Anda di halaman 1dari 155

BAB II

KONSEP KEGAWATDARURATAN PADA SALURAN CERNA

2.1 Definisi Perdarahan Saluran Cerna Dan Trauma Abdomen

Perdarahan saluran cerna yaitu perdarahan yang bisa terjadi dimana saja di

sepanjang saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus. Bisa berupa

ditemukannya darah dalam tinja atau muntah darah,tetapi gejala bisa juga

tersembunyi dan hanya bisa diketahui melalui pemeriksaan tertentu.

Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan

tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001 : 2476 )

Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak

diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang

menusuk(Ignativicus & Workman, 2006).

2.2 Penyebab Perdarahan Saluran Cerna Dan Trauma Abdomen

1. Penyebab perdarahan pada saluran pencernaan : 

a. Kerongkongan 

a) Robekanjaringan 

b) Kanker 

c) Lambung.

d) Luka kanker atau non-kanker .

e) Iritasi (gastritis) karena aspirin atau Helicobacter pylori 

b. Usus halus 

a) Luka usus dua belas jari non-kanker.

b) Tumor ganas atau jinak.


c. Usus besar.

a) Kanker.

b) Polip non-kanker.

c) Penyakit peradangan usus (penyakit Crohn atau kolitis ulserativa).

d) Penyakit divertikulum.

e) Pembuluh darah abnormal di dinding usus (angiodisplasia) 

d. Rektum : 

a) Kanker.

b) Tumor non-kanker.

e. Anus 

a) Hemoroid.

b) Robekan di anus (fisura anus) 

2. Penyebab trauma abdomen

Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya

banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan

bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan

yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau

benda tumpul lainnya. Berdasarkan mekanisme trauma, trauma

abdomendibagi menjadi 2 yaitu :

a. Trauma tumpul

Suatu pukulan langsung, misalkan terbentur setir ataupun bagian

pintu mobil yang melesak ke dalam karena tabrakan, bisa menyebabkan

trauma kompresi ataupun crush injury terhadap organ viscera. Hal ini

dapat merusak organ padat maupun organ berongga, dan bisa


mengakibatkan ruptur, terutama organ-organ yang distensi (misalnya

uterus ibu hamil), dan mengakibatkan perdarahan maupun peritornitis.

Trauma tarikan (shearing injury) terhadap organ viscera sebenarnya

adalah crush injury yang terjadi bila suatu alat pengaman (misalnya seat

belt jenis lap belt ataupun komponen pengaman bahu) tidak digunakan

dengan benar. Pasien yang cedera pada suatu tabrakan motor bisa

mengalami trauma decelerasi dimana terjadi pergerakan yang tidak

sama antara suatu bagian yang terfiksir dan bagian yang bergerak,

seperti rupture lien ataupun ruptur hepar (organ yang bergerak)

dibagian ligamentnya (organ yang terfiksir). Pemakaian air-bag tidak

mencegah orang mengalami trauma abdomen.

b. Trauma tajam

Luka tusuk ataupun luka tembak (kecepatan rendah) akan

mengakibatkan kerusakan jaringan karena laserasi ataupun terpotong.

Luka tembak dengan kecepatan tinggi akan menyebabkan transfer

energi kinetik yang lebih besar terhadap organ viscera, dengan adanya

efek tambahan berupa temporary cavitation, dan bisa pecah menjadi

fragmen yang mengakibatkan kerusakan lainnya. Luka tusuk tersering

mengenai hepar (40%), usus halus (30%), diafragma (20%), dan colon

(15%). Luka tembak menyebabkan kerusakan yang lebih besar, yang

ditentukan oleh jauhnya perjalanan peluru, dan berapa besar energy

kinetiknya maupun kemungkinan pantulan peluru oleh organ tulang,

maupun efek pecahan tulangnya. Luka tembak paling sering mengenai


usus halus (50%), colon (40%), hepar (30%) dan pembuluh darah

abdominal (25%).

c. Trauma tembus peluru

Dimana kerusakan organ agak “Complicated”, karena

dimungkinkan timbulnya kerusakan multi-organ. Akibat kecepatan

tembus peluru dan perputaran yang terjadi, luka yang terjadi berupa

laserasi yang lebih besar dari diameter peluru. Bila terjadi penembusan

diameter abdomen, dimungkinkan terjadinya kerusakan organ

intraperitoneal maupun retroperitoneal sekaligus. Dalam keadaan

tersebut, selain perdarahan, sering ditemukan juga perforasi usus yang

multipel, dan perdarahan luas retroperitoneal.

2.3 Manifestasi Klinis Perdarahan Saluran Cerna Dan Trauma Abdomen

1. Manifestasi klinis pada perdarahan saluran cerna dapat berupa: 

•muntah darah (hematemesis) 

•mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena) 

•mengeluarkan darah dari rektum (hematoskezia) 

Tinja yang kehitaman biasanya merupakan akibat dari perdarahan di

saluran pencernaan bagian atas, misalnya lambung atau usus dua belas jari.

Warna hitam terjadi karena darah tercemar oleh asam lambung dan oleh

pencernaan kuman selama beberapa jam sebelum keluar dari tubuh.

Sekitar 200 gram darah dapat menghasilkan tinja yang berwarna

kehitaman. 

Penderita dengan perdarahan jangka panjang, bisa menunjukkan gejala-

gejala anemia, seperti mudah lelah, terlihat pucat, nyeri dada dan pusing.
Jika terdapat gejala-gejala tersebut, dokter bisa mengetahui adanya

penurunan abnormal tekanan darah, pada saat penderita berdiri setelah

sebelumnya berbaring. 

Gejala yang menunjukan adanya kehilangan darah yang serius adalah

denyut nadi yang cepat, tekanan darah rendah dan berkurangnya

pembentukan air kemih. Tangan dan kaki penderita juga akan teraba

dingin dan basah. Berkurangnya aliran darah ke otak karena kehilangan

darah, bisa menyebabkan bingung, disorientasi, rasa mengantuk dan

bahkan syok. Gejala kehilangan darah yang serius bisa berbeda-beda,

tergantung pada apakah penderita memiliki penyakit tertentu lainnya.

Penderita dengan penyakit arteri koroner bisa tiba-tiba mengalami angina

(nyeri dada) atau gejala-gejala dari suatu serangan jantung. 

Pada penderita perdarahan saluran pencernaan yang serius, gejala dari

penyakit lainnya, seperti gagal jantung, tekanan darah tinggi, penyakit

paru-paru dan gagal ginjal, bisa bertmbah buruk. Pada penderita penyakit

hati, perdarahan ke dalam usus bisa menyebabkan pembentukan racun

yang akan menimbulkan gejala seperti perubahan kepribadian, perubahan

kesiagaan dan perubahan kemampuan mental (ensefalopati hepatik).

2.Manifestasi Klinis pada trauma abdomen 

Pada hakekatnya gejala dan tanda yang ditimbulkan disebabkan karena 2

hal:

a.Pecahnya organ solid

Hepar atau lien yang pecah akan menyebabkan perdarahan yang dapat
bervariasi dari ringan sampai berat dan bahkan kematian.

Gejala dan tandanya adalah: 

•Gejala perdarahan secara umum dimana penderita tampak anemis (pucat)

bila perdarahan berat akan menimbulkan gejala dan tanda dari syok

perdarahan.

•Gejalanya adalah darah intra peritoneal, penderita akan merasa nyeri

abdomen, yang dapat bervariasi dari ringan sampai nyeri hebat. Pada

auskultrasi biasanya bising usus menurun. Tanda ini bukan merupakan

tanda yang dapat dipercaya karena bising usus akan menurun pada banyak

keadaan lain. Pada pemeriksaan akan teraba bahwa abdomen, nyeri tekan,

kadang kadang ada nyeri lepas dan defance muscular ( kekakuan otot)

seperti pada peritonitis.

b.Pecahnya organ berlumen

Pecahnya gaster, usus halus atau colon akan menimbulkan peritonitis yang

dapat timbul cepat sekali ( gaster) atau lambat. 

Pada pemeriksaan penderita akan mengeluh nyeri seluruh abdomen. Pada

auskultasi bising usus akan menurun. Pada palpasi akan ditemukan defans

muskular, nyeri tekan dan nyeri lepas. Pada perkusi akan nyeri pula (nyeri

ketok). Biasanya peritonitis bukan merupakan keadaan yang memerlukan

penanganan sangar segera, sehingga jarang menjadi masalah pada fase

pra-RS.

Klinis kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis

menurut Sjamsuhidayat (1997), meliputi: nyeri tekan diatas daerah

abdomen, distensi abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah,


takikardi, peningkatan suhu tubuh, nyeri spontan.Pada trauma non-

penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya:

a.Jejas atau ruktur dibagian dalam abdomen

b.Terjadi perdarahan intra abdominal.

c.Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi

usus tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan

gejala mual, muntah, dan BAB hitam (melena)

d.Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah

trauma. 

e.Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada

dinding abdomen.

Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:

a.Terdapat luka robekan pada abdomen

b.Luka tusuk sampai menembus abdomen

c.Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam andomen

d.Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak

perdarahan/memperparah keadaan.

D.Komplikasi Perdarahan Saluran Cerna 

1.Anemia

2.Dehidrasi

3.Kehilangan darah

4.Syok

5.Penurunan perfusi jaringan


6.Hipoksia

7.kematian

E.Penatalaksanaan Perdarahan Saluran Cerna Dan Trauma Abdomen

1.Penatalaksanaan perdarahan saluran cerna 

Pada lebih dari 80% penderita, tubuh akan berusaha menghentikan

perdarahan.Penderita yang terus menerus mengalami perdarahan atau yang

memiliki gejala kehilangan darah yang jelas, seringkali harus dirawat di

rumah sakit dan biasanya dirawat di unit perawatan intensif.

Bila darah hilang dalam jumlah besar, mungkin dibutuhkan transfusi. 

Untuk menghindari kelebihan cairan dalam pembuluh darah, biasanya

lebih sering diberikan transfusi sel darah merah (PRC/Packed Red Cell)

daripada transfusi darah utuh (whole blood). Setelah volume darah

kembali normal, penderita dipantau secara ketat untuk mencari tanda-tanda

perdarahan yang berlanjut, seperti peningkatan denyut nadi, penurunan

tekanan darah atau kehilangan darah melalui mulut atau anus. 

Perdarahan dari vena varikosa pada kerongkongan bagian bawah dapat

diobati dengan beberapa cara. Diantaranya dengan memasukkan balon

kateter melalui mulut ke dalam kerongkongan dan mengembangkan balon

tersebut untuk menekan daerah yang berdarah.Cara lain ialah dengan

menyuntikan bahan iritatif ke dalam pembuluh yang mengalami

perdarahan, sehingga terjadi peradangan dan pembentukan jaringan parut

pada pembuluh balik (vena) tersebut.

Perdarahan pada lambung sering dapat dihentikan melalui endoskopi. 


Dilakukan kauterisasi pembuluh yang mengalami perdarahan dengan arus

listrik atau penyuntikan bahan yang menyebabkan penggumpalan di dalam

pembuluh darah. Bila cara ini gagal, mungkin perlu dilakukan

pembedahan

Perdarahan pada usus bagian bawah biasanya tidak memerlukan

penanganan darurat. Tetapi bila diperlukan, bisa dilakukan prosedur

endoskopi atau pembedahan perut. Kadang-kadang lokasi perdarahan tidak

dapat ditentukan dengan tepat, sehingga sebagian dari usus mungkin perlu

diangkat.

a.Endoskopi

Thermal heater probe, elektrokoagulasi, dan sclerotherapy telah banyak

digunakan. terdapat laporan yang menunjukkan bahwa elektrokoagulasi

dapat berhasil diterapkan untuk pendarahan divertikula kolon, meskipun

terapi ini belum banyak dianut. Terapi dengan endoscopy ini juga dapat

memicu perdarahan berulang yang lebih signifikan. Sebaliknya,

angiodysplasias dapat segera diobati dengan tindakan endoskopik.

Perdarahan akut dapat dikontrol dalam hingga 80% dari pasien dengan

perdarahan angiodysplasias, meskipun perdarahan berulang juga dapat

terjadi hingga 15%. Terapi endoskopi ini juga sesuai untuk pasien dengan

perdarahan dari daerah yang telah dilakukan polypectomy. Pendarahan

dapat terjadi pada 1% sampai 2% pasien setelah polypectomy dan

mungkin terjadi hingga 2 minggu setelah polypectomy dimana terapi

endoskopik dianjurkan.

b.Angiographic
Angiography dipakai sebagai metode perioperatif, terutama pada pasien-

pasien dengan risiko gangguan vascular, sementara menunggu terapi

bedah definitive. Pada metode ini dilakukan katerisasi selektif dari

pembuluh darah mesentrika yang langsung menuju ke lokasi sumber

perdarahan yang akan dilanjutkan dengan pemberian vasokontriktor intra-

arteridengan vasopressin yang dapat menghentikan perdarahan sekitar 80

% kasus. Perdarahan berulang mungkin terjadi jika terapi tidak

dilanjutkan. Komplikasi yang sering dan serius pada metode ini adalah

iskemi miokard, edema paru, thrombosis mesenterika, dan hiponatremia.

Transarterial vasopressin tidak boleh digunakan pada pasien dengan

penyakit arteri koroner atau penyakit vaskular lainnya. Peran utama dari

terapi ini adalah untuk mengehentikan perdarahan sebagai terapi darurat

sebelum bedah definitif. Embolisasi transkateter pendarahan massive dapat

juga dilakukan pada pasien yang tidak mempunyai cukup biaya untuk

menjalani operasi. Embolisasi dari gelatin spons atau microcoils dapat

menghentikan pendarahan sementra yang disebabkan angiodysplasias dan

divertikula. Metode ini juga dapat menyebabkan demam dan dan sepsis

yang disebabkan oleh kurangnya pasokan darah ke kolon sehingg aterjadi

infark kolon.

c.Pembedahan 

Indikasi dilakukannya tindakan bedah diantarnya pasien dengan

perdarahan yang terus menerus berlangsung dan berulang, tidak sembuh

dengan tindakan non operatif. Transfusi lebih dari 6 unit labu transfusi

PRC, perlu transfusi, ketidakseimbangan hemodinamik yang persisten


merupakan indikasi colectomy pada perdarahan akut.

Pembedahan emergensi dilakukan pada pasien dengan LGIB sebanyak

10% kasus, dilakukan pada saat setelah ditemukannya lokasi sumber

perdarahan. Tingkat kejadian perdarahan yang berulang adalah 7% (0-

21%) dan tingkat mortalitas sebesar 10% (0-15%). Pada sebagian besar

studi segmental colectomy tidak mempunyai tingkat mortalitas, morbiditas

dan perdarahan berulang yang tinggi.

•Segmental colectomy diindikasikan pada pasien dengan perdarahan colon

persisten dan rekuren. Pasien dengan LGIB rekuren juga sebaiknya

dilakukan colectomy karena risiko meningkatnya beratnya perdarahan

dengan berjalannya waktu. Jika pasien mengalami ketidakseimbangan

hemodinamik pembedahan emergensi ini dilakukan tanpa uji diagnostic

dan lokasi sumber perdarahan ditentukan pada intraoperatif dengan cara

EGD, surgeon-guided enteroscopy, and colonoscopy. Dengan melihat

kondisi dan peralatan yang ada, dapat dilakukan subtotal colectomy

dengan inspeksi distal ileal daripada dengan ketiga metode yang telah

disebutkan.

•Subtotal colectomy dilakukan jika sumber perdarahan tidak diketahui

dengan studi diagnostic perioperatif dan intraoperatif. Jika lokasi sumber

perdarahan tidak dapat didiagnosis dengan endoscopy intraoperatif dan

dengan pemeriksaan dan jika terdapat bukti perdarahan berasal dari kolon,

subtotal colectomy dilakukan dengan anastomosis iloerectal. Subtotal

colectomy adalah pilihan yang tepat karena berhubungan dengan tingkat

perdarahan berulang yang rendah dan tingkat morbiditas (32%) dan


tingkat mortalitas (19%).

•Hemicolectomy lebih baik dilakukan daripada blind subtotal abdominal

colectomy, apabila bertujuan untuk mengetahui lokasi sumber perdarahan.

Saat lokasi sumber perdarahan diketahui, operasi dengan positive 99m Tc-

red blood cell scan. juga dapat menyebabkan perdarahan berulang pada

lebih dari 35% pasien.“Blind” total abdominal colectomy tidak dianjurkan

karena memiliki perdarahan berulang 75% tingkat morbiditas 83%, tingkat

mortalitas 60%. Sekali lokasi sumber perdarahan diketahui, lakukan

segmental colectomy.

Pasien dengan riwayat perdarahan berulang dengan lokasi sumber

perdarahan yang tidak diketahui harus dilakukan elective mesenteric

angiography, upper and lower endoscopy, Meckel scan, Foto serial saluran

cerna atas dengan usus halus, and enteroclysis. Pemeriksaan seluruh

bagian saluran cerna diperlukan untuk mendiagnosis lesi yang jarang dan

AVM yang tidak terdiagnosis. Jika lokasi sumber perdarahan telah

diketahui dengan mesenteric angiography, infuse vasopressin dapat

digunakan secara berkala untuk control perdarahan dan penstabilan pasien

untuk antisipasi apabila harus dilakukan segmental colectomy semi urgent.

Embolisasi mesenteric selektif digunakan pada pasien dengan risiko tinggi

apabila dilakukan operasi, dan perhatikan iskemi dan perforasi. Subtotal

colectomy dengan ileoprostostomy dilakukan pada pasien dengan

perdarahan berulang dengan lokasi sumber perdarahan tidak diketahui, dan

pada pasien dengan perdarahan yang berasal dari kedua bagian colon

Tidak ada kontraindikasi terhadap pembedahan pada pasien dengan


hemodinamik yang tidak stabil dan perdarahan yang berlangsung terus

menerus. Pembedahan juga diperintahkan walaupun pada pasien yang

membutuhkan 5 unit labu transfuse atau lebih pada 24 jam dan penentuan

lokasi sumber perdarahan secara perioperatif tidak akurat. embedahan juga

perlu dilakukan pada pasien dengan perdarahan berulang selama dirawat di

rumah sakit. 

•Preoperatif

Perdarahan Saluran cerna bawah akut merupakan masalah kesehatan yang

serius yang berhubungan dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang

tinggi. Tingkat mortalitas adalah sebesar 10-20% dan tergantung pada usia

(> 60 tahun), penyakit multiorgan, kebutuhan transfuse (> 5 labu), perlu

dilakukan operasi, dan stress (pembedahan, trauma, sepsis)13

Tiga aspek utama yang berperan dalam penanganan LGIB adalah

perawatan initial syok, mecari lokasi sumber perdarahan, dan rencana

intervensi. Pasang NGT pada semua pasien, aspirasi cairan yang jernih

tanpa cairan empedu menyingkirkan perdarahan yang berasal dari

proximal Ligamentum Treitz. Setelah resusitasi inisial, sumber perdarahan

dapat dicari dengan cara angiogram, perdarahan dapat terkontrol

sementara dengan embolisasi angiographic atau infuse vasopressin.

Segmental colectomy dilakukan 12-24 jam kemudian.

•Intraoperatif

Intervensi pembedahan yang diperlukan memiliki persentase yang kecil

pada kasus LGIB. Pilihan dilakukanyya tindakan bedah tergantung dari

sumber perdarahan yang telah diidentifikasi pada saat preoperative


sebelumnya.setelah itu baru dapat dilakukan segmental colectomy. 13

Jika sumber perdarahan tidak diketahui, dilakuakan endoscopy saluran

cerna bagian atas. Jika tidak berhasil lakukan intraoperative pan-intestinal

endoscopy dan jika gagal, lakukan subtotal colectomy dengan end

ileostomy.

•Postoperatif 

Hipotensi dan syok biasanya terjadi akibat kehilangan darah, tetapi

tergantung dari tingkat perdarahan dan respon pasien. Syok dapat

mempresipitasi infark miokard, kelainan cerecrovaskular, gagal ginjal dan

gagal hati. Azotemia biasanya muncul pada pasien dengan perdarahan

saluran cerna.

d.Komplikasi pembedahan

Komplikasi dini postoperative yang paling sering adalah perdarahan

intraabdomina dananastomose, ileus, obstruksi usus halus mekanik, sepsis

intraabdominal, peritonitis local dan diffuse, infeksi luka operasi,

Clostridium difficile colitis, pneumonia, retensi urin, infeksi saluran

kemih, deep vein thrombosis, dan emboli paru. Sedangkan komplikasi

lanjut biasanya muncul lebih dari 1 minggu setelah operasi, yaitu sriktur

anastomosis, hernia insisional, dan incontinens.

2.Penatalaksanaan trauma abdomen

Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam

nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian.

Paramedik mungkin harus melihat Apabila sudah ditemukan luka tikaman,


luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal

dilakuakan prosedur ABC jika ada indikasi, Jika korban tidak berespon,

maka segera buka dan bersihkan jalan napas.

a.Airway, dengan Kontrol Tulang Belakang membuka jalan napas

menggunakan

teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat

dagu, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya

jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.

b.Breathing, dengan Ventilasi Yang Adekuat memeriksa pernapasan

dengan menggunakan cara ‘lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik

untuk memastikan apakah ada napas atau tidak, Selanjutnya lakukan

pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat

tidaknya pernapasan).

c.Circulation,dengan Kontrol Perdarahan Hebat jika pernapasan korban

tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan.

Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera.

Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 15 : 2 (15 kali

kompresi dada dan 2 kali bantuan napas

d.Disability, tidak jarang trauma abdomen disertai dengan trauma kapitis.

Selalu periksa tingkat kesadaran (dengan GCS) dan adanya lateralisasi

(pupil anisokor dan motorik yang lebih lemah satu sisi)

e.Apabila ditemukan usus yang menonjol keluar, cukup dengan

menutupnya dengan kasa steril yang lembab supaya usus tidak kering.

Apabila ada benda menancap, jangan dicabut, tetapi dilakukan fiksasi


benda tersebut terhadap dinding perut.

Tindakan Khusus Pada Pengelolaan Trauma Abdomen

a.Pemasangan pipa lambung

Tujuan dari tindakan ini adalah untuk mengurangi dilatasi akut gaster,

dekompresi abdomen dan mengeluarkan isi abdomen sehingga

mengurangi resiko terjadinya aspirasi.

b.Kateterisasi kandung kemih

Tujuan pemasangan kateter urine dalam proses resusitasi adalah untuk

menghilangkan retensi urin, dekompresi kandung kemih dan pemantauan

produksi urin sebagai tolak ukur perfusi jaringan. Pastikan uretra utuh

sebelum melakukan tindakan melalui pemeriksaan rektal, adanay darah

dari meatus, patah tulang pelvis yang tidak stabil menunjukkan kecurigaan

rupture uretra sehingga harus dilakukan tube suprapubik (sistostomi)

c.Apabila ditemukan usus yang menonjol kasar , cukup menutupnya

dengan kasa steril yang lembab supaya usus tidak kering. Apabila ada

benda menancap jangan dicabut tetepi dilakukan fiksasi benda tersebut

terhadap dinding perut.

http://nikomang-sugiartini.blogspot.com/2011/09/konsep-kegawatdaruratan-pada-

saluran.html

perdarahan pencernaan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1                   Latar belakang

Pertolongan penderita gawat darurat dapat terjadi dimana saja baik di dalam

rumah sakit maupun di luar rumah sakit, dalam penanganannya melibatkan tenaga

medis maupun non medis termasuk masyarakat awam. Pada pertolongan pertama

yang cepat dan tepat akan menyebabkan pasien/korban dapat tetap bertahan hidup

untuk mendapatkan pertolongan yang lebih lanjut.

Adapun yang disebut sebagai penderita gawat darurat adalah penderita yang

memerlukan pertolongan segera karena berada dalam keadaan yang mengancam

nyawa, sehingga memerlukan suatu pertolongan yang cepat, tepat, cermat untuk

mencegah kematian maupun kecacatan. Untuk memudahkan dalam pemberian

pertolongan korban harus diklasifikasikan termasuk dalam kasus gawat darurat,

darurat tidak gawat, tidak gawat tidak darurat dan meninggal.

Salah satu kasus gawat darurat yang memerlukan tindakan segera dimana pasien

berada dalam ancaman kematian karena adanya gangguan hemodinamik adalah

trauma abdomen di mana secara anatomi organ-organ yang berada di rongga

abdomen adalah organ-organ pencernaan. Selain trauma abdomen kasus-kasus

kegawatdaruratan pada system pencernaan salah satunya perdarahan saluran cerna

baik saluran cerna bagian atas ataupun saluran cerna bagian bawah bila hal ini

dibiarkan tentu akan berakibat fatal bagi korban atau pasien bahkan bisa

menimbulkan kematian. Oleh karena itu kita perlu memahami penanganan

kegawatdaruratan pada system pencernaan secara cepat,cermat dan tepat sehingga

hal-hal tersebut dapat kita hindari.


1.2         TUJUAN PENULISAN

1.1.1   TUJUAN UMUM

Untuk dapat memahami tentang Askep Gawat Darurat Pada Perdarahan Saluran

Pencernaan

1.1.2   TUJUAN KHUSUS

1.1.2.1                Mahasiswa dapat menjelaskan dengan tepat dan benar tentang

definisi perdarahan saluran pencernaan

1.1.2.2                Mahasiswa dapat menjelaskan dengan tepat dan benar

tentang anatomi sistem pencernaan

1.1.2.3                Mahasiswa dapat menjelaskan dengan tepat dan benar

tentang etiologi perdarahan saluran pencernaan

1.1.2.4                Mahasiswa dapat menjelaskan dengan tepat dan benar

tentang manifestasi perdarahan saluran pencernaan

1.1.2.5                Mahasiswa dapat menjelaskan dengan tepat dan benar

tentang diagnosa perdarahan saluran pencernaan


1.1.2.6                Mahasiswa dapat menjelaskan dengan tepat dan benar

tentang pengobatan perdarahan saluran pencernaan

1.3         METODE PENULISAN

1.3.1   METODE PENULISAN.

Didalam pembuatan makalah ini, penulis menggunakan metode deskripsi.

1.3.2   TEKHNIK PENULISAN.

1.3.2.1                METODE OBSERVASI

Yaitu bentuknya langsung yang diajukan pada narasumber terhadap permasalahan

yang akan di bahas

1.3.2.2                METODE PERPUSTAKAAN

Yaitu diambil dari buku :

1.4         SISTEMATIKA PENULISAN
Adapun sistematika penulisan Makalah Asuhan Keperawatan ini terdiri dari

3 bab, yang mana dari perbab dan isi dalam bab tersebut diuraikan sebagai

berikut:

BAB I    :   PENDAHULUAN

Bab yang memberikan gambaran awal dari Makalah Asuhan Keperawatan yang

berisikan: latar belakang, tujuan, metode penulisan, sistematika penulisan

BAB II  :   TINJAUAN TEORITIS

Teori-teori tentang tugas keluarga dalam tahap perkembangan yang meliputi :

Konsep Medis : Definisi, Anatomi dan fisiologi, Etiologi, fatofisiologi, klasifikasi,

komplikasi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, Konsep Keperawatan :

Pengkajian, Diagnosa , Intervensi.

BAB III :   PENUTUP

Berisikan kesimpulan dan saran


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1                   Definisi

Perdarahan bisa terjadi dimana saja di sepanjang saluran pencernaan, mulai dari

mulut sampai anus. Bisa berupa ditemukannya darah dalam tinja atau muntah

darah,tetapi gejala bisa juga tersembunyi dan hanya bisa diketahui melalui

pemeriksaan tertentu.

2.2                   Anatomi

Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus)

adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan,

mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam

aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau

merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.

Saluran pencernaan terdiri dari :

a.            Mulut,

b.           Tenggorokan (faring),
c.            Kerongkongan,

d.           Lambung,

e.            Usus halus,

f.            Usus besar,

g.           Rectum, dan

h.           Anus.

Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran

pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.

Gambar 1: Sistem Pencernaan

a.             Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada hewan.

Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal dari

sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus.Mulut merupakan jalan masuk

untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir.

Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah.

Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman

dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai

macam bau.

Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi

belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah

dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari

makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya.

Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah

protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara

sadar dan berlanjut secara otomatis.


Gbr 2 : Anatomi Mulut

b.             Tenggorokan ( Faring)

Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari

bahasa yunani yaitu Pharynk. Skema melintang mulut, hidung, faring, dan laring

                           Gambar 3 :Skema melintang mulut, hidung, faring, dan laring

Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang

banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi,

disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya

dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang Keatas

bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang

bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan

perantaraan lubang yang disebut ismus fausium Tekak terdiri dari; Bagian

superior =bagian yang sangat tinggi dengan hidung, bagian media = bagian yang

sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior = bagian yang sama tinggi dengan

laring.
Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang

menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga,Bagian media disebut

orofaring,bagian ini berbatas kedepan sampai diakar lidah bagian inferior disebut

laring gofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring

c.             Kerongkongan (Esofagus)

Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu

makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan

melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering juga

disebut esofagus(dari bahasa Yunani: oeso “membawa”, dan phagus 

“memakan”).Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang.

Menurut histologi. Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:

       Bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)

       Bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)

       Serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).


Gambar 4 : Anatomi Esofagus

d.            Lambung

Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang

keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu:

       Kardia.

       Fundus.

       Antrum.
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk

cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter

menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan. Lambung

berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk

mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung

menghasilkan 3 zat penting :

       Lendir

Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap

kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah

kepada terbentuknya tukak lambung.

       Asam klorida (HCl)

Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh

pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan

sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.

       Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)


Gambar 5 : Anatomi Lambung

e.             Usus halus (usus kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di

antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang

mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus

melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan

pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah

kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus ; lapisan

mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M sirkuler ), lapisan otot

memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar ).


Gambar 6 : Anatomi Usus

Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus

kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).

1. Usus dua belas jari (Duodenum)

Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak

setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus

dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo

duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz. Usus dua belas jari merupakan

organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum.

pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua

belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.

Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua

belas jari. Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari

(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke

dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh

usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk

berhenti mengalirkan makanan.


2. Usus Kosong (jejenum)

Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian

kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus

penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8

meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan

digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.

Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus

(vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan

dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis

pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan

plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan

secara makroskopis.

Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti “lapar” dalam bahasa

Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti

“kosong”.

3. Usus Penyerapan (illeum)

Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem

pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah

duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH

antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan

garam-garam empedu.

4.    Usus Besar (Kolon)


Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan

rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri

dari :

       Kolon asendens (kanan)

       Kolon transversum

       Kolon desendens (kiri)

       Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)

Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna

beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus

besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini

penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa

menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya

terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah

diare.

Gambar 10 : Anatomi Usus Besar

5.    Usus Buntu (sekum)


Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi

adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon

menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan

beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar,

sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau

seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.

6.    Umbai Cacing (Appendix)

Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada

organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah

dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga

abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen).

Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform

appendix (atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung yang menyambung

dengan caecum.

Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa,

Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm.

Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda –

bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di

peritoneum.

Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial (sisihan),

sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam sistem

limfatik.
7.    Rektum dan anus

Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah ruangan

yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus.

Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya

rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada

kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum,

maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding

rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf

yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak

terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan

air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama,

konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.

Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan

anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang

penting untuk menunda BAB.

Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah

keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan

sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot

sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar –

BAB), yang merupakan fungsi utama anus.

2.3                   Etiologi
Penyebab perdarahan pada saluran pencernaan :

1.             Kerangkongan

a.             Robekan jaringan

Sindroma Mallory-Weiss adalah luka robek (lecet) pada bagian bawah

kerongkongan dan bagian atas lambung selama muntah-muntah atau cegukan

yang sangat kuat. Gejala awal biasanya berupa perdarahan karena pecahnya arteri.

Sindroma Mallory-Weiss adalah penyebab dari 5% perdarahan di saluran

pencernaan atas. Diagnosis ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan

esofagoskopi atau arteriografi. Luka robek (lecet) tidak dapat dideteksi dengan

foto rontgen biasa.

b.             Kanker kerongkongan

Jenis yang paling sering terjadi pada kanker kerongkongan adalah squamous sel

carcinoma dan adenocarcinoma, yang terjadi di dalam sel yang melewati dinding

pada kerongkongan. Kanker ini bisa terjadi dimana saja di dalam kerongkongan

dan bisa terlihat sebagai penyempitan pada kerongkongan (penyempitan), sebuah

pembengkakan, daerah flat yang tidak normal (plaque), atau jaringan yang tidak

normal (fistula) di antara kerongkongan dan saluran pernapasan yang mensuplai

ke paru-paru.

2.             Lambung

a.             Luka kanker atau non-kanker


Tumor jinak di lambung agaknya tidak menimbulkan gejala atau masalah medis.

Tetapi kadang-kadang, beberapa mengalami perdarahan atau berkembang menjadi

kanker ganas. Sekitar 99% kanker lambung adalah adenokarsinoma. Kanker

lambung lainnya adalah leiomiosarkoma (kanker otot polos) dan limfoma.

b.             Iritasi (gastritis) karena aspirin atau Helicobacter pylori

Penggunaan aspirin harus dihindari karena dapat memperberat iritasi lambung

hingga menyebabkan perdarahan dilambung.

3.             Usus halus

a.             Luka usus dua belas jari non-kanker

Hal ini bisa terjadi akibat beberapa penyebab salah satunya adalah adanya infeksi,

trauma dan lain lain.

b.             Tumor ganas atau jinak

Tumor adalah semua pertumbuhan jaringan biologis secara abnormal yang terjadi

pada makhluk hidup.

c.             Kanker

Usus halus, terutama ileum, adalah bagian yang paling sering terkena tumor

karsinoid. Tumor bisa menyebabkan penyumbatan dan perdarahan ke dalam usus,

yang bisa menimbulkan gejala berupa darah dalam tinja, nyeri kram perut, perut

menggelembung dan muntah.

4.             Usus besar
a.             Kanker

Kanker usus besar adalah tumbuhnya sel kanker yang ganas di dalam permukaan

usus besar atau rektum. Kebanyakan kanker usus besar berawal dari pertumbuhan

sel yang tidak ganas atau adenoma, yang dalam stadium awal membentuk polip

(sel yang tumbuh sangat cepat).

b.             Polip non-kanker

c.             Penyakit peradangan usus (penyakit Crohn atau kolitis ulserativa)

Penyakit Crohn (Enteritis Regionalis, Ileitis Granulomatosa, Ileokolitis) adalah

peradangan menahun pada dinding usus. Penyakit ini mengenai seluruh ketebalan

dinding usus. Kebanyakan terjadi pada bagian terendah dari usus halus (ileum)

dan usus besar, namun dapat terjadi pada bagian manapun dari saluran

pencernaan, mulai dari mulut sampai anus, dan bahkan kulit sekitar anus

d.            Penyakit divertikulum

Divertikula dalam bahasa latinnya (diverticulum) adalah Penonjolan keluar

abnormal berbentuk katong yang terbentuk dari lapisan usus yang meluas

sepanjang defek di lapisan otot,merupakan penonjolan dari mukosa serta

submukosa. Divertikula biasanya merupakan manifestasi motalitas yang

abnormal.Divertikulum dapat terjadi di mana saja sepanjang saluran

gastrointestinal.

e.             Pembuluh darah abnormal di dinding usus (angiodisplasia)


Angiodysplasia dari usus besar adalah pembuluh darah membesar dan rapuh

dalam usus besar yang mengakibatkan kerugian kadang-kadang darah dari saluran

gastrointestinal (GI).

5.             Rektum

a.             Kanker

Kebanyakan kanker menyebabkan perdarahan, tapi biasanya perlahan. Pada

kanker rektum, gejala pertama yang paling sering adalah perdarahan selama buang

air besar. Jika rektum berdarah, bahkan bila penderita diketahui juga menderita

wasir atau penyakit divertikel, juga harus difikirkan kemungkinan terjadinya

kanker.

b.             Polip non-kanker

Polip adalah pertumbuhan jaringan dari dinding usus yang menonjol ke dalam

usus dan biasanya tidak ganas.

6.             Anus

a.             Hemoroid

Hemoroid (Wasir) adalah pembengkakan jaringan yang mengandung pembuluh

balik (vena) dan terletak di dinding rektum dan anus. Hemoroid bisa mengalami

peradangan, menyebabkan terbentuknya bekuan darah (trombus), perdarahan atau

akan membesar dan menonjol keluar. Wasir yang tetap berada di anus disebut

hemoroid interna (wasir dalam) dan wasir yang keluar dari anus disebut hemoroid

eksterna (wasir luar).


b.             Robekan di anus (fisura anus)

Anus Fisura adalah sejenis penyakit yang mana adanya luka/robek bagian dinding

dubur, penyebab utamanya banyak disebabkan oleh terlalu kerasnya kotoran saat

BAB, disertai mengejen dengan kuat. Akibatnya dinding dubur robek, dan

kadang2 disertai dengan tetesan darah segar, juga dapat menyebabkan rasa

nyeri/sakit yang berkepanjangan.

2.4          Manifestasi kinis

Gejalanya perdarahan pada saluran pencernaan adalah :

1.             Muntah darah (hematemesis)

2.             Mengeluarkan tinja yang kehitaman (melena)

3.             Mengeluarkan darah dari rektum (hematoskezia)

Tinja yang kehitaman biasanya merupakan akibat dari perdarahan di saluran

pencernaan bagian atas, misalnya lambung atau usus dua belas jari. Warna hitam

terjadi karena darah tercemar oleh asam lambung dan oleh pencernaan kuman

selama beberapa jam sebelum keluar dari tubuh. Sekitar 200 gram darah dapat

menghasilkan tinja yang berwarna kehitaman.

Penderita dengan perdarahan jangka panjang, bisa menunjukkan gejala-gejala

anemia, seperti mudah lelah, terlihat pucat, nyeri dada dan pusing. Jika terdapat

gejala-gejala tersebut, dokter bisa mengetahui adanya penurunan abnormal

tekanan darah, pada saat penderita berdiri setelah sebelumnya berbaring.


Gejala yang menunjukan adanya kehilangan darah yang serius adalah denyut nadi

yang cepat, tekanan darah rendah dan berkurangnya pembentukan air kemih.

Tangan dan kaki penderita juga akan teraba dingin dan basah. Berkurangnya

aliran darah ke otak karena kehilangan darah, bisa menyebabkan bingung,

disorientasi, rasa mengantuk dan bahkan syok.

Gejala kehilangan darah yang serius bisa berbeda-beda, tergantung pada apakah

penderita memiliki penyakit tertentu lainnya. Penderita dengan penyakit arteri

koroner bisa tiba-tiba mengalami angina (nyeri dada) atau gejala-gejala dari suatu

serangan jantung. Pada penderita perdarahan saluran pencernaan yang serius,

gejala dari penyakit lainnya, seperti gagal jantung, tekanan darah tinggi, penyakit

paru-paru dan gagal ginjal, bisa bertmbah buruk. Pada penderita penyakit hati,

perdarahan ke dalam usus bisa menyebabkan pembentukan racun yang akan

menimbulkan gejala seperti perubahan kepribadian, perubahan kesiagaan dan

perubahan kemampuan mental (ensefalopati hepatik).

2.4                   Diagnosa

Adanya kehilangan darah yang serius, menyebabkan hasil pemeriksaan hematokrit

menunjukkan konsentrasi sel darah merah yang rendah. Penyebab perdarahan bisa

ditentukan dari gejala yang timbul. Nyeri perut karena makanan atau obat antasid,

disebabkan oleh tukak lambung (ulkus gastrikum), dan perdarahan pada tukak

sering tidak menimbulkan nyeri. Obat-obatan yang bisa merusak dinding

lambung, seperti aspirin, bisa menyebabkan perdarahan lambung berupa

ditemukannya darah dalam tinja.


Penderita perdarahan saluran pencernaan yang sebabnya tidak diketahui, dengan

nafsu makan yang berkurang disertai penurunan berat badan, sebaiknya menjalani

pemeriksaan untuk kemungkinan adanya kanker. Bila terdapat kesulitan menelan,

diperiksa kemungkinan adanya kanker kerongkongan atau penyempitan

kerongkongan. Diduga adanya sobekan di kerongkongan bila timbul muntah yang

sangat kuat tepat sebelum terjadinya perdarahan. Sembelit atau diare yang

menyertai perdarahan atau perdarahan yang tersembunyi dalam tinja, mungkin

disebabkan oleh kanker atau polip pada usus bagian bawah, terutama pada

penderita yang berusia diatas 45 tahun. Darah segar di permukaan tinja, bisa

berasal dari wasir atau kanker rektum.

Pemeriksaan ditujukan untuk menemukan sumber perdarahannya. Pada

permeriksaan rektum, dicari adanya wasir, robekaan rektum (fisura) dan tumor.

Kemudian pemeriksaan dipilih berdasarkan pada apakah perdarahan ini dicurigai

berasal dari saluran pencernaan bagian atas (kerongkongan, lambung, dan usus

duabelas jari) atau saluran pencernaan bagian bawah (usus halus bagian bawah,

usus besar, rektum dan anus).

Pada awalnya, kelainan pada saluran pencernaan bagian atas, biasanya diperiksa

dengan memasukkan tabung melalui hidung, menuju ke lambung dan

mengeluarkan cairannya. Cairan lambung yang seperti kopi disebabkan oleh

pencernaan darah parsial, dan menunjukan bahwa perdarahannya lambat dan telah

berhenti. Darah yang berwarna merah terang dan terus menerus, menunjukan

perdarahan yang aktif dan berat.


Selanjutnya endoskopi sering digunakan untuk memeriksa kerongkongan,

lambung dan usus dua belas jari, dan menemukan sumber perdarahannya. Jika

tidak ditemukan gastritis atau tukak pada lambung maupun usus dua belas jari,

bisa dilakukan biopsi. Biopsi dapat menentukan apakah perdarahannya berasal

dari infeksi kuman Helicobacter pylori. Infeksi yang ditemukan lalu diobati

biasanya akan membaik bila diberikan antibiotic.

Rontgen dengan barium enema atau endoskopi dilakukan untuk mencari polip dan

kanker pada saluran pencernaan bagian bawah. Bagian dalam dari bagian bawah

usus juga bisa diperiksa dengan anaskopi, sigmoidoskopi atau kolonoskopi.

Bila pemeriksaan-pemeriksaan tersebut tidak berhasil menunjukan sumber

perdarahan, bisa dilakukan angiografi atau skening setelah penyuntikan sel darah

merah radioaktif. Cara ini terutama berguna untuk menyembuhkan perdarahan

yang disebabkan oleh kelainan pada pembuluh darahnya.

2.5                   Pengobatan

Pada lebih dari 80% penderita, tubuh akan berusaha menghentikan perdarahan.

Penderita yang terus menerus mengalami perdarahan atau yang memiliki gejala

kehilangan darah yang jelas, seringkali harus dirawat di rumah sakit dan biasanya

dirawat di unit perawatan intensif.

Bila darah hilang dalam jumlah besar, mungkin dibutuhkan transfusi. Untuk

menghindari kelebihan cairan dalam pembuluh darah, biasanya lebih sering

diberikan transfusi sel darah merah (PRC/Packed Red Cell) daripada transfusi
darah utuh (whole blood). Setelah volume darah kembali normal, penderita

dipantau secara ketat untuk mencari tanda-tanda perdarahan yang berlanjut,

seperti peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah atau kehilangan darah

melalui mulut atau anus.

Perdarahan dari vena varikosa pada kerongkongan bagian bawah dapat diobati

dengan beberapa cara. Diantaranya dengan memasukkan balon kateter melalui

mulut ke dalam kerongkongan dan mengembangkan balon tersebut untuk

menekan daerah yang berdarah. Cara lain ialah dengan menyuntikan bahan iritatif

ke dalam pembuluh yang mengalami perdarahan, sehingga terjadi peradangan dan

pembentukan jaringan parut pada pembuluh balik (vena) tersebut.

Perdarahan pada lambung sering dapat dihentikan melalui endoskopi. Dilakukan

kauterisasi pembuluh yang mengalami perdarahan dengan arus listrik atau

penyuntikan bahan yang menyebabkan penggumpalan di dalam pembuluh darah.

Bila cara ini gagal, mungkin perlu dilakukan pembedahan.

Perdarahan pada usus bagian bawah biasanya tidak memerlukan penanganan

darurat. Tetapi bila diperlukan, bisa dilakukan prosedur endoskopi atau

pembedahan perut. Kadang-kadang lokasi perdarahan tidak dapat ditentukan

dengan tepat, sehingga sebagian dari usus mungkin perlu diangkat.

Penatalaksanaan

1.             Resusitasi cairan

2.             Kumbah lambung dengan menggunakan normal saline


3.             Perdarahan dari pembuluh darah (varises, kelainan vaskuler) yang

persisten:

               Vasopresin 20 unit/1,73m2 selama 20 menit atau ocreotide 25-30

g/m2/jam, keduanya dapat diberikan selama 24 jam apabila diperlukan

               Pemasangan Sengstaken-Blakemore tube

               Skleroterapi

               Konsul bedah anak

4.             Perdarahan akibat ulkus : antasida, dekompresi gaster, elektrokauter,

injeksi epinefrin lokal, pembedahan darurat.

BAB III

PENUTUP
3.1  Kesimpulan

Perdarahan bisa terjadi dimana saja di sepanjang saluran pencernaan, mulai dari

mulut sampai anus. Bisa berupa ditemukannya darah dalam tinja atau muntah

darah,tetapi gejala bisa juga tersembunyi dan hanya bisa diketahui melalui

pemeriksaan tertentu. Perdarahan pada system pencernaan antara lain dapat

disebabkan oleh : Robekan jaringan, Kanker kerongkongan, Luka kanker- non

kanker, iritasi gastritis, luka pada usus, kanker pada usus, tumor pada usus,

penyakit divertikulum, pembuluh darah abnormal, hemoroid dan robekan pada

dianus.

     Pada penderita pendarahan saluran pencernaan, manifestasi klinis yang terlihat

antara lain:  Muntah darah (hematemesis), Mengeluarkan tinja yang kehitaman

(melena) dan Mengeluarkan darah dari rektum (hematoskezia). Selain itu juga

menunjukkan gejala-gejala anemia, seperti mudah lelah, terlihat pucat, nyeri dada

dan pusing.

     Untuk pengobatan atau penatalaksanaan pada pasien gawat darurat dengan 

perdarahan saluran pencernaan dilakukan sesuai dengan penyebab terjadinya

perdarahan. Secara umum penatalaksanaan tersebut ilah dengan cara

menghentikan perdarahan yang terjadi.

3.2  Saran
Adapun saran – saran yang dapat penulis berikan dalam usaha keperawatan pada

pasien gawat darurat dengan perdarahan saluran pencernaan ini adalah :

1.Untuk Pasien

Pasien diharapkan harus senantiasa tetap memelihara kesehatannya,menjaga pola

makan dengan baik dan harus mengerti factor apa saja yang mencetuskan

terjadinya perdarahan saluran percernaan. Klien juga diharapkan mampu

melakukan pencegahan dan tindakan pengobatan awal jika terjadi perdarahan

saluran pencernaan.

2.Untuk perawat

Bagi teman sejawat, diharapkan benar-benar memahami konsep dasar penyakit

perdarahan saluran pencernaan, karena berdasarkan pengetahuan dan

keterampilan itulah maka perawat dapat menerapkan asuhan keperawatan yang

komprehensif.

3.Untuk Pendidikan

Untuk institusi diharapkan lebih melengkapi literature yang berkaitan dengan

masalah ini, sehingga dalam penyusunan makalah ini lebih mempermudah penulis

sehingga makalah yang dihasilkan lebih bernilai.


    

DAFTAR PUSTAKA
Ambulan Gawat Darurat 118, Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Secara

Terpadu. Jakarta

Hudak and Gallo (1995). Keperawtan Kritis, Pendekatan Holistik, alih bahasa:

Allenidekania, Jakarta. EGC

Price, Sylvia, 1992. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed. 4

Mosby Philadelphia.

RSHS, Tim PPGD, 2009. Penanganan Penderita Gawat Darurat (PPGD Basic 2).

RSHS Bandung.

file:///F:/perdarahan%20GI/kegawatdaruratan-pada-sistem-pencernaan.html

http://satriadwipriangga.blogspot.com/2011/11/perdarahan-pencernaan.html

MAKALAH GAWAT DARURAT PADA SYSTEM PENDENGARAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada kasus gawat darurat pada system pendengaran, pada saat melihat korban

hendaknya memperhatikan : korban bernapas atau tidak, kesadaran dan

perdarahan. Keadaan ini dapat terjadi pada kondisi apapun. Tingginya tingkat

kecelakaan lalu lintas dan rendah perhatian orang tua terhadap kondisi anak
sehingga menyebabkan munculnya kegawat daruratan pada pendengaran seperti

trauma tumpul yang menyebabkan kehilangan pendengaran bahkan

keseimbangan.

Salah satu contohnya yaitu otitis media yang merupakan peradangan sebagian

atau seluruh mukuso telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel

mastoid.Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti

radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah melalui tuba

eustachius. Sebagai mana halnya dengan infeksi saluran napas atas (ISPA), otitis

media juga merupakan sebuah penyakit langganan anak-anak. Di Amerika

Serikat, diperkirakan sekitar 75% anak mengalamisetidaknya satu episode otitis

media sebelum usia tiga tahun dan hamper dari setengah mereka mengalami tiga

kali atau lebih. Di Inggris, setidaknya 25% anak mengalami minimal satu episode

sebelum usia sepuluh tahun. Di negara tersebut otitis media paling sering terjadi

pada usia 3-6 tahun.

Biasanya telinga tidak memerlukan banyak perawatan. Kotoran telinga yang

menumpuk pada telinga bagian luar mengandung zat yang dapat membunuh

bakteria dan mencegah infeksi. Ingat, jangan memasukkan benda tajam ke dalam

telinga karena dapat merusak gendang telinga dan menyebabkan ketulian. Untuk

membersihkan kotoran telinga yang menumpuk, gunakan sediaan yang dapat

dibeli di apotek. Jika telinga terasa tersumbat, periksakan ke dokter untuk

mendapatkan perawatan yang cukup. Jika kita sedang bepergian dengan kapal

terbang, telinga kadang-kadang merasa tidak enak. Hal ini disebabkan karena

bagian dalam tidak sama dengan tekanan pada telinga bagian luar. Keadaan ini
menyebabkan telinga terasa tidak enak dan sakit sampai telinga mengeluarkan

bunyi “pop” dan tekanan menjadi seimbang.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa defenisi telinga ?

2. Apa etiologi daritelinga ?

3. Apa saja manifestasi klinik telinga ?

4. Bagaimana patofisiologi telinga ?

5. Bagaimana penatalaksanaan telinga ?

6. Apa saja bagian-bagian dari telinga ?

7. Apa saja kelainan yang terjadi pada telinga ?

8. Bagaiman pemeriksaan pada telinga ?

9. Bagaimana uji pendengaran pada telinga ?

10. Bagaimana konsep keperawatan pada system pendengaran ( telinga ) ?

11. Bagaimana penanganan gawat darurat pada system pendengaran ( telinga )?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui defenisi telinga

2. Untuk mengetahui etiologi dari telinga

3. Untuk mengetahui  manifestasi telinga


4. Untuk mengetahui  patofisiologi telinga

5. Untuk mengetahui penatalaksanaan telinga

6. Untuk mengetahui bagian-bagian dari telinga

7. Untuk mengetahui kelainan yang terjadi pada telinga

8. Untuk mengetahui pemeriksaan pada telinga

9. Untuk mengetahui uji pendengaran pada telinga

10. Untuk mengetahui konsep keperawatan pada system pendengaran ( telinga )

11. Untuk mengetahui penanganan gawat darurat pada system pendengaran

( telinga )

BAB II

LANDASAN TEORI

A. DEFENISI

Telinga adalah organ penginderaaan berfungsi ganda dan kompleks pendengaran

dan keseimbangan. 

Indera pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktifitas

kehidupan sehari-hari, sangat penting untuk perkembangan normal dan


pemeliharaan bicara dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui

bicara tergantung pada kemampuan mendengar.

Gawat darurat telinga  adalah suatu keadaan yang menyebabkan terjadinya

penurunan pendengaran bahkan kehilangan pendengaran yang disebabkan oleh

beberapa factor diantaranya trauma tumpul seperti kecelakaan lalu lintas,dll baik

dalam waktu akut maupun kronis.

B. ETIOLOGI

a.       Telinga kemasukan benda asing  seperti air, biji – bijian, manic – manic,

bulir padi, lintah,

b.      Trauma telinga penyebabnya menyelam,trauma tumpul seperti benda keras

yang mengenai telinga dan trauma tajam seperti kecelakaan sehingga

menyebabkan telinga menjadi putus.

c.       Barotrauma (Perbedaan Tekanan)

d.      Racun

• Aminoglycoside antibiotics

• Ethacrynic acid – oral

• Aspirin

• Chloroquine

• Quinidine

C. MANIFESTASI KLINIK

a.       Telinga kemasukan air


1)      Memang benar kemasukan air

2)      Telinga kurang dengar

3)      Telinga kadang – kadang terasa sakit dibagian dalam

4)      Telinga mendengar seperti suara berdengung

b.      Telinga kemasukan benda asing

1)      Adanya benda yang secara tidak sengaja masuk kedalam telinga

2)      Setelah daun telinga ditarik keatas dan kebelakang akan terlihat benda asing

3)      Rasa sakit di telinga

4)      Kadang – kadang keluar darah dan bengkak

5)      Trauma telinga

6)      Rasa sakit didalam telinga

7)      Rasa mendengung dalam telinga

8)      Rasa tebal atau tuli dalam telinga

9)      Keluar darah telinga

D. PATOFISIOLOGI

Gangguan pada telinga berawal ketika adanya invasi bakteri,kemudian bakteri

tersebut menyebabakan infeksi pada telinga tengah karena adanya bakteri,maka

terjadilah proses peradangan.peradangan inilah yang menyebabkan adanya rasa

nyeri pada telinga tengah. Infeksi telinga tengah juga dapat meningkatkan

produksi cairan serosa,karena adanya akumulasi cairan mucus dan serosa,hantaran

suara udara yang diterima menurun sehingga terjadi gangguan persepsi sensori.

E. PENATALAKSANAAN
Berikan tampon yang mengandung antibiotic, pembersihan telinga secara

menyeluruh ( aural Toilet ),tetes dekongestan hidung, pemberian analgesic dan

miringiotomi bahkan pembedahan ( mastoidektomi ) dan meminimalkan

terjadinya komplikasi.

G. BAGIAN – BAGIAN DARI TELINGA

Telinga terdiri dari tiga bagian diantaranya :

1. Telinga luar

Bagian luar merupakan bagian terluar dari telinga. Telinga luar terdiri dari daun

telinga, lubang telinga, dan saluran telinga luar. Telinga luar meliputi daun telinga

atau pinna, Liang telinga atau meatus auditorius eksternus, dan gendang telinga

atau membran timpani. Bagian daun telinga berfungsi untuk membantu

mengarahkan suara ke dalam liang telinga dan akhirnya menuju gendang telinga.

Rancangan yang begitu kompleks pada telinga luar berfungsi untuk menangkap

suara dan bagian terpenting adalah liang telinga. Saluran ini merupakan hasil

susunan tulang dan rawan yang dilapisi kulit tipis.

Di dalam saluran terdapat banyak kelenjar yang menghasilkan zat seperti lilin

yang disebut serumen atau kotoran telinga. Hanya bagian saluran yang

memproduksi sedikit serumen yang memiliki rambut. Pada ujung saluran terdapat

gendang telinga yang meneruskan suara ke telinga dalam


2. Telinga tengah

Telinga tengah meliputi gendang telinga, 3 tulang pendengaran (martil atau

malleus, landasan atau incus, dan sanggurdi atau stapes). Saluran Eustachius juga

berada di telinga tengah.

Getaran suara yang diterima oleh gendang telinga akan disampaikan ke tulang

pendengaran. Masing-masing tulang pendengaran akan menyampaikan getaran ke

tulang berikutnya. Tulang sanggurdi yang merupakan tulang terkecil di tubuh

meneruskan getaran ke koklea atau rumah siput.

Pada manusia dan hewan darat lainnya, telinga tengah dan saluran pendengaran

akan terisi udara dalam keadaan normal. Tidak seperti pada bagian luar, udara

pada telinga tengah tidak berhubungan dengan udara di luar tubuh. Saluran

Eustachius menghubungkan ruangan telinga tengah ke belakang faring.

3. Telinga dalam

Telinga bagian dalam terdiri dari tiga bagian utama yaitu ke arah belakang

terdapat tiga saluran semi sirkular,di tengah – tengahnya ada bagian yang di sebut

vestibula,dan ke arah depan ada koklea yang juga dikenal nama rumah siput

telinga ( rumah siput ), Keseluruhan struktur ini berbentuk cekung dan

mengandungcairan yang disebut perilimfe.


Menggantung di dalam perilimfe oleh benang-benang lembut adalah labiri yang

berselaput.ini merupakan serangkaian kantong-kantong dan saluran nan rumit

yang mengandung jenis cairan yang berbeda yang disebut endolimfa.

H. KELAINAN -  KELAINAN PADA TELINGA

1. Telinga bagian luar 

a. Benda asing dalam telinga

Ini terjadi kebanyakan pada anak-anak yang paling suka memasukkan benda-

benda apa saja ke dalan hampir setiap liang tubunya.lubang telinga mempunyai

penarikan khusus,seperti seperti halnya lubang hidung.

Berbagai benda kecil pernah dimasukkan ke dalam lubang-lubang itu,paling

umum adalah pecahan batu,mainan plastic, biji buah-buahan, kacang, dan

sebagainya.bahkan juga serangga kecil bias masuk ke lubang telinga atau hidung

tanpa dikehendaki.

Untuk mengeluarkan benda asing tersebut seperti serangga agak sulit karena

badan serangga tersebut sudah menjadi licin.tapi pada akhirnya serangga tersebut

bias dikeluarkan tanpa akibat yang berbahaya.

Gejalanya :

Bisa timbul rasa tidak enak, atau berkurangnya pendengaran jika benda asing

yang masuk berupa biji sayuran atau buah-buahan yang cenderung menyerap

cairan sehingga membesar dan menutup seluruh saluran.Akibatnya bias terjadi


infeksi.khususnya jika benda asing itu sudah berada di dalam telinga selama

beberapa hari tanpa diperiksa.

Penyebab yang menganggu dan lazim di sini adalah menyelinapnya benda asing

untuk sementara ke dalam saluran telinga.ada orang yang mempunyai kebiasaan

mengusap lubang telinga dengan sesuatu benda untuk mendapatkan rasa geli yang

menyenangkan.ini adalah salah satu cara terjadi infeksi,sehingga harus dihentikan

sama sekali.

Perawatan :

Kecuali jika benda asing itu berada dekat d’mulut liang dan bias dikeluarkan

dengan sesuatu alat sederhana tanpa menimbulkan rasa sakit, maka sebaiknya

benda itu di biarkan tidak disentuh.

Dokter maupun perawat yang terlatih dapat dengan mudah memgeluarkannya

dengan alat khusus.tapi untuk benda-benda yang terlalau masuk kedalam,apalagi

disertai infeksi itu memerlukan anestesia.

2. Telinga bagian tengah dan dalam

a. Otitis media serosa

Otitis media serosa (efusi telinga tengah)mengeluarkan cairan,tanpa bukti adanya

infeksi aktif dalam telinga tengah. Secara teori,cairan ini sebagai akibat

tekanannegatif dalam telinga tengah yang disebabkan obstruksi tuba eustachii.

Kondisi ini ditemikan terutama pada anak-anak,perlu dicatat bahwa bila terjadi

pada orang dewasa penyebab lain yang mendasari terjadinya disfungsi tuba

eustahcii harus dicari. 


Efusi telinga tengah sering terlihat pada pasien setelah menjalani radioterapi dan

barotraumas (misalnya penyelam)dan pada pasien disfungsi tuba eustahcii akibat

infeksi atau alergi saluran nafas atas yang terjadi. Barotraumas terjadi bila terjadi

perubahan tekanan mendadak dalam telinga tengah akibat perubahan tekanan

barometric seperti seperti pada penyelam atau saat pesawat udara turun,dan cairan

tertangkap didalam telinga tengah.

Karsinoma yang menyumbat tuba eustachii harus disingkirkan pada orang dewasa

yang menderita otitis media serosa unilateral menetap.

Gejalanya :

Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran,rasa penuh dalam telinga atau

perasaan bendungan dan bahkan suara letup atau berderik yang terjadi ketika tuba

eustahcii berusaha membuka. Membrane timpani Nampak kusam pada otoskopi

dan dapat terlihat gelembung udara dalam telinga tengah. Audiogram biasanya

menunjukkan adanya kehilangan pendengaran konduktif.

Perawatan :

Otitis media serosa tidak perlu ditangani secara medis kecuali terjadi infeksi

(otitis media akut). Bila kehilangan pendengaran yang berhubungan dengan efusi

telinga tengah menimbulkan masalah bagi pasien,maka bias dilakukan

miringotomi dan dipasang tabung untuk menjaga telinga tengah tetap terventilasi.

Kortikosteroid,dosis rendah,kadang dapat mengurangi edema tuba eustahcii pada

kasus barotrauma.

b. Peradangan / pendarahan pada telinga ( barotitis )


Barotitis adalah peradangan pada telinga yang disebabkan oleh perubahan tekanan

atmosfer dan kondisi ini juga disebut aerotitis. Barotitis merupakan masalah

peradangan atau pendarahan pada telinga tengah disebabkan oleh perbedaan

antara tekanan udara di telinga tengah dan atmosfir seperti saat di

ketinggian,menyelam,dan hampa udara.

Gejala :

Sakit di telinga dan sakit gigi merupakan cirri khas penyakit ini

Perawatan :

Seseorang dengan infeksi akut pernafasan atas atau reaksi alergi dianjurkan untuk

tidak terbang atau menyelam,namun jika kegiatan tersebut terpaksa dilakukan

perti phenyleprine 0,25 % dioleskan 30 menit sebelum melakukan aktifitas

penerbangan atau penyelam dapat membantu mengatasi masalah ini.

I. PEMERIKSAAN PADA TELINGA

Telinga luar diperiksa dengan inspeksi dan palpasi langsung,sementara membrane

timpani diinspeksi seperti telinga tengah dengan otoskop dan palpasi tak langsung

dengan menggunakan otoskop pnemautik. Tak mungkin melakukan inspeksi

telinga dalam,nmun ada berbagai medote pengkajian yang dapat memberikan

pengkajian kasar terhadap fungsinya.pengkajian ketajaman auditorius harus

dilakukan pada setiap pemeriksaan fisik.

a. Pengkajian fisik 
Inspeksi telinga luar merupakan prosedur yang paling sederhana tapi sering

terlewat. Aurikulus dan jaringan sekitarnya diinspeksi adanya deformitas,lesi,dan

cairan begitupula ukuran,simetri dan sudut penempelan ke kepala. Gerakan

aurikulus normalnya tak menimbulkan nyeri. Bila maneuver ini terasa nyeri,harus

dicurigai adanya otitis eksterna akut nyeri tekan pada saat palpasi di daerah

mastoid dapat menunjukkan mastoiditis akut atau inflamasi nodus aurikula

posterior.

b. Ketajaman auditorius

Perkiraan umum pendengaran pasien dapat disaring secara efektif dengan

mengkaji kemampuan pasien mendengarkan bisikan kata atau detakan jam tangan.

Bisikan lembut oleh pemeriksa yang sebelumnya telah melakukan ekshalasi

penuh. Masing-masing telinga diperiksa bergantian.

J. UJI PENDENGARAN KLINIS 

Uji pendengaran klinis memerlukan garpu tala. Garputala tunggal yang terbaik

adalah garpu tala riverbank 512 Hz. Garpu tala yang berfrekuensi lebih tinggi

mungkin tak dapat mempertahankan terdengarnya nada cukup lama agar memadai

untuk uji pendengaran, sedangkan garpu tala dengan frekuensi lebihrendah

merangsang sensasi getar pada tulang yang adakalanya sulit dibedakan dengan

pendengaran nada rendah.


Uji garpu tala dasar adalah uji rinne dimana uji ini digunakan untuk

membandingkan lamanya hantaran tulang dengan hantaran udara pada telinga

yang diuji.penala 512 Hz digetarkan dan tangkainya ditempelkan pada tulang

mastoid. Pada telinga normal,penala terdengar hampir dua kali lebih lama pada

hantaran udara dibandingkan hantaran tulang.

Sedangkan uji weber dimana uji ini menentukan apakah kerusakan pendengaran

monoaural bersifat hantaran atau saraf dengan membandingkan hantaran tulang

pada kedua telinga. Penala 512 Hz dapat ditempelkan pada dahi merupakan

respon normal sedangkan pada gigi penala terdengar di sebelah kanan,jika telinga

kanan merupakan telinga yang sakit maka kehilangan pendengaran merupakan tuli

hantaran. Apabila telinga kiri merupakan telinga yang sakit mak kehilangan

pendengaran adalah tipe sensorineural (tuli saraf).  

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT 

PADA SISTEM PENDENGARAN

A. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan 

Riwayat kesehatan meliputi penggambaran lengkap masalah telinga,termasuk

infeksi,otalgia,otorea,kehilangan pendengaran. Data dikumpulkan mengenai

durasidan intensitas masalah,penyebab,dan penangan sebelumya.

2. Pengkajin fisik

Pengkajian fisik meliputi observasi adanya eritema,edema,otorea,lesi,dan bau

cairan yang keluar.

B. Diagnosa 

1. Ansietas yang berhubungan dengan prosedur pembedahan,potensial kehilangan

pendengaran,potensial gangguan pengecap,dan potensialkehilangan gerakan

fasial.

2. Nyeri akut yang berhubungan dengan pembedahan mastoid

3. Perubahan persepsi sensori auditorius yang berhubungan dengan kelainan

telinga/pembedahan telinga/penyumpalan telinga

4. Risiko terhadap trauma/cedera yang berhubungan dengan kesulitan

keseimbangan atau vertigo selama periode pascaoperatif segera

C. Intervensi 
1. Ansietas yang berhubungan dengan prosedur pembedahan,potensial

pendengaran,potensial gangguan pengecap,dan potensial kehilangan gerakan

fasial

Tujuan : ansietas (kecemasan) hilang atau berkurang

Intervensi :

 Kaji tingkat ansietas klien

 Dorong untuk mendiskusikan setiap ansietas dan keprihatinan mengenai

pembedahan

  Berikan upaya kenyamanan dan hindari aktivitas yang menyebabkan stress

 Ajarkan klien teknik penatalakksanaan stress

2. Nyeri akut yang berhubungan dengan pembedahan mastoid

Tujuan : bebas dari rasa tak nyaman

Intervensi :

 Kaji laporan nyeri dan catat lokasi

 Beriakan pasien obat analgetik sesuai dengan kebutuhan

 Ajarkan tentang cara penggunaan dan efek samping obat

 Berikan tindakan kenyamanan

3. Perubahan persepsi sensori auditorius yang berhubungan dengan kelainan

telinga/pembedahan telinga/penyumpalan telinga


Tujuan : memperbaiki komunikasi

Intervensi :

 Memandang pasien ketika berbicara

 Kurangi kegaduhan lingkungan

 Berbicara tegas dan jelas tanpa berteriak

 Menggunakan tanda non verbal

4. Risiko terhadap trauma/cedera yang berhubungan dengan kesulitan

keseimbangan atau vertigo selama periode pascaoperatif segera

Tujuan :menghilangkan rasa trauma

Intervensi :

 Berikan tindakan kenyamanan

 Ajarkan pasien mengenai efek yang diharapkan dan potensial efek samping

obat

 Memantau pasien mengenai adanya efek obat 


BAB IV

PENANGANAN GAWAT DARURAT PADA SISTEM PENDENGARAN

1. Miringkan kepala korban ke sisi yang di kenai. jangan berusaha mengeluarkan

benda dengan beberapa peralatan

2. Jika serangga dalam telinga, baringkan korban miring dengan telinga yang

terkena lebih tinggi. Tuangkan dalam air suam-suam,sehingga serangga tersebut

akan terangkat keluar dengan sendirinya.

3. Jika tidak berhasil, lakukan rujukan pembedahan.

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Telinga adalah organ penginderaaan berfungsi ganda dan kompleks pendengaran

dan keseimbangan. 

Indera pendengaran berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktifitas

kehidupan sehari-hari, sangat penting untuk perkembangan normal dan

pemeliharaan bicara dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui

bicara tergantung pada kemampuan mendengar.

Gawat darurat telinga  adalah suatu keadaan yang menyebabkan terjadinya

penurunan pendengaran bahkan kkehilangan pendengaran yang disebabkan oleh

beberapa factor diantaranya trauma tumpul seperti kecelakaan lalu lintas,dll baik

dalam waktu akut maupun kronis.

B. SARAN

1. Sebagai calon perawat hendaknya kita mengerti dan memahami tentang system

pendengaran ( telinga ).

2. Demi kepentingan bersama dan kesempurnaan makalah ini, kritik, saran dan

masukan yang bermanfaat dari teman – teman sangat kami butuhkan. Mohon di

baca dengan teliti dan di mengerti.

DAFTAR PUSTAKA
  Pracy. R , siegler. J, stell.P.M. 1993. Pelajaran Ringkas

Telinga,Hidung,danTenggorokan. Jakarta : PT Gramedia pustaka utama

  Suddarth dan Brunner. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Vol.3 E/8.

Jakarta : EGC

  Skeet ,Muriel.1995.Buku Tindakan Paramedis Terhadap Kegawatan dan

Pertolongan Pertama.Edisi 2. Jakatra:EGC

  Rizki Kurniadi. Available from :

http://asuhankeperawatanonline.blogspot.com/2012/02/asuhan-keperawatan-

gawat-darurat-pada_26.html (diabdet tanggal 26 februari 2012)

  Webmaster. Available from :

http://setengahbaya.info/arsip/penyakit-pendarahan-telinga.html (diabdet tahun

2010)

http://kuliahiskandar.blogspot.com/2012/05/makalah-gawat-darurat-pada-

system.html

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN

DENGAN KERACUNAN
PENGERTIAN

INTOKSIKASI = KERACUNAN

Masuknya zat/senyawa kimia dalam tubuh manusia yang menimbulkan efek

merugikan pada yang menggunakannya.

PERAWATAN PASIEN DENGAN INTOKSIKASI

Perawatan pasien intoksikasi adalah suatu bentuk pelayanan perawatan yang

komprehensif pada pasien yang intoksikasi dengan menggunakan proses

perawatan yang bertujuan mempertahankan vitalitas kehidupan pasien serta

mencegah penyerapan racun dengan cara menghambat absorbsi dan

menghilangkan racun dalam tubuh.

PENYEBAB KERACUNAN

1.Usaha bunuh diri ? umur 10 – 30 tahun.

2.Pembunuhan (Humiside)

3.Tidak sengaja

ASUHAN KEPERAWATAN KERACUNAN DI FOKUSKAN PADA:

1.PENGKAJIAN

•Diarahkan pada masalah yang mendesak

?Jalan nafas

?Sirkulasi yang mengancam jiwa


•Adanya perdarahan

•Adanya cidera yang berkaitan dengan penyakit lain

•Adanya gangguan asam basa

•Keadaan status jantung

•Status kesadaran

2.RIWAYAT KESEHATAN

•Riwayat keracunan

•Bahan racun yang digunakan

•Berapa lama diketahui setelah keracunan

•Ada masalah lain sebagai pencetus keracunan

•Syndroma toksik yang ditimbulkan

TATA LAKSANA SECARA UMUM

1.Pertolongan pertama

2.Tata laksana darurat

3.Perawatan jiwa

Macam bahan IFO ? Baygon, RAID

KimiaAnalgetika ? Anti Flu

Minyak Tanah
Pestisida ? Racun Tikus

Alkohol

Sedativa ? Valium

AMN. Korosif ? air keras

Anti septik ? Lysol

Makanan ? Gadung

Keracunan Cara MasukPencernaan

(intoksikasi)Saluran Pernafasan

Kulit

Mata

PenangananPertolongan Pertama

Tata laksana darurat

Perawatan Jiwa

PERTOLONGAN PERTAMA

Tergantung cara masuknya racun:

•Pencernaan ? mulut

•Pernafasan

•Kulit
•Mata

TATA LAKSANA DARURAT

Pertolongan I ? Tindakan Umum ? 7 cm

•Keselamatan hidup

•Cegah penyerapan

•Penawar racun

TINDAKAN DARURAT UMUM

1.Resusitasi ? ABC

2.Eliminasi ? hambat absorbsi ? melalui pencernaan

3.Terapi penunjang ? per organ

4.Anti dotum

PERAWATAN JIWA

Dengan Masalah:

1.Kelainan kepribadian

2.Reaksi depresi

3.Psikosis

4.Neurosis

5.Retardasi Mental
PERTOLONGAN PERTAMA INTOKSIKASI TERGANTUNG CARA MASUK

TERTELAN

1.Baringkan Pasien di tempat datar

2.Muntahkan racun:

•Rangsang farings

•Beri syrup Ipecac 15 – 30 cc dengan air ½ gelas

3.Beri Norit : 25 – 40 mg Anak: 1 mg/KgBB

KONTRA INDIKASI

1.Kejang – koma

2.Tertelan bahan korosif + minyak

DIHIRUP

•Bawa ke udara bebas

•Beri oksigen

KULIT

•Cuci dengan air mengalir

•Sabun – keramas

MATA

Cuci bersih ? balik kel. Mata


A: Bebaskan Jalan Nafas

Resusitasi B: Pertahankan Nafas

C: Peeredaran Darah

Penatalaksanaan EliminasiEmesis

Darurat UmumKatarsis

Kumbah Lambung

Diuresis Paksa FDA

(Forced Diuresis)FDN

Dialisis

Mandi Keramas

TerapiMempertahankan

Penunjangorgan vital – cairan elektrolit,

Terapi komplikasi

Anti Dotum

INTOKSIKASI I F O

(INSEKTISIDA FOSFAT ORGANIK)

MACAM IFO: BAYGON – RAID, dsb

SIFAT: – Menembus Kulit


 - Diserap Paru

 - Kolenergik

PATOFISIOLOGI:

 RACUN

Muskarinik

AKH ? DitempatNikotinik

 Tertentu SSP

Resusitasi : A – B – C

TERAPIEliminasi: Emesis, katarsis, kumbah lambung, mandi.

Anti Dotum: Sulfat Atropin

PEMBERIAN SULFAS ATROPIN

1.Bolus: 1 – 2,5 mg IV

2.0,5 – 1 Mg tiap 5’ – 10’ – 15’ ? ATROPINISASI

3.30’ – 60’ ? 2 – 4 – 6 – 8 – 12 jam

4.dihentikan minimal setelah 2 x 24 jam

GEJALA KOLINERGIK

•Tanda-tanda vital ?

•Saliva ??
•Lakrimasi

•Urinasi

•Emesis

•Diaforesis

•Depresi SSP

•Fasikulasi otot

•Miosis

•Bradikardi

•Edem paru-konvulsi

EFEK ASETIL KHOLIN

1.Muskarinik: otot polos ? saluran cerna : kelenjar ludah, keringat, pupil,

bronkhus dan jantung

2.Nikotinik ? otot bergaris : bola mata, lidah, kelopak mata, otot pernafasan.

3.SSP ? rasa nyeri kepala, perubahan emosi, konvulsi ? koma.

INTOKSIKASI INSEKTISIDA HIDROKARBON

MACAM: DDT- ENDRIN – TOXAPHENE

SIFAT:

•Larut dalam minyak


•Bertahan berbulan-bulan

•Dapat menyerang SSP

GEJALA:

•Muntah ? ½ – 1 jam setelah intoksikasi

•Lemah – diare – lumpuh – kejang

•Tremor ? leher + kepala ? distress nafas

TATA LAKSANA:

•Resusitasi

•Eliminasi : emesis – katarsis – kumbah lambung

•Terapi penunjang ? anti konvulsan

INTOKSIKASI MINYAK (HIDROKARBON)

MACAM:

•Minyak tanah, diesel: titik didih 150 – 300 0 C

•Destilas minyak: titik didih 100 – 150 0 C

•Bensin, minyak cat: titik didih 20 – 100 0 C

SIFAT:

•Via saluran cerna ? gangguan saraf: depresi, koma, kejang.

•Via saluran nafas ? iritasi, cepat sebar.


GEJALA:

•Depresi SSP, nausea, muntah

•Batuk ? iritasi, lemah, pusing

•Nafas ? ? bronkho penumonia

•Kena kulit ? rusak

LABORAT:

Eritrosit ? , proteinuria, hematuri, hipoplasi sumsum tulang.

TATA LAKSANA:

•Eliminasi ? kumbah lambung (endotrakheal tube)

•Obat penunjang ? antibiotik, respirator

MacamAsam Kuat

Basa Kuat

INTOKSIKASISifatMudah Larut

BAHAN KOROSIFPenetrasi Jaringan ? Nekrosis

GejalaKontak ? nyeri kombustio

Muntah, Diare ? Kolaps

Luka saluran cerna, odem

Demam ? , aspirasi, mati


TataMinum susu + air lebih banyak

Laksana 1-2 jam ? 100-200 cc ? secukupnya

Infus D5% /HL/ Darah

Kortiko steroid

Antibiotik

Diit ~ endoskopi

Cair ? lesi ringan

 Sonde/NGT

PENTING

•KONTRA INDIKASI: KATARSIS, EMESIS, KUMBAH LAMBUNG

•Bila basa (KOH, NaOH) ? beri air buah /HCl encer sebanyak 2 liter setiap

30 gram alkali yang diminum.

INTOKSIKASI BAHAN, HIPNOTIKA, SEDATIVA & ANALGETIKA

MACAM:

Luminal, Pentotal, Valium, Ativa, Largactil, Dilantin, dll.

SIFAT:

Depresi SSP

GEJALA:
Ngantuk, kejang, koma, nafas ? , tensi ?, sianosis, reflek (-).

TATA LAKSANA:

1.Resusitasi

2.Eliminasi:

?Sadar ? emesis : Norit, laksan

?Koma Ringan:

?Diuresis Paksa : Ca. Glukonas 1 ampul

KCl 15% 10 CC/D5 %

? 3 L/12 jam

?Lasik 40 mg/6 jam

? ulang sampai sadar

untuk intoksikasi salisilat ? Nabic 10 mg/D5 500 CC

?Koma Berat:

?Kumbah lambung ? ETT

?Dialisis

SINDROMA

SIMPATOMIMETIK

?Delusi
?Paranoia

?Nadi ? , Tensi ?

?Medriasis

?Kejang

PARAMETER PEMANTAUAN DALAM TOKSIKOLOGI

?EKG

?Radiologi

?Elektrolit

?Anion

?Osmolaritas

INTOKSIKASI NARKOBA/NAPZA

PENGERTIAN

NARKOBA ? Narkotika & obat-obat berbahaya

NAPZA ? Narkotika Psikotropika & obat adiktif lain

NAPZA ? Obat bila masuk dalam tubuh dapat mempengaruhi SSP &

menyebabkan gangguan kesehatan fisik, mental emosional dan sosial ? karena

ketergantungan obat.

Yang termasuk NAPZA:

1.NARKOTIKA: Heroin/Putauw, morfin, kodein, kokain, ganja.


2.PSIKOTROPIKA: Ekstasi, Sabu-sabu, Amfetamin, Diazepam, pil koplo.

3.ZAT ADIKTIF LAIN: Alkohol, Bensin, Lem, Rokok

Ketergantungan NAPZA dapat menimbulkan:

1.Keinginan yang amat kuat untuk mencuri/menggunakan

2.Ketergantungan fisik/psikik

3.Toleransi ? ? dosis zat obat yang dibutuhkan

4.Putus obat (With Drawal Syndrom) ? gejala fisik & mental bila zat tsb.

Dihentikan/ diturunkan secara fisik.

ISTILAH YANG DIGUNAKAN

?PT = Putauw

?Sakau = Pakai

?O.De= Over Dosis

?Nyepet= Nyuntik

?Cimeng= Gelek = Ganja

?Parno= Paranoia

?Insul= Spuit

?Graving= Sakau = Sakit

?Junkies= Para pemakai Narkoba


?Dragon/Ngedrug= Memakai putaw dengan dibakar di atas kertas timah.

CARA PEMAKAIAN

?PT= Dihirup, suntik, dragon

?Ganja= Diisap (Dirokok)

?Ekstasi= Ditelan

?Shabu= Dihirup pakai bong

PENYALAHGUNAAN NAPZA KARENA:

?Individu

?Faktor lingkungan

?Faktor mudahnya obat dipasaran

1.FAKTOR INDIVIDU

•Rasa ingin tahu

•Untuk senang-senang

•Mode/trend

•Gaul

•Kurang jantan

•Cemas, depresi, gangguan kepribadian

•Putus sekolah
•Kel. Anak beresiko tinggi

2.FAKTOR LINGKUNGAN

•Komunikasi dengan orangtua kurang

•Broken home

BAHAYA PENYALAHGUNAAN NAPZA

?Kematian ? With Drawal Syndrome

?Keradangan ? Hepatitis/HIV

?Tensi meningkat ? Stroke

?Gangguan daya ingat

?Paranoid

?Prestasi menurun

?Kriminalitas

?Impotensia

?Psikis : mudah cemas, banyak bicara

PENATALAKSANAAN NAPZA

1.Detoksifikasi

2.Rehabilitasi ? rehabilitasi sosial

3.Resosialisasi
TANDA UMUM PENYALAHGUNAAN NAPZA

1.PERUBAHAN PERILAKU

?Emosi labil

?Takut sinar/Air

?Menyendiri

?Bohong, mencuri

?Menjual barang

?Pergi tanpa pamit

?Halusinasi

?Paranoid

2.PERUBAHAN FISIK

?Badan kurus

?Mengantuk

?Mata merah, cekung

?Ada goresan di lengan/kaki

3.DITEMUKAN

?Sendok, aqua, spuit, korek api, grenjeng, darah

?Bubuk bungkus kertas, alkohol, bong, dll


EFEK PENGGUNA NARKOBA

?Euforia

?Energi berlebihan

?Meningkatkan kemampuan kerja & interaksi sosial

EFEK KLINIK

?Euforia

?Perubahan suasana hati

?Ngantuk

?Melayang

?Mual

?Obstipasi

?Depresi respirasi

?Tekanan reflek batuk

?Tekanan kerja jantung

EFEK PUTUS OBAT

?Craving = Sugesti = Rindu = selama hidup

?Gelisah = Mudah tersinggung

?Peningkatan kepekaan terhadap nyeri


?Mual-mual

?Nyeri otot

?Disforia, cemas

?Keringat >>>

?Pilo erektil, bulu roma berdiri

?Nadi >>, tansi meningkat

?Kejang otot

?Diare, insomnia

?Demam

?Jalur kenikmatan

CARA MENGATASI PASIEN NARKOBA

?Memberi dukungan lingkungan ? secara realistik

?Terimalah sebagai individu dewasa

?Beri kesempatan memecahkan masalah

?Beri reward (+), motivasi meningkat

?Beri kepercayaan

?Kesempatan proses kesembuhan pasang/surut

?Berusaha menerima lembaran hitam


MENURUT MANFAATNYA BAGI MEDIK

I.NARKOTIKA

1.Analgetika ? nyeri (Morphi, Petidin)

2.Anti Spasmodik ? Papaverin

3.Antitusive ? Codein

4.Hipnotika ? Morphine

5.Anti Emetika ? Apomorphine

II.PSIKOTROPIKA

1.Anti Psikosis = Neuroleptika

? CPZ, Haloperidol

2.Anti Ansietas = Anxiolitika

? Diazepam, Lorazepam

3.Anti Depresi

? Amitryptiline, Maproptile

4.Anti mania (Lithium K)

5.Anti Obsesi Konvulsi (Clomipramin)

6.Anti Insomnia (Hipnotika)

7.Stimulansia (Amphetamine)
8.Halusinogenik (Psikotomimetik, Psikodelik, LSD, MDMA, MDEA)

9.Nootropik = Neurotonik (Piracetam)

III.ALKOHOL

Etanol:

1.Zat Pelarut

2.Desinfeksi

3.Campuran obat

Metanol ? merupakan bahan bakar

KERACUNAN ALKOHOL

ALKOHOL = ETANOL

Dapat diketahui dalam darah 5 menit setelah minum.

ALKOHOL:

Merupakan penyakit kronis yang dapat mengakibatkan problem pada:

?Sosial ? keluarga, masyarakat

?Psikologis Utama : (apa yang menyebabkannya)

?Kesehatan Fisik : hepar, syaraf, jantung, dll

ALKOHOL

Diabsorbsi di gaster dan usus halus.


Dimetabolisme di hati melalui enzym sitoplastik ? alkohol dehidrogenase ? jadi

Asetil Dehida ? Asetil Ko Enzym A dan Asetat ? karbon dioksidase + air.

Asam amino + insulin mempercepat metabolisme alkohol ? sehingga starvasi susu

dan lemak memperlambat absorbsi.

Alkohol

 Metabolisme Lipid

 Hiper trigliserida

 Fatty liver

Menurunkan metabolisme karbohidrat

? GlukoneogenesisPerifer ? P2MG dlm Darah

? Gula Darah? Gula Darah  NH3

As. Metabolis

Gejala – gejala alkoholisme: (mabuk)

A.riang – terangsang – hilang kendali – erilaku tak teratur – bicara terseret – gerak

tak terkordinasi – iritabilitas – ngantuk – stupor – koma.

B.Sindroma potus obat = Abstingns

-Tremor – halusinasi epilepsi – delirium.

-Setelah 24 – 36 jam berhenti obat terjadi :


•Mudah terkejut

•Infeksi konjungtiva

•Takhikardi – anoreksia – nausia – vomitus

•Insomnia , respon kasar ? cuek

•Disoroentasi

-Gangguan persepsi:

Haluinasi ? mmpi buruk , suara / bayangan

-Konvulsi

-Delirium ? bingung yang bera – halusinasi – remor – insomnia

Penanganan / tataaksana :

Ringan :

-Dapat sembuh sendiri.

Berat:

-Na. Fenobarbital 200 mg SC.

-Kafein , lakukan resusistasi dengan memperhatikan A B C.

-Lakukan dengan sikap yang lembut, cegah adanya >> tenaga.

-Hindari penekanan agiasi.

-Cegah adanya trauma


- Selama gawat ? nutrisi parenteral lalu bertahap.

-Monitor dengan ketat sistem saraf pusat.

-Observasi tarikan napas.

Efek klinis alkoholisme:

1.kerusakan otot jantung.

2.Kerusakan faktor darah : anemi, trombositopenia.

3.Kerusakan saluran cerna: meliputi malnutrisi, infeksi, gangguan hepar,

pangkreatitis.

4.Kerusakan sistem saraf: merusak sumsum tulang, degenerasi cerebral

mempengaruhi sikap, caa berjalan.

5.Kerusakan otot ? jantung dan rangka.

6.Cacat pada fetus ? BB < , iritabel, anomali jantung dll.

PENYALAHGUNAAN OBAT EKTASI

Pengertian :

Ekstai : XTG ? masuk keurunan amfetamin (MDMA = methelene dioxy mea

amphetamine) dikelompokkan dalam halusinogenik

Sifat halusinogenik:

-ilusi visual.

-Apat melihat suara dan membau


-Depersonalisasi.

Macam macam halusinogenik:

-LSD – morning glory.

-Mariyuana

-Cocain

-Mescalin

Patofisiologi:

Pil / serbuk ? hirup / telan / suntikan? berpengaruh sebagai neuroadrenergik ?

Dopaminergik serotonik dalam SSP ? melepas neurotransmiter endogen terhadap

efeksimpatetik. 20 – 30 “ pasca oral ? efek berakhir 4 – 48 jam ~ obatnya.

Dimetabolisme di hati ? ekskrei melalui urine.

Gejala:

Ringan:

-iritabel , mulut kering, palitasi.

-HT ringan, gelisah, sulit tidur.

-Tremor, medriasis, flushing ? gelisah.

Sedang:

-rasa takut, agitasi, memberontak, mual, muntah, nyeri perut, otot kejang.

-Hiperrefleksi, diaforesis, nadi cepat, HT, Suhu tinggi, panik, halusinasi


Berat:

-Dilirium, kejang, gangguan SSP, koma.

-Aritmia, otot spasme, suhu + T meninggi.

-Koagulasi ? perdarahan ? GGA – ARDS.

-Iskemia – perfusi Menurun, pucat, infark cordis, meninggal

Pemeriksaan fisik:

-kardiovaskuler: ? Nadi , Respiratory, temperatur, tekanan darah meningkat.

-Neurologis: ? hiperaktif, kejang, psikosis.

-Kulit: ? kering, suhu meningkat, mukosa kering, ada bekas suntikan.

-Mata: ? medriasis.

-Abdomen : ? bising usus meningkat

-Traktus urinarius: ? alkalosis ? hiperventilasi, acidosis metabolik, kalim

meningkat, natrium meningkat, RFt meningkat, gula darah meningkat akibat

rangsangan karbohidrat meningkat.

http://ekoariant.blogspot.com/2012/10/askep-keracunan.html

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Trauma Abdomen

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Pertolongan penderita gawat darurat dapat terjadi dimana saja baik di dalam

rumah sakit maupun di luar rumah sakit, dalam penanganannya melibatkan tenaga

medis maupun non medis termasuk masyarakat awam. Pada pertolongan pertama

yang cepat dan tepat akan menyebabkan pasien/korban dapat tetap bertahan hidup

untuk mendapatkan pertolongan yang lebih lanjut.

Salah satu kasus gawat darurat yang memerlukan tindakan segera dimana pasien

berada dalam ancaman kematian karena adanya gangguan hemodinamik adalah

trauma abdomen di mana secara anatomi organ-organ yang berada di rongga

abdomen adalah organ-organ pencernaan. Selain trauma abdomen kasus-kasus

kegawatdaruratan pada system pencernaan salah satunya perdarahan saluran cerna

baik saluran cerna bagian atas ataupun saluran cerna bagian bawah bila hal ini

dibiarkan tentu akan berakibat fatal bagi korban atau pasien bahkan bisa

menimbulkan kematian. Oleh karena itu, kita perlu memahami penanganan

kegawatdaruratan pada system pencernaan secara cepat, cermat dan tepat

sehingga hal-hal tersebut dapat kita hindari.

Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas biasanya lebih

tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk. Walaupun tehnik

diagnostik baru sudah banyak dipakai, misalnya Computed Tomografi, namun

trauma tumpul abdomen masih merupakan tantangan bagi ahli klinik. Diagnosa

dini diperlukan untuk pengelolaan secara optimal.


Evaluasi awal sangat bermanfaat tetapi terkadang cukup sulit karena adanya jejas

yang tidak jelas pada area lain yang terkait. Jejas pada abdomen dapat disebabkan

oleh trauma tumpul atau trauma tajam. Pada trauma tumpul dengan velisitas

rendah (misalnya akibat tinju) biasanya menimbulkan kerusakan satu organ.

Sedangkan trauma tumpul velositas tinggi sering menimbulkan kerusakan organ

multipel.

Perforasi adalah kemungkinan yang bisa terjadi pada trauma abdomen. Gejala

perangsangan peritonium yang terjadi dapat disebabkan oleh zat kimia atau

mikroorganisme. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya lambung, maka

terjadi perangsangan oleh zat kimia segera sesudah trauma dan timbul gejala

peritonitis hebat.

Bila perforasi terjadi di bagian bawah seperti kolon, mula-mula timbul gejala

karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak. Baru

setelah 24 jam timbul gejala-gejala akut abdomen karena perangsangan

peritoneum. Mengingat kolon tempat bakteri dan hasil akhirnya adalah faeses,

maka jika kolon terluka dan mengalami perforasi perlu segera dilakukan

pembedahan. Jika tidak segera dilakukan pembedahan, peritonium akan

terkontaminasi oleh bakteri dan faeses. Hal ini dapat menimbulkan peritonitis

yang berakibat lebih berat.

Pada klien yang mengalami trauma abdomen biasanya mengalami perlukaan satu

atau beberapa organ abdomen. Hampir ¼ dari seluruh kematian trauma abdomen

dikarenakan mengalami perlukaan satu atau beberapa organ abdomen. Oleh

karena itu, sebagai tenaga kesehatan khususnya perawat perlu mengetahui tentang
asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien yang mengalami trauma

abdomen.

1.2  Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan Trauma

Abdomen

1.2.2    Tujuan Khusus

a.       Mahasiswa mengetahui pengertian trauma abdomen

b.      Mahasiswa mengetahui penyebab trauma abdomen

c.       Mahasiswa mengetahui patofisiologi trauma abdomen

d.      Mahasiswa mengetahui manifestasi klinis trauma abdomen

e.       Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan trauma abdomen

f.       Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan keperawatanterhadap klien

dengan trauma abdomen dari mulai pengkajian hingga evaluasi

1.3  Metode Penulisan

            Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode deskriptif

yaitu dengan penjabaran masalah-masalah yang ada dan menggunakan studi

kepustakaan dari literatur yang ada, baik di perpustakaan maupun di internet.


1.4  Sistematika Penulisan

Makalah ini terdiri dari tiga bab yang disusun dengan sistematika penulisan

sebagai berikut :

1. BAB I                     : Pendahuluan, terdiri dari: latar belakang, tujuan 

penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

2. BAB II        : Membahas tinjauan teoritis dan asuhan keperawatan yang terdiri

dari:pengertian trauma abdomen, etiologi trauma badomen, patofisiologi dan

pathway trauma abdomen, klasifikasi trauma abdomen, manifestasi klinis trauma

abdomen,manajemen medis trauma abdomen, dan konsep asuhan keperawatan

pada klien dengan trauma abdomen

3. BAB III      : Terdiri dari kesimpulan dan saran


BAB II

TINJAUAN TEORI

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN TRAUMA ABDOMEN

2.1  Konsep Dasar Penyakit

2.1.1     Pengertian

Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan

tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).

Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau

tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih

bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi (FKUI, 1995).


Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang

dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi

pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja

(Smeltzer, 2001).

2.1.2  Etiologi

1. Penyebab trauma penetrasi (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga

peritonium)

 - Luka akibat terkena tembakan

 - Luka akibat tikaman benda tajam

 - Luka akibat tusukan

2. Penyebab trauma non-penetrasi (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga

peritonium).

 - Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh

 - Hancur (tertabrak mobil)

 - Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut

-  Cidera akselerasi/deserasi karena kecelakaan olah raga (FKUI, 1995)

2.1.2        Patofisiologi dan Pathway

      Dampak trauma abdomen tergantung pada:

-          Daerah atau lokasi yang terkena.


-          Jenis luka

-          Penanggulangan emergency.

Trauma pada abdomen dapat bersifat tumpul dan trauma tembus.

Trauma tumpul akan menyebabkan rupture organ-organ dalam abdomen yang

akan menyebabkan perdarahan yang dapat pula terjadi syok dan

peritonitis. Mekanisme terjadinya trauma pada trauma tumpul disebabkan adannya

deselarasi cepat dan adanya organ-organ yang tidak mempunyai kelenturan

(noncompliance organ) seperti hati, limpa, pankreas, dan ginjal.

Adanya darah atau cairan usus akan menimbulkan rangsangan peritoneum berupa

nyeri tekan, nyeri ketok dan nyeri lepas, dan kekuatan dinding perut.

Adanya darah juga dapat ditentukan dengan adanya sfitting dullness (bunyi  redup

ketok yang berpindah).

Rangsangan peritoneum dapat pula berupa nyeri alih di daerah bahu teritama

sebelah kiri.

Pada trauma tumpul seringkali “diperlukan observasi dan pemeriksaan berulang”

karena tanda rangsangan peritoneum bisa timbul perlahan-lahan.

Trauma tembus akan menyebabkan isi organ-organ dalam abdomen keluar,

disamping itu bisa juga menyebabkan perdarahan, syok, dan peritonitis.

1.      Perdarahan

Berdasarkan susunan anatomi organ-organ abdomen, maka perdarahan biasanya

mengikuti kerusakan yang terkena trauma. Namun biasanya organ yang terkena
yaitu bagian atas hepar dan lien. Hal ini dikarenakan pembuluh darah abdomen

mudah mengalami perlukaan atau cedera. Jika hepar dan lien mengalami trauma

berat, maka akan timbul gejala syok dan perdarahan yang kerap kali

mengakibatkan kematian segera setelah trauma.

Kadang-kadang gejala perdarahan dapat mereda selama satu hari atau dua hari,

tetapi kemudian akan timbul perdaerahan lagi secara tiba-tiba setelah melakukan

aktivitas. Pada keadaan demikian, frekuensi nadi dari lambat mejadi cepat. Dapat

memberikan petunjuk terjadi perdarahan abdomen. Selain itu, makna nyeri di

puncak bahu dapat menunjukan adanya perdarahan di daeral lien, tergantung pada

lobus mana yang mengalami perdarahan,

2.      Syok

Trauma pada abdomen bagian atas terutama di regio hipogastrium dapat

menyebabkan syok. Apabila gejala syok tidak menghilang dalam waktu 6 jam,

maka kemungkinan besar terdapat perdarahan atau peritonitis.


3.      Peritonitis

Keadaan ini  isa terjadi pada organ-organ perut, organ-organ berongga seperti

usus, kandung kemih, dan lambung. Jika lambung mengalami luka maaka akan

timbul muntah kadang-kadang hematemesis. Namun bila usus yag terkena maka

akan diikuti oleh melena dan atau diare. Sedangkan bila vesika urinaria yang

terkena, maka akan terjadi hematuri yang ringan serta muntah dan rigiditas otot

perut setempa. Keadaan ini dapat menimbulkan kematin bila tidak segera

ditangani. Hal ini disebabkan gerakan peristaltic usus berhenti tiba-tiba.

Trauma abdomen terjadi karena trauma, infeksi, iritasi dan obstruksi.

Kemungkinan bila terjadi perdarahan intra abdomen yang serius pasien akan

memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah

merah dan akhirnya gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral

mengalami perforasi, maka tanda –tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium

cepat tampak.

Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan,

nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis

umum.

Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami tatikardi dan peningkatan suhu

tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda – tanda peritonitis belum

tampak. Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul.

Bila terdapat kecurigaan bahwa masuk kerongga abdomen, maka operasi harus

dilakukan (Sjamsuhidajat, 1997).


Luka tusuk ataupun luka tembak akan mengakibatkan kerusakan jaringan karena

laserasi ataupun terpotong. Usus merupakan organ yang paling sering terkena

pada luka tembus abdomen, sebab usus mengisi sebagian besar rongga

abdomen. Trauma tembus dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan

sepsis jika mengenai organ berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial

timbul sesuai dengan isi dari organ berongga tersebut.

1.      Gaster yang bersifat kimia reaksinya paling cepat. Dimana akan terjadi

peradangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis yang hebat.

2.      Kolon yang berisi feses reaksinya paling lambat. Dimana mula-mula tidak

terdapat gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang

biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena perangsangan

peritonium.

Pada luka tembak atau luka tusuk tidak perlu lagi dicari tanda-tanda peritonitis

karena ini merupakan ”indikasi untuk segera dilakukan laparotomi eksplorasi”.

Pathway

2.2  Klasifikasi

2.2.1        Trauma pada dinding abdomen

Trauma pada dinding abdomen terdiri dari:


1.      Kontusio, trauma dinding abdomen yang disebabkan oleh trauma non-

penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen,

kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan

masa darah dapat menyerupai tumor. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat

cedera abdomen, tetapi trauma tumpul pada abdomen dapat terjadi karena

kecelakaan motor, jatuh, atau pukulan yang dapat menyebabkan terjepitnya organ

diantara benturan dengan tulang belakang terutama pada trauma di garis tengah

akibat pukulan tersebut..

Lebih dari 50% trauma tumpul disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, biasanya

disertai dengan traum pada bagian tubuh lainnya. Di negara-negara yang

mengharuskan penggunaan sabuk pengaman pada kendaraan, dikenal “seat-delt

syndrome”. Gejala pada trauma tumpul perut merupakan akibat kehilangan darah,

memar atau kerusakan pada organ-organ, atau iritasi cairan usus.

2.      Laserasi,  merupakan trauma tembus abdomen yang disebabkan oleh luka

tembakan atau luka tusuk yang bersifat serius dan biasanya memerlukan

pembedahan. Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga

abdomen harus di eksplorasi (Sjamsuhidayat, 1997).

2.2.2 Trauma abdomen pada isi abdomen

Trauma abdomen pada isi abdomen menurut Sjamsuhidayat (1997) terdiri dari:

1. Perforasi organ viseral intraperitoneum


Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding

abdomen

2. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen

Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.

3. Cedera thorak abdomen

Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau

sayap kanan dan hati harus dieksplorasi.


2.3  Manifestasi Klinis

Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis menurut

Sjamsuhidayat (1997), meliputi: nyeri tekan diatas daerah abdomen, distensi

abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh,

nyeri spontan. Pada trauma non-penetrasi (tumpul) pada trauma non penetrasi

biasanya terdapat jejas atau ruktur dibagian dalam abdomen dan terjadi

perdarahan intra abdominal

Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus

tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual,

muntah, dan BAB hitam (melena). Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai

beberapa jam setelah trauma. Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat

tanda kontusio pada dinding abdomen.

Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:

-          Terdapat luka robekan pada abdomen

-          Luka tusuk sampai menembus abdomen

-          Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak

perdarahan/memperparah keadaan

-          Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam abdomen.

2.4  Manajemen Medis
2.4.1        Penanganan Awal

Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa,

harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik

mungkin harus melihat Apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda

lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakuakan prosedur ABC

jika ada indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan

jalan napas.

1. Airway, dengan Kontrol Tulang Belakang

Membuka jalan napas menggunakan teknik ‘head tilt chin lift’ atau

menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang

dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau

benda asing lainnya.

2. Breathing, dengan Ventilasi Yang Adekuat

Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara ‘lihat-dengar-rasakan’ tidak

lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak, Selanjutnya

lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat

tidaknya pernapasan).

3. Circulation,dengan Kontrol Perdarahan Hebat


Jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas

dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung

paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 15 : 2 (15

kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).

a. Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul)

a. Stop makanan dan minuman

b. Imobilisasi

c. Kirim kerumah sakit

d. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)

Dilakukan pada trauma abdomen perdarahan intra abdomen, tujuan dari DPL

adalah untuk mengetahui lokasi perdarahan intra abdomen. Indikasi untuk

melakukan DPL, antara lain:

-          Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya

-          Trauma pada bagian bawah dari dada

-          Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas

-          Pasien cidera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera

otak)

-          Pasien cedera abdominalis dan cidera bmedula spinalis (sumsum tulang

belakang)

-          Patah tulang pelvis


Pemeriksaan DPL dilakukan melalui anus, jika terdapt darah segar dalm BAB

atau sekitar anus berarti trauma non-penetrasi (trauma tumpul) mengenai kolon

atau usus besar, dan apabila darah hitam terdapat pada BAB atau sekitar anus

berarti trauma non-penetrasi (trauma tumpul) usus halus atau lambung. Apabila

telah diketahui hasil Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL), seperti adanya darah

pada rektum atau pada saat BAB.

Perdarahan dinyatakan positif bila sel darah merah lebih dari 100.000 sel/mm³

dari 500 sel/mm³, empedu atau amilase dalam jumlah yang cukup juga merupakan

indikasi untuk cedera abdomen. Tindakan selanjutnya akan dilakukan prosedur

laparotomi

Kontra indikasi dilakukan Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL), antara lain:

-          Hamil

-          Pernah operasi abdominal

-          Operator tidak berpengalaman

-          Bila hasilnya tidak akan merubah penata-laksanaan

b. Penanganan awal trauma penetrasi (trauma tajam)

a. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak

boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.

b. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain

kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak

memperparah luka.
c. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan

dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam

tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.

d. Imobilisasi pasien

e. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum

f. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekan

g. Kirim ke rumah sakit

2.5 Pembedahan

LAPARATOMY hal 205


ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA ABDOMEN

A.    PENGKAJIAN

Keluhan Utama: Nyeri pada bagian abdomen, mual, muntah

Riwayat Kesehatan:

Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara

menyeluruh (Boedihartono, 1994).

Pengkajian pasien trauma abdomen (Smeltzer, 2001) adalah meliputi :

1. Trauma Tembus abdomen

-          Dapatkan riwayat mekanisme cedera; kekuatan tusukan/tembakan;

kekuatan tumpul (pukulan).

-          Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya: cedera tusuk, memar,

dan tempat keluarnya peluru. Selain itu perlu juga di kaji anterior abdomen,

punggung,panggul, dan rectum. Sedangkan untuk mengetahui kemungkinan

adanya pendarahan, maka perawat harus menggunakan petunjuk cullen’s sign

yaitu perdarahan pada umbilicus bila terjadi truma panggul dan Turner’s sign

yaitu perdarahan retroperitoneal bila terjadi perdarahan pada dinding abdomen.


-          Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehingga

perubahan dapat dideteksi. Adanya bising usus adalah tanda awal keterlibatan

intraperitoneal; jika ada tanda iritasi peritonium, biasanya dilakukan laparatomi

(insisi pembedahan kedalam rongga abdomen).

-          Perkusi dengan menggunakan jari tangan, bila terdengar suara timpani

yang berlebihan, maka dicurigai adanya penumpukan udara bebas yang

mengindikasikan adanya luka tembus. Namun, bila terdengar redup, maka

perawat menduga terjadinya akumulasi cairan atau darah pada daerah usus besar

dan lambung.

-          Palpasi harus hati-hati dan lembut, karena pada daerah abdomen terjadi

akumulasi cairan atau darah atau udara, sehingga abdomen akan mengalami

distensi.

-          Kaji pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakkan, nyeri tekan,

kekakuan otot atau nyeri lepas, penurunan bising usus, hipotensi dan syok.

-          Kaji cedera dada yang sering mengikuti cedera intra-abdomen, observasi

cedera yang berkaitan.

-          Catat semua tanda fisik selama pemeriksaan pasien.

2. Trauma tumpul abdomen

Dapatkan riwayat detil jika mungkin (sering tidak bisa didapatkan, tidak akurat,

atau salah). dapatkan semua data yang mungkin tentang hal-hal sebagai berikut :
-          Metode cedera.

-          Waktu awitan gejala.

-          Lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering menderita

ruptur limpa atau hati). Sabuk keselamatan digunakan/tidak, tipe restrain yang

digunakan.

-          Waktu makan atau minum terakhir.

-          Kecenderungan perdarahan.

-          Penyakit danmedikasi terbaru.

-          Riwayat immunisasi, dengan perhatian pada tetanus.

-          Alergi.

            Lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasienuntuk mendeteksi

masalah yang mengancam kehidupan.

A.    DIAGNOSA KEPERAWATAN

Petunjuk yang penting di dalam menegakkan diagnosa trauma abdomen yaitu

memperkirakan perbedaan proporsi antara syok, perdarahan, dan peritonitis yang

menyebabkan terjadinya gejala yang nyata dan menilai dari petunjuk tersebut,

organ mana yang mengalami trauma serta bagaimana sifat kerusakannya

(Cope,1989).
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata

maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono,

1994).

Diagnosa keperawatan pada pasien dengan trauma abdomen (Wilkinson, 2006)

adalah :

1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk.

2. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.

3. Nyeri akut berhubungan dengan trauma/diskontinuitas jaringan.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.

5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, terapi

pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.

C. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI

Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan

dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan

(Boedihartono, 1994).

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang

telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995).

Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan

trauma abdomen (Wilkinson, 2006) meliputi :


1. Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami

perubahan secara tidak diinginkan.

Tujuan             : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.

Kriteria Hasil   :

- tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.

- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.

- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

Intervensi dan Implementasi :

a.       Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.

R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan

tindakan yang tepat.

b.      Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.

R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.

c.       Pantau peningkatan suhu tubuh.

R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses

peradangan.

d.      Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa

kering dan steril, gunakan plester kertas.


R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah

terjadinya infeksi.

e.       Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya

debridement.

R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area

kulit normal lainnya.

f.       Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.

R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak

nya luka, agar tidak terjadi infeksi.

g.      Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

R / antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah

yang berisiko terjadi infeksi.

2. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer,

perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan

kulit.

Tujuan             : infeksi tidak terjadi / terkontrol.

Kriteria hasil    :

- tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.

- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.


- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

Intervensi dan Implementasi:

a. Pantau tanda-tanda vital.

R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.

b. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.

R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.

c. Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infus, kateter, drainase

luka, dll.

R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.

d. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb

dan leukosit.

R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat

terjadinya proses infeksi.

e. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.

R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.

3. Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan

meningkat akibat adanya kerusakan jaringan aktual atau potensial, digambarkan


dalam istilah seperti kerusakan ; awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas

ringan samapai berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau dapat diramalkan

dan durasinya kurang dari enam bulan.

Tujuan             : nyeri dapat berkurang atau hilang.

Kriteria Hasil   :

- Nyeri berkurang atau hilang

- Klien tampak tenang.

Intervensi dan Implementasi:

a. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga

R/ hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif

b. Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri

R/ tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri

c. Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri

R/ memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri

d. Observasi tanda-tanda vital.

R/ untuk mengetahui perkembangan klien

e. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik

R/ merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk

memblok stimulasi nyeri.


4. Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu yang tidak cukup

mempunyai energi fisiologis atau psikologis untuk bertahan atau memenuhi

kebutuhan atau aktivitas sehari-hari yang diinginkan.

Tujuan             : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.

Kriteria hasil    :

- perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.

- pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa

dibantu.

- Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.

Intervensi dan Implementasi:

a. Rencanakan periode istirahat yang cukup.

R/ mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat

digunakan untuk aktivitas seperlunya secar optimal.

b. Berikan latihan aktivitas secara bertahap.

R/ tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan

dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.

c. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.

R/ mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.


d. Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.

R/ menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari

latihan.

5. Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian,

pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.

Tujuan             : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.

Kriteria hasil    : - penampilan yang seimbang..

- melakukan pergerakkan dan perpindahan.

- mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan

karakteristik :

 0 = mandiri penuh

 1 = memerlukan alat Bantu.

 2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan

pengajaran.

 3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu

 4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas

Intervensi dan Implementasi:

a. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.


R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.

b. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.

R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena

ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.

c. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.

R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.

d. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.

R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.

e. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.

R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan

mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.

D. EVALUASI

Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan

dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi

tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).

Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan trauma abdomen adalah :

1. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.

2. Infeksi tidak terjadi/terkontrol.


3. Nyeri dapat berkurang atau hilang.

4. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.

5. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.


DAFTAR PUSTAKA
SUMBER BUKU

Rumahorbo,Hotma dkk.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Pencernaan.2000.POLTEKKES:Bandung.

Djuned, Pusponegoro A.Penanggulangan Penderita Gawat Darurat.

Zachary, Cope S.Diagnosa Dini Abdomen Akut.1989.Yayasan Essentia

Medica:Yogyakarta.
SUMBER WEB

Aroel. 2008. http://aroel-nurse.blogspot.com/2008/05/trauma-abdomen.html/

Patriani, Amd.Kep. 2008. http://asuhan-keperawatan-

patriani.blogspot.com/2008/07/askep-trauma-abdomen.html.

Admin. ____. http://etd.eprints.ums.ac.id/16726/3/BAB_I.pdf.

Purwanto, Hadi. 2010.  http://wantohape.wordpress.com/2010/01/07/askep-

trauma-abdomen/.

http://www.doktermuda.com/2011/11/trauma-abdomen.html

(www.primarytraumacare.org)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Pertolongan penderita gawat darurat dapat terjadi dimana saja baik di dalam

rumah sakit maupun di luar rumah sakit, dalam penanganannya melibatkan tenaga

medis maupun non medis termasuk masyarakat awam. Pada pertolongan pertama

yang cepat dan tepat akan menyebabkan pasien/korban dapat tetap bertahan hidup

untuk mendapatkan pertolongan yang lebih lanjut.


Salah satu kasus gawat darurat yang memerlukan tindakan segera dimana pasien

berada dalam ancaman kematian karena adanya gangguan hemodinamik adalah

trauma abdomen di mana secara anatomi organ-organ yang berada di rongga

abdomen adalah organ-organ pencernaan. Selain trauma abdomen kasus-kasus

kegawatdaruratan pada system pencernaan salah satunya perdarahan saluran cerna

baik saluran cerna bagian atas ataupun saluran cerna bagian bawah bila hal ini

dibiarkan tentu akan berakibat fatal bagi korban atau pasien bahkan bisa

menimbulkan kematian. Oleh karena itu, kita perlu memahami penanganan

kegawatdaruratan pada system pencernaan secara cepat, cermat dan tepat

sehingga hal-hal tersebut dapat kita hindari.

Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas biasanya lebih

tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk. Walaupun tehnik

diagnostik baru sudah banyak dipakai, misalnya Computed Tomografi, namun

trauma tumpul abdomen masih merupakan tantangan bagi ahli klinik. Diagnosa

dini diperlukan untuk pengelolaan secara optimal.

Evaluasi awal sangat bermanfaat tetapi terkadang cukup sulit karena adanya jejas

yang tidak jelas pada area lain yang terkait. Jejas pada abdomen dapat disebabkan

oleh trauma tumpul atau trauma tajam. Pada trauma tumpul dengan velisitas

rendah (misalnya akibat tinju) biasanya menimbulkan kerusakan satu organ.

Sedangkan trauma tumpul velositas tinggi sering menimbulkan kerusakan organ

multipel.

Perforasi adalah kemungkinan yang bisa terjadi pada trauma abdomen. Gejala

perangsangan peritonium yang terjadi dapat disebabkan oleh zat kimia atau
mikroorganisme. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya lambung, maka

terjadi perangsangan oleh zat kimia segera sesudah trauma dan timbul gejala

peritonitis hebat.

Bila perforasi terjadi di bagian bawah seperti kolon, mula-mula timbul gejala

karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak. Baru

setelah 24 jam timbul gejala-gejala akut abdomen karena perangsangan

peritoneum. Mengingat kolon tempat bakteri dan hasil akhirnya adalah faeses,

maka jika kolon terluka dan mengalami perforasi perlu segera dilakukan

pembedahan. Jika tidak segera dilakukan pembedahan, peritonium akan

terkontaminasi oleh bakteri dan faeses. Hal ini dapat menimbulkan peritonitis

yang berakibat lebih berat.

Pada klien yang mengalami trauma abdomen biasanya mengalami perlukaan satu

atau beberapa organ abdomen. Hampir ¼ dari seluruh kematian trauma abdomen

dikarenakan mengalami perlukaan satu atau beberapa organ abdomen. Oleh

karena itu, sebagai tenaga kesehatan khususnya perawat perlu mengetahui tentang

asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien yang mengalami trauma

abdomen.

1.2  Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan Trauma

Abdomen

1.2.2    Tujuan Khusus


a.       Mahasiswa mengetahui pengertian trauma abdomen

b.      Mahasiswa mengetahui penyebab trauma abdomen

c.       Mahasiswa mengetahui patofisiologi trauma abdomen

d.      Mahasiswa mengetahui manifestasi klinis trauma abdomen

e.       Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan trauma abdomen

f.       Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan keperawatanterhadap klien

dengan trauma abdomen dari mulai pengkajian hingga evaluasi

1.3  Metode Penulisan

            Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode deskriptif

yaitu dengan penjabaran masalah-masalah yang ada dan menggunakan studi

kepustakaan dari literatur yang ada, baik di perpustakaan maupun di internet.


1.4  Sistematika Penulisan

Makalah ini terdiri dari tiga bab yang disusun dengan sistematika penulisan

sebagai berikut :

1. BAB I                     : Pendahuluan, terdiri dari: latar belakang, tujuan 

penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

2. BAB II        : Membahas tinjauan teoritis dan asuhan keperawatan yang terdiri

dari:pengertian trauma abdomen, etiologi trauma badomen, patofisiologi dan

pathway trauma abdomen, klasifikasi trauma abdomen, manifestasi klinis trauma

abdomen,manajemen medis trauma abdomen, dan konsep asuhan keperawatan

pada klien dengan trauma abdomen

3. BAB III      : Terdiri dari kesimpulan dan saran


BAB II

TINJAUAN TEORI

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN TRAUMA ABDOMEN

2.1  Konsep Dasar Penyakit

2.1.1     Pengertian

Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan

tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).

Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau

tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih

bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi (FKUI, 1995).


Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang

dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi

pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja

(Smeltzer, 2001).

2.1.2  Etiologi

1. Penyebab trauma penetrasi (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga

peritonium)

 - Luka akibat terkena tembakan

 - Luka akibat tikaman benda tajam

 - Luka akibat tusukan

2. Penyebab trauma non-penetrasi (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga

peritonium).

 - Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh

 - Hancur (tertabrak mobil)

 - Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut

-  Cidera akselerasi/deserasi karena kecelakaan olah raga (FKUI, 1995)

2.1.2        Patofisiologi dan Pathway

      Dampak trauma abdomen tergantung pada:

-          Daerah atau lokasi yang terkena.


-          Jenis luka

-          Penanggulangan emergency.

Trauma pada abdomen dapat bersifat tumpul dan trauma tembus.

Trauma tumpul akan menyebabkan rupture organ-organ dalam abdomen yang

akan menyebabkan perdarahan yang dapat pula terjadi syok dan

peritonitis. Mekanisme terjadinya trauma pada trauma tumpul disebabkan adannya

deselarasi cepat dan adanya organ-organ yang tidak mempunyai kelenturan

(noncompliance organ) seperti hati, limpa, pankreas, dan ginjal.

Adanya darah atau cairan usus akan menimbulkan rangsangan peritoneum berupa

nyeri tekan, nyeri ketok dan nyeri lepas, dan kekuatan dinding perut.

Adanya darah juga dapat ditentukan dengan adanya sfitting dullness (bunyi  redup

ketok yang berpindah).

Rangsangan peritoneum dapat pula berupa nyeri alih di daerah bahu teritama

sebelah kiri.

Pada trauma tumpul seringkali “diperlukan observasi dan pemeriksaan berulang”

karena tanda rangsangan peritoneum bisa timbul perlahan-lahan.

Trauma tembus akan menyebabkan isi organ-organ dalam abdomen keluar,

disamping itu bisa juga menyebabkan perdarahan, syok, dan peritonitis.

1.      Perdarahan

Berdasarkan susunan anatomi organ-organ abdomen, maka perdarahan biasanya

mengikuti kerusakan yang terkena trauma. Namun biasanya organ yang terkena
yaitu bagian atas hepar dan lien. Hal ini dikarenakan pembuluh darah abdomen

mudah mengalami perlukaan atau cedera. Jika hepar dan lien mengalami trauma

berat, maka akan timbul gejala syok dan perdarahan yang kerap kali

mengakibatkan kematian segera setelah trauma.

Kadang-kadang gejala perdarahan dapat mereda selama satu hari atau dua hari,

tetapi kemudian akan timbul perdaerahan lagi secara tiba-tiba setelah melakukan

aktivitas. Pada keadaan demikian, frekuensi nadi dari lambat mejadi cepat. Dapat

memberikan petunjuk terjadi perdarahan abdomen. Selain itu, makna nyeri di

puncak bahu dapat menunjukan adanya perdarahan di daeral lien, tergantung pada

lobus mana yang mengalami perdarahan,

2.      Syok

Trauma pada abdomen bagian atas terutama di regio hipogastrium dapat

menyebabkan syok. Apabila gejala syok tidak menghilang dalam waktu 6 jam,

maka kemungkinan besar terdapat perdarahan atau peritonitis.


3.      Peritonitis

Keadaan ini  isa terjadi pada organ-organ perut, organ-organ berongga seperti

usus, kandung kemih, dan lambung. Jika lambung mengalami luka maaka akan

timbul muntah kadang-kadang hematemesis. Namun bila usus yag terkena maka

akan diikuti oleh melena dan atau diare. Sedangkan bila vesika urinaria yang

terkena, maka akan terjadi hematuri yang ringan serta muntah dan rigiditas otot

perut setempa. Keadaan ini dapat menimbulkan kematin bila tidak segera

ditangani. Hal ini disebabkan gerakan peristaltic usus berhenti tiba-tiba.

Trauma abdomen terjadi karena trauma, infeksi, iritasi dan obstruksi.

Kemungkinan bila terjadi perdarahan intra abdomen yang serius pasien akan

memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah

merah dan akhirnya gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral

mengalami perforasi, maka tanda –tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium

cepat tampak.

Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan,

nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis

umum.

Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami tatikardi dan peningkatan suhu

tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda – tanda peritonitis belum

tampak. Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul.

Bila terdapat kecurigaan bahwa masuk kerongga abdomen, maka operasi harus

dilakukan (Sjamsuhidajat, 1997).


Luka tusuk ataupun luka tembak akan mengakibatkan kerusakan jaringan karena

laserasi ataupun terpotong. Usus merupakan organ yang paling sering terkena

pada luka tembus abdomen, sebab usus mengisi sebagian besar rongga

abdomen. Trauma tembus dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan

sepsis jika mengenai organ berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial

timbul sesuai dengan isi dari organ berongga tersebut.

1.      Gaster yang bersifat kimia reaksinya paling cepat. Dimana akan terjadi

peradangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis yang hebat.

2.      Kolon yang berisi feses reaksinya paling lambat. Dimana mula-mula tidak

terdapat gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang

biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena perangsangan

peritonium.

Pada luka tembak atau luka tusuk tidak perlu lagi dicari tanda-tanda peritonitis

karena ini merupakan ”indikasi untuk segera dilakukan laparotomi eksplorasi”.

Pathway

2.2  Klasifikasi

2.2.1        Trauma pada dinding abdomen

Trauma pada dinding abdomen terdiri dari:


1.      Kontusio, trauma dinding abdomen yang disebabkan oleh trauma non-

penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen,

kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan

masa darah dapat menyerupai tumor. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat

cedera abdomen, tetapi trauma tumpul pada abdomen dapat terjadi karena

kecelakaan motor, jatuh, atau pukulan yang dapat menyebabkan terjepitnya organ

diantara benturan dengan tulang belakang terutama pada trauma di garis tengah

akibat pukulan tersebut..

Lebih dari 50% trauma tumpul disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, biasanya

disertai dengan traum pada bagian tubuh lainnya. Di negara-negara yang

mengharuskan penggunaan sabuk pengaman pada kendaraan, dikenal “seat-delt

syndrome”. Gejala pada trauma tumpul perut merupakan akibat kehilangan darah,

memar atau kerusakan pada organ-organ, atau iritasi cairan usus.

2.      Laserasi,  merupakan trauma tembus abdomen yang disebabkan oleh luka

tembakan atau luka tusuk yang bersifat serius dan biasanya memerlukan

pembedahan. Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga

abdomen harus di eksplorasi (Sjamsuhidayat, 1997).

2.2.2 Trauma abdomen pada isi abdomen

Trauma abdomen pada isi abdomen menurut Sjamsuhidayat (1997) terdiri dari:

1. Perforasi organ viseral intraperitoneum


Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding

abdomen

2. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen

Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah.

3. Cedera thorak abdomen

Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau

sayap kanan dan hati harus dieksplorasi.


2.3  Manifestasi Klinis

Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis menurut

Sjamsuhidayat (1997), meliputi: nyeri tekan diatas daerah abdomen, distensi

abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh,

nyeri spontan. Pada trauma non-penetrasi (tumpul) pada trauma non penetrasi

biasanya terdapat jejas atau ruktur dibagian dalam abdomen dan terjadi

perdarahan intra abdominal

Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus

tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual,

muntah, dan BAB hitam (melena). Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai

beberapa jam setelah trauma. Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat

tanda kontusio pada dinding abdomen.

Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:

-          Terdapat luka robekan pada abdomen

-          Luka tusuk sampai menembus abdomen

-          Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak

perdarahan/memperparah keadaan

-          Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam abdomen.

2.4  Manajemen Medis
2.4.1        Penanganan Awal

Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa,

harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik

mungkin harus melihat Apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda

lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakuakan prosedur ABC

jika ada indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan

jalan napas.

1. Airway, dengan Kontrol Tulang Belakang

Membuka jalan napas menggunakan teknik ‘head tilt chin lift’ atau

menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang

dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau

benda asing lainnya.

2. Breathing, dengan Ventilasi Yang Adekuat

Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara ‘lihat-dengar-rasakan’ tidak

lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak, Selanjutnya

lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat

tidaknya pernapasan).

3. Circulation,dengan Kontrol Perdarahan Hebat


Jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas

dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung

paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 15 : 2 (15

kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).

a. Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul)

a. Stop makanan dan minuman

b. Imobilisasi

c. Kirim kerumah sakit

d. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)

Dilakukan pada trauma abdomen perdarahan intra abdomen, tujuan dari DPL

adalah untuk mengetahui lokasi perdarahan intra abdomen. Indikasi untuk

melakukan DPL, antara lain:

-          Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya

-          Trauma pada bagian bawah dari dada

-          Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas

-          Pasien cidera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera

otak)

-          Pasien cedera abdominalis dan cidera bmedula spinalis (sumsum tulang

belakang)

-          Patah tulang pelvis


Pemeriksaan DPL dilakukan melalui anus, jika terdapt darah segar dalm BAB

atau sekitar anus berarti trauma non-penetrasi (trauma tumpul) mengenai kolon

atau usus besar, dan apabila darah hitam terdapat pada BAB atau sekitar anus

berarti trauma non-penetrasi (trauma tumpul) usus halus atau lambung. Apabila

telah diketahui hasil Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL), seperti adanya darah

pada rektum atau pada saat BAB.

Perdarahan dinyatakan positif bila sel darah merah lebih dari 100.000 sel/mm³

dari 500 sel/mm³, empedu atau amilase dalam jumlah yang cukup juga merupakan

indikasi untuk cedera abdomen. Tindakan selanjutnya akan dilakukan prosedur

laparotomi

Kontra indikasi dilakukan Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL), antara lain:

-          Hamil

-          Pernah operasi abdominal

-          Operator tidak berpengalaman

-          Bila hasilnya tidak akan merubah penata-laksanaan

b. Penanganan awal trauma penetrasi (trauma tajam)

a. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak

boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.

b. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain

kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak

memperparah luka.
c. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan

dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam

tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.

d. Imobilisasi pasien

e. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum

f. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekan

g. Kirim ke rumah sakit

2.5 Pembedahan

LAPARATOMY hal 205


ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA ABDOMEN

A.    PENGKAJIAN

Keluhan Utama: Nyeri pada bagian abdomen, mual, muntah

Riwayat Kesehatan:

Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara

menyeluruh (Boedihartono, 1994).

Pengkajian pasien trauma abdomen (Smeltzer, 2001) adalah meliputi :

1. Trauma Tembus abdomen

-          Dapatkan riwayat mekanisme cedera; kekuatan tusukan/tembakan;

kekuatan tumpul (pukulan).

-          Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya: cedera tusuk, memar,

dan tempat keluarnya peluru. Selain itu perlu juga di kaji anterior abdomen,

punggung,panggul, dan rectum. Sedangkan untuk mengetahui kemungkinan

adanya pendarahan, maka perawat harus menggunakan petunjuk cullen’s sign

yaitu perdarahan pada umbilicus bila terjadi truma panggul dan Turner’s sign

yaitu perdarahan retroperitoneal bila terjadi perdarahan pada dinding abdomen.


-          Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehingga

perubahan dapat dideteksi. Adanya bising usus adalah tanda awal keterlibatan

intraperitoneal; jika ada tanda iritasi peritonium, biasanya dilakukan laparatomi

(insisi pembedahan kedalam rongga abdomen).

-          Perkusi dengan menggunakan jari tangan, bila terdengar suara timpani

yang berlebihan, maka dicurigai adanya penumpukan udara bebas yang

mengindikasikan adanya luka tembus. Namun, bila terdengar redup, maka

perawat menduga terjadinya akumulasi cairan atau darah pada daerah usus besar

dan lambung.

-          Palpasi harus hati-hati dan lembut, karena pada daerah abdomen terjadi

akumulasi cairan atau darah atau udara, sehingga abdomen akan mengalami

distensi.

-          Kaji pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakkan, nyeri tekan,

kekakuan otot atau nyeri lepas, penurunan bising usus, hipotensi dan syok.

-          Kaji cedera dada yang sering mengikuti cedera intra-abdomen, observasi

cedera yang berkaitan.

-          Catat semua tanda fisik selama pemeriksaan pasien.

2. Trauma tumpul abdomen

Dapatkan riwayat detil jika mungkin (sering tidak bisa didapatkan, tidak akurat,

atau salah). dapatkan semua data yang mungkin tentang hal-hal sebagai berikut :
-          Metode cedera.

-          Waktu awitan gejala.

-          Lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering menderita

ruptur limpa atau hati). Sabuk keselamatan digunakan/tidak, tipe restrain yang

digunakan.

-          Waktu makan atau minum terakhir.

-          Kecenderungan perdarahan.

-          Penyakit danmedikasi terbaru.

-          Riwayat immunisasi, dengan perhatian pada tetanus.

-          Alergi.

            Lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasienuntuk mendeteksi

masalah yang mengancam kehidupan.

A.    DIAGNOSA KEPERAWATAN

Petunjuk yang penting di dalam menegakkan diagnosa trauma abdomen yaitu

memperkirakan perbedaan proporsi antara syok, perdarahan, dan peritonitis yang

menyebabkan terjadinya gejala yang nyata dan menilai dari petunjuk tersebut,

organ mana yang mengalami trauma serta bagaimana sifat kerusakannya

(Cope,1989).
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata

maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono,

1994).

Diagnosa keperawatan pada pasien dengan trauma abdomen (Wilkinson, 2006)

adalah :

1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk.

2. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.

3. Nyeri akut berhubungan dengan trauma/diskontinuitas jaringan.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.

5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, terapi

pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.

C. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI

Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan

dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan

(Boedihartono, 1994).

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang

telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995).

Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan

trauma abdomen (Wilkinson, 2006) meliputi :


1. Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami

perubahan secara tidak diinginkan.

Tujuan             : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.

Kriteria Hasil   :

- tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.

- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.

- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

Intervensi dan Implementasi :

a.       Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.

R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan

tindakan yang tepat.

b.      Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.

R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.

c.       Pantau peningkatan suhu tubuh.

R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses

peradangan.

d.      Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa

kering dan steril, gunakan plester kertas.


R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah

terjadinya infeksi.

e.       Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya

debridement.

R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area

kulit normal lainnya.

f.       Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.

R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak

nya luka, agar tidak terjadi infeksi.

g.      Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

R / antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah

yang berisiko terjadi infeksi.

2. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer,

perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan

kulit.

Tujuan             : infeksi tidak terjadi / terkontrol.

Kriteria hasil    :

- tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.

- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.


- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

Intervensi dan Implementasi:

a. Pantau tanda-tanda vital.

R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.

b. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.

R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.

c. Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infus, kateter, drainase

luka, dll.

R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.

d. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb

dan leukosit.

R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat

terjadinya proses infeksi.

e. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.

R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.

3. Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan

meningkat akibat adanya kerusakan jaringan aktual atau potensial, digambarkan


dalam istilah seperti kerusakan ; awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas

ringan samapai berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau dapat diramalkan

dan durasinya kurang dari enam bulan.

Tujuan             : nyeri dapat berkurang atau hilang.

Kriteria Hasil   :

- Nyeri berkurang atau hilang

- Klien tampak tenang.

Intervensi dan Implementasi:

a. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga

R/ hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif

b. Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri

R/ tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri

c. Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri

R/ memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri

d. Observasi tanda-tanda vital.

R/ untuk mengetahui perkembangan klien

e. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik

R/ merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk

memblok stimulasi nyeri.


4. Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu yang tidak cukup

mempunyai energi fisiologis atau psikologis untuk bertahan atau memenuhi

kebutuhan atau aktivitas sehari-hari yang diinginkan.

Tujuan             : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.

Kriteria hasil    :

- perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.

- pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa

dibantu.

- Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.

Intervensi dan Implementasi:

a. Rencanakan periode istirahat yang cukup.

R/ mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat

digunakan untuk aktivitas seperlunya secar optimal.

b. Berikan latihan aktivitas secara bertahap.

R/ tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan

dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.

c. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.

R/ mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.


d. Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.

R/ menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari

latihan.

5. Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian,

pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.

Tujuan             : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.

Kriteria hasil    : - penampilan yang seimbang..

- melakukan pergerakkan dan perpindahan.

- mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan

karakteristik :

 0 = mandiri penuh

 1 = memerlukan alat Bantu.

 2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan

pengajaran.

 3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu

 4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas

Intervensi dan Implementasi:

a. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.


R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.

b. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.

R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena

ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.

c. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.

R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.

d. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.

R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.

e. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.

R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan

mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.

D. EVALUASI

Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan

dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi

tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).

Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan trauma abdomen adalah :

1. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.

2. Infeksi tidak terjadi/terkontrol.


3. Nyeri dapat berkurang atau hilang.

4. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.

5. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.


 DAFTAR PUSTAKA

SUMBER BUKU
Rumahorbo,Hotma dkk.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Pencernaan.2000.POLTEKKES:Bandung.

Djuned, Pusponegoro A.Penanggulangan Penderita Gawat Darurat.

Zachary, Cope S.Diagnosa Dini Abdomen Akut.1989.Yayasan Essentia

Medica:Yogyakarta.

 SUMBER WEB

Aroel. 2008. http://aroel-nurse.blogspot.com/2008/05/trauma-abdomen.html/

Patriani, Amd.Kep. 2008. http://asuhan-keperawatan-

patriani.blogspot.com/2008/07/askep-trauma-abdomen.html.

Admin. ____. http://etd.eprints.ums.ac.id/16726/3/BAB_I.pdf.

Purwanto, Hadi. 2010.  http://wantohape.wordpress.com/2010/01/07/askep-

trauma-abdomen/.

http://www.doktermuda.com/2011/11/trauma-abdomen.html

(www.primarytraumacare.org)

http://waruniwulan.blogspot.com/2012/10/asuhan-keperawatan-pada-pasien-

trauma.html

Anda mungkin juga menyukai