Anda di halaman 1dari 13

Askep Empiema

diposting oleh nuzulul-fkp09 pada 12 October 2011


di Kep Respirasi - 0 komentar

ASUHAN KEPERWATAN (ASKEP) EMPIEMA


BAB 1
PENDAHULUAN
 
1.1  Latar Belakang
Empiema merupakan salah satu penyakit yang sudah lama ditemukan dan berat. Saat ini terdapat 6500 penderita di USA
dan UK yang menderita empiema dan efusi parapneumonia tiap tahun, dengan mortalitas sebanyak 20% dan
menghabiskan dana rumah sakit sebesar 500 juta dolar. Di Indonesia terdapat 5 – 10% kasus anak dengan empiema
toraks. Empiema toraks didefinisikan sebagai suatu infeksi pada ruang pleura yang berhubungan dengan pembentukan
cairan yang kental dan purulen baik terlokalisasi atau bebas dalam ruang pleura yang disebabkan karena adanya dead
space, media biakan pada cairan pleura dan inokulasi bakteri.
Empiema juga dapat terjadi akibat dari keadaan keadaan seperti septikemia, sepsis, tromboflebitis, pneumotoraks spontan,
mediastinitis, atau ruptur esofagus. Infeksi ruang pleura turut mengambil peran pada terjadinya empiema sejak jaman
kuno. Aristoteles menemukan peningkatan angka kesakitan dan kematian berhubungan dengan empiema dan
menggambarkan adanya drainase cairan pleura setelah dilakukan insisi. sebagian dari terapi empiema masih diterapkan
dalam pengobatan modern. Dalam tulisan yang dibuat pada tahun 1901 yang berjudul The Principles and Practice of
Medicine, William Osler, mengemukakan bahwa sebaiknya empiema ditangani selayaknya abses pada umumnya yakni insisi
dan penyaliran.
Melakukan asuhan keperawatan (askep) pada pasien dengan Empiema merupakan aspek legal bagi seorang perawat
walaupun format model asuhan keperawatan di berbagai rumah sakit berbeda-beda. Seorang perawat profesional di dorong
untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan seoptimal mungkin, memberikan informasi secara benar dengan
memperhatikan aspek legal etik yang berlaku. Metode perawatan yang baik dan benar merupakan salah satu aspek yang
dapat menentukan kualitas “asuhan keperawatan” (askep) yang diberikan yang secara langsung maupun tidak langsung
dapat meningkatkan brand kita sebagai perawat profesional dalam pelayanan pasien gangguan hisprung.Pemberian asuhan
keperawatan pada tingkat anak, remaja, dewasa, hingga lanjut usia hingga bagaimana kita menerapkan manajemen asuhan
keperawatan secara tepat dan ilmiah diharapkan mampu meningkatkan kompetensi perawat khususnya.
 
1.2 Rumusan Masalah
            1.2.1 Bagaimana konsep penyakit empiema ?
            1.2.2 Bagaimana proses asuhan keperawatan pada pasien dengan empiema ?
1.3 Tujuan
            `1.3.1 Tujuan umum
                        Mengetahui bagaimana proses asuhan keperawatan pada pasien empiema.
            1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengidentifikasi konsep empiema meliputi definisi, etiologi, manifestasi klinis dan patofisiologi
2. Mengidentifiksi proses keperawatan pada empiema meliputi pengkajian, analisis data dan diagnose, intervensi dan
evaluasi
1.4 Manfaat
1.4.1 Mahasiswa memahami konsep dan proses keperawatan pada klien dengan gangguan empiema shingga menunjang
pembelajaran mata kuliah respirasi
1.4.1 Mahasiswa mengetahui proses keperawatan yang benar sehingga dapat menjadui bekal dalam persiapan praktik di
rumah sakit
 
 
 
 
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Empiema adalah terkumpulnya cairan purulen (pus) di dalam rongga pleura. Awalnya rongga pleura adalah cairan encer
dengan jumlah leukosit rendah, tetapi sering kali berlanjut menjadi  yang kental. Hal ini dapat terjadi jika abses paru-paru
meluas sampai rongga pleura. Empiema juga di artikan,akumulasi pus diantara paru dan membran yang menyelimutinya
(ruang pleura) yang dapat terjadi bilamana suatu paru terinfeksi. Pus ini berisi sel sel darah putih yang berperan untuk
melawan agen infeksi (sel sel polimorfonuklear) dan juga berisi protein darah yang berperan dalam pembekuan (fibrin). ).
Ketika pus terkumpul dalam ruang pleura maka terjadi peningkatan tekanan pada paru sehingga pernapasan menjadi sulit
dan terasa nyeri. Seiring dengan berlanjutnya perjalanan penyakit maka fibrin-fibrin tersebut akan memisahkan pleura
menjadi kantong kantong (lokulasi). Pembentukan jaringan parut dapat membuat sebagian paru tertarik dan akhirnya
mengakibatkan kerusakan yang permanen. Empiema biasanya merupakan komplikasi dari infeksi paru (pneumonia) atau
kantong kantong pus yang terlokalisasi (abses) dalam paru. Meskipun empiema sering kali merupakan dari infeksi pulmonal,
tetapi dapat juga terjadi jika pengobatan yang terlambat.
2.2 Etiologi
1. Stapilococcus
Staphylococcus adalah kelompok dari bakteri-bakteri, secara akrab dikenal  sebagai Staph, yang dapat menyebabkan
banyak penyakit-penyakit sebagai akibat dari infeksi beragam jaringan-jaringan tubuh. Bakteri-bakteri Staph dapat
menyebabkan penyakit tidak hanya secara langsung oleh infeksi (seperti pada kulit), namun juga secara tidak langsung
dengan menghasilkan racun-racun yang bertanggung jawab untuk keracunan makanan dan toxic shock syndrome.
Penyakit yang berhubungan dengan Staph dapat mencakup dari ringan dan tidak memerlukan perawatan sampa
berat/parah dan berpotensi fatal.
 
 
2. Pnemococcus
Pneumococcus adalah salah satu jenis bakteri yang dapat menyebabkan infeksi serius seperti radang paru-paru
(pneumonia), ,meningitis (radang selaput otak) dan infeksi darah ( sepsis).
Sebenarnya ada sekitar 90 jenis kuman pneumokokus, tetapi hanya sedikit yang bisa menyebabkan penyakit gawat. Bentuk
kumannya bulat-bulat dan memiliki bungkus atau kapsul. Bungkus inilah yang menentukan apakah si kuman akan
berbahaya atau tidak.
 
2.3 Patofisiologi
Akibat invasi basil piogenik ke pleura, maka akan timbul peradangan akut yang diikuti dengan pembentukan eksudat serous.
Dengan banyaknya sel polimorphonucleus (PMN) baik yang hidup maupun yang mati dan meningkatnya kadar protein,
maka cairan menjadi keruh dan kental. Adanya endapan-endapan fibrin akan membentuk kantung-kantung yang
melokalisasi nanah tersebut. Apabila nanah menembus bronkus maka timbul fistel bronkopleura, atau apabila menembus
dinding toraks dan keluar melalui kulit maka disebut empiema nessensiatis. Stadium ini masih disebut empiema akut yang
lama kelamaan akan menjadi kronis.
2.4 Patogenesis
Ada tiga stadium empiema toraks pada anak yaitu :

1. Stadium 1 disebut juga stadium eksudatif atau stadium akut, yang terjadi pada hari-hari pertama saat efusi.
Inflamasi pleura menyebabkan peningkatan permeabilitas dan terjadi penimbunan cairan pleura namun masih
sedikit. Cairan yang dihasilkan mengandung elemen seluler yang kebanyakan terdiri atas netrofil. Stadium ini
terjadi selama 24-72 jam dan kemudian berkembang menjadi stadium fibropurulen. Cairan pleura mengalir bebas
dan dikarakterisasi dengan jumlah darah putih yang rendah dan enzim laktat dehidrogenase (LDH) yang rendah
serta glukosa dan pH yang normal, drainase yang dilakukan sedini mungkin dapat mempercepat perbaikan.
2. Stadium 2 disebut juga dengan stadium fibropurulen atau stadium transisional yang dikarakterisasi dengan
inflamasi pleura yang meluas dan bertambahnya kekentalan dan kekeruhan cairan. Cairan dapat berisi banyak
leukosit polimorfonuklear, bakteri, dan debris selular. Akumulasi protein dan fibrin disertai pembentukan membran
fibrin, yang membentuk bagian atau lokulasi dalam ruang pleura. Saat stadium ini berlanjut, pH cairan pleura dan
glukosa menjadi rendah sedangkan LDH meningkat. Stadium ini berakhir setelah 7-10 hari dan sering
membutuhkan penanganan yang lanjut seperti torakostomi dan pemasangan tube.
3. Stadium 3 disebut juga stadium organisasi (kronik). Terjadi pembentukan kulit fibrinosa pada membran pleura,
membentuk jaringan yang mencegah ekspansi pleura dan membentuk lokulasi intrapleura yang menghalangi
jalannya tuba torakostomi untuk drainase. Kulit pleura yang kental terbentuk dari resorpsi cairan dan merupakan
hasil dari proliferasi fibroblas. Parenkim paru menjadi terperangkap dan terjadi pembentukan fibrotoraks. Stadium
ini biasanya terjadi selama 2 – 4 minggu setelah gejala awal.

2.5 Manifestasi Klinis


Empiema dibagi menjadi dua stadium yaitu :

1. Empiema Akut

Terjadi sekunder akibat infeksi tempat lain, bukan primer dari pleura. Pada permulaan, gejala-gejalanya mirip dengan
pneumonia, yaitu panas tinggi dan nyeri pada dada pleuritik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda cairan
dalam rongga pleura. Bila stadium ini dibiarkan sampai beberapa minggu maka akan timbul toksemia, anemia, dan clubbing
finger. Jika nanah tidak segera dikeluarkan akan timbul fistel bronkopleura. Adanya fistel ditandai dengan batuk yang makin
produktif, bercampur nanah dan darah masif, serta kadang-kadang bisa timbul sufokasi (mati lemas).
Pada kasus empiema karena pneumotoraks pneumonia, timbulnya cairan adalah setelah keadaan pneumonianya membaik.
Sebaliknya pada Streptococcuspneumonia, empiema timbul sewaktu masih akut. Pneumonia karena baksil gram negatif
seperti E. coli atau Bakterioids sering kali menimbulkan empiema.

1. Empiema Kronis

Batas yang tegas antara empiema akut dan kronis sukar ditentukan. Disebut kronis jika empiema berlangsung selama lebih
dari tiga bulan. Penderita mengeluh badannya terasa lemas, kesehatan makin menurun, pucat, clubbing fingers, dada datar,
dan adanya tanda-tanda cairan pleura. Bila terjadi fibrotoraks, trakea , dan jantung akan tertarik ke sisi yang sakit.
Tanda-tanda empiema :

1. Demam dan keluar keringat malam.


2. Nyeri pleura.
3. Dispnea.
4. Anoreksia dan penurunan berat badan.
5. Pada auskultasi dada ditemukan penurunan suara napas.
6. Pada perkusi dada ditemukan suara flatness.
7. Pada palpasi ditemukan penurunan fremitus.

Jika pasien dapat menerima terapi antimikroba, manifestasi klinis akan dapat dikurangi. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
hasil dari chest X-ray  dan thoracentesis.
2.6   Penatalaksanaan

1. Pengosongan Nanah

Prinsip ini seperti umumnya yang dilakukan pada abses, untuk mencegah efek toksisnya.

1. Closed drainage – toracostorry water sealed drainage dengan indikasi :

1)      Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi


2)      Nanah terus terbentuk setelah dua minggu
3)      Terjadinya piopneumotoraks
Upaya WSD juga dapat dibantu dengan pengisapan negative sebesar 10-20 cmH2O. Jika setelah 3-4 minggu tidak ada
kemajuan, harus ditempuh cara lain seperti pada empiema kronis.

1. Drainase terbuka (open drainage)

Karena menggunakan kateter karet yang besar, maka perlu disertai juga dengan reseksi tulang iga. Open drainage ini
dikerjakan pada empiema kronis, hal ini bisa terjadi akibat pengobatan yang terlambat atau tidak adekuat misalnya aspirasi
yang terlambat atau tidak adekuat, drainase tidak adekuat sehingga harus seing mengganti atau membersihkan drain.
 

1. Antibiotic

Mengingat kematian sebagai akibat utama dari sepsis, maka antibiotic memegang peranan penting. Antibiotic harus segera
diberikan begitu diagnosis ditegakkan dan dosisnya harus tepat. Pemilihan antibiotic didasarkan  pada hasil pengecatan
gram dan apusan nanah. Pengobatan selanjutnya tergantung pada hasil kultur dan sensitivitasnya. Antibiotic dapat
diberikan secara sistematik atau tropical. Biasanya diberikan penisilin.

1. Penutupan Rongga Empiema

Pada empiema menahun sering kali rongga empiema tidak menutup karena penebalan dan kekakuan pleura. Pada keadaan
demikian dilkukan pembedahan (dekortikasi) atau torakoplasti.

1. Dekortikasi

Tindakan ini termasuk operasi besar, dengan indikasi :


1)      Drain tidak berjalan baik karena banyak kantung-kantung.
2)      Letak empiema sukar dicapai oleh drain.
3)      Empiema totalis yang mengalami organisasi pada pleura visceralis.

1. Torakoplasti

Jika empiema tidak mau sembuh karena adanya fistel bronkopleura atau tidak mungkin dilakukan dekortikasi. Pada
pembedahan ini, segmen dari tulang iga dipotong subperiosteal, dengan demikian dinding toraks jatuh ke dalam rongga
pleura karena tekanan atmosfer.

1. Pengobatan Kausal

Misalnya subfrenik abses dengan drainase subdiafragmatika, terapi spesifik pada amoeboiasis, dan sebagainya.

1. Pengobatan Tambahan

Perbaiki keadaan umum lalu fisioterapi untuk membebaskan jalan napas.


 
2.7 WOC
DOWNLOAD : WOC ASKEP EMPIEMA
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Identitas pasien
1. Nama
2. Umur

                        Terjadi pada segala umur, sering pada anak umur 2-9 tahun.

1. Suku/ bangsa
2. Agama
3. Alamat
4. Pendidikan
5. Pekerjaan
6. Keluhan utama

                        Batuk, mual, demam, sesak, dypsnea

1. Riwayat penyakit sebelumnya

Klien dengan riwayat penyakit masa lalu yang berkaitan dengan riwayat penyakit saat ini  misalnya batuk yang lama dan
tidak sembuh sembuh akibat infeksi.

1. Riwayat keluarga

Riwayat penyakit keluarga, misalnya asma ( genetik ) memeiliki peluang besar untuk terserang empiema
1. Riwayat lingkungan

Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman padat, ventilasi rumah yang kurang juga berperan dalam
memperburuk keadaan klien dengan empiema.
3.2 OBSERVASI

1. Keadaan umum

1. Suhu
2. Nadi
3. Tekanan darah
4. B1 ( Breathing )

1. Pemeriksaan persistem

Nafas pendek batuk menetap dengan produksi sputum, riwayat pneumoni berulang, episode batuk hilang timbul.

1. B2 ( Blood )
2. B3 ( Brain )

normal

1. B4 ( Bladder )

normal

1. B5 ( Bowel )

Anoreksia

1. B6 (Bone )

normal

1. Aspek Psikososial

hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, penyakit lama

1. Aspek perawatan Diri

penurunan kemampuan melakukan ADL

1. Sistem Endokrin

pembengkakan pada ekstremitas bawah.


 
3.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. foto thorak
2. kultur darah
3. USG
4. Sampel sputum
5. Torakosenstesis
6. Pemeriksaan cairan Pleura :

 Hitung sel darah dan deferensiasi


 Protein, LDH, glucose, dan pH
 Kultur bakteri aerob dan an aerob, mikobakteri, fungi dan mikoplasma

3.4 DIAGNOSA  KEPERAWATAN

1. Gangguan pertukaran gas akibat  kerusakan alveoli.


2. Bersihan  jalan  nafas  tidak efektif  berhubungan dengan peningkatan produksi  sekret.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan  dengan  ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispneu, kelemahan, anoreksia.
5. Kurangnya  pengetahuan, tentang kondisi, pengobatan,  pencegahan, berhubungan  dengan  kurangnya 
informasi atau tidak mengenal   sumber   individu.
6. PK sepsis

 
 
3.5 INTERVENSI
 

1. Ganguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolar kapiler

Tujuan                  : Pertukaran gas jadi optimal


kriteria hasil         : -  ( RR = 16-20 x/menit).
                                -  pH = 7,35-7,45
                                -  pO2 = 81-100 mmHg
                                -  pCO2= 35-45 mmHg
                                - SO2 > 98 %.
 

Intervensi Rasional
1. Kolaborasikan untuk  
pemberian O2
1.  Gelisah, mudah terangsang,
  bingung , somnolen, dapat
  menunjukkan hipoksemia
 
   
 
1. Kolaborasikan untuk
pemeriksaan Blood Gas 1. Takikardia ada sebagai akibat
Analisis demam, dehidrasi, tetapi dapat
sebagai respon hipoksemia.
  2. Mencegah terlalu lelah dan
  menurunkan kebutuhan oksigen
untuk memudahkan perbaikan
1. Kaji status mental. infeksi.

 
 
 
 

1. Monitor nadi.

 
 
 

1. Pertahankan istirahat tidur.


Dorong menggunakan teknik
relaksasi dan aktivitas
senggang.
1.  Terapi oksigen
bertujuan untuk
mempertahankan
PaO2 diatas 60mmHg.
Oksigen diberikan
dengan metode yang
memberikan
pengiriman tepat
dalam toleransi klien.
2.  Untuk mengukur
kadar ion hidrogen ,
kadar asam dan basa
tubuh.

 
 

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi secret, kelemahan.

Tujuan                : Bersihan jalan nafas menjadi efektif


Kriteria Hasil      : 1.  Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas,         misal batuk efektif  dan
mengeluarkan sekret.
2. tidak ada ronchi
3. tidak ada wheezing

Intervensi Rasional  
1. Bantu klien latihan nafas 1. Nafas dalam memudahkan  
dalam dengan keadaan ekspansi maksimum paru  
semifowler. Tunjukkan cara atau jalan lebih kecil. Batuk  
batuk efektif dengan cara adalah mekanisme  
menekan dada dan batuk . pembersihan jalan nafas  
yang alami, membantu silia  
  untuk mempertahankan  
  jalan nafas paten. Penekanan  
  menurunkan  
  ketidaknyamanan dada dan  
  posisi duduk memungkinkan  
  upaya nafas lebih dalam dan  
  lebih kuat.  
  2. Cairan ( khususnya yang  
  hangat ) memobilisasi dan  
mengeluarkan sekret.  
1. Berikan cairan sedikitnya  
2500 ml/ hari ( kecuali kontra    
indikasi ) tawarkan yang    
hangat dari pada dingin.  
2. Berikan obat sesuai indikasi ( 1. Alat untuk menurunkan  
Mukolitik, ekspektoran, spasme bronkus dengan 3. Intoleransi aktivitas
bronkodilator). mobilisasi sekret. berhubungan dengan
3. Auskultasi adanya bunyi 2. Bunyi nafas menurun atau ketidakseimbangan suplai
nafas dan catat adanya bunyi tak ada bila jalan nafas dan kebutuhan oksigen.
nafas seperti wheezing, obstruksi terhadap kolaps Tujuan : intoleransi aktivitas
ronchi. jalan nafas kecil. ronchi  dan dapat teratasi.
wheezing menyertai Kriteria hasil : melaporkan
  obstruksi jalan nafas. peningkatan toleransi
  3. Kongesti alveolar
aktivitas terhadap aktivitas
mengakibatkan batuk
yang dapat diukur dengan
1. Observasi batuk dan sekret. kering. Sputum darah dapat
tak adanya dypsnea,
diakibatkan oleh kerusakan
kelemahan berlebihan, dan
  jaringan.
tanda – tanda vital dalam
 
rentan norma ( RR: 16-20
 
x /menit  Nadi  :  60-100 x/
 
meit ).
 
 
 
Intervensi Rasional
Mandiri :  
1. Evaluasi respon pasen  
terhadap aktivitas. Catat
laporan dypsnea, peningkitan 1. Pasien mungkin nyaman
kelemahan, dan perubahan dengan posisi kepala tinggi,
tanda-tanda vital. tidur di kursi atau menunuduk
2.  Bantu pasien memilih posisi ke depan meja.
yang nyaman untuk aktivitas 2. Menurunkan stress dan
dan istirahat. rangsangan berlebih,
meningkatkan istirahat.
 
 
1. Berikan lingkungan tenang  
dan batasi pengunjung selama  
fase akut sesuai indikasi .  
dorong penggunaan
manajemen stress dan 1. Tirah  baring dipertahankan
pengalihan yang tepat. selama fase akut untuk
2. Jelaskan pentingnya istirahat menurunkan kebutuhan
dlam rencana pengobatan dan metabolik, menghemat energi
perlunya keseimbangan untuk penyembuhan.
aktivitas dan istirahat. Pembatasan aktivitas
3. Menetapkan kemampuan dan ditentukan dengan respon
kebutuhan pasiendan individual terhadap aktivitas
memudahkan pemilihan dan perbaikan kegagalan
intervensi. pernafasan.
Intervensi Rasional
 
1. Mendiskusikan dan 1. Serat tinggi, lemak,air
4. Perubahan nutrisi kurang
menjelaskan tentang terlalu panas / dingin dapat
dari kebutuhan tubuh
pembatasan diet (makanan merangsang mengiritasi
berhubungan dengan
berserat tinggi, berlemak dan lambung dan sluran usus.
dispneu, kelemahan,
air terlalu panas atau dingin). 2. Situasi yang nyaman, rileks
2. Menciptakan lingkungan anoreksia.
akan merangsang nafsu
yang bersih, jauh dari bau  makan.       Tujuan                       

yang tak sedap atau sampah, 3. Mengurangi pemakaian : kebutuhan nutrisi pasien

sajikan makanan dalam energi yang berlebihan. terpenuhi

keadaan hangat. 4. Mengetahui jumlah output Kriteria Hasil             : a.


3. Memberikan jam istirahat dapat merencenakan jumlah Nafsu makan meningkat
(tidur) serta kurangi kegiatan makanan.                                      b.
yang berlebihan. 5. Mengandung zat yang BB meningkat atau normal
4. Memonitor  intake dan out diperlukan , untuk proses sesuai umur
put dalam 24 jam. pertumbuhan
 
5. Berkolaborasi dengan tim
 
kesehtaan lain :
 

a.Terapi gizi : Diet TKTP    rendah


serat, susu
     b.Obat-obatan atau vitamin
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
5. Kurangnya  pengetahuan, tentang kondisi, pengobatan,  pencegahan, sehubungan  dengan  kurangnya   informasi atau
tidak mengenal   sumber   individu.
Kriteria hasil    : Pengetahuan klien meningkat
Tujuan             : - pasien mampu melakukan perubahan gaya hidup dan mau            berpartisipasi dalam program
pengobatan.
-     Pasien mampu menyatakan pemahaman tentang kondisi  penyakitnya ( dapat menjelaskan pengertian atelektasis,
menyebutkan beberapa penatalaksanaannya).
 

Intervensi Rasional  
Mandiri :    

1.  Tentukan tingkat pengetahuan    


dan kesiapan belajar klien.    
   
     
 
1. Jelaskan atau kuatkan penjelasan 1. Menurunkan ansietas dan  
proses pasien mampu berpartisipasi  
penyakit,penatalaksanaan,penceg dalam rencana pengobatan.  
ahan pada ateletaksis.dorong  
pasien atau orang terdekat untuk    
bertanya    
   
     
   
1. Kaji ulang informasi tentang  
etiologi atelektasis, efek 1. Memberikan pengetahuan dasar 6. PKP Sepsis
hubungan perilaku pola hidup. dimana klien dapat membuat      Kriteria hasil   
Dorong untuk bertanya. pilihan informasi/ keputusan : Tidak adanya
2. Belajar lebih mudah bila mulai tentang kontrol masalah infeksi pada klien
dari pengetahuan kilen. kesehatan.      Tujuan            
: Mengidentifikasi
intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko   infeksi
     Kriteria Hasil   :  -Suhu = Normal (36,5oC-37,5oC)
                              -WBC = 4500-11000/mm3
                              -CRP   = <15 mmHg
                              -RR     = 16-20 x /menit
                              -Nadi   = 60-100/ menit
 

Intervensi Rasional  
1. Awasi suhu 1. Demam dapat terjadi karena  
2. Observasi warna, bau sputum infeksi dan atau dehidrasi  
3. Dorong keseimbangan antar 2. berbau, kuning atau  
aktifitas dan istirahat kehijauan menujukkan  
4. Diskusi masukan nutrisi adanya infeksi paru  
adekuat 3. Menurunkan konsumsi /  
5. Kolaborasi pemeriksaan kebutuhan kesimbangan  
sputum oksigen dan memperbaiki  
6. Kolaborasi antibiotic pertahan pasien terhadapa  
7. Perawatan luka WSD infeksi, peningkatan  
8. Kultur sputum penyembuhan  
4. Malnutrisi dapat  
  mempengaruhi kesehatan  
umum dan menurunkan  
tahanan terhadap infeksi  
5. Dilakukan untuk  
mengidentifikasi organisme BAB 4
penyebab dan kerentanan PENUTUP
terhadap anti microbial  
6. Dapat menurunkan beban 4.1 Kesimpulan
pernafasan akibat nyeri      Empiema adalah
pleura dan infeksi terkumpulnya cairan
7. Mencegah infeksi port de purulen (pus) di dalam
entry mikroorganisme rongga pleura. Awalnya
8. Bertujuan untuk mencegah rongga pleura adalah cairan
penumpukan sputum akibat encer dengan jumlah
infeksi bakteri dan untuk leukosit rendah, tetapi
mengetahui sering kali berlanjut
sensifitas/kepekaan bakteri menjadi  yang kental. Hal ini
dapat terjadi jika abses
paru-paru meluas sampai rongga pleura. Empiema biasanya merupakan komplikasi dari infeksi paru (pneumonia) atau
kantong kantong pus yang terlokalisasi (abses) dalam paru. Meskipun empiema sering kali merupakan dari infeksi pulmonal,
tetapi dapat juga terjadi jika pengobatan yang terlambat.
Empiema sendiri diklasifikasikan menjadi Empiema akut dan Empiema kronis. Bisa disebabkan oleh bakteri Stapilococcus,
Pnemococcus, Streptococcus.
 
DAFTAR PUSTAKA
 
Somantri, Irman.2008.Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan .Jakarta:Salemba Medika.
Amin, Muhammad dkk.1989. Ilmu Penyakit Paru.Surabaya: Airlangga University Press
Price, Sylvia A.1995. Patofisiologi:Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Ed4 .Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai