ABSTRAK
Pengurangan ketimpangan menjadi salah satu fokus tujuan yang ingin diraih oleh seluruh bangsa. Hal ini
tergambar dari Sustainable Development Goals (SDGs) yang disepakati oleh seluruh kepala negara yang
mewakili bangsa-bangsa di seluruh dunia. Pengurangan ketimpangan menjadi target SDGs nomor sepuluh. Di
Indonesia, ketimpangan pendapatan menjadi salah satu permasalahan utama.. Jawa Timur menjadi salah satu
provinsi dengan ketimpangan pendapatan yang meningkat setiap tahunnya. Tahun 2017, Gini ratio meningkat
sebesar 0,003 menjadi 0,4055. Di sisi lain pertumbuhan ekonomi di provinsi tersebut berada di atas rata-rata
nasional. Tahun 2016, laju pertumbuhan ekonomi provinsi tumbuh sebesar 5,55 persen, lebih besar dari rata-
rata nasional yakni 5,02 persen. Penelitian bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
ketimpangan pendapatan di Jawa Timur, terutama wilayah Arek, Pandalungan, Mataraman dan Madura.
Metodologi penelitan yang digunakan adalah Analisis Profil serta Regresi Data Panel. Hasil analisis profil
menunjukkan bahwa empat kelompok daerah di Jawa Timur memiliki karakteristik gini ratio yang berbeda.
Hasil penelitian lanjutan menunjukkan perbedaan variabel independen yang signifikan mempengaruhi gini
ratio di Jawa Timur. Tingkat pengangguran terbuka berpengaruh di wilayah Mataraman dan Arek, investasi
berpengaruh positif di wilayah Pandalungan dan Mataraman. Variabel jumlah penduduk berpengaruh positif
di wilayah Arek, Mataraman dan Pandalungan. Pemerintah harus mengendalikan pertumbuhan penduduk,
meningkatkan jumlah lapangan pekerjaan serta mengarahkan investasi agar ketimpangan pendapatan dapat
dikurangi.
Kata kunci: Ketimpangan Pendapatan, Jawa Timur, Analisis Profil, Analisis Data Panel
ABSTRACT
Reducing inequality is one of all focuses those are to be achieved by all nations. This is reflected in the
Sustainable Development Goals (SDGs) agreed by all heads of state representing nations throughout the world.
Reducing Inequality is the number ten target of SDGs. In Indonesia, income inequality is one of the main
problems. East Java is one of the provinces with income inequality that is increasing every year. In 2017, the
Gini ratio increased by 0.003 to 0.4055. On the other hand, economic growth in the province is above the
national average. In 2016, the provincial economic growth rate grew by 5.55 percent, greater than the national
average of 5.02 percent. The research aims to analyze the factors that influence income inequality in East
Java, especially the Arek, Pandalungan, Mataraman and Madura regions. The research methodology used is
Profile Analysis and Panel Data Regression. The results of the profile analysis show that the four regional
groups in East Java have different gini ratio characteristics. The results of further research show the differences
in independent variables that significantly affect the gini ratio in East Java. The level of open unemployment
is influential in the Mataraman and Arek regions, investment has a positive effect in the Pandalungan and
Mataraman regions. Variable population has a positive effect on Arek, Mataraman and Pandalungan. The
government must control population growth, increase employment and direct the investment so that income
inequality can be reduced.
Keywords: Income Inequality, East Java, Profile Analysis, Panel Data Analysis
PENDAHULUAN
Pengurangan ketimpangan menjadi salah satu fokus yang ingin diraih oleh seluruh bangsa di
dunia. Hal ini tergambarkan dalam Sustainable Development Goals yang disepakati oleh seluruh
kepala negara yang mewadahi bangsa-bangsa di dunia. Pengurangan ketimpangan menjadi target
514
Kajian Ketimpangan Pendapatan di Jawa Timur Tahun 2010-2017 ........................................................................... (Arzaqi dan Astuti)
SDGs nomor sepuluh. Target SDGs ini juga diratifikasi oleh pemerintah Indonesia dalam RPJMN. Ada
delapan misi yang hendak dicapai oleh pemerintah Indonesia dalam rangka mewujudkan RPJMN
2015-2019, salah satunya adalah pembangunan yang berkeadilan. Indikator ini dapat dilihat dari
tiga aspek, pertumbuhan ekonomi, angka kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Dilihat dari
angka pertumbuhan ekonomi, angka kemiskinan dan ketimpangan pendapatan, diketahui bahwa
seluruh aspek menunjukkan kondisi ekonomi Indonesia baik. Namun demikian aspek ketimpangan
pendapatan secara nasional tidak menggambarkan ketimpangan pendapatan di semua provinsi di
Indonesia. Menurut BPS, dari tahun 2014-2018 diketahui bahwa ada sembilan provinsi yang sceara
konsisten memiliki angka ketimpangan pendapatan di atas angka nasional.
Lima dari sembilan provinsi tersebut berasal dari Pulau Jawa. Berdasarkan data BPS, Provinsi
Jawa Timur memiliki performa ekonomi yang menjanjikan. Tahun 2011-2018 pertumbuhan ekonomi
Jawa Timur berada di atas rata rata nasional. Di sisi lain, ketimpangan di wilayah Jawa Timur tahun
2010-2017 semakin melebar. Hal ini terkonfirmasi dari ketimpangan yang ada di empat daerah yang
secara sosio-demografis sangat dominan di Jawa Timur, yakni daerah Arek, Pandalungan,
Mataraman dan Madura.
Jika dilihat secara lebih teliti, ada pola perkembangan Gini Ratio yang mirip antarkota-kabupaten
yang memiliki dimensi demografis-sosiologis yang sama. Daerah daerah yang dimaksud adalah
daerah Mataraman (Kabupaten Pacitan, Ponorogo dan sekitarnya), daerah Pandalungan (Kabupaten
Situbondo, Kabupaten Lumajang dan sekitarnya), daerah Arek (Kota Surabaya, Kota Malang dan
sekitarnya) dan daerah Madura. Pembagian daerah-daerah di atas didasarkan pada penelitan
Sutarto (2004) yang berjudul “Wacana Tandingan untuk Mendukung Pembangunan di Provinsi Jawa
Timur”. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa berdasarkan produk dan karakteristik
kebudayaannya, Jawa Timur terdiri dari empat daerah kelompok masyarakat mayoritas yaitu
Mataraman, Pandalungan, Arek dan Madura. Selain daerah di atas, juga terdapat enam kelompok
masyarakat minoritas yakni Jawa Panaragan, Samin, Tengger, Osing, Madura Bawean dan Madura
Kangean.
Ketimpangan pendapatan yang meningkat di masing-masing kelompok daerah ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Sirojuzilam (2010) yang menyatakan bahwa karakteristik
daerah di Indonesia yang beragam memiliki pengaruh kuat dalam terciptanya pembangunan
ekonomi, sehingga hal yang wajar apabila pola pembangunan di Indonesia tidak sama. Hal ini yang
menimbulkan ketimpangan pendapatan. Ketimpangan menjadi salah satu masalah utama di suatu
daerah. Hal ini dinyatakan oleh Pradnyadewi (2017) dengan menjelaskan bahwa ketimpangan
pendapatan menjadi permasalahan perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat terjadi antarindividu
dalam daerahnya, antarsektor perekonomian maupun antar daerah. Lebih lanjut, dalam penelitian
ini disebutkan bahwa Indeks Pembangunan Manusia sebagai salah satu pengukur kesejahteraan
masyarakat memiliki pengaruh tidak langsung terhadap ketimpangan pendapatan di suatu wilayah.
Irma Adelman dan Cynthia Taft Morris (1973) menjelaskan bahwa ada delapan faktor yang
berpengaruh terhadap ketimpangan pendapatan di suatu negara yang sedang berkembang, yaitu
:
1. Inflasi yakni ketika penambaan pendapatan bertambah per kapita namun tidak diikuti oleh
penambahan barang produksi
2. Penambahan penduduk yang tinggi membuat pendapatan per kapita yang menurun
3. Ketidakmerataan pembangunan antaradaerah
4. Investasi yang berfokus pada padat modal atau capital intensive yang membuat persentase
pendapatan modal dari sisi harta lebih besar dibandingkan dengan persentase pendapatan
yang berasal dari kerja. Hal ini membuat pengangguran bertambah.
5. Rendahnya mobilitas sosial
6. Memburuknya nilai tukar negara berkembang dalam perdagangan dengan negara maju
7. Pelaksanaan kebijakan substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan harga barang hasil
industri
8. Hancurnya industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga dan lain-
lain.
Dengan adanya fenomena ekonomi ini, penelitian bertujuan untuk melihat karakteristik profil
ketimpangan pendapatan di wilayah Jawa Timur, khususnya wilayah Arek, Pandalungan, Mataraman
515
Seminar Nasional Official Statistics 2019: Pengembangan Official Statistics dalam mendukung Implementasi SDG’s..(Arzaqi dan Astuti)
dan Madura. selain itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
ketimpangan pendapatan di Jawa Timur, khususnya di empat wilayah sosio-demografis yang telah
disampaikan sebelumnya.
METODE
Penelitian ini mencakup data gini rasio yang ada di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2010-
2017. Dalam penelitan ini, peneliti membagi wilayah Jawa Timur ke dalam empat wilayah besar.
Pembagian ini didasarkan pada karakteristik sosio demografi masing-masing daerah. Empat
wilayah tersebut adalah Wilayah Mataraman, Arek, Pandalungan dan Madura. Gini rasio setiap
kelompok dipengaruhi oleh variabel-variabel tertentu dalam kurun waktu 2010-2017. Variabel-
variabel ini diperoleh dari teori serta penelitian terkait yang muncul sebelum penelitian ini
dilaksanakan. Variabel yang dipilih menggambarkan komponen tenaga kerja, sosial demografis
serta kesejahteraan masyarakat yang ada di Jawa Timur. Variabel yang menggambarkan
komponen tenaga kerja adalah tingkat pengangguran terbuka (TPT). Variabel yang
menggambarkan kesejahteraan masyarakat adalah Aglomerasi PDRB dan Investasi. Variabel yang
menggambarkan kondisi sosial demografis yang ada di Jawa Timur adalah jumlah penduduk serta
rata-rata lama sekolah.
Berdasarkan teori yang dikemukakan dan pendapat yang disampaikan di atas, dipilih variabel-
variabel independen yang dapat menjelaskan kondisi ketimpangan pendapatan yang ada di Jawa
Timur. Variabel-variabel independen yang dipilih adalah :
1. Aglomerasi PDRB X1
2. Tingkat Pengangguran Terbuka X2
3. Rata-rata lama sekolah X3
4. Investasi padat modal (Pembentukan Modal Tetap Bruto) X4
5. Jumlah Penduduk X5
Data gini rasio yang digunakan dalam penelitian ini adalah data gini rasio yang dipublikasikan
oleh Badan Pusat Statistik Jawa Timur tahun 2010-2017. Hal yang sama terjadi pada variabel lain.
Data tingkat pengangguran terbuka yang digunakan merupakan publikasi Badan Pusat Statistik
Jawa Timur 2010-2017.
Data Aglomerasi, Tingkat Pengangguran Terbuka, Rata-rata lama Sekolah, Investasi (PMTB)
dan Jumlah Penduduk Jawa Timur menggunakan data publikasi Badan Pusat Statistik Jawa Timur
2010-2017. Untuk menganalisis ketimpangan pendapatan di Jawa Timur digunakan dua metode
analisis, yakni analisis profil dan analisis regresi data panel.
Tahapan analisis profil yakni dilakukan plot data gini rasio untuk mengetahui pola pergerakan
rata-rata gini rasio untuk setiap kelompok. Pada tahap awal dilakukan perbandingan pola data
untuk empat kelompok sekaligus. Tujuan dari tahapan tersebut adalah untuk mengetahui
kelompok mana yang memiliki pola pergerakan data yang paling mirip untuk kemudian bisa
dilanjutkan ke tahap berikutnya, yakni pengujian hipotesis.
Hipotesis yang akan diuji dalam analisis profil ada tiga macam, yakni :
1. Paralelisme
Hipotesis ini menguji apakah rata-rata antara kedua kelompok paralel. Hipotesis yang terbangun
adalah sebagai berikut :
(1)
Dengan
(2)
Dengan
Untuk menguji kebenaran hipotesis, maka digunakan statistik uji sebagai berikut :
516
Kajian Ketimpangan Pendapatan di Jawa Timur Tahun 2010-2017 ........................................................................... (Arzaqi dan Astuti)
(3)
3. Flatness
Hipotesis ini mengindikasikan bahwa apakah antara kedua profil flat antara satu dengan yang
lain. hipotesis yang terbangun jika dinyatakan dalam persamaan adalah sebagai berikut :
(7)
(8)
517
Seminar Nasional Official Statistics 2019: Pengembangan Official Statistics dalam mendukung Implementasi SDG’s..(Arzaqi dan Astuti)
(9)
Keterangan :
̂𝑖𝑡
𝑙𝑜𝑔𝑌 : Gini ratio untuk individu ke-i periode waktu ke-t
: Intercept
: Koefisien masing-masing variabel independen
𝑋1 , 𝑋2 , 𝑋3 , 𝑋4 , 𝑋5 : Variabel Aglomerasi, Tingkat Pengangguran Terbuka, Rata-Rata Lama
Sekolah, Investasi Modal (PMTB), Jumlah Penduduk
𝑖 : Data 38 kabupaten/kota
𝑡 : Data periode tahun 2010-2017
518
Kajian Ketimpangan Pendapatan di Jawa Timur Tahun 2010-2017 ........................................................................... (Arzaqi dan Astuti)
100
80
59.49 59.65 59.95 60.26 60.54 60.57 60.38 60.11
60
40
11.83 11.78 11.74 11.72 11.66 11.62 11.53 11.71
4.86 4.76 4.68 4.72 4.68 4.47 4.35 4.65
20
23.83 23.83 23.63 23.31 23.11 23.35 23.74 23.53
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
80
60
40
20
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
10.00
6.07 6.62 7.21
5.00 5.69 5.20 4.86
4.46 4.71 5.32 5.49 4.59
4.08 4.09 4.02
3.70 4.05 4.23
4.16 4.35
3.46 4.19
3.56 3.18
3.54
3.34
3.25 3.28 2.57 3.35 2.76 3.11 3.00
0.00
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Mataraman Pandalungan
Arek Madura
Gambar 3. Rata-rata tingkat pengangguran terbuka per wilayah di Jawa Timur 2010-2017
519
Seminar Nasional Official Statistics 2019: Pengembangan Official Statistics dalam mendukung Implementasi SDG’s..(Arzaqi dan Astuti)
Dari Gambar 3 dapat diketahui bahwa tingkat pengangguran terbuka di wilayah Arek dari
tahun 2010 hingga 2017 menjadi yang paling tinggi di antara wilayah-wilayah lain. Pada tahun 2016,
tingkat pengangguran terbuka di wilayah Arek mencapai puncaknya dengan angka 7,21 persen. Hal
ini berarti setiap 100 orang angkatan kerja, terdapat 7 hingga 8 orang yang menganggur di wilayah
Arek pada tahun 2016.
Secara bergantian dalam tahun 2010-2017, wilayah Pandalungan dan Madura memiliki
tingkat pengangguran terbuka yang paling rendah di antara wilayah yang lain. Pada tahun 2010,
wilayah Madura memiliki tingkat pengangguran terbuka paling rendah di antara yang lain dengan
persentase 3,25 persen. Pada tahun 2013 wilayah Pandalungan bergantian menjadi wilayah yag
memiliki tingkat pengangguran terbuka yang paling rendah di bandingkan dengan yang lain dengan
persentase 3,35 persen. Pada tahun 2017, wilayah Madura kembali memiliki tingkat pengangguran
terbuka yang paling rendah dengan persentase 3 persen.
Dalam konteks kualitas sumber daya manusia, variabel rata-rata lama sekolah dapat
menggambarkan kualitas pendidikan yang dimiliki setiap penduduk yang ada di wilayah tersebut.
10.00
8.16 8.27 8.42 8.53 8.65 8.72 8.40
8.00 8.04 7.55 7.58
6.83 6.99 7.13 7.27 7.40 7.25
6.00 5.78 5.87 5.98 6.16 6.24 6.29 6.34 6.10
4.50 4.63 4.76 4.84 5.02 4.61
4.00 4.19 4.33
2.00
0.00
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Gambar 4. Rata-rata lama sekolah per wilayah di Jawa Timur tahun 2010-2017
Gambar 4 menggambarkan bahwa rata-rata lama sekolah yang ditempuh oleh penduduk
wilayah Madura menjadi yang paling rendah dalam jangka waktu 2010 hingga 2017. Penduduk
wilayah Madura pada tahun 2010 memiliki rata-rata lama sekolah selama 4,19 tahun. Pada tahun
2017, angka tersebut mengalami peningkatan sebesar 0,42 tahun menjadi 4,61 tahun. Di sisi
sebaliknya, penduduk wilayah Arek memiliki rata-rata lama sekolah yang paling tinggi di antara yang
lain. Pada tahun 2010, rata-rata lama sekolah penduduk di wilayah Arek adalah 8 tahun. Pada tahun
2017, rata-rata lama sekolah di wilayah Arek meningkat dibandingkan dengan tahun 2010 menjadi
8,40 tahun.
25.00
20.00 19.07 20.28
17.05 18.00
15.00 15.64 16.35
13.40 14.27
10.00
5.00 5.11 5.33
5.01 5.59
5.39 5.90
5.71 6.32
6.07
4.38
3.97 4.52
4.20 4.91
4.58 4.81 3.55 3.77 4.00 4.25
2.79 2.92 3.21 3.38
0.00
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Gambar 5. Rata-rata Pembentukan Modal Tetap Bruto Jawa Timur 2010-2017 (triliun rupiah)
Dari Gambar 5 dapat diketahui bahwa wilayah Arek memiliki nilai PMTB paling besar di
antara wilayah lain. Performa peningkatan PMTB di wilayah Arek konsisten terjadi mulai tahun 2010
hingga tahun 2017. Pada tahun 2010, rata-rata nilai PMTB kabupaten/kota di wilayah Arek mencapai
13,40 triliun rupiah. Angka ini terus meningkat dari tahun 2010 hingga tahun 2017. Pada tahun
2017, rata-rata nilai PMTB wilayah Arek mencapai 20,28 triliun rupiah.
520
Kajian Ketimpangan Pendapatan di Jawa Timur Tahun 2010-2017 ........................................................................... (Arzaqi dan Astuti)
Angka ini setara dengan lima kali nilai PMTB wilayah Madura pada tahun 2017. Pada tahun
2017, nilai PMTB wilayah Madura mencapai 4,25 triliun rupiah. Besaran PMTB di wilayah Madura
pada tahun 2017 ini meningkat sebesar 1,46 triliun rupiah dibandingkan dengan besaran PMTB pada
tahun 2010. Namun demikian hal ini tetap membuat wilayah Madura menjadi wilayah yang memiliki
nilai PMTB paling rendah di antara wilayah yang lain. Tingginya nilai PMTB di wilayah Arek
menunjukkan akumulasi investasi bentuk fisik dalam jumlah yang besar. Hal ini didasari bahwa
wilayah Arek, terutama Kabupaten Sidoarjo dan Kota Surabaya yang merupakan salah dua
kabupaten kota industri di Jawa Timur.
Fenomena terakhir yang dianalisis adalah jumlah penduduk. Berdasarkan gambar 6, secara
rata-rata, kabupaten di wilayah Arek memiliki rata-rata jumlah penduduk paling tinggi di antara
wilayah-wilayah lain. Dalam kurun waktu 2010 hingga tahun 2017, rata-rata jumlah penduduk di
kanupaten/kota di wilayah Arek menunjukkan peningkatan. Peningkatan ini bisa disebabkan oleh
dua hal, yakni kelahiran dan migrasi.
1,197
1,188
1,179
1,169
1,160
1,150
1,139
1,129
1,129
1,124
1,119
1,113
1,107
1,101
1,094
1,087
968
960
952
944
935
926
917
908
854
851
849
846
843
839
836
832
Gambar 6 .Rata-rata Jumlah Penduduk per wilayah di Jawa Timur 2010-2017 (ribu jiwa)
Hal lain yang dapat dilihat dari Gambar 6, rata-rata jumlah penduduk kabupaten/kota
paling rendah ada di wilayah Mataraman. Pada tahun 2010, rata-rata jumlah penduduk di wilayah
Mataraman adalah sebesar 832 ribu jiwa. Angka ini terus meningkat hingga tahun 2017. Pada tahun
2017, rata-rata jumlah penduduk di wilayah Mataraman menjadi 854 ribu jiwa. Namun demikian,
peningkatan ini tetap membuat wilayah Mataraman memiliki rata-rata jumlah penduduk
kabupaten/kota paling rendah di antara yang lain.
Selanjutnya dilakukan pengujian dengan analisis profil untuk dapat melihat perbedaan profil
masing-masing kelompok wilayah jika ditinjau dari Gini rasio setiap tahunnnya. Ada tiga pengujian
yang dilakukan yakni, parallelism, equal level dan flatness. Dari hasil pengujian paralelisme pertama
didapatkan hasil bahwa nilai pengujian Pillai’s Trace adalah sebesar 0,8240 sedangkan nilai F adalah
sebesar 1,624. Selain itu didukung dengan siginifikansi 0,0610. Dengan demikian pengujian
paralelisme tahap satu menunjukkan gagal tolak HO. Hal ini menunjukkan bahwa data gini ratio per
wilayah di Jawa Timur paralel antar kelompoknya. P
Untuk memutuskan apakah pengujian profil per kelompok harus dilakukan secara terpisah
atau bersamaan maka perlu dilanjutkan kepada pengujian berikutnya yakni pengujian level tahap
pertama. Dari hasil pengujian level dapat diketahui bahwa ada perbedaan nilai yang signifikan
antarkelompok yang membagi data. Hal ini dibuktikan dari nilai signifikansi. Signifikansi pengujian
kurang dari 0,05 menunjukkan bahwa pengujian menunjukkan tolak HO. Hal ini berarti pembagian
berdasarkan wilayah dapat membedakan level antarkelompok. Oleh karena level antarkelompok
sudah berbeda, maka pengujian Flatness tidak diperlukan lagi.
Dari hasil pengujian diketahui bahwa masing-masing kelompok memiliki karakteristik gini
ratio yang berbeda. Pengujian profil membuktikan bahwa keempat kelompok tidak memiliki karakter
yang sama. Sehingga dapat dilakukan analisis per kelompok. Dapat diketahui bahwa ketimpangan
paling tinggi dalam kurun waktu 2010 hingga 2017 ditunjukkan oleh kelompok Arek, sedangkan
ketimpangan paling rendah terjadi di wilayah Madura. Gini ratio di keempat wilayah tersebut
menunjukkan peningkatan. Hal ini mengindikasikan bahwa ketimpangan di masing-masing wilayah
semakin tinggi.
521
Seminar Nasional Official Statistics 2019: Pengembangan Official Statistics dalam mendukung Implementasi SDG’s..(Arzaqi dan Astuti)
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis menggunakan Profile Analysis serta Fixed Effect Model dengan
Cross Section Weight serta Seemingly Unrelated Regression yang dilakukan untuk menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi Gini ratio di wilayah Arek, Pandalungan, Mataraman dan Madura
tahun 2010-2017 maka didapatkan hasil bahwa berdasarkan hasil pengujian Profile Analysis
didapatkan hasil bahwa bahwa ke empat kelompok tidak dapat digabungkan menjadi kelompok yang
sama karena karakteristik variabel gini ratio yang berbeda. Hasil analisis membuktikan bahwa gini
ratio di wilayah Arek, Pandalungan, Mataraman dan Madura memiliki karakteristik yang berbeda.
Gini ratio yang paling tinggi berada di wilayah Arek, sedangkan gini ratio yang paling rendah berada
di wilayah Madura. Dengan hasil Profile Analysis ini, maka dilakukan analisis lanjutan berupa regresi
data panel dengan Fixed Effect Model dengan Cross Section Weight dan Seemingly Unrelated
Regression untuk masing-masing kelompok.
Hasil analisis lanjutan dengan regresi data panel dengan Fixed Effect Model dengan SUR
(Seemingly Unrelated Regression) didapatkan hasil bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka dan
Investasi positif signifikan mempengaruhi gini ratio di Jawa Timur secara keseluruhan, sedangkan
522
Kajian Ketimpangan Pendapatan di Jawa Timur Tahun 2010-2017 ........................................................................... (Arzaqi dan Astuti)
variabel Aglomerasi, Rata-rata Lama Sekolah Penduduk tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap gini ratio di Jawa Timur secara keseluruhan tahun 2010-2017. Tingkat Pengangguran
Terbuka berpengaruh positif signifikan terhadap gini ratio hanya di wilayah Mataraman dan Arek,
sedangkan di wilayah lain tidak berpengaruh secara signifikan.Investasi berpengaruh positif
signifikan terhadap gini ratio di wilayah Pandalungan dan Mataraman. Jumlah Penduduk
berpengaruh positif signifikan terhadap gini ratio di wilayah Arek, Madura dan Pandalungan.
Sedangkan di wilayah Mataraman, variabel ini tidak berpengaruh secara signifikan terhadap gini
ratio.
DAFTAR PUSTAKA
Adelman, I., & Morris, C. T. (1976). Growth and Impoverishment in the Middle of the Nineteenth Century.
World Development, 245-273.
Afandi, A., Rantung, V. P., & Marashdeh, H. (2017). Determinants of Income Inequality. Economic Journal of
Emerging Markets, 159-171.
Ali, H., & Ahmad, A. (2013). An Analysis of Impact of Foreign Direct Investment on Regional Disparities: A
Case of Malaysia. Canadian Center of Science and Education, 7-17.
Baltagi, B. H. (2005). Econometric Analysis of Panel Data. New Jersey: John Wiley & Sons Ltd.
Greene, W. H. (2005). Econometric Analysis. New Jersey: Prentice Hall.
Gujarati, D. N. (2008). Basic Econometrics. -: McGraw-Hill Company.
Gujarati, D. N., & Porter, D. C. (2008). Basic Econometrics. New York: McGraw-Hill.
Irawan, A. (2015). Regional Income Disparities in Indonesia, Measurement, Convergence Process and
Decentralization . University of Illinois at Urban Champaign, -.
Meschi, E., & Vivareli, M. (2008). Trade and Income Inequality in Developing Countries. World Development
Vol. 37, No. 2, 287-302.
Nielsen, F., & Alderson, A. (1997). The Kuznets Curve and the Great U-Turn: Income Inequality in U.S.
Counties, 1970 to 1990. American Sociological Review, Vol. 62, No. 1 (Feb., 1997), 12-33.
Pradnyadewi, D. (2010). Pengaruh IPM, Biaya Infrastruktur, Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap
Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Provinsi Bali. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitasi Udayana,
255-285.
Rencher, A. C. (2002). Methods of Multivariate Analysis. United States: A Wiley-Interscience Publication.
Sirojuzilam. (2010). Disparitas Ekonomi Wilayah Pantai Barat dan Pantai Timur Provinsi Sumatera Utara. Jurnal
Ekonom Vol. 13, 144-154.
Sutarto. (2004). Wacana Tandingan untuk Mendukung Pembangunan di Provinsi Jawa Timur dalam
Pendekatan. Jawa Timur: Provinsi Jawa Timur.
Tajerin, Fauzi, A., Juanda, B., & Adrianto, L. (2013). Tendensi Proses Konvergenso dan Penentu Pertumbuhan
Ekonomi Wilayah Pulau Utama di Indonesia 1985-2010. Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan Perikanan, 167-
183.
Todaro, M. P. (2014). Economic Development. New York : Pearson.
Wooldridge, J. M. (2013). Introductory Econometrics. -:
523