net/publication/323393200
CITATIONS READS
0 301
2 authors:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Efendi Agus Waluyo on 26 February 2018.
Prosiding
KEMENTERIAN KEHUTANAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN
2013
Aspek Sosial, Ekonomi dan Kebijakan
ABSTRAK
Hutan rakyat merupakan hutan yang dibudidayakan pada lahan pribadi yang berisi berbagai
tanaman. Di Kabupaten Lahat dan Empat Lawang Kabupaten, hutan rakyat telah dikembangkan
oleh masyarakat baik secara mandiri atau dengan program pemerintah. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui karakteristik dan pengelolaan hutan rakyat di kedua kabupaten.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum ada dua pola hutan rakyat yaitu monokultur
dan agroforestri. Monokultur sebagian besar dikembangkan oleh masyarakat yang tidak
bergantung pada pertanian sebagai pekerjaan utama, sedangkan agroforestri adalah
sebaliknya. Pola-pola ini memiliki indeks kesamaan antara 40-60%.
Kata kunci: hutan rakyat, pengelolaan, indeks kesamaan
I. PENDAHULUAN
Hutan rakyat merupakan salah satu solusi untuk mengatasi beberapa permasalahan
kehutanan. Kebutuhan masyarakat akan bahan baku kayu yang semakin meningkat sedangkan
kemampuan hutan alam dan hutan tanaman untuk memenuhinya semakin menurun dapat
dipenuhi dengan kayu hasil dari hutan rakyat. Hutan rakyat mempunyai peran cukup penting
dalam meningkatkan pendapatan masyarakat, juga dalam menjerap karbon sehingga dapat
mengurangi besarnya emisi karbon di alam.
Secara formal pengertian hutan rakyat adalah hutan yang dibangun di atas tanah milik
(Suharjito dan Darusman, 1998). Berdasarkan jenis tanaman penyusunnya, secara umum hutan
rakyat terbagi menjadi 2 bentuk yaitu murni dan campuran. Hutan rakyat murni apabila
tanaman yang ditanam hanya tanaman kehutanan tanpa dicampur dengan tanaman lain.
Sedangkan hutan rakyat campuran apabila tanaman kehutanan dicampur dengan tanaman
pertanian maupun perkebunan. Hutan rakyat campuran termasuk pola agroforestri, yaitu
sistem pengelolaan lahan yang menggabungkan bidang pertanian dan kehutanan.
Hutan rakyat di Kabupaten Lahat telah lama berkembang, baik secara swadaya maupun
melalui program bantuan pemerintah setempat. Jenis tanaman kayu yang dibudidayakan oleh
masyarakat antara lain kayu bambang, karena tanaman jenis ini berbatang lurus dan dapat
dipanen pada umur 15 – 20 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan
pola pengusahaan hutan rakyat di Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan. Diharapkan
hasil penelitian ini memberikan gambaran tentang keadaan hutan rakyat tersebut, sehingga
dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk kepentingan pengelolaan pengusahaan hutan
rakyat pada periode selanjutnya.
21
Prosiding Seminar Hasil Penelitian BPK Palembang
A. Lokasi Penelitian
Kegiatan penelitian dilaksanakan di Kecamatan Jarai Kabupaten Lahat, Kecamatan Ulu
Musi dan Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Empat Lawang.
B. Metode
Metode yang digunakan adalah observasi secara umum di lapangan dan wawancara
mendalam. Beberapa aspek yang dikaji antara lain pola tanaman hutan rakyat, jenis penyusun
hutan rakyat dan pengelolaan hutan rakyat.
Jenis tanaman penyusun hutan rakyat diketahui dengan pengambilan sampel yang
dilakukan dengan cara acak sederhana (simple random sampling). Jumlah Plot yang diambil
pada tiap-tiap pola agroforestri tergantung pada kondisi lahan dan tanamannya. Apabila
distribusi tanamannya seragam diambil 2 plot secara acak. Sedangkan apabila tanamannya
tidak seragam maka plot yang diambil sebanyak 4 plot. Ukuran plot yang diambil adalah 5 m x
10 m ( Wezel and Ohl, 2005).
Struktur dan komposisi pola agroforestri yang ditemui diketahui dengan menggunakan
analisis data indeks similaritas (Muller-Dombois and Ellenberg, 1974 dalam Wezel and Ohl,
2005).
2A
IS : x100%
(B C)
IS : Indeks similaritas
A : Jumlah spesies yang umum pada kedua lokasi yang dibandingkan
B : Jumlah Total Species di Lokasi Pertama
C : Jumlah total species di lokasi kedua
Rumus- rumus Indeks Nilai Penting (INP) = KR + DR + FR
Sedangkan untuk mengetahui pola pengelolaan dilakukan wawancara mendalam
dengan pemilik lahan yang dijadikan objek kajian.
22
Aspek Sosial, Ekonomi dan Kebijakan
23
Prosiding Seminar Hasil Penelitian BPK Palembang
Pada pola ini, tanaman karet difungsikan sebagai tanaman pelindung untuk kopi. Karet
dengan jumlah pohon yang relatif sedikit mempunyai INP 85,82%, nilai ini lebih rendah
dibandingkan tanaman pokok, yaitu kopi sebesar 214,18%.
3. Pola Baris (alternate row)
Pola baris adalah suatu bentuk penyusunan pola tanam dimana setiap satu baris
tanaman kehutanan diselingi dengan tanaman perkebunan/kehutanan secara bergantian. Jenis
tanaman perkebunan yang terdapat pada pola ini adalah kopi dengan jarak tanam 1,5 x 1,5 m
yang dijadikan sebagai tanaman pokok, sedangkan tanaman kehutanan yang dijadikan tanaman
selingan adalah bambang lanang dengan jarak tanam 5 x 7 m. Jenis-jenis penyusun hutan rakyat
pola baris disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Jenis-jenis penyusun hutan rakyat Pola Baris
Jenis K KR F FR D DR INP (%)
2
(tan/ha) (%) (%) (m /ha) (%)
1. Kopi 3800 90,5 1 50 56 180,3 158,8
2. Bambang 400 9,5 1 50 250 81,7 141,2
Dari komposisi tersebut dapat dihitung tingkat dominasi dari setiap jenis. Kopi
merupakan tanaman pokok yang mempunyai INP cukup besar, yaitu 158,8%. Sedangkan
tanaman kehutanan bambang lanang mempunyai INP 141,2%.
4. Pola Random mixer (acak)
Pola acak merupakan kombinasi antara tanaman pertanian/perkebunan dan tanaman
kehutanan dan ditanam secara tidak teratur dengan jenis yang bermacam-macam. Penempatan
tanaman berkayu pada suatu lahan terlihat tidak sistematis. Tanaman kehutanan yang terdapat
pada pola tanam acak adalah surian, merambung, bambang lanang dan kemlanding. Sedangkan
tanaman perkebunan yang terdapat pada pola ini adalah kopi, karet, dan sahang. Jenis-jenis
penyusun hutan rakyat pola acak disajikan pada Tabel 5.
Sebaran INP dari masing-masing jenis sangat beragam, dimana untuk tanaman
perkebunan INP tertinggi ada pada tanaman karet, yaitu 107,34%, sedangkan untuk tanaman
kehutanan ada pada tanaman merambung, yaitu 35,06%. Dari data tersebut dapat diketahui
bahwa tanaman perkebunan yang dominan dibudidayakan adalah karet, sedangkan tanaman
kehutanannya adalah merambung.
Tabel 5. Jenis-jenis penyusun hutan rakyat Pola Acak
Jenis K KR F FR D DR (%) INP (%)
3
(tan/ha) (%) (%) (m /ha)
1. Kopi 1250 31,65 1 20 20,81 8,06 59,71
2. Karet 1550 39,24 1 20 124,11 48,10 107,34
3. Kemlanding 350 8,86 0,75 15 15,87 6,15 30,01
4. Sahang 500 12,66 1 20 0 0 32,66
5. Surian 50 1,27 0,25 5 7,50 2,91 9,18
6. Merambung 100 2,53 0,5 10 58,13 22,53 35,06
7. Bambang 150 3,8 0,5 10 31,61 12,25 26,05
5. Pola Murni
Pola tanam murni merupakan pola dimana tanaman kehutanan ditanam murni tidak
dicampur dengan tanaman lain. Jenis tanamannya adalah Bambang Lanang dengan jarak tanam
5 x 7 m. Sehingga jumlah tanaman per hektar adalah 1.050 tanaman dan INP nya adalah 81,87.
24
Aspek Sosial, Ekonomi dan Kebijakan
VI. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Secara umum ada 2 pola hutan rakyat di Kabupaten Lahat, yaitu Pola Murni dan Pola
Campuran yang terdiri dari pola lorong (alley croping), pola pohon pembatas (trees along
border), pola baris (alternate row), dan pola acak (Random mixer).
2. Antar pola hutan rakyat mempunyai kesamaan jenis yang hampir sama, dengan Indeks
Similaritas (IS) antara 40-60%.
25
Prosiding Seminar Hasil Penelitian BPK Palembang
3. Pola hutan rakyat murni dikembangkan oleh masyarakat yang mempunyai lahan relatif luas
dan pertanian tidak sebagai sumber utama penghasilan sedangkan pola campuran
dikembangkan oleh masyarakat yang lahannya relatif sempit dan penghasilan utamanya
dari pertanian.
DAFTAR PUSTAKA
Bapedalda Kabupaten Lahat. 2002. Desain Pemanfaatan Lahan Kritis untuk Meningkatkan Daya
Dukung Tanah terhadap Kerusakan Lingkungan Kabupaten Lahat. Lahat.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Sumatera Selatan. 2004. Profil Provinsi
Sumatera Selatan. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Sumatera
Selatan. Palembang.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Empat Lawang. Empat Lawang dalam Angka 2011.
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.
Suharjito, D. dan D. Darusman (eds) 1998. Kehutanan Masyarakat Beragam Pola Partisipasi
Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan. Program Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan Masyarakat (P3KM). Institut Pertanian Bogor.
Wezel, A. J. Ohl. 2005. Does remotness from urban centres influence plant diversity in
homegardens and swidden fields?: A case study from the Matsiguenka in the
Amazonian rain forest of Peru. Agroforestri System 65:241-251
26