATERI
3.1 Sumber Aspal
Berdasarkan sumber atau asalnya, karakteristik aspal dapat dikatagorikan
menjadi empat kelompok sebagai berikut:
1. Aspal minyak (Bitumen);
2. Aspal danau (Lake Asphalt);
3. Aspal batu (Rock Asphalt); dan
4. Ter (Tar).
Aspal danau dan aspal batu dikenal juga sebagai aspal alam.
Karbon 82 - 88
Hidrogen 8 - 11
Belerang 0 - 6
Oksigen 0 - 1,5
Nitrogen 0 - 1
Apabila direndam dalam larutan (misal heptan), aspal dapat terpisah menjadi
dua bagian, yaitu Aspalten dan Malten. Aspalten merupakan bahan yang
tidak larut dalam heptan dan apabila dipisahkan dari Malten, Aspalten
biasanya berwarna hitam atau cokelat tua dan nampak sperti bubuk kasar
grafit. Oleh karena itu, aspalten memberi warna dan kekerasan terhadap
aspal.
3.2.1 Keawetan
Keawetan merupakan kemampuan aspal untuk mempertahankan
karakterstik aslinya apabila berada di bawah pengaruh cuaca normal
dan proses penuaan. Karena keawetan aspal terutama dinilai melalui
kinerja beton aspal, maka dijumpai kesulitan untuk menilai sifat
tersebut dari segi aspal saja. Hal tersebut dikarenakan kinerja beton
aspal dipengaruhi oleh rancangan campuran, karakteristik agregat,
kemampuan pelaksana, dan faktor-faktor lain yang terkait dengan
keawetan aspal.
Terlepas dari fenomena di atas, terdapat pengujian baku untuk
memperkirakan keawetan aspal; yaitu Thin Film Oven Test (TFOT) dan
Rolling Thin Film Oven Test (RTFOT). Kedua pengujian tersebut pada
Anggapan bahwa nilai penetrasi 800 dmm pada suhu titik lembek tidak
berlaku untu semua aspal. Oleh karena itu, banyak aspal mempunyai
PI yang dihitung berdasarkan nilai penetrasi dan nilai titik lembek
berbeda dengan PI yang dihitung berdasarkan dua hasil pengujian.
Meskipun disarankan agar penghitungan PI didasarkan pada nilai
penetrasi pada dua suhu (T1 dan T2), namun biasanya lebih praktis
apabila PI dihitung berdasarkan nilai penetrasi dan nilai titik lembek.
Salah satu kelemahan sistem PI adalah penggunaan perubahan sifat aspal
(untuk menentukan karakteristik aspal) pada rentang suhu yang relatif
pendek. Ekstrapolasi untuk suhu ektrim kadang-kadang dapat
menyesatkan. Meskipun PI dapat digunakan untuk memperkirakan
perilaku aspal, namun tetap diperlukan konfirmasi melalui pengujian
kekakuan atau viskositas.
P
e
n
u
r
u
n
a
n
% - 1,0 0,5
b
e
r
a
t
,
m
a
k
s
.
V
i
s
k
o
s
i
t
a
s
poise 1000 2000 4000
,
6
0
C
,
m
a
k
s
.
D
a
k
t
i
l
i
t
a
s
,
2
5
0 cm 100 100 75
C
,
5
c
m
/
m
n
t
,
m
i
n
.
Pengujian noda (bila disyaratkan)
L
a
r
u
t
a
n
n
a
p - Negatif untuk semua kelas
h
t
h
a
s
t
a
n
d
a
r
-
L
a
r
u
t
a
n
-
X
y
%Xylene Negatif untuk semua kelas
l
e
n
e
-
N
a
p
h
t
h
a
L
a
r
u
t
a
n
-
X
y
%Xylene Negatif untuk semua kelas
l
e
n
e
-
H
e
p
t
a
n
e
P
e
n
u
r
u
n
a
% 0,5 0,5 0,5
n
b
e
r
at
,
m
a
k
s.
-
Vi
s
k
o
si
ta
s, poise 8000 12000 16000
6
0
0
C,
m
a
k
s.
D
a
k
til
it
a
s,
2
5
0
cm 50 40 25
C,
5
c
m
/
m
n
t,
m
in
.
Pengujian noda (bila disyaratkan)
-
L
a
r
u
ta
n
n
a
p - Negatif untuk semua kelas
h
t
h
a
st
a
n
d
a
r
L
a
r
u
ta
n
-
X
yl %Xylene Negatif untuk semua kelas
e
n
e-
N
a
p
h
t
h
a
-
L
a
r
u
ta
n
-
X
%Xylene Negatif untuk semua kelas
yl
e
n
e-
H
e
p
ta
n
e
Pada Tabel 7, “AR” adalah singkatan dari “Aged Residue”, dimana AR-10
(viskositas 1000 poise) merupakan aspal “lunak”, sedangkan AR-160
(viskositas 16000 poise) merupakan aspal “keras”.
Sistem klasifikasi yang ke tiga didasarkan pada hasil pengujian penetrasi.
Pada Tabel 8 di bawah ditunjukkan kelas aspal keras berdasarkan nilai
penetrasi serta batasan dan persyaratan tiap kelas. Nilai penetrasi
1-Bahan Campuran Asbuton-2 33
200-300 pada Tabel 8 menyatakan bahwa aspal lebih lunak daripada
aspal dengan nilai penetrasi 40-50.
Simbol-simbol RS, MS, SS, dan QS pada tabel di atas menyatakan bahwa
aspal emulsi mempunyai tingkat pemantapan cepat (Rapid), medium,
lambat (Low) dan sangat cepat (Quick). Huruf h menyatakan bahwa
sebagai bahan baku aspal emulsi digunakan aspal yang lebih keras
(Harder). Simbol HF menunjukkan bahwa aspal emulsi mempunyai
sifat pengambangan tinggi (High Float), bila diuji melalui Pengujan
Pengambangan (Float Test) menurut AASHTO T 50 atau ASTM D 139).
Aspal emulsi pengambangan tinggi mempunyai mutu (setelah
ditambah bahan kimia tertentu) yang memungkinkan aspal emulsi
menyelimuti butir-butir agregat secara lebih tebal tanpa mudah
mengalir.
Hampir semua agregat mempunyai permukaan bermuatan positif, negatif,
atau gabungan. Sebagian besar agregat silika (batu pasir, kwarsa,
silikon) mempunyai muatan negatif sehingga umumnya cocok dengan
aspal emulsi kationik; di sisi lain, batuan seperti batu kapur
mempunyai muatan positif sehingga cocok aspal emulsi anionik. Hal
tersebut dikarenakan muatan yang berlawanan akan saling menarik.
Apabila aspal emulsi dicampur dengan agregat, maka aspal emulsi akan
“memantap” atau “pecah”, karena terjadi reaksi antara butir-butir
aspal dengan permukaan butir agregat dan kemudian butir-butir aspal
bergabung dan mendorong air yang terdapat diantara butir-butir
tersebut. Penguapan air pada aspal emulsi anionik merupakan
fenomena utama yang akhirnya mengakibatkan aspal emulsi
“memantap” atau “pecah” sehingga membentuk film aspal yang
menyelimuti butir-butir agregat atau permukaan perkerasan. Pada
aspal emulsi kationik, proses utama pemantapan terjadi melalui
peristiwa elektro-kimia.
Secara umum, aspal emulsi digunakan untuk pekerjaan sebagai berikut:
1. Aspal emulsi pemantapan cepat: laburan aspal atau penetrasi
makadam.
2. Aspal emulsi pemantapan medium: beton aspal bergradasi
terbuka.
DEFORMASI Alur
PERMANEN
Dynamic Shear Rheometer (DSR)
Retak struktural
RETAK LELAH
Suhu Pengujian, @ 10
rad/detik, 0C
Suhu Pengujian, @ 10
rad/detik, 0C
Direct Tension, TP3: f
S, Maksimum, 300 Pa
Failure to Strain, 0 -6 -12 -18 -24 -30 -0 -6 -12 -18 -24
Minimum, 1,0%
Suhu Pengujian, @ 1,0
nn/mnt, 0C
3.2.6 Rangkuman
Berdasarkan sumber atau asalnya, karakteristik aspal dapat dikatagorikan
menjadi empat kelompok yakni aspal minyak (Bitumen), aspal danau (Lake
Asphalt), aspal batu (Rock Asphalt), dan ter (Tar). Sesuai dengan namanya,
aspal minyak berasal dari minyak bumi mentah. Sementara itu aspal danau
danau berasal dari aspal yang menyisip ke permukaan bumi pada akhir
jaman Meosin. Aspal batu terbentuk melalui penyusupan batuan kalkarius
(batu kapur atau batu pasir) oleh aspal alam. Ter merupakan cairan yang
diperoleh apabila bahan organik alami, seperti batu bara atau kayu,
dikarbonisasi atau didestilasi (Destructively Distilled) tanpa kehadiran udara.
Pada dasarnya aspal terdiri atas berbagai hidrokarbon (kombinasi molekuler
antara hidrogen dan karbon) serta sebagian kecil belerang, oksigen,
nitrogen, dan elemen-elemen lain.
Sifat-sifat fisik aspal yang dinilai penting untuk pekerjaan beton aspal, adalah
sebagai berikut:
3.2.7 Latihan
1. Berdasarkan sumber atau asalnya, karakteristik aspal dapat dikatagorikan
menjadi empat kelompok. Jelaskanlah dengan ringkas proses
terbentuknya masing-masing kelompok aspal tersebut!
2. Apabila direndam dalam larutan (misal heptan), aspal dapat terpisah
menjadi dua bagian, yaitu Aspalten dan Malten. Akibat beberapa faktor,
proporsi Aspalten dan Malten dalam aspal dapat berubah. Sebutkanlah
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proporsi Aspalten dan
Malten dalam aspal tersebut!
3. Aspal dikatakan bersifat Viskoelastis. Jelaskanlah pengertian dari sifat
aspal tersebut!
URAIAN MATERI
.1 Klasifikasi Agregat Menurut Jenis Batuan
Sebagian besar agregat untuk pekerjaan jalan diperoleh dari batuan alam, baik
yang muncul ke permukaan bumi maupun sebagai deposit kerikil yang
terdapat di dasar suatu daerah aliran sungai kuno.
Sebagai bahan baku agregat, batuan dapat diklasifikasikan menurut proses
pembentukannya, yaitu:
1. Batuan sedimen;
2. Batuan beku; dan .
3. Batuan metamorf.
.3 Fungsi Agregat
4.3.1 Fungsi Agregat Secara Umum
Fungsi utama agregat dalam beton aspal adalah sebagai rangka atau
tulangan yang menyumbang stabilitas mekanis bagi beton aspal.
Karena fungsinya sebagai pemikul utama beban, maka agregat yang
digunakan sebagai bahan beton aspal harus memenuhi persyaratan
yang ditetapkan.
Agregat dalam beton aspal dapat dikelompokkan menjadi tiga fraksi, yaitu
agregat kasar, agregat halus, dan bahan pengisi. Fungsi masing-masing
fraksi tersebut diuraikan lebih lanjut di bawah.
URAIAN MATERI
.1 Teknologi Campuran Beraspal Panas Dengan Asbuton Butir
5.1.1 Deskripsi Ringkas
Campuran Beraspal Panas Dengan Asbuton Butir merupakan salah
satu teknologi Bahan Campuran Asbuton yang terdiri atas agregat,
asbuton butir, dan peremaja yang dicampur di pusat pencampur,
dihampar, dan dipadatkan secara panas. Teknologi Campuran
Beraspal Panas Dengan Asbuton Butir digunakan sebagai lapis
perkerasan yang melalyani lalu-lintas berat. Secara sketsa, lapis
Campuran Beraspal Panas Dengan Asbuton Butir ditunjukkan pada
Gambar 3.
Tabel 13 Persyaratan Asbuton Butir untuk Campuran Beraspal Panas dengan Asbuton
Butir (Departemen Kimpraswil)
Catatan:
1. Asbuton + peremaja diekstraksi sesuai SNI 06-2438-1991.
2. Mineral dikeringkan untuk pengujian ukuran mineral maksimum.
3. Bitumen hasil ekstraksi disentrifugal, kadar mineral lebih kecil 1% setelah diuji dengan cara
pemijaran.
4. Larutan didestilasi merujuk SNI 06-2488-1991.
5. Larutan dipulihkan sesuai AASHTO T-170 hingga diperoleh bitumen yang telah diremajakan.
Tabel 15 Persyaratan Peremaja dan Aspal pada Campuran Beraspal Panas dengan
Asbuton Butir (Departemen Kimpraswil)
Catatan:
*) Digunakan sebagai peremaja sehingga memperoleh Mastik dengan pen 40/60.
**) Digunakan sebagai peremaja sehingga memperoleh Mastik dengan pen 60/70.
Catatan :
(*) 95/90 menunjukkan bahwa 95% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih
dan 90% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih.
(**) Pengujian dengan perbandingan lengan alat uji terhadap poros 1 : 5.
Tabel 18 Persyaratan Agregat Halus untuk Campuran Beraspal Hangat dengan Asbuton
Butir (Bina Marga, 2006)
Tabel 19 Persyaratan Bahan Peremaja untuk Campuran Beraspal Hangat dengan Asbuton
Butir (Bina Marga, 2006)
Keterangan:
1. Asbuton butir Tipe 5/20 : Kelas penetrasi 5 (0,1 mm) dan kelas kadar bitumen 20 %.
2. Asbuton butir Tipe 15/20 : Kelas penetrasi 15 (0,1 mm) dan kelas kadar bitumen 20 %.
3. Asbuton butir Tipe 15/25 : Kelas penetrasi 15 (0,1 mm) dan kelas kadar bitumen 25 %.
4. Asbuton butir Tipe 20/25 : Kelas penetrasi 20 (0,1 mm) dan kelas kadar bitumen 25 %.
Tabel 21 Persyaratan Gradasi Agregat untuk Campuran Beraspal Hangat Dengan Asbuton
Butir (Bina Marga, 2006)
Catatan:
1. Modifikasi Marshall (RSNI M-13-2004)
2. Rongga dalam campuran dihitung berdasarkan pengujian Berat Jenis maksimum campuran
(Gmm, menurut SNI 03-6893-2002)
3. Untuk menentukan kepadatan membal (refusal), penumbuk bergetar (vibratory hammer)
disarankan digunakan untuk menghindari pecahnya butiran agregat dalam campuran. Jika
digunakan penumbukan manual jumlah tumbukan per bidang harus 600 untuk cetakan
berdiameter 6 in dan 400 untuk cetakan berdiameter 4 in.
Tabel 23 Toleransi Campuran Beraspal Hangat Dengan Asbuton Butir (Bina Marga, 2006)
Tabel 24 Persyaratan Kepadatan Campuran Beraspal Hangat Dengan Asbuton Butir (Bina
Marga, 2006)
Catatan :
(*) 95/90 menunjukkan bahwa 95% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau
lebih dan 90% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih.
(**) Pengujian dengan perbandingan lengan alat uji terhadap poros 1 : 5.
Tabel 27 Persyaratan Agregat Halus Campuran Beraspal Panas Dengan Asbuton Semi
Ekstraksi (Bina Marga, 2006b)
Tabel 28 Persyaratan Agregat Halus Campuran Beraspal Panas Dengan Asbuton Semi
Ekstraksi (Bina Marga, 2006b)
Tabel 31 Persyaratan Asbuton Butir untuk Campuran Beraspal Panas dengan Asbuton
Semi Ekstraksi (Bina Marga, 2006b)
Tabel 33 Persyaratan Campuran Beraspal Panas dengan Asbuton Semi Ekstraksi (Bina
Marga, 2006b)
.5 Latihan
1. Tuliskanlah lapisan campuran beraspal panas dengan asbuton butir
lengkap dengan penjelasannya.
2. Pada persyaratan bahan teknologi campuran beraspal hangat dengan
asbuton butir disebutkan bahwa “perbedaan setiap dua titik pada setiap
penampang melintang untuk lapis aus tidak boleh melampaui 5 mm, lapis
permukaan antara tidak boleh melampaui 8 mm dan untuk lapis pondasi
tidak boleh melampaui 10 mm dari elevasi yang dihitung dari penampang
melintang”. Berikanlah alasan yang logis kenapa hal tersebut tidak boleh
dilakukan!
3. Jelaskan teknologi asbuton campuran panas dengan asbuton semi
ekstraksi!
Agregat
Agregat adalah bahan berbutir yang keras dan tidak aktif serta mempunyai
susunan butir yang seragam, senjang, atau bergradasi, yang biasa digunakan
sebagai bahan perkerasan.
Asbuton
Asbuton adalah aspal yang terdapat di Pulau Buton, yang dihasilkan melalui proses
alami penyisipan minyak bumi ke dalam batuan.
Asbuton Butir
Asbuton butir adalah asbuton yang diproduksi dalam bentuk butir dengan ukuran
maksimum tidak lebih dari 9,5 mm.
Asbuton ekstraksi
Asbuton ekstrakasi adalah asbuton yang diproduksi melalui ekstraksi sehingga
asbuton terpisah menjadi aspal dan mineral.
Asbuton semi ekstraksi
Asbuton semi ekstraksi adalah asbuton yang diproduksi melalui ekstraksi, sehingga
asbuton terpisah menjadi aspal dan mineral, namun aspal masih mengandung
mineral asbuton.
Aspal
Aspal adalah bahan bersifat melekat yang terjadi di alam atau diperoleh melalui
proses pengilangan (Destilasi) minyak, berwarna mulai dari coklat tua sampai
hitam, pada suhu normal mempunyai konsistensi (kekerasan) yang bervariasi,
mulai dari padat sampai semi padat, serta apabila dipanaskan akan menjadi
lembek atau bahkan mencair.
Aspal cair
Aspal Cair adalah aspal keras yang diencerkan dengan bahan pelarut; antara lain:
minyak tanah, minyak diesel, naphta.
Aspal emulsi
Aspal Emulsi adalah campuran antara aspal keras dengan air dan bahan
pengemulsi.