Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN TEORI

1. STUNTING

a. Pengertian Stunting

Stunting merupakan masalah dalam pertumbuhan anak. Ciri khas anak

adalah selalu tumbuh dan berkembang yang dimulai sejak masa konsepsi

sampai dengan berakhirnya masa remaja. Pengertian pertumbuhan adalah

bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau keseluruhan

hingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat ( Sunarsih,2018).

Pertumbhan anak dalam panjang badan merupakan indikator stunting, anak

yang mengalami pertumbuhan panjang badan kurang merupakan indikator

anak tersebut mengalami stunting.

Stunting adalah gangguan petumbuhan dan perkembangan yang

dialami anak-anak dari gizi buruk, infeksi berulang dan stimulasi psikososial

yang tidak memadai. Anak didefinisikan sebagai stunted jika tinggi badan

anak untuk usia kurang dari dua standar median pertumuhan anak ( <-2 SD )

(WHO,2018).

Berdasarkan bebebrapa pengetian diatas dapat disimpulkan bahwa

stunting adalah kondisi dimana anak mengalami kekurangan gizi yang

menyebabkan anak memiliki tubuh yang pendek dengan tinggi badan tidak

sesuai terhadap usianya dengan nilai z-score <-2SD.


b. Penyebab Stunting

Menurut beberapa penelitian, kejadian stunting pada anak merupakan

suatu proses kumulatif yang terjadi sejak kehamilan, masa kanak-kanak dan

sepanjang siklus kehidupan. Pada masa ini merupakan proses terjadinya

stunting pada anak dan peluang peningkatan stunting terjadi dalam 2 tahun

pertama kehidupan. Beberapa faktor yang menjadi penyebab stunting antara

lain sebagai berikut :

1) Praktek pengasuhan yang kurang baik. Beberapa fakta dan informasi yang ada

menunjukan bahwa 60% dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan ASI

eksklusif, 2 dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak menerima MP-ASI. Intervensi

yang dilakukan dengan sasaran ibu menyusui dan anak usia 0-6 bulan dilakukan

melalui beberapa kegiatan yang mendorong inisiasi menyusui dini ( IMD )

terutama melalui pemberian colostrum serta mendorong pemberian ASI

Eksklusif. MP-ASI diberikan atau mulai diperkenalkan ketika balita berusia

diatas 6 bulan. Selain berfungsi untuk mengenalkan jenis makanan baru pada

bayi, MP-ASI juga dapat mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh bayi yang tidak

lagi dapat disokong oleh ASI,serta membenuk daya tahan tubuh dan

perkembangan system imunologi anak terhadap makanan maupun minuman

( TNP2K,2017).

2) Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC, Post Natal Care

dan pembelajaran dini yang berkualitas.

Asuhan antenatal merupakan cara penting untuk memonitor dan mendukung

kesehatan ibu hamil normal serta mendeteksi ibu jika terdapat tanda-tanda

kehamilan tidak normal. Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan minimal 4


kali selama kehamilan yaitu, satu kali pada Trimester I, satu kali pada Trimester

II, dua kali pada Trimester III ( Amini,2016).

Monitoring dan evaluasi selama antenatal care diperlukan sebagai deteksi dini

faktor penyebab lahirnya bayi stunting. Monitoring dan evaluasi selama

antenatal care yang dapat digunakan sebagai indikasi kejadian stunting

diantaranya tinggi badan ibu dan statsus gizi ibu menggunakan LILA. Ibu yang

pendek merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan kajadian

stunting. Anak dengan orang tua yang pendek , baik salah satu atau keduanya

lebih berisiko stunted jika dibandingkan dengan anak yang memiliki orang tua

dengan tinggi badan normal (Depkes RI,2013).

3) Masih kurangnya akses rumah tangga atau keluarga pada makanan bergizi. Hal

ini dikarenakan harga makanan bergizi di Indonesia masih tergolong mahal.

Tebatasnya akses ke makanan begizi di Indonesia juga dicatat telah

berkontribusi pada 1 dari 3 ibu hamil yang mengalami anemia ( TNP2K,2017).

Kekurangan gizi dalam waktu yang lama terjadi sejak janin dalam kandungan

sampai awal kehidupan anak (1000 hari pertama kelahiran ), penyebab karena

rendahnya makanan bergizi. (Kementrian Kesehatan RI,2018)

4) Kurangnya akses air bersih dan sanitasi

Data yang diperoleh menunjukan bahwa 1 dari 5 rumah tangga masih buang air

besar di ruang terbuka serta 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki akses ke air

minum bersih ( TNP2K,2017).

Faktor-faktor penyebab kejadian stunting ( Departemen Kesehatan Republik

Indonesia,2018)

1) Faktor Langsung

a) Genetik
Kedua orang tua atau salah satu yang pendek akibat kondisi patologis (

defisiensi hormon pertumbuhan ) memiliki gen dalam kromosom yang

membawa sifat pendek sehingga memperbesar peluang anak untuk mewarisi

gen tersebut dan tumbuh menjadi stunting. Bila orang tua pendek akibat

kekurangan gizi atau penyakit, kemungkinan anak dapat tumbuh dengan

badan normal selama anak tidak terpapar faktor resiko yang lain

( Nasikhah,2012).

b) Asupan makanan tidak seimbang

Manusia membutuhkan makanan untuk kelangsungan hidupnya.

Makanan merupakan sumber energy untuk menunjang semua kegiatan atau

aktifitas manusia. Energi dalam tubuh manusia dapat timbul dikarenakan

adanya pembakaran karbohidrat,protein,dan lemak. Dengan demikian agar

manusia selalu tercukupi enegi nya diperlukan pemasukan zat-zat makanan

yang cukup ke dalam tubuhnya. Manusia yang kurang makanan akan lemah

baik daya kegiatan maupun pekerjaan fisik atau daya pemikirannya karena

kurangnya zat-zat makanan yang diterima tubuhnya yang dapat

menghasilkan energy (Suhardjo,2007).

Kecakupan total makanan yang dikonsumsi merupakan penentu utama

petumbuhan. Asupan makanan yang tidak seimbang akan menyebabkan

asupan gizi tidak adekuat terutama dari total energy, protein,lemak, dan gizi

mikro, berhubungan dengan deficit pertumbuhan fisik pada anak usia pra

sekolah ( Anisa,2013).

c) Riwayat infeksi

Riwayat infeksi merupakan salah satu faktor penyebab langsung stunting.

Kaitan antara penyakit infeksi dengan pemenuhan asupan gizi tidak dapat
dipisahkan. Dimana penyakit infeksi akan memperburuk keadaan bila terjadi

kekurangan asupan gizi. Anak dengan kurang gizi akan lebih mudah terkena

penyakit infeksi. Penyakit infeksi akan ikut menambahkan kebutuhan akan zat

gizi untuk membantu perlawanan terhadap penyakit tersebut. Pemenuhan zat gizi

yang susah sesuai dengan kebutuhan namun penyakit infeksi yang diderita tidak

tertangani, tidak akan dapat memperbaiki status kesehatan dan status gizi anak

balita. Berarti malnutrisi dapat meningkatkan resiko infeksi, sedangkan infeksi

dapat menyebabkan malnutrisi.

2) Faktor tidak langsung

a) Antenatal Care ( ANC )

Setiap wanita hamil mengalami resiko komplikasi yang dapat mengancam

jiawanya. Oleh karena itu, setiap wanita hamil memrlukan sedikitnya 4 kali

kunjungan selama masa 17 kehamilan yaitu 1 kali pada trimester petama, 1

kali pada trimester kedua dan 2 kali pada trimester ketiga ( Departemen

Kesehatan Republik Indonesia,2010).

b) Imunisasi

Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulakn atau meningkatkan

kekebalan sesorang secara aktif terhadap suatu penyakit. Tujuan imunisasi

yaitu menurunkan angka kesakitan, kematian, dan kecacatan akibat penyakit

yang dapat dicegah dengan Imunisasi ( PD31).

c) Posyandu

Posyandu atau pos pelayanan terpadu meupakan salah satu bentuk upaya

kesehatan bersumberdaya masyarakat yang dilaksanakan oleh,dari dan

bersama masyarakat untuk memberdayakan dan memberikan kemudahan

kepada masyarakat guna memperoleh pelayanan gizi. Hal tersebut bertujuan


untuk meningkatkan perbaikan status gizi, menurunkan permasalahan gizi

serta menurunkan angka kematian bayi (Kemenskes RI,2012).

d) ASI Eksklusif

ASI eksklusif adalah pemberian ASI sedini mungkin setelah persalinan,

diberikan tanpa jadwal (on demand) dan tidak diberi makanan lain sampai

bayi berusia 6 bulan.

e) Berat Badan Lahir

Berat badan lahir sangat terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan

jangka panjang anak balita. Bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah

(BBLR) yaitu yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500gram, bayi

dengan berat badan lahir rendah akan mengalami hambatan pada

pertumbuhan dan perkembangannyaserta kemungkinan terjadi kemunduran

fungsi intelektualnya selain itu bayi lebih rentan terkena infeksi dan terjadi

hipotermi (Direktorat Bina Gizi dan KIA,2012).

f) Panjang Badan Lahir

Asupan gizi ibu kurang adekuat sebelum masa kehamilan menyebabkan

gangguan pertumbuhan pada janin sehingga dapat menyebabkan bayi lahir

dengan panjang badan lahir pendek. Bayi yang dilahirkan memiliki panjang

badan lahir normal bila panjang badan lahir bayi tersebut berada pada

panjang 48 – 52 cm (Kemenkes R.I,2010).

Menurut Riskesdes tahun 2013 kategori panjang badan lahir dikolompokan

menjadi tiga,yaitu <48cm, 48 – 52 cm, dan > 52 cm,panjang badan lahir

pendek adalah bayi yang lahir dengan panjang <48 cm (Kemenkes R.I,2013).

Panjang badan lahir pendek dipengaruhi oleh pemenuhan nutrisi bayi

tersebut saat masih dalam kandungan


c. Tanda – Tanda Stunting

1) Usia 8- 10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan

eye contac. Urutan jenis masalah yang paling tinggi adalah masalah

dengan teman sebaya, kemampuan prososial yang kurang, masalah

perilaku dan emosi ( Ramhadi, Hardaningsih and Pratiwi,2015)

2) Petumbuhan dan perkembangan lambat

Dalam sebuah jurnal penelitian yang berjudul stunting dan perkembangan

anak usia 12 – 60 bulan di Kalasan pada tahun 2017 menyatakan stunting

berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Stunting dapat

mempengaruhi peerkembangan otak secara langsung serta mempengaruhi

pertumbuhan fisik, perkembangan motoric, dan aktivitas fisik

( Probosiswi,Huriyati dan Ismail,2017)

3) Pertumbuhan gigi lambat

Stunting berkaitan dengan status gizi yang rendah diantaranya kalsium

yang berperan untuk pembentukan gigi sehingga akan menghambat

pertumbuhan gigi pada anak. Penelitian sebelumnya yang berjudul

Hubungan Antara Status Gizi Pendek ( stunting ) Dengan Tingkat Karies

Gigi dilakukan di taman kanak – kanak di Kecamatan Kertak Hanyar

Kabupaten Banjar tahun 2016 menunjukan jika terdapat hubungan antara

status gizi pendek ( stunting ) dengan tingkat karies gigi /( Rahman,Adhani

dan Triawati, 2016 ).

4) Performa buruk pada tes perhatian dan memori belajar.

Anak stunting mengalami kesulitan dalam belajar membaca dibandingkan

anak normal. Stunting merupakan gangguan petumbuhan yang dapat

mengindikasikan adanya gangguan pada organ – organ tubuh. Salah satu


organ yang paling cepat mengalami kerusakan pada kondisi gangguan gizi

adalah otak. Otak merupakan pusat syaraf yang sangat berkaitan dengan

respon anak untuk melihat, mendengar, berpikir, serta melakukan gerakan

(Widanti,2013).

d. Dampak Stunting

Dampak stunting terhadap prestasi sekolah juga didukung oleh

penelitian yang dilakukan oleh Peignon dkk (2014) terhadap anak usia 6 – 16

tahun di Kamboja. Perignon menemukan bahwa anak yang mengalami

stunting moderate dan severe memiliki kecerdasan kognitif yang lebih rendah

dibandingkan dengan anak normal.

Menerut penelitian dampak yang ditimbulkan ketika anak usia pra

sekolah adalah anak akan mengalami kesulitan memiliki potensi tumbuh

kembang yang tidak sempurna, kemampuan motorik dan produktivitas rendah,

serta memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita penyakit tidak menular.

Selain itu juga, anak stunting akan mengalami kesulitan dalam belajar

membaca dibanding anak normal (Widanti,2016).

Growth faltering atau kegagalan pertumbuhan yang mengakibatkan

terjadinya stunting umumnya terjadi dalam periode yang singkat (sebelum

lahir hingga kurang lebih umur 2 tahun ), namun memiliki konsekuensi yang

serius kemudian hari. Seorang anak laki – laki stunting maka kelak akan

menjadi dewasa pendek (stunted ) dan mengakibatkan produksi kerja yang

kurang sehinga berdampak pada status ekonomi. Sedangkan anak perempuan

yang mengalami stunting maka kelak menjadi dewasa pendek ( stunted ) dan

bila hamil makan akan lahir bayi dengan berat badan rendah (FKM UI,21014).
e. Pengukuran Stunting

Stunting merupakan masalah kesehatan yang berkaitan dengan status

gizi. Status gizi dapat diketahui melalui pengukuran beberapa

parameter,kemudian hasil pengukuran tersebut dibandingkan dengan standar

atau rujukan. Bentuk pengukuran yang digunakan dalam mengukur stunting

adalah pengukuran antropometri. Antropometri berasalah dari kata antropo

yang berarti manusia dan metri adalah ukuran. Metode Antropometri dapat

diartikan sebagai mengukur fisik atau bagian tubuh manusia. Menilai status

gizi dengan metode antropometri adalah menjadikan ukuran tubuh manusia

sebagai metode untuk menentukan status gizi. Konsep dasar yang harus

dipahami dalam menggunakan antropometri untuk mengukur status gizi

adalah konsep dasar pertumbuhan. (Par’I,Wiyono and Harjatmo,2017)

f. Indeks Antropometri

Indeks antropometri adalah pengukuran dari beberapa

parameter,indeks antropometri merupakan rasio dari satu pengukuran terhadap

satu atau lebih pengukuran atau yang dihubungkan dengan umur ( Departemen

Gizi dan Kesehatan Masyarakat,2011). Status gizi balita dinilai menurut gizi 3

indeks yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur

(TB/U), dan berat badan menurut tinngi badan (BB/TB)(Direktorat Bina Gizi

Masyarakt,2017).

1. BB/U adalah berat badan anak yang di capai pada umur tertentu
memberikan indikasi masalah gizi secara umum karena berat badan
berkorelasi positif dengan umur dan tinggi badan. Berat badan
menurut rendah dapat disebabkan karena pendek (masalah gizi
kronis) atau menderita penyakit infeksi (masalah gizi akut).
2. TB/U adalah tinggi badan anak yang dicapai pada umur tertentu
Memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai
akibat dari keadaan yang berlangsung lama, misalnya
kemiskinan,perilaku hidup tidak sehat,dan asupan makanan kurang
dalam waktu yang lama sehingga mengakibatkan anak menjadi
pendek.
3. BB/TB adalah berat badan anak dibandingkan dengan tinggi badan
yang dicapai
Memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya akut sebagai
akibat dari peristiwa yang terjadi dalam waktu yang tidak lama,
misalnya terjadi wabah penyakit dan kekurangan makan
(kelaparan) yang menyebabkan anak menjadi kurus. Indikator
BB/TB dan IMT/U dapat digunakan untuk identifikasi kurus dan
gemuk. Masalah kurus dan gemuk pada umur dini dapat berakibat
pada resiko berbagai penyakit degeneratif pada saat dewasa.
Ketiga nilai indeks status gizi diatas dibandingkan dengan buku
pertumbuhan WHO. Z –score adalah nilai simpangan BB dan TB
dari nilai BB dan TB normal menurut baku pertumbuhan WHO
(Direktorat Bina Gizi Masyarakat,2017).
2. BALITA
a. Pengertian balita
Menurut kemenkes RI,2015 Anak Bawah Lima Tahun atau yang lebih
dikenal dengan Balita adalah anak yang menginjak usia di atas satu tahun atau
lebih populer dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun atau biasa
digunakan perhitungan bulan yaitu usia 12 – 59 bulan.
b. Tumbuh kembang pada balita
Tumbuh kembang pada balita usia balita merupakan periode kritis
dalam kehidupan manusia, karena secara fisik terjadi perkembangan tubuh dan
ketrampilan motorik yang sangat nyata. Masa ini sangat penting karena terjadi
pertembuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan
anak selanjutnya (Soetjiningsih,2016).
Pertumbuhan dan perkembangan otak tidak bisa diperbaiki apabila
terjadi kekurangan gizi pada balita. Apabila pada masa ini mengalami
kekurangan gizi dapat menyebabkan pertumbuhan fisik dan intelektual
terganggu.
c. Klasifikasi Status Gizi Balita
Untuk menentukan klasifikasi status gizi diperlukan batasan – batasan
yang disebut ambang batas. Di setiap negara, batasan ini relatif berbeda
bergantung pada kesepakatan para ahli gizi di negara tersebut serta bergantung
pada kesepakatan para ahli gizi di negara tersebut serta berdasarkan hasil
penelitian empiris dan keadaan klinis. Klasifikasi status gizi telah ditetapkan
dalam Keputusan Mentri Klasifikasi status gizi telah ditetapkan dalam
Keputusan Mentri Kesehatan RI Nomor 1995/Menskes/SK/XII/2010 tentang
standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak yang menjadi acuan
klasifikasi status gizi di Indonesia. Berdasarkan niali Zscore dari masing –
masing indikator tersebut ditentukan status gizi balita dengan batasan sebagai
berikut :
1) Klasifikasi status gizi berdasarkan indeks BB/U:
a) Gizi buruk : Zscore < - 3,0
b) Gizi buruk : Zscore ≥ - 3,0 s/d Zscore < - 2,0
c) Gizi baik : Zscore ≥ - 2,0
2) Klasifikasi status gizi berdasarkan indikator TB/U :
a) Sangat pendek : Zscore < - 3,0
b) Pendek : Zscore ≥ - 3,0 s/d Zscore < - 2,0
c) Normal : Zscore ≤ 2,0
3) Klasifikasi status gizi berdasarkan indikator BB/TB :
a) Sangat kurus : Zscore < - 3,0
b) Kurus : Zscore : ≥ - 3,0 s/d Zscore < - 2,0
c) Normal : Zscore ≥ - 2,0 s/d Zscore ≤ 2,0
d) Gemuk : Zscore > 2,0
( Trihono et al,2015 )
B. KERANGKA TEORI

Gambar 2.1 Kerangka Teori Kejadian Stunting

Faktor Langsung

1. Genetik
2. Asupan Makanan Tidak
Seimbang
3. Riwayat Infeksi
Faktor Tidak Langsung STUNTING
1. Riwayat ANC
2. Imunisasi
3. Posyandu
4. Asi Eksklusif
5. Berat Badan Lahir
6. Panjang Badan Lahir

Bagan 2.1 kerangka Teori stunting ( Departemen Kesehatan Republik

Indonesia,2018) dan ( Departemen Kesehatan Republik Indonesia,2010).

Anda mungkin juga menyukai