Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Hipertensi

II.1.1 Definisi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 140
mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang
waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang1 Seseorang akan dikatakan hipertensi
bila memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90
mmHg, pada pengukuran di klinik atau fasilitas layanan kesehatan 2. Satu-satunya cara untuk
mengetahui hipertensi adalah dengan mengukur tekanan darah secara teratur. Tekanan darah
sistolik merupakan pengukuran utama yang menjadi dasar penentuan diagnosis hipertensi3.
Salah satu indikator keluarga sehat adalah penderita hipertensi yang melakukan
pengobatan secara teratur. Penderita yang dimaksud adalah jika di dalam keluarga terdapat
anggota keluarga berusia ≥ 15 tahun yang didiagnosis sebagai penderita tekanan darah tinggi
(hipertensi) dan berobat teratur sesuai dengan petunjuk dokter atau petugas kesehatan.
Program tersebut bersesuaian dengan program penanggulangan penyakit tidak menular yang
bertujuan sebagai upaya pencegahan sekunder pada wilayah kerja fasilitas kesehatan tingkat
pertama melalui kegiatan Posbindu, bagian poli umum dan lansia di Puskesmas, dan
Posyandu lansia dengan cara melakukan pendataan penderita hipertensi, melakukan
pelayanan kesehatan hipertensi sesuai standar berupa edukasi tentang diet, aktivitas fisik,
serta pengelolaan farmakologis4

II.1.2 Klasifikasi

Berdasarkan Etiologi
a. Hipertensi Primer/Hipertensi Esensial
Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui atau idiopatik, walaupun dikaitkan
dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang bergerak dan pola makan. Terjadi pada
sekitar 90% penderita hipertensi. Hipertensi sering turun temurun dalam suatu keluarga,
hal ini setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada
patogenesis hipertensi primer. Banyak karakteristik genetik dari gen-gen ini yang
mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga didokumentasikan adanya mutasi-
mutasi genetic yang merubah ekskresi kallikrein urin, pelepasan nitrit oksida, ekskresi
aldosterone, steroid adrenal dan angiotensinogen1
b. Hipertensi Sekunder/Hipertensi Non Esensial
Hipertensi yang diketahui penyebabnya yang berasar dari penyakit komorbid atau
obat-obatan tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Sekitar 5─10% penderita
hipertensi, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovascular adalah
penyebab sekunder paling sering. Pada sekitar 1─2%, penyebabnya adalah kelainan
hormonal atau pemakaian obat tertentu. Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi,
maka dengan menghentikan obat yang bersangkutan atau mengobati/mengoreksi kondisi
komorbid yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan
hipertensi sekunder1.
Berdasarkan JNC 7
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committe on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure mengklasifikasikan tekanan darah pada
orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, pre-hipertensi, hipertensi derajat 1 dan
derajat 25.
Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah untuk dewasa umur ≥ 18 tahun menurut JNC
7.
Klasifikasi Tekanan Darah Tek Darah Sistolik mmHg Tek Darah Diastolik mmHg
Normal <120 < 80
Prehipertensi 120 - 139 atau 80 – 99
Hipertensi Stage 1 140 - 159 atau 90 – 99
Hipertensi Stage 2 ≥ 160 atau ≥ 100

. Berdasarkan Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia


Pembagian derajat keparahan hipertensi digunakan sebagai salah satu dasar
penentuan tatalaksana hipertensi. Pembagian ini mengacu pada panduan internasional dan
telah dimodifikasi sesuai kondisi di Indonesia. Panduan ini disadur dari publikasi oleh
perkumpulan profesi, panduan oleh American College of Cardiology (ACC)/ American Heart
Association (AHA) tahun 2017 dan European Society of Cardiology (ESC) tahun 20182

Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah (InaSH 2019)


Klasifikasi Sistolik Diastolik
Optimal < 120 mmHg dan <80 mmHg
Normal 120-129 mmHg dan/atau 80-84 mmHg
Normal tinggi 130-139 mmHg dan/atau 84-89 mmHg
HIpertensi 140-159 mmHg dan/atau 90-99 mHg
derajat 1
Hipertensi 160-179 mmHg dan/atau 100-109 mmHg
derajat 2
Hipertensi ≥180 mmHg dan/atau ≥110 mmHg
derajat 3
Hipertensi ≥140 mmHg dan <90 mmHg
sistolik terisolasi

II.1.3 Faktor Risiko

Faktor risiko pemicu hipertensi dapat dibedakan menjadi5 :


1. Tidak dapat dikontrol
a. Riwayat keluarga
Risiko kejadian hipertensi pada orang yang memiliki riwayat keluarga yang
hipertensi lebih berisiko dibandingkan dengan orang yang tidak riwayat keluarga yang
hipertensi. Ini membuktikan bahwa faktor keturunan memiliki peran penting dan
menjadi penentu seberapa besar kecenderungan orang untuk menderita hipertensi5
Faktor Keturunan, beberapa peneliti meyakini bahwa 30-60% kasus hipertensi
diturunkan secara genetik.6 Hal ini sering dihubungkan dengan kemampuan seseorang
untuk mengeluarkan natrium dari tubuhnya (salt sensitivity). 7
b. Usia
Usia adalah durasi atau lamanya waktu mengenai eksistensi seseorang atau
objek8. Tekanan darah cenderung meningkat dengan bertambahnya usia. Pada laki-laki
meningkat pada usia lebih dari 45 tahun sedangkan pada wanita meningkat pada usia
lebih dari 55 tahun5. Usia dewasa merupakan usia yang dianggap paling banyak
menderita hipertensi yang disertai dengan obesitas. Hal ini ditunjukkan dalam survei
yang dilakukan oleh Framingham Heart Study yaitu dari 5209 penderita hipertensi, dua
pertiganya berusia 35-65 tahun9
Usia, hipertensi umumnya berkembang pada usia 35-65 tahun. 6 Hal ini terutama
akibat elastisitas pembuluh darah yang berkurang. 7.
c. Ras/etnik
Hipertensi bisa mengenai siapa saja. Bagaimanapun, biasa sering muncul pada
etnik Afrika Amerika dewasa daripada Kaukasia atau Amerika Hispanik10.
d. Jenis kelamin
Jenis kelamin diartikan sebagai karakter khas pada hewan berdasarkan tipe gamet
yang dihasilkan oleh gonad. Berdasarkan hal tersebut jenis kelamin pada manusia
dibedakan menjadi perempuan dengan tipe gamet yang dihasilkan gonad berupa ovum
dan laki-laki dengan tipe gamet yang dihasilkan gonad berupa spermatozoa8.
Hipertensi lebih sering ditemukan pada perempuan menopause dibanding pria,
yang menunjukkan adanya pengaruh hormon11
2. Dapat dikontrol
a. Obesitas
Indeks massa tubuh (IMT) adalah kalkulasi berat badan yang disesuaikan dengan
tinggi badan dengan perhitungan berat badan (kg) dibagi tinggi badan kuadrat (m 2).
Pengukuran ini tidak secara mutlak mengukur jumlah lemak dalam tubuh tetapi
perhitungan IMT dapat menjadi indikator seseorang memiliki kelebihan berat badan
atau kekurangan berat badan14. Indeks Massa tubuh (IMT) untuk wilayah Asia-Pasifik
dibagi menjadi 4 kategori yaitu underweight, normoweight, overweight dan obese.
Kategori underweight dengan besaran indeks massa tubuh dibawah 18,5, kategori
normoweight antara 18,5 – 22,9, kategori overweight antara 23 – 24,9 dan kategori
obese dengan besaran indeks massa tubuh diatas 24,912.
IMT dapat mengambarkan kadar adipositas atau akumulasi lemak dalam tubuh
seseorang. Lemak yang berlebihan dalam tubuh dapat menyebabkan timbulnya risiko
terhadap kesehatan. Salah satu risiko yang dihadapi adalah obesitas atau kegemukan.
Obesitas terjadi karena salah satu faktornya adalah kurangnya aktivitas fisik. Penderita
obesitas memiliki potensi untuk mengidap darah tinggi yang disebabkan oleh pembuluh
darah vena ataupun arteri dipenuhi oleh “karat lemak” 12. Patogenesis obesitas sehingga
mengakibatkan suatu hipertensi merupakan hal yang kompleks karena penyababnya
multifaktor dan saling berhubungan. Leptin, asam lemak babas dan insulin serta
obstructive sleep apnea yang meningkat pada pasien obesitas menyebabkan konstriksi
dan aktifitas sistem saraf simpatis. Resistensi insulin dan disfungsional endothelial juga
menyebabkan vasokonstriksi. Peningkatan aktifitas saraf simpatis ginjal, resistensi
insulin dan hiperaktifitas sistem renin angiotensin mengakibatkan reabsorbsi natrium di
ginjal tinggi. Semua faktor diatas akan mengakibatkan terjadinya hipertensi.13
Kelebihan berat badan, sebesar 75% kasus hipertensi di Amerika berhubungan
dengan obesitas. Hal ini dipengaruhi oleh peningkatan curah jantung dan aktivitas saraf
simpatis pada orang dengan berat badan berlebih.14
b. Asupan natrium
Sebagian natrium dalam diet datang dari makanan dalam bentuk garam dapur
atau sodium chlorid (NaCl). Pemasukan natrium mempengaruhi tingkat hipertensi.
Mengkonsumsi garam menyebabkan haus dan mendorong kita minum. Hal ini
meningkatkan volume darah di dalam tubuh, yang berarti jantung harus memompa
lebih giat sehingga tekanan darah naik. Kenaikan ini berakibat bagi ginjal yang harus
menyaring lebih banyak garam dapur dan air. Karena input harus sama dengan output
dalam sistem pembuluh darah, jantung harus memompa lebih kuat dengan tekanan
darah tinggi.5
c. Merokok
Merokok merupakan masalah yang terus berkembang dan belum dapat
ditemukan solusinya di Indonesia sampai saat ini. Menurut data WHO tahun 2011, pada
tahun 2007 Indonesia menempati posisi ke-5 dengan jumlah perokok terbanyak di
dunia. Merokok dapat menyebabkan hipertensi akibat zat-zat kimia yang terkandung di
dalam tembakau yang dapat merusak lapisan dalam dinding arteri, sehingga arteri lebih
rentan terjadi penumpukan plak (arterosklerosis). Hal ini terutama disebabkan oleh
nikotin yang dapat merangsang saraf simpatis sehingga memacu kerja jantung lebih
keras dan menyebabkan penyempitan pembuluh darah, serta peran karbonmonoksida
yang dapat menggantikan oksigen dalam darah dan memaksa jantung memenuhi
kebutuhan oksigen tubuh15.
Racun utama pada rokok adalah sebagai berikut : (1) Nikotin. Komponen ini
paling banyak dijumpai di dalam rokok. Nikotin merupakan alkaloid yang bersifat
stimulant dan pada dosis tinggi beracun.16Nikotin bekerja secara sentral di otak dengan
mempengaruhi neuron dopaminergik yang akan memberikan efek fisiologis seperti rasa
nikmat, tenang dan nyaman dalam sesaat.17(2) Karbonmonoksida (CO). Gas CO
mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah,
lebih kuat dibandingkan oksigen, sehingga setiap ada asap tembakau, disamping kadar
oksigen udara yang sudah berkurang, ditambah lagi sel darah merah akan semakin
18
kekurangan oksigen karena yang diangkut adalah CO dan bukan oksigen. (3) Tar. Tar
merupakan komponen padat asap rokok yang bersifat karsinogen. Pada saat rokok
dihisap, tar masuk ke dalam rongga mulut dalam bentuk uap padat. Setelah dingin, tar
akan menjadi padat dan membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi,
saluran pernafasan dan paru.16
Nikotin akan menyebabkan peningkatan tekanan darah karena nikotin akan
diserap pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan diedarkan oleh pembuluh darah
hingga ke otak, otak akan bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada
kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin, Hormon yang kuat ini akan menyempitkan
pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang
lebih tinggi. Selain itu, karbon monoksida dalam asap rokok menggantikan oksigen
dalam darah. Hal ini akan menagakibatkan tekana darah karena jantung dipaksa
memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup ke dalam organ dan jaringan
tubuh19
d. Konsumsi Kafein
Kafein di dalam tubuh manusia bekerja dengan cara memicu produksi hormon
adrenalin yang berasal dari reseptor adinosa di dalam sel saraf yang mengakibatkan
peningkatan tekanan darah, pengaruh dari konsumsi kafein dapat dirasakan dalam
waktu 5-30 menit dan bertahan hingga 12 jam. Efeknya akan berlanjut dalam darah
selama sekitar 12 jam. Konsumsi satu atau dua cangkir kopi dalam sehari dapat
membuat seseorang merasa lebih terjaga dan waspada untuk sementara.20
Peningkatan resistensi pembuluh darah tepi dan vasokonstriksi di sebabkan oleh
kafein yang memiliki sifat antagonis endogenus adenosin. Peningkatan tekanan darah
dipengaruhi oleh dosis kafein yang dikonsumsi. Dosis kecil kafein yang biasa
dikonsumsi oleh Seseorang mempunyai adaptasi/efek yang rendah21

II.1.4 Manifestasi Klinis

Hipertensi tidak memberikan tanda-tanda pada tingkat awal. Cara yang tepat untuk
meyakinkan seseorang memiliki tekanan darah tinggi adalah dengan mengukur tekanannya.
Hipertensi sudah mencapai taraf lanjut, yang berarti telah berlangsung beberapa tahun, akan
menyebabkan sakit kepala, pusing, napas pendek, pandangan mata kabur, dan mengganggu
tidur22.
II.1.5 Diagnosis

Diagnosis hipertensi dengan pemeriksaan fisik paling akurat menggunakan


sphygmomanometer air raksa. Sebaiknya dilakukan lebih dari satu kali pengukuran dalam
keadaan tenang. Pasien diharapkan tidak mengonsumsi makanan dan minuman yang dapat
mempengaruhi tekanan darah misalnya kopi, soda, makanan tinggi kolesterol, alkohol22.
Dalam menegakan diagnosis hipertensi, diperlukan beberapa tahapan pemeriksaan yang
harus dijalani sebelum menetukan terapi atau tatalaksana yang akan diambil. Algoritma
berikut diadaptasi oleh InaSH dari American College of Cardiology (ACC)/ American Heart
Association (AHA) tahun 2017 dan European Society of Cardiology (ESC) tahun 20182.
Gambar 1 Alur Diagnosis Hipertensi

Keterangan : HBPM (Home Blood Pressure Monitoring); ABPM (Ambulatory Blood


Pressure Monitoring)
Sumber: Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi InaSH, 2019

II.1.6 Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan hipertensi adalah menurunkan dan mencegah kejadian


kardioserebrovaskular dan renal, melalui penurunan tekanan darah dan juga pengendalian dan
pengobatan faktor-faktor risiko yang reversibel19.
Non Farmakologi
Tindakan untuk mengurangi faktor risiko yang telah diketahui akan menyebabkan
atau menimbulkan komplikasi. Semua pasien hipertensi harus melakukan perubahan pola
hidup (therapeutic lifestyle changes), seperti pembatasan konsumsi garam, perubahan pola
makan, penurunan berat badan dan menjaga berat badan ideal, berhenti merokok2.
Pada pasien hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko kardiovaskular lain, pengobatan
non farmakologi ini merupakan tatalaksana tahap awal, yang harus dijalani selama 4-6 bulan.
Apabila setelah jangka waktu tersebut tidak terjadi penurunan tekanan darah yang diharapkan
atau terdapat faktor risiko kardiovaskular lain, maka dianjurkan untuk memulai terapi
farmakologi. Beberapa pola sehat yang dianjurkan ialah :
 Penurunan berat badan dengan mengganti makanan tidak sehat dengan memperbanyak
asupan sayuran dan buah-buahan. Tujuannya adalah mencegah terjadinya obesitas (IMT
> 25 kg/m2), dan menargetkan berat badan ideal (IMT 18,5-22,9 kg/m2) dengan lingkar
pinggang <90 cm pada laki-laki dan <80 cm pada perempuan.
 Mengurangi asupan garam dengan anjuran untuk asupan garam tidak melebihi 2 gr/hari
(setara dengan 5-6 gram NaCl perhari atau 1 sendok teh garam dapur). Sebaiknya
menghindari makanan dengan kandungan tinggi garam
 Olahraga secara teratur sebanyak 30 menit/hari, 5-7 hari/minggu. Jika penderita tidak
memiliki waktu untuk berolahraga secara khusus, penderita disarankan latihan aerobic
dinamis berintensitas sedang (seperti berjalan, jogging, bersepeda, atau berenang).
 Perubahan pola makan pada pasien hipertensi disarankan untuk konsumsi makanan
seimbang yang mengandung sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan segar, produk susu
rendah lemak, gandum, ikan, dan asam lemak tak jenuh (terutama minyak zaitun), serta
membatasi asupan daging merah dan asam lemak jenuh.
 Berhenti merokok untuk mengurangi salah satu faktor risiko utama penyakit
kardiovaskular5.

Farmakologi
Penatalaksanaan medikamentosa pada penderita hipertensi merupakan upaya untuk
menurunkan tekanan darah secara efektif dan efisien. Meskipun demikian pemberian obat
antihipertensi bukan selalu merupakan langkah pertama dalam penatalaksanaan hipertensi2.
Gambar 2.Alur Inisiasi Obat
Saat ini tersedia lima golongan obat antihipertensi yang dapat digunakan sebagai
monoterapi maupun sebagai bagian dari terapi kombinasi. Kelima jenis golongan obat ini
telah terbukti dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler pada pengobatan
hipertensi jangka panjang. Obat-obatan tersebut adalah23:
Gambar 3. Mekanisme Obat

 Diuretik, contohnya furosemide, triamferena, spironolactone


 Beta blockers, contohnya metaprolol, atenolol, timolol
 ACE-inhibitor, contohnya lisinopril, captopril, quinapril
 Alpha-blockers, contohnya prazosin, terazosin
Prinsip Penatalaksanaan Hipertensi Menurut JNC 8

1. Rekomendasi 1
Pada populasi umum yang berumur ≥ 60 tahun, terapi farmakologi dimulai
ketika tekanan darah sistolik ≥ 150 mmHg dan diastolik ≥ 90 mmHg. Target terapi
adalah menurunkan tekanan darah sistolik menjadi < 150 mmHg dan diastolik
menjadi < 90 mmHg. (Rekomendasi kuat, tingkat rekomendasi A)
2. Rekomendasi 2
Pada populasi umum berumur < 60 tahun, terapi farmakologi dimulai ketika
tekanan darah diastoliknya ≥ 90 mmHg. Target penurunan tekanan darahnya adalah <
90 mmHg. (Untuk umur 30 – 59 tahun, rekomendasi kuat, tingkat rekomendasi A)
(Untuk umur 18 – 29 tahun, opini ahli, tingkat rekomendasi E)
3. Rekomendasi 3
Pada populasi umum berumur < 60 tahun, terapi farmakologi dimulai ketika
tekanan darah sistoliknya ≥ 140 mmHg. Target terapi adalah menurunkan tekanan
darah sistolik menjadi < 140 mmHg (Opini ahli, rekomendasi E)
4. Rekomendasi 4
Pada populasi berumur ≥ 18 tahun yang menderita penyakit ginjal kronik,
terapi farmakologi dimulai ketika tekanan darah sistoliknya ≥ 140 mmHg atau
tekanan darah diastoliknya ≥ 90 mmHg. Target terapi adalah menurunkan tekanan
darah sistolik menjadi < 140 mmHg dan diastolik < 90 mmHg. (Opini ahli, tingkat
rekomendasi E)
5. Rekomendasi 5
Pada populasi berumur ≥ 18 tahun yang menderita diabetes, terapi
farmakologi dimulai ketika tekanan darah sistoliknya ≥ 140 mmHg atau diatoliknya ≥
90 mmHg. Target terapi adalah menurunkan tekanan darah sistolik menjadi < 140
mmHg dan diastolik < 90 mmHg. (Opini ahli, tingkat rekomendasi E)
6. Rekomendasi 6
Pada populasi umum yang bukan ras berkulit hitam, termasuk yang menderita
diabetes, terapi antihipertensi awal hendaknya termasuk diuretika tipe tiazida,
penghambat saluran kalsium, penghambat enzim ACE, atau penghambat reseptor
angiotensin. (Rekomendasi sedang, tingkat rekomendasi B)
7. Rekomendasi 7
Pada populasi umum ras berkulit hitam, termasuk yang menderita diabetes,
terapi antihipertensi awal hendaknya termasuk diuretika tipe tiazida atau penghambat
saluran kalsium. (Untuk populasi kulit hitam secara umum: rekomendasi sedang,
tingkat rekomendasi B) (Untuk ras kulit hitam dengan diabetes: rekomendasi lemah,
tingkat rekomendasi C)
8. Rekomendasi 8
Pada populasi berumur ≥ 18 tahun dengan penyakit ginjal kronik, terapi
antihipertensi awal atau tambahan hendaknya temasuk penghambat enzim ACE atau
penghambat reseptor angiotensin untuk memperbaiki fungsi ginjal. Hal ini berlaku
bagi semua pasien penderita penyakit ginjal kronik tanpa melihat ras atau status
diabetes. (Rekomendasi sedang, tingkat rekomendasi B).
9. Rekomendasi 9
Tujuan utama tatalaksana hipertensi adalah untuk mencapai dan menjaga
target tekanan darah. Bila target tekanan darah tidak tercapai dalam waktu sebulan
terapi, naikkan dosis obat awal atau tambahkan obat kedua dari kelompok obat
hipertensi pada rekomendasi 6 (diuretika tipe tiazida, penghambat saluran kalsium,
penghambat enzim ACE, dan penghambat reseptor angiotensin). Penilaian terhadap
tekanan darah hendaknya tetap dilakukan, sesuaikan regimen terapi sampai target
tekanan darah tercapai. Bila target tekanan darah tidak tercapai dengan terapi oleh
2 jenis obat, tambahkan obat ketiga dari kelompok obat yang tersedia. Jangan
menggunakan obat golongan penghambat ACE dan penghambat reseptor
angiotensin bersama-sama pada satu pasien.
Bila target tekanan darah tidak tercapai dengan obat-obat antihipertensi
yang tersedia pada rekomendasi 6 oleh karena kontra indikasi atau kebutuhan
untuk menggunakan lebih dari 3 macam obat, maka obat antihipertensi dari
kelompok yang lain dapat digunakan. Pertimbangkan untuk merujuk pasien ke
spesialis hipertensi23.

Indikasi Merujuk ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL)


Pengelolaan hipertensi umumnya dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat
pertama (FKTP). Tetapi tidak sedikit penderita hipertensi yang memerlukan
evaluasi, penatalaksanaan ataupun perawatan lebih lanjut di FKTL, agar tidak
berlanjut terjadi kejadian serebrokardiovaskular dan ginjal. Indikasi merujuk ke
FKTL, antara lain:
- Pasien dengan kecurigaan hipertensi sekunder
- Pasien muda (Pasien dengan hipertensi mendadak dengan riwayat TD
normal
- Pasien hipertensi resisten
- Pasien dengan penilaian HMOD lanjutan yang akan mempengaruhi
pengobatan
- Kondisi klinis lain dimana dokter perujuk merasa evaluasi spesialistik
diperlukan5.

II.1.7 Komplikasi

Hipertensi yang terjadi dalam kurun waktu yang lama akan berbahaya, sehingga
menimbulkan komplikasi. Komplikasi tersebut dapat menyerang berbagai target organ tubuh
yaitu otak, mata, jantung, pembuluh darah arteri, serta ginjal. Hipertensi dapat menimbulkan
kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa penelitian
menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat langsung
dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya
autoantibodi terhadap reseptor angiotensin II, stress oksidatif, down regulation, dan lain-lain.
Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas terhadap garam
berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya kerusakan pembuluh darah
akibat meningkatnya ekspresi Transforming Growth Factor-β (TGF-β)13.
Hubungan kenaikan tekanan darah dengan risiko penyakit kardiovaskular berlangsung
secara terus menerus, konsisten dan independent dari faktor-faktor risiko yang lain. Kenaikan
tekanan darah yang berangsur lama juga akan merusak fungsi ginjal, makin tinggi tekanan
darah makin menurun laju filtrasi glomerulus sehingga akhirnya menjadi penyakit ginjal
tahap akhir.

II.2 Lansia

Indonesia termasuk negara berstruktur tua dengan persentase penduduk lansia tahun
2008, 2009, dan 2012 telah mencapai di atas 7% dari keseluruhan penduduk. Pada tahun
2012, menurut Badan Pusat Statistik RI Jawa Barat memiliki 7,05% penduduk lansia. Dengan
bertambahnya umur, fungsi fisiologis mengalami penurunan akibat proses degeneratif
sehingga penyakit tidak menular banyak muncul pada usia lanjut24.

Pengertian Lansia Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah


seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur
pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang
dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau proses
penuaan. Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapantahapan
menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh
terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada
sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrin dan lain
sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan
dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Perubahan tersebut pada
umumnya mengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan
berpengaruh pada ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada
activity of daily living26.

Proses menua merupakan proses fisiologis tubuh pada setiap manusia.Proses menua
ini ditandai dengan proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tubuh tidak mampu
mempertahankan dirinya terhadap infeksi serta tubuh tidak mampu memperbaiki kerusakan
yang diderita. Penuaan akan mengakibatkan penurunan kondisi anatomis dan sel akibat
menumpuknya metabolit dalam sel. 25

Metabolit bersifat racun terhadap sel sehingga bentuk dan komposisi pembangun sel
akan mengalami perubahan. Seiring dengan meningkatnya usia, sistem kerja pada jantung
dan pembuluh darah pun akan mengalami perubahan dari segi struktur dan fungsinya.
Perubahan pada lansia khususnya sistem kerja pada jantung meliputi perubahan pada
ventrikel kiri dan katup jantung yang mengalami penebalan dan membentuk tonjolan, jumlah
sel pacemaker mengalami penurunan yang mana implikasi klinisnya akan menimbulkan
disritmia pada lansia, kemudian terdapat arteri dan vena yang menjadi kaku ketika dalam
kondisi dilatasi sehigga katup jantung tidak kompeten yang akibatnya akan menimbulkan
implikasi klinis berupa edema pada ekstremitas .25

Lansia dapat mengalami perubahan struktur pada jantung. Ketebalan dinding ventrikel
cenderung meningkat akibat adanya peningkatan densitas kolagen dan hilangnya fungsi serat
elastis. Sehingga dapat berdampak pada kurangnya kemampuan jantung untuk berdistensi.
Pada permukaan di dalam jantung seperti pada katup mitral dan katup aorta akan mengalami
penebalan dan penonjolan di sepanjang garis katup. Obstruksi parsial terhadap aliran darah
selama denyut sistole dapat terjadi ketika pangkal aorta mengalami kekakuan sehingga akan
menghalangi pembukaan katup secara sempurna.25

Perubahan struktural dapat mempengaruhi konduksi sistem jantung melalui


peningkatan jumlah jaringan fibrosa dan jaringan ikat. Dengan bertambahnya usia, sistem
aorta dan arteri perifer menjadi kaku. Kekakuan ini terjadi akibat meningkatnya serat kolagen
dan hilangnya serat elastis dalam lapisan medial arteri. Proses perubahan akibat penuaan ini
akan menyebabkan terjadinya ateriosklerosis yaitu terjadinya peningkatan kekakuan dan
ketebalan pada katup jantung.25

Proses penuaan ini mampu menjadikan lansia mengalami perubahan fungsional dari
sudut pandang sistem kardiovaskuler. Dimana perubahan utama yang terjadi adalah
menurunnya kemampuan untuk meningkatkan keluaran sebagai respon terhadap peningkatan
kebutuhan tubuh. Seiring bertambahnya usia denyut dan curah jantung pun mengalami
penurunan, hal itu terjadi karena miokardium pada jantung mengalami penebalan dan sulit
untuk diregangkan. Katup-katup yang hsulit diregangkan inilah yang dapat menimbulkan
peningkatan waktu pengisian dan peningkatan tekanan diastolik yang diperlukan untuk
mempertahankan preload yang adekuat.25
Batasan-batasan usia lanjut Batasan umur pada usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda.
Menurut World Health Organitation (WHO) lansia meliputi 26:

a) Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun


b) Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun
c) Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun
d) Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun.
Berbeda dengan WHO, menurut Departemen Kesehatan RI (2006) pengelompokkan lansia
menjadi26 :
a) Virilitas (prasenium) yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan
kematangan jiwa (usia 55-59 tahun)
b) Usia lanjut dini (senescen) yaitu kelompok yang mulai memasuki masa usia lanjut
dini (usia 60-64 tahun)
c) Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif (usia >65
tahun)
d) Lansia berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif (usia >65 tahun)

Anda mungkin juga menyukai