1. Stadium 1 disebut juga stadium eksudatif atau stadium akut, yang terjadi pada hari-hari pertama saat efusi.
Inflamasi pleura menyebabkan peningkatan permeabilitas dan terjadi penimbunan cairan pleura namun masih
sedikit. Cairan yang dihasilkan mengandung elemen seluler yang kebanyakan terdiri atas netrofil. Stadium ini
terjadi selama 24-72 jam dan kemudian berkembang menjadi stadium fibropurulen. Cairan pleura mengalir bebas
dan dikarakterisasi dengan jumlah darah putih yang rendah dan enzim laktat dehidrogenase (LDH) yang rendah
serta glukosa dan pH yang normal, drainase yang dilakukan sedini mungkin dapat mempercepat perbaikan.
2. Stadium 2 disebut juga dengan stadium fibropurulen atau stadium transisional yang dikarakterisasi dengan
inflamasi pleura yang meluas dan bertambahnya kekentalan dan kekeruhan cairan. Cairan dapat berisi banyak
leukosit polimorfonuklear, bakteri, dan debris selular. Akumulasi protein dan fibrin disertai pembentukan membran
fibrin, yang membentuk bagian atau lokulasi dalam ruang pleura. Saat stadium ini berlanjut, pH cairan pleura dan
glukosa menjadi rendah sedangkan LDH meningkat. Stadium ini berakhir setelah 7-10 hari dan sering
membutuhkan penanganan yang lanjut seperti torakostomi dan pemasangan tube.
3. Stadium 3 disebut juga stadium organisasi (kronik). Terjadi pembentukan kulit fibrinosa pada membran pleura,
membentuk jaringan yang mencegah ekspansi pleura dan membentuk lokulasi intrapleura yang menghalangi
jalannya tuba torakostomi untuk drainase. Kulit pleura yang kental terbentuk dari resorpsi cairan dan merupakan
hasil dari proliferasi fibroblas. Parenkim paru menjadi terperangkap dan terjadi pembentukan fibrotoraks. Stadium
ini biasanya terjadi selama 2 – 4 minggu setelah gejala awal.
1. Empiema Akut
Terjadi sekunder akibat infeksi tempat lain, bukan primer dari pleura. Pada permulaan, gejala-gejalanya mirip dengan
pneumonia, yaitu panas tinggi dan nyeri pada dada pleuritik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda cairan
dalam rongga pleura. Bila stadium ini dibiarkan sampai beberapa minggu maka akan timbul toksemia, anemia, dan clubbing
finger. Jika nanah tidak segera dikeluarkan akan timbul fistel bronkopleura. Adanya fistel ditandai dengan batuk yang makin
produktif, bercampur nanah dan darah masif, serta kadang-kadang bisa timbul sufokasi (mati lemas).
Pada kasus empiema karena pneumotoraks pneumonia, timbulnya cairan adalah setelah keadaan pneumonianya membaik.
Sebaliknya pada Streptococcuspneumonia, empiema timbul sewaktu masih akut. Pneumonia karena baksil gram negatif
seperti E. coli atau Bakterioids sering kali menimbulkan empiema.
1. Empiema Kronis
Batas yang tegas antara empiema akut dan kronis sukar ditentukan. Disebut kronis jika empiema berlangsung selama lebih
dari tiga bulan. Penderita mengeluh badannya terasa lemas, kesehatan makin menurun, pucat, clubbing fingers, dada datar,
dan adanya tanda-tanda cairan pleura. Bila terjadi fibrotoraks, trakea , dan jantung akan tertarik ke sisi yang sakit.
Tanda-tanda empiema :
Jika pasien dapat menerima terapi antimikroba, manifestasi klinis akan dapat dikurangi. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
hasil dari chest X-ray dan thoracentesis.
2.6 Penatalaksanaan
1. Pengosongan Nanah
Prinsip ini seperti umumnya yang dilakukan pada abses, untuk mencegah efek toksisnya.
Karena menggunakan kateter karet yang besar, maka perlu disertai juga dengan reseksi tulang iga. Open drainage ini
dikerjakan pada empiema kronis, hal ini bisa terjadi akibat pengobatan yang terlambat atau tidak adekuat misalnya aspirasi
yang terlambat atau tidak adekuat, drainase tidak adekuat sehingga harus seing mengganti atau membersihkan drain.
1. Antibiotic
Mengingat kematian sebagai akibat utama dari sepsis, maka antibiotic memegang peranan penting. Antibiotic harus segera
diberikan begitu diagnosis ditegakkan dan dosisnya harus tepat. Pemilihan antibiotic didasarkan pada hasil pengecatan
gram dan apusan nanah. Pengobatan selanjutnya tergantung pada hasil kultur dan sensitivitasnya. Antibiotic dapat
diberikan secara sistematik atau tropical. Biasanya diberikan penisilin.
Pada empiema menahun sering kali rongga empiema tidak menutup karena penebalan dan kekakuan pleura. Pada keadaan
demikian dilkukan pembedahan (dekortikasi) atau torakoplasti.
1. Dekortikasi
1. Torakoplasti
Jika empiema tidak mau sembuh karena adanya fistel bronkopleura atau tidak mungkin dilakukan dekortikasi. Pada
pembedahan ini, segmen dari tulang iga dipotong subperiosteal, dengan demikian dinding toraks jatuh ke dalam rongga
pleura karena tekanan atmosfer.
1. Pengobatan Kausal
Misalnya subfrenik abses dengan drainase subdiafragmatika, terapi spesifik pada amoeboiasis, dan sebagainya.
1. Pengobatan Tambahan
1. Identitas pasien
1. Nama
2. Umur
Terjadi pada segala umur, sering pada anak umur 2-9 tahun.
1. Suku/ bangsa
2. Agama
3. Alamat
4. Pendidikan
5. Pekerjaan
6. Keluhan utama
Klien dengan riwayat penyakit masa lalu yang berkaitan dengan riwayat penyakit saat ini misalnya batuk yang lama dan
tidak sembuh sembuh akibat infeksi.
1. Riwayat keluarga
Riwayat penyakit keluarga, misalnya asma ( genetik ) memeiliki peluang besar untuk terserang empiema
1. Riwayat lingkungan
Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman padat, ventilasi rumah yang kurang juga berperan dalam
memperburuk keadaan klien dengan empiema.
3.2 OBSERVASI
1. Keadaan umum
1. Suhu
2. Nadi
3. Tekanan darah
4. B1 ( Breathing )
1. Pemeriksaan persistem
Nafas pendek batuk menetap dengan produksi sputum, riwayat pneumoni berulang, episode batuk hilang timbul.
1. B2 ( Blood )
2. B3 ( Brain )
normal
1. B4 ( Bladder )
normal
1. B5 ( Bowel )
Anoreksia
1. B6 (Bone )
normal
1. Aspek Psikososial
1. Sistem Endokrin
1. foto thorak
2. kultur darah
3. USG
4. Sampel sputum
5. Torakosenstesis
6. Pemeriksaan cairan Pleura :
3.5 INTERVENSI
Intervensi Rasional
1. Kolaborasikan untuk
pemberian O2
1. Gelisah, mudah terangsang,
bingung , somnolen, dapat
menunjukkan hipoksemia
1. Kolaborasikan untuk
pemeriksaan Blood Gas 1. Takikardia ada sebagai akibat
Analisis demam, dehidrasi, tetapi dapat
sebagai respon hipoksemia.
2. Mencegah terlalu lelah dan
menurunkan kebutuhan oksigen
untuk memudahkan perbaikan
1. Kaji status mental. infeksi.
1. Monitor nadi.
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi secret, kelemahan.
Intervensi Rasional
1. Bantu klien latihan nafas 1. Nafas dalam memudahkan
dalam dengan keadaan ekspansi maksimum paru
semifowler. Tunjukkan cara atau jalan lebih kecil. Batuk
batuk efektif dengan cara adalah mekanisme
menekan dada dan batuk . pembersihan jalan nafas
yang alami, membantu silia
untuk mempertahankan
jalan nafas paten. Penekanan
menurunkan
ketidaknyamanan dada dan
posisi duduk memungkinkan
upaya nafas lebih dalam dan
lebih kuat.
2. Cairan ( khususnya yang
hangat ) memobilisasi dan
mengeluarkan sekret.
1. Berikan cairan sedikitnya
2500 ml/ hari ( kecuali kontra
indikasi ) tawarkan yang
hangat dari pada dingin.
2. Berikan obat sesuai indikasi ( 1. Alat untuk menurunkan
Mukolitik, ekspektoran, spasme bronkus dengan 3. Intoleransi aktivitas
bronkodilator). mobilisasi sekret. berhubungan dengan
3. Auskultasi adanya bunyi 2. Bunyi nafas menurun atau ketidakseimbangan suplai
nafas dan catat adanya bunyi tak ada bila jalan nafas dan kebutuhan oksigen.
nafas seperti wheezing, obstruksi terhadap kolaps Tujuan : intoleransi aktivitas
ronchi. jalan nafas kecil. ronchi dan dapat teratasi.
wheezing menyertai Kriteria hasil : melaporkan
obstruksi jalan nafas. peningkatan toleransi
3. Kongesti alveolar
aktivitas terhadap aktivitas
mengakibatkan batuk
yang dapat diukur dengan
1. Observasi batuk dan sekret. kering. Sputum darah dapat
tak adanya dypsnea,
diakibatkan oleh kerusakan
kelemahan berlebihan, dan
jaringan.
tanda – tanda vital dalam
rentan norma ( RR: 16-20
x /menit Nadi : 60-100 x/
meit ).
Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Evaluasi respon pasen
terhadap aktivitas. Catat
laporan dypsnea, peningkitan 1. Pasien mungkin nyaman
kelemahan, dan perubahan dengan posisi kepala tinggi,
tanda-tanda vital. tidur di kursi atau menunuduk
2. Bantu pasien memilih posisi ke depan meja.
yang nyaman untuk aktivitas 2. Menurunkan stress dan
dan istirahat. rangsangan berlebih,
meningkatkan istirahat.
1. Berikan lingkungan tenang
dan batasi pengunjung selama
fase akut sesuai indikasi .
dorong penggunaan
manajemen stress dan 1. Tirah baring dipertahankan
pengalihan yang tepat. selama fase akut untuk
2. Jelaskan pentingnya istirahat menurunkan kebutuhan
dlam rencana pengobatan dan metabolik, menghemat energi
perlunya keseimbangan untuk penyembuhan.
aktivitas dan istirahat. Pembatasan aktivitas
3. Menetapkan kemampuan dan ditentukan dengan respon
kebutuhan pasiendan individual terhadap aktivitas
memudahkan pemilihan dan perbaikan kegagalan
intervensi. pernafasan.
Intervensi Rasional
1. Mendiskusikan dan 1. Serat tinggi, lemak,air
4. Perubahan nutrisi kurang
menjelaskan tentang terlalu panas / dingin dapat
dari kebutuhan tubuh
pembatasan diet (makanan merangsang mengiritasi
berhubungan dengan
berserat tinggi, berlemak dan lambung dan sluran usus.
dispneu, kelemahan,
air terlalu panas atau dingin). 2. Situasi yang nyaman, rileks
2. Menciptakan lingkungan anoreksia.
akan merangsang nafsu
yang bersih, jauh dari bau makan. Tujuan
yang tak sedap atau sampah, 3. Mengurangi pemakaian : kebutuhan nutrisi pasien
Intervensi Rasional
Mandiri :
Intervensi Rasional
1. Awasi suhu 1. Demam dapat terjadi karena
2. Observasi warna, bau sputum infeksi dan atau dehidrasi
3. Dorong keseimbangan antar 2. berbau, kuning atau
aktifitas dan istirahat kehijauan menujukkan
4. Diskusi masukan nutrisi adanya infeksi paru
adekuat 3. Menurunkan konsumsi /
5. Kolaborasi pemeriksaan kebutuhan kesimbangan
sputum oksigen dan memperbaiki
6. Kolaborasi antibiotic pertahan pasien terhadapa
7. Perawatan luka WSD infeksi, peningkatan
8. Kultur sputum penyembuhan
4. Malnutrisi dapat
mempengaruhi kesehatan
umum dan menurunkan
tahanan terhadap infeksi
5. Dilakukan untuk
mengidentifikasi organisme BAB 4
penyebab dan kerentanan PENUTUP
terhadap anti microbial
6. Dapat menurunkan beban 4.1 Kesimpulan
pernafasan akibat nyeri Empiema adalah
pleura dan infeksi terkumpulnya cairan
7. Mencegah infeksi port de purulen (pus) di dalam
entry mikroorganisme rongga pleura. Awalnya
8. Bertujuan untuk mencegah rongga pleura adalah cairan
penumpukan sputum akibat encer dengan jumlah
infeksi bakteri dan untuk leukosit rendah, tetapi
mengetahui sering kali berlanjut
sensifitas/kepekaan bakteri menjadi yang kental. Hal ini
dapat terjadi jika abses
paru-paru meluas sampai rongga pleura. Empiema biasanya merupakan komplikasi dari infeksi paru (pneumonia) atau
kantong kantong pus yang terlokalisasi (abses) dalam paru. Meskipun empiema sering kali merupakan dari infeksi pulmonal,
tetapi dapat juga terjadi jika pengobatan yang terlambat.
Empiema sendiri diklasifikasikan menjadi Empiema akut dan Empiema kronis. Bisa disebabkan oleh bakteri Stapilococcus,
Pnemococcus, Streptococcus.
DAFTAR PUSTAKA
Somantri, Irman.2008.Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan .Jakarta:Salemba Medika.
Amin, Muhammad dkk.1989. Ilmu Penyakit Paru.Surabaya: Airlangga University Press
Price, Sylvia A.1995. Patofisiologi:Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Ed4 .Jakarta : EGC.