3a643 Modul 3 Perencanaan Jaringan Jalan PDF
3a643 Modul 3 Perencanaan Jaringan Jalan PDF
3a643 Modul 3 Perencanaan Jaringan Jalan PDF
MODUL 3
PERENCANAAN JARINGAN JALAN DAN
PERENCANAAN TEKNIS TERKAIT
PENGADAAN TANAH
BANDUNG
2017
KATA PENGANTAR
Modul-modul pada Diklat Perencanaan dan Persiapan Pengadaan Tanah untuk
pembangunan Jalan ini menguraikan metode yang harus digunakan dalam
pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan pengadaan tanah untuk jalan yang
dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga dan Dinas PU Bina Marga di
Provinsi/Kabupaten/Kota ataupun dinas/instansi lain yang terkait dengan
pekerjaan pengadaan tanah untuk jalan.
Dalam pelatihan ini akan disampaikan modul III mengenai perencanaan jaringan
jalan dan perencanaan teknis terkait pengadaan tanah. Keseluruhan materi modul
ini saling berkaitan sehubungan dengan pengembangan jaringan jalan terkait tata
ruang, analisis struktur dan sistem jaringan jalan yang ada, pertumbuhan ekonomi,
jaringan jalan dan tata ruang, analisis koridor, lingkungan hidup terkait
pembangunan jalan dan kebutuhan ruang milik jalan (RUMIJA).
Pada intinya Pendidikan dan Pelatihan Pengadaan Tanah untuk Pembangunan
Jalan ini adalah untuk meningkatkan kompetensi SDM dalam penyelenggaraan
Pengadaan Tanah untuk Jalan guna membantu percepatan pembangunan jalan di
Indonesia.
Semoga modul pelatihan ini bermanfaat untuk peningkatan kualitas dan
kompetensi SDM di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum baik di Pusat
maupun Daerah. Kritik dan saran untuk perbaikan serta penyempurnaan modul
ini, akan kami terima dengan tangan terbuka.
3 – Perencanaan Jaringan Jalan dan Perencanaan Teknis Terkait Pengadaan Tanah/1 iii
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Hubungan Antara Fungsi Jalan, Kelas Jalan dan MST ............................... 9
Tabel 2. 2 Klasifikasi menurut medan jalan ............................................................... 9
Tabel 2. 3 Jenis Data dan Cara Perolehan ............................................................... 33
Tabel 3. 1 Penentuan faktor-K dan faktor F berdasarkan Volume Lalu Lintas Rata-
rata ......................................................................................................... 54
Tabel 3. 2 Kecepatan Rencana VR , sesuai klasifikasi fungsi ..................................... 54
Tabel 3. 3 Ekivalen Mobil Penumpang .................................................................... 55
Tabel 3. 4 Kapasitas Dasar Jalan Luar (Antar) Kota ................................................. 57
Tabel 3. 5 Kapasitas Dasar Jalan Perkotaan ............................................................ 58
Tabel 3. 6 Klasifikasi Medan dan Lereng Melintang ................................................ 59
Tabel 3. 7 Penentuan Lebar Jalur Jalan dan Bahu Jalan .......................................... 60
Tabel 3. 8 Lebar Lajur Jalan Ideal ............................................................................ 62
Tabel 3. 9 Jarak Pandang Henti (Jh) minimum ......................................................... 65
Tabel 3. 10 Jarak Pandang Henti Minimum............................................................. 65
Tabel 3. 11 Panjang Jarak Pandang Mendahului ..................................................... 66
Tabel 3. 12 Jarak Pandang Mendahului .................................................................. 66
Tabel 3. 13 E (m) untuk Jh < Lt , VR (km/jam) dan Jh (m)............................................ 68
Tabel 3. 14 E (m) untuk Jh < Lt , VR (km/jam) dan Jh (m) di mana Jh – Jt = 25 ............. 70
Tabel 3. 15 E (m) untuk Jh > Lt , VR (km/jam) dan Jh (m) di mana Jh – Jt = 50 m ......... 71
Tabel 3. 16 Tambahan Pelebaran .......................................................................... 744
Tabel 3. 17 Standar Desain Geometrik .................................................................. 755
Tabel 3. 18 Summary of Geometric Design Standard for Urban Roads ................... 76
URAIAN MATERI
2.1 Pengembangan Jaringan Jalan Terkait Tata Ruang
2.1.1 Transportasi dan Jaringan Jalan.
Jalan sebagai salah satu moda transportasi selenggarakan berdasarkan
asas manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata,
keseimbangan, kepentingan umum, keterpaduan, kesadaran hukum,
dan percaya pada diri sendiri.
Pada sektor tranportasi darat, perhatian utama saat ini diarahkan pada
masalah transportasi antar kota dan perkotaan. Kebijaksanaan
pemerintah dalam pengembangan transportasi perkotaan dan antar
kota diarahkan untuk meningkatkan sistem jaringan jalan kota dan
antar kota sehingga dapat berfungsi dengan baik dalam melayani
aktivitas lokal dan daerah sekitarnya, mengembangkan transportasi
massal yang tertib, aman, lancar, nyaman dan efisien agar memberikan
daya tarik bagi pemakai jasa transportasi serta agar kemacetan dan
gangguan lalu lintas dapat dihindarkan dan kualitas lingkungan hidup
dapat dipertahankan, mengembangkan keterpaduan antar dan intra
moda, menyelaraskan setiap pembangunan dengan rencana tata ruang
kota dan daerah serta memanfaatkan ruang pada jalur koridor
transportasi massal dengan suatu manajemen transportasi perkotaan
dan antar kota yang baik sehingga dapat dicapai tingkat efisien dan
kualitas pelayanan yang tinggi.
Jalan Arteri :
Jalan Arteri adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan
jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.
Jalan Kolektor :
Jalan Kolektor adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang,
kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
Jalan Lokal :
Jalan Kolektor adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata
rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
Jalan Lingkungan :
Jalan Lingkungan adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata
rendah.
Catatan
Modul Perencanaan Geometrik Jalan ini disiapkan untuk digunakan
dalam perencanaan Jalan Arteri, Jalan Kolektor dan Jalan Lokal, tidak
termasuk untuk Jalan Lingkungan.
2.1.6 Hubungan Fungsi Jalan, Kelas Jalan dan Muatan Sumbu Terberat.
Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/T/BM/1997
memberikan keterkaitan antara fungsi jalan, kelas jalan dan Muatan
Sumbu Terberat (MST) untuk jalan dengan fungsi Arteri dan Kolektor
mengacu pada Pasal 11 PP Nomor 43 Tahun 1993. Modul ini
mengembangkan keterkaitan dimaksud sampai dengan jalan Lokal
mengacu pada PP Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (Pasal 19) dengan maksud agar modul ini dapat
digunakan sebagai referensi bagi Ahli Perencana Geometrik Jalan dalam
mendesain Jalan Arteri, Jalan Kolektor dan Jalan Lokal (atau jika dilihat
Skenario
Jaringan DO-NOTHING
Transportasi
Tahun Skenario Skenario
Dasar DO-SOMETHING DO-NOTHING
Skenario Skenario
DO-SOMETHING DO-NOTHING
Skenario
DO-SOMETHING
Pola jaringan jalan khususnya untuk jaringan jalan arteri sekunder yang
diusulkan berupa jaringan jalan yang menghubungkan pusat-pusat
kegiatan utama kota dan jaringan jalan kolektor sekunder yang
menghubungkan antar kawasan pendukung dan antar kawasan utama
dengan kawasan pendukung kota. Disamping itu pola jaringan jalan
yang dikembangkan juga diintegrasikan dengan jaringan jalan primer
yang menghubungkan wilayah dengan kawasan kegiatan primer
lainnya.
Pola jaringan jalan tol (jika ada) terutama dititik beratkan pada akses
jarak jauh, juga dalam kota, jalur alternative ruas jalan yang padat
kemacetan, akses ke dan dari kawasan-kawasan strategis. Juga di-
integrasikan dengan jaringan jalan primer, jalan kota, kawasan kegiatan
primer.
1. Metode kuantitatif
Dalam melakukan metode kuantitatif, kriteria yang menjadi acuan
adalah :
a. Konstruksi fisik
b. Biaya konstruksi
c. Kebutuhan lahan
d. Nilai indikator kelayakan
Guna mendapatkan route optimal secara scoring dengan metode
kuantitatif, maka perlu penilaian secara ranking terhadap semua
route alternatif yang dibuat. Penilaian ini dikelompokkan berdasar
kondisi sekarang dan kondisi yang akan datang dengan memakai
metode pembobotan pada item-item konstruksi maupun status
lahan-lahan yang dilewati route. Untuk item-item konstruksi yang
memiliki volume terkecil diberikan bobot terbesar (Vk), bobot
terbesar pada setiap item adalah 10. Sedangkan volume yang lebih
Urutan route alternatif sesuai dengan nilai bobot total dari jumlah
terbesar ke jumlah terkecil.
2. Metode kualitatif
Dalam melakukan metode kualitatif, kriteria yang menjadi acuan
adalah :
a. Geometri
b. Sistim jaringan
c. Aksessibilitas menuju jalan layang
d. Rencana pengembangan jaringan jalan
e. Rencana tata guna lahan
f. Ketersediaan lahan
g. Dampak terhadap lingkungan sosial
h. Mendukung pusat-pusat pengembangan wilayah
i. Melewai daerah terbangun
j. Melewati daerah produktif
k. Melewati permukiman padat
l. Melewati kawasan khusus
m. Gangguan terhadap habitat asli flora dan atau fauna (relative
sedikit)
n. Kondisi daya dukung tanah
o. Permintaan lalu lintas
p. Keuntungan pemakai jalan
q. Dampak lingkungan yang akan timbul akibat adanya jalan layang
(kajian lingkungan)
r. Adapun tinjauan evaluasi berdasarkan :
s. Segmen yang berhimpit tidak dievaluasi
Salah satu contoh perizinan yang perlu diproses adalah izin pinjam
pakai kawasan hutan. Dalam proses izin pinjam pakai kawasan hutan
diperlukan informasi letak/lokasi/jalur jalan atau jembatan. Oleh
karena itu, posisi/ lokasi infrastuktur ini dalam setiap tahap kegiatan
penyusunan dokumen lingkungan hidup, pengurusan izin pinjam
pakai kawasan hutan atau kolaborasi, penyusunan DED, dan
pengadaan tanah harus sinkron dan tetap dapat menunjang satu
sama lain.
Kajian Lingkungan
Penentuan Alternatif 1
Koridor Jalan
Pemilihan Alternatif
Koridor Jalan
Kajian Lingkungan
2
Penentuan Trase Jalan
3
Analisis Kelayakan Jalan
Kajian Lingkungan
Rekomendasi 3
1) Kajian Lingkungan 1
Dari hasil pemodelan transportasi dan analisis kinerja
jaringan jalan dapat ditentukan Skenario Pengembangan
Jaringan Jalan; yang kemudian dilakukan penentuan
alternatip Koridor. Kajian Lingkungan 1 dilakukan pada tahap
penentuan alternatip Koridor Jalan tersebut di atas; yang
berisikan informasi :
a) Tataguna lahan, terkait dengan tingkat kesulitan
pengadaan lahan
b) Kebutuhan fasilitas persilangan underpass – overpass
kaitannya pola pergerakan lalulintas
c) Jaringan SUTET (jika ada)
d) Kawasan rawan longsor / banjir
e) Daerah patahan
f) Kawasan khusus yang tidak boleh dilalui oleh Jalan
terkait dengan adanya situs / benda purbakala maupun
tempat ibadah / keramat.
3) Kajian Lingkungan 3
Kajian lingkungan 4 dilakukan pada proses Analisis Kelayakan
Jalan; berisikan isu-isu pokok mengenai jenis dampak yang
mungkin timbul akibat rencana pembangunan Jalan, mulai
tahap Pra Konstruksi, Tahap Konstruksi dan Tahap Pasca
Konstruksi serta Rekomendasi mengenai upaya untuk
meminimalkan timbulnya dampak negatif.
7. Data Quarry bahan jalan Data Sekunder, didapat dari Dinas PU terkait
10. Data Kawasan khusus Data Sekunder dari instansi terkait ( Dinas Pariwisata
budaya & ibadah – Kebudayaan )
11. Data tatacara budaya Data sekunder dan data primer dengan wawancara di
setempat Dinas Pariwisata
Rencana Kegiatan
Koridor / Trase Jalan Terpilih
(Pembangunan Jalan)
Hasil
pengumpulan &
pengolahan data Evaluasi Rencana Kegiatan
Evaluasi Rona Hidup Awal
yang berpotensi menimbulkan
dampak
Tataguna Lahan
sepanjang jalan layang
Tidak
Ya
Perlu Penanganan
Evaluasi Jenis
penanganan yang dapat
/ layak diterapkan
Biaya Konstruksi
2.7 Latihan
1. Jelaskan keterkaitan perencanan jaringan jalan dengan rencana tata
ruang wilayah
2. Jelaskan prinsip dasar perencanaan jaringan jalan anda ketahui.
3. Jelaskan keterkaitan perencanaan jaringan jalan dengan lingkungan
hidup.
4. Jelaskan siklus perencanaan jaringan jalan
5. Jelaskan hal-hal yang sensitif dalam lingkungan hidup terkait
pembangunan jalan.
URAIAN MATERI
3.1 Kebutuhan Ruang Milik Jalan (RUMIJA)
3.1.1 Rumija Jalan
PP No.34 Tahun 2006 tentang Jalan mengatur kelas jalan dan
kebutuhan akan Ruang Milik Jalan (sebagai dasar ukuran pengadaan
tanah) sebagai berikut :
Kelas jalan berdasar spesifikasi penyediaan prasarana jalan:
Jalan bebas hambatan
Jalan raya
Jalan sedang
Jalan kecil
Ruang milik jalan (Rumija) memiliki lebar paling sedikit sebagai berikut:
1. Jalan bebas hambatan 30 (tiga puluh) meter;
2. Jalan raya 25 (dua puluh lima) meter;
3. Jalan sedang 15 (lima belas) meter; dan
4. Jalan kecil 11 (sebelas) meter.
Lebar ruang milik jalan diberi tanda batas ruang milik jalan
1. Ditetapkan oleh penyelenggara jalan
2. Sesuai dengan Peraturan Menteri.
Jaringan Jalan
Data lalu lintas
Pembebanan
Dimana :
K (disebut faktor K), adalah faktor volume lalu lintas
jam sibuk, dan
F (disebut faktor F), adalah faktor variasi tingkat lalu
lintas per seperempat jam dalam satu jam.
FAKTOR – K FAKTOR – F
VLHR
(%) (%)
> 50.000 4-6 0,9-1
30.000 – 50.000 6-8 0,8-1
10.000 – 30.000 6-8 0,8-1
5.000 – 10.000 8-10 0,6-0,8
1.000 - 5.000 10-12 0,6-0,8
< 1.000 12-16 < 0,6
2) KECEPATAN RENCANA
Kecepatan rencana, VR, pada suatu ruas jalan adalah
kecepatan yang dipilih sebagai dasar perencanaan
geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan-
kendaraan bergerak dengan aman dan nyaman dalam
kondisi cuaca yang cerah, lalu lintas yang lengang, dan
pengaruh samping jalan yang tidak berarti.
VR untuk masing-masing fungsi jalan dapat ditetapkan
dari Tabel 3-2.
Untuk kondisi medan yang sulit, VR suatu segmen jalan
dapat diturunkan dengan syarat bahwa penurunan
tersebut tidak lebih dari 20 km/jam.
Tabel 3. 2 Kecepatan Rencana VR , sesuai klasifikasi fungsi
dan klasifikasi medan jalan
4) KENDARAAN RENCANA
Sifat lalu lintas meliputi LAMBAT dan CEPATNYA
kendaraan yang bersangkutan, sedangkan komposisi lalu
lintas menggambarkan jenis kendaraan yang melaluinya.
Dalam penggunaannya, hanya dipakai kendaraan
bermotor saja yang di bagi dalam 3 kelompok katergori :
a) Kendaraan kecil, diwakili oleh mobil penumpang.
b) Kendaraan sedang, diwakili oleh truk 3 as tandem
atau bus besar 2 as.
c) Kendaraan besar, diwakili oleh truk-semi-trailer.
d. Tofografi
Topografi merupakan faktor penting dalam menentukan
lokasi jalan dan pada umumnya mempengaruhi alinyemen
dan standard perencanaan Geometrik Jalan seperti landai
jalan, jarak pandang, penampang melintang, dan lain-
lainnya. Bukit, lembah, sungai dan danau seringkali
memberikan pembatasan terhadap lokasi dan perencanaan.
2) Tanjakan
Adanya tanjakan yang cukup curam, dapat mengurangi
kecepatan kendaraan dan kalau tenaga tarik kendaraan
tersebut tidak cukup, maka berat muatan kendaraan
harus dikurangi; tanjakan yang cukup curam akan
mengurangi kapasitas angkut dan sangat
membahayakan. Oleh karena itu diusahakan supaya
tanjakan dibuat landai.
3. LOKAL
3.1. Ideal
Lebar Jalur Jalan M 6.00 7.00 - -
Lebar Bahu
M 1.00 1.50 - -
Jalan
3.2. Minimum
Lebar Jalur Jalan M 4.50 6.00 - -
Lebar Bahu
M 1.00 1.00 - -
Jalan
Keterangan
**) Mengacu pada persyaratan ideal
*) 2 jalur terbagi, masing-masing n x 3.50 m dimana n = jumlah lajur
per jalur.
- Tidak ditentukan.
2) JARAK PANDANG
Kemungkinan untuk melihat kedepan adalah faktor
penting dalam suatu operasi kendaraan di jalan agar
tercapai keadaan yang aman dan efisien, untuk itu harus
diadakan jarak pandang yang cukup sehingga pengendara
dapat memilih kecepatan dari kendaraan dan tidak
menghantam barang tidak terduga diatas jalan. Demikian
pula jalan pada dua jalur yang memungkinkan
pengendara berjalan diatas jalur berlawanan untuk
menyiap kendaraan lain dengan aman. Jadi jarak
pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang
pengendara pada saat mengendara sedemikian sehingga
jika pengemudi melihat suatu halangan yang
membahayakan, pengendara dapat melakukan sesuatu
untuk menghindari bahaya tersebut dengan aman.
Dibedakan dua jarak pandang, yaitu Jarak Pandang Henti
(Jh) dan Jarak Pandang Mendahului (Jd).
2
VR
Jh T
VR 3,6
3,6 2 gf '
Dimana :
VR = kecepatan rencana (km/jam)
T = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik
g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det²
f = koefisien gesek memanjang perkerasan jalan
aspal, ditetapkan 0,35-0,55.
Persamaan (1) disederhanakan menjadi :
…………………….. ( 2 )
90 0 J h
E R 1 cos
R
90 0 J h 1 90 0 J h
E R 1 cos J h Lt sin
R 2 R
Tabel 3.12 dan 3.13 berisi nilai E, dalam satuan meter, yang
dihitung menggunakan persamaan (1) dengan pembulatan-
pembulatan untuk Jh < Lt. Tabel tersebut dapat dipakai untuk
menetapkan E. Tabel 3.14 untuk Jh > Lt
Tabel 3. 13 E (m) untuk Jh < Lt , VR (km/jam) dan Jh (m)
VR = 20 30 40 50 60 80 100 120
R (m)
Jh = 16 27 40 55 75 120 175 250
5000 1,6
3000 2,6
2000 1,9 3,9
1500 2,6 5,2
1200 3,2 6,5
6000 1,6
5000 1,6 1,9
3000 2,5 3,1
2000 1,5 3,3 4,7
1500 2,1 4,1 6,2
1200 2,5 4,9 7,8
1000 3,2 6,1 9,4
800 1,5 4,2 8,2 11,7
600 2,0 5,1 9,8 15,6
500 2,3 6,4 12,2 18,6
400 1,8 2,9 8,5 Rmin = Rmin =
300 1,5 2,4 3,9 10,1 350 500
250 1,8 2,9 4,7 Rmin =
200 2,2 3,6 5,8 210
175 1,5 2,6 4,1 6,7
150 1,7 3,0 4,8 7,8
130 2,0 3,5 5,5 8,9
120 2,2 3,7 6,0 9,7
110 2,4 4,1 6,5 Rmin =
100 2,6 4,5 7,2 115
90 1,5 2,9 5,0 7,9
80 1,6 3,2 5,6 8,9
70 1,9 3,7 6,4 Rmin = 80
60 2,2 4,3 7,4
50 2,6 5,1 8,8
40 3,3 6,4 Rmin = 50
30 4,4 8,4
20 6,4 Rmin = 30
15 8,4
Rmin = 15
VR = 20 30 40 50 60 80 100 120
R (m)
Jh = 16 27 40 55 75 120 175 250
6000 1,8
5000 2,2
3000 2,0 3,6
2000 1,6 3,0 5,5
1500 2,2 4,0 7,3
1200 2,7 5,0 9,1
1000 1,6 3,3 6,0 10,9
800 2,1 4,1 7,5 13,6
600 1,8 2,7 5,5 10,0 18,1
500 2,1 3,3 6,6 12,0 21,7
400 1,7 2,7 4,1 8,2 15,0 Rmin =
300 2,3 3,5 5,5 10,9 Rmin = 500
250 1,7 2,8 4,3 6,5 13,1 350
200 2,1 3,5 5,3 8,2 Rmin =
175 2,4 4,0 6,1 9,3 210
150 1,5 2,9 4,7 7,1 10,8
130 1,8 3,3 5,4 8,1 12,5
120 1,9 3,6 5,8 8,8 13,5
110 2,1 3,9 6,3 9,6 Rmin =
100 2,3 4,3 7,0 10,5 115
90 2,6 4,7 7,7 11,7
80 2,9 5,3 8,7 13,1
70 3,3 6,1 9,9 Rmin =
60 3,9 7,1 11,5 80
4) PELEBARAN TIKUNGAN
Kendaraan yang berjalan pada suatu tikungan
menempati lebar lapis perkerasan yang lebih besar
daripada kendaraan yang berjalan pada jalan yang lurus
karena roda – roda belakang pada lintasan jalan dengan
kecepatan rendah disebelah dalam dan bagian depan
dan tonjolan depan mengurangi kebebasan antara
kendaraan – kendaraan yang menyiap dan melewatinya.
Juga putaran kendaraan pada suatu jalur pada suatu
tikungan lebih besar daripada putaran kendaraan pada
jalan yang lurus.
ITEM UNIT
DESIGN STANDARD
DESIGN CLASSIFICATION -
DESIGN SPEED Km/Hr 60 80 100
Cross Section element
Lane Width M 3,50 3,50 3,50
Minimum Median Width M 2,00 2,00 2,00
Marginal Strip M 0,50 0,50 0,50
Left Shoulder M 2,00 2,00 2,00
Right Shoulder Width M 0,75 0,75 0,75
Cross Slope at Tangent Sections % 2,50 2,50 2,50
Maximum Cross Slope on Curve % 6,00 6,00 6,00
Horizontal Alignment
Desirable Min. Horizontal Radius M 200,00 400,00 700,00
Standard Min. Radius M 150,00 230,00 460,00
Desirable Min. Horizontal Radius M 1.200,00 2.000,00 5.000,0
Without Transition 0
Standard Min. Radius Without M 600,00 1.000,00 1.700,0
Transition 0
Standard Min. Transition Curve M 50,00 70,00 85,00
Length
Curve Widening R < 280 m per M 0,25 0,25 0,25
Lane
Maximum Super elevation % 6,00 6,00 6,00
Vertical Alignment
Maximum Gradien % 5,00 4,00 3,00
Max. Gradien, Slope < 600 % - 5,00 4,50
Max. Gradien, Slope < 500 % 6,00 6,00 6,00
Max. Gradien, Slope < 400 % 7,00 7,00 6,00
Max. Gradien, Slope < 300 % 8,00 - -
Desirable Min. Radius, Crest M 2.000,00 4.500,00 10.000,
00
Standard Min. Radius, Crest M 1.400,00 3.000,00 6.500,0
Slight Distance
Min. Stopping Sight Distance M 75,00 110,00 165,00
Tabel 3. 18 Summary of Geometric Design Standard for Urban Roads
3.3 Rangkuman
Ruang milik jalan (Rumija) memiliki lebar paling sedikit sebagai berikut:
1. Jalan bebas hambatan 30 (tiga puluh) meter;
2. Jalan raya 25 (dua puluh lima) meter;
3. Jalan sedang 15 (lima belas) meter; dan
4. Jalan kecil 11 (sebelas) meter.
Dalam hal ruang milik jalan tidak cukup luas, lebar ruang pengawasan jalan
ditentukan dari tepi badan jalan paling rendah sebagai berikut:
3.4 Latihan
1. Apa yang menjadi dasar penetapan Ruang Milik Jalandan Ruang
Pengawasan Jalan ? Dan uraikan batas minimalnya.
2. Jelaskan klasifikasi jalan dan katagori jalan menurut fungsinya.
3. Jelaskan keterkaitan geometrik jalan dengan keselamatan jalan.
4. Jelaskan secara lebih rinci tiga aspek terkait keselamatan jalan dalam
perencanaan geometrik jalan.
5. Gambarlah penampang melintang jalan untuk berbagai macam kondisi
medan.
Pada proses pengadaan tanah untuk jalan terdapat beberapa aspek lain yang
perlu dipertimbangkan keterkaitannya. Seperti dipahami, dalam
pembangunan jalan diperlukan “ruang” yang cukup besar guna mewadahi
prasarana jalan yang akan dibangun. Ruang yang tersedia sangat terbatas
dan merupakan “hak” dari sektor lain yang sudah memilikinya sejak
terbentuknya alam ini. Sektor lain tersebut mempunyai peran dan fungsi
sendiri dalam menjaga keseimbangan kehidupan alam ini. Oleh karenanya
perencanaan penggunaan ruang tersebut untuk prasarana harus
memperhatikan keseimbangan dan keselarasan terkait dengan keberadaan
sektor atau sub sektor lain yang dipadukan dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah dan pengaturan perencanaan terkait aspek lingkungan hidup.
Selain itu, pengadaan tanah untuk jalan harus mengacu pada batasan-
batasan keperluan minimum Ruang Milik Jalan , agar tersedianya tanah
sesuai dengan persyaratan teknis yang berlaku sesuai peraturan
perundangan yang berlaku. Dengan tersedianya Ruang Milik jalan yang
cukup, maka perencanaan alinyemen jalan dengan konsep geometrik jalan
yang berkeselamatan dapat terwujud.
Untuk berhasilnya proses pengadaan tanah untuk jalan, maka diperlukan
perencanaan anggaran biaya yang baik dan cukup, sehingga program dan
target tersedianya tanah untuk pembangunan jalan dapat tercapai sesuai
rencana.
Setelah mengikuti diklat ini, seluruh peserta diharapkan mempunyai bekal
kemampuan tentang pengembangan jaringan jalan terkait tata ruang,
analisis struktur dan sistem jaringan jalan yang ada, pertumbuhan ekonomi,
jaringan jalan dan tata ruang, analisis koridor, lingkungan hidup terkait
pembangunan jalan dan kebutuhan ruang milik jalan (RUMIJA).
Amdal adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan atau
kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang dipelukan bagi proses
pengambilan.
DED (Detailed Engineering Design) adalah gambar kerja detail dalam ukuran
skala perbandingan ukuran.
Land Acquistition and Resettlement Action Plan adlalah (LARAP) adalah suatu
kegiatan pencarian pola aksi dalam pembebasan tanah, bangunan dan tanaman
serta pemindahan enduduk dengan menggunakan pendekatan partispasi,
sehingga mendapatkan suatu kerangka kerja dalam pelaksanaan kegiatan
pembebasan lahan yang dibutuhkan untuk pembangunan.
Metode Kuantitatif adalah metode penelitian yang lebih menekankan pada aspek
pengukuran secara objektif terhadap fenomena social.
Rencana Tata Ruang Wilayah adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan
ruang wilayah negara yang dijadikan acuan untuk perencanaan jangka panjang.
Trase Jalan adalah garis tengah atau sumbu jalan yang merupakan garis lurus
yang saling terhubung pada peta topografi dan merupakan garis acuan dalam
penentuan tinggi muka tanah dasar dalam perencanaan jalan.
Underpass adalah tembusan di bawah sesuatu bagian dari jalan atau rel kereta
api.
Google: http://kamus-internasional.com/definitions/?indonesian_word=underpass (Definisi
"underpass" | Gratis Indonesian Kamus | kamus-internasional ...)
Def. Underpass :
Jalan atau bagian pejalan kaki disebuah terowongan yang berjalan dibawah
jalan atau kereta api.
Wikipedia:
https://id.wikipedia.org/w/index.php?search=definisi+underpass&title=Istimewa:Pencarian&go=
Lanjut&searchToken=36g23gjelj9giid44qydtcrqf
Def: Terowongan
Minimal 0,1 mil, dan yang lebih pendek dari itu (0,1 mil) lebih pantas disebut
underpass