Anda di halaman 1dari 40

KESEIMBANGAN KECERDASAN

Tugas ini disusun untuk memenuhi Tugas Kelompok


Mata Kuliah Bimbingan Konseling Yang diampu oleh
Dra. Zikri Neni Iska, M.Pd.

PGMI VI A
Kelompok 5 :

Dwi Yuniarni 11170183000036


Hilda Hayatun Nufus 11170183000037
Ayu Ristia 11170183000038
Uhti Jahrotunisa 11170183000039
Ardiani 11170183000040
Anisa Kurnia 11170183000041
Rahmawati 11170183000042
Nuraini Mufliha 11170183000060

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MI


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2020 M / 1441 H
Kata Pengantar

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, atas izin-Nya saya sekalian dapat
menyelesaikan makalah “Keseimbangan Kecerdasan”, yang mungkin masih banyak
kekurangan. Tak lupa pula kami mengucapkan banyak terimakasih kepada Dosen dan
referensi.
Pada penulisan makalah ini, kami mendapatkan banyak kendala, namun
memotivasi kami untuk berjuang menyelesaikan makalah ini. Kendati demikian, dibalik
kendala tersebut Alhamdulillah kami akhirnya telah menyelesaikan makalah ini.
Di lain hal kami sangat menyadari bahwa dalam penyelesaian makalah ini, masih
sangat banyak terdapat kekurangan, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak untuk penyempurnaan makalah ini. Kami berharap
makalah ini dapat menambah pengetahuan yang membaca dan bermanfaat.

Jakarta, 30 April 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ....................................................................................... i


Daftar Isi ................................................................................................. ii
BAB I Pendahuluan ................................................................................
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 1
C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 2
BAB II Pembahasan ...............................................................................
A. Kecerdasan Intelektual ................................................................. 3
B. Kecerdasan Emosional ................................................................. 11
C. Kecerdasan Religius ..................................................................... 18
D. Kecerdasan Sosial ........................................................................ 25
BAB III Penutup .....................................................................................
A. Kesimpulan .................................................................................. 34
B. Saran ............................................................................................. 34
C. Daftar Pustaka .............................................................................. 35

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap anak yang dilahirkan ke dunia ini sudah dibekali dengan satu
triliun sel neuron yang terdiri dari seratus miliar sel aktif dan sembilan ratus
miliar sel pendukung yang kesemuanya berkumpul di otak dan setiap anak
yang terlahir telah memiliki kecerdasan yang akan dapat diasah ketika seorang
anak itu memasuki usia belajar.
Kecerdasan yang dimiliki sejak mereka lahir akan dapat terus
berkembang seiring berjalannya waktu dan peristiwa yang dilalui. Adapun
kecerdasan yang ada pada setiap manusia antara lain Kecerdasan Intelektual,
Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Religius, dan Kecerdasan Sosial.
Kecerdasan-kecerdasan tersebut bisa bertambah bahkan berkurang, sesuai
dengan apa yang mempengaruhinya.
Mereka lahir dengan membawa potensi luar biasa yang berarti telah
membawa kebermaknaan hidup. Oleh karena itu, tugas pendidik adalah
mengembangkan kebermaknaan tersebut secara optimal sehingga mereka
dapat berkiprah dalam memajukan bangsa dan negara. penting bagi guru untuk
mengetahui tentang kecerdasan yang dimiliki pada masing-masing anak.
Mengenai seperti apa klasifikasi dan ciri-cirinya. Berikut akan di paparkan
dalam materi makalah ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Kecerdasan Intelektual?
2. Apa yang dimaksud dengan Kecerdasan Emosional?
3. Apa yang dimaksud dengan Kecerdasan Religius?
4. Apa yang dimaksud dengan Kecerdasan Sosial?

1
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apa itu Kecerdasan Intelektual.
2. Untuk mengetahui apa itu Kecerdasan Emosional.
3. Untuk mengetahui apa itu Kecerdasan Religius.
4. Untuk mengetahui apa itu Kecerdasan Sosial.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kecerdasan Intelektual (Intelligence Quotient)


1. Pengertian Kecerdasan Intelektual
Konsep IQ (kecerdasan intelektual) lahir dari neo-cortex atau
lapisan terluar otak manusia yang mampu berhitung, belajar aljabar,
mengoperasikan komputer, belajar bahasa, dan lainnya.1 Setiap anak yang
dilahirkan ke dunia ini sudah dibekali dengan satu triliun sel neuron yang
terdiri dari seratus miliar sel aktif dan sembilan ratus miliar sel pendukung
yang kesemuanya berkumpul di otak.2 Kecerdasan intelektual dalam ilmu
pengetahuan biasanya mengacu pada apa yang biasa kita sebut dengan
kecerdasan akademik atau kecerdasan kognitif. Kecerdasan intelektual juga
biasa disebut dengan inteligensi, istilah ini dipopulerkan oleh Francis Galton
yang merupakan seorang ilmuan dan ahli matematika dari Inggris.
Menurutnya, inteligensi merupakan kemampuan kognitif yang dimiliki oleh
organisme untuk menyesuaikan diri serta dipengaruhi oleh faktor genetik.3
Intelligence Quotient (IQ) adalah istilah umum yang digunakan
untuk menjelaskan sifat pikiran yang mencakup sejumlah kemampuan,
seperti kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah,
berpikir abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa, daya tangkap,
dan belajar. Kecerdasan erat kaitannya dengan kemampuan kognitif
(menulis, membaca, menghafal, menghitung dan menjawab) yang dimiliki
oleh individu.
Kecerdasan tersebut dikenal dengan kecerdasan rasional karena
menggunakan potensi rasio dalam memecahkan masalah. Penilaian

1
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power, (Jakarta: Arga,
2007), h.60.
2
Akhmad Muhaimin Azzet, Mengembangkan Keceerdasan Spiritual Bagi Anak,
(Yogyakarta: Katahati, 2010), h.15.
3
Marsuki TSP., Kualitias Kecerdasan Intelektual Generasi Pembaru Masa Depan,
(Malang: UB Press, 2014), h. 10.

3
kecerdasan dapat dilakukan melalui tes atau ujian daya ingat, daya nalar,
penguasaan kosa kata, ketepatan menghitung, dan mudah atau tidaknya
dalam menganalisis data. Dengan ujian maka dapat dilihat tingkat
kecerdasan intelektual seseorang.
Menurut berbagai penelitian, IQ hanya berperan dalam kehidupan
manusia dengan besaran maksimum 20%, bahkan hanya 6% menurut
Steven J.Stein, Ph.D. dan Howard E. Book, M.D.4 Kecerdasan intelektual
adalah aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas
seseorang dalam pembelajaran. Namun, kecerdasan intelektual (IQ) tidak
dapat dijadikan ukuran dalam menentukan kesuksesan seseorang dalam
hidup bermasyarakat. Banyak orang yang memiliki IQ biasa namun dia
menjadi seseorang yang sukses, begitu juga sebaliknya banyak orang yang
memilki IQ tinggi namun kalah dalam persaingan pekerjaan.

2. Mengukuran Kecerdasan Intelektual


Kecerdasan intelektual dapat diketahui melalui penggunaan tes
inteligensi. Tes Intelegensi merupakan tes yang mengungkapkan intelegensi
untuk mengetahui sejauh mana kemampuan umum seseorang untuk
memperkirakan apa - kah suatu pendidikan atau pelatihan tertentu dapat
diberikan kepadanya. Nilai tes intelegensi seringkali dikaitkan dengan umur
dan menghasilkan IQ untuk mengetahui bagaimana kedudukan relative
orang yang bersangkutan dengan kelompok orang sebayanya.5
Tes ini dirancang sedemikian rupa sehingga menyerupai satu alat
ukur terpadu untuk melihat tingkat kemampuan yang ada pada diri seorang
individu. Tes untuk mengukur kemampuan inteligensi seseorang tidak ada
yang sempurna. Dalam hal ini diketahui bahwa ebilitas mental yang sangat
kompleks menjadikan pengukuran hanya sebatas disusun, dibentuk dan
dilengkapi.

4
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power, (Jakarta: Arga,
2007), h. 61.
5
Nur’aeni, TES PSIKOLOGI: Tes Inteligensi dan Tes Bakat, (Purwokerto: UM Porwokertp
Press, 2012), h. 23.

4
Untuk mengukur tingkat inteligensi anak, dapat digunakan tes IQ
(Intelligence Quotient) misalnya dari Binet Simon. Tes Binet Simon adalah
tes inteligensi yang pertama sekali dipublikasikan pada tahun 1905 di Paris-
Prancis. Alfred Binet menggambarkan inteligensi sebagai sesuatu yang
fungsional, inteligensi menurut Binet atas tiga komponen yaitu kemampuan
untuk mengarahkan pikiran atau tindakan, kemampuan untuk mengubah
arah tindakan bila tindakan tersebut telah dilaksanakan dan kemampuan
untuk mengkritik diri sendiri. Tes Binet yang digunakan di Indonesia saat
ini adalah Stanford Binet Intelligence Scale Form L-M, yaitu revisi ketiga
dari Terman dan Merril pada tahun 1960.6 Kusien intelegensi Binet Simon
diperoleh dengan membagi usia mental dengan usia kronologis, lalu
diperkalikan dengan angka 100: 7

𝑚𝑒𝑛𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑔𝑒 (𝑢𝑠𝑖𝑎 𝑚𝑒𝑛𝑡𝑎𝑙)


𝐼𝑄 = × 100
𝐶ℎ𝑟𝑜𝑛𝑜𝑙𝑜𝑔𝑖𝑐𝑎𝑙 𝑎𝑔𝑒 (𝑢𝑠𝑖𝑎 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑛𝑔𝑔𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎)

Berdasarkan hasil tes intelegensi Binet Simon, maka tingkat intelegensi


diklasifikasikan sebagai berikut:
Intelligence Quotient (IQ) Klasifikasi
≥140 Jenius
130-139 Gifted
120-129 Cerdas (Superior)
110-119 Di atas rata-rata (above average)
90-109 Rata-rata (normal)
80-89 Di bawah rata-rata (below average)
70-79 Bodoh (dull/borderline)
Moron atau Debil (mentally handicapped
50-69
/mentally retarded)

6
Nur’aeni, TES PSIKOLOGI : Tes Inteligensi dan Tes Bakat, (Purwokerto: UM
Porwokertp Press, 2012), h.25.
7
Kartini Kartono, Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), h.253

5
30-49 Imbecile
0-29 Idiot

3. Indikator Kecerdasan Intelektual


Dalam penelitian Wiramihardja (2003) menunjukan hasil korelasi
positif yang signifikan untuk semua hasil tes dari indikator kecerdasan
terhadap prestasi kerja dan variabel kemauan. Adapun indikator kecerdasan
intelektual yang dimaksud, antara lain:
a. Kemampuan figural yaitu pemahaman dan nalar di bidang bentuk.
b. Kemampuan verbal yaitu pemahaman dan nalar di bidang bahasa.
c. Kemampuan numerik yaitu pemahaman dan nalar di bidang numerik
atau yang berkaitan dengan angka.8

4. Fungsi Kecerdasan Intelektual


Pada dasaranya setiap manusia merupakan makhluk yang diberi akal
lebih tinggi di banding makhluk yang lain. Akal tersebut dapat membentuk
sebuah kecerdasan yang biasa disebut dengan kecerdasan intelektual,
adapun fungsi kecerdasan intelektual adalah: a. Menyimpan pengetahuan b.
Mendapatkan pengetahuan yang baru c. Dapat memahami sesuatu dengan
pemaknaan yang lebih dalam d. Dapat meingkatkan pengetahuan.9

5. Faktor-faktor yang Mempemgaruhi Kecerdasan Intelektual


Inteligensi individu dengan individu yang lainnya cenderung
berbeda-beda. Hal ini karena adanya beberapa faktor yang
mempengaruhinya. Menurut Purwanto, kecerdasan intelektual manusia
dipengaruhi oleh beberapa factor, antara lain:10
a. Faktor pembawaan

8
Marsuki TSP, Kualitias Kecerdasan Intelektual Generasi Pembaru Masa Depan,
(Malang: UB Press, 2014), h. 12.
9
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Grafindo Persada, 2006), h. 91.
10
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), h.
55-56.

6
Pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan ciri-ciri yang dibawa sejak
lahir, yakni dapat tidaknya memecahkan suatu soal, pertama-tama
ditentukan oleh pembawaan kita.
b. Faktor kematangan
Organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan
perkembangan. Setiap organ manusia baik fisik maupun psikis, dapat
dikatakan telah matang jika ia telah tumbuh atau berkembang hingga
mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing.
Kematangan berhubungan dengan umur.
c. Faktor pembentukan
Pembentukan adalah segala keadaan diluar diri seseorang yang
mempengaruhi perkembangan inteligensi.
d. Faktor minat dan pembawaan yang khas
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan
dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia berinteraksi dengan
dunia luar. Motif menggunakan dan menyelidiki dunia luar (manipulate
and exploring matives). Dari manipulasi dan eksplorasi yang dilakukan
terhadap dunia luar, akan timbul minat terhadap sesuatu. Minat
seseorang akan mendorong untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.
e. Faktor kebebasan
Pada faktor ini, manusia dapat memilih metode tertentu dalam
memecahkan masalah yang dihadapi.
Kelima faktor itu saling terkait satu dengan yang lain. Jadi, untuk
menentukan kecerdasan seseorang, tidak dapat hanya berpedoman kepada
salah satu faktor tersebut. Inteligensi merupakan factor total. Seluruh
pribadi turut serta dalam perbuatan inteligensi seseorang.

7
6. Dalil Naqli Kecerdasan Intelektual
Di dalam Al-Qur’an Allah berfirman mengenai pentingnya kecerdasan
intelektual: 11

Artinya: “(apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah
orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri,
sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat
Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui
dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang
berakallah yang dapat menerima pelajaran” (Q.S. Az-Zumar: 9)
Ayat tersebut menjelaskan perbandingan antara orang-orang musrik
yang mengikuti hawa nafsu dengan orang-orang beriman, serta
membandingkan yang berilmu dan tidak berilmu. Sebagaimana Allah
sampaikan bahwa bila kita pikirkan dengan hati dan akal, tentu orang-orang
yang beriman terutaman mereka yang sgalah diwaktu malam serta takut
pada Allah SWT adalah orang-orang yang beruntung. Orang yang beriman
dan berilmu akan memilih sesuatu yang lebih besar yaitu balasan Allah yang
kekal daripada sesuatu yang hanya sementara. Allah SWT juga menyatakan
bahwa orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran, baik
pelajaran dari pengalaman hidupnya atau dari tanda-tanda kebesaran Allah
yang terdapat di langit dan bumi serta isinya, juga terdapat pada dirinya atau
suri tauladan dari kisah umat yang lalu.

11
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: Kumudasmoro
Grafindo, 1994), h. 455.

8
Terdapat sejumlah hadis yang sudah populer di kalangan kaum
Muslimin tentang hal ini, misalnya hadis dari Ibnu Abbas RA sebagai
berikut:12

Diriwayatkan dari Ibn Abbas RA bahwa ada suatu kaum yang memikirkan
Allah Azza Wajalla, maka Nabi SAW bersabda: pikirkanlah tentang ciptaan
Allah dan jangan kalian pikirkan tentang Allah, karena sesungguhnya
kalian tidak akan sanggup (memikirkannya.) Hadis Riwayat Abu Nu’ain
dan Baihaqi.
Pada riwayat lain disebutkan:13

“Rasulullah suatu hari melewati sekelompok orang yang tengah berpikir.


Maka Rasulullah bertanya: “Tentang apa yang sedang kalian
perbincangkan?” Mereka menjawab, “Kami memikirkan tentang ciptaan
Allah ‘Aza wa Jalla”. Rasul bersabda, “Kalau demikian lakukanlah,
pikirkanlah diriwayatkan dari Ibn Abbas RA bahwa ada suatu kaum yang

12
Faisal, Kecerdasan Intelektual Rasulullah Saw; Perspektif Hadis, Jurnal Ulunnuha,
Vol.6, No.2/ Desember 2016, h. 13.

9
memikirkan Allah Azza Wajalla, maka Nabi SAW bersabda: pikirkanlah
tentang ciptaan-Nya dan jangan kalian pikirkan tentang-Nya.”
Dari hadist tersebut dapat dijelaskan bahwa umat manusia
hendaknya memikirkan tentang ciptaan Allah bukan Allah semata karena
kita tidak akan mampu memikirkannya. Memikirkan kekuasaan Allah, dari
ciptaan-Nya. Misalnya, Al-Mushawir, Allah Maha Membentuk. Kita
hendaknya berfikir, bahwa bentuk manusia sempurna. Tetapi, kita tidak
boleh memikirkan bentuk Allah, tidak boleh menyamakan Allah dengan
makhluknya.
Sebuah hadis menceritakan tentang kewajiban berfikir atau
menggunakan kecerdasan intelektual dalam memahami alam raya, sebagai
suatu perintah agama. Hadis yang diriwayatkan Ibn Hibban yang berasal
dari Saiyidatina Aisyah tersebut menceritakan tentang Rasulullah yang pada
suatu malam menangis dan tidak meninggalkan tempat sholat lail hingga
subuh datang. Ketika Aisyah menanyakana mengapa Baginda menangis
padahal Allah telah mengampuni dosanya yang telah berlalu mau pun yang
akan datang, Rasulullah SAW menjawab, “tidak bisakah aku menjadi
hamba yang bersyukur? dan kenapa aku tidak berbuat demikian? sedangkan
pada malam ini telah turun ayat padaku”. Selanjutnya Rasulullah bersabda,
“celakalah bagi orang yang membacanya dan tidak memikirkannya”.
Penjelasan Rasul ini menunjukkan bahwa menggunakan akal fikiran atau
intelektualitas dalam memahami dan mengimplementasikan firman Allah
SWT adalah sebuah kewajiban bagi seorang Muslim.

10
B. Kecerdasan Emosional
1. Pengertian Kecerdasan Emosional
EQ atau yang biasah dikenal dengan kecerdasan emosional adalah
sebuah kemampuan untuk mendengarkan bisikan emosi dan
menjadikannya sebagi sumber informasi penting untuk memahami diri
sendiri dan orang lain demi mencapai suatu tujuan.14
Kecerdasan emosional adalah kecerdasan qalbu yang berkaitan
dengan pengendalian nafsu-nafsu impulsif dan agresif. Kecerdasan ini
mengarahkan seseorang untuk bertindak secara hati-hati, waspada, tenang,
sabar dan tabah ketika mendapat musibah, dan berterima kasih ketika
mendapat kenikmatan.15
Dalam kecerdasan emosional ada lima komponen pokok yaitu
kesadaran emosi, manajemen emosi, motivasi, empati dan mengatur
hubungan sosial. EQ pertama kali digagas oleh Daniel Goleman.16
Daniel Goleman17 mengungkapkan bahwa kecerdasan emosi adalah:
a. Kemampuan seseorang untuk mengenali emosi pribadinya sehingga
tahu kelebihan dan kekurangnnya.
b. Kemampuan sesorang untuk mengelola emosi tersebut.
c. Kemampuan seseorang untuk memotivasi dan memberikan dorongan
untuk maju kepada diri sendiri.
d. Kemampuan seseorang untuk mengenal emosi dan kepribadian orang
lain
e. Kemampuan seseorang untuk membina hubungan dengan pihak lain
secara baik.

14
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power, (Jakarta: Arga,
2007), h. 62.
15
Abdul Mujid, dkk. Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo, 2002), h.
328.
16
Akhmad Muhaimin Azzet, Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Bagi Anak,
(Yogyakarta: Katahati, 2010), h. 31.
17
Hariwijaya, Tes Kecerdasan Emosional, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h.7.

11
Agus Efendi juga mengutip pendapat Daniel Goleman yang
mempunyai daftar emosi yang relatif lengkap. Daftar emosi tersebut
berikut cabang-cangnya adalah sebagai berikut :18
1 Amarah (Anger) ; beringas (fury), mengamuk (autrage), benci
(resentment), marah besar (wrath), jengkel (exasperation), kesal hati
(indigination), terganggu (vexation), rasa pahit (acrimony), berang
(animosity), tersinggung (annoyance), bermusuhan (irritability),
kekerasan (hostility), kebencian patologis (violence).
2 Kesedihan (Sadness) : pedih (grief), sedih (sorrow), muram
(cheerlessness), suram (gloom), melankolis (melancholy),
mengasihani diri (self-pity), kesepian (leneliness), ditolak (dejection),
putus asa (despair), depresi berat (depression).
3 Rasa takut (Fear) : cemas (anxiety), takut (apprehension), gugup
(nervouness), khawatir (concern), waswas (consternation), perasaan
takut sekali (misgiving), khawatir (wariness), waspada (qualm), sedih
(edgness), tidak tenang (dread), ngeri (frigth), takut sekali (terror),
sampai dengan paling parah, fobia (phobia), dan panik (panic).
4 Kenikmatan (Enjoyment) : bahagia (happiness), gembira (joy), ringan
(relief), puas (contentment), riang (blis), senang (delight), terhibur
(amusement), bangga (pride), kenikmatan indrawi (sensual pleasure),
takjub (thrill), rasa terpesona (rapture), rasa puas (gratification), rasa
terpenuhi (satisfaction), kegiranga luar biasa (euphoria), senang
(whismy), senang sekali (ecstasy), hingga yang ekstrim, mania
(mania).
5 Cinta (Love) : penerimaan (acceptance), persahabatan (friendliness),
kepercayaan (trust), kebaikan hati (kindness), rasa dekat
(affinity), bakti (devotion), hormat (adoration), kasmaran
(infatuation), kasih (agape).

18
Agus Efendi, Revolusi Kecerdasan Abad 21, (Bandung, Alfabeta, 2005), Cet. I, h. 177.

12
6 Terkejut (Surprise) : terkejut (shock), terkesiap (astonishment), takjub
(amazement), terpana (wonder).
7 Jengkel (Disgust) : hina (contempt), jijik (disdain), muak (scorn),
benci (abborrence), tidak suka (aversion ), mau muntah (distaste),
tidak enak perasaan (revulsion).
8 Malu (Shame) : rasa salah (guilt), malu hati (ambarrassment), kesal
hati (chogrin), sesal ( remorse), hina (humiliation), aib (regret), hati
hancur lebur (mortification), perasaan sedih atau dosa yang
mendalamn (cotrition)

2. Faktor- Faktor Kecerdasan Emosi


Kecerdasan emosional perlu dikembangkan sejak dini karena
merupakan salah satu faktor yang membentuk karakter seseorang di masa
yang mendatang. Adapun kecerdasan emosional dipengaruhi oleh
beberapa hal antara lain:
a. Keluarga
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam upaya
mengembangkan pribadi anak. Perawatan orang tua yang penuh kasih
sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama
maupun sosial budaya yang diberikannya merupakan faktor yang
kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota
masyarakat yang sehat.
b. Lingkungan pendidikan
Pendidikan memegang peranan penting dalam mempengaruhi emosi
seorang anak karena lingkungan pendidikan menjadi rumah asupan
kedua bagi anak untuk mengembangkan emosi yang dimiliki
c. Masyarakat19
Manusia mendapatkan gelar makhluk sosial yang selalu menjalin
hubungan dengan manusia lainyya. Dalam hidup bersosial, seseorang

19
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2000), h. 37.

13
menjalin hubungan yang luas dengan masyarakat. Apapun yang ada
di masyarakat begitu mudah mempengaruhi perkembangan emosi
seseorang seperti masyarakat kota yang terkenal dengan gaya hidup
konsumtif membuat seseorang dapat terpengaruh untuk melakukan
hal yang serupa.

3. Indikasi/ Ciri-Ciri Kecerdasan Emosional


Seseorang akan memiliki kecerdasan emosi yang berbeda-beda.
Ada yang rendah, sedang maupun tinggi. Ciri-ciri kecerdasan emosi yang
tinggi antara lain:
a. Optimal dan selalu berpikir positif pada saat menangani situasi-situasi
dalam hidup. Seperti menagani peristiwa dalam hidupnya dan
menangani tekanan-tekanan masalah pribadi yang dihadapi.
b. Terampil dalam membina emosi Terampil di dalam mengenali
kesadaran emosi diri dan ekspresi emosi dan kesadaran emosi
terhadap orang lain.
c. Optimal pada kecakapan kecerdasan emosi meliputi : intensionalitas,
kreativitas, ketangguhan, hubungan antar pribadi, ketidakpuasan
konstruktif
d. Optimal pada emosi belas kasihan atau empati, intuisi, kepercayaaan,
daya pribadi, dan integritas.
e. Optimal pada kesehatan secara umum kualitas hidup dan kinerja yang
optimal.
Adapun ciri-ciri seseorang dikatakan memiliki kecerdasan emosi
yang tinggi apabila ia secara sosial mantap, mudah bergaul dan jenaka.
Tidak mudah takut atau gelisah, mampu menyesuaikan diri dengan beban
stres. Memiliki kemampuan besar untuk melibatkan diri dengan orang-
orang atau permasalahan, untuk mengambil tanggung jawab dan memiliki
pandangan moral. Kehidupan emosional mereka kaya, tetapi wajar,
memiliki rasa nyaman terhadap diri sendiri, orang lain serta

14
lingkungannya20. Seseorang dikatakan memiliki kecerdasan emosi rendah
apabila seseorang tersebut tidak memiliki keseimbangan emosi, bersifat
egois, berorientasi pada kepentingan sendiri.Tidak dapat menyesuaian diri
dengan beban yang sedang dihadapi, selalu gelisah.Keegoisan
menyebabkan seseorang kurang mampu bergaul dengan orang-orang
disekitarnya.Tidak memiliki penguasaan diri, cenderung menjadi budak
nafsu dan amarah. Mudah putus asa dan tengelam dalam kemurungan.
Yasin menyebutkan bahwa kecerdasan emosi memiliki lima ciri
pokok, yaitu:21
a. Kendali diri
Kendali diri adalah pengendalian tindakan emosional yang
berlebihan. Tujuannya adalah keseimbangan emosi, bukan
menekannya karena setiap perasaan mempunyai nilai dan makna
tertentu bagi kehidupan manusia.
b. Empati
Empati adalah memahami perasaan dan masalah orang lain, berpikir
dengan sudut pandang orang lain dan menghargai perbedaan perasaan
orang mengenai beberapa hal.
c. Pengaturan diri
Pengaturan diri adalah menangani emosi kita sehingga berdampak
positif kepada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup
menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran, mampu
pulih kembali dari tekanan emosi.
d. Motivasi
Motivasi adalah menggunakan hasrat kita yang paling dalam untuk
menggerakkan dan menuntun kita menuju sasaran, membantu kita
mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif, serta untuk bertahan
menghadapi kegagalan dan frustasi.

20
Daniel Goleman, Kecerdasan Emosi: Untuk Mencapai Puncak Prestasi. Terjemahan
Alex Tri Kantjono, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 60-61.
21
Yasin Musthofa, EQ untuk Anak Usia Dini dalam Pendidikan Islam, (Yogyakarta:
Sketsa, 2007), h. 42-47.

15
e. Keterampilan sosial
Keterampilan sosial adalah menangani emosi dengan baik ketika
berhubungan dengan orang lain dan cermat membaca situasi serta
jaringan sosial.

4. Kecerdasan Emosional Dalam Al-Quran


Kecerdasan Emosional (EQ) yang diungkap oleh Al-Quran dalam ayat-
ayat yang diberi stressing dengan menggunakan kata yang memiliki
makna kecerdasan seperti tafakkur dan sejenisnya, seperti pada Surat al-
Rum : 21 berikut ;

‫س ُكنُوا إِلَ ْي َها َو َج َع َل بَ ْينَ ُك ْم‬ ً ‫س ُك ْم أَ ْز َو‬


ْ ‫اجا ِل َت‬ ِ ُ‫ق لَ ُك ْم ِمنْ أَ ْنف‬
َ َ‫َو ِمنْ آيَا ِت ِه أَنْ َخل‬
َٰ
ٍ ‫َم َو َّدةً َو َر ْح َمةً ۚ إِنَّ فِي َذ ِل َك ََليَا‬
َ‫ت لِقَ ْو ٍم يَتَفَ َّك ُرون‬
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di
antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar tgerdapat tanda-tanda bagi kaum Yang berfikir”(Q.S. Al-
Rum/30 : 21).22
Pada ayat tersebut, Allah swt. mengingatkan kepada orang-orang yang
berfikir, bahwa mereka telah diberikan nikmat cinta dan kasih sayang,
yang mesti dikelola dengan sebaik-baiknya. Apabila mereka
menggunakan kecerdasan emosionalnya dengan mengendalikan
emosinya, mengelola cintanya dengan sebaik-baiknya, maka akan
melahirkan kedamaian dan ketentraman.
Firman Allah swt. (Q.S. Ali Imran : 118) diakhiri dengan kata
“afala ta’qilun” dan “in kuntum ta’qilun” membrikan dorongan agar

Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemah, (Pustaka Al-Kautsar : Jakarta,
22

2009), h.407.

16
memiliki kecerdasan emosional, artinya mengendalikan dan mengelola
emosi ketika berhadapan dengan orang-orang munafik. 23

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil


menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu
(karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan
bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata
kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati
mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu
ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.”
Orang munafik adalah orang yang sangat berbahaya, lebih
berbahaya jika dibandingkan dengan orang kafir, sebagaimana
diungkapkan keburukan dan kejahatannya itu di awal Surat al-Baqarah
ayat 8 – 20.
Rasulullah saw. Bersabda:24

‫آية المنافق ثالث إذا حدث كذب وإذا وعد أخلف وإذا اؤتمن خان‬
“Tanda orang munafiq ada tiga perkara : apabila bicara dia
bohong, apabila berjanji dia mengingkari, dan apabila dipercaya ia
mengkhiyanati” (H.R. Bukhari).
Di dalam Al-Qur’an, aktifitas kecerdasan emosional seringkali
dihubungkan dengan kalbu. Oleh karena itu, kata kunci utama EQ di dalam
Al-Qur’an dapat ditelusuri melalui kata kunci “kalbu” dan tentu saja
dengan istilah-istilah lain yang mirip dengan fungsi kalbu seperti jiwa,
intuisi, dan beberapa istilah lainnya.

23
Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemah, (Pustaka Al-Kautsar: Jakarta,
2009), h. 66.
24
Al-Bukhari, al-Jami’ ash-Shahih, (Beirut, Dar Ibn Katsir, 1987), Cet. III, Juz 1, h. 21.

17
Kalau kalbu (qalb) di atas dapat diartikan sebagai emosi maka
dapat difahami adanya emosi cerdas dan tidak cerdas. Emosi yang cerdas
dapat dilihat pada sifat-sifat emosi positif dan emosi yang tidak cerdas
pada sifat-sifat emosi negatif25.
Daniel Golemen, dalam bukunya Emotional Intelligence (1994)
menyatakan bahwa “kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya
sekitar 20 % dan sisanya yang 80 % ditentukan oleh serumpun faktor-
faktor yang disebut Kecerdasan Emosional. Dari nama teknis itu ada yang
berpendapat bahwa kalau IQ mengangkat fungsi pikiran, EQ mengangkat
fungsi perasaan. Orang yang ber-EQ tinggi akan berupaya menciptakan
keseimbangan dalam dirinya; bisa mengusahakan kebahagian dari dalam
dirinya sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu
yang positif dan bermanfaat.

C. Kecerdasan Religius
1. Pengertian Kecerdasan Religius
Menurut kamus besar bahasa indonesia, kecerdasan adalah
kesempurnaan perkembangan akal budi (seperti
kepandaian,ketajaman,pikiran) sedangkan religius adalah kegiatan yang
bersifat keagamaan. Jadi kecerdasan religius merupakan kesempurnaan
kepandaian yang bersifat keagamaan.
Kecerdasan religious/spiritual bertumpu pada ajaran cinta Allah
(mahabbah ilahiyah). Cinta yang dimaksudkan adalah keinginan untuk
memberi dan tidak memiliki pamrih untuk memperoleh imbalan. Mereka
yang cerdas secara ruhaniah adalah tipe jiwa yang tenang (nafsu
muthmainnah), karena mereka sadar bahwa hidup hanyalah kedipan mata
bergerak, kemudian diam, gemuruh lantas senyap, hidup yang mengabdi
kemudian mati abadi.

25
Abid Rohman, Diktat Tafsir Tematik Psikologi h. 105-106.

18
Beberapa ahli mengemukakan pendapat tentang kecerdasan
spiritual menurut tinjauan terminologi, antara lain:
a. Danah Zohar dan Ian Marshall
Danah Zohar dalam penjelasannya, ia lebih menekankan aspek nilai
dan makna sebagai unsur penting dari kecerdasan spiritual. SQ yang
mereka maksudkan adalah: kecerdasan untuk menyelesaikan masalah
makna dan nilai, kecerdasan untuk memposisikan perilaku dan hidup
kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk
menaksir bahwa suatu tindakan atau jalan hidup tertentu lebih
bermakna dari pada yang lain. SQ adalah fondasi yang diperlukan
untuk memfungsikan IQ.26
b. Ary Ginanjar Agustian
Kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna
ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-
langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah menuju manusia yang
seutuhnya (hanif), dan memiliki pola pemikiran tauhid (integralistik)
serta berprinsip “hanya karena Allah”.27
c. Sukidi
Kecerdasan ruhaniah adalah suatu dimensi manusia nonmaterial jiwa
manusia yang merupakan intan yang belum terasah yang dimiliki oleh
semua manusia. Ia harus dikenali dan diketahui seperti apa adanya,
menggosoknya sehingga mengkilap dengan tekad yang besar dan
menggunakannya untuk memperoleh kebahagiaan yang abadi. Seperti
dua bentuk kecerdasan lainnya (maksudnya IQ dan EQ), kecerdasan
spiritual dapat ditingkatkan dan diturunkan. Kemampuannya untuk
ditingkatkan tampaknya tidak terbatas.28

26
Danah Zohar dan Ian Marshal, SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berfikir
Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, (Bandung: Mizan, 2001), h. 5.
27
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual
ESQ Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, (Jakarta: Arga, 2002), h.57.
28
Sukidi, Kecerdasan Spiritual, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002), h.77

19
d. Gay Hendricks dan Kate Ludeman
Seperti yang dikutip oleh Abdul Wahid Hasan adalah roh atau
spirit yang bisa memberikan energi jiwa dahsyat sehingga melahirkan
optimisme, motivasi atau semangat, disiplin, integritas,kejujuran.29
Dari beberapa pengertian tentang kecerdasan spiritual secara
terminologi yang diutarakan oleh beberapa ilmuwan, dapat
disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual adalah suatu kecerdasan
(kemampuan) yang terdapat dalam diri seseorang yang dapat
ditunjukkan melalui perilaku-perilaku keruhaniahan atau keagamaan.
Kecerdasan spiritual merupakan kemampuan tertinggi yang dimiliki
oleh suatu individu yang dapat memfungsikan kecerdasan intelektual
dan emosional secara efektif melalui rasa cinta dan kasih sayang
kepada sesamanya karena kesalehannnya terhadap Allah.

2. Faktor-faktor Kecerdasan Religius


Faktor Pendukung
Faktor pendukung seperti: sumber kecerdasan itu sendiri (God-Spot),
potensi qalbu (hati nurani) dan kehendak nafsu.
a. God- Spot (Titik Tuhan)
Seorang ahli syaraf dari California University yaitu Prof.
V.S.Ramachandran telah berhasil mengidentifikasi God-Spot dalam
otak manusia, yang merupakan pusat spiritual terletak antara jaringan
saraf dan otak.16Dalam peneltiannya Ramachandra menemukan
adanya bagian dalam otak, yaitu lobus temporal yang meningkat ketika
pengalaman religius atau spiritual berlangsung.Dia menyebutnya
sebagai titik Tuhan atau God-Spot. Titik Tuhan memainkan peran
biologis yang menentukan dalam pengalaman spiritual.
b. Potensi Qalbu

29
Abdul Wahid Hasan, SQ Nabi : Aplikasi Strategi & Model Kecerdasan Spiritual (SQ)
Rasulullah di Masa Kini, (Yogyakarta : Ircisod, 2006), h. 78.

20
Menggali potensi qalbu, secara klasik sering dihubungkan dengan
‘polemos’ amarah, ‘eros’ cinta dan ‘logos’ pengetahuan. Padahal
dimensi qalbu tidak hanya mencakup atau dicakup dengan pembatasan
katagori yang pasti. Menangkap dan memahami pengertiannya secara
utuh adalah kemustahilan. Itu hanyalah sebagai asumsi dari proses
perenungan yang sangat personal karena didalam qalbu terdapat
potensi yang sangat multi dimensional. Diantaranya adalah sebagai
berikut:
c. Fu’ad
Merupakan potensi qalbu yang sangat berkaitan dengan indrawi,
mengolah informasi yang sering dilambangkan berada dalam otak
manusia (fungsi rasional kognitif). Fu’ad memberi ruang untuk akal,
berpikir, bertafakur, memilih dan memilah seluruh data yang masuk
dalam qalbu. Sehingga lahirlah ilmu pengetahuan yang bermuatan
moral. Pengawas setia sang fu’ad adalah akal, zikir, pendengaran dan
penglihatan yang secara nyata yang sistimatis diuraikan dalam Al-
Qur’an. Fungsi akal adalah membantu fu’ad untuk menangkap seluruh
fenomena yang bersifat lahir, wujud, dan nyata dengan
mempergunakan fungsi nazharindra penglihatan.
e. Shadr
Shadr berperan untuk merasakan dan menghayati atau mempunyai
fungsi emosi (marah, benci, cinta, indah, efektif). Shadr adalah dinding
hati yang menerima limpahan cahaya keindahan, sehingga mampu
menerjemahkan segala sesuatu serumit apapun menjadi indah dari
karyanya. Berbeda dengan Fu’ad yang berorientasi kedepan. Shadr
memandang pada masa lalu, kesejarahan, serta nostalgia melalui rasa,
pengalaman dan keberhasilan sebagai cermin. Dengan kompetensinya
untuk melihat dunia masa lalu, manusia mempunyai kemampuan untuk
menimbang, membanding dan menghasilkan kearifan.30

30
Abdul Wahid Hasan, SQ Nabi : Aplikasi Strategi & Model Kecerdasan Spiritual (SQ)
Rasulullah di Masa Kini, (Yogyakarta : Ircisod, 2006), h. 110.

21
f. Hawaa
Hawaa merupakan potensi qalbu yang mengarahkan kemauan. Di
dalamnya ada ambisi, kekuasaan, pengaruh, dan keinginan untuk
mendunia. Potensi hawaa cendrung untuk membumi dan merasakan
nikmat dunia yang bersifat fana. Fitrah manusia yang dimuliakan Allah,
akhirnya tergelincir menjadi hina dikarenakan manusia tetap terpikat
pada dunia. Potensi hawaa selalu ingin membawa pada sikap-sikap
yang rendah, menggoda, merayu dan menyesatkan tetapi sekaligus
memikat. Walaupun cahaya di dalam qalbu pada fitrahnya selalu
benderang, tetapi karena manusia mempunyai hawaa ini, maka seluruh
qalbu bisa rusak binasa karena keterpikatan dan bisikan yang
dihembuskan setan kedalam potensi seluruh hawaa.

3. Indikasi/ Ciri-ciri Kecerdasan Religius


Indikasi orang yang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi
memiliki ciri-ciri tertentu. Mereka adalah orang yang fleksible. Tidak ada
orang yang dapat mengubah paradigma yang mereka miliki tanpa
fleksibilitas internal.31
Zohar dan Marshall32, menjelaskan bahwa indikasi dari kecerdasan
spiritual yang telah berkembang dengan baik mencakup hal-hal sebagai
berikut:
a. Kemampuan bersikap fleksible (adaptasi secara spontan dan aktif)
b. Tingkat kesadaran diri yang tinggi
c. Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit
d. Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai
e. Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu

31
Aliah Hasan, Purwakania, Psikologi Perkembangan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada,2008), h. 313.
32
Zohar, Danah & Marshall, Ian, SQ, Kecerdasan Spiritual, (Bandung: PT. Mizan Pustaka,
2007), h. 14.

22
f. Kecenderungan untuk melihat keterkaitan antara berbagai hal
(berpandangan holistik).
g. Kecenderungan nyata untuk bertanya “mengapa?” atau “bagaimana
jika?” untuk mencari jawaban-jawaban yang mendasar
h. Mandiri, menentang tradisi
Untuk mengetahui lebih jauh tentang keberadaan kecerdasan
spiritual yang sudah bekerja secara efektif atau yang sudah bergerak
kearah perkembangan yang positif di dalam diri seseorang, maka ada
beberapa indikator yang dapat diperhatikan:
Pertama, memiliki prinsip dan pegangan hidup yang jelas dan kuat;
berpijak pada kebenaran universal baik berupa cinta, kasih sayang,
keadilan, kejujuran, toleransi, integritas, dll. Semua itu menjadi bagian
terpenting dalam kehidupan seseorang. Ia akan bergerak di bawah
bimbingan dan kekuatan prinsip yang menjadi pijakannya.
Kedua, memiliki kemampuan untuk menghadapi dan
memanfaatkan penderitaan, memiliki kemampuan untuk menghadapi dan
melampaui rasa sakit (tranced pain). Berbagai penderitaan, halangan,
rintangan, dan tantangan yang hadir dalam kehidupannya adalah bagian
dari proses menuju kematangan kepribadian secara umum, baik
kematangan kepribadian secara intelektual, mental, moral-sosial, ataupun
spiritual.
Ketiga, mampu memaknai semua pekerjaan dan aktivitasnya dalam
kerangka dan bingkai yang lebih luas dan bermakna. Dengan motivasi
yang luhur dan suci, atau dalam bahasa agama dengan niat yang ihklas
demi memberi bukan menerima. Demi orang lain bukan semata-mata demi
dirinya atau demi kemanusiaan, bagi orang yang tidak beragama adalah
demi Tuhannya.
Keempat, memiliki kesadaran diri (self awareness) yang tinggi.
Apapun yang dilakukannya dengan penuh kesadaran.

23
4. Kecerdasan Religius dalam Al-qur’an
Spiritualitas dalam agama membawa konotasi bagaimana karakter
kepercayaan seseorang dalam hubungannya dengan Tuhan atau sistem
kepercayaannya. Saat ini, spiritualitas dalam agama juga sering dipandang
sebagai kepercayaan penganutnya yang lebih bersifat pribadi, tidak terlalu
dogmatik, dan lebih terbuka terhadap berbagai gagasan baru dan pengaruh
lain, lebih pluralistik daripada kepercayaan pada agama yang telah
terbentuk.33
Umat Islam mengasah psiritualitas keberagamaan melalui shalat,
seperti yang difirmankan Allah dalam QS. Ali Imron: 190-19134
Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang
berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka.”
Dalam Al-Qur’an diceritakan, bahwa manusia diciptakan dengan
ruh yang memiliki citra ke-Tuhanan. Dalam QS. Al-Sajdah: 7-9
Artinya: “Allah yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-
baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari (susunan) tanah (tin).
Kemudian dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina.
Kemudian Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati;
(tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.35
Namun karena manusia memiliki tubuh yang harus dipenuhi
kebutuhan fisiknya dan hal inilah maka manusia sering kali melakukan
tindakan yang tidak sesuai dengan perintah Allah, yang membuat dirinya
berada pada tahap perkembangan spiritual yang paling bawah. Allah

33
Aliah Hasan, Purwakania, Aliah, Psikologi Perkembangan Islam, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2008), h. 296.
34
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya : Pustaka Agung, 2006).
35
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya : Pustaka Agung, 2006)

24
menurunkan keimanan ke dalam hati mereka, agar manusia dapat
berkembang kembali pada tingkat spiritual yang lebih tinggi.
Dalam QS. Al-Mujadilah: 22 dinyatakan:

Artinya: “Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan


keimanan ke dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan ruh yang
datang daripada-Nya.
Dengan demikian, Islam mengajarkan adanya perbedaan tingkat
spiritualitas seseorang. Tingkat spiritualitas manusia dapat berubah dari
satu waktu ke waktu lain. Jadi, manusia mengalami perkembangan
spiritual dalam kehidupannya

D. Kecerdasan Sosial
1. Pengertian Kecerdasan Sosial
Kecerdasan sosial merupakam ilmu psikologi yang mempelajari
hubungan baik dengan manusia. Pandangan para ahli teori kecerdasan
tentang kemampuan sosial untuk bisa dipahami dengan baik dalam
konteks sejarah bidang mereka. Kecerdasan sosial menurut Thorndike
dalam Sunar adalah kemampuan untuk memahami dan mengelola
hubungan manusia. Kecerdasan sosial berarti orang yang mampu membuat
orang-orang yang berada disekitarnya merasa nyaman dan santai dengan

25
keberadaan dirinya.36 Lalu, Colwyn Trevarthen dalam Goleman37 dengan
mantap berpendapat bahwa gagasan-gagasan tentang pengertian sosial
yang bisa diterima secara luas tentang relasi manusia dan tempat emosi
dalam kehidupan sosial. Menurut Gardner, “Interpersonal intelligence
denotes person’s capacity to understand the intentions, motivations, and
desires of other people and, consequently, to work effectively with
others.”38 Kecerdasan interpersonal atau kecerdasan sosial adalah
kemampuan memahami orang lain dan dapat dengan mudah bekerja sama
dengan orang lain. Kecerdasan ini berkaitan dengan bagaimana cara
seseorang memahami niat, motivasi, dan keinginan orang lain serta akibat
dan efek sehimgga dapat bekerja secara efektif dengan orang lain.
Biasanya anak yang memiliki kecerdassan interpersonal memiliki empati
yang tinggi terhadap orang lain dan sering menjadi pemimpin.
Untuk menentukan hubungan baik antar manusia dalam konteks
ajaran agama Islam, ada baiknya kita kembali ke sumber Islam sendiri
yaitu al-Qur’an dan sunah Nabi Muhammad SAW. Yang dimaksud
kembali ke al-Qur’an dan Sunnah ialah baik dan buruk hubungan manusia
kepada manusia lainnya bukan dari sumber manusia itu sendiri
(antroposentrisme), tetapi baik dan buruk hubungan manusia harus
berlandaskan dari al-Qur’an dan Hadist.39 Allah berfirman dalam Q.S. al-
Baqarah:216

36
Hairul Anam dan Lia Ardillah, “Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kecerdasan
Intelektual, Kecerdasan Spiritual dan Kecerdasan Sosial Terhadap Pemahaman Akuntansi”, Jurnal
Sains Terapan, Juni No. 1 Vol. 2, h. 42.
37
Daniel Goleman, “Social Intelligence: The New Science of Human Relationship”,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007)
38
Hogward Gardner, Multiple Intelligence Intelligence Reframed for the 21st, (New York.
USA: Basic Books, 1999), h.43.
39
Faisal Faliyandra, “Konsep Kecerdasan Sosial Goleman dalam Perspektif Islam (Sebuah
Kajian Analisis Psikologi Islam”, 2019.

26
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan
boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu.allah
yang paling mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui”
Hal ini diharuskan karena ketika kita akan mengukur hubungan
baikdan buruk dari sudut pandang manusia maka akan terjadi perdebatan
yang tidak akan habis karena belum tentu apa yang dikatakan salah satu
manusia baik, belum tentu dapat diterima manusia dalam lingkungan
lainnya.

2. Faktor Kecerdasan Sosial


Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan sosial:40
a. Faktor Hereditas
Rini Hildayati dkk dalam bukunya mengatakan bahwa faktor
hereditas berhubungan dengan hal-hal yang diturunkan dari orangtua
kepada anak cucunya yang pemberian biologisnya sejak lahir. Islam
bahkan telah mengindikasikan pentingnya faktor hereditas dalam
perkembangan anak sejak 14 abad yang lalu. Nabi Muhammad SAW,
bersabda: “Menikahlah kalian dengan sumber (penghentian) yang
baik, akrena sesungguhnya hal itu akan menurun kepada anak-
anaknya.”(HR. Muslim)
Faktor hereditas ini merupakan salah satu faktor penting yang
memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak usia dini,
termasuk perkembangan sosial dan emosi mereka. Menurut hasil riset,
faktor hereditas tersebut mempengaruhi kemampuan intelektual yang

40
Nurjannah, “Mengembangkan Kecerdasan Sosial Emosional Anak Usia Dini Melalui
Keteladan”, HISBAH: Jurnal Bimbingan Konseling dan Dakwah Islam, Vol. 14, No. 1, Juni 2017,
h. 54-55.

27
salah satunya dapat menentukan perkembangan sosial dan emosi
seorang anak.
b. Faktor Lingkungan
Menurut Novan Ardy Wiyani dan Barnawi faktor lingkungan
diartikan sebagai kekuatan yang kompleks dari dunia fisik dan sosial
yang memiliki pengaruh terhadap susunan biologis serta pengalaman
psikologis, termasuk pengalaman sosial dan emosi anak sejak sebelum
ada dan sesudah ia lahir. Faktor lingkungan meliputi semua pengaruh
lingkungan, termasuk di dalamnya termasuk di dalamnya pengaruh
keluarga, sekolah, dan masyarakat. Menurut Andriani dan
Listiyandini41, letak geografis dan pengalaman berorganisasi juga
termasuk factor lingkungan yang mempengaruhi kecerdasan sosial.
c. Faktor Umum
Faktor umum di sini maksudnya merupakan unsur-unsur yang dapat
digolongkan ke dalam kedua faktor di atas (faktor hereditas dan
lingkungan). Mudahnya, faktor umum merupakan campuran dari
faktor hereditas dan faktor mengembangkan kecerdasan sosial
lingkungan. Faktor umum yang dapat memepengaruhi perkembangan
anak usia dini yakni jenis kelamin, kelenjar gondok, dan kesehatan.
Ketiga faktor di atas dapat mempengaruhi perkembangan sosial
dan emosi anak usia dini dengan dominasi yang berbeda-beda. Perbedaan
dominasi faktor-faktor tersebutlah yang kemudian memunculkan adanya

perbedaan pada masing-masing anak usia dini, atau yang lebih sering

41
Annisa Andriani, Ratih Arruum Listiyandin, “Peran Kecerdasan Sosial terhadap
Resiliensi pada Mahasiswa Tingkat Awal”, PSYMPATHIC : Jurnal Ilmiah Psikologi, Volume 4,
Nomor 1, 2017: 67-90, h. 71.

28
disebut dengan perbedaan individu. Terkait dengan perbedaan individu
tersebut, Allah SWT berfirman:
Artinya: “Katakanlah: Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya
masing-masing. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih
benar jalan-Nya” (QS Al Isra; (17):84).
Ayat tersebut menyatakan bahwa bentuk fisik, perkembangan
kognitif, emosi, sosial, bahasa, moral dan agama pada anak usia dini itu
berbeda-beda sesuai dengan dominasi faktor yang mempengaruhinya.
Hal itu juga menegaskan kepada kita bahwa perbedaan individual
merupakan suatu hal yang tidak luput dari perhatian Islam, bahkan dalam
Islam perbedaan individu tersebut kemudian tidaklah menjadi suatu
masalah.

3. Karakteristik Kecerdasan Sosial


Menurut Safaria, karakteristik individu yang memiliki kecerdasan sosial
yang tinggi yaitu: 42
a. Mampu mengembangkan dan menciptakan relasi sosial baru secara
efektif,
b. Mampu berempati dengan orang lain atau memahami orang lain
secara total,
c. Mampu mempertahankan relasi sosialnya secara efektif sehingga
tidak musnah dimakan waktu dan senantiasa berkembang semakin
mendalam/ penuh makna,
d. Mampu menyadari komunikasi verbal maupun non-verbal yang
dimunculkan orang lain, atau dengan kata lain sensitif terhadap
perubahan situasi sosial dan tuntutannya sehingga mampu
menyesuaikan diri secara efektif dalam segala macam situasi,

42
Nurul Afrianti, “Profil Kecerdasan Sosial Siswa SMA Di Kota Bandung Sebagai Studi
Awal Penyelenggaraan Layanan Bimbingan Konseling”, Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan Vol 5
No. 1, 2015, h. 47.

29
e. Mampu memecahkan masalah yang terjadi dalam relasi sosialnya
dengan pendekatan win-win solution serta mencegah munculnya
masalah dalam relasi sosialnya,
f. Memiliki keterampilan komunikasi efektif termasuk pula didalamnya
mampu menampilkan penampilan fisik yang sesuai dengan tuntutan
lingkungan sosialnya.

Karakteristik dari kecerdasan interpersonal adalah sebagai berikut :43


a. Belajar dengan sangat baik ketika dibangun dengan interaksi antara satu
dengan yang lainnya
b. Semakin banyak berhubungan dengan orang lain semakin bahagia
c. Sangat produktif dan berkembang pesat ketika belajar dengan cara
kooperatif dan kolaboratif
d. Merasa senang berpartisipasi dengan organisasi sosial
e. Selalu merasa bosan dan tidak bergairah ketika merasa sendiri
f. Selalu melibatkan diri dengan aktifitas extrakulikuler
g. Sangat peduli dengan masalah dengan isu-isu sosial

4. Dimensi Kecerdasan Sosial


Kecerdasan interpersonal ini mempunyai tiga dimensi menurut Anderson
yaitu :44
a. Sosial sensitivity (sensitivitas sosial) kemampuan untuk merasakan
dan mengamati reaksi reaksi atau perubahan orang lain yang
ditunjukkan baik secara verbal maupun nonverbal. Seseorang yang
memiliki sensivitas sosial yang tinggi akan mudah untuk memahami
atau merasakan perubahan dari orang lain dalam bentuk negatif
maupun positif.

43
Nuraidah, “Penerapan Strategi Berbasis Kecerdasan Majemuk dalam Pembelajaran Bahasa
Indonesia”, Jurnal Indragiri Vo. 1 No. 4, 2018, h. 16.
44
Neni Hermita, dkk, Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Jamak di SD, (Jakarta :
Deepublish, 2018), h. 14-15.

30
ُ ‫اس إِنَّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِمنْ َذ َك ٍر َوأ ُ ْنثَ َٰى َو َج َع ْلنَا ُك ْم‬
ۚ ‫شعُوبًا َوقَبَائِ َل لِتَ َعا َرفُوا‬ ُ َّ‫يَا أَيُّ َها الن‬
َّ َّ‫َّللاِ أَ ْتقَا ُك ْم ۚ إِن‬
‫َّللاَ َع ِلي ٌم َخبِي ٌر‬ َّ ‫إِنَّ أَ ْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد‬
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S Hujurat : 13)
Dalam Ayat tersebut megakatakan bahwa manusia diciptakan
untuk saling mengenal. Manusia yang memiliki sensitivitas sosial
yang tinggi dapat memahami orang lain.

b. Social insight
Kemampuan seseorang untuk memahami dan mencari pemecahan
masalah yang efektif dalam satu interaksi sosial sehingga masalah-
masalah tersebut tidak menghambat apalagi menghancurkan relasi
sosial yang telah dibangun. Seseorang yang memiliki insight social
akan memahami permasalahan dan mencari atau menemukan solusi
untuk memecahkan masalah. Dalam Al-Qur’an surat al-Insyirah ayat
5-6 mengatakan bahwa semua permasalahan ada jalan keluarnya,

‫س ًرا‬ْ ُ‫س ِر ي‬ْ ُ‫فَإِنَّ َم َع ا ْلع‬


‫س ًرا‬ْ ُ‫س ِر ي‬ْ ‫إِنَّ َم َع ا ْل ُع‬
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,”
“sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (Q.S Al-
Insyirah : 5-6)
Biasanya seseorang yang mempunyai insight social akan
menawarkan win win solution atau pendekatan menang sama menang.
Ia akan mencari cara yang efektif apabila terjadi direlasi sosialnya
dikarenakan tidak ingin menghambat bahkan menghancurkan.

31
c. Social communication
Penguasaan keterampilan komunikasi sosial merupakan kemampuan
individu untuk menggunakan proses komunikasi dalam menjalin dan
membangun hubungan interpersonal yang sehat. Seseorang yang
memiliki komunikasi sosial yang baik dapat menciptakan suasana
komunikasi yang baik, dapat membangun serta mempertahankan
relasi apabila terjadi permasalahan. Seseorang yang mempunyai
keterampilan sosial akan dapat berkomunikasi dengan verbal maupun
non verbal, seperti menulis, berbicara di depan umum, maupun
mendengarkan.

5. Aspek-Aspek Kecerdasan Sosial


Adapun aspek—aspek mengenai kecerdasan sosial menurut Karl Albrecht
yang perlu diasah sejak dini, yaitu :45
a. Kesadaran Situasional (situational awareness) adalah seperti "radar
sosial" atau kemampuan untuk membaca situasi dan untuk
menafsirkan perilaku orang dalam situasi tertentu, dalam hal maksud,
keadaan perasaan atau kecenderungan mereka untuk berinteraksi.
b. Kehadiran (presence) memadukan pola-pola verbal dan nonverbal,
penampilan seseorang, postur, kualitas suara, dan gerakan halus,
yakni seluruh paduan sinyal yang oleh orang lain diproses ke dalam
kesan evaluatif terhadap seseorang.
c. Authenticity (keaslian), yakni ketika radar sosial orang lain
menaikkan sinyal dari perilaku kita yang mendorong mereka untuk
menilai kita sebagai orang yang jujur, terbuka, etis, dapat dipercaya,
dan berniat baik.
d. Clarity (kejelasan), yakni kemarmpuan kita untuk menjelaskan diri
kita, memperjelas gagasan, menyampaikan data secara jelas dan
akurat, dan mengungkapkan pandangan kita dan mengusulkan

45
Karl Albercht, the New Science of Sucsess, (San Francisco : Jossey Bass, 2006), h. 28.

32
tindakan kita, yang memungkinkan kita dapat mengajak orang lain
untuk bekerja sama dengan kita.
e. Emphaty (empati), didefinisikan oleh Albrecht sebagai perasaan yang
sama (shared feeling) antara dua orang, atau suatu keadaan
keterhubungan (connectedness) dengan orang lain, yang menciptakan
dasar untuk interaksi đan kerja sama yang positif.

33
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Intelligence Quotient (IQ) adalah istilah umum yang digunakan untuk
menjelaskan sifat pikiran yang mencakup sejumlah kemampuan, seperti
kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak,
memahami gagasan, menggunakan bahasa, daya tangkap, dan belajar.
Kecerdasan erat kaitannya dengan kemampuan kognitif (menulis, membaca,
menghafal, menghitung dan menjawab) yang dimiliki oleh individu.
Kecerdasan emosional adalah kecerdasan qalbu yang berkaitan dengan
pengendalian nafsu-nafsu impulsif dan agresif. Kecerdasan ini mengarahkan
seseorang untuk bertindak secara hati-hati, waspada, tenang, sabar dan tabah
ketika mendapat musibah, dan berterima kasih ketika mendapat kenikmatan.
Kecerdasan religious/spiritual bertumpu pada ajaran cinta Allah
(mahabbah ilahiyah). Cinta yang dimaksudkan adalah keinginan untuk
memberi dan tidak memiliki pamrih untuk memperoleh imbalan. Kecerdasan
interpersonal atau kecerdasan sosial adalah kemampuan memahami orang lain
dan dapat dengan mudah bekerja sama dengan orang lain. Kecerdasan ini
berkaitan dengan bagaimana cara seseorang memahami niat, motivasi, dan
keinginan orang lain serta akibat dan efek sehimgga dapat bekerja secara
efektif dengan orang lain.

B. Saran
Pada tiap-tiap kecerdasan yang dimiliki oleh seiap individu merupakan
anugerah pemberian dari sang Pencipta yang sudah seharusnya dijaga, dirawat
dan dikembangkan. Oleh karena itu, dengan diberikan anugerah oleh-Nya,
baiknya dijaga dan dimanfaatkan sebaik-baiknya agar dapat membawa manfaat
tidak hanya untuk diri pribadi melainkan untuk orang lain.

34
DAFTAR PUSTAKA

Afrianti, Nurul. “Profil Kecerdasan Sosial Siswa SMA Di Kota Bandung


Sebagai Studi Awal Penyelenggaraan Layanan Bimbingan Konseling”. Jurnal
Ilmiah Psikologi Terapan. Vol 5 No. 1. 2015.

Al-Bukhari, al-Jami’ ash-Shahih, Beirut, Dar Ibn Katsir, 1987. Cet. III,
Juz 1.

Albercht,Karl. the New Science of Sucsess. San Francisco : Jossey Bass,


2006.

Anam, Hairul. dan Lia Ardillah. “Pengaruh Kecerdasan Emosional,


Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Spiritual dan Kecerdasan Sosial Terhadap
Pemahaman Akuntansi”. Jurnal Sains Terapan. No. 1 Vol. 2. Juni.

Andriani, Annisa. Ratih Arruum Listiyandin. “Peran Kecerdasan Sosial


terhadap Resiliensi pada Mahasiswa Tingkat Awal”. PSYMPATHIC: Jurnal
Ilmiah Psikologi. Volume 4. Nomor 1. 2017

Azzet. Mengembangkan Keceerdasan Spiritual Bagi Anak. Yogyakarta:


Katahati, 2010.

Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Semarang:


Kumudasmoro Grafindo. 1994.

Efendi, Agus. Revolusi Kecerdasan Abad 21. Bandung, Alfabeta, 2005,


Cet. I.

Faisal. Kecerdasan Intelektual Rasulullah Saw; Perspektif Hadis. Jurnal


Ulunnuha. Vol.6. No.2. 2016.

Faliyandra, Faisal. “Konsep Kecerdasan Sosial Goleman dalam Perspektif


Islam (Sebuah Kajian Analisis Psikologi Islam”. 2019.

Gardner, Hogward. Multiple Intelligence Intelligence Reframed for the 21st,


New York USA: Basic Books. 1999.

Ginanjar Agustian, Ary. Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power.


Jakarta: Arga, 2007.

Goleman, Daniel, Kecerdasan Emosi: Untuk Mencapai Puncak Prestasi.


Terjemahan Alex Tri Kantjono. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005.

35
Goleman, Daniel. “Social Intelligence: The New Science of Human
Relationship”. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007.

Hariwijaya. Tes Kecerdasan Emosional. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.

Hermita, Neni. dkk, Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Jamak di SD.


Jakarta : Deepublish. 2018.

Kartono, Kartini. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo


Persada. 2011.

Loekmono, Lobby. Belajar Bagaimana Belajar. Jakarta: Gunung Mulia,


1994.

Marsuki TSP., Kualitias Kecerdasan Intelektual Generasi Pembaru Masa


Depan, Malang: UB Press, 2014.

Meyanlina. Pengantar Psikologi, http://www.kompasiana.com , dikases 29


Agustus 2017.

Mujid, Abdul dkk. Nuansa-Nuansa Psikologi Islam. Jakarta: Raja Grafindo,


2002.

Musthofa, Yasin. EQ untuk Anak Usia Dini dalam Pendidikan Islam.


Yogyakarta: Sketsa, 2007.

Najati, Usman. Al-Hadits al-Nabawi wa ‘Ilmu al-Nafs, Terj. Irfan Sahir,


Belajar.

EQ dan SQ dari Sunah Nabi. Jakarta: Hikmah, 2002.

Nasution. Didaktik Azas-azas Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara, 2000.

Nur’aeni, TES PSIKOLOGI : Tes Inteligensi dan Tes Bakat. Purwokerto:


UM Porwokertp Press. 2012.

Nuraidah. “Penerapan Strategi Berbasis Kecerdasan Majemuk dalam


Pembelajaran Bahasa Indonesia”. Jurnal Indragiri, Vo. 1 No. 4, 2018.

Nurjannah. “Mengembangkan Kecerdasan Sosial Emosional Anak Usia


Dini Melalui Keteladan”. HISBAH: Jurnal Bimbingan Konseling dan Dakwah
Islam. Vol. 14, No. 1, Juni 2017.

Purwanto, Ngalim. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya. 2003.

36
Rohman, Abid. Diktat Tafsir Tematik Psikologi.

Syah,Muhibbin. Psikologi Belajar. Jakarta: Grafindo Persada. 2006.

Yusuf, Syamsu. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung:


Remaja Rosdakarya, 2000.

37

Anda mungkin juga menyukai