Sap Deteksi Dini

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 26

SATUAN ACARA PENYULUHAN DETEKSI DINI GANGGUAN JIWA

DI RUANG WIJAYA KUSUMA


RSJ MENUR SURABAYA

Oleh :
Daniel Yosef Meak (1612B0209)
Heriawan Wahidin (1612B0233)
Iswan (1612B0239)
Debi Tantia Soinbala (1612B0160)
Erna Eka Puspita (1612B0174)
Febby Triani Pemalia (1612B0225)
Saparudin (1612B0291)
Seba Sintike Haba (1612B0292)
Sinar (1612B0293)
Sinta (1612B0294)
Siprianus Sadam Wahi (1612B0295)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


STIKES SURYA MITRA HUSADA
KEDIRI
2017
LEMBAR PENGESAHAN

PENYULUHAN DETEKSI DINI GANGGUAN JIWA


DI RUANG POLI KLINIK RSJ MENUR SURABAYA

TANGGAL :

Satuan Acara Penyuluhan pada keluarga telah diperiksa dan disetujui oleh
pembimbing pada tanggal:

Surabaya, November 2017

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

Kepala Ruangan
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
STIKES SURYA MITRA HUSADA KEDIRI
DI POLI KLINIK JIWA RSJ MENUR SURABAYA

SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)


PENYULUHAN KESEHATAN

Bidang Studi : Ilmu Keperawatan Jiwa


Topik : Deteksi Dini Gangguan Jiwa
Sasaran : Keluarga di Ruang Poli RSJ Menur Surabaya
Tempat : Ruang Poli Klinik Jiwa RSJ Menur Surabaya
Hari/Tanggal :
Waktu : 1 x 30 menit

I. LATAR BELAKANG
Gangguan kesehatan jiwa adalah suatu kelompok gejala atau perilaku
yang secara klinis ditemukan bermakna dan disertai dengan penderitaan
(distress) pada kebanyakan kasus dan yang berkaitan dengan terganggunya
fungsi seseorang. Terdapat dua faktor sebagai peneyebab gangguan jiwa
ialah faktor predisposisi dan faktor pencetus. Keduanya berpengaruh untuk
menimbulkan gangguan jiwa. Faktor predisposisi terdiri atas berbagai
faktor mulai dari faktor genetik, kelainan-kelainan fisik terutama otak
yang terjadi sekitar kelahiran dan atmosfer keluarga yang abnormal
semasa kanak-kanak. Sedangkan faktor pencetus ialah peristiwa yang
langsung baik fisik maupun psikososial yang menyebabkan timbulnya
gejala-gejala sakit jiwa.
Pelayanan primer seperti Puskesmas merupakan lini terdepan petugas
kesehatan yang akan menangani gangguan-gangguan jiwa pertama kali.
Oleh karena itu, petugas kesehatan dipelayanan primer haruslah memiliki
kemampuan untuk melakukan deteksi dan mampu menatalaksana
gangguan jiwa.
Ada banyak alasan mengapa kita harus peduli dengan masalah
kejiwaan. Pertama, karena masalah kejiwaan tersebut menjadi beban
kesehatan masyarakat. Penelitian menunjukkan bahwa hamper semua
tempat di dunia terdapat sekitar 40% orang dewasa yang pergi kepusat-
pusat pelayanan kesehatan menderita beberapa masalah kejiwaan. Kedua,
karena masalah kejiwaan sangat menyulitkan. Meskipun kepercayaan yang
populer dikalangan masyarakat yang menyatakan bahwa masalah kejiwaan
masih kurang serius dibandingkan dengan penyakit fisik, tetapi sebenarnya
masalah kejiwaan juga bisa mengakibatkan kematian, akibat bunuh diri
dan kecelakaan. Laporan kesehatan dunia dari World Health Organization
pada tahun 2010 menemukan bahwa empat dari sepuluh kondisi yang
paling sulit diatasi di dunia adalah penyakit kejiwaan. Ketiga, karena
masalah kejiwaan menyebabkan stigma (pelabelan). Hampir semua orang
yang mengalami gangguan kesehatan jiwa tidak akan pernah mau
mengakuinya. Mereka sering didiskriminasi oleh masyarakat dan keluarga
mereka.

II. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)


Setelah kegiatan penyuluhan berlangsung keluarga klien mampu
memahami tentang skizoferenia.

III. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)


Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 1x15 menit
diharapkan mampu :
1. Keluarga dapat memahami pengertian deteksi dini
2. Keluarga dapat memahami pengertian gangguan jiwa
3. Keluarga dapat mengetahui penyebeb gangguan jiwa
4. Keluarga dapat mengetahui bentuk dan gejala gangguan jiwa
5. Keluarga dapat mendeteksi dini gangguan jiwa
IV. MATERI PELAJARAN
1. Pengertian deteksi dini
2. Pengertian gangguan jiwa
3. Penyebeb gangguan jiwa
4. Bentuk dan gejala gangguan jiwa

V. KEGIATAN PENYULUHAN

NO WAKTU KEGIATAN PENYULUH KEGIATAN PESERTA


1. 3 menit Pembukaan :
 Membuka kegiatan  Menjawab salam
dengan mengucapkan salam.
 Memperkenalkan  Mendengarkan
diri  Memperhatikan
 Menjelaskan
tujuan dari penyuluhan  Memperhatikan
 Menyebutkan
materi yang akan diberikan  Memperhatikan
 Kontrak waktu
2. 15 menit Pelaksanaan :
 Menjelaskan pengertian  Memperhatikan
deteksi dini
 Menjelaskan pengertian  Memperhatikan
gangguan jiwa
 Menjelaskan penyebab  Memperhatikan
gangguan jiwa
 Menjelaskan bentuk dan  Bertanya dan
gejala gangguan jiwa menjawab pertanyaan yang
 Memberi kesempatan kepada diajukan
peserta untuk bertanya
3. 10 menit Evaluasi :
 Menanyakan  Menjawab
kepada peserta tentang materi pertanyaan
yang telah diberikan, dan
reinforcement kepada
keluarga klien yang dapat
menjawab pertanyaan.
4. 2 menit Terminasi :
 Mengucapkan  Mendengarkan
terimakasih atas peran serta
peserta.  Menjawab salam
 Mengucapkan
salam penutup

VI. METODE
1. Ceramah
2. Diskusi

VII. MEDIA
1. Leaflet
2. Flip Chart

VIII. PENGORGANISASIAN
Pembimbing :
Moderator : Heriawan S.Kep
Penyaji : Seba S. Haba S.Kep
Observer : Iswan S.Kep
Fasilitator : Febby Triani Pamelia S.Kep
Daniel Yosef Meak S.Kep
Sinarti S.Kep
Saparuddin S.Kep
Sinta S.Kep
Deby Tantia Soinbala S.Kep
Erna Eka Puspita S.Kep
Siprianus Sadam Wahi S.Kep
Seting Tempat
1
2

4 4
AUDIES
4 4

4 4
3
4 4

Keterangan
1 : Moderator
2 : Penyaji
3 : Observer
4 : Fasilitator

VIII. EVALUASI
a. Evaluasi Struktur
1. Keluarga klien hadir di tempat penyuluhan.
2. Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan oleh mahasiswa
STIKES Surya Mitra Husada bersama dengan pembimbing yang
mendampingi di RS Jiwa Menur Surabaya.
3. Pengorganisasian dilakukan sebelum pelaksanaan
penyuluhan.
b. Evaluasi Proses
1. Keluarga klien antusias terhadap materi penyuluhan yang
disampaikan oleh pembicara.
2. Keluarga tidak meninggalkan tempat sebelum kegiatan penyuluhan
selesai
3. Keluarga terlibat aktif dalam kegiatan penyuluhan.
c. Evaluasi Hasil
1. Keluarga mampu menjelaskan tentang pengertian deteksi dini,
pengertian gangguan jiwa, penyebab gangguan jiwa, bentuk dan
gejala gangguan jiwa.
2. Ada umpan balik positif dari peserta seperti dapat menjawab
pertanyaan yang diajukan pemateri.

IX. PENGORGANISASIAN & URAIAN TUGAS


1. Protokol / Pembawa acara
Uraian tugas :
a. Membuka acara penyuluhan, memperkenalkan diri dan tim kepada
peserta.
b. Mengatur proses dan lama penyuluhan.
c. Menutup acara penyuluhan.
2. Penyuluh/ Pengajar
Uraian tugas :
a. Menjelaskan materi penyuluhan dengan jelas dan dengan bahasa yang
mudah dipahami oleh peserta.
b. Memotivasi peserta untuk tetap aktif dan memperhatikan proses
penyuluhan.
c. Memotivasi peserta untuk bertanya.
3. Fasilitator
Uraian tugas :
a. Ikut bergabung dan duduk bersama di antara peserta.
b. Mengevaluasi peserta tentang kejelasan materi penyuluhan.
c. Memotivasi peserta untuk bertanya materi yang belum jelas.
d. Menginterupsi penyuluh tentang istilah/hal-hal yang dirasa kurang jelas
bagi peserta.
4. Observer
Uraian tugas :
a. Mencatat nama, alamat dan jumlah peserta, serta menempatkan diri
sehingga memungkinkan dapat mengamankan jalannya proses
penyuluhan.
b. Mencatat pertanyaan yang diajukan peserta.
c. Mengamati perilaku verbal dan non verbal peserta selama proses
penyuluhan.
d. Mengevaluasi hasil penyuluhan denga rencana penyuluhan.
e. Menyampaikan evaluasi langsung kepada penyuluh yang dirasa tidak
sesuai dengan rencana penyuluhan.
MATERI
A. Pengertian Deteksi Dini

Secara fitrah setiap manusia atau individu memiliki mental yang sehat,
akan tetapi karena suatu sebab ada beberapa individu yang mengalami atau
memiliki mental yangtidak sehat. Biasanya mental yang tidak sehat,
diakibatkan dari goncangan-goncangan atau konflik batin yang ada dalam
diri (jiwa), dan pengalaman hidup yang tidak menyenangkan. Dengan
kondisi semacam itu biasanya kondisi psikologis (mental) menjadi kacau
yakni, tidak selaras lagi antara yang dipikirkan dengan peri lakunya. Orang
yang menderita sakit mental (jiwa), secara sosial kurang bisa diterima
ditengah-tengah dimana dia tinggal, bahkan secara umum dalam masyarakat
kurang bisa diterima.
Untuk menghindari terjadinya sakit mental tersebut, maka perlu upaya
sedini mungkin untuk mengenal kondisi mental, maka dari itu harap
diketahui faktor-faktor yang menimbulkan gangguan mental dan gejala-
gejalanya sebagai bentuk deteksi diagnosis. Deteksi yang biasa dilakukan
ialah mengenali gejala-gejala abnormalitas (ketidakwajaran) pada mental
atau pada jiwa. Pendekatan diagnosis ini dilakukan untuk mencegah
terjadinya kekalutan mental yang lebih parah yang dapat merusak
kepribadian. Hal tersebut dapat membantu individu dalam mengembangkan
cara berfikir, cara berperasaan, dan cara berperilaku yang baik dan benar,
sehingga eksistensi seseorang bisa diterima dan diakui dalam lingkungan
sosialnya sebagai sosok insan yang sehat secara sempurna.
Tujuan deteksi dini ialah untuk memberikan pengetahuan dan
pemahaman serta perhatian terhadap kondisi psikologis, yakni kondisi
mental dan jiwa spiritual yang ada dalam diri individu untuk menghindari
dan menanggulangi akan terjadinya gangguan-gangguan jiwa (mental).
Deteksi dini juga sebagai bentuk preventive (pencegahan) sejak awal
terhadap indikasi-indikasi akan terjadinya gangguan mental dan kejiwaan.
Karena manusia hidup itu memiliki tanggung jawab yang besar terhadap
relasi dalam berhubungan, baik yang berkaitan individu dengan Tuhannya,
individu dengan dirinya sendiri, keluarganya, lingkungannya sosialnya dan
lingkungan alam sekitarnya. Hal ini mustahil bisa dilakukan apabila tidak
didukung oleh kondisi diri yang sehat, yakni sehat jasmani(fisiologis) dan
sehat ruhani (mental-spiritual) atau psikologis. Deteksi dini terhadap
gangguan mental juga memberikan manfaat yaitu mengembangkan nilai dan
sikap secara menyeluruh serta perasaan sesuai dengan penerimaan diri (self
acceptance),membantu memahami tingkah laku manusia dan membantu
manusia untuk memperoleh kepuasan pribadi, dan dalam penyesuaian diri
secara maksimum terhadap masyarakat serta membantu individu untuk
hidup seimbang dalam berbagai aspek, fisik, mental dan sosial. Disamping
itu deteksi dini mempunyai fungsi dan tujuan, yaitu: fungsi pemahaman
(understanding), fungsi pengendalian (control),fungsi peramalan
(prediction), fungsi pengembangan (development), fungsi
pencegahan(prevention), dan fungsi perawatan (treatment).Misal dengan
melakukan deteksi dini terhadap gangguan mental seseorang akan terhindar
dari hal-hal atau keadaan yang dapat membahayakan jiwaataupun mental.
Jadi deteksi dini adalah suatu upaya untuk mengenali kondisi kesehatan
mental, terlebih gejala dan faktor atau pencetus yang bisa membuat kondisi
mental menjadi tidak sehat (terganggu) secara dini.
B. Pengertian Gangguan Jiwa
Yang dimaksud dengan gangguan adalah hal-hal yang menyebabkan
ketidakberesan (ketidakwarasan) atau ketidakwajaran terhadap kesehatan
metal atau jiwa. Dalam terminologi yang lain gangguan mental ialah adanya
ketidakseimbangan yang terjadi dalam diri kita, berpusat pada perasaan,
emosional dan dorongan (motif/ nafsu), yang mengakibatkan pada
ketidakharmonisan antara fungsi-fungsi jiwa, yang menyebabkan kehilangan
daya tahan jiwa, pada akhirnya jiwa menjadi labil dan cenderung mudah
terpengaruh pada hal-hal yang negatif, serta dirinya tidak mampu merasakan
kebahagiaan serta tidak mampu mengaktualisasikan potensi-potensi
(kemampuan) yang ada dalam dirinya secara wajar. Dalam kamus besar
Bahasa Indonesia didefinisikan gangguan mental ialah ketidakseimbangan
jiwa yang mengakibatkan terjadinya ketidaknormalan sikap dan tingkah laku
yang dapat menghambat dalam proses penyesuaian diri.
Dengan demikian gangguan mental ialah kondisi kejiwaan yang lemah
(sakit), yang bisa merusak kepribadian dengan tingkah lakunya yang tidak
normal (abnormal), serta mengakibatkan seseorang atau individu mengalami
kesulitan bersosialisasi, beraktualisasi, dan beradaptasi, yakni mengalami
kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Orang yang mengalami gangguan mental ialah kebalikan dari orang
yang sehat mentalnya, sebagaimana penjelasan Dadang Hawari menurutnya,
orang yang sehat mentalnya (jasmani/ jiwa, psikis) ialah orang yang pikiran,
perasaan, serta perilakunya itu baik, tidak melanggar hukum, norma, dan
etika, serta tidak merugikan orang lain ataupun lingkungannya.
Sementara itu Dr. Kartini Kartono gangguan mental (mental
disorder)ialah bentuk penyakit atau gangguan dan kekacauan fungsi mental
atau kesehatan mental yang disebabkan oleh kegagalan mereaksinya
mekanisme adaptasi dari fungsi-fungsi kejiwaan/ mental terhadap stimuli
eksternal dan ketegangan-ketegangan; sehingga muncul gangguan fungsional
atau gangguan strukural dari satu bagian atau lebih dari sistem kejiwaan.
Zakiyah Daradjat, mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa;
gangguan mental adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak wajar
(normal) baik yang berhubungan dengan fisik (tingkah laku), kepribadian,
kejiwaan, maupun psikis (psikologis). Orang yang terganggu mentalnya
biasanya, pikirannya pendek, tidak memiliki pandangan hidup yangluas, sikap
hidupnya penuh perasaan pesimis, dan biasanya suka menunda-nunda waktu,
serta cenderung mengeluh. Apabila telah mengalami kondisi psikologis
semacam itu jelas kondisi psikis kita terganggu. Ciri yang paling mudah
dikenali dari kondisi mental yang tidak sehat yaitu perasaan selalu malas
berbuat sesuatu, kondisi tubuh merasa selalu capek, isi pikiran dan hati
diliputi perasaan iri, dengki, curiga, dan pikiran-pikiran aneh lain dan selalu
diliputi keinginan-keinginan yang tidak masuk akal (irrasional).
Gangguan mental sekecil apapun dapat merusak kepribadian atau citra
diri. Maka deteksi dini mutlak perlu dilakukan terhadap diri kita dengan
tujuan untuk mengenal kondisi kesehatan mental sedini mungkin, sehingga
kita dapat mengarahkan diri agar tidak menderita gangguan mental. Deteksi
diri (psycho-diagnostic)terhadap gangguan mental sejak dini perlu dilakukan
oleh siapapun, yang menyadari betapa penting dan berharganya kesehatan
metal yang melebihi hal apapun. Hal ini bisa dilakukan sendiri maupun
dengan bantuan orang lain.

C. Penyebab Gangguan Jiwa


Para psikolog sepakat bahwa ada dua faktor yang sangat
mempengaruhi terjadinya gangguan mental, yaitu faktor penyedia
(predisposing factor) dan faktor pencetus (participating factor).
Faktor penyedia adalah faktor yang terkondisi dalam diri individu
akan tetapi faktor ini bersifat pasif, sedangkan faktor pencetus adalah faktor
incidental yang dapat membangkitkan faktor penyedia menjadi aktif. Yakni
segala bentuk pemicu yang dapat mengganggu kondisi mental ataupun jiwa
yang bisa menyebabkan terjadinya kelainan-kelainan pada kondisi jasmani
dan psikologis, sehingga mengakibatkan gangguan-gangguan pada mental,
baik gangguan mental ringan (neurosis), ataupun gangguan metal berat
(psychosis). Akibat yang ditimbulkan dari gangguan mental, secara klinis
bisa menyebabkan penderitaan (distress)pada diri individu, antara lain dapat
berupa; rasa nyeri, tidak nyaman, merasa pusing, merasa sakit pada sebagian
anggota tubuh, tidak tenteram, terganggu pada disfungsi organ tubuh dan
lain sebagainya. Gejala klinis tersebut menimbulkan disabilitas (disability).
Perlu diketahui bahwa seseorang yang terganggu mentalnya bisa
menyebabkan terjadinya penurunan pada kemampuan daya ingat, daya
pikir,
dan daya emosi (perasaan), yang pada puncaknya bisa mengganggu kegiatan
sehari-hari (personal activities of daily living), seperti hilangnya nafsu
makan, gairah hidup, semangat kerja, hilangnya perawatan diri, tidak
terkontrolnya buang air besar dan kecil, dan lain sebagainya.
Melihat efek yang ditimbulkan dari gangguan mental tersebut, bisa
mengancam hilangnya kontak (komunikasi), tidak memiliki kemampuan
untuk beraktualisai, dan sosialisasi, serta bisa menyebabkan sulitnya
beradaptasi. Itu semua tidak terjadi begitu saja akan tetapi ada faktor yang
melatarbelakanginya. Dalam ilmu kesehatan disebut dengan “faktor
pencetus”.
Yakni Faktor yang menyebabkan atau yang mempengaruhi serta
mendorong terjadinya gangguan mental. Orang yang terganggu mentalnya,
faktor pencetusnya yaitu sangat kompleks, yakni tidak hanya diakibatkan
oleh satu faktor. Biasanya penyakit mental awalnya ditandai dengan
fenomena ketakutan, pahit hati, hambar hati, apatis, cemburu, iri hati,
dengaki, kemarahan-kemarahan yang eksplosif, ketegangan batin yang
kronis, dan lain sebagainya. Disamping hal tersebut pencetus terjadinya
gangguan mental atau penyakit mental itu bisa diakibatkan oleh faktor
internal maupun faktor eksternal, yakni dari dalam diri individu maupun
dari luar individu yang mempengaruhinya.
Adapun faktor internal maupun eksternal pencetus terjadinya
gangguan metal diantaranya yaitu:
1) Faktor Genetik
Setiap organisme, apakah itu tumbuh-tumbuhan, hewan ataupun
manusia, ia memulai hidupnya itu berasal sel yang sama (tunggal). Pada
manusia tumbuh dan berkembang dari satu jenis sel telur (ovum) yang
sudah dibuahi (zygote), zygote ini terbentuk atas pertemuan atau persatuan
antara ovum(sel telur) yang berasal dari ibu dan spermato zoon(sel sperma)
yang berasal dari ayah.
Dari kedua sel yang telah bercampur menjadi satu tersebut, ber proses
ber bulan-bulan, yang pada akhirnya bisa membentuk berbagai bentuk baik
fisik (sel otot, syaraf, kelenjar, kulit, dan sebagainya) maupun non-fisik
(yang berupa pembentukan sel karakter, watak, kepribadian maupun sifat-
sifat kepribadian lain).
Sedangkan faktor yang dapat mempengaruhi kondisi mental (jiwa)
yang bisa melahirkan suatu kepribadian dalam diri manusia, yaitu yang
disebut dengan istilah hereditas. Hereditas adalah kecenderungan untuk
berkembang dan bertingkah laku mengikuti pola-pola tertentu, misalnya
kecenderungan untuk berjalan tegak, kecenderungan menjadi orang
pendiam, orang lincah, seniman, dan lain sebagainya. Herediatas inibisa kita
sebut dengan istilah “potensi” dasar yang dimiliki oleh manusia sejak ia
dilahirkan. Potensi ini sedikit besar dipengaruhi oleh faktor genetik yang
dimiliki dari salah satu orang tuanya.
Gen merupakan pembawa sifat-sifat hereditas. Jadi apakah diri kita
mempunyai kulit hitam, rambut keriting atau lurus, perawakan tinggi atau
pendek, cerdas atau kurang cerdas, periang atau pemurung, normal atau
idiot, dan sebagainya. Semua ini di tentukan oleh sifat-sifat yang ada pada
genes (gen).
Maka dapat kita ketahui bahwa sifat-sifat dasar yang ada pada diri kita
baik lahir maupun batin telah ditentukan atau dipengaruhi oleh gen, karena
kita berasal dari bentukan sel warisan (turunan). Kerusakan pada gen yang
bisa mengakibatkan ketidaknormalan pada perkembangan individu baik
secara fisik maupun psikis (intelektual), berpengaruh pada kondisi mental.
Kalau kita merasa kondisi fisik maupun psikis kita mengalami ada semacam
kelainan, itu akibat dari:
a) Kekurangan nutrisi (gizi), terkena infeksi dan keracunan sewaktu kita
ada dalam kandungan.
b) Sewaktu ibu mengandung, ia menderita suatu penyakit, sehingga ada
pengaruh yang buruk pada janin (foetus intra uterine). Sehingga janin
(bayi) yang dilahirkan terindikasi akan menderita toxemia,yaitu
peristiwa keracunan pada darah, sehingga mengakibatkan abnormalitas
pada sistem syaraf.
c) Terjadi keracunan pada janin (intoxication)akibat atau efek dari obat-
obat penenang yang mengandung racun, misal obat kontrasepsi anti
hamil yang sangat kuat mengandung racun, akan tetapi obat tersebut
gagal bekerja secara efektif. Atau akibat dari salah satu orang tua yang
pecandu. Sehingga mengakibatkan pertumbuhan janin dalam kandungan
tidak normal atau mengalami kerusakan pada mental dan fisik. Dimana
ini bisa mengakibatkan gejala secondary amentiadanfeeble minded,
yakni mengalami lemah ingatan pada anak, akibat janin mengalami
keracunan zat besi (plumbum; loodvergiftinging) dalam kandungan.
Sedangkan obat yang bisa merusak janin tersebut disebut dengan istilah
“teratogenik”.
d) Pada saat mengandung ibu mengalami tekanan mental, seperti trauma,
panik, sock, penuh ketakutan atau ibu sedang mengalami psikhosa (jadi
gila) atau menjadi gila disaat mau melahirkan. Kondisi ibu yang
semacam ini tidak menutup kemungkinan akan melahirkan anak yang
lemah bahkan cacat mental.
e) Pada saat ibu mengandung kandungannya terkena benturan yang sangat
keras sehingga mengenai kepala janin atau bagian vital lain.

Jadi tidak heran apabila ada seseorang baru umur beberapa tahun
memiliki kelainan mental seperti idiot, agresif, dan keterbelakangan mental
lain sebagainya, ini semua tak lain akibat gen yang dibawanya. Jadi gen
merupakan salah satu faktor pencetus terjadi gangguan mental.

2) Kondisi Fisik yang Tidak Normal


Kondisi fisik yang tidak normal atau seseorang yang dilahirkan dengan
kondisi fisik yang tidak normal (cacat), ketika seorang itu tumbuh dewasa
atau mulai bisa berfikir dan ketika dia mulai menyadari akan dirinya serta
keinginan bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya, misalnya bermain,
sekolah, dan beraktualisai. Dengan melihat kondisi fisiknya yang tidak
normal, secara naluriah dan itu pasti akan mengalami disintegrative dalam
dirinya, yakni kondisi mentalnya akan mulai terganggu, seperti hilangnya rasa
percaya diri, tumbuhnya rasa malu, minder dan sebagainya. Pada tahap
perkembangan selanjutnya apabila tidak dibekali dengan pondasi psikologis
yang kuat, pasti orang yang mengalami cacat fisik, dalam dirinya mulai
tumbuh perasaan-perasaan negatif atau terjadi konflik batin, yang pada
puncaknya menganggap dirinya tidak berarti lagi, Victor E. Frankl
menyebutnya orang semacamitu telah mengalami kehampaan hidup atau
kehilangan akan “makna hidup”.
Gangguan mental akibat cacat fisik ini tidak hanya dialami atau terjadi
pada seseorang yang dilahirkan dengan kondisi fisiknya yang tidak normal,
akan tetapi ini bisa menimpa pada orang yang normal. Misal seseorang
dengan wajahnya yang cakep, cantik, atau membanggakan sebagian anggota
fisiknya suatu hari kecelakaan, dan mengakibatkan pada salah satu fisiknya
cacat yaitu lukayang sangat parah pada wajahnya dan menimbulkan
kerusakan pada wajahnyaketika sudah sembuh, disadari atau tidak pasti pada
kondisi semacam ini kondisi mental nya akan mengalami kekacauan
(terganggu), yang semula hidup dengan penuh percaya diri akan muncul
dalam dirinya perasaan-perasaan yang negatif, seperti tumbuhnya rasa malu
dan minder. Ini semua apabila tidak dibentangi dengan psikologis yang kuat.
Dengan kondisi cacat fisik, secara fenomenalogis, hampir 75%
mengakibatkan terjadinya gangguan mental atau kejiwaan. Bahkan timbul
dalam diri yaitu perasaan-perasan hampa, seolah-olah hidupnya tidak ada
artinya atau kehilangan visi hidup (makna hidup), dan perasaan yang
cenderung ingin mengakhiri hidup (bunuh diri) kerap terjadi pada penderita
cacat fisik. Sebagaimana ungkapkan Adler, yang dikutip oleh Prof. Dr. Abdul
Aziz El-Quussy, ” kekurangan jasmani pada waktu kecil adalah dasar yang
penting terhadap kekurangan psikologis”.Disamping kondisi fisik yang cacat,
faktor pencetus lain yang bisa mempengaruhi metal ialah kondisi fisik kita
yang selalu tidak sehat (sering sakit-sakitan) atau kita sedang mengalami sakit
yang berkepanjangan bahkan dapat vonis dari dokter bahwa penyakit yang
dideritanya tidak bisa disembuhkan. Kondisi yang semacam ini secara
sepontan, baik disadari atau tidak pasti akan menyerang kondisi jiwa
(mental), seperti perasaan cemas, takut, putus asa, ingin mati, yaknihilangnya
semangat hidup. Jadi kondisi fisik yang tidak normal juga berpengaruh besar
terhadap kondisi mental kita.
3) Keluarga
Keluarga merupakan faktor internal yang kerap kali merupakan faktor
terbesar pencetus terjadinya kekalutan mental. Misal apa bila kita sudah
berkeluarga tuntutan-tuntutan yang ada seperti, pemenuhan kebutuhan
keberlangsungan hidup yang harus dipenuhi setiap hari dan lain-lain yang ada
dalam keluarga, ini pasti akan membuat diri seseorang merasa tertekan untuk
bagaimana untuk memenuhi kebutuhan itu semua. Begitu juga tidak ada kasih
sayang dari keluarga (orang tua) cenderung membuat diri kita merasa tidak
diperhatikan dan perasaan aneh lain yang timbul dalam diri kita. Perasaan
aneh ini disebut sebagai gejala ketidakwarasaan kondisi jiwa atau
ketidaksehatan mental kita. Dalam hal ini Kartini Kartono mengungkapkan
bahwa suasana institusionalia dan interaksional dalam keluarga, yang tidak
disertai dengan kasih sayang akan mengakibatkan retardasi pertumbuhan dari
segala fungsi jasmaniah dan fungsi kejiwaan anak, terutama terjadi hambatan-
hambatan pada perkembangan inteligensi (IQ) dan emosional (EQ). Lembih
lanjut ia mengemukakan bahwa, seorang bayi yang tidak pernah mendapatkan
kasih sayang dan mendapatkan hubungan (relationship)yang wajar (normal)
dari oran tua (keluarga), itu akan berakibat pada ketidak mampuan
mengadakan hubungan dengan lingkungannya yang normal secara permanen
pada usia dewasa, dan cenderung pada tingkah laku atau moral yang tidak
wajar atau rusak/ cacat (moral defectiveness).
4) Kehidupan modern (modernisasi).
Kehidupan modern atau modernisasi disamping membawa kemajuan
dan perubahan pada taraf hidup manusia, juga bisa membawa bencana
terhadap kondisi psikologis (mental), apa bila tidak diimbangi dengan
ketangguhan mental. Kehidupan modern yang cenderung pada pola hidup
materialistic dan hedonisme, revalitas, penuh kompetisi, individualistic serta
persaingan, mengakibatkan stamina jasmani dan ruhani selalu terpacu
(terkuras) untuk memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut. Melihat realitas
tersebut apabila seseorang tidak memiliki mental yang kuat, dengan cepat
kondisi mentalnya akan menjadi lemah danterganggu, akibat
ketidakmampuannya dalam menghadapi realitas kehidupan tersebut,
sehingga timbul perasaan cemas, stres, panik, ketakutan, putus asa dan lain
sebagainya. Tekanan-tekanan kehidupan modern inilah yang bisa
mendorong terjadi gangguan mental atau gangguan kejiwaan lainnya.
Kehidupan modern yang cenderung kompetitif, sehingga seseorang
terpacu dengan ekstra keras untuk memenuhi kebutuhan- kebutuhan
tersebut, dari suasana inilah akan menimbulkan perilaku-perilaku yang tidak
wajar (abnormal) atau menyimpang apabila individu tersebut tidak memiliki
ketahanan mental dalam menghadapi persaingan tersebut. Sehingga yang
timbul adalah perilaku dan tindakan yang menghalalkan dengan segala cara,
seperti perbuatan licik, munafik, exploitative, lacur, dan pola hidup
berbahaya lain, ataupun melakukan tindakan-tindakan kriminal, seperti,
korupsi, kolusi, mencuri, merampok dan lain sebagainya. Jelas ini adalah
cerminan dari kondisi mental yang tidak sehat, yang diakibatkan dari
kondisi sosial budaya yang tidak menguntungkan atau akibat modernisasi.
Kehidupan modern disadari maupun tidak, akibatnya bisa
menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan sosial yang serba cepat
(rapid social change), dan sebagai konsekuensinya dampak dari kehidupan
modern, seperti modernisasi, industrialisasi, kemajuan IPTEK, semua itu
dapat mempengaruhi nilai-nilai etik dan gaya hidup (value system and way
of life).Dalam hal ini tidak semua orang mampu untuk menyesuaikan diri
dengan perubahan-perubahan tersebut, sehingga pada gilirannya yang
bersangkutan bisa menimbulkan jatuh sakit, atau mengalami kesulitan
dalam melakukan penyesuaian diri (adjustment disorder).
Perubahan-perubahan tata nilai kehidupan akibat dari perubahan
sosial, yang sering disebut dengan perubahan-perubahan “psikososial”,
diantaranya bisa dirasakan dan dilihat dari gejala-gejala yang tampak dalam
kehidupan sosial sehari-hari, gejala-gejala tersebut, sebagaimana yang
diklasifikan oleh Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari, diantaranya yaitu:
(1) Pola hidup masyarakat dari yang semula sosial-religius cenderung
ke arah pola kehidupan masyarakat individual, materialistic dan
sekuler.
(2) Pola hidup sederhana dan produktif cenderung ke arah pola hidup
mewah dan konsumtif.
(3) Struktur keluarga yang semula keluarga besar (extended family)
cenderung ke arah keluarga inti (nuclear family), bahkan sampai
pada keluarga tunggal (single parent family).
(4) Hubungan kekeluargaan yang semula erat dan kuat (tight family
relationship) cenderung menjadi longgar dan rapuh (loose family
relationship).
(5) Nilai-nilai religius dan tradisional masyarakat, cenderung berubah
menjadi masyarakat modern bercorak sekuler dan serba oleh serta
toleran berlebihan (permissive society).
(6) Lembaga perkawinan mulai diragukan dan masyarakat cenderung
untuk memilih hidup bebas bersama tanpa ikatan perkawinan.
(7) Ambisi karier dan materi yang mulanya menganut azas-azas
hukum dan moral serta etika, cenderung berpola tujuan
menghalalkan segala cara, seperti dengan melakukan, Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Dari beberapa gejala kehidupan yang berubah begitu cepat, bisa
berakibat buruk pada kondisi kejiwaan atau mental seseorang, seperti
perasaan cemas, bingung, stress, depresi, agresif dan tekanan-tekanan
mental lain, apa bila berlarut-larut dan segera tidak diatasi dan disikapi
dengan baik dan bijak, pada gilirannya bisa mengakibatkan terjadinya
gangguan mental yang lebih parah.
5) Hidup dalam lingkungan baru
Dalam hal ini yang dapat menjadi faktor pencetus terjadinya gangguan
mental ialah terkait dengan masalah “penyesuaian diri (adjustment)”. Hidup
dalam lingkungan baru bisa timbul perasaan-perasan seperti, canggung, malu-
malu, dan takut, apabila perasaan ini berlarut-larut dalam diri, maka yang
terjadi tak lain adalah konflik batin yang diakibatkan dari ketidakmampuan
dalam melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungannya. Dan apa bila ini
tidak diwaspadai akan mengakibatkan terjadinya gangguan mental yang lebih
parah, yakni yang awalnya neurosis menjadi psikotik.

D. Bentuk dan Gejala Ganggua Jiwa


Secara universal manusia itu memiliki fitrah sebagai sosok individu yang
baik. Akan tetapi pada kenyataannya banyak orang menjadi korban penyakit
psikis (jiwa/ mental) atau mengalami gangguan mental. Secara umum
gangguan mental itu digolongkan menjadi dua bentuk, yakni gangguan
mental yang sifatnya ringan dan gangguan mental yang sifatnya berat. Orang
yang menderita gangguan mental yang sifatnya ringan disebut neurosis, dan
orang yang menderita gangguan metal yang sifatnya berat disebut psychosis
atau Psychose. Orang yang menderita gangguan mental pada ujungnya akan
mengalami penyakit mental yang sesungguhnya (mental disorder).
Zakiyah Daradjat memetakkan gangguan mental itu dua dalam bentuk,
yaitu; pertama,yang disebabkan oleh adanya kerusakan pada anggota tubuh,
misal otak, sentral saraf, atau hilangnya berbagai kelenjar, saraf-saraf atau
anggota fisik lainnya untuk menjalankan tugasnya. Kerusakan ini disebabkan
oleh keracunan, akibat minuman keras, obat-obat perangsang, obat penenang
atau narkotik, akibat kecelakaan, akibat penyakit kotor, dan lain sebagainya.
Kedua,disebabkan oleh gangguan-gangguan jiwa yang telah berlarut –larut
sehingga sampai pada puncaknya, sebelumnya tanpa ada solusi
(penyelesaian) secara wajar. Atau diakibatkan oleh hilangnya keseimbangan
mental secara menyeluruh, akibat dari suasana lingkungan yang sangat
menekan (tidak bersahabat), ketegangan batin, dan sebagainya.
Orang yang mengalami gangguan mental yang sifatnya neurotik
(psychoneurosis), juga akan membentuk kepribadian yang neurotik pula,
dimana fungsi kepribadiannya menghindari pengendalian yang sadar. Dalam
beberapa hal berwujud perasaan takut, dalam hal ini kontrol pikirannya hilang
dan juga terdapat pola tingkah laku yang tidak normal atau tingkah laku yang
tak terkendalikan.
Zakiyah Daradjat mengungkapkan bahwa seorang yang diserang
penyakit mental/ jiwa, kepribadian pada diri individu tersebut disadari atau
tidak pasti terganggu, dan selanjutnya akan menyebabkan beberapa faktor
kesulitan-kesulitan atas diri individu tersebut, seperti kesulitan menyesuaikan
diri dengan wajar, dan tidak sanggup memahami problemnya. Individu yang
menderita gangguan mental sering kali merasa dirinya itu normal, bahkan
lebih baik, lebih unggul, dan lebih penting dari orang lain
Adapun yang dimaksud dengan gangguan mental ringan (psikoneurosa/
neurosis) adalah sekelompok reaksi psikis ditandai secara khas oleh unsur
kecemasan, yang tidak sadar diekspresikan dengan menggunakan mekanisme
pertahanan diri (defence of mechanism). Psychoneurosis ialah bentuk
gangguan/ kekacauan atau penyakit fungsional pada sistem saraf, mencakup
pula disintegrative sebagian dari kepribadian, khususnya terdapat
berkurangnya atau tidak adanya kontak antar pribadi dengan sekitarnya.
Relasinya dengan dunia luar sedikit sekali, walaupun orang yang
bersangkutan masih memiliki insight(wawasan/ tilikan yang baik). Para
penderita ini tidak mengalami disorganisasi kepribadian yang sangat serius,
kaitannya dengan realitas ekstern atau dunia luar. Faktor pencetus penyakit
ini biasanya penderita memiliki sejarah hidup ataupun pengalaman hidup
yang penuh dengan kesulitan, tekanan-tekanan batin, dan peristiwa-peristiwa
traumatis yang begitu berat. Atau diakibatkan oleh faktor-faktor yang tidak
pernah menguntungkan selama bersosialisasi, berinteraksi, tidak pernah
mendapatkan kasih sayang masa kecilnya, dan tekanan-tekanan psikososial
yang lain yang tidak pernah memihak serta mengalami kesulitan dalam
mengatasi setiap problemnya. Proses pengkodisian yang buruk terhadap
mental nya tersebut, pada akhirnya menumbuhkan berbagai macam symptom
mental yang patologis, atau menimbulkan berbagai macam bentuk gangguan
mental
Gangguan mental tersebut (neurosis) pada umumnya berbentuk,
ketidakmampuan mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya, ditunjukkan
dengan tingkah lakunya yang abnormal dan aneh-aneh, penderita bisanya
tidak memahami dirinya sendiri, bahkan membenci diri sendiri.
Sementara faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya
psychoneurosisatau lebih dikenal dengan neurosis, ialah faktor-faktor
psikologis, dan kultural, yang menyebabkan timbulnya banyak stres, dan
ketegangan-ketegangan kuat yang kronis pada seseorang sehingga pribadinya
mengalami frustasi dan konflik-konflik emosional, dan pada ujungnya
menyebabkan terjadinya kelemahan mental (mental breakdown).Gangguan
mental juga bisa disebabkan oleh adanya kerusakan pada anggota tubuh,
misalnya kerusakan pada otak, sentral saraf, atau hilangnya berbagai kelenjar,
saraf-saraf atau anggota fisik lainnya untuk menjalankan fungsinya/ perannya.
Faktor yang menyebabkan terjadinya kerusakan-kerusakan tersebut,
sebagaimana penemuan para dokter ahli saraf dan hasil uji klinis, hal ini
dimungkinkan karena keracunan akibat minuman kera, obat-obatan.
Adapun faktor-faktor lain timbulnya psychoneurosisialah:
1) Ketakutan yang terus menerus dan sering tidak rasional
2) Ketidakimbangan pribadi
3) Konflik-konflik internal yang serius, terutama sudah dimulai sejak
masa kanak-kanak
4) Lemahnya pertahanan diri (difence of mechanism)secara fisik maupun
mental
5) Adanya tekanan-tekanan sosial dan kebudayaan yang kuat yang tidak
mampu diatasinya
6) Kecemasan, tekanan batin, kesusahan yang berkepanjangan, dan lain-lain.

Akibat dari disfungsi saraf itu yang dapat mengganggu kestabilan


mental, pada ujunganya akan membentuk suatu gejala gangguan mental serius
(akut), disebut dengan istilah “neurasthenia”.
Neurasthenia adalah bentuk psikoneurosa yang ditandai adanya kondisi
syaraf-syaraf yang sangat lemah,tanpa energi hidup, selalu terus menerus
merasa capek, lelah, tidak bergairah, energi tubuh menurun, lemah yang hebat,
disertai keluhan-keluhan pada fungsi psikis, kecemasan, dan dibarengi
perasaan-perasaan nyeri dan sakit pada sebagian tubuh sehingga penderita
menjadi malas dan segan melakukan aktivitas atau segan melakukan sesuatu
(kehilangan semangat atau gairah hidup). Dan juga timbul perasaan cemas
yang tidak bisa dibendung , yang disebut dengan neurosa kecemasan (anxiety
neurosis). Misalnya; takut mati, takut kalau jadi gila, dan ketakutan-ketakutan
lain yang tidak rasional, dan tidak bisa dimasukkan dalam kategori phobia.
Dengan gejala emosi tidak setabil, suka marah-marah, sering dihinggapi
perasaan depresi, sering dalam keadaan excited(gelisah sekali), sering
berfantasi, dihinggapi ilusi, delusi, dan rasa dikejar-kejar, sering merasa mual-
mual dan muntah, badannya merasa sangat letih, sesak nafas, banyak
berkeringat, bergemetaran, tekanan detak jantung yang begitu cepat dan sering
menderita diare, dan lain sebagainya.
Adapun sebab-sebab neurasthenia anatara lain:
1) Risau disebabkan oleh kekurangan kesibukan (menganggur).
2) Banyaknya ketegangan-ketegangan emosi akibat konflik-konflik,
kesusahan dan frustasi.
3) Adanya perasaan inferior sebagai akibat dari kegagalan di masa
lampau, yang disusul dengan tingkahlakuyang agresif.
4) Faktor herediter akan tetapi kemungkinannya sangat kecil sekali, dan lain-
lain
Sedangkan gejala yang ditunjukkan ialah:
1) Rasa sangat lelah selalu ada, terasa sangat lesu, sekalipun tidak ada gejala
sakit pada jasmani.
2) Kondisi syarafnya; lemah, disertai perasaan-perasaan rendah dri dan selalu
takut akan membuat kegagalan
3) Penderita selalu diganggu oleh perasaan sakit dan nyeri yang berpindah-
pindah pada setiap bagian badannya; khususnya pada bagian punggung,
dan kepala yang disertai oleh rasa pusing.
4) Reaksinya cepat tetapi selalu bersifat ragu-ragu karena ada ketegangan saraf.
5) Biasanya diikuti oleh gerakan motorik pada inteleknya lemah. Seperti cepat
merasa suntuk, malas berfikir, dan lambat dalam mengambil keputusan.
6) Sering mengalami depresi emosional yang biasanya disertai dengan
menangis atau suka menangis.
7) Nafsu makan menurun bahkan sampai kehilangan nafsu makan, seks,
menderita insomnia dan muncul gangguan-gangguan pada pencernaan.
8) Merasa ada kerusakan pada sebagian panca indranya, seperti pandangan
kabur,
9) Cenderung egois dan introvert. Kehilangan kemampuan dalam
berkonsentrasi, mudah dipengaruhi, cepat bingung, semangat sensitif dan
sikapnya selalu antagonistik (selalu bertentangan) dan cenderung negatif.
E. Dampak-Dampak dari Gangguan Jiwa
1) Penurunan harga diri (minder, cemas, dan depresi)
2) Isolasi sosial (menghindari kontak dari pembully)
3) Bunuh diri (jika efek bullyng sudah parah)
4) Ketergantungan obat (jika efek cemas sudah mengarah ke gangguan jiwa)
Lembar Observasi

NO WAKTU KEGIATAN PENYULUH KEGIATAN PESERTA


3 menit Pembukaan :
1.  Membuka kegiatan
dengan mengucapkan salam.
 Memperkenalkan
diri
 Menjelaskan
tujuan dari penyuluhan
 Menyebutkan
materi yang akan diberikan
 Kontrak waktu
2. 15 menit Pelaksanaan :
 Menjelaskan pengertian stres
 Menjelaskan penyebab stres
 Menjelaskan tanda gejala stres
 Menjelaskan dampak stress
 Menjelaskan tehnik
managemen stres
 Memberi kesempatan kepada
peserta untuk bertanya
3. 10 menit Evaluasi :
 Menanyakan
kepada peserta tentang materi
yang telah diberikan, dan
reinforcement kepada
keluarga klien yang dapat
menjawab pertanyaan.
4. 2 menit Terminasi :
 Mengucapkan
terimakasih atas peran serta
peserta.
 Mengucapkan
salam penutup

DAFTAR HADIR PESERTA PENYULUHAN DETEKSI DINI


GANGGUAN JIWA
No. NAMA PESERTA ALAMAT TTD
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.

Anda mungkin juga menyukai