Sap Deteksi Dini
Sap Deteksi Dini
Sap Deteksi Dini
Oleh :
Daniel Yosef Meak (1612B0209)
Heriawan Wahidin (1612B0233)
Iswan (1612B0239)
Debi Tantia Soinbala (1612B0160)
Erna Eka Puspita (1612B0174)
Febby Triani Pemalia (1612B0225)
Saparudin (1612B0291)
Seba Sintike Haba (1612B0292)
Sinar (1612B0293)
Sinta (1612B0294)
Siprianus Sadam Wahi (1612B0295)
TANGGAL :
Satuan Acara Penyuluhan pada keluarga telah diperiksa dan disetujui oleh
pembimbing pada tanggal:
Kepala Ruangan
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
STIKES SURYA MITRA HUSADA KEDIRI
DI POLI KLINIK JIWA RSJ MENUR SURABAYA
I. LATAR BELAKANG
Gangguan kesehatan jiwa adalah suatu kelompok gejala atau perilaku
yang secara klinis ditemukan bermakna dan disertai dengan penderitaan
(distress) pada kebanyakan kasus dan yang berkaitan dengan terganggunya
fungsi seseorang. Terdapat dua faktor sebagai peneyebab gangguan jiwa
ialah faktor predisposisi dan faktor pencetus. Keduanya berpengaruh untuk
menimbulkan gangguan jiwa. Faktor predisposisi terdiri atas berbagai
faktor mulai dari faktor genetik, kelainan-kelainan fisik terutama otak
yang terjadi sekitar kelahiran dan atmosfer keluarga yang abnormal
semasa kanak-kanak. Sedangkan faktor pencetus ialah peristiwa yang
langsung baik fisik maupun psikososial yang menyebabkan timbulnya
gejala-gejala sakit jiwa.
Pelayanan primer seperti Puskesmas merupakan lini terdepan petugas
kesehatan yang akan menangani gangguan-gangguan jiwa pertama kali.
Oleh karena itu, petugas kesehatan dipelayanan primer haruslah memiliki
kemampuan untuk melakukan deteksi dan mampu menatalaksana
gangguan jiwa.
Ada banyak alasan mengapa kita harus peduli dengan masalah
kejiwaan. Pertama, karena masalah kejiwaan tersebut menjadi beban
kesehatan masyarakat. Penelitian menunjukkan bahwa hamper semua
tempat di dunia terdapat sekitar 40% orang dewasa yang pergi kepusat-
pusat pelayanan kesehatan menderita beberapa masalah kejiwaan. Kedua,
karena masalah kejiwaan sangat menyulitkan. Meskipun kepercayaan yang
populer dikalangan masyarakat yang menyatakan bahwa masalah kejiwaan
masih kurang serius dibandingkan dengan penyakit fisik, tetapi sebenarnya
masalah kejiwaan juga bisa mengakibatkan kematian, akibat bunuh diri
dan kecelakaan. Laporan kesehatan dunia dari World Health Organization
pada tahun 2010 menemukan bahwa empat dari sepuluh kondisi yang
paling sulit diatasi di dunia adalah penyakit kejiwaan. Ketiga, karena
masalah kejiwaan menyebabkan stigma (pelabelan). Hampir semua orang
yang mengalami gangguan kesehatan jiwa tidak akan pernah mau
mengakuinya. Mereka sering didiskriminasi oleh masyarakat dan keluarga
mereka.
V. KEGIATAN PENYULUHAN
VI. METODE
1. Ceramah
2. Diskusi
VII. MEDIA
1. Leaflet
2. Flip Chart
VIII. PENGORGANISASIAN
Pembimbing :
Moderator : Heriawan S.Kep
Penyaji : Seba S. Haba S.Kep
Observer : Iswan S.Kep
Fasilitator : Febby Triani Pamelia S.Kep
Daniel Yosef Meak S.Kep
Sinarti S.Kep
Saparuddin S.Kep
Sinta S.Kep
Deby Tantia Soinbala S.Kep
Erna Eka Puspita S.Kep
Siprianus Sadam Wahi S.Kep
Seting Tempat
1
2
4 4
AUDIES
4 4
4 4
3
4 4
Keterangan
1 : Moderator
2 : Penyaji
3 : Observer
4 : Fasilitator
VIII. EVALUASI
a. Evaluasi Struktur
1. Keluarga klien hadir di tempat penyuluhan.
2. Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan oleh mahasiswa
STIKES Surya Mitra Husada bersama dengan pembimbing yang
mendampingi di RS Jiwa Menur Surabaya.
3. Pengorganisasian dilakukan sebelum pelaksanaan
penyuluhan.
b. Evaluasi Proses
1. Keluarga klien antusias terhadap materi penyuluhan yang
disampaikan oleh pembicara.
2. Keluarga tidak meninggalkan tempat sebelum kegiatan penyuluhan
selesai
3. Keluarga terlibat aktif dalam kegiatan penyuluhan.
c. Evaluasi Hasil
1. Keluarga mampu menjelaskan tentang pengertian deteksi dini,
pengertian gangguan jiwa, penyebab gangguan jiwa, bentuk dan
gejala gangguan jiwa.
2. Ada umpan balik positif dari peserta seperti dapat menjawab
pertanyaan yang diajukan pemateri.
Secara fitrah setiap manusia atau individu memiliki mental yang sehat,
akan tetapi karena suatu sebab ada beberapa individu yang mengalami atau
memiliki mental yangtidak sehat. Biasanya mental yang tidak sehat,
diakibatkan dari goncangan-goncangan atau konflik batin yang ada dalam
diri (jiwa), dan pengalaman hidup yang tidak menyenangkan. Dengan
kondisi semacam itu biasanya kondisi psikologis (mental) menjadi kacau
yakni, tidak selaras lagi antara yang dipikirkan dengan peri lakunya. Orang
yang menderita sakit mental (jiwa), secara sosial kurang bisa diterima
ditengah-tengah dimana dia tinggal, bahkan secara umum dalam masyarakat
kurang bisa diterima.
Untuk menghindari terjadinya sakit mental tersebut, maka perlu upaya
sedini mungkin untuk mengenal kondisi mental, maka dari itu harap
diketahui faktor-faktor yang menimbulkan gangguan mental dan gejala-
gejalanya sebagai bentuk deteksi diagnosis. Deteksi yang biasa dilakukan
ialah mengenali gejala-gejala abnormalitas (ketidakwajaran) pada mental
atau pada jiwa. Pendekatan diagnosis ini dilakukan untuk mencegah
terjadinya kekalutan mental yang lebih parah yang dapat merusak
kepribadian. Hal tersebut dapat membantu individu dalam mengembangkan
cara berfikir, cara berperasaan, dan cara berperilaku yang baik dan benar,
sehingga eksistensi seseorang bisa diterima dan diakui dalam lingkungan
sosialnya sebagai sosok insan yang sehat secara sempurna.
Tujuan deteksi dini ialah untuk memberikan pengetahuan dan
pemahaman serta perhatian terhadap kondisi psikologis, yakni kondisi
mental dan jiwa spiritual yang ada dalam diri individu untuk menghindari
dan menanggulangi akan terjadinya gangguan-gangguan jiwa (mental).
Deteksi dini juga sebagai bentuk preventive (pencegahan) sejak awal
terhadap indikasi-indikasi akan terjadinya gangguan mental dan kejiwaan.
Karena manusia hidup itu memiliki tanggung jawab yang besar terhadap
relasi dalam berhubungan, baik yang berkaitan individu dengan Tuhannya,
individu dengan dirinya sendiri, keluarganya, lingkungannya sosialnya dan
lingkungan alam sekitarnya. Hal ini mustahil bisa dilakukan apabila tidak
didukung oleh kondisi diri yang sehat, yakni sehat jasmani(fisiologis) dan
sehat ruhani (mental-spiritual) atau psikologis. Deteksi dini terhadap
gangguan mental juga memberikan manfaat yaitu mengembangkan nilai dan
sikap secara menyeluruh serta perasaan sesuai dengan penerimaan diri (self
acceptance),membantu memahami tingkah laku manusia dan membantu
manusia untuk memperoleh kepuasan pribadi, dan dalam penyesuaian diri
secara maksimum terhadap masyarakat serta membantu individu untuk
hidup seimbang dalam berbagai aspek, fisik, mental dan sosial. Disamping
itu deteksi dini mempunyai fungsi dan tujuan, yaitu: fungsi pemahaman
(understanding), fungsi pengendalian (control),fungsi peramalan
(prediction), fungsi pengembangan (development), fungsi
pencegahan(prevention), dan fungsi perawatan (treatment).Misal dengan
melakukan deteksi dini terhadap gangguan mental seseorang akan terhindar
dari hal-hal atau keadaan yang dapat membahayakan jiwaataupun mental.
Jadi deteksi dini adalah suatu upaya untuk mengenali kondisi kesehatan
mental, terlebih gejala dan faktor atau pencetus yang bisa membuat kondisi
mental menjadi tidak sehat (terganggu) secara dini.
B. Pengertian Gangguan Jiwa
Yang dimaksud dengan gangguan adalah hal-hal yang menyebabkan
ketidakberesan (ketidakwarasan) atau ketidakwajaran terhadap kesehatan
metal atau jiwa. Dalam terminologi yang lain gangguan mental ialah adanya
ketidakseimbangan yang terjadi dalam diri kita, berpusat pada perasaan,
emosional dan dorongan (motif/ nafsu), yang mengakibatkan pada
ketidakharmonisan antara fungsi-fungsi jiwa, yang menyebabkan kehilangan
daya tahan jiwa, pada akhirnya jiwa menjadi labil dan cenderung mudah
terpengaruh pada hal-hal yang negatif, serta dirinya tidak mampu merasakan
kebahagiaan serta tidak mampu mengaktualisasikan potensi-potensi
(kemampuan) yang ada dalam dirinya secara wajar. Dalam kamus besar
Bahasa Indonesia didefinisikan gangguan mental ialah ketidakseimbangan
jiwa yang mengakibatkan terjadinya ketidaknormalan sikap dan tingkah laku
yang dapat menghambat dalam proses penyesuaian diri.
Dengan demikian gangguan mental ialah kondisi kejiwaan yang lemah
(sakit), yang bisa merusak kepribadian dengan tingkah lakunya yang tidak
normal (abnormal), serta mengakibatkan seseorang atau individu mengalami
kesulitan bersosialisasi, beraktualisasi, dan beradaptasi, yakni mengalami
kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Orang yang mengalami gangguan mental ialah kebalikan dari orang
yang sehat mentalnya, sebagaimana penjelasan Dadang Hawari menurutnya,
orang yang sehat mentalnya (jasmani/ jiwa, psikis) ialah orang yang pikiran,
perasaan, serta perilakunya itu baik, tidak melanggar hukum, norma, dan
etika, serta tidak merugikan orang lain ataupun lingkungannya.
Sementara itu Dr. Kartini Kartono gangguan mental (mental
disorder)ialah bentuk penyakit atau gangguan dan kekacauan fungsi mental
atau kesehatan mental yang disebabkan oleh kegagalan mereaksinya
mekanisme adaptasi dari fungsi-fungsi kejiwaan/ mental terhadap stimuli
eksternal dan ketegangan-ketegangan; sehingga muncul gangguan fungsional
atau gangguan strukural dari satu bagian atau lebih dari sistem kejiwaan.
Zakiyah Daradjat, mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa;
gangguan mental adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak wajar
(normal) baik yang berhubungan dengan fisik (tingkah laku), kepribadian,
kejiwaan, maupun psikis (psikologis). Orang yang terganggu mentalnya
biasanya, pikirannya pendek, tidak memiliki pandangan hidup yangluas, sikap
hidupnya penuh perasaan pesimis, dan biasanya suka menunda-nunda waktu,
serta cenderung mengeluh. Apabila telah mengalami kondisi psikologis
semacam itu jelas kondisi psikis kita terganggu. Ciri yang paling mudah
dikenali dari kondisi mental yang tidak sehat yaitu perasaan selalu malas
berbuat sesuatu, kondisi tubuh merasa selalu capek, isi pikiran dan hati
diliputi perasaan iri, dengki, curiga, dan pikiran-pikiran aneh lain dan selalu
diliputi keinginan-keinginan yang tidak masuk akal (irrasional).
Gangguan mental sekecil apapun dapat merusak kepribadian atau citra
diri. Maka deteksi dini mutlak perlu dilakukan terhadap diri kita dengan
tujuan untuk mengenal kondisi kesehatan mental sedini mungkin, sehingga
kita dapat mengarahkan diri agar tidak menderita gangguan mental. Deteksi
diri (psycho-diagnostic)terhadap gangguan mental sejak dini perlu dilakukan
oleh siapapun, yang menyadari betapa penting dan berharganya kesehatan
metal yang melebihi hal apapun. Hal ini bisa dilakukan sendiri maupun
dengan bantuan orang lain.
Jadi tidak heran apabila ada seseorang baru umur beberapa tahun
memiliki kelainan mental seperti idiot, agresif, dan keterbelakangan mental
lain sebagainya, ini semua tak lain akibat gen yang dibawanya. Jadi gen
merupakan salah satu faktor pencetus terjadi gangguan mental.