Kelompok 5 Keseimbangan Kecerdasan
Kelompok 5 Keseimbangan Kecerdasan
PGMI VI A
Kelompok 5 :
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, atas izin-Nya saya sekalian dapat
menyelesaikan makalah “Keseimbangan Kecerdasan”, yang mungkin masih banyak
kekurangan. Tak lupa pula kami mengucapkan banyak terimakasih kepada Dosen dan
referensi.
Pada penulisan makalah ini, kami mendapatkan banyak kendala, namun
memotivasi kami untuk berjuang menyelesaikan makalah ini. Kendati demikian, dibalik
kendala tersebut Alhamdulillah kami akhirnya telah menyelesaikan makalah ini.
Di lain hal kami sangat menyadari bahwa dalam penyelesaian makalah ini, masih
sangat banyak terdapat kekurangan, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak untuk penyempurnaan makalah ini. Kami berharap
makalah ini dapat menambah pengetahuan yang membaca dan bermanfaat.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap anak yang dilahirkan ke dunia ini sudah dibekali dengan satu
triliun sel neuron yang terdiri dari seratus miliar sel aktif dan sembilan ratus
miliar sel pendukung yang kesemuanya berkumpul di otak dan setiap anak
yang terlahir telah memiliki kecerdasan yang akan dapat diasah ketika seorang
anak itu memasuki usia belajar.
Kecerdasan yang dimiliki sejak mereka lahir akan dapat terus
berkembang seiring berjalannya waktu dan peristiwa yang dilalui. Adapun
kecerdasan yang ada pada setiap manusia antara lain Kecerdasan Intelektual,
Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Religius, dan Kecerdasan Sosial.
Kecerdasan-kecerdasan tersebut bisa bertambah bahkan berkurang, sesuai
dengan apa yang mempengaruhinya.
Mereka lahir dengan membawa potensi luar biasa yang berarti telah
membawa kebermaknaan hidup. Oleh karena itu, tugas pendidik adalah
mengembangkan kebermaknaan tersebut secara optimal sehingga mereka
dapat berkiprah dalam memajukan bangsa dan negara. penting bagi guru untuk
mengetahui tentang kecerdasan yang dimiliki pada masing-masing anak.
Mengenai seperti apa klasifikasi dan ciri-cirinya. Berikut akan di paparkan
dalam materi makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Kecerdasan Intelektual?
2. Apa yang dimaksud dengan Kecerdasan Emosional?
3. Apa yang dimaksud dengan Kecerdasan Religius?
4. Apa yang dimaksud dengan Kecerdasan Sosial?
1
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apa itu Kecerdasan Intelektual.
2. Untuk mengetahui apa itu Kecerdasan Emosional.
3. Untuk mengetahui apa itu Kecerdasan Religius.
4. Untuk mengetahui apa itu Kecerdasan Sosial.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power, (Jakarta: Arga,
2007), h.60.
2
Akhmad Muhaimin Azzet, Mengembangkan Keceerdasan Spiritual Bagi Anak,
(Yogyakarta: Katahati, 2010), h.15.
3
Marsuki TSP., Kualitias Kecerdasan Intelektual Generasi Pembaru Masa Depan,
(Malang: UB Press, 2014), h. 10.
3
kecerdasan dapat dilakukan melalui tes atau ujian daya ingat, daya nalar,
penguasaan kosa kata, ketepatan menghitung, dan mudah atau tidaknya
dalam menganalisis data. Dengan ujian maka dapat dilihat tingkat
kecerdasan intelektual seseorang.
Menurut berbagai penelitian, IQ hanya berperan dalam kehidupan
manusia dengan besaran maksimum 20%, bahkan hanya 6% menurut
Steven J.Stein, Ph.D. dan Howard E. Book, M.D.4 Kecerdasan intelektual
adalah aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas
seseorang dalam pembelajaran. Namun, kecerdasan intelektual (IQ) tidak
dapat dijadikan ukuran dalam menentukan kesuksesan seseorang dalam
hidup bermasyarakat. Banyak orang yang memiliki IQ biasa namun dia
menjadi seseorang yang sukses, begitu juga sebaliknya banyak orang yang
memilki IQ tinggi namun kalah dalam persaingan pekerjaan.
4
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power, (Jakarta: Arga,
2007), h. 61.
5
Nur’aeni, TES PSIKOLOGI: Tes Inteligensi dan Tes Bakat, (Purwokerto: UM Porwokertp
Press, 2012), h. 23.
4
Untuk mengukur tingkat inteligensi anak, dapat digunakan tes IQ
(Intelligence Quotient) misalnya dari Binet Simon. Tes Binet Simon adalah
tes inteligensi yang pertama sekali dipublikasikan pada tahun 1905 di Paris-
Prancis. Alfred Binet menggambarkan inteligensi sebagai sesuatu yang
fungsional, inteligensi menurut Binet atas tiga komponen yaitu kemampuan
untuk mengarahkan pikiran atau tindakan, kemampuan untuk mengubah
arah tindakan bila tindakan tersebut telah dilaksanakan dan kemampuan
untuk mengkritik diri sendiri. Tes Binet yang digunakan di Indonesia saat
ini adalah Stanford Binet Intelligence Scale Form L-M, yaitu revisi ketiga
dari Terman dan Merril pada tahun 1960.6 Kusien intelegensi Binet Simon
diperoleh dengan membagi usia mental dengan usia kronologis, lalu
diperkalikan dengan angka 100: 7
6
Nur’aeni, TES PSIKOLOGI : Tes Inteligensi dan Tes Bakat, (Purwokerto: UM
Porwokertp Press, 2012), h.25.
7
Kartini Kartono, Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), h.253
5
30-49 Imbecile
0-29 Idiot
8
Marsuki TSP, Kualitias Kecerdasan Intelektual Generasi Pembaru Masa Depan,
(Malang: UB Press, 2014), h. 12.
9
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Grafindo Persada, 2006), h. 91.
10
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), h.
55-56.
6
Pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan ciri-ciri yang dibawa sejak
lahir, yakni dapat tidaknya memecahkan suatu soal, pertama-tama
ditentukan oleh pembawaan kita.
b. Faktor kematangan
Organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan
perkembangan. Setiap organ manusia baik fisik maupun psikis, dapat
dikatakan telah matang jika ia telah tumbuh atau berkembang hingga
mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing.
Kematangan berhubungan dengan umur.
c. Faktor pembentukan
Pembentukan adalah segala keadaan diluar diri seseorang yang
mempengaruhi perkembangan inteligensi.
d. Faktor minat dan pembawaan yang khas
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan
dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia berinteraksi dengan
dunia luar. Motif menggunakan dan menyelidiki dunia luar (manipulate
and exploring matives). Dari manipulasi dan eksplorasi yang dilakukan
terhadap dunia luar, akan timbul minat terhadap sesuatu. Minat
seseorang akan mendorong untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.
e. Faktor kebebasan
Pada faktor ini, manusia dapat memilih metode tertentu dalam
memecahkan masalah yang dihadapi.
Kelima faktor itu saling terkait satu dengan yang lain. Jadi, untuk
menentukan kecerdasan seseorang, tidak dapat hanya berpedoman kepada
salah satu faktor tersebut. Inteligensi merupakan factor total. Seluruh
pribadi turut serta dalam perbuatan inteligensi seseorang.
7
6. Dalil Naqli Kecerdasan Intelektual
Di dalam Al-Qur’an Allah berfirman mengenai pentingnya kecerdasan
intelektual: 11
Artinya: “(apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah
orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri,
sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat
Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui
dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang
berakallah yang dapat menerima pelajaran” (Q.S. Az-Zumar: 9)
Ayat tersebut menjelaskan perbandingan antara orang-orang musrik
yang mengikuti hawa nafsu dengan orang-orang beriman, serta
membandingkan yang berilmu dan tidak berilmu. Sebagaimana Allah
sampaikan bahwa bila kita pikirkan dengan hati dan akal, tentu orang-orang
yang beriman terutaman mereka yang sgalah diwaktu malam serta takut
pada Allah SWT adalah orang-orang yang beruntung. Orang yang beriman
dan berilmu akan memilih sesuatu yang lebih besar yaitu balasan Allah yang
kekal daripada sesuatu yang hanya sementara. Allah SWT juga menyatakan
bahwa orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran, baik
pelajaran dari pengalaman hidupnya atau dari tanda-tanda kebesaran Allah
yang terdapat di langit dan bumi serta isinya, juga terdapat pada dirinya atau
suri tauladan dari kisah umat yang lalu.
11
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: Kumudasmoro
Grafindo, 1994), h. 455.
8
Terdapat sejumlah hadis yang sudah populer di kalangan kaum
Muslimin tentang hal ini, misalnya hadis dari Ibnu Abbas RA sebagai
berikut:12
Diriwayatkan dari Ibn Abbas RA bahwa ada suatu kaum yang memikirkan
Allah Azza Wajalla, maka Nabi SAW bersabda: pikirkanlah tentang ciptaan
Allah dan jangan kalian pikirkan tentang Allah, karena sesungguhnya
kalian tidak akan sanggup (memikirkannya.) Hadis Riwayat Abu Nu’ain
dan Baihaqi.
Pada riwayat lain disebutkan:13
12
Faisal, Kecerdasan Intelektual Rasulullah Saw; Perspektif Hadis, Jurnal Ulunnuha,
Vol.6, No.2/ Desember 2016, h. 13.
9
memikirkan Allah Azza Wajalla, maka Nabi SAW bersabda: pikirkanlah
tentang ciptaan-Nya dan jangan kalian pikirkan tentang-Nya.”
Dari hadist tersebut dapat dijelaskan bahwa umat manusia
hendaknya memikirkan tentang ciptaan Allah bukan Allah semata karena
kita tidak akan mampu memikirkannya. Memikirkan kekuasaan Allah, dari
ciptaan-Nya. Misalnya, Al-Mushawir, Allah Maha Membentuk. Kita
hendaknya berfikir, bahwa bentuk manusia sempurna. Tetapi, kita tidak
boleh memikirkan bentuk Allah, tidak boleh menyamakan Allah dengan
makhluknya.
Sebuah hadis menceritakan tentang kewajiban berfikir atau
menggunakan kecerdasan intelektual dalam memahami alam raya, sebagai
suatu perintah agama. Hadis yang diriwayatkan Ibn Hibban yang berasal
dari Saiyidatina Aisyah tersebut menceritakan tentang Rasulullah yang pada
suatu malam menangis dan tidak meninggalkan tempat sholat lail hingga
subuh datang. Ketika Aisyah menanyakana mengapa Baginda menangis
padahal Allah telah mengampuni dosanya yang telah berlalu mau pun yang
akan datang, Rasulullah SAW menjawab, “tidak bisakah aku menjadi
hamba yang bersyukur? dan kenapa aku tidak berbuat demikian? sedangkan
pada malam ini telah turun ayat padaku”. Selanjutnya Rasulullah bersabda,
“celakalah bagi orang yang membacanya dan tidak memikirkannya”.
Penjelasan Rasul ini menunjukkan bahwa menggunakan akal fikiran atau
intelektualitas dalam memahami dan mengimplementasikan firman Allah
SWT adalah sebuah kewajiban bagi seorang Muslim.
10
B. Kecerdasan Emosional
1. Pengertian Kecerdasan Emosional
EQ atau yang biasah dikenal dengan kecerdasan emosional adalah
sebuah kemampuan untuk mendengarkan bisikan emosi dan
menjadikannya sebagi sumber informasi penting untuk memahami diri
sendiri dan orang lain demi mencapai suatu tujuan.14
Kecerdasan emosional adalah kecerdasan qalbu yang berkaitan
dengan pengendalian nafsu-nafsu impulsif dan agresif. Kecerdasan ini
mengarahkan seseorang untuk bertindak secara hati-hati, waspada, tenang,
sabar dan tabah ketika mendapat musibah, dan berterima kasih ketika
mendapat kenikmatan.15
Dalam kecerdasan emosional ada lima komponen pokok yaitu
kesadaran emosi, manajemen emosi, motivasi, empati dan mengatur
hubungan sosial. EQ pertama kali digagas oleh Daniel Goleman.16
Daniel Goleman17 mengungkapkan bahwa kecerdasan emosi adalah:
a. Kemampuan seseorang untuk mengenali emosi pribadinya sehingga
tahu kelebihan dan kekurangnnya.
b. Kemampuan sesorang untuk mengelola emosi tersebut.
c. Kemampuan seseorang untuk memotivasi dan memberikan dorongan
untuk maju kepada diri sendiri.
d. Kemampuan seseorang untuk mengenal emosi dan kepribadian orang
lain
e. Kemampuan seseorang untuk membina hubungan dengan pihak lain
secara baik.
14
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power, (Jakarta: Arga,
2007), h. 62.
15
Abdul Mujid, dkk. Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo, 2002), h.
328.
16
Akhmad Muhaimin Azzet, Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Bagi Anak,
(Yogyakarta: Katahati, 2010), h. 31.
17
Hariwijaya, Tes Kecerdasan Emosional, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h.7.
11
Agus Efendi juga mengutip pendapat Daniel Goleman yang
mempunyai daftar emosi yang relatif lengkap. Daftar emosi tersebut
berikut cabang-cangnya adalah sebagai berikut :18
1 Amarah (Anger) ; beringas (fury), mengamuk (autrage), benci
(resentment), marah besar (wrath), jengkel (exasperation), kesal hati
(indigination), terganggu (vexation), rasa pahit (acrimony), berang
(animosity), tersinggung (annoyance), bermusuhan (irritability),
kekerasan (hostility), kebencian patologis (violence).
2 Kesedihan (Sadness) : pedih (grief), sedih (sorrow), muram
(cheerlessness), suram (gloom), melankolis (melancholy),
mengasihani diri (self-pity), kesepian (leneliness), ditolak (dejection),
putus asa (despair), depresi berat (depression).
3 Rasa takut (Fear) : cemas (anxiety), takut (apprehension), gugup
(nervouness), khawatir (concern), waswas (consternation), perasaan
takut sekali (misgiving), khawatir (wariness), waspada (qualm), sedih
(edgness), tidak tenang (dread), ngeri (frigth), takut sekali (terror),
sampai dengan paling parah, fobia (phobia), dan panik (panic).
4 Kenikmatan (Enjoyment) : bahagia (happiness), gembira (joy), ringan
(relief), puas (contentment), riang (blis), senang (delight), terhibur
(amusement), bangga (pride), kenikmatan indrawi (sensual pleasure),
takjub (thrill), rasa terpesona (rapture), rasa puas (gratification), rasa
terpenuhi (satisfaction), kegiranga luar biasa (euphoria), senang
(whismy), senang sekali (ecstasy), hingga yang ekstrim, mania
(mania).
5 Cinta (Love) : penerimaan (acceptance), persahabatan (friendliness),
kepercayaan (trust), kebaikan hati (kindness), rasa dekat
(affinity), bakti (devotion), hormat (adoration), kasmaran
(infatuation), kasih (agape).
18
Agus Efendi, Revolusi Kecerdasan Abad 21, (Bandung, Alfabeta, 2005), Cet. I, h. 177.
12
6 Terkejut (Surprise) : terkejut (shock), terkesiap (astonishment), takjub
(amazement), terpana (wonder).
7 Jengkel (Disgust) : hina (contempt), jijik (disdain), muak (scorn),
benci (abborrence), tidak suka (aversion ), mau muntah (distaste),
tidak enak perasaan (revulsion).
8 Malu (Shame) : rasa salah (guilt), malu hati (ambarrassment), kesal
hati (chogrin), sesal ( remorse), hina (humiliation), aib (regret), hati
hancur lebur (mortification), perasaan sedih atau dosa yang
mendalamn (cotrition)
19
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2000), h. 37.
13
menjalin hubungan yang luas dengan masyarakat. Apapun yang ada
di masyarakat begitu mudah mempengaruhi perkembangan emosi
seseorang seperti masyarakat kota yang terkenal dengan gaya hidup
konsumtif membuat seseorang dapat terpengaruh untuk melakukan
hal yang serupa.
14
lingkungannya20. Seseorang dikatakan memiliki kecerdasan emosi rendah
apabila seseorang tersebut tidak memiliki keseimbangan emosi, bersifat
egois, berorientasi pada kepentingan sendiri.Tidak dapat menyesuaian diri
dengan beban yang sedang dihadapi, selalu gelisah.Keegoisan
menyebabkan seseorang kurang mampu bergaul dengan orang-orang
disekitarnya.Tidak memiliki penguasaan diri, cenderung menjadi budak
nafsu dan amarah. Mudah putus asa dan tengelam dalam kemurungan.
Yasin menyebutkan bahwa kecerdasan emosi memiliki lima ciri
pokok, yaitu:21
a. Kendali diri
Kendali diri adalah pengendalian tindakan emosional yang
berlebihan. Tujuannya adalah keseimbangan emosi, bukan
menekannya karena setiap perasaan mempunyai nilai dan makna
tertentu bagi kehidupan manusia.
b. Empati
Empati adalah memahami perasaan dan masalah orang lain, berpikir
dengan sudut pandang orang lain dan menghargai perbedaan perasaan
orang mengenai beberapa hal.
c. Pengaturan diri
Pengaturan diri adalah menangani emosi kita sehingga berdampak
positif kepada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup
menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran, mampu
pulih kembali dari tekanan emosi.
d. Motivasi
Motivasi adalah menggunakan hasrat kita yang paling dalam untuk
menggerakkan dan menuntun kita menuju sasaran, membantu kita
mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif, serta untuk bertahan
menghadapi kegagalan dan frustasi.
20
Daniel Goleman, Kecerdasan Emosi: Untuk Mencapai Puncak Prestasi. Terjemahan
Alex Tri Kantjono, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 60-61.
21
Yasin Musthofa, EQ untuk Anak Usia Dini dalam Pendidikan Islam, (Yogyakarta:
Sketsa, 2007), h. 42-47.
15
e. Keterampilan sosial
Keterampilan sosial adalah menangani emosi dengan baik ketika
berhubungan dengan orang lain dan cermat membaca situasi serta
jaringan sosial.
Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemah, (Pustaka Al-Kautsar : Jakarta,
22
2009), h.407.
16
memiliki kecerdasan emosional, artinya mengendalikan dan mengelola
emosi ketika berhadapan dengan orang-orang munafik. 23
آية المنافق ثالث إذا حدث كذب وإذا وعد أخلف وإذا اؤتمن خان
“Tanda orang munafiq ada tiga perkara : apabila bicara dia
bohong, apabila berjanji dia mengingkari, dan apabila dipercaya ia
mengkhiyanati” (H.R. Bukhari).
Di dalam Al-Qur’an, aktifitas kecerdasan emosional seringkali
dihubungkan dengan kalbu. Oleh karena itu, kata kunci utama EQ di dalam
Al-Qur’an dapat ditelusuri melalui kata kunci “kalbu” dan tentu saja
dengan istilah-istilah lain yang mirip dengan fungsi kalbu seperti jiwa,
intuisi, dan beberapa istilah lainnya.
23
Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemah, (Pustaka Al-Kautsar: Jakarta,
2009), h. 66.
24
Al-Bukhari, al-Jami’ ash-Shahih, (Beirut, Dar Ibn Katsir, 1987), Cet. III, Juz 1, h. 21.
17
Kalau kalbu (qalb) di atas dapat diartikan sebagai emosi maka
dapat difahami adanya emosi cerdas dan tidak cerdas. Emosi yang cerdas
dapat dilihat pada sifat-sifat emosi positif dan emosi yang tidak cerdas
pada sifat-sifat emosi negatif25.
Daniel Golemen, dalam bukunya Emotional Intelligence (1994)
menyatakan bahwa “kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya
sekitar 20 % dan sisanya yang 80 % ditentukan oleh serumpun faktor-
faktor yang disebut Kecerdasan Emosional. Dari nama teknis itu ada yang
berpendapat bahwa kalau IQ mengangkat fungsi pikiran, EQ mengangkat
fungsi perasaan. Orang yang ber-EQ tinggi akan berupaya menciptakan
keseimbangan dalam dirinya; bisa mengusahakan kebahagian dari dalam
dirinya sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu
yang positif dan bermanfaat.
C. Kecerdasan Religius
1. Pengertian Kecerdasan Religius
Menurut kamus besar bahasa indonesia, kecerdasan adalah
kesempurnaan perkembangan akal budi (seperti
kepandaian,ketajaman,pikiran) sedangkan religius adalah kegiatan yang
bersifat keagamaan. Jadi kecerdasan religius merupakan kesempurnaan
kepandaian yang bersifat keagamaan.
Kecerdasan religious/spiritual bertumpu pada ajaran cinta Allah
(mahabbah ilahiyah). Cinta yang dimaksudkan adalah keinginan untuk
memberi dan tidak memiliki pamrih untuk memperoleh imbalan. Mereka
yang cerdas secara ruhaniah adalah tipe jiwa yang tenang (nafsu
muthmainnah), karena mereka sadar bahwa hidup hanyalah kedipan mata
bergerak, kemudian diam, gemuruh lantas senyap, hidup yang mengabdi
kemudian mati abadi.
25
Abid Rohman, Diktat Tafsir Tematik Psikologi h. 105-106.
18
Beberapa ahli mengemukakan pendapat tentang kecerdasan
spiritual menurut tinjauan terminologi, antara lain:
a. Danah Zohar dan Ian Marshall
Danah Zohar dalam penjelasannya, ia lebih menekankan aspek nilai
dan makna sebagai unsur penting dari kecerdasan spiritual. SQ yang
mereka maksudkan adalah: kecerdasan untuk menyelesaikan masalah
makna dan nilai, kecerdasan untuk memposisikan perilaku dan hidup
kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk
menaksir bahwa suatu tindakan atau jalan hidup tertentu lebih
bermakna dari pada yang lain. SQ adalah fondasi yang diperlukan
untuk memfungsikan IQ.26
b. Ary Ginanjar Agustian
Kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna
ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-
langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah menuju manusia yang
seutuhnya (hanif), dan memiliki pola pemikiran tauhid (integralistik)
serta berprinsip “hanya karena Allah”.27
c. Sukidi
Kecerdasan ruhaniah adalah suatu dimensi manusia nonmaterial jiwa
manusia yang merupakan intan yang belum terasah yang dimiliki oleh
semua manusia. Ia harus dikenali dan diketahui seperti apa adanya,
menggosoknya sehingga mengkilap dengan tekad yang besar dan
menggunakannya untuk memperoleh kebahagiaan yang abadi. Seperti
dua bentuk kecerdasan lainnya (maksudnya IQ dan EQ), kecerdasan
spiritual dapat ditingkatkan dan diturunkan. Kemampuannya untuk
ditingkatkan tampaknya tidak terbatas.28
26
Danah Zohar dan Ian Marshal, SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berfikir
Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, (Bandung: Mizan, 2001), h. 5.
27
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual
ESQ Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, (Jakarta: Arga, 2002), h.57.
28
Sukidi, Kecerdasan Spiritual, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002), h.77
19
d. Gay Hendricks dan Kate Ludeman
Seperti yang dikutip oleh Abdul Wahid Hasan adalah roh atau
spirit yang bisa memberikan energi jiwa dahsyat sehingga melahirkan
optimisme, motivasi atau semangat, disiplin, integritas,kejujuran.29
Dari beberapa pengertian tentang kecerdasan spiritual secara
terminologi yang diutarakan oleh beberapa ilmuwan, dapat
disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual adalah suatu kecerdasan
(kemampuan) yang terdapat dalam diri seseorang yang dapat
ditunjukkan melalui perilaku-perilaku keruhaniahan atau keagamaan.
Kecerdasan spiritual merupakan kemampuan tertinggi yang dimiliki
oleh suatu individu yang dapat memfungsikan kecerdasan intelektual
dan emosional secara efektif melalui rasa cinta dan kasih sayang
kepada sesamanya karena kesalehannnya terhadap Allah.
29
Abdul Wahid Hasan, SQ Nabi : Aplikasi Strategi & Model Kecerdasan Spiritual (SQ)
Rasulullah di Masa Kini, (Yogyakarta : Ircisod, 2006), h. 78.
20
Menggali potensi qalbu, secara klasik sering dihubungkan dengan
‘polemos’ amarah, ‘eros’ cinta dan ‘logos’ pengetahuan. Padahal
dimensi qalbu tidak hanya mencakup atau dicakup dengan pembatasan
katagori yang pasti. Menangkap dan memahami pengertiannya secara
utuh adalah kemustahilan. Itu hanyalah sebagai asumsi dari proses
perenungan yang sangat personal karena didalam qalbu terdapat
potensi yang sangat multi dimensional. Diantaranya adalah sebagai
berikut:
c. Fu’ad
Merupakan potensi qalbu yang sangat berkaitan dengan indrawi,
mengolah informasi yang sering dilambangkan berada dalam otak
manusia (fungsi rasional kognitif). Fu’ad memberi ruang untuk akal,
berpikir, bertafakur, memilih dan memilah seluruh data yang masuk
dalam qalbu. Sehingga lahirlah ilmu pengetahuan yang bermuatan
moral. Pengawas setia sang fu’ad adalah akal, zikir, pendengaran dan
penglihatan yang secara nyata yang sistimatis diuraikan dalam Al-
Qur’an. Fungsi akal adalah membantu fu’ad untuk menangkap seluruh
fenomena yang bersifat lahir, wujud, dan nyata dengan
mempergunakan fungsi nazharindra penglihatan.
e. Shadr
Shadr berperan untuk merasakan dan menghayati atau mempunyai
fungsi emosi (marah, benci, cinta, indah, efektif). Shadr adalah dinding
hati yang menerima limpahan cahaya keindahan, sehingga mampu
menerjemahkan segala sesuatu serumit apapun menjadi indah dari
karyanya. Berbeda dengan Fu’ad yang berorientasi kedepan. Shadr
memandang pada masa lalu, kesejarahan, serta nostalgia melalui rasa,
pengalaman dan keberhasilan sebagai cermin. Dengan kompetensinya
untuk melihat dunia masa lalu, manusia mempunyai kemampuan untuk
menimbang, membanding dan menghasilkan kearifan.30
30
Abdul Wahid Hasan, SQ Nabi : Aplikasi Strategi & Model Kecerdasan Spiritual (SQ)
Rasulullah di Masa Kini, (Yogyakarta : Ircisod, 2006), h. 110.
21
f. Hawaa
Hawaa merupakan potensi qalbu yang mengarahkan kemauan. Di
dalamnya ada ambisi, kekuasaan, pengaruh, dan keinginan untuk
mendunia. Potensi hawaa cendrung untuk membumi dan merasakan
nikmat dunia yang bersifat fana. Fitrah manusia yang dimuliakan Allah,
akhirnya tergelincir menjadi hina dikarenakan manusia tetap terpikat
pada dunia. Potensi hawaa selalu ingin membawa pada sikap-sikap
yang rendah, menggoda, merayu dan menyesatkan tetapi sekaligus
memikat. Walaupun cahaya di dalam qalbu pada fitrahnya selalu
benderang, tetapi karena manusia mempunyai hawaa ini, maka seluruh
qalbu bisa rusak binasa karena keterpikatan dan bisikan yang
dihembuskan setan kedalam potensi seluruh hawaa.
31
Aliah Hasan, Purwakania, Psikologi Perkembangan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada,2008), h. 313.
32
Zohar, Danah & Marshall, Ian, SQ, Kecerdasan Spiritual, (Bandung: PT. Mizan Pustaka,
2007), h. 14.
22
f. Kecenderungan untuk melihat keterkaitan antara berbagai hal
(berpandangan holistik).
g. Kecenderungan nyata untuk bertanya “mengapa?” atau “bagaimana
jika?” untuk mencari jawaban-jawaban yang mendasar
h. Mandiri, menentang tradisi
Untuk mengetahui lebih jauh tentang keberadaan kecerdasan
spiritual yang sudah bekerja secara efektif atau yang sudah bergerak
kearah perkembangan yang positif di dalam diri seseorang, maka ada
beberapa indikator yang dapat diperhatikan:
Pertama, memiliki prinsip dan pegangan hidup yang jelas dan kuat;
berpijak pada kebenaran universal baik berupa cinta, kasih sayang,
keadilan, kejujuran, toleransi, integritas, dll. Semua itu menjadi bagian
terpenting dalam kehidupan seseorang. Ia akan bergerak di bawah
bimbingan dan kekuatan prinsip yang menjadi pijakannya.
Kedua, memiliki kemampuan untuk menghadapi dan
memanfaatkan penderitaan, memiliki kemampuan untuk menghadapi dan
melampaui rasa sakit (tranced pain). Berbagai penderitaan, halangan,
rintangan, dan tantangan yang hadir dalam kehidupannya adalah bagian
dari proses menuju kematangan kepribadian secara umum, baik
kematangan kepribadian secara intelektual, mental, moral-sosial, ataupun
spiritual.
Ketiga, mampu memaknai semua pekerjaan dan aktivitasnya dalam
kerangka dan bingkai yang lebih luas dan bermakna. Dengan motivasi
yang luhur dan suci, atau dalam bahasa agama dengan niat yang ihklas
demi memberi bukan menerima. Demi orang lain bukan semata-mata demi
dirinya atau demi kemanusiaan, bagi orang yang tidak beragama adalah
demi Tuhannya.
Keempat, memiliki kesadaran diri (self awareness) yang tinggi.
Apapun yang dilakukannya dengan penuh kesadaran.
23
4. Kecerdasan Religius dalam Al-qur’an
Spiritualitas dalam agama membawa konotasi bagaimana karakter
kepercayaan seseorang dalam hubungannya dengan Tuhan atau sistem
kepercayaannya. Saat ini, spiritualitas dalam agama juga sering dipandang
sebagai kepercayaan penganutnya yang lebih bersifat pribadi, tidak terlalu
dogmatik, dan lebih terbuka terhadap berbagai gagasan baru dan pengaruh
lain, lebih pluralistik daripada kepercayaan pada agama yang telah
terbentuk.33
Umat Islam mengasah psiritualitas keberagamaan melalui shalat,
seperti yang difirmankan Allah dalam QS. Ali Imron: 190-19134
Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang
berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka.”
Dalam Al-Qur’an diceritakan, bahwa manusia diciptakan dengan
ruh yang memiliki citra ke-Tuhanan. Dalam QS. Al-Sajdah: 7-9
Artinya: “Allah yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-
baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari (susunan) tanah (tin).
Kemudian dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina.
Kemudian Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati;
(tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.35
Namun karena manusia memiliki tubuh yang harus dipenuhi
kebutuhan fisiknya dan hal inilah maka manusia sering kali melakukan
tindakan yang tidak sesuai dengan perintah Allah, yang membuat dirinya
berada pada tahap perkembangan spiritual yang paling bawah. Allah
33
Aliah Hasan, Purwakania, Aliah, Psikologi Perkembangan Islam, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2008), h. 296.
34
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya : Pustaka Agung, 2006).
35
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya : Pustaka Agung, 2006)
24
menurunkan keimanan ke dalam hati mereka, agar manusia dapat
berkembang kembali pada tingkat spiritual yang lebih tinggi.
Dalam QS. Al-Mujadilah: 22 dinyatakan:
D. Kecerdasan Sosial
1. Pengertian Kecerdasan Sosial
Kecerdasan sosial merupakam ilmu psikologi yang mempelajari
hubungan baik dengan manusia. Pandangan para ahli teori kecerdasan
tentang kemampuan sosial untuk bisa dipahami dengan baik dalam
konteks sejarah bidang mereka. Kecerdasan sosial menurut Thorndike
dalam Sunar adalah kemampuan untuk memahami dan mengelola
hubungan manusia. Kecerdasan sosial berarti orang yang mampu membuat
orang-orang yang berada disekitarnya merasa nyaman dan santai dengan
25
keberadaan dirinya.36 Lalu, Colwyn Trevarthen dalam Goleman37 dengan
mantap berpendapat bahwa gagasan-gagasan tentang pengertian sosial
yang bisa diterima secara luas tentang relasi manusia dan tempat emosi
dalam kehidupan sosial. Menurut Gardner, “Interpersonal intelligence
denotes person’s capacity to understand the intentions, motivations, and
desires of other people and, consequently, to work effectively with
others.”38 Kecerdasan interpersonal atau kecerdasan sosial adalah
kemampuan memahami orang lain dan dapat dengan mudah bekerja sama
dengan orang lain. Kecerdasan ini berkaitan dengan bagaimana cara
seseorang memahami niat, motivasi, dan keinginan orang lain serta akibat
dan efek sehimgga dapat bekerja secara efektif dengan orang lain.
Biasanya anak yang memiliki kecerdassan interpersonal memiliki empati
yang tinggi terhadap orang lain dan sering menjadi pemimpin.
Untuk menentukan hubungan baik antar manusia dalam konteks
ajaran agama Islam, ada baiknya kita kembali ke sumber Islam sendiri
yaitu al-Qur’an dan sunah Nabi Muhammad SAW. Yang dimaksud
kembali ke al-Qur’an dan Sunnah ialah baik dan buruk hubungan manusia
kepada manusia lainnya bukan dari sumber manusia itu sendiri
(antroposentrisme), tetapi baik dan buruk hubungan manusia harus
berlandaskan dari al-Qur’an dan Hadist.39 Allah berfirman dalam Q.S. al-
Baqarah:216
36
Hairul Anam dan Lia Ardillah, “Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kecerdasan
Intelektual, Kecerdasan Spiritual dan Kecerdasan Sosial Terhadap Pemahaman Akuntansi”, Jurnal
Sains Terapan, Juni No. 1 Vol. 2, h. 42.
37
Daniel Goleman, “Social Intelligence: The New Science of Human Relationship”,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007)
38
Hogward Gardner, Multiple Intelligence Intelligence Reframed for the 21st, (New York.
USA: Basic Books, 1999), h.43.
39
Faisal Faliyandra, “Konsep Kecerdasan Sosial Goleman dalam Perspektif Islam (Sebuah
Kajian Analisis Psikologi Islam”, 2019.
26
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan
boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu.allah
yang paling mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui”
Hal ini diharuskan karena ketika kita akan mengukur hubungan
baikdan buruk dari sudut pandang manusia maka akan terjadi perdebatan
yang tidak akan habis karena belum tentu apa yang dikatakan salah satu
manusia baik, belum tentu dapat diterima manusia dalam lingkungan
lainnya.
40
Nurjannah, “Mengembangkan Kecerdasan Sosial Emosional Anak Usia Dini Melalui
Keteladan”, HISBAH: Jurnal Bimbingan Konseling dan Dakwah Islam, Vol. 14, No. 1, Juni 2017,
h. 54-55.
27
salah satunya dapat menentukan perkembangan sosial dan emosi
seorang anak.
b. Faktor Lingkungan
Menurut Novan Ardy Wiyani dan Barnawi faktor lingkungan
diartikan sebagai kekuatan yang kompleks dari dunia fisik dan sosial
yang memiliki pengaruh terhadap susunan biologis serta pengalaman
psikologis, termasuk pengalaman sosial dan emosi anak sejak sebelum
ada dan sesudah ia lahir. Faktor lingkungan meliputi semua pengaruh
lingkungan, termasuk di dalamnya termasuk di dalamnya pengaruh
keluarga, sekolah, dan masyarakat. Menurut Andriani dan
Listiyandini41, letak geografis dan pengalaman berorganisasi juga
termasuk factor lingkungan yang mempengaruhi kecerdasan sosial.
c. Faktor Umum
Faktor umum di sini maksudnya merupakan unsur-unsur yang dapat
digolongkan ke dalam kedua faktor di atas (faktor hereditas dan
lingkungan). Mudahnya, faktor umum merupakan campuran dari
faktor hereditas dan faktor mengembangkan kecerdasan sosial
lingkungan. Faktor umum yang dapat memepengaruhi perkembangan
anak usia dini yakni jenis kelamin, kelenjar gondok, dan kesehatan.
Ketiga faktor di atas dapat mempengaruhi perkembangan sosial
dan emosi anak usia dini dengan dominasi yang berbeda-beda. Perbedaan
dominasi faktor-faktor tersebutlah yang kemudian memunculkan adanya
perbedaan pada masing-masing anak usia dini, atau yang lebih sering
41
Annisa Andriani, Ratih Arruum Listiyandin, “Peran Kecerdasan Sosial terhadap
Resiliensi pada Mahasiswa Tingkat Awal”, PSYMPATHIC : Jurnal Ilmiah Psikologi, Volume 4,
Nomor 1, 2017: 67-90, h. 71.
28
disebut dengan perbedaan individu. Terkait dengan perbedaan individu
tersebut, Allah SWT berfirman:
Artinya: “Katakanlah: Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya
masing-masing. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih
benar jalan-Nya” (QS Al Isra; (17):84).
Ayat tersebut menyatakan bahwa bentuk fisik, perkembangan
kognitif, emosi, sosial, bahasa, moral dan agama pada anak usia dini itu
berbeda-beda sesuai dengan dominasi faktor yang mempengaruhinya.
Hal itu juga menegaskan kepada kita bahwa perbedaan individual
merupakan suatu hal yang tidak luput dari perhatian Islam, bahkan dalam
Islam perbedaan individu tersebut kemudian tidaklah menjadi suatu
masalah.
42
Nurul Afrianti, “Profil Kecerdasan Sosial Siswa SMA Di Kota Bandung Sebagai Studi
Awal Penyelenggaraan Layanan Bimbingan Konseling”, Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan Vol 5
No. 1, 2015, h. 47.
29
e. Mampu memecahkan masalah yang terjadi dalam relasi sosialnya
dengan pendekatan win-win solution serta mencegah munculnya
masalah dalam relasi sosialnya,
f. Memiliki keterampilan komunikasi efektif termasuk pula didalamnya
mampu menampilkan penampilan fisik yang sesuai dengan tuntutan
lingkungan sosialnya.
43
Nuraidah, “Penerapan Strategi Berbasis Kecerdasan Majemuk dalam Pembelajaran Bahasa
Indonesia”, Jurnal Indragiri Vo. 1 No. 4, 2018, h. 16.
44
Neni Hermita, dkk, Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Jamak di SD, (Jakarta :
Deepublish, 2018), h. 14-15.
30
ُ اس إِنَّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِمنْ َذ َك ٍر َوأ ُ ْنثَ َٰى َو َج َع ْلنَا ُك ْم
ۚ شعُوبًا َوقَبَائِ َل لِتَ َعا َرفُوا ُ َّيَا أَيُّ َها الن
َّ ََّّللاِ أَ ْتقَا ُك ْم ۚ إِن
َّللاَ َع ِلي ٌم َخبِي ٌر َّ إِنَّ أَ ْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S Hujurat : 13)
Dalam Ayat tersebut megakatakan bahwa manusia diciptakan
untuk saling mengenal. Manusia yang memiliki sensitivitas sosial
yang tinggi dapat memahami orang lain.
b. Social insight
Kemampuan seseorang untuk memahami dan mencari pemecahan
masalah yang efektif dalam satu interaksi sosial sehingga masalah-
masalah tersebut tidak menghambat apalagi menghancurkan relasi
sosial yang telah dibangun. Seseorang yang memiliki insight social
akan memahami permasalahan dan mencari atau menemukan solusi
untuk memecahkan masalah. Dalam Al-Qur’an surat al-Insyirah ayat
5-6 mengatakan bahwa semua permasalahan ada jalan keluarnya,
31
c. Social communication
Penguasaan keterampilan komunikasi sosial merupakan kemampuan
individu untuk menggunakan proses komunikasi dalam menjalin dan
membangun hubungan interpersonal yang sehat. Seseorang yang
memiliki komunikasi sosial yang baik dapat menciptakan suasana
komunikasi yang baik, dapat membangun serta mempertahankan
relasi apabila terjadi permasalahan. Seseorang yang mempunyai
keterampilan sosial akan dapat berkomunikasi dengan verbal maupun
non verbal, seperti menulis, berbicara di depan umum, maupun
mendengarkan.
45
Karl Albercht, the New Science of Sucsess, (San Francisco : Jossey Bass, 2006), h. 28.
32
tindakan kita, yang memungkinkan kita dapat mengajak orang lain
untuk bekerja sama dengan kita.
e. Emphaty (empati), didefinisikan oleh Albrecht sebagai perasaan yang
sama (shared feeling) antara dua orang, atau suatu keadaan
keterhubungan (connectedness) dengan orang lain, yang menciptakan
dasar untuk interaksi đan kerja sama yang positif.
33
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Intelligence Quotient (IQ) adalah istilah umum yang digunakan untuk
menjelaskan sifat pikiran yang mencakup sejumlah kemampuan, seperti
kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak,
memahami gagasan, menggunakan bahasa, daya tangkap, dan belajar.
Kecerdasan erat kaitannya dengan kemampuan kognitif (menulis, membaca,
menghafal, menghitung dan menjawab) yang dimiliki oleh individu.
Kecerdasan emosional adalah kecerdasan qalbu yang berkaitan dengan
pengendalian nafsu-nafsu impulsif dan agresif. Kecerdasan ini mengarahkan
seseorang untuk bertindak secara hati-hati, waspada, tenang, sabar dan tabah
ketika mendapat musibah, dan berterima kasih ketika mendapat kenikmatan.
Kecerdasan religious/spiritual bertumpu pada ajaran cinta Allah
(mahabbah ilahiyah). Cinta yang dimaksudkan adalah keinginan untuk
memberi dan tidak memiliki pamrih untuk memperoleh imbalan. Kecerdasan
interpersonal atau kecerdasan sosial adalah kemampuan memahami orang lain
dan dapat dengan mudah bekerja sama dengan orang lain. Kecerdasan ini
berkaitan dengan bagaimana cara seseorang memahami niat, motivasi, dan
keinginan orang lain serta akibat dan efek sehimgga dapat bekerja secara
efektif dengan orang lain.
B. Saran
Pada tiap-tiap kecerdasan yang dimiliki oleh seiap individu merupakan
anugerah pemberian dari sang Pencipta yang sudah seharusnya dijaga, dirawat
dan dikembangkan. Oleh karena itu, dengan diberikan anugerah oleh-Nya,
baiknya dijaga dan dimanfaatkan sebaik-baiknya agar dapat membawa manfaat
tidak hanya untuk diri pribadi melainkan untuk orang lain.
34
DAFTAR PUSTAKA
Al-Bukhari, al-Jami’ ash-Shahih, Beirut, Dar Ibn Katsir, 1987. Cet. III,
Juz 1.
35
Goleman, Daniel. “Social Intelligence: The New Science of Human
Relationship”. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007.
36
Rohman, Abid. Diktat Tafsir Tematik Psikologi.
37