Anda di halaman 1dari 8

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/323393200

KARAKTERISTIK PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN LAHAT DAN


KABUPATEN EMPAT LAWANG, SUMATERA SELATAN

Conference Paper · October 2013

CITATIONS READS

0 301

2 authors:

Efendi Agus Waluyo Sri Lestari


Forestry Research and Development Agency Forestry Research and Development Agency
33 PUBLICATIONS   20 CITATIONS    23 PUBLICATIONS   33 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Traditional Medicine View project

Water Management View project

All content following this page was uploaded by Efendi Agus Waluyo on 26 February 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


ISBN: 978 - 602 - 98588 - 2 - 2

Prosiding

Seminar Hasil Penelitian


Balai Penelitian Kehutanan

Integrasi IPTEK dalam Kebijakan


dan Pengelolaan Hutan Tanaman
di Sumatera Bagian Selatan

Palembang, 2 Oktober 2013

KEMENTERIAN KEHUTANAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN
2013
Aspek Sosial, Ekonomi dan Kebijakan

KARAKTERISTIK PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT


DI KABUPATEN LAHAT DAN KABUPATEN EMPAT LAWANG, SUMATERA SELATAN

Efendi Agus Waluyo dan Sri Lestari


Peneliti pada Balai Penelitian Kehutanan Palembang

ABSTRAK

Hutan rakyat merupakan hutan yang dibudidayakan pada lahan pribadi yang berisi berbagai
tanaman. Di Kabupaten Lahat dan Empat Lawang Kabupaten, hutan rakyat telah dikembangkan
oleh masyarakat baik secara mandiri atau dengan program pemerintah. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui karakteristik dan pengelolaan hutan rakyat di kedua kabupaten.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum ada dua pola hutan rakyat yaitu monokultur
dan agroforestri. Monokultur sebagian besar dikembangkan oleh masyarakat yang tidak
bergantung pada pertanian sebagai pekerjaan utama, sedangkan agroforestri adalah
sebaliknya. Pola-pola ini memiliki indeks kesamaan antara 40-60%.
Kata kunci: hutan rakyat, pengelolaan, indeks kesamaan

I. PENDAHULUAN

Hutan rakyat merupakan salah satu solusi untuk mengatasi beberapa permasalahan
kehutanan. Kebutuhan masyarakat akan bahan baku kayu yang semakin meningkat sedangkan
kemampuan hutan alam dan hutan tanaman untuk memenuhinya semakin menurun dapat
dipenuhi dengan kayu hasil dari hutan rakyat. Hutan rakyat mempunyai peran cukup penting
dalam meningkatkan pendapatan masyarakat, juga dalam menjerap karbon sehingga dapat
mengurangi besarnya emisi karbon di alam.
Secara formal pengertian hutan rakyat adalah hutan yang dibangun di atas tanah milik
(Suharjito dan Darusman, 1998). Berdasarkan jenis tanaman penyusunnya, secara umum hutan
rakyat terbagi menjadi 2 bentuk yaitu murni dan campuran. Hutan rakyat murni apabila
tanaman yang ditanam hanya tanaman kehutanan tanpa dicampur dengan tanaman lain.
Sedangkan hutan rakyat campuran apabila tanaman kehutanan dicampur dengan tanaman
pertanian maupun perkebunan. Hutan rakyat campuran termasuk pola agroforestri, yaitu
sistem pengelolaan lahan yang menggabungkan bidang pertanian dan kehutanan.
Hutan rakyat di Kabupaten Lahat telah lama berkembang, baik secara swadaya maupun
melalui program bantuan pemerintah setempat. Jenis tanaman kayu yang dibudidayakan oleh
masyarakat antara lain kayu bambang, karena tanaman jenis ini berbatang lurus dan dapat
dipanen pada umur 15 – 20 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan
pola pengusahaan hutan rakyat di Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan. Diharapkan
hasil penelitian ini memberikan gambaran tentang keadaan hutan rakyat tersebut, sehingga
dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk kepentingan pengelolaan pengusahaan hutan
rakyat pada periode selanjutnya.

21
Prosiding Seminar Hasil Penelitian BPK Palembang

II. METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian
Kegiatan penelitian dilaksanakan di Kecamatan Jarai Kabupaten Lahat, Kecamatan Ulu
Musi dan Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Empat Lawang.

B. Metode
Metode yang digunakan adalah observasi secara umum di lapangan dan wawancara
mendalam. Beberapa aspek yang dikaji antara lain pola tanaman hutan rakyat, jenis penyusun
hutan rakyat dan pengelolaan hutan rakyat.
Jenis tanaman penyusun hutan rakyat diketahui dengan pengambilan sampel yang
dilakukan dengan cara acak sederhana (simple random sampling). Jumlah Plot yang diambil
pada tiap-tiap pola agroforestri tergantung pada kondisi lahan dan tanamannya. Apabila
distribusi tanamannya seragam diambil 2 plot secara acak. Sedangkan apabila tanamannya
tidak seragam maka plot yang diambil sebanyak 4 plot. Ukuran plot yang diambil adalah 5 m x
10 m ( Wezel and Ohl, 2005).
Struktur dan komposisi pola agroforestri yang ditemui diketahui dengan menggunakan
analisis data indeks similaritas (Muller-Dombois and Ellenberg, 1974 dalam Wezel and Ohl,
2005).
2A
IS : x100%
(B  C)
IS : Indeks similaritas
A : Jumlah spesies yang umum pada kedua lokasi yang dibandingkan
B : Jumlah Total Species di Lokasi Pertama
C : Jumlah total species di lokasi kedua
Rumus- rumus Indeks Nilai Penting (INP) = KR + DR + FR
Sedangkan untuk mengetahui pola pengelolaan dilakukan wawancara mendalam
dengan pemilik lahan yang dijadikan objek kajian.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pola Pengusahaan Hutan Rakyat


Berdasarkan hasil observasi di lapangan dapat diketahui beberapa pola agroforestri
tradisional yang telah dikembangkan oleh masyarakat, yaitu:
1. Pola alley croping (lorong)
Pola Lorong merupakan kombinasi dimana minimal dua tanaman pertanian/kehutanan
ditanam secara berselang-seling. Kelebihan dari pola ini adalah masyarakat dapat
membudidayakan berbagai jenis tanaman di suatu lahan dengan pola yang teratur. Sehingga
masyarakat mempunyai harapan hasil yang lebih banyak dan lebih beraneka komoditi. Pada
umumnya pola ini dikembangkan oleh masyarakat yang mempunyai lahan relatif sempit tetapi
mempunyai keinginan untuk menanam banyak jenis tanaman. Pola tanam ini terdapat di dua
lokasi di Tanjung Sirih, yaitu: lokasi pertama dengan jenis tanaman antara lain kopi arabika,
bambang lanang, karet, kayu manis, dan kopi robusta; lokasi kedua dengan jenis tanaman
antara lain jengkol, kopi arabika dan kopi robusta. Jenis-jenis penyusun hutan rakyat pola
lorong pada lokasi pertama disajikan pada Tabel 1.

22
Aspek Sosial, Ekonomi dan Kebijakan

Tabel 1. Jenis-jenis penyusun hutan rakyat Pola Lorong lokasi pertama


Jenis K KR F FR D DR INP
(tan/ha) (%) (%) (m2/ha) (%)
1. Kopi Arabika 2400 68,57 1 25 33 47,14 140,71
2. Bambang 200 5,7 1 25 11 15,71 46,28
3. Karet 400 11,43 1 25 16 23,86 60,29
4. Kayu Manis 200 5,7 0,5 12,5 1 1,43 19,63
5. Kopi Robusta 300 8,57 0,5 12,5 9 12,85 33,92
Pada lokasi ini jenis tanaman pokoknya adalah tanaman perkebunan, yaitu kopi arabika
dengan INP 140,71%. Sedangkan tanaman pengisinya yang juga berfungsi sebagai tanaman
pelindung adalah tanaman kehutanan bambang lanang dengan INP 46,28%. Beragamnya
tanaman yang ditanam diharapkan dapat memberikan manfaat yang lebih besar dari pada
tanaman yang seragam, selain itu juga berfungsi sebagai percobaan. Karena pemilik lahan ini
adalah seseorang yang dianggap sukses dalam berkebun dan selalu mencoba dengan tanaman-
tanaman yang baru di desa tersebut.
Jenis tanaman pelindung pada lokasi kedua berbeda dengan lokasi pertama, dimana
pada lokasi kedua ini yang dijadikan sebagai tanaman pelindung bagi tanaman kopi adalah
jering (jengkol). Dipilihnya tanaman ini dengan pertimbangan tidak mengganggu kopi dan
menghasilkan buah yang bisa dijual untuk kebutuhan sehari-hari. Jenis-jenis penyusunnya dan
hasil perhitungan INP-nya disajikan pada Tabel 2, dimana tanaman jengkol mendominasi
dengan INP terbesar, yaitu 121%.
Tabel 2. Jenis-jenis penyusun hutan rakyat Pola Lorong lokasi kedua
Jenis K KR F FR D DR INP
(tan/ha) (%) (%) (m2/ha) (%)
1. Jengkol 900 26,47 1 33,33 112 61,2 121
2. Kopi Arabika 1400 41,18 1 33,33 33 18,03 92,54
3. Kopi Robusta 1100 32,35 1 33,33 38 20,77 86,42

2. Pola Trees along border (pohon pembatas)


Pola tanaman pembatas merupakan pola penanaman dimana tanaman kehutanan
difungsikan sebagai border (tanaman sepanjang batas) dan tanaman pertanian/perkebunan
berada di tengah lahan. Jenis tanaman perkebunan yang ada yaitu kopi, dengan jarak tanam 1,5
x 1,5 m dan karet 5 x 7 m. Sedangkan tanaman kehutanan ditanam sebagai pagar dengan jarak
tanam 5 m antar tanaman. Jenis-jenis penyusun hutan rakyat pola tanaman pembatas disajikan
pada Tabel 3.
Tabel 3. Jenis-jenis penyusun hutan rakyat Pola Tanaman Pembatas
Jenis K KR F FR D DR INP
(tan/ha) (%) (%) (m2/ha) (%)
1. Kopi 3800 90,5 1 50 14 73,68 214,18
2. Karet 400 9,5 1 50 5 26,32 85,82
3. Bambang Lanang*
* Tanaman Kehutanan hanya sebagai tanaman pagar sehingga tidak dihitung INP nya

23
Prosiding Seminar Hasil Penelitian BPK Palembang

Pada pola ini, tanaman karet difungsikan sebagai tanaman pelindung untuk kopi. Karet
dengan jumlah pohon yang relatif sedikit mempunyai INP 85,82%, nilai ini lebih rendah
dibandingkan tanaman pokok, yaitu kopi sebesar 214,18%.
3. Pola Baris (alternate row)
Pola baris adalah suatu bentuk penyusunan pola tanam dimana setiap satu baris
tanaman kehutanan diselingi dengan tanaman perkebunan/kehutanan secara bergantian. Jenis
tanaman perkebunan yang terdapat pada pola ini adalah kopi dengan jarak tanam 1,5 x 1,5 m
yang dijadikan sebagai tanaman pokok, sedangkan tanaman kehutanan yang dijadikan tanaman
selingan adalah bambang lanang dengan jarak tanam 5 x 7 m. Jenis-jenis penyusun hutan rakyat
pola baris disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Jenis-jenis penyusun hutan rakyat Pola Baris
Jenis K KR F FR D DR INP (%)
2
(tan/ha) (%) (%) (m /ha) (%)
1. Kopi 3800 90,5 1 50 56 180,3 158,8
2. Bambang 400 9,5 1 50 250 81,7 141,2
Dari komposisi tersebut dapat dihitung tingkat dominasi dari setiap jenis. Kopi
merupakan tanaman pokok yang mempunyai INP cukup besar, yaitu 158,8%. Sedangkan
tanaman kehutanan bambang lanang mempunyai INP 141,2%.
4. Pola Random mixer (acak)
Pola acak merupakan kombinasi antara tanaman pertanian/perkebunan dan tanaman
kehutanan dan ditanam secara tidak teratur dengan jenis yang bermacam-macam. Penempatan
tanaman berkayu pada suatu lahan terlihat tidak sistematis. Tanaman kehutanan yang terdapat
pada pola tanam acak adalah surian, merambung, bambang lanang dan kemlanding. Sedangkan
tanaman perkebunan yang terdapat pada pola ini adalah kopi, karet, dan sahang. Jenis-jenis
penyusun hutan rakyat pola acak disajikan pada Tabel 5.
Sebaran INP dari masing-masing jenis sangat beragam, dimana untuk tanaman
perkebunan INP tertinggi ada pada tanaman karet, yaitu 107,34%, sedangkan untuk tanaman
kehutanan ada pada tanaman merambung, yaitu 35,06%. Dari data tersebut dapat diketahui
bahwa tanaman perkebunan yang dominan dibudidayakan adalah karet, sedangkan tanaman
kehutanannya adalah merambung.
Tabel 5. Jenis-jenis penyusun hutan rakyat Pola Acak
Jenis K KR F FR D DR (%) INP (%)
3
(tan/ha) (%) (%) (m /ha)
1. Kopi 1250 31,65 1 20 20,81 8,06 59,71
2. Karet 1550 39,24 1 20 124,11 48,10 107,34
3. Kemlanding 350 8,86 0,75 15 15,87 6,15 30,01
4. Sahang 500 12,66 1 20 0 0 32,66
5. Surian 50 1,27 0,25 5 7,50 2,91 9,18
6. Merambung 100 2,53 0,5 10 58,13 22,53 35,06
7. Bambang 150 3,8 0,5 10 31,61 12,25 26,05

5. Pola Murni
Pola tanam murni merupakan pola dimana tanaman kehutanan ditanam murni tidak
dicampur dengan tanaman lain. Jenis tanamannya adalah Bambang Lanang dengan jarak tanam
5 x 7 m. Sehingga jumlah tanaman per hektar adalah 1.050 tanaman dan INP nya adalah 81,87.

24
Aspek Sosial, Ekonomi dan Kebijakan

B. Kesamaan Komunitas Pola Hutan Rakyat


Kesamaan dua komunitas dapat diketahui melalui nilai Indeks Similaritas (IS) kedua
komunitas tersebut. Nilai indek kesamaan (Indeks similaritas) berkisar antara 0 - 100, bernilai 0
apabila kedua komunitas berbeda sekali jenis penyusunnya dan bernilai 100 apabila kedua
komunitas jenis penyusunnya identik/sama. Semakin besar nilai IS maka akan semakin besar
pula kesamaan jenis penyusun kedua komunitas tersebut dan semakin kecil IS maka akan
semakin kecil kesamaan jenis penyusun kedua komunitas tersebut (Indriyanto, 2006). Indeks
similaritas antar pola tanam disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Indeks Similaritas (IS) antar pola hutan rakyat
Pola Tanam IS (%)
Acak dan Lorong 44,44
Acak dan Baris 41,67
Acak dan Border 44,44
Baris dan Lorong 57,14
Baris dan Border 57,14
Border dan Lorong 50
Dari hasil perhitungan IS tersebut dapat diketahui bahwa antar pola mempunyai
kesamaan yang hampir sama, yaitu berkisar antara 40-60 %. Hal ini menunjukkan bahwa pada
daerah tersebut memang terdapat kesamaan jenis penyusunnya.

C. Pengelolaan Hutan Rakyat


Kondisi biofisik hutan rakyat berkaitan dengan pola pengelolaannya, dimana dengan
kondisi yang berbeda maka pola pengelolaannya juga berbeda. Masyarakat mengembangkan
hutan rakyat menurut kondisi lahan dan kemampuannya dalam pengelolaan. Masyarakat yang
mempunyai lahan relatif luas akan cenderung mengembangkan hutan rakyat murni tidak
dicampur dengan tanaman lain, karena mereka sudah mempunyai penghasilan dari sebagian
lahannya yang dimanfaatkan untuk tanaman pertanian atau perkebunan. Selain mempunyai
lahan yang relatif luas, masyarakat yang mempunyai pekerjaan selain petani (PNS, pejabat,
pengusaha, pensiunan, TNI) atau tempat tinggalnya jauh dari kebun, mereka cenderung
mengembangkan hutan rakyat murni. Hal ini disebabkan oleh adanya anggapan bahwa
tanaman kehutanan adalah sebagai investasi dan tidak memerlukan pengelolaan yang intensif,
sehingga hanya mengupah orang yang dipercaya di sekitar lahannya untuk mengawasi dan
hanya sesekali melihat kondisinya secara langsung.
Pola-pola campuran seperti baris, lorong, tanaman pembatas dan acak, cenderung
dilakukan oleh masyarakat yang mempunyai lahan relatif sempit dan dekat dengan pemukiman
mereka karena mereka masih menggantungkan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari pada
tanaman-tanaman pertanian maupun perkebunan tersebut.

VI. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Secara umum ada 2 pola hutan rakyat di Kabupaten Lahat, yaitu Pola Murni dan Pola
Campuran yang terdiri dari pola lorong (alley croping), pola pohon pembatas (trees along
border), pola baris (alternate row), dan pola acak (Random mixer).
2. Antar pola hutan rakyat mempunyai kesamaan jenis yang hampir sama, dengan Indeks
Similaritas (IS) antara 40-60%.
25
Prosiding Seminar Hasil Penelitian BPK Palembang

3. Pola hutan rakyat murni dikembangkan oleh masyarakat yang mempunyai lahan relatif luas
dan pertanian tidak sebagai sumber utama penghasilan sedangkan pola campuran
dikembangkan oleh masyarakat yang lahannya relatif sempit dan penghasilan utamanya
dari pertanian.

DAFTAR PUSTAKA

Bapedalda Kabupaten Lahat. 2002. Desain Pemanfaatan Lahan Kritis untuk Meningkatkan Daya
Dukung Tanah terhadap Kerusakan Lingkungan Kabupaten Lahat. Lahat.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Sumatera Selatan. 2004. Profil Provinsi
Sumatera Selatan. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Sumatera
Selatan. Palembang.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Empat Lawang. Empat Lawang dalam Angka 2011.
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.
Suharjito, D. dan D. Darusman (eds) 1998. Kehutanan Masyarakat Beragam Pola Partisipasi
Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan. Program Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan Masyarakat (P3KM). Institut Pertanian Bogor.
Wezel, A. J. Ohl. 2005. Does remotness from urban centres influence plant diversity in
homegardens and swidden fields?: A case study from the Matsiguenka in the
Amazonian rain forest of Peru. Agroforestri System 65:241-251

26

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai