Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

PENGORGANISASIAN DAN MODEL KEMITRAAN DALAM


KOMUNITAS

DisusunUntukMemenuhiTugasProfesiNersAngkatan XV
DepartemenKeperawatanKominutas, Keluarga, Gerontik

Disusun Oleh :

RISNAWATI, S.Kep

NIM : 4012200021

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA PUTERABANJAR


PROGRAM STUDI NERS ANGKATAN KE-15
TAHUN AKADEMIK 2019-2020

Jl. MayjenLiliKusumah-Sumanding Wetan No. 33 Kota Banjar


Tlp (0265) 741100 Fax (0265) 744043
web: www.stikesbp.ac.id
LAPORAN PENDAHULUAN
PENGORGANISASIAN DAN MODEL KEMITRAAN DALAM
KOMUNITAS

A. DEFINISI
Pengorganisasian adalah keseluruhan pengelompokan orang-orang,
alat-alat, tugas-tugas, kewenangan dan tanggung jawab sedemikian rupa
sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu
kegiatan kesatuan yang telah ditetapkan. (Siagian,1983 dalam Juniati).
Sedangkan Szilagji (dalam Juniati) mengemukakan bahwa fungsi
pengorganisasian merupakan proses mencapai tujuan dengan koordinasi
kegiatan dan usaha, melalui penataan pola struktur, tugas, otoritas, tenaga
kerja dan komunikasi.

B. TUJUAN
Tujuan utama dari pengorganisasian komunitas dan adanya model
kemitraan dalam masyarakat adalah meningkatnya jumlah dan mutu kegiatan
masyarakat di bidang kesehatan yang secara operasional dapat dijabarkan
sebagai berikut :
1. Meningkatkan kemampuan pemimim (tokoh masyarakat) dalam merintis
dan menggerakkan upaya kesehatan di masyarakat.
2. Meningkatkan kemampuan organisasi masyarakat dalam
menyelenggarakan upaya kesehatan.
3. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengatasi masalah
kesehatan secara mandiri.
4. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengenali, menghimpun,
dan mengelola dana atau sarana masyarakat untuk upaya kesehatan.
Tujuan pengorganisasian masyarakat adalah mewujudkan suatu
perubahan sosial yang transformatif dengan berangkat dari apa yang dimiliki
oleh masyarakat yang bersangkutan. Untuk itu perlu dilakukan identifikasi
sumber daya dan infrastruktur yang ada serta menyusun sasaran agar
penyelesaian masalah atau pencapaian tujuan bisa dicapai.
C. TAHAPAN
Menurut Hartini (2003) tahapan pengorganisasian masyarakat adalah
sebagai berikut :
1. Melebur bersama masyarakat dengan membangun kontak person, menjalin
pertemanan, terlibat sebagai pendengar, terlibat aktif dalam diskusi dan
ikut bekerja sama.
2. Melakukan penyelidikan sosial dengan melakukan analisa sosial baik
makro maupun mikro (untuk mengidentifikasi faktor-faktor sistemik
dalam masyarakat yang secara konsisten mengakibatkan marjinalisasi
kelompok-kelompok tertentu dari akses terhadap sumber daya dan
manfaat) dan melakukan pendokumentasian.
3. Merancang kegiatan awal dengan merumuskan isu bersama, musyawarah,
mengidentifikasi masalah, dan potensi secara bersama.
4. Melaksanakan kegiatan yang sesuai dengan kesepakatan musyawarah.
5. Membentuk organisasi rakyat.

D. SASARAN
Sasaran peningkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan
kesehatan adalah sebagai berikut :
1. Individu yang berpengaruh atau tokoh masyarakat, baik formal maupun
nonformal.
2. Keluarga.
3. Kelompok masyarakat dengan kebutuhan khusus kesehatan seperti anak
sekolah, ibu hamil, lansia, dan lain-lain.
4. Organisasi masyarakat yang secara langsung maupun tidak langsung dapat
menyelenggarakan upaya kesehatan seperti organisasi profesi, lembaga
swadaya masyarakat, dan sebagainya.
5. Masyarakat umum di desa (kelurahan), kota, dan pemukiman khusus.

E. PENGEMBANGAN DAN PENGORGANISASIAN KOMUNITAS


1. Pengembangan komunitas
Pengembangan komunitas adalah suatu usaha yang menyadarkan
dan menanamkan pengertian kepada masyarakat agar dapat menggunakan
semua potensi yang dimilki untuk mencapai kesejahteraan yang lebih
baik.Neis dan McEwan (2001) mendeskripsikan pengembangan kesehatan
masyarakat (community health development) sebagai pendekatan dalam
pengorganisasian masyarakat yang mengombinasikan konsep, tujuan, serta
proses kesehatan masyarakat dan pembangunan msayarakat. Dalam
pengembangan kesehatan masyarakat, perawat komunitas
mengidentifikasikan kebutuhan masyarakat yang berkaitan dengan
kesehatan kemudian mengembangkan, mendekatkan, dan mengevalusai
tujuan-tujuan pembangunan kesehatan melalui kemitraan dengan profesi
lain yang terkait (Nies dan McEwan, 2001: CHNAC, 2003;Diem dan
Moyer, 2004; Falk-Rafael dkk., 1999).
Bidang tugas perawat komunitas tidak bisa terlepas dari kelompok
masyarakat sebagai klien termasuk subsistem-subsistem yang terdapat
didalamnya, yaitu individu, keluarga, dan kelompok khusus. Menurut Nies
dan McEwan (2001), perawat komunitas dalam melakukan upaya
peningkatan, perlindungan, dan pemulihan status kesehatan masyarakat
dapat menggunakan alternatif model pengorganisasian masyarakat, yaitu
perencanaan sosial, aksi sosial, atau pengembangan masyarakat.
Berkaitan dengan pengembangan kesehatan masyarakat yang
relevan, maka penulis mencoba menggunakan pendekatan
pengorganisasian masyarakat model pengembangan masyarakat
(community development). Asumsi dasar mekanisme kolaborasi antara
perawat komunitas dengan masyarakat tersebut adalah hubungan
kemitraan yang dibangun memiliki dua manfaat sekaligus, yaitu
meningkatnya partisipasi aktif masyarakat dan keberhasilan program
kesehatan masyarakat (Kreuter, Lezin, dan Young, 2000).
Mengikutsertakan masyarakat dan partisipasi aktif mereka dalam
pembangunan kesehatan dapat meningkatkan dukungan dan penerimaan
terhadap kolaborasi profesi kesehtan dengan masyarakat (Schlatf, 1991
dan Sienkiwicz, 2004). Dukungan dan penerimaan tersebut dapat
diwujudkan dengan meningkatnya sumber daya masyarakat yang dapat
dimanfaatkan, meningkatnya kredibitas program kesehatan, serta
keberlanjutan koalisi perawat komunitas dengan masyarakat (Bracht,
1990).  Ciri-ciri pengembangan komunitas adalah :
a. Langkah berantai, satu langkah mendahului langkah yang lain.
b. Intensitas setiap langkah bisa berbeda, tergantung pada situasi dan
kondisi yang ada di daerah atau masyarakat tersebut.
c. Tiap langkah mempunyai dasar rasional.
d. Mempunyai tujuan – tujuan proses belajar.
e. Secara kumulatif akan menghasilkan perubahan yang diharapkan.
f. Hakekatnya merupakan rangkaian yang mencerminkan lingkaran
pemecahan masalah dan proses perubahan.
Langkah-langkah yang dapat digunakan dalam pengembangan
komunitas antara lain sebagai berikut :
a. Ciptakan kondisi agar masyarakat dapat mengenal dan memanfaatkan
potensi yang ada.
b. Tingkatkan mutu potensi yang ada.
c. Pertahankan dan tingkatkan kegiatan-kegiatan yang sudah ada.
d. Tingkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memanfaatkan potensi
yang ada.
2. Pengorganisasian Komunitas
Pengorganisasian komunitas adalah suatu proses yang terjadi di
masyarakat dalam mengidentifikasi kebutuhan, prioritas dari kebutuhan
tersebut, serta berusaha memenuhi kebutuhan tersebut dengan cara gotong-
royong.
Pengorganisasian masyarakat adalah suatu proses di mana
masyarakat dapat mengidentifikasikan kebutuhan-kebutuhannya dan
menentukan prioritas dari kebutuhan-kebutuhan tersebut, dan
mengembangkan keyakinan untuk berusaha memenuhi kebutuhan-
kebutuhan sesuai dengan skala prioritas berdasarkan sumber yang ada di
masyarakat sendiri maupun yang berasal dari luar, dengan usaha secara
gotong-royong (S. Notoatmodjo, 1997).
Cara dan langkah dalam meningkatkan peran serta masyarakat antara
lain sebagai berikut :
a. Peningkatan peran serta masyarakat pada umumnya merupakan proses
yang berorientasi pada manusia dan hubungannya dengan manusia
lainnya.
b. Penting di tekankan bahwa para pembina peran serta masyarakat harus
bersifat sebagai fasilitator, pemberi bantuan teknis, bukan sebagai
instruktor terhadap masyarakat, agar mampu mengembangkan
kemandirian masyarakat dan bukan menimbulkan ketergantungan
masyarakat.
Secara garis besar, langkah pengembangan peran serta masyarakat
umum adalah sebagai berikut :
a. Penggalangan dukungan penentu kebijakan, pemimpin wilayah, lintas
sektor, dan berbagai organisasi kesehatan, yang dilaksanakan melalui
dialog, seminar, dan lokakarya dengan memanfaatkan media massa dan
sistem organisasi kesehatan.
b. Persiapan petugas penyelenggara melalui pelatihan, orientasi, atau
sarasehan di bidang kesehatan.
c. Persiapan masyarakat melalui serangkaian kegiatan untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengenal dan
memecahkan masalah kesehatan, dengan menggali dan menggerakkan
swadaya yang dimiliki.

F. PENGEMBANGAN DAN PENGORGANISASIAN MASYARAKAT


1. Pengembangan masyarakat
Di negara yang sedang berkembang terdapat siklus keadaan yang
merupakan suatu lingkaran tak berujung yang menghambat perkembangan
komunitas secara keseluruhan. Sebagai contoh, keadaan sosial ekonomi
rendah yang mengakibatkan ketidakmampuan dan ketidaktahuan. Hal
tersebut selanjutnya mengakibatkan penurunan produktivitas, produktivitas
yang rendah selanjutnya mengakibatkan keadaan sosial ekonomi semakin
rendah dan seterusnya. Langkah-langkah yang bisa ditempuh dalam
mengembangkan dan meningkatkan dinamika komunitas adalah :
a. Ciptakan kondisi agar kompetensi setempat dapat dikembangkan dan
di manfaatkan
b. Pertinggi mutu potensi yang ada
c. Pertahankan kontuinitas program di masyarakat
d. Tingkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan
Unsur-unsur program pengembangan masyarakat :
a. Program terencana yang berfokus pada kebutuhan-kebutuhan
menyeluruh (total needs) dari masyarakat yang bersangkutan.
b. Mendorong kemandirian atau swadaya masyarakat.
c. Adanya bantuan teknis dari pemerintah, badan-badan swasta, atau
organisai-organisai sukarela, yang meliputi tenaga, peralatan, bahan,
ataupun dana.
d. Mempersatukan berbagai disiplin ilmu seperti pertanian, peternakan,
kesehatan masyarakat, pendidikan kesejahteraan keluarga,
kewanitaan, kepemudaan, dan lainnya untuk membantu msayarakat.
Bentuk-bentuk program pengembangan masyarakat menurut
Mezirow (1997), terdapat tiga jenis program dalam usaha pengembangan
masyarakat, yaitu sebagai berikut:
a. Program integratif, memerlukan pengembangan melalui koordinasi
dinas-dinas teknis.
b. Program adaptif, fungsi pengembangan masyarakat cukup ditugaskan
pada salah satu kementrian.
c. Program proyek, dalam bentuk usaha-usaha terbatas pada wilayah
tertentu dan program di sesuaikan khusus kepada daera daerah yang
bersngkutan.
Strategi operasional pengembangan masyarakat :
a. Biarkan masyarakat sendiri yang menentukan masalah, baik yang di
hadapi secara perorangan atau kelompok. Perawat hanya sebagai
fasilitator atau memberikan arahan selama jalannya proses lokakarya.
b. Biarkan masyarakat sendiri yang membuat analisis untuk selanjutnya
menyusun rencana usaha perbaikan atau solusi yang akan dilakukan.
c. Biarkan agar masyarakat sendiri yang mengorganisai diri untuk
melaksanakan usaha perbaikan tersebut.
d. Gali sumber-sumber yang ada dalam masyarakat seoptimal mungkin,
minta bantuan dari luar jika benar-benar memerlukannya.
2. Pengorganisasian masyarakat
Tiga aspek yang ada dalam pengorganisasian masyarakat adalah
sebagai berikut :
a. Proses
Pengorganisasian masyarakat merupakan proses yang terjadi secara
sadar tetapi mungkin pula merupakan proses yang idak disadari oleh
masyarakat.
b. Masyarakat
Bisa diartikan sebagai suatu kelompok besar yang mempunyai batas-
batas geografis, bisa pula diartikan sebagai suatu kelompok dari
mereka yang mempunyai kebutuhan bersama dan berada dalam
kelompok yang besar tadi.
c. Berfungsinya masyarakat  (functional community)
a) Menarik orang-orang yang inisiatif dan dapat bekerja.
b) Membuat rencana kerja yang dapat diterima dan dilaksanakan
oleh seluruh masyarakat.
c) Melakukan usaha-usaha atau kampanye untuk mencapai rencana
tersebut.
Dalam suatu masyarakat, bagaimanapun sederhananya, selalu ada
suatu mekanisme untuk bereaksi terhada stimulus. Mekanisme ini disebut
mekanisme pemecahan masalah atau proses pemecahan masalah.
Mengembangkan dan membina partisipasi masyarakat bukanlah hal
pekerjaan mudah serta memerlukan strategi pendekatan tertentu.
Kenyataan dimasyarakat menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat
trejadi karena alasan diantaranya sebagai berikut :
a. Tingkat partisipasi masyarakat karena paksaan.
b. Tingkat partisipasi masyarakat karena imbalan.
c. Tingkat partisipasi masyarakat karena identifkasi atau ingin meniru.
d. Tingkat partisipasi masyarakat karena kesdaran.
e. Tingkat partisipasi masyarakat karena tuntutan akan hak asasi dan
tanggung jawab.
Peran perawat komunitas yang paling utama adalah mengondisikan
partisipasi masyarakat karena kesadaran masyarakat itu sendiri sehingga
diharapkan tercapai tingkat kemandirian yang lebih bertahan lama.
Perencanaan dan pengorganisasian masyarakat dilihat dari segi
perencanaannya, terdapat dua bentuk pengorganisasian masyarakat, yaitu
sebagi berikut :
a. Bentuk langsung (direct), langkah-langkahnya adalah:
a) Identifikasi masalah atau kebutuhan;
b) Perumusan maslah;
c) Penggunaan nilai-nilai sosial yang sama dalam mengekspresikan
hal-hal tersebut.
b. Bentuk tidak langsung (indirect)
Disini harus ada orang-orang yang benar-benar yakin akan
adanya kebutuhan atau masalah yang jika diambil tindakan untuk
mengatasinya maka akan timbul manfaat bagi masyarakat. Hal ini
dapat berupa badan perencanaan yang mempunyai dua fungsi, yaitu:
a) Untuk menampung apa yang direncakan secara tidak formal oleh
para petugas.
b) Mempunyai efek samping terhadap mereka yang belum
termotivasi dalam kegiatan ini.

Pendekatan dalam pengorganisasian masyarakat :


a. Spesific content objective approach
Seseorang atau badan/lembaga yang telah merasakan adanya
kepentingan bagi masyarakat dapat mengajukan suatu program untuk
memenuhi kebutuhan yang dirasakan. Hal ini bisa dilakukan oleh
yayasan, lembaga swadaya masyarakat, atau atas nama perorangan.
b. General content objective approach
Tujuan pendekatan ini adalah untuk mengoordinasi berbagai
usaha dalam wadah tertentu. Kegiatan ini dapat dilakukan baik oleh
pemerintah maupun organisasi nonpemerintah (nongoverment
organization).
c. Process organization approach
Penggunaannya berasal dari prakarsa masyarakat, timbul
kerjasama dari anggota masyarakat untuk akhirnya masyarakat sendiri
mengembangkan kemampuannnya sesuai dengan kapasitas mereka
dalam melakukan usaha mengatasi masalah. Salah satu contohnya
adalah kelompok kerja kesehatan (pokjakes) yang dibentuk dengan
prinsip dari, oleh, dan untuk masyarakat.

G. R. Murray (2001) membagi peranan tugas dalam beberapa jenis,


antara alain sebagai pembimbing (guide), enabler, dan ahli (expert),
sebagai pembimbing, petugas berperan membantu masyarakat mencari
jalan untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan oleh masyarakat
sendiri dengan cara yang efektif. Tetepi pilihan cara dan penentuan tujuan
dilakukan sendiri oleh masyarakat bukan oleh petugas. Sebagai enabler,
petugas berperan memunculkan dan mengarahkan keresahan yang ada
dalam masyarakat untuk diperbaiki. Sebagai ahli, menjadi tugasnya untuk
memberikan keterangan dalam bidang-bidang yang dikuasainya.
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh perawat ksehatan komunitas
dalam pengorganisasian masyarakatyaitu :
a. Memahami konsep komunitas dan mampu menerapkan prinsip
negosiasi, kemitraan, dan pemberdayaan di masyarakat.
b. Memahami konsep proses keperwatan kesehatan komunitas.
c. Mampu mendekati masyarakat, mendapatkan kepercayaan mereka,
mengajaknya untuk kerja sama, serta membangun rasa saling percaya
antara perawatan dan masyarakat.
d. Mengetahui dengan baik sumber-sumber daya maupun sumber-
sumber alam yang ada di masyarakat dan juga mengetahui dinas-dinas
dan tenaga ahli yang dapat dihubungi jika memerlukan bantuan.
e. Mampu berkomunikasi dengan masyarakat, dengan menggunakan
metode dan teknik khusus sedemikian rupa sehingga informasi dapat
dipindahkan, dimengerti, dan diamalkan oleh masyarakat.
f. Mempunyai kemampuan profesional tertentu untuk berhubungan
dengan masyarakat melalui kelompok-kelompok tertentu.
g. Mengetahui kemampuan tentang masyarakat dan keadaan
lingkungannya.
h. Mengetahui pengetahuan dasar mengenai keterampilan (skills)
tertentu yang dapat segera diajarkan kepada masyarakat untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat secara menyeluruh.
i. Mengetahui keterbatasan pengetahuannya sediri.

G. TOKOH MASYARAKAT DAN KATALIS DALAM


PENGORGANISASIAN KOMUNITAS
1. Tokoh masyarakat dalam pengorganisasian masyarakat
Dalam masyarakat, biasanya terdapat orang tertentu yang menjadi tempat
bertanya dan meminta nasehat anggota masyarakat lainnya mengenai
urusan-urusan tertentu. Mereka ini sering kali memiliki kemampuan
mempengaruhi orang lain untuk bertindak dengan cara-cara tertentu.
Pengaruh perubahan yang dimiliki tokoh masyarakat bisa secara formal
(bupati, camat, lurah, BPD, dan lainnya) maupun nonformal (kyai,
ulama, kader, dan lainnya). Pengaruh formal terjadi jika pengaruh
tersebut tumbuh karena ditunjang oleh kekuatan atau birokrasi formal.
Sedangkan, pengaruh nonformal diperoleh bukan karena jabatan
resminya tetpai karena kemampuan dan hubungan antar pribadi mereka
dengan anggota masyarakat. Orang-orang yang memiliki kemampuan
untuk mempengaruhi orang lain seperti itu disebut tokoh masyarakat.
Para tokoh masyarakati ini memainkan peranan penting dalam
proses penyebaran inovasi. Tetapi perlu kita ingat ada tokoh masyarakat
yang aktif dan pasif terhadap inovasi. Mereka dapat emepercepat difusi
dan bisa juga melakukan sebaliknya. Oleh karena itu, perawat komunitas
harus menaruh perhatian khusus pada tokoh masyarakat pada sistem
sosial yang menjadi binaannya. Mengenali dan melibatkan tokoh
masyarakat setempat adalah penting dalam pembangunan kesehatan yang
berorientasi pada pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan.
Beberapa teknik untuk mengetahui atau mengenal serta menentukan
siapa yang menjadi pemuka atau tokoh masyarakat adalah sebagai
berikut :
1) Teknik sosiometri
Teknik ini dilkaukan dengan cara menanyakan anggota
masyarakat kepada siapa mereka meminta nasehat atau mencari
informasi mengenai masalah-masalah kemasyarakatan yang mereka
hadapi. Pemimpin adalah mereka yang banyak disebut para
responden. Teknik sosiometri ini adalah alat ukur yang paling valid
untuk menentukan individu yang diannggap pemimpin oleh
masyarakatnya. Kelemahan teknik ini adalah sulit dilakukan jika
sistem sosial yang digunakan memiliki populasi besar.
2) Teknik informsi rating
Teknik ini merupakan teknik fokus dengan menanyakan
langsung kepada narasumber di masyarakat ynag dianggap mengenal
dengan baik situasi sistem sosial. Para narasumber ini ditanya,
siapakan menurut pendapatnya yang diannggap pemimpin dan siapa
yang oleh pendapat umum dipandang pemimpin masyarakat. Dalam
menggunakan teknik ini kita harus dapat mengidentifikasi para
narasumber yang betul-betul mengenal masyarakat yang dimaksud.
2. Katalis dalam pengorganisasian masyarakat
Dalam hal ini, katalis dapat diartikan sebagai seseorang atau sesuatu yang
mendorong adanya perubahan. Katalis dapat mengarahakan adanya
dialog yang efektif dalam komunitas, memfasilitasi tindakan kolektif,
dan memecahkan masalah umum yang terjadi. Enam jenis katalis di
antaranya sebagai berikut :
1) Stimulus internal
Stimulus dari dalam komunitas dapat terjadi jika masyarakat
sadar akan masalah kesehatan yang ada di wilayahnya. Contohnya,
meningkatnya jumlah unggas yang terkena flu burung di wilayahnya
secara otomatis akan menyadarkan komunitas akan pentingnya
dialog untuk memecahkan maslah tersebut.
2) Agen perubahan
Seorang perawat komunitas dituntut berperan sebagai agen
perubahan (change agent) di dalam komunitas. Perawat komunitas
harus menyadarkan masyarakat akan masalah-maslah kesehatan
yang memerlukan perubahan sosial.
3) Inovasi
Perawat komunitas juga dituntut untuk selalu berfikir kreatif
dan menciptakan pembaharauan-pembaharuan dalam memecahkan
masalah-masalah kesehatan yang ada dikomunitas.
4) Kebijakan
Kebijakan yang dibuat pemerintah seharusnya dapat
menstimulasi komunitas untuk bertindak, seperti gerakan massal
pemberantasan demam berdarah dengan kewajiban melakukan 3M di
rumah masing-masing.
5) Ketersediaan teknologi
Perkembangan teknologi terkini khususnya teknologi
kesehatan seyogyanya selalu diikuti oleh perawat komunitas. Hal ini
akan memudahkan pekerjaan perawat komunitas ketika
bersinggungan dengan masyarakat. Sebagai contoh, adanya metode
kontrrasepsi nonhormonal akan menstimulasi komunitas untuk
mempertimbangkan ulang penggunaan kontrasepsi hormonal yang
lebih beresiko.
6) Media massa
Media massa berfungsi untuk mengubah opini publik yang
dirancang untuk mengubah perilaku individu atau kelompok agar
dapat mengadopsi hal-hal baru yang dismapaikan oleh perawat
komunitas.
H. MODEL KEMITRAAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
Pengembangan kesehatan masyarakat di Indonesia yang telah
dijalankan selama ini masih memperlihatkan adanaya ketidaksesuaian antara
pendekatan pembangunan kesehataan masyarakat dengan tanggapan
masyarakat, manfaat yang diperoleh masyarakat, dan partisipasi masyarakat
yang diharapkan. Meskipun di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang kesehatan, telah ditegaskan bahwa tujuan pembangunan kesehatan
masyarakat salah satunya adalah meningkatkan kemandirian masyarakat
dalam mengatasi masalah kesehatannya. Oleh karena itu, pemerintah maupun
pihak-pihak yang memiliki perhatian cukup besar terhadap pembangunan
kesehatan masyarakat (termasuk perawat komunitas) perlu mencoba mencari
terobosan yang kreatif agar program-program tersebut dapat dilaksanakan
secara optimal dan berkesinambungan.
Salah satu intervensi keperawatan komunitas di Indonesia yang banyak
digali adalah kemamapuan perawat komunitas dalam membangun jejaring
kemitraan di masyarakat. Padahal, membina hubungan dan bekerja sama
dengan elemen lain dalam masyarakat merupakan salah satu pendekatan yang
memiliki pengaruh signifikan pada keberhasilan program pembangunan
kesehtan masyarakat (Kahan dan Goodstadt, 2001).
Pada bagian lain, Ervin (2002) menegaskan bahwa perawat kemunitas
memiliki tugas yang sangat penting untuk membangun dan membina
kemintraan dengan anggota masyarakat. Bahkan Ervin mengatakan bahwa
kemitraan merupakan tujuan utama dalam konsep masyarakat sebagai sebuah
sumber daya yang perlu di optimalkan (community as resource), dimana
perawat komunitas harus memiliki keterampilan memahami dan bekerja
bersamaan anggota masyarakat dalam menciptakan perubahan dimasyarakat.
Terdapat lima model kemitraan yang dapat diaplikasikan. Model
kemitran tersebut antara lain kepemimpinan (manageralism) (Rees, 2005),
pluralisme baru (new-pluralism), radikalisme berorientasi pada negara (state-
oriented radicalism), kewiraushaan (entrepreneurism), dan membangun
gerakan (movement-building) (Batsler dan Randall, 1992). Berkaitan dengan
praktik keperawatan komunitas diatas, maka model kemitraan yang sesuai
untuk mengorganisasi elemen masyarakat dalam upaya pengembangan
derajat kesehtaan masyarakat dalam jangka panjang adalah model
kewirausahaan (entrepreneurialism).
Model kewirausahaan memiliki dua prinsip utama, yaitu prinsip
otonomi (autonomy)- yang kemudian diterjemahkan sebagai upaya advokasi
masyarakat- dan prinsip penentuan nasib sendiri (self-determination)-yang
selanjutnya diterjemahkan sebagai prinsip kewirausahaan. Model
kewirausahaan memiliki pengaruh yang strategis pada pembangunan model
praktik keperwatan komunitas dan model kemitraan dalm pengorganisasian
pengembangan kesehatan masyarakat di Indonesia.
Praktik keperawatan mandiri atau kelompok hubungannya dengan
anggota masyarakat dapat dipandang sebagai institusi yang memiliki dua misi
sekaligus, yaitu sebagai institusi ekonomi dan institusi yang dapat
memberikan pembelaan pada kepentingan masyarakat terutama berkaitan
dengan asas keadilan sosial dan asas pemerataan bidang kesehatan. Oleh
karenanya, praktik keperwatan sebagai institusi sangat terpengaruh dengan
dinamika perkembangan masyarakat (William, 2004: Korsching dan Allen,
2004) dan perkembangan kemasyarakatan tentunya juga akan mempengaruhi
bentuk dan konteks kemitraan yang berpeluang dikembangkan (Robinson,
2005) sesuai dengan slogan National Council for Voluntary Organization
(NCVO) yang berbunyi, “ New Times, New Challeges” (Batsler dan Randall,
1992).
Pada bagian ini, saat ini mulai terlihat kecenderungan adanya perubahan
pola permintaan pelayanan kesehatan pada golongan masyarakat tertentu dari
pelayanan kesehatan tradisional di rumah sakit beralih ke pelayanan
keperawatan di rumah disebabkan karena terjadinya peningkatan pembiayaan
kesehatan yang cukup besar dibanding sebelumnya (Depkes RI, 2004a,
2004b; Sharkey, 2000; MacAdam, 2000). Sedangkan secara filosofis, saat ini
telah terjadi perubahan “paradigma sakit” yang menitikberatkan pada upaya
kuratif kearah “paradigma sehat” yang melihat penyakit dan gejala sebagai
informasi dan bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen, 1996). Sehingga
situasi tersebut dapat dijadikan peluang untuk mengembangkan praktik
keperwatan komunitas beserta pendekatan kemitraan yang sesuai di
Indonesia.
Menurut Hitchock, Seubert, dan Thomas (1999) fokus kegiatan promosi
kesehatan adalah konsep pemberdayaan (empowerment) dan kemitraan
(patnership). Konsep pemberdayaan dapat dimaknai secara sederhana sebagai
proses pemberian kekuatan atau dorongan sehingga membentuk interkasi
transformatif kepada masyarakat, antara lain adanya dukungan,
pemberdayaan, kekuatan, ide baru, dan kekuatan mandiri untuk membentuk
pengetahuan baru. Sedangkan, kemitraan memiliki definisi hubungan atau
kerjasama antara dua pihak atau lebih, berdasarkan kesetaraan, keterbukaan,
dan saling menguntungkan atau memberikan manfaat (Depkes RI, 2005).
Partisipasi klien (masyarakat) dikonseptualisasikan sebagai peningkatan
inisiatif diri terhadap segala kegiatan yang memiliki kontribusi pada
peningkatan kesehtan dan kesejahteraan (Mapanga dan Mapanga, 2004 ),
pemberdayaan, kemitraan, dan partisipasi memiliki inter-relasi yang kuat dan
mendasar. Perawat spesialis komunitas ketika menjadi suatu kemitraan
dengan masyarakat maka ia juga harus memberikan dorongan kepada
masyarakat, bukan “bekerja untuk” masyarakat. Oleh karena itu, perawat
spesialis komunitas perlu memberikan dorongan atau pemberdayaan kepada
masyarakat agar muncul partisipasi masyarakat (Yoo dkk, 2004).
Membangun kesehatan masyarakat tidak terlepas dari upaya-upaya
untuk meningkatkan kapasitas, kepemimpinan, dan partisipasi masyarakat
(Nies dan McEwan, 2001), namun perawat spesialis komunitas perlu
membangun dan membina jejaring kemitraan dengan pihak-pihak yang
terkait (Robinson, 2005) misalnya dengan profesi kesehatan lainnya,
penyelenggara pemeliharaan kesehatan, pukesmas, donatur atau sponsor,
sektor terkait, organisasi masyarakat, dan tokoh masyarakat.
Model kemitraan keperwatan komunitas dalam mengembangkan
kesehatan masyarakat merupakan suatu paradigma yang memperlihatkan
hubungan antara beberapa konsep penting, tujuan, dan proses dalam tindakan
pengorganisasian masyarakat yang difokuskan pada upaya peningkatan
kesehatan (Hickman, 1995 dalam Nies McEwan, 2001). Konsep utama dalam
model tersebut adalah kemitraan, kesehatan masyarakat, nilai dan
kepercayaan yang dianut, pengetahuan, partisipasi, kapasitas dan
kepemimpinan yang didasarkan pada pelaksanaan prinsip-prinsip
kewirausahaan, dan advokasi masyarakat.
Tujuan dari penggunaan model pengembangan masyarakat adalah (1)
agar individu dan kelompok-kelompok di masyarakat dapat berperan serta
aktif dalam setiap tahapan proses keperawatan dan, (2) terjadi perubahan
perilaku (pengetahuan, sikap, dan tindakan) serta timbulnya  kemandirian
masyarakat yang dibutuhkan dalam upnaya peningkatan, perlindungan, dan
pemulihan status kesehatannya di masa mendatang (Niis dan McEwan, 2001;
Green dan Kreuter, 1991).
Menurut Mapanga (2004) tujuan dari proses keperawatan komunitas
adalah  meningkatkan kemampuan dan kemandirian fungsional klien
(komunitas) melalui pengembangn kognisi dan kemampuan merata dirinya
sendiri. Pengembangan kognisi dan kemampuan masyarakat difokuskan pada
daya guna aktivitas kehidupan, pencapaian tujuan, perawatan mandiri dan
adaptasi masyarakat terhadap permasalahan kesehatan sehingga akan
berdampak pada peningkatan partisipasi aktif masyarakat.
Perawat komunitas perlu membangun dukungan, kolaborasi, dan koalisi
sebagai suatu mekanisme peningkatan peran aktif masyarakat dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi implementasi upaya
kesehatan masyarakat. Anderson dan McFarlane (2000) dalam hal ini
mengembangakan model keperwatan komunitas yang memandang
masyarakat sebagai mitra (Community as patner). Fokus dalam model
tersebut menggambarkan dua prinsip pendekatan utama keperawatan
komunitas, yaitu (1) lingkaran pengkajian masyarakat pada puncak model
yang menekankan anggota masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan
kesehatan, dan (2) proses keperawatan
DAFTAR PUSTAKA

Ferry Efendy dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Komunitas: Teori dan Praktik
dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Anderson, Elizabeth T dan Judith McFarlance. 2007. Buku Ajar Keperawatan


Komunitas: Teori dan Praktik. Ed. 3. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai