Oleh
Alfiyah Fauziah
NIM 172303102190
i
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI
SENSORI: HALUSINASI PENDENGARAN PADA SKIZOFRENIA
DI RSJ DR. RADJIMAN WEDIODININGRAT
LAWANG
Oleh
Alfiyah Fauziah
NIM 172303102190
ii
KARYA TULIS ILMIAH
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI
SENSORI: HALUSINASI PENDENGARAN PADA SKIZOFRENIA
DI RSJ DR. RADJIMAN WEDIODININGRAT
LAWANG
Oleh
Alfiyah Fauziah
NIM 172303102190
Pembimbing
Dosen Pembimbing : Ns. Nurul Huda, S.Kep.,M.si.
iii
MOTTO
Allah akan meninggikan orang – orang yang beriman diantara kamu dan
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Alfiyah Fauziah
NIM 172303102190
v
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Oleh :
Pembimbing
vi
PENGESAHAN
Mengesahkan,
Koordinator Program Studi
D3 Fakultas Keperawatan Universitas Jember
Kampus Pasuruan
vii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir dengan judul
“Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
Pendengaran Pada Skizofrenia Di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang ”
sesuai waktu yang ditentukan. Pada penyusunan karya tulis ilmiah mendapat
bantuan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung, oleh karena
itu tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Iwan Taruna, M.Eng selaku Rektor Program Sudi D3
Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Jember Kampus Pasuruan
2. Ibu Ns. Lantin Sulistyorini, S.Kep, M. Kes selaku Dekan Program Studi
D3 Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Jember
3. Ns. Nurul Huda, S.Kep.,M.si. selaku Koordinator dan Dosen Pembimbing
utama yang telah meluangkan waktu, pikiran dan perhatian dalam
membimbing serta mengarahkan dalam pembuatan Laporan Tugas Akhir
Studi Kasus ini. Serta koordinator Program Studi D3 Fakultas
Keperawatan Universitas Jember Kampus Kota Pasuruan
4. Ibu Erik Kusuma, S.Kep.Ns., M.Kes. selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang telah membimbing selama penulis menjadi mahasiswa di
Fakultas Keperawatan Universitas Jember Kampus Kota Pasuruan.
5. Kepada Pegawai RSJ. Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang yang telah
membantu memberi tempat penelitian dan membantu dalam penyusunan
Laporan Tugas Akhir.
Harapan penulis semoga Laporan Tugas Akhir ini dapat memberikan
manfaat dan menambah pengetahuan terutama bagi penulis serta bermanfaat bagi
dunia keperawatan di Indonesia.
Pasuruan, 05 Mei 2020
Yang menyatakan
Alfiyah Fauziah
172303102190
viii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
DAFTAR SINGKATAN
xii
xiii
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2 Batasan Masalah .............................................................................. 2
1.3 Rumusan Masalah ............................................................................ 3
1.4 Tujuan .............................................................................................. 3
1.4.1 Tujuan Umum ........................................................................ 3
1.4.2 Tujuan Khusus........................................................................ 3
1.5 Manfaat ............................................................................................ 3
1.5.1 Teoritis ................................................................................... 3
1.5.2 Praktisi .................................................................................... 4
xiv
2.3.5 Tahap Evaluasi ......................................................................... 35
2.3.6 Strategi Pelaksanaan ................................................................. 36
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan .................................................................................... 89
5.1.1 Pengkajian Keperawatan....................................................... 89
5.1.2 Diagnosa Keperawatan......................................................... 89
5.1.3 Perencanaan Keperawatan.................................................... 89
5.1.4 Implementasi Keperawatan................................................... 90
5.1.5 Evaluasi................................................................................. 90
5.1.6 Saran...................................................................................... 90
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 91
LAMPIRAN
xv
BAB 1
PENDAHULUAN
2
1.3 Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada klien yang mengalami gangguan
pesepsi sensori : Halusinasi pendengaran pada klien skizofrenia di RSJ. Radjiman
Wediodiningrat Lawang.
1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Menggambarkan “Asuhan keperawatan dengan Gangguan Pesepsi
Sensori: Halusinasi Pendengaran pada Pasien Skizofrenia di RSJ. Radjiman
Wediodiningrat Lawang.”
1.4.2 Tujuan Khusus
1) Menggambarkan pengkajian keperawatan dengan klien Gangguan
Pesepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran pada Pasien Skizofrenia di
RSJ. Radjiman Wediodiningrat Lawang.
2) Menggambarkan Diagnosa Keperawatan denag klien Gangguan Pesepsi
Sensori : Halusinasi Pendengaran pada Pasien Skizofrenia di RSJ.
Radjiman Wediodiningrat Lawang.
3) Menggambarkan intervensi keperawatan dengan klien Gangguan
Pesepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran pada Pasien Skizofrenia di
RSJ. Radjiman Wediodiningrat Lawang.
4) Menggambarkan tindakan keperawatan dengan dengan klien Gangguan
Pesepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran pada Pasien Skizofrenia di
RSJ. Radjiman Wediodiningrat Lawang.
5) Menggambarkan evaluasi pada klien dengan Gangguan Pesepsi Sensori
: Halusinasi Pendengaran pada Pasien Skizofrenia di RSJ. Radjiman
Wediodiningrat Lawang.
1.5 Manfaat Studi Kasus
1.5.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran dalam memperkaya wawasan konsep praktik keperawatan
3
pelayanan kesehatan tentang intervensi praktik keperawatan kesehatan jiwa
terhadap gangguan jiwa persepsi sensori halusinasi pendengaran.
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
5
a) Riwayat skizofrenia pada anggota keluarga lainnya
b) Terkena infeksi virus pada waktu masih dalam kandungan
c) Mengalami perlakuan tidak baik waktu masih kecil
d) Mengalami perceraian orang tua pada waktu masih kecil
e) Kekurangan oksigen pada waktu kelahiran
2) Skizofrenia Hebefrenik (disorganized schizophrenia)
Permulaanya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada
masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah
gangguan proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya depersenalisasi
atau double personality dan waham dan halusinasi banyak sekali.
Ciri-ciri utamanya :
a) Perilaku agresif, dengan interaksi sosial dan kontak dengan realitas
yang buruk.
b) Percakapan dan perilaku yang kacau, serta afek yang datar atau tidak
tepat, gangguan asosiasi juga banyak terjadi.
c) Individu tersebut mempunyai sikap yang aneh, menunjukkan perilaku
menarik diri secara sosial yang ekstrim, mengakibatkan higiene dan
penampilan diri
d) Awal mula terjadi sebelum usia 15-25 tahun dan bersifat kronik
3) Skizofrenia katonik
Timbul pertama kali antara umur 15-30 tahun, dan biasanya akut
serta sering didahului oleh stres emosional. Mungkin terjadi gaduh-gelisah
katatonik atau stupor katatonik (penderita tidak menunujukkan perhatian
sama sekali terhadap lingkungannya).
Ciri-ciri utamanya :
a) Gangguan psikomotor yang melibatkan imobilitas atau aktivitas yang
berlebihan.
b) Stupor Katatonik, individu dapat menunjukkan ketidakaktifan,
negatifisme, dan kelenturan tubuh yang berlebihan (postur abnormal).
c) Catatonic excitement melibatkan agitasi yang ekstrim dan dapat
disertai dengan ekolalia dan ekpraksia
6
4) Skizofrenia Residual
Jenis ini adalah keadaan kronis dari skizofrenia denga riwayat
sedikitnya satu episode psikotik yang jelas dan gejala-gejala berkembang
ke arah gejala negatif yang lebih menonjol. Gejala negatif terdiri dari
kelambatan psikomotor, penurunan aktivitas, penumpulan afek,
kemiskinan pembicaraan, ekspresi nonverbal yang menurun, serta
buruknya perawatan diri dan fungsi sosial.
5) Skizofrenia Simplex
Sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada
jenis simplex adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan.
Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan
halusinasi jarang sekali terdapat. Pada permulaan mungkin penderita mulai
kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari
pergaulan.
2.1.3 Perjalanan Skizofrenia
Skizofrenia dapat dilihat sebagai suatu gangguan yang berkembang melalui fase-
fase:
1) Fase premorbid
Pada fase ini, fungsi-fungsi individu masih dalam keadaan normative.
2) Fase prodromal
Adanya perubahan dari fungsi-fungsi pada fase premorbid menuju saat
muncul simtom psikotik yang nyata. Fase ini dapat berlangsung dalam
beberapa minggu atau bulan, akan tetapi lamanya fase prodromal ini rerata
antara dua sampai lima tahun. Pada fase ini, individu mengalami
kemunduran dalam fungsi-fungsi yang mendasar (pekerjaan sosial dan
rekreasi) dan muncul simtom yang nonspesifik, misal gangguan tidur,
ansietas, iritabilitas, mood depresi, konsentrasi berkurang, mudah lelah,
dan adanya defisit perilaku misalnya kemunduran fungsi peran dan
7
penarikan sosial. Simtom positif seperti curiga mulai berkembang di akhir
fase prodromal dan berarti sudah mendekati mulai menjadi psikosis
3) Fase psikotik
Berlangsung mulai dengan fase akut, lalu adanya perhaikan memasuki fase
stabilisasi dan kemudian fase stabil.
a) Pada fase akut dijumpai gambaran psikotik yang jelas, misalnya
dijumpai adanya waham, halusinasi, gangguan proses pikir, dan
pikiran yang kacau. Simtom negatif sering menjadi lebih parah dan
individu biasanya tidak mampu untuk mengurus dirinya sendiri secara
pantas
b) Fase stabilisasi berlangsung selama 6-18 bulan, setelah dilakukan
acute treatment
c) Pada fase stabil terlihat simtom negatif dan residual dari simtom
positif. Di mana simtom positif bisa masih ada, dan biasanya sudah
kurang parah dibandingkan pada fase akut. Pada beberapa individu
bisa dijumpai asimtomatis, sedangkan individu lain mengalami simtom
nonpsikotik misalnya, merasa tegang (tension), ansietas, depresi, atau
insomnia (Lehman dan Lieberman , 2011).
2.1.4 Gejala umum skizofrenia
1) Waham : Keyakinan keliru yang sangat kuat, yang tidak dapat dikurangi
dengan menggunakan logika
Waham yang Banyak Terjadi pada Skizofrenia
Delusions of Menganggap segala sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitar
reference mempunyai signifikansi langsung pada seseorang.
Waham kejar
Menganggap orang lain atau institusi mempunyai rencana
(delusions of
untuk melawan atau menyerang seseorang.
persecution)
Delusions of
Menganggap seseorang dikendalikan atau dikuasai orang lain
external
atau kekuatan dari luar.
influences
Waham somatik Menganggap bahwa penampilan atau fungsi tubuhnya sudah
8
berubah
Waham Menanggap nilai, kekuasaan, pengetahuan, atau identitasnya
kebesaran terlalu tinggi.
Tabel 2.1 Waham yang Banyak Terjadi pada Skizofrenia ()
2) Asosiasi longgar : Kurangnya hubungan yang logis antara pikiran dan
gagagsan, yang dapat tercermin pada berbagai gejala
GEJALA KETERANGAN
Neologisme Menciptakan kata-kata baru (mis.,
potlomp lemopty)
Word salad Kata-kata dalam sebuah kalimat yang
tampak berhubngan, tetap sebetulnya
tidak mempunyai arti yang koheren
(mis., The blue isn’t eating upwards
time)
Pemikiran tidak logis atau Cara berpikir silogistik yang
paralogis menyangkal logika (mis., Bunda
Maria adalah seorang perawan. Saya
seorang perawan. Oleh karena itu,
saya adalah Bunda Maria)
Ekolalia Pengulangan kata-kata orang lain
tanpa sadar
Ekopraksi Meniru perilaku atau tindakan orang
lain
Clang association Kata-kata dengan irama yang sama
disatukan tanpa arti yang koheren
Tabel 2.2 Gejala Asosiasi Longgar pada Skizofrenia Sutedjo (2010)
3) Halusinasi : Persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indra
dalam skizofrenia, halusinasi pendengaran merupakan halusinasi yang
paling banyak terjadi.
4) Ilusi : Salah menginterprestasikan stimulus lingkungan.
5) Depersonalisasi/derealisasi : Individu merasa bahwa “dirinya sudah
berubah secara mendasar.
9
6) Afek datar : tidak adanya respons emosional; afek juga dapat digambarkan
sebagai tumpul (respon datar) atau tidak tepat (kebalikan dengan apa yang
diharapkan dari suatu situasi)
7) Alogia : Berkurangnay pola bicara atau miskin kata-kata
8) Ekopraksia : Meniru tindakan orang klain tanpa sadar
9) Anhedonia : kurang senang melakukan aktivitas dan hal-hal lain yang
secara normal menyenangkan.
10) Avolisi : kurangnya motivasi untuk melanjutkan aktivitas yang
berorientasi pada tujuan.
11) Ambivalensi : adanya konflik atau pertentangan emosi yang
menyebabkan sulitnya individu menentukan pilihan atau keputusan.
12) Pemikiran Konkrit : kesulitan berpikir abstrak sehingga ia
menginterpretasikan komunikasi orang lain secara harfiah. Pemikiran
konkrit dapat diuji dengan meminta orang tersebut menginterpretasikan
peribahasa umum.
2.1.5 Etiologi
Beberapa faktor penyebab skizofrenia menurut NANDA jilid 3 (2016) :
1)
2) Keturunan
Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi saudara
tiri 0,9-1,8%, bagi saudara kandung 7-15%, bagi anak dengan salah satu
orang tua menderita skizofrenia 40-68%, kembar 2 telur 2-15% dan
kembar satu telur 61-86%.
3) Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubungan dengan sering timbulnya skizofrenia
pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu
klimakterium. Tetapi hal ini tidak dibuktikan
4) Metabolisme
Teori ini didasari karena penderita skizofrenia tampak pucat, tidak sehat,
ujung extremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan bert badan
menurun serta pada penderita dengan stupor katatonik konsumsi zat asam
10
menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan pemberian obat
halusinogenik.
5) Susunan saraf pusat
Penyebab skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada diensefalon
atau kortek otak, tetapi kelainan patologis yang ditemukan mungkin
disebabkan oleh perubahan postmortem atau merupakan artefakt pada
waktu membuat sediaan.
6) Teori Adolf Meyer
Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga
sekarang tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis
yang khas pada susunan saraf pusat tetapi Meyer mengakui bahwa suatu
konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat mempengaruhi
timbulnya skizofrenia. Menurut Mayer Skizofrenia merupakan suatu
reaksi yang salah, suatu maladaptasi, sehingga timbulnya disorganisasi
kepribadian dan lama kelamaanorang tersebut menjauhi diri dari
kenyataan (otiseme)
7) Teori Sigmund Freud
Termasuk teori psikogenik pada pasien skizofrenia menurut Freud
terdapat;
a) Kelemahan ego, yang dapat ditimbuljan karena penyebab psikogenik
ataupun somatik
b) Superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yang
berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisime
c) Kehilangan kapasitas untuk transferensi sehingga terapi psikoanalitik
tidak mungkin.
8) Eugen Bleuler
Penggunaan istilah skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini
yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara
prose berfikir, perasaan dan perbuatan. Bleuler membagi gejala skizofrenia
menjadi 2 kelompok yaitu:
a) Gejala-gejala primer :
11
- Gangguan proses pikir
- Gangguan kemauan
- Gangguan autisme
b) Gejala-gejala sekunder :
- Waham
- Halusinasi
- Gejala katatonik atau gangguan psikomotor yang lain.
2.1.6 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pada pasien menderita skizofrenia menurut NANDA jilid 3
(2016):
1) Gejala episode akut skizofrenia meliputi tidak bisa membedakan antara
khayalan dan kenyataan, halusinasi, delusi, ide-ide karena pengaruh luar,
proses berfikir tidak berurutan, ambiven, autisme, menyukai hal-hal yang
dapat menimbulakan konflik pada lingkungan sekitar dan melakukan
serangan balik secara verbal maupun fisik.
2) Setelah terjadinya episode psikotik akut, biasanya penderita skizofrenia
mempunyai gejal-gejala sisa seperti cemas, curiga, motivasi menurun,
kepedulian berkurang, tidak mampu memutuskan sesuatu, manarik diri
dari hubungan bersosoalisasi dengan lingkungan sekitar dan tidak bisa
merawat diri sendiri.
2.1.7 Penatalaksanaan
Menurut Stuart (2011) penatalaksanaan untuk pasien skizofrenia
1) Hospitalisasi psikiatrik jangka pendek
Digunakan untuk menatalaksanakan gejala-gejala akut dan memberikan
lingkungan yang aman dan terstruktur serta berbagai pengobatan,
termasuk :
a) Pengobatan farmakologi pada pasien skizofernia yang umum
digunakan sebagai berikut:
(1) Dalam keadaan akut yang disertai agitasi dan hiperaktif, berikan
injeksi Haloperidol 3x5 mg (tiap 8 jam) intramuskular dan
12
Klorpromazin 25-50 mg diberikan intramaskuler setiap 6-8 jam
samapi keadaan akut teratasi.
(2) Dalam keadaan tidak agitasi dan tidak hiperaktif, berikan tablet
seperti Haloperidol 2x1,5-2,5 mg/perhari; Klorpromazin 2x100
mg/perhari dan Triheksifenidil 2x2mg/perhari.
(3) Pengobatan pada fase kronis, pemberian dalam tablet seperti
Haloperidol 2x0,5-1 mg/perhari; Klorpromazin 1x50 mg/perhari
digunakan malam dan Triheksifenidil 1-2x2mg/perhari.
b) Manajemen lingkungan
c) Terapi pendukung, yang pada umumnya berorientasi pada realitas,
dengan pendekatan perilaku kognitif
d) Psikologi edukasi bagi klien dan keluarganya
e) Rencana pemulangan dari rumah sakit untuk memastikan kontinuitas
asuhan.
2) Hospitalisasi psikiatrik jangka panjang
a) Hospitalisasi jangka panjang diberikan pada klien dengan gejala
persistem yang dapat membahayakan dirina sendiri atau orang lain.
b) Tujuannya adalah mestabilakan dan memindahkan klien secepat
mungkin ke lingkungan yang kurang restriktif
3) Pengobatan Psikososial
Menurut Yosep (2009) selain pengobatan farmakologi, ada juga terapi
modalitas untuk membantu penderita skizofrenia, diantaranya:
a) Terapi kognitif
Perawat jiwa memiliki peranan penting dalam berbagai teknik kognitifi
terapi di rumah sakit jiwa. Peran tersebut terutama adalah sebagai
leader, fasilator, evaluator dan motivator. Ada beberapa teknik terapi
kognitif yaitu :
(1) Teknik restrukturisasi kognisi
Perawat berupaya memfasilitasi klien dalam melakukan
pengamatan terhadap pemikiran dan perasaan yang muncul. Teknik
restrukturisasi dimulai dengan cara memperluas kesadaran diri dan
13
mengamati perasaan serta pemikiran yang mungkin muncul.
Perawat psikiatri dapat memberikan blanko restricting cognitive,
untuk kemudian diisi oleh klien. Setelah mendapat penjelasan
seperlunya, maka hasil analisa klien dan blanko yang sudah terisi
dibahas bersama
(2) Teknik penemuan fakta-fakta
Perawat jiwa mencoba memfasilitasi klien agar membiasakan
menuangkan pikiran-pikiran abstraknya secara konkrit dalam
bentuk tulisan untuk memudahkan dalam menganalisanya. Tahap
selanjutnya yang harus dilakukan perawat saat memfasilitasi
kognitif terapi adalah mencari fakta untuk mendukung keyakinan
dan kepercayaan dari klien. Dalam hal ini penemuan fakta dapat
berfungsi sebagai penyeimbang pendapat klien tentang pikiran
buruknya.
(3) Teknik penemuan alternatif
Banyak klien melihat bahwa masalah terasa sangat berat karena
tidak adanya alternatif pemecahan lagi. Khususnya fakta ini
berlaku pada klien depresi atau klien dengan percobaan bunuh diri.
Latihan menemukan dan mencari alternatif-alternatif pemecahan
masalah bisa dilakukan antara klien dengan bantuan perawat. Klien
dianjurkan untuk menceritakan masalahnya, mengurutkan masalah-
masalahnya dari yang paling ringan terlebih dahulu. Kemudian
mencari dan menemukan alternatifnya. Klien depresi atau klien
gangguan jiwa lain menganggap masalahnya rumit karena
akumulasi beerbagai masalah, seperti: listrik belum dibyar, suami
selingkuh, anak sakit, dll.
(4) Dekastastropik
Tenik dekastastropik dikenal juga dengan teknik “bila” dan “apa”.
Hal ini meliputi upaya menolong klien untuk melakukan evaluasi
terhadap situasi dimana klien mencoba memandang masalahanya
secara berlebihan dari situasi alamiah untuk melatih beradaptasi
14
dengan hal terburuk dengan apapun yang mungkin terjadi. Dengan
tujuan untuk menolong klien melihat konsekuensi dari kehidupan.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan perawat adalah :
“Apa hal buruk yang akan terjadi bila...”
“Apakah akan gawat sekali bila hal tersebut memang betul-betul
terjadi...?”
“Tindakan pemecahan masalah apa bila hal tersebut benar-benar
terjadi...?”
(5) Reframing
Strategi dalam merubah persepsi klien terhadap situasi atau
perilaku. Hal ini meliputi memfokuskan terhadap sesuatu atau
aspek lain dari masalah atau mendukung klien untuk melihat
masalahannya dari sudut pandang saja. Perawat jiwa penting untuk
memperluas kesadaran tentang keuntungan-keuntungan dan
kerugian-kerugian dari masalah. Hal ini dapat menolong klien
melihat masalah secara seimbang dan melihat dalam perspektif
yang baru. Strategi ini juga memicu kesempatan pada klien untuk
merubah dan menemukan makna baru dan akan merubah perilaku
klien itu sendiri.
(6) Thought stopping
Teknik berhenti memikirkan ini sangat baik digunakan pada saat
klien mulai memikirkan sesuatu sebagai masalah. Klien dapat
menggambarkan bahwa masalahnya sudah selesai. Untuk
memulainya klien diminta untuk menceritakan masalahnya dan
mengatakan rangkuman masalahnya dalam khayalan. Perawat
menyela khayalan klien dengan cara berteriak dengan keras
"berhenti!". Setelah itu klien mencoba sendiri untuk melakukan
sendiri tanpa selaan dari perawat. Selanjutnya klien mencoba
menerapkannya salam situasi keseharian.
(7) Learning new behavior with modeling
15
Strategi untuk merubah perilaku baru dalam meningkatkan
kemampuan dan mengurangi perilaku yang tidak dapat diterima.
Sasaran perilakunya adalah memecahkan masalah yang disusun
dalam beberapa urutan kesulitannya. Kemudian klien melakukan
observasi pada seseorang yang berhasil memecahan masalah yang
serupa dengan klien dengan cara modifikasi dan mengontrol
lingkungannya. Setelah itu klien meniru perilaku seorang yang
telah di observasi tersebut
(8) Membentuk pola
Membentuk pola perilaku baru oleh perilaku yang diberikan
reinforcement. Setiap perilaku yang diperkirakan sukses dari apa
yang diniatkan klien untuk melakukannya akan diberikan pujian
atau reinforcement
(9) Role play
Teknik ini memungkinkan klien untuk belajar menganalisa
perilaku salahnya melalui kegiatan sandiwara yang bias dievaluasi
oleh klien dengan memanfaatkan alur cerita dan perilaku orang
lain. Klien dapat menilai dan belajar mengambil keputusan
berdasarkan konsekuensi-konsekuensi yang ada dalam cerita. Klien
bisa melihat akibat apa saja yang akan terjadi melalui cerita yang
disuguhkan
(10) Social Skill Training
Teknik ini didasari oleh sebuah keyakinan bahwa ketrampilan
apapun diperoleh sebagai hasil belajar. Prinsip untuk memperoleh
ketrampilan baru bagi klien adalah :
(a) Bimbingan
(b) Demonstrasi
(c) Praktik
(d) Feedback
b) Terapi keluarga
16
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan
perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) klien. Umunya,
keluarga meminta bantuan tenaga kesehatan jika mereka tidak sanggup
lagi merawatnya. Oleh karena itu, asuhan keperawatan berfokus pada
keluarga bukan hanya memulihkan keadaan klien, tetapi bertujuan
untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan keluarga dalam
mengatasi masalah kesehatan keluarga tersebut. Pada saat ini terapi
keluarga telah dikembangkan beberapa pendekatan berupa model-
model seperti berikut ini :
(1) Pembeda diri
Menentukan bagaimana hubungan emosional dibentuk bagaimana
perkembangannya dari setiap individu. Misalnya: siapa saya dalam
keluarga? Apa peran saya dalam keluarga? Apa yang membedakan
saya dengan anggota keluarga saya yang lainnya?
(2) Triangle
Dibentuk dari beberapa sistem emosi dan respon emosional
automatik dalam keluarga yang digunakan untuk mengatur dan
meredam kecemasan dalam hubungan. Misalnya: menggali
bagaimana peran ayah, ibu dan anak agar dapat mencapai
kescimbangan rasa aman dalam keluarga?
(3) Dinamik (bergerak)
Proses perpindahan beberapa generasi suatu keluarga. Isu dan
masalah dapat berubah dari satu generasi ke generasi lain begitu
pula pola dari hubungan. Menggali apa masalah dominan kakek,
apa masalah dominan generasi ayah ibu, apa masalah dominna
anak-anak sekarang, apa potensi masalah berikutnya ?
(4) Posisi sibling
Seorang anggota keluarga perhatian lebih kepada saudara yang
lainnya. Peran perawat menggali adakah dalam keluarga tersebut
suasana pilih kasih yang dirasakan oleh anak tertentu? Adakah
17
seseorang yang mendapat perhatian lebih atau kurang disbanding
anak lainnya?
(5) Sistem emosi nuclear family
Berarti pengkajian diarahkan pada pola dari interaksi keluarga yang
meliputi ayah, ibu, dan anak tanpa ada pihak keluarga lain.
Sehingga bentuk perhatian, kasih sayang, dan komunkasi lebih
berfokus pada keluarga inti.
c) Terapi lingkungan
Manusia tidak bisa dipisahkan dari lingkungan sehingga aspek
lingkungan harus mendapatkan perhatian khusus dalam kaitannya untuk
menjaga dan memelihara kesehatan manusia. Lingkungan berkaitan erat
dengan stimulasi psikologis seseorang yang akan berdampak pada
kesembuhan, karena lingkungan tersebut akan memberikan dampak
baik pada kondisi fisik maupun kondisi psikologis seseorang. Dalam
upaya terapi lingkungan harus bersifat komprehensif, holistik, dan
multidispliner. Berikut ini merupakan karakteristik terapi lingkungan
yaitu:
(1) Pasien merasa akrab dengan lingkungan yang diharapkan
(2) Pasien merasa senang atau nyaman dan tidak merasa takut di
lingkungannya
(3) Kebutuhan-kebutuhan fisik pasien mudah terpenuhi
(4) Lingkungan rumah sakit/bangsal bersih
(5) Lingkungan menciptakan rasa aman dari terjadinya rasa aman dari
terjadinya luka akibat implus pasien
(6) Pasien merasakan keakraban dengan lingkungan seperti merasa
senang, nyaman, aman dan tidak merasa takut baik dari ancaman
psikologis maupun ancaman fisik.
d) Terapi kelompok
Terapi kelompok merupakan psikoterapi yang dilakukan sekelompok
pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang
dipimpin atau arahkan seseorang therapist atau petugas kesehatan jiwa
18
telah terlatih. Jumlah anggota dalam terapi kelompok minimal empat
dan maksimal 10 orang. Berikut ini merupakan fokus dalam terapi
kelompok:
(1) Orientasi realitas: orientasi terhadap waktu, tempat dan orang
dengan kareakteristik yaitu klien dengan gangguan orientasi realita
yang dapat berinteraksi, klien yang kooperatif, dapat
berkomunikasi verbal dengan baik dan kondisi fisik dalam keadaan
sehat.
(2) Sosialisasi: untuk memantau dan meningkatkan hubungan
interpersonal dengan karakteristik yaitu klien yang kurang minat
mengikuti kegiatan?tidak ada inisiatif, menarik diri dan kurang
kegiatan sosial, harga diri rendah, klien gelisah, curiga, takut,
cemasa serat mau berinteraksi dengan sehat secar fisik.
(3) Stimulus persepsi: untuk membantu klien yang mengalami
kemunduran orinetasi dengan karakterisktiknya seperti gangguan
persepsi, menarik diri, dengan realitas, inisiatif dan kurang ide,
kooperatif, sehat fisisk, serta dapat berkomunikasi verbal.
2.2 Konsep Halusinasi
2.2.1 Definisi
Halusinasi merupakan gangguan dari persepsi sensori dari suatu obyek
tanpa adanya rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh
pancaindra. Sehingga halusinasi merupakan gangguan dari respon neurobiologi.
Oleh karenanya, secara keseluruhan rentang respons halusinasi mengikuti kaidah
rentang respon neurobiologi.
Menurut Videbeck dalam Yosep (2009) tanda pasien mengalami
halusinasi pendengaran yaitu pasien tampak berbicara ataupun tertawa sendiri,
pasien marah-marah sendiri, menutup telinga karena pasien menganggap ada yang
berbicara dengannya.
Rentang Respons Halusinasi
Rentang respons neurobiologi yang palig adaptif adalah adanya pikiran
logis dan terciptanya hubungan sosial yang harmonis. Rentang respon yang paling
19
maladaptif adalah adanya waham, halusinasi, termasuk isolasi sosial menarik diri.
Berikut adalah gambaran rentang respons neorobiologi.
Adaptif Maladaptif
20
perabaan. Pengkajian dapat dilakuakn dengan mengobservasi perilaku klien dan
menanyakan secara verbal apa yang sedang dialami klien.
Halusinasi diklasifikasikan menjadi 5 jenis yaitu halusinasi pendengaran,
haluisnasi penglihatan, halusinasi pengecapan, halusinasi penghidung, dan
halusinasi perabaan. Data objektif dikaji dengan cara observasi perilaku klien,
sedangkan data subjektif dikaji melalui wawancara dengan klien. Berikut ini
merupakan deskripsi kelima jenis halusinasi :
Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif
Halusilnasi Pendengaran a. Mengarahkan telinga pada a. Mendengarkan suara atau
(auditory-hearing voices or sumber suara bunyi gaduh
sounds Hallucination) b. Marah-marah tanpa sebab b. Mendengar suara yang
yang jelas menyuruh untuk melakukan
c. Bicara atau tertawa sendiri sesuatu yang berbahaya
d. Menutup telinga c. Mendengar suara yang
mengajak bercakap-cakap
d. Mendengar suara orang
yang sudah meningggal
21
sering menyertai klien
dimensia, kejang, atau
penyakit serebrovaskular
Halusinasi Perabaan (Tactile a. Menggaruk-garuk a. Klien mengatakan sesuatu
Hallucinations) permukaan kulit yang menggerayangi
b. Klien terlihat menatap tubuh, seperti tangan,
tubuhnya dan terlihat serangga, atau makluk
merasakan sesuatu yang halus
aneh seputar tubuhnya b. Merasakan sesuatu
dipermukaan kulit seperti
rasa panas dan dingin
atau rasa tersengat aliran
listrik
Tabel 2.3 Jenis-jenis Halusinasi ()
2.1.3 Tingkat Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan
keparahannya Stuart & Sundeen, (2006) dalam Bagus, (2014), membagi fase
halusinasi dalam 4 fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan
kemampuan klien mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasi, klien
semakin berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh halusinasinya.
Berikut ini fase-fase yang dialami halusinasi
22
pengalaman sensori
d. Kehilangan kemam-
puan membedakan
halusinasi realita
TAHAP III a. Klien menyerahkan dan a. Perintah halusinasi
Mengontrol tingkat menerima pengalaman ditaati
ansietas berat pengalaman sensorinya b. Sulit berhubungan
sensori tidak dapat ditolak b. Isi halusinasi menjadi atraktif dengan orang lain
lagi. c. Kesepian bila pengalaman c. Rentang perhatian hanya
sensori berakhir beberapa detik atau
menit
PSIKOTIK d. Gejala fisik ansietas
berat berkeringat, tremor,
dan tidak mampu
mengikuti perintah
TAHAP IV a. Perilaku panik
Menguasai tingkat a. Pengalaman sensori menjadi b. Berpotensi untuk
ansietas yang diatur dan ancaman membunuh atau bunuh
dipengaruhi oleh waham b. Halusinasi dapat berlangsung diri
selama beberapa jam atau hari c. Tindakan kekerasan
agitasi, menarik diri, atau
PSIKOTIK katatonia
d. Tidak mampu merespons
perintah yang kompleks
e. Tidak mampu merespon
terhadap lebih dari satu
orang
Tabel 2.4 Tingkat, karakteristik, dan perilaku halusinasi ()
2.1.4 Etiologi
1) Faktor Predisposisi
Menurut Muhith (2011) faktor predisposisi adalah faktor risiko yang
mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh
individu untuk mengatasi stress, dan diperoleh baik dari klien maupun
keluarganya, mengenai faktor perkembangan sosial kultural, biokomia,
psikologis, dan genetik yaitu faktor yang mempengaruhi jenis dan jumlah
sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stres.
Beberapa faktor perdisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon
neurobiology seperti pada halusinasi menurut Muhith (2011) antara lain :
a) Genetik
Telah diketahui secara genetik skizofrenia diturunkan melalui
kromosom-kromosom tertentu. Namun demikian, kromosom keberapa
menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam
tahap penelitian.
23
b) Perkembangan
Jika tugas perkemangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stres dan
kecemasan.
c) Neurobiologis
Ditemukan bahwa kortex pre frontal dan kortex limbic pada klien
dengan skizofrenia tidak pernah berkembang penuh. Ditemukan juga
terjadinya penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal.
d) Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ketiga kehamilan dapat menjadi
faktor predisposisi skizofrenia.
e) Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan
adanya stres yang berlebihan yang dialami seseorang, maka tubuh akan
menghasilkan suatu zat yang bersifat halusinogenik neurokimia seperti
buffofenon dan dimetytranferase (DPM).
f) Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi
skizofrenia antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang
pencemas, terlalu melindungi, dingin, dan tak berperasaan, sementara
ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.
2) Faktor Presipitasi
Menurut Fitria (2015) faktor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan
oleh individu sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan
energi ekstra untuk menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkungan,
dan juga suasana sepi atau terisolasi sering menjadi pencetus terjadinya
halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan stres dan kecemasan yang
merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinigenik.
2.2.5 Mekanisme Koping
24
Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi
meliputi :
1) Regresi
Regresi berhubungan dengan proses informasi dan upaya yang
digunakan untuk menanggulangi ansietas. Energi yang tersisa untuk
aktivitas sehari-hari tinggal sedikit, sehingga klien menjadi malas
beraktivitas sehari-hari.
2) Proteksi
Dalam hal ini, klien mecoba menjelaskan gangguan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau suatu benda.
3) Menarik diri
Klien sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.
4) Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien.
2.2.6 Tanda dan Gejala
Menurut Keliat (2009) perilaku klien yang berkaitan dengan halusinasi
adalah sebagai berikut :
1) Bicara, senyum, dan tertawa sendiri
2) Menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, dan
respon verbal yang lambat.
3) Menarik diri dari orang lain, dan berusaha untuk menghindari diri dari
orang lain.
4) Tidak dapat membedakan antara kenyataan dengan keadaan yang
tidak nyata.
5) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah.
6) Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik
dan berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya.
7) Curiga, berusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkngannya), dan takut
8) Ekspresi muka yang tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah.
9) Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat
10) Tampak tremor berkeringat, perilaku panik, agitasi dan kataton.
25
2.2.7 Pohon Masalah
Resiko tinggi perilaku kekerasan
Isolasi Sosial
26
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data dan perumusan
kebutuhan, atau masalah klien (Yosep, 2009). Data yang dikumpulkan meliputi
data biologis, psikologis, sosial, dan spritual. Cara pengkajian lain berfokus pada
lima aspek yaitu fisik, emosional, intelektual, sosial dan spritual. Untuk dapat
menjaring data yang diperlukan, sehingga dapat dikembangkan formulir
pengkajian agar memudahkan dalam pengkajian. Menurut Yosep (2009) isi
pengkajian meliputi:
1) Identitas klien
Usia : idealnya skizofrenia paranoid terjadi pada usia remaja awal hingga
remaja akhir yaitu sekitar 16-15 tahun.
Lama MRS : harapan penderita skizofrenia paranoid dengan halusinasi
pendengaran dapat pulih dalam waktu yang singkat setelah mendapatkan
terapi farmakologi maupun terapi modalitas lainnya.
2) Keluhan utama atau alasan klien masuk
Sebagian besar alasan klien dengan halusinasi pendengaran, MRS karena
merasa mendengar suara yang menyuruhnya melakukan sesuatu, baik
dalam segi negatif maupun positif. Klien mendengar suara yang
mengajaknya bercakap-cakap atau bunyi-bunyian yang tidak berarti. Klien
juga merasa suara seseorang yang sudah meninggal atau suara yang
mengancam diri klien, orang lain dan suara lain yang membahayakan.
3) Faktor presdisposisi
Pada penderita skizofrenia paranoid dengan halusinasi pendengaran,
berikut adalah faktor presdisposisi yang biasanya terjadi yaitu:
a) Faktor perkembangan lambat
Usia bayi yang tidak terpenuhi kebutuhan gizi dan rasa aman, nyaman.
Usia balita yang tidak terpenuhi kebutuhan otonomi dan usia sekolah
yang tidak terselesaikan.
b) Faktor komunikasi pada keluarga
27
Biasanya keluarga menceritakan keadaan dalam keluarga pasien jarang
terjadi komunikasi atau komunikasi tertutup, tidak ada kehangatan atau
keharmonisan dalam keluarga, komunikasi dengan emosi yang
berlebihan, serta orang tua yang otoritas atau adanya konflik dengan
orang tua.
c) Faktor budaya sosial
Adanya isolasi sosial serta tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi
dalam adat maupun budaya yang tidak dapat diterima oleh penderita
skizofrenia paranoid
d) Faktor psikososial
Pada penderita skizofrenia paranoid mudah merasakan kecewa, mudah
putus asa, memiliki rasa kecemasan yang tinggi, serta menutup diri.
4) Faktor presipitasi
Faktor presiptasi pada penderita skizofrenia paranoid meliputi:
a) Lingkungan
Lingkngan sekitar yang memusuhi klien, adanya masalah dalam rumah
tangga, kehilangan kebebasan hidup dalam melaksanakan pola aktifitas
sehari-hari, sukar dalam berhubungan dengan orang lain, isolasi sosial
hingga tekanan dalam bekerja.
b) Peilaku
Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,
ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak diri,
kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara sendiri
dan tidak dapat membedakan antara yang nyata dengan khayalannya.
5) Aspek fisik/biologis
Pada klien skizofrenia pernah terjadi kejadian terhadap fisik, berupa :
atrofi otak, pembesaran ventrikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks
dan limbik
6) Aspek psikososial
Klien skizofrenia paranoid dengan halusinasi pendengaran cenderung
bersikap menyendiri, menutup diri, cemas terhadap sesuatu yang tidak
28
jelas, sering berteriak karena merasa selalu mendengar hal-hal yang sangat
mengganggu aktifitas sehari-harinya.
7) Status mental
Pengkajian status mental meliputi;
a) Penampilan : tidak rapi, tidak serasi, dan cara berpakaian yang tidak
sesuai.
b) Pembicaraan : klien berbicara secara berbelit-elit atau to the point
c) Aktifitas motorik : adanya peningkatan atau tidak dalam aktifitas
motoriknya
d) Alam perasaan ; bagaimana suasana hati dan emosi saakt pengkajian
e) Afek : sesuai atau maladaptif seperti tumpul, datar, labil dan ambivalen
f) Interaksi dalam wawancar : mampu merespon secara apa (verbal, non
verbal atau keduanya)
g) Persepsi : apakah klien mampu menginterprestasikan stimulus yang
ada sesuai dengan informasi
h) Proses pikir : apakah proses informasi yang diterima oleh klien dapat
berfungsi dengan baik dan dapat mempengaruhi pola pikirnya atau
tidak
i) Isi pikir : pengkajian ini berisikan keyakinan berdasarkan penilaian
realistis
j) Tingkat kesadaran : bagaimana orientasi klien terhadap waktu, tempat
dan orang yang sedang mengajaknya berbicara
k) Memori jangka panjang : apakah klien mampu mengingat kejadian
yang terjadi selambat-lambatnya satu tahun yang lalu.
l) Memori jangka pendek : apakah klien masih mampu mengingat
peristiwa selambat-lambat satu minggu yang lalu dan pada mampu
menceritakan semuanya saat dilakukan pengkajian atau tidak
m) Kemampuan konsentrasi dan berhitung : untuk mengkaji kemampuan
klien menyelesaikan tugas dan berhitung sederhana
n) Kemampuan penilaian : dalam kehidupan klien apakah terdapat
masalah ringan sampai berat atau tidak
29
8) Kebutuhan persiapan pulang
Pola aktifitas sehari-hari sudah terpenuhi atau belum, seperti mampu
makan,minum, BAB, BAK secara mandiri. Mampu mengontrol waktu
istirahat tidur sendiri. Mampu melakukan perawatan diri secara mandir
dan melakukan pemeliharaan serta aktifitas dalam maupun luar ruangan
atau tidak.
9) Mekanisme koping
a) Regresi : menjadi malas beraktifitas sehari-hari atau takut untuk
melakukan aktifitas sehari-harinya
b) Proyeksi : menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha
untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain
c) Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan dunianya
sendiri (stimulus internal)
10) Masalah psikososial dan lingkungan
Adakah masalah yang berkenan dengan ekonomi, pekerjaan, pendidikan
dan perumahan.
11) Pengetahuan
Mampu mengenali atau mengetahui halusinasinya atau tidak. Jika tidak,
perawat bisa melakukan pengkajian seperti berikut ini :
a) Isi halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa
yang dikatakan suara itu, jika halusinasi auditorik. Apa bentuk
bayangan yang dilihat, jika halusinasi visual. Bau apa yang tercium,
jika halusinasi penciuman. Rasa apa yang dikecap, jika halusinasi
pengecapan. Serta apa yang dirasakan dipermukaan tubuh, jika
halusinasi perabaan.
b) Waktu dan frekuensi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman
halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu bahkan sebulan
pengalaman halusinasi itu muncul.
c) Situasi pencetus halusinasi
30
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum
halusinasi muncul. Selain itu, perawat juga bisa mengobservasi apa
yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk
memvalidasi pernyataan klien.
d) Respon klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mepengaruhi klien,
dengan apa yang dilakukan klien saat mengalami pengalaman
halusinasi. Apakah klien bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau
sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya.
12) Aspek medik
Aspek medik meliputi diagnosa apa yang ditetapkan oleh medik beserta
terapi apa yang diberikan oleh medik kepada klien.
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
Menurut Keliat (2009) perumusan diagnosa keperawatan didasarkan pada
identifikasi kebutuhan klien. Bila pengkajian mulai menunjukkan masalah,
perawat diarahkan pada diagnosa keperawatan. Berikut diagnosa keperawatan
yang mungkin muncul pada pasien skizofrenia menurut Keliat (2009) yaitu :
1) Gangguan persepsi sensori : halusinasi b/d gangguan psikiatrik.
2) Resiko perilaku kekerasan terhadap orang lain dan diri sendiri.
3) Isolasi sosial b/d ketidakmampuan menjalin hubungan yang memuaskan.
4) Harga diri rendah kronik b/d gangguan psikiatrik.
31
2.3.3 Tahap Perencanaan
Rencana keperawatan pasien dengan gangguan sensori persepsi halusinasi dengan diagnosa keperawatan Gangguan perubahan sensori
persepsi sensori: halusinasi pendengaraN pada pasien skizofrenia yaitu:
Perencanaan
Diagnosa Keperawatan
Gangguan perubahan TUM: 1. Ekspresi wajah bersahabat, 1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan
sensori persepsi sensori: Klien dapat mengontrol menunjukkan rasa senang, ada kontak prinsip komunikasi terapeutik :
halusinasi pendengaran halusinasi yang mata, mau berjabat tangan, mau
dialaminya a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non
pada pasien skizofrenia menyebutkan nama, mau menjawab
salam, mau duduk berdampingan verbal
TUK 1 :
dengan perawat, mau mengungkapkan
b. Perkenalkan diri dengan sopan
Klien dapat membina masalah yang dihadapi.
hubungan saling percaya c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan
yang disukai klien
TUK 2: 1. Klien dapat menyebutkan waktu, isi 1.1 Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
dan frekuensi timbulnya halusinasi. 1.2 Observasi tingkah laku klien yang terkait dengan
Klien dapat mengenal halusinasinya: bicara dan tertawa tanpa stimulus dan
halusinasinya memandang ke kiri/kanan/ ke depan seolah-olah ada
teman bicara.
32
waktu).
2. Klien dapat mengungkapkan 2.2 Diskusikan dengan klien tentang apa yang dirasakannya
bagaimana perasaannya terhadap jika terjadi halusinasi (marah, takut, sedih dan senang),
halusinasi tersebut. beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan
perasaannya
TUK 3: 1. Klien dapat 1.1 Bersama klien, identifikasi tindakan yang dilakuakan jika
menyebutkan tindakan yang biasanya terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri, dll).
Klien dapat mengontrol dilakukan untuk mengendalikan 1.2 Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien. Jika
halusinasinya halusinasinya. bermanfaat beri pujian kepada klien
2. Klien dapat menyebutkan cara baru 2.1 Diskusikan dengan klien tentang cara baru mengontrol
mengontrol halusinasi. halusinasinya:
a. Menghardik/ mengusir/ tidak memedulikan
halusinasinya.
b. Bercakap-cakap dengan orang lain jiak halusinasinya
muncul
c. Melakukan kegiatan sehari-hari
3. Klien dapat mendemonstrasikan cara 3.1 Beri contoh cara menghardik halusinasi: “Pergi! Saya
menghardik atau mengusir atau tidak tidak mau mendengarkan kamu, saya mau mencuci
memedulkan halusinasinya. piring/ bercakap-cakap dengan suster”.
3.2 Beri pujian atas keberhasilan klien.
3.3 Minta klien mengikuti contoh yang diberikan dan minta
klien mengulanginya.
3.4 Susun jadwal latihan klien dan minta klien untuk mengisi
jadwal kegiatan (self-evalution).
4. Klien dapat mengikuti aktivitas 4.1 Anjurkan klien untuk mengikuti taerapi aktivitas
33
kelompok kelompok, orientasi realita, stimulus persepsi.
5. Klien dapat mendemonstrasikan 5.1 Klien dapat menyebutkan jenis, dosis, dan waktu minum
kepatuhan minum obat untuk obat, serta manfaat obat tersebut (prinsip 5 benar: benar
mencegah halusinasi orang, benar obat, benar dosis, benar waktu, dan benar
cara pemberian).
5.2 Diskusikan dengan klien tentang jenis obat yang diminum
(nama, warna, waktu minum obat dan besarnya).
5.3 Diskusikan proses minum obat:
a. Klien meminta obat kepada perawat (jika di rumah
sakit), kepada keluarga (jika dirumah)
b. Klien memeriksa obat sesuai dosisnya
c. Klien meminum obat yang disarankan.
5.4 Anjurkan klien untuk bicara dengan dokter mengenai
manfaat dan efek samping obat yang dirasakan.
TUK 4: 1. Keluarga dapat menyebutkan 1.1 Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung atau
pengertian, tanda, dan tindakan untuk pada saat kunjungan rumah):
Keluarga dapat merawat mengendalikan halusinasi.
klien di rumah dan a. Gejala halusinasi yang dialami klien
menjadi siste pendukung b. Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk
yang efektif untuk klien. memutuskan halusinasi.
c. Cara merawat anggota keluarga dengan gangguan
halusinasi di rumah: beri kegiatan, jangan biarkan
sendiri, makan bersama, berpergian bersama, jika
klien sedang sendiri di rumah, lakukan kontak dengan
dalam telepon.
d. Beri informasi tentang tindak lanjut (follow up) atau
kapan perlu mendapatkan bantuan: halusinasi tidak
terkontrol dan risiko mencederai orang lain.
34
2.1 Diskusikan dengan keluarga tentang jenis, dosis, waktu
pemberian, manfaatm dan efek samping obat.
2. Keluarga dapat menyebutkan jenis, 2.2 Anjurkan kepada keluarga untuk berdiskusi dengan dokter
dosis, waktu pemberiaan, manfaat, tentang manfaat dan efek samping obat.
serta efek samping obat.
35
35
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik
halusinasi. Caranya adalah saat suara-suara itu muncul, langsung
Tn/Ny/Nn bilang, pergi! Saya tidak mau dengar lagi. Kamu suara palsu!
Begitu diulang-ulang sampai suara itu terdengar lagi. Coba Tn/Ny/Nn
peragakan! Nah begitu, bagus! Coba lagi ya”
Fase terminasi
“Bagaimana perasaan Tn/Ny/Nn setelah memperagakan latihan tadi?
Kalau suara-suara itu muncul lagi, silahkan coba cara tersebut!
Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya ya. Mau jam beraopa saja
latihannya? Dimana tempatnya?”
“Baiklah sampai jumpa.”
SP 2:
a) Melatih klien mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan
orang lain.
Fase orientasi
“Selamat pagi Tn/Ny/Nn, bagaimana perasaan Anda hari ini? Apakah
suara-suaranya masih muncul? Apakah sudah dipakai cara yang telah
kita latih kemarin? Berkuranglah suara-suaranya? Baguslah! Sesuai
janji kita tadi, saya akan latih cara kedua untuk mengontrol halusinasi
dengan bercakap-cakap bersama orang lain. Kita akan berlatih selama
20 menit. Mau dimana? ”
Fase kerja
“Cara kedua untuk mencegah atau mengontrol halusinasi adalah dengan
bercakap-cakap dengan orang lain. Jadi kalau Tn/Ny/Nn mulai
mendengar suara-suara, langsung saja cari teman untuk diajak ngobrol.
Contohnya begini, ”Tolong, saya mulai dengar suara-suara. Ayo
ngobrol dengan saya!” atau kalau ada orang di rumah, misalnya kakak
Tn/Ny/Nn, katakan, “Kak, ayo ngobrol dengan saya, saya sedang
mendengar suara-suara.” Begitu. Coba Tn/Ny/Nn lakukan seperti apa
yang saya lakukan tadi ya. Bagus! Di sini Tn/Ny/Nn bisa mengajak
pearawat atau pasien lain untuk bercakap-cakap.
38
Fase terminasi
“Bagaiman perasaan Tn/Ny/Nn setelah latihan ini? Jadi, sudah ada
berapa cara yang Tn/Ny/Nn dipelajari untuk mencegah suara-suara itu?
Bagus, coba cara kedua ini kalau Tn/Ny/Nn mengalami halusinasi lagi
ya. Bagaimana kalau kita masukkan jadwal kegiatan harian Tn/Ny/Nn.
Mau jam berapa latihan bercakap-cakap? Baiklah besok pagi saya akan
kesini lagi. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10 pagi saja? Mau
dimana? Di sini lagi? Baiklah sampai bertemu besok ya.”
SP 3:
a) Melatih klien mengontrol halusinasi dengan melaksanakan aktivitas
yang terjadwal.
Fase orientasi
“Selamat pagi Tn/Ny/Nn bagaiman perasaan Anda hari ini?”
“Apakah suara-suaranya masih muncul? Apakah sudah dipakai dua cara
yang telah kita latih kemarin? Bagaimana hasilnya? Bagus!”
“Sesuai janji kita, hari ini kita akan belajar cara yang ketiga untuk
mencegah halusinasi yaitu melakukan kegiatan yang terjadwal. Mau
dimana kita abicara? Baik, kita duduk di ruang tamu. Berapa lama? 30
menit ya? Baiklah.”
Fase kerja
“Apa saja yang biasa Tn/Ny/Nn lakukan pagi-pagi begini? Terus jam
berikutnya apa?” (kaji hingga kegaitannya sampai malam hari)
“Wah banyak sekali kegiatannya! Mari kita latih dua kegiatan hari ini!
Bagus sekali jika Tn/Ny/Nn bisa lakukan!”
“Kegiatan ini dapat Tn/Ny/Nn lakukan untuk mencegah suara tersebut
muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih lagi agar dari pagi sampai
malam ada kegiatan”
Fase terminasi
“Bagaimaa Tn/Ny/Nn setelah kita bercakap-cakap cara yang ketiga
untuk mencegah suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan tiga cara
yang telah kita latih untuk mencegah suara-suara. Bagus sekali! Mari
kita masukkan dalam jadwal harian ya.”
39
2) SP keluarga
SP 1:
a) Memberikan healt education tentang pengertian, jenis, tanda dan gejala,
serta cara merawat klien halusinasi.
SP 2:
a) Melatih keluarga praktek merawat klien langsung dihadapan klien.
b) Memberikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara
merawat klien halusinasi langsung dihadapan klien.
SP 3:
a) Membuat perencanaan pulang bersama keluarga
41
BAB 3
METODE PENELITIAN
berfikir, bahasa, emosi, berubahnya sikap dan tingkah laku sehari-hari sehingga
apa yang dilakukan tidak sesuai dengan pikiran dan perasaanya.
Halusinasi adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan pasien tampak
berbicara ataupun tertawa sendiri, pasien marah-marah sendiri, menutup telinga
karena pasien menganggap ada yang berbicara dengannya dan merasa sensasi
palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan, atau penciuman. Sehingga
sensai yang dialami yang sebetunya tidak ada didalam dunia nyata.
Asuhan keperawatan merupakan suatu proses kegiatan dalam sebuah
praktik keperawatan yang diberikan langsung kepada pasien oleh seorang
perawat. Asuhan keperawatan ini meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa
keperawatan, intervensi atau perencanaan keperawatan, implementasi atau
tindakan keperawatan serta evaluasi keperawatan.
3.3 Partisispan
Unit analisis atau partisipan dalam penelitian ini subyek yang digunakan
adalah dua pasien skizofrenia dengan masalah keperawatan yang mengalami
gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran.
3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.4.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakuakn di RSJ. Dr. Radjiman Wediodiningrat
Lawang.
3.4.2 Waktu Penelitian
Lama waktu sejak pasien pertama kali masuk rumah sakit sampai pulang
atau pasien yang dirawat minimal 3 hari. Jika sebelum 3 hari pasien sudah pulang,
maka perlu penggantian pasien lainnya yang sejenis.
3.5 Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan
proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam satu penelitian
(Nursalam,2015).
Langkah awal yang dilakuakan peneliti adalah mendapatkan suatu
rekomendasi dari institusi dengan mengajukan permohonan ijin terlebih dahulu
kepada institusi tentang tempat penelitian, setelah itu mengajukan permohonan
ijin ke Ruang tersebut di RSJ. Dr. Radjiman Wedyodiningrat guna memperoleh
43
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
2. Riwayat Penyakit
Tabel 4.2Riwayat Penyakit
47
minum obat.
Diagnosa Keperawatan :
Regiment terapeutik
inefektif
2) Faktor Penyebab/
Pendukung
a) Riwayat Trauma Pada usia 19 tahun, klien Klien mengatakan tidak memiliki
pernah menjadi pelaku riwayat trauma.
kekerasan dan yang menjadi
korban adalah ibu
kandungnya. Dikarenakan
klien pernah mencekik ibunya.
Diagnosa Keperawatan: Diagnosa Keperawatan:
Resiko Perilaku Kekerasan Tidak Ada
b) Pernah melakukan Klien sering melakukan upaya Klien mengatakan tidak pernah
upaya/ percobaan/ bunuh diri yaitu mencekik melakukan percobaan bunuh diri
bunuh diri dirinya sendiri saat Diagnosa Keperawatan:
halusinasinya datang. Tidak Ada
Diagnosa keperawatan :
Resiko Bunuh Diri
c) Pengalaman masa Klien mengatakan pernah di Klien mengatakan pernah
lalu yang tidak bully sama teman sekolah. menikah beberpa klai dengan istri
menyenangkan Diagnosa keperawatan : terakhir klien di tinggal selingkuh.
(peristiwa kegagalan, Respon Pasca Trauma Diagnosa Keperawatan :Respon
kematian, Pasca Trauma
perpisahan)
d) Pernah mengalami Klien mengatakan sering Klien mengatakan tidak pernah
penyakit fisik kejang. mengalami penyakit fisik/
(termasuk gangguan Diagnosa keperawatan : gangguan tumbuh kembang.
tumbuh kembang) a. Resiko Jatuh Diagnosa keperawatan :
b. Ketidakadekuatan Tidak Ada
Oksigen ke Otak
e) Riwayat Penggunaan Klien mengatakan dari dulu Klien mengatakan tidak pernah
NAPZA : sampai sekarang tidak pernah memakai narkoba
mabuk, minum pil atau Diagnosa keperawatan :
minum-minuman keras. Tidak Ada
Diagnosa keperawatan :
Tidak Ada
3) Riwayat Penyakit Klien mengatakan tidak ada Klien mengatakan tidak ada
49
Ny. S
Gambar 4.1 Genogram Klien 1
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Tinggal serumah
: Klien
: Garis pernikahan
: Garis keturunan
Klien mengatakan tinggal bersama orang tua dan adik perempuannya.
Klien mengatakan orang terdekatnya adalah ibunya, klien diasuh oleh kedua
orangtuanya. Sifat ayah klien sabar, penyayang. Sifat ibu klien sabar, penyayang.
Dan yang mengambil keputusan dalam keluarga adalah ayahnya.
Diagnosa keperawatan : Tidak Ada
Klien 2
50
Tn. P
Gambar 4.2 Genogram Klien 2
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Tinggal Serumah
: Klien
: Garis pernikahan
: Garis keturunan
X : Meninggal
Jelaskan :
Tn.K anak tunggal nikah punya 3 orang anak, anak cowok 2 dan anak
cewek 1 , tetapi keluarga Tn.K tidak seharmonis seperti dahulu dikarenakan
istrinya selingkuh lalu Tn.K stress.
Diagnosa Keperawatan : Halusinasi
Tabel 4.3 Pengkajian Psikososial
Pengkajian Psikososial Klien 1 Klien 2
Konsep Diri Klien mengatakan dia adalah Klien mengatakan menyukai
1) Citra tubuh seorang laki-laki yang pendiam, rambutnya karena dia kan
penyabar dank lien suka terlihat ganteng saaat
mengelus rambutnya sendiri. rambutnya rapi.
Jalan klien sempoyongan. Diagnosa Keperawatan :
Klien mengatakan “Nama saya Tidak Ada
Sdr.Aldi, saya berasal dari
Sidoarjo, saya beragama Islam,
pendidikan akhir saya SMA”.
Diagnosa Keperawatan :
Tidak Ada
2) Identitas Klien menagtakan “Nama saya Klien mengatakan “Nama
51
5 5 5 5
9) Integumen Turgor kulit < 2 detik, terdapat Turgor kulit < 2 detik.
10) Genetalia panu dan kulit tampak kotor Tidak terkaji
Tidak terkaji Diagnosa Keperawatan:
Diagnosa Keperawatan: Tidak ada
Tidak ada
dan waktu).
5) Sistem Pendukung (Terapis) : Klien mengatakan Klien membutuhkan
bahwa keluarga, terapis, dan perawatan lanjut dan
teman sejawat mendukung sistem pendukung dari
akan kesembuhannya. keluarga selama dirumah.
Diagnosa Keperawatan : Diagnosa Keperawatan :
Tidak ada Tidak ada
bekerja.
5) Masalah dengan Klien tinggal bersama Klien tinggal bersama dengan orang
perumahan, keluarganya, dikeluarga klien tuanya.
spesifiknya bisa berinteraksi dengan
semua anggota keluarga.
6) Masalah dengan Klien berasal dari keluarga Klien mengatakan bahwa dirinya
ekonomi, cukup mampu dan di RSJ berasal dari keluarga yang mampu.
spesifiknya menggunakan BPJS.
7) Masalah dengan 1) Apabila sakit, klien dibawa 1) Apabila sakit, klien dibawa ke
pelayanan ke puskesmas, jika parah puskesmas, jika parah dibawa ke
kesehatan, dibawa ke rumah sakit rumah sakit terdekat.
spesifiknya terdekat.
2) Sebelumnya klien pernah 2) Klien tidak pernah di rawat di
dirawat di RSJ lawang. RSJ seperti yang dialami saat ini
8) Masalah lainnya, Klien merasa tidak suka Klien mengatakan sering
spesifiknya berkumpul dengan teman- berkomunikasi dengan temanya.
temannya, klien lebih senang Diagnosa Keperawatan: Tidak
menyendiri di kamar. Ada
Diagnosa Keperawatan:
Isolasi sosial
Isolasi Sosial
Gangguan Konsep diri (HDR)
Respon PascaTrauma
Tabel 4.14Intervensi Keperawatan (Klien 1 Dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusiansi Pendengaran)
Nama Klien : Ny. S DX Medis : Skizofrenia Hiberfenik
No CM :120255 Ruangan : Kutilang
Perencanaan
Tg
No Dx Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
l
Gangguan sensori TUM: Klien dapat mengontrol 1) Setelah 3 kali interaksi, klien 1.1 Bina hubungan saling percaya dengan
persepsi halusinasi yang dialaminya menunjukkan tanda-tanda percaya kepada menggunakan prinsip komunikasi
halusinasi dengar TUK: perawat : terapeutik :
Klien dapat membina - Ekspresi wajah bersahabat a) Sapa klien dengan ramah baik verbal
hubungan saling percaya - Menunjukkan rasa senang maupun non verbal
dengan perawat - Ada kontak mata b) Perkenalkan nama, nama panggilan dan
- Mau berjabat tangan tujuan perawat berkenalan
- Mau berjabat tangan c) Tanyakan nama lengkap dan nama
- Mau menyebutkan nama panggilan yang disukai klien
- Mau menjawab salam d) Buat kontrak yang jelas
- Mau duduk berdampingan dengan e) Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji
perawat setiap kali interaksi
- Bersedia mengungkapkan masalah f) Tunjukkkan sikap empati dan menerima
yang dihadapi apa adanya
g) Beri perhatian kepada klien dan
perhatikan kebutuhan dasar klien
h) Tanyakan perasaan klien dan masalah
yang dihadapi klien
i) Dengarkan dengan penuh perhatian
ekspresi perasaan klien
1) Klien dapat mengenal 1) Setelah 3 kali interaksi klien 2.1 Adakan kontak sering dan singkat secara
halusinasinya menyebutkan: bertahap
a) Isi - Observasi tingkah laku klien terkait
67
3) Klien dapat dukungan dari 4.1 Setelah 3 kali pertemuan keluarga, 4.1 Buat kontrak dengan keluarga untuk
keluarga dalam mengontrol keluarga menyatakan setuju untuk pertemuan (waktu, tempat dan topik)
halusinasi mengikuti pertemuan dengan perawat 4.2 Diskusikan dengan keluarga (pada saat
4.2 Setelah 3 kali interaksi keluarga pertemuan keluarga/kunjungan rumah)
menyebutkan pengertian tanda dan - Pengertian halusinasi
gejala, proses terjadinya halusinasi - Tanda dan gejala halusinasi
- Proses terjadinya halusinasi
- Cara yang dapat dilakukan klien dan
69
Tabel 4.15 Intervensi Keperawatan (Klien 2 Dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusiansi Pendengaran)
Nama Klien : Tn.P DX Medis : Skizofrenia Tipe Manik
No CM :043301 Ruangan : Kutilang
Perencanaan
Tgl No Dx Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan sensori TUM: Klien dapat mengontrol 2) Setelah 3 kali interaksi, klien menunjukkan a.1 Bina hubungan saling percaya dengan
persepsi halusinasi halusinasi yang dialaminya tanda-tanda percaya kepada perawat : menggunakan prinsip komunikasi
dengar TUK: - Ekspresi wajah bersahabat terapeutik :
Klien dapat membina - Menunjukkan rasa senang j) Sapa klien dengan ramah baik verbal
hubungan saling percaya - Ada kontak mata maupun non verbal
dengan perawat - Mau berjabat tangan k) Perkenalkan nama, nama panggilan dan
- Mau berjabat tangan tujuan perawat berkenalan
- Mau menyebutkan nama l) Tanyakan nama lengkap dan nama
- Mau menjawab salam panggilan yang disukai klien
- Mau duduk berdampingan dengan m) Buat kontrak yang jelas
perawat n) Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji
- Bersedia mengungkapkan masalah yang setiap kali interaksi
dihadapi o) Tunjukkkan sikap empati dan menerima
apa adanya
p) Beri perhatian kepada klien dan
perhatikan kebutuhan dasar klien
q) Tanyakan perasaan klien dan masalah
yang dihadapi klien
r) Dengarkan dengan penuh perhatian
ekspresi perasaan klien
5) Klien dapat mengenal 3) Setelah 3 kali interaksi klien menyebutkan: 2.5 Adakan kontak sering dan singkat secara
halusinasinya f) Isi bertahap
g) Waktu - Observasi tingkah laku klien terkait
71
7) Klien dapat dukungan dari 6.1 Setelah 3 kali pertemuan keluarga, keluarga 4.3 Buat kontrak dengan keluarga untuk
keluarga dalam mengontrol menyatakan setuju untuk mengikuti pertemuan (waktu, tempat dan topik)
halusinasi pertemuan dengan perawat 4.4 Diskusikan dengan keluarga (pada saat
5.2 Setelah 3 kali interaksi keluarga pertemuan keluarga/kunjungan rumah)
menyebutkan pengertian tanda dan gejala, - Pengertian halusinasi
proses terjadinya halusinasi - Tanda dan gejala halusinasi
- Proses terjadinya halusinasi
- Cara yang dapat dilakukan klien dan
73
dengar 2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan mengepel dan disaat sendirian berbicara dan
melakukan kegiatan mengobrol dengan temannya
Menganjurkan pasien memasukkan kejadwal b. Terkadang klien juga menutupi telinganya
kegiatan harian O:
a. Pasien mau membantu membersihkan ruangan
seperti menyapu dan mengepel
A:
a. Pasien mampu mengontrol halusinasi dengan cara
melakukan aktivitas terjadwal
P:
Pasien :
a. Anjurkan sering aktivitas di ruangan
Perawat :
Lanjutkan SP 4
21-11-2018 Gangguan sensori SP 4: S : Pasien mengatakan
persepsi halusinasi 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien a. Setelah minum obat suara-suara itu agak
dengar 2. Memberikan pendidikan kesehatan mengenai berkurang
penggunaan obat secara teratur. b. Obatnya ada tiga macam dan harus rutin diminum
Menganjurkan pasien memasukkan penggunaan obat O:
secara teratur kedalam jadwal kegiatan harian. a. Pasien meminta obat pada perawat atas
inisiatifnya sendiri
b. Pasien memminum obat yang sudah diberikan
c. Pasien memasukan penggunaan obat secara teratur
78
bercakap-cakap dengan orang lain. b. “Saya sudah mencoba mengontrol halusinasi dengan
Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan mengobrol sama teman-teman dan sholawatan
bercakap-cakap dengan orang lain dalam jadwal O:
kegiatan harian a. Pasien bercakap-cakap dengan pasien lain
b. Pasien memasukan latihan bercakap-cakap kedalam jadwal
kegiatan pasien
A:
a. Pasien mampu mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
dengan pasien lain
b. Pasien mampu memasukkan latihan mengontrol halusiansi
dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain ke dalam jadwal
harian.
P:
Pasien :
a. Anjurkan pasein menggunakan cara menghardik dan bercakap-
cakap saat suara itu muncul
b. Anjurkan pasein latihan menghardik dan bercakap-cakap dan
memasukkan dalam jadwal harian
Perawat :
Lanjutkan SP 3
22-11-2018 Gangguan sensori persepsi SP 3 : S : Pasien mengatakan
halusinasi dengar 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan pasien a. Melakukan aktivitas terjadwal menyapu dan mengepel dan
2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi disaat sendirian berbicara dan mengobrol dengan temannya
dengan melakukan kegiatan b. Terkadang klien juga menutupi telinganya
Menganjurkan pasien memasukkan kejadwal O:
kegiatan harian a. Pasien mau membantu membersihkan ruangan seperti
menyapu dan mengepel
A:
a. Pasien mampu mengontrol halusinasi dengan cara melakukan
aktivitas terjadwal
P:
Pasien :
a. Anjurkan sering aktivitas di ruangan
Perawat :
82
Lanjutkan SP 4
23-11-2018 Gangguan sensori persepsi SP 4: S : Pasien mengatakan
halusinasi dengar 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien a. Setelah minum obat suara-suara itu agak berkurang
2. Memberikan pendidikan kesehatan mengenai b. Obatnya ada tiga macam dan harus rutin diminum
penggunaan obat secara teratur. O:
Menganjurkan pasien memasukkan penggunaan a. Pasien meminta obat pada perawat atas inisiatifnya sendiri
obat secara teratur kedalam jadwal kegiatan b. Pasien memminum obat yang sudah diberikan
harian. c. Pasien memasukan penggunaan obat secara teratur kedalam
jadwal kegiatan harian
A:
a. Pasien dapat memanfaatkan obat dengan baik
b. Pasien mampu memasukkan penggunaan obat secara teratur
kedalam jadwal kegiatan harian
P:
Pasien :
a. Anjurkan pasien untuk meminum obat sesuai jadwal minum
obat secara teratur dan rutin
Perawat :
Pertahankan SP 4, Latih pasien minum obat secara teratur dan
anjurkan untuk mengikuti TAK
83
82
4.2 Pembahasan
Data yang dikumpulkan dari Ny.S dan Tn.P meliputi identitas klien,
pengetahuan serta aspek anamnese atau pengkajian langsung pada klien dan
allo anamnese atau anamnese pada orang lain. Data yang diperoleh
Fakta yang didapat saat pengkajian mengenai tanda dan gejala yang
melakukan bunh diri pada ibunya maupun diri sendiri saat bisiskan datang
(inkoheren)
mata yang cepat dan repon verbal yang lambat, 3) menarik diri dari orang
lain dan berusaha untuk menghindari diri dari orang lain, 4) tidak dapat
merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya) dan takut, 8) ekspresi
muka yang tegang, mudah tersinggung jengkel dan marah, 9) tidak mampu
Menurut penulis tanda dan gejala tidak muncul semua pada Ny.S
dan Tn.P seperti terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan
tersebut di rumah sakit yang dimana kedua klien mendaptkan terapi serta
tampak tremor, berkeringat, agitasi dan katatonik juga tidak muncul pada
kedua klien karena saat dilakuakan pengkajian keadaan umun kedua klien
sedangkan Tn.P klien mengatakan pernah menikah 10x dengan istri terakhir
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan
terhadap stress.
sekarang. Menurut Keliat (2005) harga diri yang tinggi merupakan perasaan
yang berakar dalam menerima dirinya tanpa syarat, ia merasa sebagai orang
bisa terwujud karena klien harus di rawat di RSJ dan akhirnya merasa
jika ada masalah tidak menceritakan kepada orang lain. Menurut Keliat
85
oleh penulis tidak sesuai dengan teori karena pada kenyataanya ada
Gangguan proses pikir yang muncul pada klien Ny.S karena adanya efek
86
dari core problem yang tidak segera atau tidak mampu teratasi dengan baik,
bisikan yang menyuruh mencekek serta adanya pandangan yang tidak fokus
yang terjadi dengan cara maladaptif, seperti yang terjadi pada klien Tn. P
yaitu mempunyai mood yang kurang baik, mudah marah dan tersinggung
Dari data tersebut sudah dapat diambil diagnosa bahwa Tn. P megalami
dalam berlari dari tingkat kesehatan saat ini. Ketika yang diinginkan dari
hasil yang diharapkan tindakan ini termasuk intervensi yang diperkasai oleh
berkomunukasi dan berinteraksi secara baik denga maklsimal maka dari itu
untuk minum obat secara rutin dan yang terakhir terpi aktifitas kelompok
pada tanggal 9 Oktober 2019 jam 09.00 sedangkan pada Tn. P implementasi
4.2.5 Evaluasi
evaluasi pada hari ke-4 sudah sampai SP 4. Menurut Yosep (2010) kritea
bisa dilajutkan ke SP 5.
89
BAB 5
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Nomor :-
Lampiran :-
Kepada :
Di tempat,
Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini Mahasiswa Universitas
Jember Kampus Pasuruan :
Nama : Alfiyah Fauziah
NIM : 172303102190
Akan mengadakan penelitian dengan judul Asuhan Keperawatan
Dengan Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran pada
Skizofrenia di RSJ DR. Radjiman Wediodiningrat Lawang. Sehubungan
dengan hal menandatangani lembar persetujuan saya menjamin kerahasiaan
identitas dan informasi yang akan diberikan.
Atas kehadiran, partisipasi dan bantuan anda, saya ucapkan terima kasih.
Hormat saya
Alfiyah Fauziah
NIM. 172303102190
Lampiran 3
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
KAMPUS KOTA PASURUAN
Alamat: JL KH. Mansur No. 207 Pasuruan-Telp. (0343) 426730
(……………………..)
(INFORM CONSENT)
Nama : Tn. P
Umur : 56 tahun
Alamat : Pasuruan
Responden
(……………………..)