Anda di halaman 1dari 12

Nama : ARISTA DWI INDRASWATI

Nim : 041999615
Tugas : II MANAJEMEN

1. Bagaimana membedakan jenis perencanaan menurut fungsinya antara perencanaan strategic


dengan perencanaaan taktis operasional ?

Jawab :

Perencanaan Strategis (Strategic Plans)

Perencanaan Strategis atau Strategic Planning menentukan kerangka visi suatu organisasi dan
cara-cara yang harus dilakukan oleh Organisasi tersebut untuk merealisasikan visinya. Jangka
waktu Perencanaan Strategis sekitar 3 tahun hingga 5 tahun (Jangka panjang).

 Perencanaan Strategis menentukan tujuan jangka panjang suatu organisasi/perusahaan


serta strategi dan tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi
tersebut.
 Tujuan Organisasi atau Tujuan Perusahaan yang ditetapkan merupakan penentuan arah
perusahaan secara keseluruhan sehingga Perencanaan Strategis ini dilakukan oleh
Manajemen Puncak atau Top Management Perusahaan.
 Perencanaan Strategis harus memiliki fleksibilitas dan dapat mengakomodasi
perkembangan organisasi di kemudian hari.
 Perencanaan Strategis ini harus berisi kerangka kerja dan memberikan arah yang jelas
untuk perencanaan di tingkat yang lebih rendah.

Perencanaan Taktis (Tactical Plans)

Perencanaan Taktis atau Tactical Plans adalah Perencanaan yang memuat taktik-taktik para
manajer untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah direncanakan oleh Top Management
(Manajemen Puncak) dalam perencanaan strategis.

 Perencanaan Taktis merupakan Perencanaan Jangka Menengah (biasanya kurang dari 3


tahun) yang dibuat dan dikembangkan oleh Manajer tingkat menengah atau kepala
bagian/kepala divisi.
 Perencanaan Taktis merinci setiap tindakan yang harus dilakukan oleh setiap
bagian/divisi dalam rangka pencapaian sasaran yang ditetapkan oleh Top Management
pada Perencanaan Strategisnya.
 Perencanaan Taktis juga merencanakan pengalokasian sumber daya dan tugas-tugas
untuk setiap sub-unit dari masing-masing divisi atau departemen.

Perencanaan Operasional (Operational Plans)


Perencanaan Operasional merupakan Perencanaan yang berjangka waktu pendek (kurang dari
satu tahun), Tindakan-tindakan pada Perencanaan Operasional ini dirancang dan dikembangkan
spesifik untuk mendukung perencanaan strategis (Strategic Plans) dan perencanaan Taktis
(Tactical Plans).

 Operational Plans ini biasanya direncanakan oleh para Manajer atau supervisor dan
pemimpin tim untuk memenuhi tanggungjawabnya dalam mencapai sasaran yang telah
direncanakan pada Perencanaan Taktis.
 Perencanaan Operasional ini juga mengatur operasional harian sebuah organisasi.

STUDI KASUS :

Saat ini banyak perusahaan memiliki kemampuan untuk memiliki teknologi canggih. Akan
tetapi, hanya sedikit perusahaan yang berhasil mencapai tujuannya dengan memanfaatkan
teknologi tersebut secara optimal Salah satu penyebabnya adalah kurangnya kemampuan
sumber dayamanusiayangtersedia.
Manusia merupakan sumber daya yang paling penting bagi suatu organisasi dalam usaha untuk
mencapai tujuannya. Belapapun sempurnanya aspek teknologi dan keuangan, tanpa didukung
oleh aspek manusianya, maka tujuan organisasi akan sulit dicapai. Atas dasar itulah maka
faktor sumber daya manusia dalam suatu organisasi harus senantiasa dibina dan
dikembangkan.
PT. Indoplast Buana Raya merupakan suatu perusahaan subkontraktor dari suatu perusahaan
elektronik Jepang, AIWA. Perusahaan ini memproduksi plastik injection moulding berupa kotak
(casing) dari produk elektronik AIWA, misalnya casing walkman, compo, discman, serta tombol-
tombol pengoperasiannya.
Kendala kendala yang dihadapi oleh PT. Indoplast Buana Raya berkaitan dengan kualitas
produk dan pelayanan delivery on-time. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas
sumber daya manusia perusahaan tersebut.
Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusianya, maka disusunlah suatu strategi
pengembangan sumber daya manusia, yang tentunya mengacu pada kekuatan dan kelemahan
SDM tersebut, dan dipengaruhi oleh aspek keuangan, teknologi, sosial, dan budaya perusahaan.
Strategi pengembangan sumber daya manusia di PT. Indoplast terdiri dari: mengembangkan
sistem pendidikan dan pelatihan yang sesuai, mengembangkan sistem penilaian prestasi kerja
dan sistem pemberian imbalan, mengefektifkan pelaksanaan rekrutmen dan seleksi, perencanaan
anggaran untuk SDM, serta membina hubungan dan komunikasi karyawan. Dari perumusan
strategi pengembangan sumber daya manusia ini maka dapat disusun program pengembangan
sumber daya manusia untuk jangka pendek dan jangka panjang disertai dengan saran dan
tindak lanjutnya.
2. Bagaimana menerapkan faktor-faktor penyebab terjadinya kesulitan ketika akan mengambil
keputusan ?

Jawab :
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan, yaitu:

1. Internal organisasi seperti ketersediaan dana, SDM, kelengkapan peralatan, teknologi,


dan sebagainya. Biasanya faktor ini berada di dalam suatu organisasi itu sendiri untuk
terciptanya suatu keputusan dalam organisasi.
2. Eksternal organisasi seperti keadaan sosial politik, ekonomi, hukum, dan sebagainya.
Faktor ini berasal dari luar yang terkait dalam organisasi.
3. Ketersediaan informasi yang diperlukan. Seberapa banyaknya informasi yang ada atau
seberapa lengkap dan akuratnya informasi yang didapatkan untuk menjadi pertimbangan
dalam pengambilan keputusan yang tepat.
4. Kepribadiaan dan kecakapan pengambil keputusan. Dalam faktor ini dibutuhkan
kebijaksanaan dan ketegasan dalam mengambil keputusan dengan tidak bersifat
merugikan,

Faktor-Faktor yang terkait dengan Pengambilan Keputusan

Untuk menentukan pilihan dari berbagai teori pengambilan keputusan baik itu rasional,
inkremental atau pengamatan terpadu dengan beberapa alternatif pilihan yang tersedia. Tentu
masing-masing harus mempunyai dasar (nilai-nilai, norma-norma, atau pedoman tertentu) yang
digunakan sebagai landasan dalam menentukan pilihan teori yang tepat.

Menurut Terry (1989) dalam blog Komunitas Diamond faktor-faktor yang harus diperhatikan
dalam mengambil keputusan sebagai berikut:

1. Hal-hal yang berwujud maupun tidak berwujud, yang emosional maupun rasional perlu
diperhitungkan dalam pengambilan keputusan;
2. Setiap keputusan nantinya harus dapat dijadikan bahan untuk mencapai tujuan organisasi;
3. Setiap keputusan janganlah berorientasi pada kepentingan pribadi, perhatikan
kepentingan orang lain;
4. Jarang sekali ada 1 pilihan yang memuaskan;
5. Pengambilan keputusan merupakan tindakan mental. Dari tindakan mental ini kemudian
harus diubah menjadi tindakan fisik;
6. Pengambilan keputusan yang efektif membutuhkan waktu yang  cukup lama;
7. Diperlukan pengambilan keputusan yang praktis untuk mendapatkan hasil yang baik;
8. Setiap keputusan hendaknya dikembangkan, agar dapat diketahui apakah keputusan yang
diambil itu betul; dan
9. Setiap keputusan itu merupakan tindakan permulaan dari serangkaian kegiatan
berikutnya.

Kemudian terdapat enam faktor lain yang juga ikut mempengaruhi pengambilan keputusan :

1.  Fisik
Didasarkan pada rasa yang dialami pada tubuh, seperti rasa tidak nyaman, atau
kenikmatan. Ada kecenderungan menghindari tingkah laku yang menimbulkan rasa tidak
senang, sebaliknya memilih tingkah laku yang memberikan kesenangan.

2. Emosional

Didasarkan pada perasaan atau sikap. Orang akan bereaksi pada suatu situasi secara
subyektif.

3. Rasional

Didasarkan pada pengetahuan orang-orang mendapatkan informasi, memahami situasi


dan berbagai konsekuensinya.

4. Praktikal

Didasarkan pada keterampilan individual dan kemampuan melaksanakan. Seseorang akan


menilai potensi diri dan kepercayaan dirinya melalui kemampuannya dalam bertindak.

5. Interpersonal

Didasarkan pada pengaruh jaringan sosial yang ada. Hubungan antar satu orang ke orang
lainnya dapat mempengaruhi tindakan individual.

6.  Struktural

Didasarkan pada lingkup sosial, ekonomi dan politik. Lingkungan mungkin memberikan
hasil yang mendukung atau mengkritik suatu tingkah laku tertentu.

Selanjutnya, John D.Miller dalam Imam Murtono (2009)  menjelaskan faktor-faktor yang


berpengaruh dalam pengambilan keputusan adalah: jenis kelamin pria atau wanita, peranan
pengambilan keputusan, dan keterbatasan kemampuan. Dalam pengambilan suatu keputusan
individu dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu nilai individu, kepribadian, dan kecenderungan
dalam pengambilan risiko.

Pertama, nilai individu pengambil keputusan merupakan keyakinan dasar yang digunakan
seseorang jika ia dihadapkan pada permasalahan dan harus mengambil suatu keputusan. Nilai-
nilai ini telah tertanam sejak kecil melalui suatu proses belajar dari lingkungan keluarga dan
masyarakat. Dalam banyak keadaan individu bahkan tidak berpikir untuk menyusun atau menilai
keburukan dan lebih ditarik oleh kesempatan untuk menang.

Kedua, kepribadian. Keputusan yang diambil seseorang juga dipengaruhi oleh faktor psikologis
seperti kepribadian. Dua variabel utama kepribadian yang berpengaruh terhadap keputusan yang
dibuat, seperti ideologi versus kekuasaan dan emosional versus objektivitas. Beberapa pengambil
keputusan memiliki suatu orientasi ideologi tertentu yang berarti keputusan dipengaruhi oleh
suatu filosofi atau suatu perangkat prinsip tertentu. Sementara itu pengambil keputusan atau
orang lain mendasarkan keputusannya pada suatu yang secara politis akan meningkatkan
kekuasaannya secara pribadi.

Ketiga, kecenderungan terhadap pengambilan risiko. Untuk meningkatkan kecakapan dalam


membuat keputusan, perawat harus membedakan situasi ketidakpastian dari situasi risiko, karena
keputusan yang berbeda dibutuhkan dalam kedua situasi tersebut. Ketidakpastian adalah
kurangnya pengetahuan hasil tindakan, sedangkan risiko adalah kurangnya kendali atas hasil
tindakan dan menganggap bahwa si pengambil keputusan memiliki pengetahuan hasil tindakan
walaupun ia tidak dapat mengendalikannya. Lebih sulit membuat keputusan di bawah
ketidakpastian dibanding di bawah kondisi bahaya. Di bawah ketidakpastian si pengambil
keputusan tidak memiliki dasar rasional terhadap pilihan satu strategi atas strategi lainnya.

STUDI KASUS :

Salah satu contoh kasus pengambilan keputusan adalah


m e n g e n a i  pengambilan keputusan kenaikan harga BBM oleh Dewan Perwakilan
Rakyat(DPR). Jika berbicara tentang BBM (bahan bakar minyak) yang
mempengaruhihajat hidup manusia banyak, proses pengambilan keputusan telah melalui
sidang  paripurna dikarenakan pada rapat sebelumnya dengan badan anggaran ( Banggar)tidak
menemukan titik temu, ada beberapa alternatif yang dibuat oleh pihak yang pro maupun yang
kontra.P a d a a k h i r n y a k e p u t u s a n y a n g d i a m b i l a d a l a h m e n a i k k a n h a r g a
B B M dengan tujuan agar subsidi yang diberlakukan selama ini akan lebih tepat sasaran bila
langsung disalurkan kepada warga miskin melalui program BLSM

3. Sebutkan kelebihan dan kelemahan dari tipe organisasi yang disusun berdasarkan struktur
matriks!
Jawab :

Kelebihan dan kekurangan organisasi matriks akan diiuraikan sebagai berikut.

Kelebihan struktur organisasi matriks antara lain: 

  Sesuai untuk beban kerja yang fluktuatif 


 Tujuan proyek menjadi lebih jelas  
 Memungkinkan untuk merespon pada beberapa sektor lingkungan secara serentak 
 Banyak jalur untuk melakukan  komunikasi 
  Pekerjaan dapat dipahami secara lebih jelas

      Adapun kekurangan struktur organisasi matriks antara lain:

 Strukturnya sangat rumit


 Biaya relatif  tinggi
 Memungkinkan timbulnya dualisme kepemimpinan 
 Relatif sulit karena terdapat kepentingan ganda sehingga memerlukan koordinasi kuat.

STUDI KASUS :

PT Garuda Indonesia
Merupakan perusahaaan penerbangan nasional Indonesia yang didirikan pada tanggal 26
januari 1946 dan mulali beroprasi pada tanggal 28 desember 1949. Sampai saat ini
perkembangan penyedia jasa penerbangan Garuda Indonesia semakin pesat.PT Garuda
Indonesia memiliki sejumlah divisi dalam organisasi diantaranya, Direktur Layanan, Direktur
Pemasaran dan Penjualan, Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada, Direktur Operasi,
Direktur Keuangan, Direktur SDM dan Umum, Direktur Strategi Pengembangan Bisnis dan
Manajemen Risiko

4. Sebutkan fungsi evaluasi prestasi dan kemungkinan bias yang harus dihindari manajer, agar
evaluasi menjadi lebih adil !
Jawab :

Fungsi Evaluasi

Kegiatan evaluasi memiliki beberapa fungsi yang bermanfaat bagi pihak yang melakukan
evaluasi maupun pihak yang dievaluasi. Adapun beberapa fungsi evaluasi adalah sebagai berikut:

1. Fungsi Selektif

Fungsi selektif adalah fungsi yang dapat menyeleksi seseorang apakah memiliki komptensi yang
sesuai dengan standar yang ditetapkan. Misalnya; menentukan seseorang diterima kerja atau
tidak, menentukan seseorang naik jabatan atau tidak, dan lainnya.

2. Fungsi Diagnosa

Fungsi diagnosa bertujuan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan seseorang dalam bidang
kompetensi tertentu. Misalnya untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan seorang siswa dalam
bidang studi yang didapatkannya di sekolah.

3. Fungsi Penempatan
Fungsi penempatan bertujuan untuk mengetahui di mana posisi terbaik seseorang dalam suatu
bidang tertentu. Misalnya untuk mengetahui posisi terbaik seorang karyawan sesuai dengan
bidangnya di dalam suatu perusahaan.

4. Fungsi Pengukuran Keberhasilan

Dalam hal ini, evaluasi berfungsi untuk mengukur tingkat keberhasilan suatu program, termasuk
metode yang dipakai, penggunaan sarana, dan pencapaian tujuan.

Kesalahan dalam memberikan evaluasi kinerja atau terlalu dominannya unsur subyektifitas (suka
& tidak suka) dalam menilai karyawan, bisa berdampak buruk terhadap motivasi dan
peningkatan produktifitas kerja karyawan. Karyawan yang merasa kinerjanya bagus, tapi dalam
penilaian atasan ternyata dinilai buruk, bisa menurunkan motivasinya karyawan dalam bekerja.
Karena itu seorang manajer harus memberikan penilaian kinerja seobyektif mungkin, sekalipun
unsur subyektifitas terkadang tidak bisa dihindari.

Manajer yang baik dan bekerja secara profesional akan senantiasa memberikan pertimbangan
yang berhubungan dengan hasil pekerjaan seseorang yang menjadi bawahannya. Hasil pekerjaan
seseorang dapat dijadikan dasar bagi seorang manajer untuk melakukan perencanaan kenaikan
gaji, promosi, pengembangan karir karyawan maupun dalam meningkatkan motivasi kerja para
karyawan.

STUDIKASUS :
Dalam rangka meningkatkan produktifitas perusahaan dan memuaskan pelanggan, maka
kinerja karyawan perlu mendapat perhatian dari masyarakat, pemerintah maupun swasta.
Adanya persaingan global dalam kebebasan perdagangan membuat sebagian besar perusahaan
harus ikut berjuang untuk tetap dapat melakukan operasional perusahaannya atau bahkan untuk
mendapatkan keuntungan yang besar. Tentu saja hal ini juga memerlukan bantuan dan
dukungan yang besar dari para karyawannya karena bagaimanapun juga karyawan
perusahaanlah yang merupakan aspek pokok dalam pelaksanaan sebuah perusahaan.

Unilever (dan juga perusahaan – perusahaan lainnya di Indonesia) masih belum


memiliki penilaian kinerja yang terintegrasi. Yang ada baru performance apprasial saja. Sistem
performance management yang baik seharusnya memiliki performance planning, coaching, saat
proses berlangsung, serta performance review. Kondisi tersebut sulit dicapai di Indonesia
karena budaya di negeri ini kurang akrab dan adanya aspek kesetaraan atasan – bawahan.
Padahal, performance management yang terintegratif dapat berlangsung di luar negeri karena
adanya aspek kesetaraan antara atasan dan bawahan, sehingga mereka dapat berinteraksi
dalam menentukan target yang harus dicapai. Di Unilever, aspek tawar – menawar target baru
berlaku di level direktur. Belum berlaku untuk kepala departemen ke bawah. Jadi, performance
planning yang efektif memang belum berjalan.
Dengan adanya suatu observasi ini yang dapat mengevaluasi kinerja karyawan tersebut,
diharapkan perusahaan, khususnya PT unilever ini dapat mengantisipasi dan mengadakan
pencegahan terhadap beberapa factor tersebut sehingga dapat menanggulangi kinerja buruk
yang dapat terjadi pada karyawan mereka sewaktu-waktu. Hal ini diterapkan guna
mendapatkan hasil pecapaian produksi perusahaan yang maksimal tanpa mengabaikan
kepentingan para karyawannya.

5. Sebutkan dan jelaskan lima aktivitas Pengembangan Keorganisasian (OD)!

Jawab :

Proses OD dapat dilakukan dalam lima tahapan, sebagaimana terlihat dalam gambar di bawah.

Gambar Lima Tahapan OD


Setiap tahapan OD akan tergantung pada tahapan sebelumnya, dan suatu proses perubahan yang
berhasil akan bisa diperoleh ketika setiap tahapan ini dilakukan sebagai suatu tindakan yang
berurutan.

Tahap 1: Antisipasi Kebutuhan akan Perubahan

Sebelum suatu program perubahan dapat diimplementasikan, organisasi harus terlebih dahulu
mengidentifikasi kebutuhan akan perubahan. Identifikasi adanya kebutuhan ini menjadi penting,
karena hal itulah yang akan meyakinkan para pelaku perubahan untuk bersedia mengadopsi cara-
cara baru untuk berubah. Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah mendengarkan masukan
dari para manajer, misalnya bahwa organisasi saat ini sedang berada pada kondisi yang tidak
baik dan memerlukan perbaikan. Kondisi yang tidak baik bisa merupakan akibat dari
pertumbuhan atau penurunan atau dari perubahan kompetisi, teknologi, hukum, atau perubahan
sosial yang terjadi di lingkungan eksternal. Para manajer sudah seharusnya sensitif dengan
perubahan yang terjadi di lingkungan yang kompetitif, dan sensitif terhadap “apa yang sedang
terjadi di luar sana”.

Komitmen dan dukungan dari manajemen tingkat atas dalam suatu kegiatan OD menjadi sangat
penting. Suatu ketika seorang CEO baru ditunjuk untuk memimpin sebuah korporasi, dalam
kesempatan awal, dia menyatakan dengan jelas tentang perlunya perubahan dan disampaikannya
kepada para top executive-nya bahwa sekarang tidak lagi “business as usual”. Di minggu
pertama sebagai CEO, dia bertemu dengan 20 orang teratas di perusahaan, dan mengatakan
kepada mereka bahwa budaya untuk mempertahankan orang di posisi puncak selama mungkin
selama yang bersangkutan tidak membuat masalah, telah usai. CEO tersebut mengatakan, “Anda
sekalian akan berada di kapal saya, atau turun dari kapal saya. Namun jika anda memilih ikut
berada di dalam kapal, jangan berteriak atau mengoceh yang bisa mengganggu perjalanan kapal
ini”.

Tahap 2: Kembangkan Hubungan Praktisi-Klien

Setelah organisasi berhasil melakukan identifikasi kebutuhan akan perubahan dan seorang
praktisi OD hadir ke dalam sistem untuk membantu proses perubahan, maka akan mulai terjalin
hubungan antara praktisi OD tersebut dengan sistem dari klien yang sedang melakukan
perubahan.

Klien adalah orang atau organisasi yang akan dibantu melakukan proses perubahan.
Pengembangan jalinan hubungan ini adalah faktor penting dari keberhasilan atau kegagalan dari
sebuah program OD. Sebagaimana terjadi pada banyak hubungan interpersonal, impresi pertama
yang bagus antara praktisi dengan klien-nya akan menentukan efektifitas formasi kontrak
psikologis, yaitu berupa komunikasi serta pertukaran harapan dan tanggungjawab antara praktisi
dengan klien-nya. Praktisi OD akan berusaha menerapkan bentuk-bentuk komunikasi terbuka,
hubungan yang saling mempercayai, dan atmosfir yang saling bertanggungjawab. Berbagai isu
yang terkait dengan tanggungjawab, reward, dan sasaran haruslah diklarifikasi, didefinisikan dan
dikerjakan mulai dari tahapan ini.
Para praktisi OD harus menentukan kapan saat yang tepat untuk masuk ke dalam sistem dan
peran apa yang akan diambil. Sebagai misal praktisi OD mungkin akan menghadapi persetujuan
atau penolakan dari manajemen tingkat atas, juga dari para anggota organisasi di tingkat yang
lebih rendah. Pada sebuah perusahaan, OD dilaksanakan dari tingkat VP, dan dilakukan oleh
para praktisi OD internal, dan kemudian secara bertahap dilakukan juga pada tingkatan yang
lebih rendah, kepada para manajer dan para karyawan. Di perusahaan lain, bisa saja dilakukan
dengan pendekatan berbeda, praktisi eksternal dari sebuah universitas diundang oleh perusahaan
untuk membantu melaksanakan program OD.

Tahap 3: Fase Diagnostik

Setelah praktisi OD masuk dan menjalin hubungan kerja dengan klien, praktisi OD dan klien
akan mulai berbagi data mengenai sistem yang ada. Pengumpulan data merupakan sebuah
aktivitas penting untuk menunjukkan masalah yang terjadi. Aktifitas ini merupakan kegiatan
untuk melakukan Diagnosis.

Satu hal yang secara operasional bersifat baku bagi seorang praktisi OD adalah menanyakan
kepada klien mengenai permasalahan yang terjadi. Dalam banyak kasus, perspektif klien bisa
saja bersifat bias terhadap permasalahan yang terjadi. Karenanya, untuk mengatasi hal ini,
setelah memperoleh informasi yang relevan dengan situasi yang dianggap sebagai permasalahan,
klien bersama praktisi OD akan bersama-sama menganalisa data untuk mengidentifikasi area
yang bermasalah serta hubungan sebab-akibat yang terjadi. Diagnosis yang lemah, tidak akurat,
atau diagnosis yang salah dapat berakibat kepada program perubahan yang tidak efektif dan
mahal. Tahapan diagnostik karenanya digunakan untuk menentukan masalah yang tepat yang
memerlukan pemecahan, untuk mengidentifikasi hal-hal yang menyebabkan situasi bermasalah,
dan untuk menyediakan sebuah landasan untuk memilih strategi dan teknik perubahan yang
efektif.

Sekalipun suatu organisasi memiliki banyak data operasional, namun demikian biasanya data
tersebut menampilkan gambaran yang tidak lengkap tentang kinerja organisasi. Praktisi dan klien
sebaiknya bersepakat mengenai keperluan memiliki data yang lebih lengkap, baik dalam hal
cakupan maupan kedalaman informasi. Hal ini dapat diperoleh melalui interview ataupun
kuesioner sebagai dasar bagi program-program aksi lebih lanjut.

Pada sebuah organisasi, misalnya, memiliki masalah dengan tingginya angka turnover karyawan
yang tinggi. Data operasional yang ada di organisasi berdasarkan exit interview yang rutin
dilakukan, hanya mengatakan bahwa mereka yang keluar dari perusahaan beralasan memperoleh
tawaran gaji yang lebih tinggi dari perusahaan lain. Dalam kasus seperti ini, praktisi OD akan
menginvestigasi tingginya angka turnover tersebut dengan cara menyebarkan kuesioner
menyangkut mengapa masalah ini bisa terjadi. Dan kemudian, dengan mengacu pada hasil
kuesioner tersebut, tindakan perbaikan dapat dilakukan. Ternyata, berdasarkan hasil kuesioner
yang disebarkan kepada seluruh karyawan, karyawan perusahaan merasa perusahaan telah
menjadi organisasi yang sangat birokratis dan hal ini menyebabkan tingkat turnover yang tinggi.
Program OD kemudian dilakukan untuk mengatasi masalah “birokratis” tersebut, dan hasilnya
dapat mengurangi tingkat turnover karyawan secara signifikan.
Contoh kasus lainnya, pada sebuah perusahaan makanan, seorang executive vice president yang
baru merasa perlu bergerak cepat untuk memperbaiki kinerja divisi. Dengan bantuan praktisi
eksternal, data diperoleh dengan melakukan interview secara intensive dengan jajaran top
management, dan juga dengan pihak luar, untuk menentukan area permasalah kunci. Kemudian
tanpa melihat sumber dari setiap komentar yang masuk, team manajemen bekerja berdasarkan
informasi tersebut hingga solusi terhadap masalah utama ditetapkan dan rencana aksi disusun.

Tahap 4: Action Plans, Strategies, and Techniques

Fase diagnostik membawa kepada beberapa tahapan intervensi, aktivitas atau program yang
ditujukan untuk memecahkan permasalahan dan meningkatkan efektivitas organisasi. Berbagai
program intervensi ini menerapkan teknik OD, misalnya melalui total quality management
(TQM), job design, role analysis, goal setting, team building, dan intergroup development, untuk
menghasilkan hal yang diharapkan dalam fase diagnostik. Dari semua tahapan program OD, fase
keempat ini merupakan tahapan yang memerlukan waktu paling banyak.

Tahap 5: Self-Renewal, Monitor, and Stabilize

Begitu sebuah program aksi diimplementasikan, tahapan akhir adalah tindakan untuk memonitor
hasil dan membakukan perubahan yang diinginkan. Tahapan ini bertujuan untuk menilai
efektivitas dari strategi perubahan yang diterapkan. Setiap tahapan dalam progam OD perlu
dimonitor guna mendapatkan feedback terhadap reaksi anggota terhadap upaya perubahan yang
telah dilakukan. Para anggota organisasi perlu mengetahui sistem dan proses yang sedang
berjalan, apakah bisa tetap diteruskan, apakah ada yang perlu dimodifikasi, atau bahkan apakah
perlu dihentikan.

Begitu sebuah permasalahan dapat diatasi dan sebuah program perubahan diimplementasikan
dan dimonitor, itu berarti sebuah perilaku baru harus distandarkan dan diinternalisasikan. Jika hal
ini tidak dilakukan, sistem akan kembali kepada kondisi sebelumnya yang tidak efektif. Pada
tahapan ini, sistem harus memiliki kemampuan untuk secara mandiri mengelola perubahan tanpa
bantuan pihak luar.

STUDI KASUS :

Pada masa sekarang, perusahaan berusaha untuk mencapai kesuksesan dan berusaha untuk
tetap bertahan. Hal ini memerlukan kontinuitas akan perubahan. Pelajaran yang paling penting
bagi setiap manajer adalah bahwa di dunia ini hanya terdapat dua macam perusahaan, yaitu
mereka yang berubah dan berkembang, serta mereka yang gagal dan tidak lagi berada dalam
bisnis. Perubahan secara menerus merupakan cara untuk tetap bertahan hidup. Tantangan
utama bagi setiap manajer yang memimpin proses perubahan adalah mengajak setiap individu
dalam perusahaan untuk bekerja secara kelompok.

Model lima tahapan di atas menunjukkan metoda OD dan pendekatan yang digunakan untuk
meningkatkan kinerja secara menerus sehingga visi organisasi dapat dicapai. Adalah penting
untuk memahami bahwa tidak ada model atau paradigma yang sempurna, namun demikian
model atau paradigma tersebut masih dapat digunakan untuk menghasilkan pendekatan yang
berguna bagi proses perubahan.

Begitu sebuah program OD mencapai kestabilan, kebutuhan akan dukungan dari praktisi OD
akan berkurang. Jika klien berubah ke arah independensi dan menunjukkan kemampuan untuk
dapat melakukannya sendiri, maka keterkaitan klien dengan praktisi OD dapat diakhiri secara
mudah. Jika sistem dari klien menjadi sangat tergantung kepada praktisi OD, maka pemutusan
hubungan akan menjadi sulit dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai