Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH ILMIAH

REHIDRASI CAIRAN PADA LUKA BAKAR

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat dan
Manajemen Bencana

YOSHE MALINDA
P1337420218109
3C

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO
2020

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, mari kita panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas ini.
 Makalah dengan judul “Rehidrasi Cairan Pada Luka Bakar” dibuat untuk
melengkapi tugas mata kuliah gawa darurat dan manajemen bencana. Saya
berharap makalah ini dapat menjadi referensi bagi pihak yang tertarik. Selain itu,
saya juga berharap agar pembaca mendapatkan sudut pandang baru setelah
membaca makalah ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Banyumas, 30 Oktober 2020

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................2
C. Tujuan..........................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................3
A. Luka Bakar..................................................................................................3
1. Pengertian................................................................................................3
2. Etiologi......................................................................................................3
3. Patofisiologi..............................................................................................4
4. Faktor yang mempengaruhi berat ringannya luka bakar..................5
5. Managemen Penatalaksanaan................................................................8
B. Rehidrasi Cairan.......................................................................................10
1. Terapi Cairan........................................................................................10
2. Jenis-Jenis Cairan.................................................................................13
3. Kebutuhan cairan per hari...................................................................14
4. Terapi rehidrasi cepat...........................................................................15
BAB III PENUTUP..............................................................................................17
A. Kesimpulan................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................18

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan
jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas,
bahan kimia, listrik, dan radiasi (Hardisman, 2014). Luka bakar merupakan
suatu jenis cedera traumatik yang paling berat dibandingkan dengan jenis
trauma lainnya dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Dunne &
Rawlins, 2014).
Berdasarkan data dari American Burn Association (ABA) tahun 2010 ke
tahun 2015 mengalami peningkatan di Amerika Serikat diperkirakan lebih dari
163.000 kasus pada tahun 2015 menjadi 558.400 kasus, dimana 70% pasien
adalah laki-laki dengan rata-rata usia sekitar 32 tahun,18% anak-anak yang
berusia dibawah 5 tahun dan 12% kasus berusia lebih dari 60 tahun. Luka
bakar dengan luas 10% Total Body Surface Area (TBSA) sebesar 7%.
Penyebab tertinggi akibat flame burn (44%) dan tingkat kejadian paling sering
di rumah (68%).
Berdasarkan data dari Departemen Kesehat-an RI sepanjang tahun 2012-
2014 terdapat 3.518 kasus luka bakar di indonesia. Angka kejadian luka bakar
dalam datanya terus meningkat dari 1.186 kasus pada 2012 menjadi 1.123
kasus di tahun 2013 dan 1.209 kasus di tahun 2014. Di wilayah Jawa Tengah
mengalami peningkatan 0,1% pada tahun 2007 ke 2013. Di Jawa Tengah tahun
2013 dari 100.000 penduduk tercatat sebanyak 0,7% dari penduduk di tahun
2007 ter-catat sebanyak 0,6%sedangkan di kota Boyolali dari 1000 penduduk
tidak mengalami perubahan pada tahun 2013 tercatat sebanyak 0,6%di ta-hun
2007 0,6% yang terkena luka bakar. Tingkat luka bakar tertinggi di negara
berkembang terjadi pada kalangan perempuan sedangkan di negara maju
tertinggi pada kalangan laki-laki (Schrock, 2007). Sebagian besar 80% cidera
luka bakar terjadi di rumah dan 20% terjadi di tempat kerja (Peck, 2012).
Salah satu cara dalam menangani tingkat keparahan luka bakar sangat
dibutuhkan penanganan awal penderita sebelumnya di bawa ke pelayanan
kesehatan. Pertolongan pertama adalah pertolongan yang diberikan saat

1
kejadian atau bencana terjadi di tempat kejadian, sedangkan tujuan dari
pertolongan pertama adalah menyelamatkan kehidupan, mencegah kesakitan
makin parah, dan meningkatkan pemulihan (Paula,K.,dkk, 2009). Semua luka
bakar ( kecuali luka bakar ringan atau luka bakar derajat 1 ) dapat
menimbulkan komplikasi berupa shock, dehidrasi dan ketidakseimbangan
elektrolit, infeksi sekunder, dan lain-lain (Rismana, et al., 2013).
Resusitasi cairan IV dibutuhkan untuk semua pasien dengan luka bakar
mayor termasuk inhalation injury dan luka lain yang berhubungan. Pemberian
resusitasi cairan awal yang paling baik adalah pada perifer ekstermitas atas.
Apabila memungkinkan minimal 2 kateter IV diberikan melalui jaringan yang
tidak terbakar atau jaringan yang terbakar jika tidak memungkinkan diberikan
pada area yang tidak terbakar (Mlcak et al., 2012).
Salah satu monitoring terapi cairan adalah produksi urin. Perfusi organ
yang memadai ditunjukkan oleh produksi urin lebih dari 30 ml/jam
(0,5ml/kgBB/jam) untuk dewasa dan 1 ml/kgBB/jam untuk anak-anak. (Mlcak
et al., 2012). Diuretik kuat seperti furosemid biasanya diberikan saat terjadi
akumulasi cairan untuk mencapai keseimbangan cairan negatif dan
memperbaiki hasil terapi setelah dilakukan pengaturan keseimbangan cairan
(Rewa dan Bagshaw, 2015). Pasien dengan luka bakar tegangan listrik tinggi
dan crush injuries dengan mioglobin dan / atau hemoglobin dalam urin
meningkatkan risiko obstruksi tubulus ginjal. Natrium bikarbonat harus
ditambahkan ke cairan IV untuk membasakan urin, dan output urin harus
dipertahankan pada 1-2 mL/kg/jam selama protein ini dalam urin. Penambahan
diuretik osmotik seperti manitol mungkin juga diperlukan untuk membantu
dalam membersihkan urin dari protein ini (Mlcak et al., 2012).
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Rehidrasi Cairan pada perawatan luka bakar ?
C. Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana Rehidrasi Cairan pada perawatan luka bakar

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Luka Bakar
1. Pengertian
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas arus
listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan
yang lebih dalam. Luka bakar yang luas mempengaruhi metabolisme dan
fungsi setiap sel tubuh, semua sistem dapat terganggu, terutama sistem
kardiovaskuler (Rahayuningsih, 2012).
Luka bakar bisa merusak kulit yang berfungsi melindungi kita
dari kotoran dan infeksi. Jika banyak permukaan tubuh terbakar, hal ini
bisa mengancam jiwa karena terjadi kerusakan pembuluh darah ketidak-
seimbangan elektrolit dan suhu tubuh, gangguan pernafasan serta fungsi
saraf (Adibah dan Winasis, 2014).
Pasien luka bakar sudah dapat dipastikan mengalami dehridrasi.
Rehidrasi cairan pada pasien luka bakar harus segera dilakukan. Jika
didapatkan tanda-tanda syok pada pasien, harus segera dilakukan rehidrasi
cairan. Pada kasus luka bakar, rehidrasi cairan diberikan dengan cairan RL
(Ringer Lactate) melalui jalur intravena (IV). Rumus Baxter biasa
digunakan untuk menghitung jumlah kebutuhan cairan pasien luka bakar.
Berikut ini rumus Baxter untuk menghitung total kebutuhan cairan
pasien luka bakar:

Kebutuhan cairan = 4 cc x BB (dalam Kg) x Luas luka bakar (%) cc


2. Etiologi
a. Luka Bakar Termal
Luka bakar termal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak
dengan api, cairan panas atau objek-objek panas lainnya. Penyebab
paling sering yaitu luka bakar yang disebabkan karena terpajan dengan
suhu panas seperti terbakar api secara langsung atau terkena
permukaan logam yang panas (Fitriana, 2014).

3
b. Luka Bakar Kimia
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit
dengan asam atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan
banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat
kimia ini. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan
zat– zat pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah
tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri,
pertanian dan militer (Rahayuningsih, 2012).
c. Luka Bakar Elektrik
Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakkan dari
energi listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka
dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang
elektrik itu sampai mengenai tubuh (Rahayuningsih, 2012). Luka bakar
listrik ini biasanya lukanya lebih serius dari apa yang terlihat di
permukaan tubuh (Fitriana, 2014).
d. Luka Bakar Radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif.
Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion
pada industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik
pada dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar
yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi
(Rahayuningsih, 2012).
3. Patofisiologi
Pajanan panas yang menyentuh permukaan kulit mengakibatkan kerusakan
pembuluh darah kapiler kulit dan peningkatan permeabilitasnya.
Peningkatan permeabilitas ini mengakibatkan edema jaringan dan
pengurangan cairan intravaskular. Kerusakan kulit akibat luka bakar
menyebabkan kehilangan cairan terjadi akibat penguapan yang berlebihan di
derajat 1, penumpukan cairan pada bula di luka bakar derajat 2, dan
pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat 3. Bila luas luka bakar
kurang dari 20%, biasanya masih terkompensasi oleh keseimbangan cairan
tubuh, namun jika lebih dari 20% resiko syok hipovolemik akan muncul

4
dengan tanda-tanda seperti gelisah, pucat, dingin, nadi lemah dan cepat,
serta penurunan tekanan darah dan produksi urin. Kulit manusia dapat
mentoleransi suhu 44oC (111oF) relatif selama 6 jam sebelum mengalami
cedera termal
4. Faktor yang mempengaruhi berat ringannya luka bakar
a. Kedalaman luka bakar
Kedalaman luka bakar dilihat dari permukaan kulit yang paling luar.
Kedalaman suatu luka bakar terdiri dari beberapa kategori yang
didasarkan pada elemen kulit yang rusak seperti pada tabel di bawah ini
Tabel 2.1
Derajat Kedalaman Kerusakan Karakteristik
Satu Superfisial Epidermis Kulit kering,
hiperemis, nyeri
Dua Superfisial Epidermis dan Bula nyeri
dangkal kedalaman sepertiga bagian
partial (Partial superficial dermis
Thickness)
Dua Dalam- Kerusakan dua Seperti marbel,
dalam kedalaman pertiga bagian putih dan keras
partia (Deep superficial dermis
partial dan jaringan
thickness) dibawahnya
Tiga Kedalaman Kerusakan Luka berbatas
penuh seluruh tegas, tidak
(Full thickness) lapisan kulit ditemukan bula,
berwarna
(dermis dan kecoklatan, kasar,
epidermis) serta tidak nyeri.
lapisan yang
lebih dalam.
Empat Subdermal Seluruh lapisan Mengenai struktur
kulit dan struktur di sekitarnya
disekitarnya
seperti lemak
subkutan, fasia,
otot dan tulang.

b. Luas luka bakar


Terdapat beberapa metode untuk menentukan luas luka bakar meliputi
Rule of nine, Lund and Browder dan hand palm. Ukuran luka bakar
ditentukan dengan prosentase dari permukaan tubuh yang terkena luka
bakar. Akurasi dari perhitungan bervariasi menurut metode yang

5
digunakan dan pengalaman seseorang dalam menentukan luas luka
bakar (Gurnida dan Lilisari, 2011).
1) Metode rule of nine
Dasar dari metode ini adalah bahwa tubuh di bagi kedalam bagian-
bagian anatomic, dimana setiap bagian mewakili 9% kecuali
daerah genitalia 1% . Metode ini adalah metode yang baik dan
cepat untuk menilai luka bakar menengah d an berat pada penderita
yang berusia diatas 10 tahun. Tubuh dibagi menjadi area 9%.
Metode ini tidak akurat pada anak karena adanya perbedaan
proporsi tubuh anak dengan dewasa.
2) Metode Hand Palm
Metode permukaan telapak tangan. Area permukaan tangan pasien
(termasuk jari tangan ) adalah sekitar 1% total luas permukaan
tubuh. Metode ini biasanya digunakan pada luka bakar kecil
(Gurnida dan Lilisari, 2011).
3) Metode Lund and Browde
Metode ini mengkalkulasi total area tubuh yang terkena
berdasarkan lokasi dan usia. Metode ini merupakan metode
yang paling akurat pada anak bila digunakan dengan benar(Gurnida
dan Lilisari, 2011). Metode lund and browder merupakan
modifikasi dari persentasi bagian-bagian tubuh menurut usia, yang
dapat memberikan perhitungan yang lebih akurat tentang luas luka
bakar yaitu kepala 20%, tangan masing-masing 10%, kaki masing-
masing 10%, dan badan kanan 20%, badan kiri 20% (Hardisman,
2014).
c. Lokasi luka bakar (bagian tubuh yang terkena)
Berat ringannya luka bakar dipengaruhi pula oleh lokasi luka
bakar. Luka bakar yang mengenai kepala, leher dan dada sering
kali berkaitan dengan komplikasi pulmoner. Luka bakar yang
menganai wajah seringkali menyebabkan abrasi kornea. Luka
bakar yang mengenai lengan dan persendian seringkali
membutuhkan terapi fisik dan occupasi dan dapat menimbulkan

6
implikasi terhadap kehilangan waktu bekerja dan atau
ketidakmampuan untuk bekerja secara permanen (Rahayuningsih,
2012).
Luka bakar yang mengenai daerah perineal dapat
terkontaminasi oleh urine atau feces. Sedangkan luka bakar yang
mengenai daerah torak dapat menyebabkan tidak adekuatnya ekspansi
dinding dada dan terjadinya insufisiensi pulmoner (Rahayuningsih,
2012).
d. Mekanisme injury
Mekanisme injurymerupakan faktor lain yang digunakan untuk
menentukan berat ringannya luka bakar. Secara umum luka bakar
yang mengalami injuri inhalasi memerlukan perhatian khusus. Pada
luka bakarelectric, panas yang dihantarkan melalui tubuh,
mengakibatkan kerusakan jaringan internal (Rahayuningsih, 2012).
Injury pada kulit mungkin tidak begitu berarti akan tetapi kerusakan
otot dan jaringan lunak lainnya dapat terjad lebih luas khususnya bila
injury electrik dengan voltage tinggi. Oleh karena itu voltage , tipe
arus (direct atau alternating), tempat kontak dan lamanya kontak
adalah sangat penting untuk diketahui dan diperhatikan karena dapat
mempengaruhi morbidity (Rahayuningsih, 2012).
e. Usia
Kelompok terbesar dengan kasus luka bakar adalah anak-anak
kelompok usia dibawah 6 tahun bahkan sebagian besar berusia kurang
dari 2 tahun. Puncak insiden kedua adalah luka bakar akibat kerja
yaitu pada usia 25-35 tahun. Kendatipun jumlah pasien lanjut usia
dengan luka bakar cukup kecil, tetapi kelompok ini sering kali
memerlukan perawatan pada fasilitas khusus luka bakar. Dalam tahun
tahun terakhir ini daya tahan hidup dimana penderita dapat kembali
pada keadaan sebelum cedera pada penderita lanjut usia mengalami
perbaikan yang lebih cepat dibandingkan dengan populasi umum luka
bakar lainnya.
Usia klien mempengaruhi berat ringannya luka bakar. Angka

7
kematiannya (mortality rate) cukup tinggi pada anak yang berusia
kurang dari 4 tahun, terutama pada kelompok usia 0-1 tahun dan
klien yang berusia di atas 65 tahun. Tingginya statistic mortalitas dan
morbiditas pada orang tua yang terkena luka bakar merupakan akibat
kombinasi dari berbagai gangguan fungsional (seperti lambatnya
bereaksi, gangguan dalam menilai, dan menurunnya kemampuan
mobilitas), hidup sendiri, dan bahaya-bahaya lingkungan lainnya.
Disamping itu juga mereka lebih rentan terhadap injury luka bakar
karena kulitnya menjadi lebih tipis, dan terjadi athropi pada bagian-
bagian kulit lain. Sehingga situasi seperti ketika mandi dan memasak
dapat menyebabkan terjadinya luka bakar (Rahayuningsih, 2012).

Pada anak dibawah umur 3 tahun penyebab luka bakar paling


umum adalah cedera lepuh (scald burn). Luka ini dapat terjadi bila
bayi dan balita yang tak terurus dengan baik, dimasukkan kedalam bak
mandi yang berisi air yang sangat panas dan anak tak mampu keluar
dari bak mandi tersebut.Selain itu kulit balita lebih tipis daripada
kulit anak yang lebih besar dan orang dewasa, karenanya lebih rentan
cedera. Pada anak umur 3-14 tahun, penyebab luka bakar paling sering
karena nyala api yang membakar baju. Kematian pada anak-anak oleh
karena daya kekebalan belum sempurna.
5. Managemen Penatalaksanaan
Penanganan luka bakar pada anak dan dewasa pada dasarnya sama
hanya akibat yang ditimbulkan dapat lebih serius pada anak. Hal itu
disebabkan secara anatomi kulit anak lebih tipis, lebih mudah terjadi
kehilangan cairan dan elektrolit serta kemungkinan terjadi hipotermi cukup
besar (Hadinegoro, 2014).
 Tahapan awal pemberian cairan untuk pasien luka bakar
Pasa 8 jam pertama diberikan setengah dari kebutuhan cairan 16 jam,
berikutnya diberikan setengah sisa dari kebutuhan cairan. Adapun jika luka bakar
lebih dari 50%, maka perhitungan kebutuhan cairan dihitung dengan luas luka
bakar 50%. Waktu pemberian cairan terhitung sejak kejadian bukan pada tahap
hospital. Jadi perkiraan sudah dihitung sejak pasien mengalami luka bakar dan

8
waktu yang terbuang selama pasien menuju rumah sakit.
Sindrom kompartemen dapat terjadi pada luka bakar yang melingkar
pada anggota ekstremitas. Pada kasus sindrom kompartemen tindakan yang bisa
dilakukan adalah melakukan eskarotomi longitudinal minimal pada dua tempat.
 Tatalaksana

a) Rawat inap semua pasien dengan luka bakar >10% permukaan tubuh; yang
meliputi wajah, tangan, kaki, perineum, melewati sendi; luka bakar yang
melingkar dan yang tidak bisa berobat jalan.
b) Periksa apakah pasien mengalami cedera saluran respiratorik karena
menghirup asap (napas mengorok, bulu hidung terbakar),
 Luka bakar wajah yang berat atau trauma inhalasi mungkin memerlukan
intubasi, trakeostomi
 Jika terdapat bukti ada distres pernapasan, beri oksigen
c) Rehidrasi cairan (diperlukan untuk luka bakar permukaan tubuh > 10%).
Gunakan larutan Ringer laktat dengan glukosa 5%, larutan garam normal
dengan glukosa 5%, atau setengah garam normal dengan glukosa 5%.
 24 jam pertama: hitung kebutuhan cairan dengan menambahkan cairan
dari kebutuhan cairan rumatan dan kebutuhan cairan rehidrasi (4
ml/kgBB untuk setiap 1% permukaan tubuh yang terbakar)
d) Berikan ½ dari total kebutuhan cairan dalam waktu 8 jam pertama, dan
sisanya 16 jam berikutnya. :
Contoh: untuk pasien dengan berat badan 20 kg dengan luka bakar 25%
Total cairan dalam waktu 24 jam pertama
= (60 ml/jam x 24 jam) + 4 ml x 20kg x 25% luka bakar
= 1440 ml + 2000 ml
= 3440 ml (1720 ml selama 8 jam pertama)
 24 jam kedua: berikan ½ hingga ¾ cairan yang diperlukan selama hari
pertama
 Awasi pasien dengan ketat selama rehidrasi (denyut nadi, frekuensi
napas, tekanan darah dan jumlah air seni)
 Transfusi darah mungkin diberikan untuk memperbaiki anemia atau pada
luka-bakar yang dalam untuk mengganti kehilangan darah.
e) Mencegah Infeksi

9
 Jika kulit masih utuh, bersihkan dengan larutan antiseptik secara perlahan
tanpa merobeknya.
 Jika kulit tidak utuh, hati-hati bersihkan luka bakar. Kulit yang melepuh
harus dikempiskan dan kulit yang mati dibuang.
 Berikan antibiotik topikal/antiseptik (ada beberapa pilihan bergantung
ketersediaan obat: peraknitrat, perak-sulfadiazin, gentian violet, povidon
dan bahkan buah pepaya tumbuk). Antiseptik pilihan adalah perak-
sulfadiazin karena dapat menembus bagian kulit yang sudah mati.
Bersihkan dan balut luka setiap hari.
 Luka bakar kecil atau yang terjadi pada daerah yang sulit untuk ditutup
dapat dibiarkan terbuka serta dijaga agar tetap kering dan bersih.
f) Obati bila terjadi infeksi sekunder
 Jika jelas terjadi infeksi lokal (nanah, bau busuk, selulitis), kompres
jaringan bernanah dengan kasa lembap, lakukan nekrotomi, obati dengan
amoksisilin oral (15 mg/kgBB/dosis 3 kali sehari), dan kloksasilin (25
mg/kgBB/dosis 4 kali sehari). Jika dicurigai terdapat septisemia gunakan
gentamisin (7.5 mg/kgBB IV/IM sekali sehari) ditambah kloksasilin (25–
50 mg/kgBB/dosis IV/IM 4 kali sehari). Jika dicurigai terjadi infeksi di
bawah keropeng, buang keropeng tersebut .
g) Menangani rasa sakit
 Pastikan penanganan rasa sakit yang diberikan kepada pasien
adekuattermasuk perlakuan sebelum prosedur penanganan, seperti
mengganti balutan.
 Beri parasetamol oral (10–15 mg/kgBB setiap 6 jam) atau analgesik
narkotik IV (IM menyakitkan), seperti morfin sulfat (0.05–0,1 mg/kg BB
IV setiap 2–4 jam) jika sangat sakit.
h) Periksa status imunisasi tetanus
 Bila belum diimunisasi, beri ATS atau immunoglobulin tetanus (jika ada)
 Bila sudah diimunisasi, beri ulangan imunisasi TT (Tetanus Toksoid) jika
sudah waktunya.
i) Nutrisi
 Bila mungkin mulai beri makan segera dalam waktu 24 jam pertama.
 Anak harus mendapat diet tinggi kalori yang mengandung cukup protein,
vitamin dan suplemen zat besi.

10
 Anak dengan luka bakar luas membutuhkan 1.5 kali kalori normal dan 2-
3 kali kebutuhan protein normal.

B. Rehidrasi Cairan
1. Terapi Cairan
Terapi cairan adalah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh
dalam batas-batas fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau
koloid (plasma ekspander) secara intravena. Terapi cairan berfungsi untuk
mengganti defisit cairan saat puasa sebelum dan sesudah pembedahan,
mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan yang
terjadi, dan mengganti cairan yang pindah ke rongga ketiga.

 Terapi cairan rehidrasi

Terapi cairan rehidrasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan


akut cairan tubuh atau ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk
memperbaiki perfusi jaringan. Misalnya pada keadaan syok dan luka
bakar.
Terapi cairan rehidrasi dapat dilakukan dengan pemberian infus
Normal Saline (NS), Ringer Asetat (RA), atau Ringer laktat (RL)
sebanyak 20 ml/kg selama 30-60 menit. Pada syok hemoragik bisa
diberikan 2-3 l dalam 10 menit.
Larutan plasma ekspander dapat diberikan pada luka bakar,
peningkatan sirkulasi kapiler seperti MCI, syok kardiogenik, hemoragik
atau syok septik. Koloid dapat berupa gelatin (hemaksel, gelafunin,
gelafusin), polimer dextrose (dextran 40, dextran 70), atau turunan kanji
(haes, ekspafusin)
Jika syok terjadi :
 Berikan segera oksigen
 Berikan cairan infus isotonic RA/RL atau NS
 Jika respon tidak membaik, dosis dapat diulangi
Pada luka bakar :
24 jam pertama :

11
 2-4 ml RL/RA per kg tiap % luka bakar
 1/2 dosis diberikan 8 jam pertama, 1/2 dosis berikut 16 jam
kemudian
 Sesuaikan dosis infus untuk menjaga urin 30-50 ml/jam pada dewasa
 Jika respon membaik, turunkan laju infus secara bertahap

 Pertimbangan dalam rehidrasi cairan :


1. Medikasi harus diberikan secara iv selama rehidrasi
2. Perubahan Na dapat menyebabkan hiponatremi yang serius. Na
serum harus dimonitor, terutama pada pemberian infus dalam
volume besar.
3. Transfusi diberikan bila hematokrit < 30
4. Insulin infus diberikan bila kadar gula darah > 200 mg%
5. Histamin H2-blocker dan antacid sebaiknya diberikan untuk
menjaga pH lambung 7,0
Terapi cairan rehidrasi ditujukan untuk menggantikan
kehilangan akut cairan tubuh atau ekspansi cepat dari cairan
intravaskuler untuk memperbaiki perfusi jaringan. Misalnya pada
keadaan syok dan luka bakar. Terapi cairan rehidrasi dapat dilakukan
dengan pemberian infus Normal Saline (NS), Ringer Asetat (RA),
atau Ringer laktat (RL) sebanyak 20 ml/kg selama 30-60 menit. Pada
syok hemoragik bisa diberikan 2-3 L dalam 10 menit.
 Terapi rumatan
Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan
nutrisi. Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari
dan elektrolit utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+=
1mmol/kgBB/hari. Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang
hilang akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat
kulit) dan pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water
losses.
Untuk anak digunakan rumus Holiday Segar 4:2:1, yaitu :
 Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengan

12
kandungan karbohidrat atau infus yang hanya mengandung
karbohidrat saja. Larutan elektrolit yang juga mengandung karbohidrat
adalah larutan KA-EN, dextran + saline, DGAA, Ringer’s dextrose,
dll. Sedangkan larutan rumatan yang mengandung hanya karbohidrat
adalah dextrose 5%. Tetapi cairan tanpa elektrolit cepat keluar dari
sirkulasi dan mengisi ruang antar sel sehingga dextrose tidak berperan
dalam hipovolemik. Dalam terapi rumatan cairan keseimbangan
kalium perlu diperhatikan karena seperti sudah dijelaskan kadar
berlebihan atau kekurangan dapat menimbulkan efek samping yang
berbahaya. Umumnya infus konvensional RL atau NS tidak mampu
mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian. Infus KA-EN dapat
mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian.
Pada pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga,
ke ruang peritoneum, ke luar tubuh. Untuk menggantinya tergantung
besar kecilnya pembedahan, yaitu :
 6-8 ml/kg untuk bedah besar
 4-6 ml/kg untuk bedah sedang
 2-4 ml/kg untuk bedah kecil
2. Jenis-Jenis Cairan
a. Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES =
CEF). Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali
cairan koloid) ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid
untuk mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu paruh cairan
kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit.
b. Larutan Ringer Laktat
Merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan untuk
rehidrasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir
menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan
tersebut akan mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat.
Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%,
tetapi bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan asidosis

13
hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis) dan menurunnya
kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida. Karena perbedaan
sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih banyak
menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka
kristaloid sebaiknya dipilih untuk rehidrasi defisit cairan di ruang
interstitiel.
c. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut
“plasma substitute” atau “plasma expander”. Di dalam cairan koloid
terdapat zat/bahan yang mempunyai berat molekul tinggi dengan
aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan
agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh
karena itu koloid sering digunakan untuk rehidrasi cairan secara cepat
terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita
dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak
(misal luka bakar).
3. Kebutuhan cairan per hari
    Pada orang sehat asupan dan pengeluaran air seimbang. Bila terjadi
gangguan keseimbangan maka mungkin diperlukan koreksi dengan
nutrisi parenteral. Asupan air dan makanan rata-rata adalah sekitar
2000 ml, dan kira-kira 200 ml air metabolik berasal dari metabolisme
nutrien di dalam tubuh. Air dieksresikan dalam urin dan melalui
penguapan yang tidak disadari. Jumlah eksresi urin sekitar 1300
ml/hari, sedangkan melalui penguapan yang tidak disadari (insensible
evaporation) sekitar 900 ml/hari. Maka pada pasien yang tidak dapat
memperoleh makanan melalui oral memerlukan volume infus per hari
yang setara dengan kehilangan air dari tubuh per hari, yaitu : 
Dengan perhitungan yang lebih akurat lagi dapat dicari :
 volume urin normal : 0,5-1 cc/kg/jam
 Air metabolisme : Dewasa : 5 cc/kg/hari, anak 12-14 th : 5-6
cc/kg/hari, 7-11 th : 6-7 cc/kg/hari, balita : 8 cc/kg/hari

14
 Insensible water loss IWL : Dewasa : 15 cc/kg/hari, Anak : 30-
usia(th) cc/kg hari. Jika ada kenaikan suhu : IWL + 200
 Kebutuhan air dan elektrolit per hari

Pada orang dewasa :


Air : 25-40 ml/kg/hr
Kebutuhan homeostatis Kalium : 20-30 mEq/kg/hr2

Na : 2 mEq/kg/hr3
K : 1 mEq/kg/hr3

Pada anak dan bayi :


Air : 0-10 kg : 100 ml/kg/hr
10-20 kg : 1000 ml/kg + 50 ml/kg diatas 10 kg/hr
> 20 kg : 1500 ml/kg + 20 ml/kg diatas 20 kg/hr
Na : 3 Meq/kg/hr2
K : 2,5 Meq/kg/hr2
Faktor-faktor modifikasi kebutuhan cairan
Kebutuhan ekstra / meningkat pada :

 Demam ( 12% tiap kenaikan suhu 1C )


 Hiperventilasi
 Suhu lingkungan tinggi
 Aktivitas ekstrim
 Setiap kehilangan abnormal ( ex: diare, poliuri, dll )

Kebutuhan menurun pada :

 Hipotermi ( 12% tiap penurunan suhu 1C )


 Kelembaban sangat tinggi
 Oligouri atau anuria
 Aktivitas menurun / tidak beraktivitas
 Retensi cairan ( ex: gagal jantung, gagal ginjal, dll )

15
4. Terapi rehidrasi cepat
 Pada anak dengan deplesi volume cairan tubuh, sangat penting
meningkatkan volume cairan dengan cepat untuk mengganti cairan
ekstrasel yang hilang, ini sangat bertolak belakang dengan terapi
deficit yang klasik seperti diatas. Contohnya; pada luka bakar berat,
dilakukan rehidrasi cepat cairan ekstra sel, maka mortalitasnya
menurun. Seluruh cairan diberikan dalam 8-12 jam sekitar 100 ml/kg
sesuai dengan cairan ekstra sel, yakni; NS atau RL.
 Pada dehidrasi sedang yang tidak bisa direhidrasi secara oral, maka
cairan ekstrasel dipulihkan dengan pemberian RL dengan dosis 40
ml/kg dalam 1-2 jam, rehidrasi oral diberikan setelah rehidrasi intra
vena selesai. Pada dehidrasi berat; cairan ekstra sel dipulihkan dengan
cairan intra vena; RL, NS, atau keduanya dengan kecepatan 40 ml/kg
dalam 1-2 jam. Bila turgor belum pulih, kesadaran belum pulih, atau
nadi masih belum teraba pulih sampai ahir cairan diberikan, maka
berikan cairan tambahan dengan dosis20-40 ml/ kg harus diberikan >
1-2 jam.
Panduan pemberian cairan pasca bedah dini dan rumatan :
 umur < 6 bulan :
 < 12 jam post-op:D10-0,45% NaCl diberikan 1,5 x maintenence
rate cairan maintenece D10 dengan 0,2% NaCl + KCl 10-20 mEq/L
pada maintenence rate
 umur > 6 bulan :  < 12 jam post-op : D5% dg RL diberika 1,5 x
maintenece rate
cairan maintenence: D10 dg 0,45% NaCl + KCl 10-20 mEq/L pada
maintenence rate
Cairan untuk terapi maintenance (rumatan) digunakan untuk
mengganti cairan yang hilang dari 2 proses :
 Kehilangan cairan akibat evaporasi : kehilangan air bebas melalui
kulit dan pernafasan (uap) berupa insensible water loss ± 30%-35%
dari volume total cairan rumatan, jadi sekitar sepertiga dari cairan
rumatan yang diberikan tergantung kelembaban udara dan

16
temperature lingkungan. Pasien dengan hipertermia atau takhipnea
IWL lebih besar
Kehilangan urine : dalam keadaan euvolemic, kehilangan urine
adalah 280-300 mOsm/kg dari air dengan berat jenis urine antara
1.008 – 1.015. dalam keadaan tertentu (Diabetes insipidus,
prematuritas) kehilangan cairan dari urin yang terdilusi menjadi lebih
banyak, jadi volume yang diberikan pun harus dinaikan. Dalam
keadaan lain misalnya; secresi ADH yang eksesif, stress fisiologis
pasien mungkin tidak mampu menurunkan osmolalitas urine sampai
mencapai 300 mOsm/kg air dan volume cairan rumatan harus
diturunkan. Dalam kondisi dibawah euvolemic, kehilangan cairan
melalui urine 2/3 dari volume total cairan rumatan.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Tubuh mengandung 60 % air yang disebut juga cairan tubuh. Cairan tubuh
ini didalamnya terkandung nutrisi-nutrisi yang amat penting peranannya
dalam metabolisme sel, sehingga amat penting dalam menunjang kehidupan.
Dalam pembedahan, tubuh kekurangan cairan karena perdarahan selama
pembedahan ditambah lagi puasa sebelum dan sesudah operasi. Maka terapi
cairan amat diperlukan untuk pemeliharaan dan mencegah kehilangan cairan
terlalu banyak yang bisa membahayakan.
Cairan tubuh terdistribusi dalam ekstrasel dan intrasel yang dibatasi
membran sel. Adanya tekanan osmotik yang isotonik menjaga difusi cairan
keluar sel atau masuk ke dalam sel. Dalam terapi cairan harus diperhatikan
kebutuhannya sesuai usia dan keadaan pasien, serta cairan infus itu sendiri.
Pemberian infus yang tidak sesuai untuk keadaan tertentu akan sia-sia dan
tidak bisa menolong pasien.

18
DAFTAR PUSTAKA

Anggowarsito, J 2014, ‘Luka bakar sudut pandang dermatologi’, Jurnal Widya


Medika Surabaya, Vol.2, No.2., dilihat 29 oktober 2020,
<http://repository.wima.ac.id/19824/>

Dunne, J. A. & Rawlins, J. M. (2014). Management of burns.Surgery, 32 (9).


Laksmi, I 2016, ‘analisis Korelasi waktu pemberian resusitasi cairan terhadap
mortiitas pasien luka bakar berat’, Jurnal Dunia Kesehatan, vol. 5,
no.3, dilihat 29 oktober 2020

Riskes. (2013). Laporan Riset Kesehatan Dasar Provinsi Jawa Tengah. Jawa
Tengah: Rineka Cipta
Sari, S, Wahyuningsih, S & Utami, R 2018, ‘Pengaruh pendidikan kesehatan
dengan metode demonstrasi terhadap praktik pertolongan pertama luka
bakar pada ibu rumah tangga digaren rt.01/rw.04 pandean ngelampok
boyolali’, Jurnal kesehatan kusuma husada, dilihat 29 oktober 2020,
<http://jurnal.ukh.ac.id/index.php/JK/article/view/266/247>

19

Anda mungkin juga menyukai