Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH MANAJEMEN KEPERAWATAN

Authorized Staffing List & Depkes dan Tingkat Ketergantungan Pasien

OLEH :

NI KADEK RIRIN CAHYANTI

17.321.2685

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

WIRA MEDIKA BALI

2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah tentang “Authorized Staffing List & Depkes dan
Tingkat Ketergantungan Pasien ” ini dapat terselesaikan. Makalah ini diajukan guna
memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Keperawatan. Saya mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai
dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saya
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Denpasar, 28 September 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………...................................…. ii

DAFTAR ISI …………………………………………….................................……………. iii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang …………………………………...................................……………….. 1


1.2 Rumusan Masalah ……………………………...................................…………………. 2
1.3 Tujuan Penulisan …………………………...................................…………………….. 2

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perhitungan Jumlah Tenaga (SDM Keperawatan/Kesehatan) .................................. 4


2.2 Perencanaan Kebutuhan SDM Kesehatan Di Tingkat Institusi ................................ 5
2.3 Penghitungan Beban Kerja .......................................................................................... 13
2.4 Tingkat Ketergantungan Pasien .................................................................................. 15

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan ………………………………………………..................................…….. 17

3.2 Saran …………………………………………………...................................…………. 17

DAFTAR PUSTAKA …………………………………....................................…………... 18

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebuah organisasi/ perusahaan dalam mewujudkan eksistensinya dalam rangka
mencapai tujuan bisnisnya, memerlukan sejumlah pekerja yang mempu melaksanakan
seluruh volume kerjanya. Pekerja tersebut mungkin sudah berada di dalam oerganisasi/
perusahaan, disammping mungkin pula masih memerlukan penembahan atau pengurang
sari yang sudah ada. Untuk itu diperlukan Perencanaan SDM dengan berorientasi pada
Hasil Analisis Pekerjaan, agar pekerja yang diperlukan dapat dipenuhi, baik dari segi
kuantitatif (jumlahnya) maupun kualitatif (kualitasnya). Dengan tersedianya sejumlah
tenaga yang relevan dengan tuntutan Diskripsi atau spesifikasi pekerjaan, diharapkan
seluruh volume kerja dapat dilaksanakan secara produktif dan berkualitas.
Perencanaan kebutuhan SDM kesehatan di tingkat institusi bisa dihitung dengan
menggunakan metode penyusunan kebutuhan tenaga berdasarkan Daftar Susunan
Pegawai (DSP) atau “authorized staffing list”, metode penyusunan kebutuhan tenaga
berdasarkan WISN (Workload Indikator Staf Need/ Indikator Kebutuhan Tenaga
Berdasarkan Beban Kerja), metode penyusunan kebutuhan tenaga berdasarkan skenario/
proyeksi dari WHO dan metode penyusunan kebutuhan tenaga untuk bencana (Depkes,
2004).
Prosedur perhitungan SDM kesehatan dengan menggunakan metode WISN adalah
suatu metode perhitungan kebutuhan SDM kesehatan berdasarkan pada beban pekerjaan
nyata yang dilaksanakan oleh tiap kategori SDM kesehatan pada tiap unit kerja di fasilitas
pelayanan kesehatan. Kelebihan metode ini mudah dioperasikan, mudah digunakan,
secara teknis mudah diterapkan, komprehensif dan realistis (Depkes, 2004). Metode ini
dapat digunakan di rumah sakit, puskesmas dan sarana kesehatan lainnya atau bahkan
dapat digunakan untuk kebutuhan tenaga di kantor dinas kesehatan (Adisasmito, 2007).

1
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang didapat berdasarkan latar belakang di atas sebagai
berikut:
1. Bagaimana cara perhitungan jumlah tenaga (SDM keperawatan/ kesehatan)
berdasarkan “authorized staffing list”?
2. Bagaimana perencanaan SDM kesehatan di tingkat institusi?
3. Bagaimana cara perhitungan beban kerja?
4. Bagaimana tingkat ketergantungan pasien menurut Depkes?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan yang didapat berdasarkan rumusan masalah di atas sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui cara perhitungan jumlah tenaga (SDM keperawatan/ kesehatan)
berdasarkan “authorized staffing list”.
2. Untuk mengetahui perencanaan SDM kesehatan di tingkat institusi.
3. Untuk mengetahui cara perhitungan beban kerja.
4. Untuk mengetahui tingkat ketergantungan pasien menurut Depkes.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perhitungan Jumlah Tenaga (SDM Keperawatan/Kesehatan)


Perencanaan kebutuhan SDM kesehatan di tingkat institusi bisa dihitung dengan
menggunakan metode penyusunan kebutuhan tenaga berdasarkan Daftar Susunan Pegawai
(DSP) atau “authorized staffing list”, metode penyusunan kebutuhan tenaga berdasarkan
WISN (Workload Indikator Staf Need/ Indikator Kebutuhan Tenaga Berdasarkan Beban
Kerja), metode penyusunan kebutuhan tenaga berdasarkan skenario/ proyeksi dari WHO dan
metode penyusunan kebutuhan tenaga untuk bencana (Depkes, 2004).
Prosedur perhitungan SDM kesehatan dengan menggunakan metode WISN adalah suatu
metode perhitungan kebutuhan SDM kesehatan berdasarkan pada beban pekerjaan nyata yang
dilaksanakan oleh tiap kategori SDM kesehatan pada tiap unit kerja di fasilitas pelayanan
kesehatan. Kelebihan metode ini mudah dioperasikan, mudah digunakan, secara teknis
mudah diterapkan, komprehensif dan realistis (Depkes, 2004). Metode ini dapat digunakan di
rumah sakit, puskesmas dan sarana kesehatan lainnya atau bahkan dapat digunakan untuk
kebutuhan tenaga di kantor dinas kesehatan (Adisasmito, 2007).
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan jumlah tenaga perawat:
1) Jumlah tempat tidur operasional
2) BOR rata-rata
3) Jenis layanan
4) Faktor klien: tingkat kompleksitas dan lamanya kebutuhan perawatan, tipe
klien, usia, dan lain-lain).
5) Fasilitas yang dimiliki rumah sakit
6) Tata ruang
7) Visi- Misi rumah sakit
8) Kebijakan yang berhubungan dengan pengaturan waktu libur dan cuti.
9) Kebijakan yang berhubungan dengan penerimaan, pemulagan pasien, dan lain-
lain.
2. Rumus Perhitungan tenaga perawat

3
1) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
81/Menkes/SK/I/2004 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan SDM
Kesehatan di tingkat Propinsi, Kab/Kota serta Rumah Sakit.
Metode – metode dasar:
(1) Penyusunan kebutuhan SDM kesehatan berdasarkan keperluan kesehatan
(’’Health Need Method’’).
Dalam cara ini dimulai debgan ditetapkannya keperluan (‘’need’’) menurut
golongan umur, jenis kelamin, dllnya. Selajutnya dibuat proyeksi penduduk
untuk tahun sasaran menurut kelompok penduduk yang ditetapkan ;
diperhitungkan keperluan upaya kesehatan untuk tiap-tiap kelompok penduduk
pada tahun sasaran.
(2) Penyusunan kebutuhan tenaga kesehatan berdasarkan permintaa kebutuhan
kesehatan (’’Health Services Demand Method’’).
Dalam cara ini dimulai dengan ditetapkannya kebutuhan (’’demand’’)
upaya atau pelayanan kesehatan untuk kalompok-kelompok penduduk menurut
golongan umur, jenis kelamin, tingkat ekonomi, pendidikan, lokasi, dllnya.
Selanjutnya dibuat proyeksi penduduk untuk tahun sasaran menurut kelompok
penduduk yang ditetapkan; diperhitungkan kebutuhan pelayanan kesehatan
unutuk tiap-tiap kelompok penduduk tersebut pada tahun sasaran.selanjutnya
untuk memperoleh perkiraan kebutuhan jumlah dan janis tenaga kebutuhan
tersebut diperoleh dengan membagi jumlah keseliruhan pelayanan kesehatan
pada tahun sasaran dengan kemampuan jenis tenaga tersebut untuk
melaksanakan pelayanan kesehatan termaksud pada tahun sasaran.
Contoh:
 Dengan sasaran untuk memenuhi kabutuhan kesehatan pada suatu kota
diperhitungkan anak umur 0-4 tahun memerlukan rata-rata 1,0 kunjungan
dokter dan 2,0 kunjungan perawat pertahun.
 Proyeksi pada tahun target anak umur 0-4 tahun adalah 2,0 juta,
 Anak-anak ini kemudian akan memerlukan 2 juta kunjungan dokter dan 4
juta kunjungan perawat.
 Dokter FTE (penuh waktu) dapat melakukan 6000 kunjungan pertahun dan
FTE perawat, 7000 per tahun.
 Proyeksi tenaga penuh waktu (FTE) yang diperlukan:

4
- Dokter FTE = 2,0 juta : 6000 = 333 dokter
- Perawat FTE = 4,0 juta : 7000 = 571 perawat.
 Kebutuhan kesehatan tersebut dapat lebih tinggi atau lebih
rendah tergantung pula pada kemampuan penyediaan atau pelayanan
kesehatan yang dapat diusahakan.
(3) Penyusunan kebutuhan tenaga kesehatan berdasarkan sasaran upaya
kesehatan yang ditetapkan (”Health Service Targets Method’’).
Dalam cara ini dimulai dengan menetapkan berbagai sasaran upaya atau
memperoleh perkiraan kebutuhan jumlah dari jenis tenaga kesehatan tertentu
diperoleh dengan membagi keseluruhan upaya atau pelayanan kesehatan tahun
sasaran dengan kemampuan jenis tenaga tersebut untuk melaksanakan upaya
etau pelayanan kesehatan termaksud pada tahun sasaran.
(4) Penyusunan kebutuhan SDM kesehatan berdasarkan rasio terhadap sesuatu
nilai (”Ratio Method”)
Pertama – tama ditentukan atau diperkirakan rasio dari tenaga terhadap
suatu nilai tertentu misalnya jumlah penduduk, tempat tidur RS, Puskesmas dan
lain – lainnya. Selanjutnya nilai tersebut diproyeksikan ke dalam sasaran.
Perkiraan kebutuhan jumlah dari jenis tenaga kesehatan tertentu diperoleh dari
membagi nilai yang piproyeksikan termasuk dengan rasio yang ditentukan.

2.2 Perencanaan Kebutuhan SDM Kesehatan Di Tingkat Institusi


Perencanaan kebutuhan SDM kesehatan di tingkat institusi ini bisa dihitung dengan
menggunakan metode Daftar Susunan Pegawai (DSP) (”Authorized Staffing List), atau
WISN (Work Load Indikator Staff Need).
2.2.1 Prosedur penghitungan kebutuhan SDM Kesehatan dengan
menggunakan metode Daftar Susunan Pegawai (DSP) (”Authorized Staffing List).
Metode perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan DSP ini bisa digunakan di berbagai
unit kerja seperti puskesmas, rumah sakit, dan sarana kesehata lainnya. Sebagai contoh,
berikut ini adalah penghitungan kebutuhan SDM berdasarkan DSP di Puskesmas.
1. Langkah Awal Penyusunan DSP Puskesmas
Langkah awal penyusunan DSP adalah menghitung produktivitas Puskesmas secara
kolektif dengan menggunakan rumus:

0
S= (Nilai S serendah – rendahnya 5)
300 x N
5
S : Daya guna Staf / Hari
N : Jumlah Staf
O : Out Put Puskesmas
Nilai Daya guna staf per hari ( S ) sekurang-kurangnya harus = 5
Apabila S < 5 maka dua alternatif yang perlu ditempuh:
1) Memindahkan tenaga yang berlebihan atau
2) Meningkatkan output puskesmas.
Bagi Puskesmas yang jumlah kunjungannya tinggi, tetapi jumlah tenaganya lebih
kecil dibandingkan dengan jumlah tenaga yang tertera dalam tabel, apabila tidak dapat
diangkat sebagai PNS Dearah, dapat diatasi kekurangan tenaganya dengan sistim kontrak
yang dananya berasal dari Pemda setempat atau oleh lembaga lainnya.

6
No Dayaguna
Out Put Puskesmas ( O) Jumlah Staf ( N )
. Staf / Hari ( S)
1 Kurang dari 30.000 orang / thn 16 orang 6.25
2 30.000 – 50.000 orang/thn 21 orang 5,2 - 8,0
3 50.000 – 70.000 orang/thn 30 orang 5,5 – 7,7
4 77.000 – 100.000 orang/thn 40 orang 5,8 – 8,3
5 > 100.000 orang/thn > 40 orang 6,6

Menghitung kebutuhan SDM dapat dilaksankan dengan:


1) Menghitung output Puskesmas seperti pada tabel. VI.1 dimana output
Puskesmas menentukan jumlah SDM yang dibutuhkan, atau
2) Mempergunakan time study untuk menghitung kapasitas kerja maupun uraian
tugas Staf Puskesmas.
Kebutuhan tenaga dapat dihitung dengan rumus :

n=NxK

n : jumlah SDM yang dibutuhkan


N : jumlah beban kerja
K : Kapasitas kerja / menit
T : jumlah kerja per hari = 360 menit = 6 X 60 menit

2. Menentukan jenis tenaga yang dibutuhkan.


Untuk menetapkan jenis tenaga, kita menggunakan struktur organisasi Puskesmas
sesuai yang ditetapkan Pemda masing-masing. (Berdasarkan SK Mendagri No. 23 tahun
1994, Struktur terdiri dari unit administrasi, unit 1 sampai dengan unit 6. Setiap unit
merupakan kelompok kegiatan yang harus dianalisis secara rinci. Misalnya unit
administrasi terdiri dari jabatan Kepala Tata Usaha, Statistik, Bendahara, Supir, Penjaga
Puskesmas. Masing-masing jabatan mempersyaratkan jenis tenaga tertentu, misalnya
jabatan bendaharaharus dijabat oleh petugas yang minimal berijasah SMEA/ SMTA dan
telah mengikuti kursus bendaharawan).
Perkiraan jenis tenaga pada jabatan-jabatan teknis tidak sulit, karena masing-masing
jabatan mempersyaratkan tenaga yang memiliki keterampilan tertentu. Pendidikan
tenaga-tenaga teknis kesehatan yang siap pakai mewajibkan penempatannya pada jabatan

7
teknis yang tepat. Hal ini memudahkan pengelola kepegawaian untuk menentukan jenis
tenaga yang layak untuk ditempatkan pada jabatan dimaksud.
Contoh: unit peningkatan dan kesehatan keluarga apabila diperinci antara lain terdiri
dari kegiatan KIA, KB, Kesehatan Gigi Keluarga, sehingga dapat diperkirakan unit
bersangkutan membutuhkan tenaga bidan, ahli gizi.
Berikut ini adalah contoh DSP Puskesmas dengan bermacam-macam model:
1. Model Puskesmas yang berada di daerah terpencil dengan penduduk jarang, dengan
kegiatan rendah.
2. Model Puskesmas dengan penduduk 20.000 dengan output Puskesmas pertahun =
35.000
3. Model Puskesmas di daerah perkotaan dengan penduduk padat, dengan output
Puskesmas per tahun 60.000
4. Model Puskesmas perawatan yang jauh hubungan daratnya dengan RSU terdekat.
5. Model Puskesmas perawatan di daerah kepulauan dengan sarana perhubungan laut
yang sulit.
6. Model Puskesmas Perawatan di daerah strategis.

2.2.2 Prosedur penghitungan kebutuhan SDM Kesehatan dengan


menggunakan metode WISN ( Work Load Indikator Staff Need / Kebutuhan
SDM kesehatan berdasarkan indikator beban kerja)
Metode perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan beban kerja (WISN) adalah metode
perhitungan kebutuhan SDM kesehatan berdasarkan pada beban pekerjaan nyata yang
dilaksanakan oleh tiap kategori SDM kesehatan pada tiap unit kerja di fasilitas pelayanan
kesehatan. Kelebihan metode ini mudah dioperasikan, mudah digunakan, secara teknis
mudah diterapkan, komprehensif dan realistis.
Adapun langkah perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan WISN ini meliputi 5
langkah, yaitu:
1. Menetapkan waktu kerja tersedia.
2. Menetapkan unit kerja dan kategori SDM.
3. Menyusun standar beban kerja.
4. Menyusun standar kelonggaran.
5. perhitungan kebutuhan tenaga per unit kerja.
Pada dasarkan metode WISN ini dapat digunakan di rumah sakit, puskesmas, dan
sarana kesehatan lainnya, atau bahkan dapat digunakan untuk kebuhan di Kantor Dinas
8
Kesehatan. Sebagai contoh di bawah ini disajikan penggunaan metode WISN di sarana
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.
1. Langkah pertama (Menetapkan Waktu Kerja Tersedia )
Menetapkan waktu kerja tersedia tujuannya adalah diperolehnya waktu kerja
tersedia masing – masing kategori SDM yang bekerja di Rumah Sakit selama kurun
waktu satu tahun.
Data yang dibutuhkan untuk menetapkan waktu kerja tersedia adalah sebagai
berikut:
1) Hari kerja, sesuai ketentuan yang berlaku di RS atau Peraturan Daerah setempat,
pada umumnya dalam seminggu 5 hari kerja. Dalam 1 tahun 250 hari kerja (5 hari
x 50 minggu). (A)
2) Cuti tahunan, sesuai ketentuan setiap SDM memiliki hak cuti 12 hari kerja setiap
tahun. (B)
3) Pendidikan dan pelatihan, sesuai ketentuan yang berlaku di RS untuk
mempertahankan dan meningkatkan kompetensi / profesionalisme setiap SDM
memiliki hak untuk mengikuti pelatiahn/kursus/seminar/lokakarya dalam 6 hari
kerja. (C)
4) Hari Libur Nasional, berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Terkait tentang
Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama, tahun 2002-2003 ditetapkan 15 Hari
Kerja dan 4 hari kerja unutk cuti bersama. (D)
5) Ketidakhadiran kerja, sesuai data rata – rata ketidakhadiran kerja (selama kurun
waktu 1 tahun) karena alasan sakit, tidak masuk dengan atau tanpa pemberitahuan
/ ijin. (E)
6) Waktu Kerja, sesuai ketentuan yang berlaku di RS atau Peraturan Daerah, pada
umumnya waktu kerja dalam 1 hari adalah 8 jam (5 hari kerja/minggu). (F)
Berdasarkan data tersebut selanjutnya dilakukan perhitungan untuk menetapkan
waktu tersedia dengan rumus sebagai berikut:
Waktu Kerja Tersedia = [A – (B+C+D+E) ] X F

Keterangan :
A = Hari Kerja D = Hari Libur Nasional
B = Cuti Tahunan E = Ketidakhadiran Kerja
C = Pendidikan dan Pelatihan F = Waktu Kerja

9
Apabila adanya perbedaan rata – rata ketidakhadiran kerja atau RS menetapkan
kebijakan untuk kategori SDM tertentu dapat mengikuti pendidikan dan pelatihan lebih
lama di banding kategori SDM lainnya, maka perhitungan waktu kerja tersedia dapat
dilakukan perhitungan menurut kategori SDM.
2. Langkah Kedua (Menentapkan Unit Kerja Dan Kategori SDM)
Menetapkan unit kerja dan kategori SDM tujuannya adalah diperolehnya unit kerja
dan kategori SDM yang bertanggung jawab dalam menyelenggarakan kegiatan
pelayanan kesehatan perorangn pada pasien, keluarga dan masyarakat di dalam dan di
luar RS.
Data dan informasi yang dibutuhkan untuk penetapan unit kerja dan kategori SDM
adalah sebagai berikut:
1) Bagan Struktur Organisasi RS dan uraian tugas pokok dan fungsi masing –
masing unit dan sub-unit kerja.
2) Keputusan Direktur RS tentang pembentukan unit kerja struktural dan fungsional
misalnya: Komite Medik, komite Pengendalian Mutu RS. Bidang/Bagian
Informasi.
3) Data Pegawai Berdasarkan Pendidikan yang bekerja pada tiap unit kerja di RS.
4) PP 32 tahun 1996 tentang SDM kesehatan.
5) Peraturan perundang – undangan berkaitan dengan jabatan fungsional SDM
kesehatan.
6) Standar profesi, standar pelayanan dan standar operasional prosedur (SOP) pada
tiap kerja RS.
3. Langkah Ketiga (Menyusun Standar Beban Kerja)
Standar beban kerja adalah volume/kuantitas beban kerja selama 1 tahun per
kategori SDM. Standar beban kerja untuk suatu kegiatan pokok disusun berdasarkan
waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan (rata – rata waktu) dan waktu yang tersedia
pe tahun yang similiki oleh masing – masing kategori tenaga.
Pelayanan Kesehatan di RS bersifat individual, spesifik dan unik sesuai karakteristik
pasien (umur, jenis kelamin), jenis dan berat ringannya penyakit, ada tidaknya
komplikasi. Disamping itu harus mengacu pada standar pelayanan dan standar
operasional prosedur (SOP) serta pengguanaan teknologi kedokteran dan prasarana yang
tersedia secara tepat guna. Oleh karena itu pelayanan kesehatan RS membutuhkan SDM
yang memiliki berbagai jenis kompetensi, jumlah dan distribusinya tiap unit kerja sesuai
beban kerja.
10
Data dan informasi yang dibutuhkan untuk menetapkan beban kerja masing –
masing kategori SDM utamanya adalah sebagai berikut :
1) Kategori SDM yang bekerja pada tiap unit kerja RS sebagaimana hasil yang telah
ditetapkan pada langkah kedua.
2) Standar profesi, standar pelayanan yang berlaku di RS.
3) Rata – rata waktu yang dibutuhkan oleh tiap kategori SDM untuk
melaksanakan/menyelesaikan berbagai pelayanan RS.
4) Data dan informasi kegiatan pelayanan pada tiap unti kerja RS.
Beban kerja masing – masing kategori SDM di tiap unit kerja RS adalah meliputi:
1) Kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh masing – masing kategori SDM.
2) Rata – Rata waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tiap kegiatan pokok.
3) Standar beban kerja pe 1 tahun masing – masing kategori SDM.
Kegiatan pokok adalah kumpulan berbagia jenis kegiatan sesuai standar pelayanan
dan stan operasional prosedur (SOP) untuk menghasilkan pelayanan kesehatan/ medik
yang dilaksanakan oleh SDM kesehatan dengan kompetensi tertentu.
Langkah selanjutnya untuk memudahkan dalam menetapkan beban kerja masing –
masing kategori SDM, perlu disusun kegiatan pokok serta jenis kegiatan pelayanan, yang
berkaitan langsung/ tidak langasung dengan pelayanan kesehatan perorangan.
Rata – rata waktu adalah suatu waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu
kegiatan pokok, oleh masing – masing ketegori SDM pada tiap unit kerja. Kebutuhan
wkatu untuk menyelesaikan kegiatan sangat bervariasi dan dipengaruhi standar
pelayanan, sdtandar operasional prosedur (SOP), sarana dan prasarana medik yang
tersedia serta kompetensi SDM.
Rata – rata waktu ditetapkan berdasarkan pengamatan dan pengalaman selama
bekerja dan kesepakatan bersama. Agar diperoleh data rat – rata waktu yang cukup
akurat dan dapat dijadikan acuan, sebaiknya ditetapkan berdasarkan waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan tiap kegiatan pokok oleh SDM yang memiliki
kompetensi, kegiatan pelaksanaan standar pelayanan, standar operasional prosedur
(SOP), dan memiliki etos kerja yang baik.
Secara bertahap RS dapat melakukan studi secara intensif untuk menyusun standar
waktu yang dibutuhkan menyelesaikan tiap kegiatan oleh masing – masing kategori
SDM.
Adapun rumus perhitungan standar beban kerja adalah sebagai berikut:

11
Waktu Kerja Tersedia
Standar Beban Kerja =
Rata – rata waktu peraturan-Kegiatan Pokok

4. Langkah Keempat (Penyusunan Standar Kelonggaran)


Penyusunan standar kelonggaran tujuannya adalah diperolehnya faktor kelonggaran
tiap kategori SDM meliputi jenis kegiatan dan kebutuhan waktu untuk menyelesaikan
suatu kegiatan yang tidak terkait langsung atau dipengaruhi tinggi rendahnya kualitas
atau jumlah kegiatan pokok/pelayanan.
Penyusunan faktor kelonggaran dapat dilaksanakan melalului pengamatan dan
wawancara kepada tiap kategori tentang:
1) kegiatan - kegiatan yang tidak terkait langsung dengan pelayanan pada pasien,
misalnya ; rapat, penyusunan laporan kegiatan, menyusun kebutuhan obat/bahan
habis pakai.
2) Frekuensi kegiatan dalam satu hari, minggu, bulan
3) waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kegiatan.
Rata – rata Waktu Per-Faktor Kelonggaran
Standar Kelonggaran =
Waktu Kerja Tersedia

5. Langkah Kelima (Perhitungan Kebutuhan SDM Per Unit Kerja)


Perhitungan kebutuhan SDM per unit kerja tujuannya adalah diperolehnya jumlah
dan jenis/kategori SDM per unit kerja sesuai beban kerja selama 1 tahun.
Sumber data yang dibutuhkan untuk perhitungan kebutuhan SDM per unit kerja
meliputi:
1) Data yng diperoleh dari langkah – langkah sebelumnya yaitu:
 Waktu kerja tersedia
 Standar beban kerja dan
 Standar kelonggaran masing – masing kategori SDM
2) Kuantitas kegiatan pokok tiap unit kerja selama kurun waktu satu tahunan.
Kuantitas kegiatan pokok disusun berdasarkan berbagai data dan kegiatan pelayanan
yang telah dilaksanakan di tiap unit kerja RS selama kurun waktu satu tahun.
Untuk menyusun kuantitas kegiatan pokok instalasi rawat inap dibutuhkan data
dasar sebagai berikut:

12
1) Jumlah tempat tidur
2) Jumlah pasien masuk/keluar dalam 1 tahun
3) Rata – rata sensus harian
4) Rata – rata lama pasien di rawat (LOS)
Kunatitas Kegiatan Pokok
Kebutuhan SDM = + Satndar Kelonggaran
Standar Beban Kerja

2.3 Penghitungan Beban Kerja


Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan beban kerja perawat
antara lain:
1. Jumlah pasien yang dirawat setiap hari/bulan/tahun di unit tersebut.
2. Kondisi atau tingkat ketergantungan pasien.
3. Rata-rata hari perawatan.
4. Pengukuran keperawatan langsung, perawatan tidak langsung dan pendidikan
kesehatan.
5. Frekuensi tindakan perawatan yang dibutuhkan pasien.
6. Rata-rata waktu perawatan langsung, tidak langsung dan pendidikan kesehatan.
Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk menghitung beban kerja secara personel
antara lain sebagai berikut:
1. Work sampling
Teknik ini dikembangkan pada dunia industri untuk melihat beban kerja yang
dipangku oleh personel pada suatu unit, bidang maupun jenis tenaga tertentu. Pada
metode work sampling dapat diamati hal-hal spesifik tentang pekerjaan antara lain:
1) Aktivitas apa yang sedang dilakukan personel pada waktu jam kerja.
2) Apakah aktivitas personel berkaitan dengan fungsi dan tugasnya pada waktu jam
kerja.
3) Proporsi waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif atau tidak
produktif.
4) Pola beban kerja personel dikaitkan dengan waktu dan jadwal jam kerja.
Untuk mengetahui hal-hal tersebut perlu dilakukan survei tentang kerja personel
dengan langkah-langkah sebagai berikut:

13
1) Menentukan jenis personel yang akan disurvei.
2) Bila jumlah personel banyak perlu dilakukan pemilihan sampel sebagai subjek
personel yang akan diamati dengan mengunakan metode simple random
sampling untuk mendapatkan sampel yang representatif.
3) Membuat formulir kegiatan perawat yang dapat diklasifikasikan sebagai kegiatan
produktif dan tidak produktif dapat juga dikategorikan sebagai kegiatan langsung
dan tidak langsung.
4) Melatih pelaksana peneliti tentang cara pengamatan kerja dengan menggunakan
work sampling.
5) Pengamatan kegiatan personel dilakukan dengan interval 2–15 menit tergantung
karakteristik pekerjaan yang dilakukan.
Pada teknik work sampling kita akan mendapatkan ribuan pengamatan kegiatan dari
sejumlah personel yang kita amati. Oleh karena besarnya jumlah pengamatan kegiatan
penelitian akan didapatkan sebaran normal sampel pengamatan kegiatan penelitian.
Artinya data cukup besar dengan sebaran sehingga dapat dianalisis dengan baik. Jumlah
pengamatan dapat dihitung.
2. Time and motion study
Pada teknik ini kita mengamati dan mengikuti dengan cermat tentang kegiatan yang
dilakukan oleh personel yang sedang kita amati. Melalui teknik ini akan didapatkan
beban kerja personel dan kualitas kerjanya. Langkah-langkah untuk melakukan teknik ini
yaitu:
1) menentukan personel yang akan diamati untuk menjadi sampel dengan metode
purposive sampling.
2) membuat formulir daftar kegiatan yang dilakukan oleh setiap personel.
3) daftar kegiatan tersebut kemudian diklasifikasikan seberapa banyak personel yang
melakukan kegiatan tersebut secara baik dan rutin selama dilakukan pengamatan.
4) membuat klasifikasi atas kegiatan yang telah dilakukan tersebut menjadi kegiatan
medis, kegiatan keperawatan dan kegiatan administrasi.
5) menghitung waktu objektif yang diperlukan oleh personel dalam melakukan
kegiatan-kegiatan yang dilakukan.
Penelitian dengan menggunakan teknik ini dapat digunakan untuk melakukan
evaluasi tingkat kualitas suatu pelatihan atau pendidikan yang bersertifikat atau bisa juga
digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan suatu metode yang ditetapkan secara baku

14
oleh suatu instansi seperti rumah sakit. Dari metode work sampling dan time and motion
study maka akan dihasilkan output sebagai berikut.
1) Deskripsi kegiatan menurut jenis dan alokasi waktu untuk masing-masing
pekerjaan baik yang bersifat medis, perawatan maupun administratif. Selanjutnya
dapat dihitung proporsi waktu yang dibutuhkan untuk masing-masing kegiatan
selama jam kerja.
2) Pola kegiatan yang berkaitan dengan waktu kerja, kategori tenaga atau karakteristik
demografis dan sosial.
3) Kesesuaian beban kerja dengan variabel lain sesuai kebutuhan penelitian. Beban
kerja dapat dihubungkan dengan jenis tenaga, umur, pendidikan, jenis kelamin atau
variabel lain.
4) Kualitas kerja pada teknik ini juga menjadi perhatian karena akan menentukan
kompetensi atau keahlian yang harus dimiliki oleh personel yang diamati.
3. Daily log.
Daily log atau pencatatan kegiatan sendiri merupakan bentuk sederhana work
sampling yaitu pencatatan dilakukan sendiri oleh personel yang diamati. Pencatatan
meliputi kegiatan yang dilakukan dan waktu yang diperlukan untuk melakukan kegiatan
tersebut. Penggunaan ini tergantung kerja sama dan kejujuran dari personel yang diamati.
Pendekatan ini relatif lebih sederhana dan biaya yang murah. Peneliti biasa membuat
pedoman dan formulir isian yang dapat dipelajari sendiri oleh informan. Sebelum
dilakukan pencatatan kegiatan peneliti menjelaskan tujuan dan cara pengisian formulir
kepada subjek personal yang diteliti, tekankan pada personel yang diteliti yang terpenting
adalah jenis kegiatan, waktu dan lama kegiatan, sedangkan informasi personel tetap
menjadi rahasia dan tidak akan dicantumkan pada laporan penelitian. Menuliskan secara
rinci kegiatan dan waktu yang diperlukan merupakan kunci keberhasilan dari
pengamatan dengan daily log.

2.4 Tingkat Ketergantungan Pasien


Menurut Depkes (2002) klasifikasi ketergantungan pasien ada 4 kategori, masing-masing
memerlukan waktu:
1. Asuhan keperawatan minimal (2 jam / 24 jam)
1) Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri.
2) Makan dan minum dilakukan sendiri.
3) Ambulasi dengan pengawasan.
15
4) Observasi tanda-tanda vital dilakukan setiap shift.
5) Pengobatan minimal, status psikologis stabil.
2. Asuhan keperawatan sedang (3,08 jam/24 jam)
1) Kebersihan diri dibantu, makan minum dibantu.
2) Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam.
3) Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali. 
3. Asuhan keperawatan agak berat (4,15 jam/24 jam)
1) Sebagian besar aktifitas dibantu.
2) Observasi tanda-tanda vital setiap 2 – 4 jam sekali.
3) Terpasang folley cateter, intake output dicatat.
4) Terpasang infuse.
5) Pengobatan lebih dari sekali.
6) Persiapan pengobatan perlu prosedur.
4. Asuhan keperawatan maksimal (6,16 jam/24 jam)
1) Segala aktifitas diberikan perawat.
2) Posisi diatur, observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam.
3) Makan memerlukan NGT, terapi intra vena.
4) Penggunaan suction.
5) Gelisah/disorien

16
BAB III

PENUTUP
3.1 Simpulan
Perencanaan SDM kesehatan adalah proses untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja
yang berkualitas di bidang kesehatan untuk saat ini dan di masa mendatang sehingga dapat
memenuhi kebutuhan pasien. Perencanaan SDM keperawatan merupakan bagian yang tidak
terlepas dari perencanaa SDM Kesehatan. Perencanaan tenaga keperawatan merupakan
proses pemikiran dan penentuan secara matang tenaga keperawatan yang dibutuhkan untuk
mencapai tujuan. Perhitungan kebutuhan tenaga keperawatan atau staffing merupakan fungsi
manajemen yang merupakan dasar pelaksanaan kegiatan keperawatan (Julia et al. 2014).
Perhitungan tenaga perwat sangatlah berhubungan dengan beban kerja perawat.Terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengkaji beban kerja tenaga perawat, yakni rasio
pasien disbanding perawat, rasio tempat tidur disbanding, serta perlunya memperhitungkan
tugas non-keperawatan yang dilakukan oleh perawat seperti transport pasien (Kang et al.
2016).

3.2 Saran
Dengan mempelajari mengenai cara perhitungan jumlah tenaga kerja diharapkan kita
nantinya sebagai pemimpin dapat melakukan perencanaan kebutuhan SDM sesuai dengan
kondisi ruangan dan tingkat ketergantungan pasien. Kami menyadari makalah kami kurang
sempurna sehingga memerlukan masukan dari pihak lain.

17
DAFTAR PUSTAKA
Blains Kathleen.K, Hayes Janice S, Kozier Barbara, Erb Glenora. 2006. Praktik Keperawata
Profesional : Konsep dan Prespektif. Jakarta: EGC.
Dec Ann Gillie. 1989. Manajemen Keperawatan (suatu pendekatan sistem) edisi ke 2 alih
bahasa Drs.Dika Sukmana,Rika Widya Sukmana
Depkes RI. 2006.Rancangan Pedoman Pengembangan Sistem jenjang Karier Profesional
Perawat Pengurus Pusat PPNI dan Direktorat Bina Pelayanan Medik Depke RI.
Depkes. 2011. Standar Akreditasi Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Gilles, D.A.1996. Nursing Management. System Approach. Philadelphia: Saunders.
Grant, A.B., dan V.H. Massey. 1999. Nursing Leadership, Management, and Research.
Pennsylvania: Springhouse Corporation.
Marquis, B.L., dan C.J. Huston. 2000. Leadership roles and management functions in
nursing. Philadelphia: JB Lippincott.
Marquis, B.L., dan C.J. Huston. 1998. Management Decision Making for Nurses. 124 Cases
Studies. Edisi 3. Philadelphia: JB Lippincott.
Mclaughin, F.E., S.E.Thomas, dan M. Barter. 1995. ”Changes Related to Care Delivery
Patterns”. JONA. 25 (5: 20–26).
Nawawi H.Hadani. 2005. manajemen SDM untuk bisnis yang kompetisi Gajahmada
University.
Novuluri, R.B. 1999. “Integrated Quality Improvement in Patient Care.” Journal of Nursing
dan Health Sciences. 1 (4: 249–254).
Nursalam. 2002. Manajemen Keperawatan. Aplikasi dalam Praktik Keperawatan
Profesional. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam, 2015. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktek Keperawatan
Profesional. Jakarta : Penerbit Salemba Medika.
________. 2007. Manajemen Keperawatan. Aplikasi dalam Praktik Keperawatan
Profesional. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
________. 2008. Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Rowland, H.S., dan B.L. Rowland. 1997. Nursing Adminitration Handbook. Edisi 4.
Maryland: An Aspen Publication.
Silalahi Ulber. 2002. Pemahaman Praktis Asas-asas Manajemen. Bandung: Mandar Maju.
Sitorus, R. 2002. “Model Praktek Keperawatan Profesional. Seminar Nasional pada RAPIM
PPNI.” Februari. Malang.
Swanburg, Russel C. 2005. Kepemimpinan & Manajemen Keperawatan untuk Perawat
Klinis. Jakarta : EGC.
Swanburg. C. Russell. 1995. Pengembangan Staf Keperawatan: suatu komponen
pengembangan SDM. Jakarta: EGC.
Yoder-wise, Patricia S. 2003. Leading Managing in Nursing Third Edition, Mosby
Philadelpia.

18
19

Anda mungkin juga menyukai