Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK KECIL

BLOK 14 PEMULIHAN SISTEM STOMATOGNATI II


MODUL 3 PREVENTIVE DENTISTRY

Disusun oleh : Kelompok 1

Jihan Fadhilah 1710025001

M. Erwin Salim 1710025002

Meida Ratna Wijaya 1710025003

Ain Richlatul Azimah 1710025004

M. Fikri Fadhillah Pasya 1710025017

Chairil Azhar 1710025018

Ranya Olivia 1710025023

Ananda Putri Apriliyana 1710025033

Pangeran Muhammad Hairul A. 1710025034

Tsafira Alfaris 1710025039

Tutor :

drg. Cicih Bhakti Purnama Sari, M.Med.Ed

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
terselesaikannya laporan DKK (Diskusi Kelompok Kecil). Laporan ini dibuat
sesuai dengan gambaran jalannya proses DKK kami, lengkap dengan
pertanyaan- pertanyaan dan jawaban yang disepakati oleh kelompok kami.

Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah


membantu kami dalam proses pembuatan laporan DKK ini. Pertama, kami
berterima kasih kepada drg. Imran Irsal selaku tutor kami yang telah dengan
sabar menuntun kami selama proses DKK. Terima kasih pula kami ucapkan
atas kerja sama rekan sekelompok di Kelompok 1. Tidak lupa juga kami
berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam mencari
informasi maupun membuat laporan DKK.

Akhir kata, kami sadar bahwa kesempuranaan tidak ada pada manusia
oleh sebab itu, kami mohon kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan di
kemudian hari. Semoga laporan ini bermanfaat bagi pembaca, baik sebagai
referensi atau perkembangan pengetahuan.

Samarinda, 21 Oktober 2019

Hormat kami,

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ii
ABSTRAK............................................................................................................ iii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................................1
B. Tujuan.............................................................................................................. 1
C. Manfaat ...........................................................................................................1

BAB II
ISI
A. Skenario.......................................................................................................... .2
B. Identifikasi kata sulit........................................................................................3
C. Identifikasi masalah..........................................................................................3
D. Analisa Masalah...............................................................................................4
................................................................................................................................
E. Strukturisasi Konsep.........................................................................................5
................................................................................................................................
F. Learning Objective............................................................................................5
................................................................................................................................
G. Belajar Mandiri.................................................................................................5
................................................................................................................................
H. Sintesis.............................................................................................................5
................................................................................................................................

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.....................................................................................................16
B. Saran.............................................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17

ii
ABSTRAK
Sehat merupakan suatu kondisi yang ingin dimiliki oleh setiap individunya.
Sehat tidak hanya dalam keadaan fisik, namun juga sehat secara mental dan sehat
secara sosial. Tidak hanya meliputi kebebasan dari suatu penyakit, namun juga
sehat meliputi keadaan psikis dari seseorang. Sehat pada umumnya mempengaruhi
perilaku manusia, begitu pula sebaliknya, perilaku seseorang juga akan dapat
mempengaruhi kesehatan orang tersebut. Perilaku merupakan hal yang lumrah di
lakukan oleh seseorang baik yang secara sadar mau pun secara tidak sadar.
Perilaku seseorang dapat mempengaruhi keadaan kesehatan seseorang itu sendiri.
Perilaku yang baik dalam menjaga kesehatan dapat meningkatkan kualitas hidup
seseorang menjadi lebih baik dan lebih sejahtera. Salah satunya adalah dengan
melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat. Perilaku hidup bersih dan sehat
seseorang dapat dipengaruhi beberapa faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi
adalah faktor pengetahuan. Menurut beberapa penelitian, jika pengetahuan
seseorang baik, maka perilaku hidup bersih dan sehatnya juga akan menjadi baik,
dan akan berdampak baik pula untuk kehidupannya.

Kata kunci: perilaku, perilaku kesehatan, sehat

ABSTRACT

Health is what everyones’s want. Health is not only about physical, but also
mental healthy and social healthy. Not only being free of any deseases, but health is
including psychological condition of someone. Generally, health affetcs human
behavior, so do behavior, it affects the individual’s health. Behavior is something that
is usually done by someone who is consicious or unconsicious. Human’s behavior
can affect the healthy state it self. Good behavior in keeping the health can increase
the quality of someone’s life being better and more prosperous. For example by
doing some sanitary activities and keeping healthy life. Sanitary behavior and
healthy life is effected by some factors. One of the factors that effect is knowledge.
Beside on many resource that have been done, if someone’s knowledge is good,
then the sanitary behavior and healthy life will be good too, and it will give the good
effect for someone’s life.

Keywords: behavior, health, healthy behavior

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang
mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,
menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari
uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah
semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun
yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).      
Respondent respon atau reflexsive, yakni respon yang ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini
disebut electing stimulation karena menimbulkan respon – respon yang relative
tetap.
Operant respon atau instrumental respon, yakni respon yang timbul dan
berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.
Perangsang ini disebut reinforcing stimulationatau reinforce, karena memperkuat
respon. Misalnya apabila seorang petugas kesehatan melaksanakan tugasnya
dengan baik (respon terhadap uraian tugasnya atau job skripsi) kemudian
memperoleh penghargaan dari atasannya (stimulus baru), maka petugas
kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya.

B. Tujuan
Setelah melewati modul ini mahasiswa di harapkan agar memahami
pengetahuan tentang teori perilaku kesehatan, faktor yang mempengaruhi perilaku
kesehatan, upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan, serta hambatan yang
mempengaruhi upaya tersebut.

C. Manfaat
Agar mahasiswa dapat mengetahui lebih dalam tentang preventive dentistry.

1
BAB II
ISI
Skenario

Menkes Soroti Faktor Perilaku, Lingkungan dan Budaya dalam Pecahkan Masalah
Kesehatan

Dipublikasikan Pada : Selasa, 06 Maret 2018 00:00:00, Dibaca : 10.040


KaliTangerang, 6 Maret 2018

Perilaku merupakan faktor yang memegang peranan hampir 60% dalam determinan
kesehatan, di samping faktor lingkungan. Namun, tidak hanya itu, berbicara perilaku
akan sangat erat kaitannya dengan faktor budaya masyarakat.

Contoh lain dari budaya di suatu daerah yang mempengaruhi pola perilaku
masyarakat yang berdampak pada kesehatan yakni kebiasaan mengunyah makanan
dengan tujuan untuk melumatkan dan diberikan kepada bayi. Hal ini dapat membawa
risiko besar bagi bayi. Keadaan tersebut merupakan aplikasi dari salah satu teori
social learning dalam ilmu perilaku. Selain teori tersebut, masih banyak teori-teori
perilaku lainnya yang berhubungan danlam usaha peningkatan kesehatan
masyarakat maupun individu.

Dijelaskan oleh Kepala Badan Litbangkes Kemenkes., Dr. Siswanto, MPH, bahwa
berdasarkan Studi Etnografis di sekitar 50 Suku Etnis di Indonesia yang dilakukan
Kemenkes secara umum menemukan pola pengambilan keputusan terkait pola
menjaga kesehatan dalam keluarga diperankan oleh anggota keluarga yang senior.
Hal ini perlu menjadi perhatian supaya kebiasaan yang tertanam adalah yang
mendukung peningkatan kesehatan, sehingga dimasukkan beberapa perubahan
menuju peningkatan dan perbaikan perilaku sejak dini melalui program POSYANDU
dan program terkait UKGMD. Ditambahkan oleh Direktur Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit, dr. Anung Sugihantono, M.Kes, bahwa faktor budaya dan
perilaku sangat erat kaitannya dengan persoalan kesehatan. Tidak hanya menjadi
hambatan (tantangan) bagi kesehatan sebenanrnya, budaya dan perilaku juga bisa
menjadi faktor pendukung.

Ditegaskan oleh Anung, bahwa mengubah budaya masyarakat yang kurang sesuai
dengan perinsip kesehatan bukanlah perkara yang mudah. Namun perubahan itu

2
perlu dimulai dan terus dilakukan, agar secara perlahan terbentuk sebuah kesadaran
dan diharapkan menjadi kebiasaan.

Untuk mencapai sasaran dengan tepat, praktisi kesehatan perlu berbagai teori
perilaku dan kaitannya dengan pembentukan kebiasaan baik individu maupun
masyarakat, sehingga diharapkan dapat mempengaruhi perubahan perilaku menjaga
kesehatan sejak dini.

Diadaptasi dari www.depkes.go.id

A. Identifikasi Istilah
1. Determinan = Faktor yang menentukan
2. UKGMD = Upaya Kesehatan Gigi Masyarakat Desa merupakan suatu
pendekatan edukatif yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan
peran serta masyarakat dalam pemeliharaan kesehatan gigi.
3. Pola perilaku = Bentuk perbuatan-perbuatan yang menghasilkan suatu
kebiasaan.
4. Budaya = Suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi
5. Etnografis = Suatu bidang penelitian ilmiah yang sering digunakan dalam
ilmu sosial, terutama dalam antropologi dan beberapa cabang sosiologi.
6. Posyandu = Kegiatan kesehatan dasar yang diselenggarakan dari, oleh dan
untuk masyarakat yang dibantu oleh petugas kesehatan.
Jadi, Posyandu merupakan kegiatan swadaya dari masyarakat di bidang
kesehatan dengan penanggung jawab kepala desa.
7. Teori social learning = Suatu proses tingkah laku dimana kita mengamati,
bahkan meniru suatu pola perilaku orang lain (masyarakat) yang awalnya
tidak tahu menjadi tahu.
8. Litbangkes = Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan atau Badan
Litbangkes adalah unsur pendukung di Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri
Kesehatan. Badan Litbangkes yang mempunyai tugas melaksanakan
penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan.

3
B. Identifikasi Masalah
1. Teori apa saja yang berhubungan dengan usaha peningkatan kesehatan
masyarakat maupun individu?
2. Mengapa budaya termasuk dalam hal yang mempengaruhi kesehatan?
3. Faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku sehat?
4. Apa hubungan teori perilaku dengan pembentukan kebiasaan individu?
5. Apa saja program UKGMD?
6. Apa saja program Posyandu?
7. Apa saja factor hambatan yang dapat mempengaruhi kesehatan?
8. Mengapa anggota keluarga senior yang mempengaruhi kesehatan di
sebuah keluarga?
9. Apa saja upaya yang dapat mengubah perilaku masyarakat dalam bidang
kesehatan?
10. Siapa saja sasaran dari perubahan perilaku hidup sehat?
C. Analisa Masalah
1. a. Teori Social Learning
Mengamati, melihat, dan mencontoh dari lingkungan sekitar. Teori ini dapat
menjadi penghambat atau pendukung.
b. Teori Struktural Learning
Seseorang mempelajari terlebih dahulu apa yang akan dilakukannya.
2. Budaya mempengaruhi perilaku masyarakat sehingga mempengaruhi perila
kunya terhadap kesehatan. Contoh= menggunakan sirih dapat mengakibatk
an gigi berubah warna, kerusakan epitel rongga mulut, dan tekanan darah
meningkat.
3. Ada 4 faktor yang mempengaruhi, yaitu: Lingkungan, gaya hidup, pelayana
n kesehatan, dan genetic/ keturunan.
4. Jika seseorang memiliki pengetahuan maka dianakan lebih mudah memeri
ma pendapat atatupun masukan dan dapat menentukan sikap yang diambil
sehingga mengarah ke perilaku hidup sehat.
5. UKGMD dilaksanakan di tingkat desa. Upaya pencehagan yang dilakukan t
erdiri dari pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersi
er.
6. Program posyandu dibagi menjadi dua, yaitu program utama dan program p
engembangan.
7. Faktor yang menghambat antara lain: gaya hidup, geografis, ekonomi, lingk
ungan sosial, pelayanan kesehatan yang tidak memadai, budaya, pendidika
n rendah, dan trauma.

4
8. Karena anggota keluarga senior yang akan dicontoh dan memberi contoh di
dalam suatu keluarga. Proses pembelajarn paling awal berada di keluarga d
an kemudian akan diterapkan di kehidupan sehari-hari.
9. Upaya mengubah perilaku masyarakat dalam hal kesehatan antara lain den
gan memberikan edukasi mengenai efek yang dapat terjadi jika seseorang ti
dak berperilaku hidup sehat, contohnya melakukan penyuluhan.
10. Semua tingkatan masyarakat, mulai dari balita hingga lansia.

D. Strukturisasi Konsep

A.

Perilaku
Kesehatan

Teori Perilaku Kesehatan Faktor yang Mempengaruhi Derajat Kesehatan

Pendukung Penghambat

Upaya Peningkatan
Kualitas Kesehatan

E. Learning objective
Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai:
1. Teori perilaku kesehatan
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat
3. Upaya peningkatan kualitas kesehatan
4. Hambatan upaya peningkatan kualitas kesehatan
F. Belajar Mandiri
Masing-masing anggota belajar secara mandiri dengan tujuan belajar yang t
elah dirumuskan pada LO untuk mengetahui lebih dalam terhadap materi yang a
kan dibahas pada diskusi kempok kecil (DKK) selanjutnya.
G. Sintesis
1. Teori perilaku kesehatan
A. Menurut who

5
Teori perilaku menurut badan kesehatan dunia {WHO}, bahwa
seseorang berperilaku, karena adanya 4 alasan pokok (determinan),
yaitu:

1. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling)

2. Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang


dipercayai (personal reference)

3. Sumber daya (resource)yang tersedia merupakan pendukung untuk


terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat

4. Sosio budaya (culture) setempat biasanya sangat berpengaruh


terhadap terbentuknya perilaku seseorang.

B. Teori Snehandu B.Kar

Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik tolak


bahwa perilaku merupakan fungsi dari:

1. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau


perawatan kesehatannya (Behaviour intention ).

2. Dukungan sosial dari masyrakat sekitarnya ( Social-support).

3. Ada atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas


kesehatan (Accessebility of information).

4. Otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan


atau keputusan (Personal autonomy).

5. Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak


bertindak( action situation).

Penelitian-penelitian dan teori-teori yang dikembangkan oleh para


antropolog seperti perilaku sehat ( health behavior ), perilaku sakit
(illness behavior) perbedaan antara illness dan disease, model
penjelasan penyakit (explanatory model ), peran dan karir seorang yang
sakit (sick role), interaksi dokter- perawat, dokter-pasien, perawat-
pasien, penyakit dilihat dari sudut pasien, membuka mata para dokter
bahwa kebenaran ilmu kedokteran modern tidak lagi dapat dianggap
kebenaran absolut dalam proses penyembuhan.

6
Perilaku sakit diartikan sebagai segala bentuk tindakan yang
dilakukan oleh individu yang sedang sakit agar memperoleh
kesembuhan, sedangkan perilaku sehat adalah tindakan yang
dilakukan individu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya,
termasuk pencegahan penyakit, perawatan kebersihan diri, penjagaan
kebugaran melalui olah raga dan makanan bergizi.

Perilaku sehat diperlihatkan oleh individu yang merasa dirinya


sehat meskipun secara medis belum tentu mereka betul-betul sehat.
Sesuai dengan persepsi tentang sakit dan penyakit maka perilaku sakit
dan perilaku sehat pun subyektif sifatnya. Persepsi masyarakat tentang
sehat-sakit ini sangatlah dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa lalu
di samping unsur sosial budaya. Sebaliknya petugas kesehatan
berusaha sedapat mungkin menerapkan kreteria medis yang obyektif
berdasarkan gejala yang tampak guna mendiagnosis kondisi fisik
individu.

C. Teori Health Belief Model

Health Belief Model pertama dikembangkan pada tahun 1950-an


oleh sekelompok psikolog sosial pada US Public Health Service untuk
menjelaskan kegagalan orang berpartisipasi dalam program
pencegahan atau pendeteksian penyakit. Kemudian model tersebut
diperluas agar dapat diterapkan pada respons orang terhadap gejala
dan perilakunya dalam respons pada diagnosis penyakit, khususnya
kepatuhan pada regimen medis. Meskipun model tersebut lambat laun
berkembang dalam respons terhadap masalah program praktis,
diberikan dasar teori psikologi sebagai bantuan untuk memahami
sebab serta kekuatan dan kelemahannya(Bandura, 1994;Glanz, 2008).

a. Pengertian

Teori perilaku model The Health Belief biasa digunakan dalam


menjelaskan perubahan perilaku kesehatan di masyarakat. Beberapa
hal yang dikembangkan dalam model The health belief antara lain teori
adopsi tindakan (action). Teori ini menekankan pada sikap dan
kepercayaan individu dalam berperilaku khususnya perilaku kesehatan.
Kepercayaan dan persepsi individu terhadap sesuatu menumbuhkan
rencana tindakan dalam diri individu.Teori pererilaku ini lebih
menekankan pada aspek keyakinan dan persepsi individu. Adanya

7
persepsi yang baik atau tidak baik dapat berasal dari pengetahuan,
pengalaman, informasi yang diperoleh individu yang bersangkutan
sehingga terjadi tindakan dalam memandang sesuatu(Bandura,
1994;Glanz, 2008).

Teori perubahan perilaku kesehatan yang dikembangkan


meletakan adanya keyakinan/persepsi individu terhadap tindakan
medis/kesehatan yang telah didapatkan. Adanya pengalaman
pengobatan dalam diri individu maupun pengalaman orang lain
menumbuhkan persepsi tentang kesehatan. Adanya kepercayaan yang
ada menyebabkan individu mengikuti perilaku sesuai kepercayaan
yang diyakini. Kepercayaan yang dibangun dalam model perilaku
kesehatan dipandang dari 2 aspek penting yaitu adanya pengalaman
dalam diri individu atas adanya pengobatan dan keyakinan pada
individu tentang perilaku sehat.Teori perubahan perilaku

The Belief Model menekankan pada persepsi yang kuat dan


dugaan yang kuat dari adanya dampak penyakit terhadap pengobatan.
Hampir serupa dengan persepsi manfaat dan persepsi kerugian dari
perilaku kesehatan yang efektif (Bandura, 1994;Glanz, 2008).

Health Belief Model, Proses kognitif adalah memfokuskan pada


proses-proses mental dan pengaruhnya pada kesehatan mental dan
tingkah laku. Teori kognitif menekan peran hipotesis atau harapan
subyektif yang dipegang. Dalam perspektif ini, perilaku merupakan
fungsi nilai subyektif hasil dan probabilitas atau harapan subyektif
bahwa tindakan tertentu akan mendapatkan hasil tertentu. Rumusan
tersebut umumnya disebut teori nilai harapan (value expentancy).
Proses mental seperti berpikir, menalar, berhipotesis atau berharap
merupakan komponen kritis dari semua teori kognisi. Teoritis kognitif
bersama dengan ahli perilaku percaya bahwa penguatan, atau
konsekuensi perilaku adalah penting. Namun pada teori kognisi
penguatan bekerja dengan mempengaruhi harapan atau hipotesis,
menurut situasinya, tidak dengan mempengaruhi perilaku secara
langsung (Bandura, 1989; Glanz, 2008).

Health Belief Model merupakan teori nilai harapan, konsep nilai


harapan dalam konteks perilaku terkait kesehatan, maka konsep
tersebut berubah menjadi (1) keinginan untuk menghindarkan penyakit

8
atau menjadi sehat (nilai) dan (2) keyakinan bahwa tindakan sehat
tertentu yang bisa dilakukan akan mencegah atau mengurangi sakit.
Harapan ini selanjutnya dijelaskan berkenaan dengan perkiraan
individu tentang kerentanan pribadi terhadap penyakit dan berat
penyakit serta kemungkinan kemampuan untuk mereduksi ancaman
tersebut melalui tindakan pribadi. Health Belief Model dikembangkan
dari teori perilaku, yang antara lain berasumsi bahwa perilaku
seseorang tergantung pada (1) nilai yang diberikan individu pada suatu
tujuan dan (2) perkiraaan individu terhadap kemungkinan bahwa
perilakunya akan dapat mencapai tujuan tersebut (Bandura, 1989;
Glanz, 2008).

Lingkup dan aplikasi Health Belief Model pada perilaku


kesehatan, antara lain digunakan perilaku dalam upaya pencegahan
untuk tidak sakit, perilaku yang berkaitan dengan diagnsosis sakit dan
yang dapat berpengaruh terhadap keparahan sakit.

Konsep utama dari health belief model adalah perilaku sehat


ditentukan oleh kepercaaan individu atau presepsi tentang penyakit
dan sarana yang tersedia untuk menghindari terjadinya suatu penyakit.
Health belief model (HBM) pada awalnya dikembangkan pada tahun
1950an Oleh sekelompok psikolog sosial di Pelayanan Kesehatan
Masyarakat Amerika Serikat, dalam usaha untuk menjelaskan
kegagalan secara luas partisipasi masyarakat dalam program
pencegahan atau deteksi penyakit. Kemudian, model diperluas untuk
melihat respon masyarakat terhadap gejala-gejala penyakit dan
bagaimana perilaku mereka terhadap penyakit yang didiagnosa,
terutama berhubungan dengan pemenuhan penanganan medis. Oleh
karena itu, lebih dari tiga dekade, model ini telah menjadi salah satu
model yang paling berpengaruh dan secara luas menggunakan
pendekatan psikososial untuk menjelaskan hubungan antara perilaku
dengan kesehatan.

D. Theory Self efficacy

Self efficacy didefinisikan sebagai keyakinan individu tentang


kemampuannya untuk mencapai tingkat kinerja dengan menggunakan
pengalamannya terhadap peristiwa-peristiwa lampau yang
mempengaruhi kehidupannya. Tinggi rendahnya self efficacy seseorang

9
akan menentukan kemampuan seseorang untuk merasakan sesuatu,
berpikir, bermotivasi dan berperilaku yang sesuai (Bandura, 1997).

Kepercayaan seseorang tentang kemampuannya dapat


dikembangkan melalui empat sumber pengaruh utama.

Keyakinan seseorang tentang efikasi dapat dari empat sumber :

1) cara paling efektif menciptakan self efficacy yang kuat adalah melalui
pengalaman menguasai. Keberhasilan dengan cepat membangun
keyakinan seseorang akan kemampuannya, sedangkan kegagalan
akan meruntuhkannya, apalagi yang terjadi sebelum keyakinan akan
kemampuan itu dipegang kuat. Jika orang hanya mengalami
keberhasilan mudah, mereka menjadi gampang mengharapkan hasil
yang cepat dan mudah mundur karena gagal. Self efficacy yang kuat
memerlukan pengalaman dalam mengatasi berbagai masalah lewat
usaha keras.

2) Menciptakan dan memperkokoh keyakinan akan kemampuan diri


adalah melalui refleksi pengalaman dari model sosial. Melihat orang
yang sama dengan dirinya berhasil lewat kerja keras akan
membangkitkan keyakinan orang itu bahwa mereka juga memiliki
kemampuan yang sama untuk berhasil. Sebaliknya, mengamati
kegagalan orang lain meskipun sudah berusaha keras akan
menurunkan penilaian seseorang tersebut akan kemampuan diri dan
usahanya.

3) Persuasi sosial, memperkuat keyakinan seseorang bahwa mereka


memiliki modal untuk suskes. Orang yang dipersuasi secara verbal
bahwa mereka memiliki kemampuan untuk menguasai aktivitas yang
ada berkemungkinan ada berusaha lebih giat dan
mempertahankannya daripada jika mereka memiliki keraguan diri
dan tetap menganggap dirinya tidak mampu ketika timbul masalah.
Ketika dorongan persuasif dalam persepsi self efficacy mendorong
orang mencoba lebih keras agar berhasil, maka ia akan
meningkatkan ketrampilannya dan memiliki keyakinan akan
kemampuan pribadi. Membangun keyakinan tinggi akan kemampuan
pribadi dengan persuasi sosial saja akan lebih sulit daripada
meruntuhkannya. Dorongan kemampuan yang tidak realistis dengan
cepat akan dilemahkan oleh hasil usaha yang mengecewakan.

10
Seseorang yang dipersuasi bahwa mereka kurang mampu akan
cenderung menghindari aktivitas menantang yang memperkuat
potensialitas dan mudah menyerah dalam menghadapi kesulitan,
dengan membatasi aktivitas dan meruntuhkan motivasi,
ketidakyakinan akan kemampuan seseorang menciptakan validasi
perilakunya sendiri. Pembangunan efikasi yang berhasil tidak
sekedar memberikan penilaian positif. Di samping meningkatkan
keyakinan seseorang akan kemampuannya, mereka menstruktur
situasi dalam cara yang membawa keberhasilan dan menghindari
meletakkan seseorang dalam situasi secara prematur yang dapat
menyebabkan cepat gagal, keberhasilan diukur berdasarkan adanya
perbaikan diri, bukan keunggulan atas orang lain. Sebagian
mengandalkan keadaan somatik dan emosional mereka dalam
menilai kemampuannya. Mereka menafsirkan reaksi stres dan
ketegangan sebagai tanda kerentanan akan kinerja yang buruk.
Dalam aktivitas yang melibatkan kekuatan dan stamina, orang
menilai kelelahan, sakit dan nyeri sebagai tanda debilitas fisik.
Suasana hati (mood) juga mempengaruhi penilaian seseorang
terhadap kemampuan pribadinya. Mood yang positif meningkatkan
persepsi self efficacy, sedangkan suasana sedih akan
menurunkannya.

4) Mengubah keyakinan diri akan kemampuan adalah dengan


mengurangi reaksi stres serta mengubah keenderungan emosi
negatif dan misinterpretasi kondisi fisik. Hal yang penting bukanlah
intensitas reaksi emosi dan fisik, namun bagaimana hal tersebut
dipersepsi dan diinterpretasikan. Orang yang punya rasa
kemampuan tinggi cenderung melihat keadaan semangat afektif
mereka sebagai fasilitator kinerja, sedangkan mereka yang mudah
ragu diri menganggap semangat sebagai penghambat. Indikator
fisiologis efikasi berpengaruh pada fungsi kesehatan dan pada
aktivitas atletik serta aktivitas fisik lain. (Bandura, 1994 ; Glanz,
2002 ; Pajares, 2002).

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat

Menurut Green dalam buku Notoatmodjo (2003), menganalisis bahwa


perilaku manusia dari tingkatan kesehatan. Tingkat kesehatan seseorang

11
atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yakni faktor perilaku
(behaviour causer) dan faktor dari luar perilaku (non behaviour causer).
Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu :

1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam


pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan
sebagainya.

2. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam


lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau
sarana-sarana kesehatan misalnya Puskesmas, obat-obatan, alat-alat
kontrasepsi, jamban dan sebagainya.

3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam


sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang
merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Di simpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang


kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan
sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu
ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap
kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.
Menurut Leavel dan Clark yang disebut pencegahan adalah segala kegiatan
yang dilakukan baik langsung maupun tidak langsung untuk mencegah
suatu masalah kesehatan atau penyakit. Pencegahan berhubungan dengan
masalah kesehatan atau penyakit yang spesifik dan meliputi perilaku
menghindar (Notoatmodjo, 2007).

3. Upaya peningkatan kualitas kesehatan

Masalah Kesehatan Masyarakat adalah multikausal, maka


pemecahanya harus secara multidisiplin. Oleh karena itu, kesehatan
masyarakat sebagai seni atau prakteknya mempunyai bentangan yang luas.
Semua kegiatan baik langsung maupun tidak untuk mencegah penyakit
(preventif), meningkatkan kesehatan (promotif), terapi (terapi fisik, mental,
dan sosial) atau kuratif, maupun pemulihan (rehabilitatif) kesehatan (fisik,
mental, sosial) adalah upaya kesehatan masyarakat.

Secara garis besar, upaya-upaya yang dapat dikategorikan sebagai


seni atau penerapan ilmu kesehatan masyarakat antara lain sebagai berikut:

12
a. Pemberantasan penyakit, baik menular maupun tidak menular.

b. Perbaikan sanitasi lingkungan

c. Perbaikan lingkungan pemukiman

d. Pemberantasan Vektor

e. Pendidikan (penyuluhan) kesehatan masyarakat

f. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak

g. Pembinaan gizi masyarakat

h. Pengawasan Sanitasi Tempat-Tempat Umum

i. Pengawasan Obat dan Minuman

j. Pembinaan Peran Serta Masyarakat

4. Hambatan upaya peningkatan kualitas kesehatan

Dorongan terjadinya perubahan sosial senantiasa terdapat di dalam


setiap kehidupan, terutama ditunjang oleh keinginan untuk berubah. Adapun
faktor penghambat atau yang menghalangi terjadinya perubahan sosial
antara lain sebagai berikut.

1. Perkembangan Ilmu Pengetahuan yang Lambat


Latar belakang pendidikan masyarakat yang rendah menyebabkan
sempitnya pola pikir seorang individu. Akibatnya, masyarakat tidak
mengalami kemajuan. Perkembangan ilmu pengetahuan yang
terlambat disebabkan oleh masyarakat itu sendiri karena hidup dalam
keterasingan, merasa cukup dengan pengetahuan yang dimilikinya,
masyarakat tidak siap menerima perubahan.
2. Hubungan dengan Masyarakat Lain
Akibat kurangnya hubungan dengan masyarakat luar sehingga
informasi yang dapat menunjang pembangunan pada masyarakat tidak
dapat diterima dengan baik.
3. Sikap Masyarakat yang Tradisional, Mempertahankan Adat atau
Kebiasaan
Sikap masyarakat ini lebih memihak masa lampau karena masa
tersebut merupakan masa yang penuh kemudahan menurut beberapa
kelompok. Tradisi yang berlaku sebagai warisan masa lampau tidak

13
dapat diubah dan harus terus dilestarikan. Hal ini dapat menghambat
perubahan, terutama beberapa kelompok yang konservatif dan ingin
tetap bertahan dalam kepemimpinan masyarakat.
Adat atau keyakinan masyarakat terhadap norma-norma yang
berlaku turun-temurun merupakan pegangan hidup yang harus tetap
berlaku dan dijalankan. Kebiasaan- kebiasaan yang turun-temurun
merupakan suatu hal yang sulit diubah pada masyarakat. Masyarakat
sendiri tidak mau mengubahnya karena takut terjadi bencana atau
berkurangnya keberuntungan yang ada dalam kehidupan mereka.
Masyarakat yang memegang teguh adat istiadat lama umumnya hidup
dan bertahan pada masyarakat tradisional.
4. Kepentingan-kepentingan yang Tertanam Kuat atau Vested Interests
Setiap masyarakat memiliki stratifikasi sosial masing-masing yang
bergantung pada kedudukan seorang individu yang memiliki peranan
dan pengaruh dalam masyarakat. Orang yang berpengaruh akan
memiliki kedudukan tinggi. Agar kedudukannya tetap bertahan, setiap
perubahan yang masuk akan ditolaknya dengan berbagai alasan.
5. Hambatan yang Bersifat Ideologis
Setiap unsur perubahan yang berhubungan dengan kepercayaan
atau keyakinan masyarakat akan ditolak karena dianggap berlawanan
dengan ideologi mereka. Misalnya, masyarakat percaya bahwa
pembangunan sebuah jembatan harus diadakan selamatan terlebih
dahulu. Akan tetapi, perencana proyek pembangunan tidak percaya
akan hal tersebut sehingga perencana akan ditolak keberadaannya
oleh masyarakat.
6. Hakikat Hidup
Ada masyarakat yang memiliki keyakinan bahwa baik buruknya
kehidupan ini ada yang mengatur. Dorongan terjadinya perubahan dan
penghambat perubahan senantiasa ada di setiap masyarakat,
bergantung besar kecilnya kekuatan dalam menanggapi perubahan
tersebut. Apabila dorongan lebih kuat daripada hambatan perubahan
sosial akan terjadi. Namun, apabila hambatan lebih kuat daripada
dorongan, perubahan akan terhambat atau tidak terjadi.
Hakikat dan sifat manusia menurut kerangka analisis Kluckhon dan
Strodtbeck (1961), bahwa hidup itu buruk dan hidup itu baik. Hidup itu
buruk tetapi harus diperbaiki. (Sumber: Pengantar Sosiologi, 2001)

14
Menurut Taylor (1991), ada beberapa hambatan dalam promosi
kesehatan, yaitu :

1. Struktur dan sikap medical establishment


Hal ini lebih kepada sikap masyarakat yang lebih memilih
menyembuhkan daripada mencegah. Akibatnya upaya pendidikan,
pencegahan, promkes diabaikan.
2. Hambatan Individual
Berkaitan dengan kebiasaan dan persepsi risiko. Kebiasaan sejak
kecil sulit dirubah begitu juga persepsi.
3. Jaring Kooperasi dan Perencanaan yang Rumit
Mencakup perilaku riset dan praktisi yang berbeda, policy makers
(pembuat kebiasaan). Sebelum program dianggap efektif diperlukan
studi, perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan direncanakan lagi.

15
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan

Ada banyak teori yang menjelaskan mengenai perilaku kesehatan, seperti


teori menurut Lawrence Green dimana Green membedakan adanya dua
determinan masalah kesehatan tersebut, yakni behavioral factors (faktor
perilaku) dan non behavioral factors (faktor non perilaku). Faktor perilaku sendiri
ditentukan oleh 3 faktor utama ; pertama faktor predisposisi yaitu faktor yang
mempermudah terjadinya perilaku pada diri seseorang atau masyarakat yang
merupakan pengetahuan dan sikap terhadap apa yang akan dilakukan, kedua
faktor pemungkin (enabling factors) yang dapat berupa fasilitas, sarana dan
prasarana yang mendukung perilaku seseorang atau masyarakat, ketiga faktor
penguat (reinforcing factors) yang dapat berhubungan dengan tenaga medis
ataupun tokoh penting dilingkungan masyarakat tersebut.

Beberapa metode yanga dapat digunakan untuk promosi kesehatan


misalnya seperti metode promosi individual seperti melakukan bimbingan dan
penyuluhan, kemudian dapat pula dengan metode promosi kelompok, selain itu
juga dapat dengan metode promosi kesehatan massa.

B. Saran

Agar mempermudah dalam melakukan promosi kesehatan sebaiknya perlu


mengetahui terlebih dahulu faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku
seseorang dan metode promosi yang akan digunakan agar mempermudah
tenaga medis untuk melakukan pendekatan dan promosi kesehatan.
Daftar Pustaka

Dr. Irwan. 2017. etika dan perilaku kesehatan. cv absolute media:yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai