Anda di halaman 1dari 11

Nama : Gede Ngurah Ary Zega Widyartha

NIM : 171004
1. KASUS
Subjek

 Nn. TP (27th) 39kg


 Masuk rumah sakit tanggal 25 maret 2020, dengan keluhan demam tinggi, diare dengan
sedikit bercak darah, lemas. Pasien juga mengeluhkan kram pada bagian perut bawah,
pucat, serta mual dan muntah hampir 5x dalam sehari. Setelah ditelusuri, pasien
sempat menggunakan loperamide sendiri untuk diarenya.
 Pasien ternyata pernah MRS sebelumnya dan telah didiagnosis Crohn Disease dan
diketahui bahwa pasien telah mengalami kehilangan berat badan hingga 5kg sampai saat
ini.
 Riwayat pengobatan pasien: prednison, methothrexate selama 8 hari.

Objek:

 Hasil Lab 1:
Suhu: 39 C, Nadi: 100x/mnt, TD: 100/75 mmHg, Leukosit: 15000/Mikroliter, PMN:
80%, Hb: 9g/dL, MCH: 37, CRP: 30mg/L, BUN: 15 mg/dL, ESR: 72mm/jam, Albumin:
3g/dL, Uric acid: 7.5 mg/dL, AST: 30 U/ml, ALT: 37 U/ml
 Hasil Lab 2:
Hasil Sigmoidoscopy menunjukan pembengkakan dan mukosa yang rapuh dengan ulcer
sepanjang anus hingga sigmoid kolon
 Hasil Lab 3:
Mucopulurent pus (++), Amoeba (-), RBC (+), WBC (++), Tropozoit (-)
 Hasil Lab 4:
Inspeksi perut sedikit membesar, Palpasi abdomen supel, hepar dan lien tidak membesar,
nyeri tekan pada abdomen
 Hasil Lab 5:
Kesadaran compos mentis, Anti-Saccharomyces cerevisae antibodies (+), Tugor rendah,
Ekstrimitas hangat, Sianosis (-), deformitas -/- edema -/-
Assessment:

Parameter Normal Keadaan


Suhu 37.5 C Demam
Nadi 60-100x/menit Normal
TD 80-120/60-80 Normal
Leukosit 4500-10000 Tinggi
PMN 60-70 % Tinggi
Hb 12 g/dL Rendah
MCH 27-31 Tinggi
CRP 1-3 mg/dL Tinggi
BUN 7-30 mg/dL Normal
ESR <20 mm/jam Tinggi
Albumin 3-5 g/dL Normal
Uric Acid 5-6 mg/dL Tinggi
AST 7-40 U/mL Normal
ALT 7-35 U/mL Normal
Berdasarkan Tanda Gejala

Berdasarkan tanda gejala pasien termasuk kedalam IBD Crohn’s Disease, dilihat dari adanya
demam tinggi, diare dengan sedikit bercak darah, lemas, kram pada bagian perut bawah, pucat,
serta mual dan muntah hampir 5x dalam sehari. Termasuk kedalam crohn’s disease karna
peradangan bukan saja terjadi pada usus besar namun sepanjang anus hingga kolon juga dengan
adanya Antibodi Anti-Saccharomyces cerevisiae (ASCA) menandakan pasien IBD khususnya
crohn’s disease . Antibodi Anti-Saccharomyces cerevisiae (ASCA) adalah protein imun yang
sering ditemukan pada orang yang memiliki penyakit radang saluran cerna (IBD). Tes ini
mendeteksi ASCA dalam darah.
Bagaimana keparahan pasien?
Pasien mengalami muntah 5x sehari dan hasil laboratorium menunjukkan bahwa pasien
mengalami demam tinggi , pembengkakan dan mukosa yang rapuh dengan ulcer sepanjang anus
hingga sigmoid kolon, nyeri abdomenial, kehilangan berat badan, serta pasien mengalami anemia
karna kadar hemoglobin rendah sehingga pasien dikategorikan ke dalam keparahan Moderate.
Terapi IBD (Crohn’s Disease) : Metronidazole, Infliximab

Pasien berdasarkan pemeriksaan Sigmoidoscopy menunjukkan pembengkakan dan


mukosa yang rapuh dengan ulcer sepanjang anus hingga sigmoid kolon sehingga dalam
algoritma ia dapat diberikan sulfasalazine atau mesalamine dan/atau metronidazole.
Metronidazole vs Sulfasalazine

Pada Studi ini terdiri dari dua periode 4-bulan. Tujuannya adalah untuk menguji
kemanjuran metronidazole dibandingkan dengan sulfasalazine. Sebagai kriteria evaluasi utama
dipilih Indeks Aktivitas Penyakit Crohn dan kadar plasma orosomucoid. Pada periode pertama
tidak ada perbedaan dalam kemanjuran yang diukur dengan Indeks Aktivitas Penyakit Grohn
ditemukan antara kelompok-kelompok perlakuan. Pengurangan level orosomucoid plasma secara
signifikan lebih jelas pada kelompok metronidazole. Konsentrasi hemoglobin meningkat lebih
banyak pada kelompok ini daripada pada kelompok sulfasalazine, mungkin karena efek toksik
dari sulfasalazine. Oleh karena itu disimpulkan bahwa metronidazole sedikit lebih efektif
daripada sulfasalazine dalam pengobatan penyakit Crohn.
Pasien telah diketahui setalah 8 hari menggunakan prednisone tidak mendapatkan hasil
yang positif sehingga berdasarkan algoritma jika pasien tidak menanggapi prednisone dapat
dialihkan ke TNF-α inhibitors yaitu infliximab.
Diare pada CD : Loperamide
Mengacu pada penelitian Pelemans W tentang yang membandingkan efektivita antara
loperamide dengan diphenoxylate dalam treatmen diare kronik, peneliti ingin mengetahui apakah
loperamide dapat digunakan untuk diare pada pasien dengan chron’s disease.
Hasil:

Kriteria efektifitas berdasarkan gejala yang menyertainya seperti gejala perut kembung,
kram / kolik perut, buang air besar, demam, mual, muntah, sakit perut (difus), inkontinensia,
lekas marah, anoreksia, kelelahan, mengantuk dan lemah.
Percobaan ini menunjukkan bahwa loperamide oksida bernilai baik dalam mengendalikan
diare dan dalam membawa perbaikan gejala lainnya pada pasien dengan penyakit Crohn.
Peringkat kemanjuran global peneliti pada akhir fase pengobatan t-lemah menunjukkan
peningkatan yang signifikan pada kelompok yang diobati dengan loperamide oksida
dibandingkan dengan kelompok plasebo pada akhir fase pengobatan 1 minggu (P = 0,025).
Hanya empat dari 15 pasien yang menggunakan loperamide oxide tidak merespons terhadap
pengobatan dan tiga dari mereka kekurangan dosis sendiri. Sebaliknya, 11 dari 19 pasien yang
diobati dengan placebo keluar karena kegagalan pengobatan.
Demam pada CD : Acetaminophen

Berdasarkan mekanisme NSAIDs seperti Ibuprofen dapat memperparah inflamasi pada


crohn jika digunakan untuk waktu yang lama, sedangkan paracetamol telah diketahui minim efek
samping seperti memperparah keadaan inflamasi crohn.
Anemia pada CD: Suplemen Vit B12 & Suplemen asam folat
Kadar MCH tinggi biasanya merupakan tanda dari anemia makrositik. Kondisi ini terjadi
ketika sel darah terlalu besar, yang umumnya disebabkan oleh kekurangan vitamin B12 atau
asam folat dalam tubuh.
Planning:
1. Metronidazole 10mg/kg/hari
2. Infliximab 5mg/kg IV pada 0,2,6 minggu selanjutnya maintenance 5mg/kg IV setiap 8
minggu
3. Loperamid 4 mg dosis awal, tiap melakukan BAB diminum 2mg
4. Acetaminophen 3x 500 mg PO
5. Suplemen vit b12 dan Suplemen asam folat
2. Octreotide and Propranolol

Octreotide dan propranolol adalah obat hipertensi portal yang efektif dalam pengendalian
atau pencegahan perdarahan varises esofagus. vena esofagus menerima darah dari vena gastrika
kiri, vena gastrika posterior, dan vena gastrika brevis (melalui vena splenika) yang akan
mengalirkan darah ke vena azygos dan hemiazygos. Sehingga hemodinamik dapat menyebabkan
peningkatan tekanan vena yang kemudian dapat menyebabkan varises esofagus. Penelitian ini
tidak dilakukan untuk menyelidiki efek hemodinamik dari octreotide dan propranolol, sendirian
atau dalam kombinasi, pada tikus portal yang ganas.

Singkatnya, hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemberian delapan hari


octreotide, propranolol, atau octreotide plus propranolol menyebabkan portal hipotensi dan efek
antihyperdynamic pada portal hipertensi tikus. Secara keseluruhan, pengobatan octreotide saja
menghasilkan profil antihyperdynamic yang lebih baik daripada pengobatan propranolol saja.
Kombinasi octreotide dan propranolol tidak memberikan manfaat terapi dan lebih efektif
daripada octreotide saja.
Farmakokinetik:

Obat BA Onset (jam) Durasi (jam) T ½ (jam)


Propranolol 30-70% 0.5 12 3-6 jam
Octreotide 60% 0.4 12 1.7-1.9

3. Penggunaan Kombinasi Nifuroxazide, probiotik, dan suplemen zinc.

 Nifuroxazide: Digunakan untuk mengobati masalah diare yang diakibatkan oleh


infeksi bakteri. Obat ini bekerja menghentikan dan membunuh pertumbuhan
bakteri pada tubuh.
 Probiotik: Memiliki efek terhadap sistem imun lokal dan spesifik, memiliki efektivitas
dalam pencegahan diare, dan terbukti dapat menurunkan intensitas dan durasi diare.
 Suplemen Zinc: mempercepat regenerasi dan meningkatkan fungsi vili usus, sehingga
akan mempengaruhi pembentukan enzim disakaridase yaitu laktase, sukrose, dan maltase,
selain itu zink juga mempengaruhi transport Na dan glukosa, dan meningkatkan respon
imun yang mengarah pada bersihan patogen dari usus sehingga zink dapat mempengaruhi
proses penyembuhan diare.

Dalam penelitian ini ada 80 anak yang dipilih kemudian dibagi kedalam 2 kelompok
yang masing masing terdiri dari 40 orang. Mereka menerima terapi kombinasi zink-probiotik
(kelompok 1) dan terapi zink saja (kelompok 2)
Hasil:
Berdasaarkan tabel tersebut disimpulkan bahwa kombinasi terapi zink-probiotik lebih efektif dari
pada terapi zink saja dalam mengurangi keparahan diare akut pada anak dibawah 5 tahun.
4. Teriparatide Vs Biphosponates

Sebanyak 1.967 pasien dari delapan uji coba terkontrol secara acak dianalisis; hasil
termasuk kepadatan mineral tulang (BMD) leher femoralis, total pinggul dan tulang belakang
lumbar, patah tulang belakang dan nonvertebral dan setiap kejadian buruk. Analisis
subkelompok tentang efektivitas pengobatan dilakukan sesuai dengan etiologi osteoporosis;
yaitu, osteoporosis yang diinduksi glukokortikoid (GIO) vs. osteoporosis pasca menopause (PO).
Berdasarkan tabel tersebut Teriparatide secara signifikan meningkatkan BMD tulang
belakang lumbar, pinggul total dan leher femur. Teriparatide tidak menurunkan risiko patah
tulang nonvertebral bila dibandingkan dengan bifosfonat.
Farmakokinetik:
Obat BA Onset Durasi
Teriparatide 95% 3 bulan -
Alendronate Women: 0.64% 3 minggu 12-30 minggu
Men: 0.59%

DAFTAR PUSTAKA

Hatta, M., Supriatmo, S., Ali, M., Sinuhaji, A. B., Hasibuan, B., & Nasution, F. L. (2011).
Comparison of zinc-probiotic combination therapy to zinc therapy alone in reducing the
severity of acute diarrhea. Paediatrica Indonesiana, 51(1), 1.
https://doi.org/10.14238/pi51.1.2011.1-6

Liu, C. L., Lee, H. C., Chen, C. C., & Cho, D. Y. (2017). Head-to-head comparisons of
bisphosphonates and teriparatide in osteoporosis: A meta-analysis. Clinical and
Investigative Medicine, 40(3), E146–E157. https://doi.org/10.25011/cim.v40i3.28394
Huang, Y. T., Cheng, Y. R., Lin, H. C., Hou, M. C., Lee, S. D., & Hong, C. Y. (1998).
Hemodynamic effects of eight-day octreotide and propranolol administration in portal
hypertensive rats. Digestive Diseases and Sciences, 43(2), 358–364.
https://doi.org/10.1023/A:1018866608377

Van Outryve, M., & Toussaint, J. (1995). Loperamide oxide for the treatment of chronic
diarrhoea in Crohn’s disease. Journal of International Medical Research, 23(5), 335–341.
https://doi.org/10.1177/030006059502300503

Ursing, B., Alm, T., Bárány, F., Bergelin, I., Ganrot-Norlin, K., Hoevels, J., Huitfeldt, B.,
Jarnerot, G., Krause, U., Krook, A., Lindström, B., Nordle, Ö., & Rosén, A. (1982). A
Comparative Study of Metronidazole and Sulfasalazine for Active Crohn’s Disease: The
Cooperative Crohn’s Disease Study in Sweden: II. Result. Gastroenterology, 83(3), 550–
562. https://doi.org/10.1016/S0016-5085(82)80189-3

Anda mungkin juga menyukai