DI SUSUN OLEH :
201702003
1.1 LATARBELAKANG
Thalasemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang dimaksud
dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di
daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang dokter di
Detroit USA yang bernama Thomas B. Cooley pada tahun 1925. Beliau menjumpai anak-
anak yang menderita anemia dengan pembesaran limpa setelah berusia satu tahun.
Selanjutnya, anemia ini dinamakan anemia splenic ataueritroblastosis atau anemia
mediteranean atau anemia Cooley sesuai dengan nama penemunya.
Thalasemia merupakan keadaan yang diwarisi, yaitu diwariskan dari keluarga kepada
anak. Kecacatan gen menyebabkan haemoglobin dalam sel darah merah menjadi tidak
normal. Mereka yang mempunyai penyakit Thalasemia tidak dapat menghasilkan
haemoglobin yang mencukupi dalam darah mereka. Haemoglobin adalah bahagian sel darah
merah yang mengangkut oksigen daripada paru-paru keseluruh tubuh. Semua tisu tubuh
manusia memerlukan oksigen. Akibat kekurangan sel darah merah yang normal akan
menyebabkan pesakit kelihatan pucat kerana paras hemoglobin (Hb) yang rendah (anemia).
Thalassemia ternyata tidak saja terdapat di sekitar Laut Tengah, tetapi juga di Asia
Tenggara yang sering disebut sebagai sabuk thalassemia (WHO, 1983) sebelum pertama
sekali ditemui pada tahun 1925 (Lihat Gambar 2). Di Indonesia banyak dijumpai kasus
thalassemia, hal ini disebabkan oleh karena migrasi penduduk dan percampuran penduduk.
Menurut hipotesis, migrasi penduduk tersebut diperkirakan berasal dari Cina Selatan yang
dikelompokkan dalam dua periode. Kelompok migrasi pertama diduga memasuki Indonesia
sekitar 3.500 tahun yang lalu dan disebut Protomelayu (Melayu awal) dan migrasi kedua
diduga 2.000 tahun yang lalu disebut Deutromelayu (Melayu akhir) dengan fenotip
Monggoloid yang kuat. Keseluruhan populasi ini menjadi menjadi Hunian kepulauan
Indonesia tersebar di Kalimantan, Sulawesi, pulau Jawa, Sumatera, Nias, Sumba dan Flores.
1.2 TUJUAN PENULISAN
Untuk mengetahui hubungan antara pemberian tranfusi darah dan terapi desferal serta menge
tahui penyebab dari adanya keadaan seperti kulit menghitan dan bersisik pada penderita Thal
asemia.
1.3 PERTANYAAN KLINIS
Patient/Popilation/Problem : Children with thalassemia (Anak dengan thalassemia)
Intervention/Indicator : Blood transfusion (Tranfusi darah)
Comparsion/Control : Desferal therapy (Terapi desferal)
Objective/Outcome : Blackend and scaly skin in thalassemia (Kulit menghitam
dan bersisik pada Thalasemia)
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. KASUS
An. R (7 tahun) merupakan pasien tetap ruang anak di RS B. Ia di diagnosa thalasemia sejak
usia 4 tahun dan harus rutin mendapatkan tranfusi darah dan pemberian desferal setiap
bulan. Karena seringnya mendapatkan tranfusi, kulit An. R berubah menjadi lebih gelap dan
bersisik di beberapa tempat. Adanya pembesaran limpa 2 cm dari normal dan hepar 3 cm
dari normal mengakibatkan perut terlihat buncit. Hasil pemeriskaan laboratorium saat ini
menunjukkan Hb 5g/dl. Pemeriksaan tanda-tanda vital memberikan hasil TB 90/60 mmHg,
suhu 39 C dan RR 28 x/menit.
Analisa :
1. Apakah ada hubungan pemberian tranfusi darah dan desferal dengan kondisi saat ini yang
terjadi pada An.R
2. Susun manajemen asuhan keperawatan untuk An. R
B. KOMPONEN PICO
Patient/Popilation/Problem : Children with thalassemia (Anak dengan thalassemia)
Intervention/Indicator : Blood transfusion (Tranfusi darah)
Comparsion/Control : Desferal therapy (Terapi desferal)
Objective/Outcome : Blackend and scaly skin in thalassemia (Kulit menghitam
dan bersisik pada Thalasemia)
C. JURNAL
Jurnal : British Journal of Hematology
ANALISA DATA
3.1 KESIMPULAN
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel
darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang
dari 120 hari). Penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat
dari gangguan dalam pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb.
Adanya tranfusi secara berulang menyebabkan menumpuknya atau meningkatnya
kadar zat besi dalam tubuh, dalam hal ini pemberian terapi desferal dapat menurunkan
kadar zat besi pada penderita thalassemia. Namun pemberian terapi desferal memberikan
efek samping berupa adanya kulit yang menghitam dan bersisik yang dapat dijumpai
pada penderita thalassemia.
Adanya pembesaran limpa dan hepar juga sering dijumpai pada penderita
thalassemia, hal ini dapat dijumpai karena sel darah merah yang diproduksi sumsum
tulang berumur pendek dan mudah pecah (kurang dari 30 hari) sehingga organ tubuh lain
seperti hati ikut serta memproduksi sel darah merah dan limpa harus bekerja lebih keras
untuk menghancurkan sel darah yang rusak sehingga menyebapkan organ tersebut
mengalami pembengkakan yang meyebabkan perut pada penderita thalasemia
membuncit.
3.2 SARAN
1. Sebaiknya orang tua senantiasa memperhatikan kesehatan anaknya
2. Perlu dilakukannya penelusuran pedigree/garis keturunan untuk mengetahui adanya
sifat pembawa thalassemia pada keluarga penderita thalasemia.
3. Sebaiknya calon pasutri sebelum menikah melakukan konsultasi untuk menghindari
adanya penyakit keturunan, seperti pada thalassemia.
4. Perlu dilakukannya upaya promotif dan preventif terhadap thalassemia kepada
masyarakat luas yang dilakukan oleh pelayan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA