Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Psikologi Sosial DOI: 10.7454/jps.2020.

xx
2020, Special Edition COVID-19 Vol. 18, No. xx, xx-xx

Early View

Judul Naskah:
Panic buying pada pandemi COVID-19: Telaah literatur dari perspektif psikologi

Penulis:
Muhammad Abdan Shadiqi 1*, Rima Hariati 1, Khaerullah Fadhli Arasy Hasan1, Noor I’anah1, & Wita Al Istiqomah1

Naskah Masuk:
13 April 2020

Naskah Diterima:
20 Mei 2020

Dokumen yang ditampilkan ini merupakan versi online dari naskah sebelum masuk ke dalam isu di Jurnal
Psikologi Sosial (JPS). Naskah ini telah diterima untuk publikasi di JPS.

This document is an online version of the manuscript before inclusion in an issue of Jurnal Psikologi Sosial (JPS). This
raw manuscript has been accepted for publication in JPS.

*Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lambung Mangkurat,


Naskah masuk: 13 April 2020 Jl. A. Yani Km. 36 Banjarbaru, Kalimantan Selatan, 70714.
Naskah diterima: 20 Mei 2020 Email: abdan.shadiqi@ulm.ac.id

xx
Panic Buying pada Pendemi COVID-19 xx

Panic buying pada pandemi COVID-19: Telaah literatur dari perspektif


psikologi
Muhammad Abdan Shadiqi*, Rima Hariati, Khaerullah Fadhli Arasy Hasan,
Noor I’anah, & Wita Al Istiqomah
Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru

Abstrak
Pandemi COVID-19 memiliki berdampak pada kesehatan, sosial, ekonomi, hingga psikologis. Salah satu
dampak dari COVID-19 adalah panic buying. Artikel ini ditujukan untuk mengulas panic buying melalui
perspektif psikologi. Kami melakukan telaah literatur panic buying pada riset-riset terkini baik pada
kasus pandemi COVID-19 hingga wabah penyakit serupa yang terjadi pada puluhan tahun silam. Pada
bagian awal, artikel ini membandingkan definisi panic buying dengan istilah serupa, seperti buying
frenzies, impulsive buying, dan compulsive buying. Kemudian, kami mengulas penjelasan psikologis di
balik panic buying melalui perilaku konsumen, ketakutan dan kecemasan, stres, ketidakpastian, dan
paparan media. Pada bagian terakhir, kami mengajukan beberapa solusi yang dapat dijadikan panduan
kebijakan untuk mengatasi panic buying saat wabah pandemi terjadi.

Kata kunci: Panic buying, COVID-19, pandemi, psikologi

Abstract
COVID-19 pandemic has an impact on health, social, economic, and psychological. One of the effects of
COVID-19 was panic buying. This article aims to review panic buying literature from a psychological
perspective. We conducted study panic buying literature on the latest research references from the
COVID-19 pandemic to the other disease outbreaks that occurred decades ago. In the first section, we
compared the definition of panic buying with similar terms, such as buying frenzies, impulsive buying,
and compulsive buying. Then, we expounded the psychological explanation behind panic buying through
consumer behavior, fear and anxiety, stress, uncertainty, and media exposure. In the last section, we
proposed several solutions that can be utilized as a policy guideline to control panic buying when a
disease outbreak occurs.

Keywords: Panic buying, COVID-19, pandemic, psychology

Pendahuluan Pada kajian psikologi, perilaku membeli


masyarakat pada fenomena ini dikenal sebagai panic
Hingga 11 Mei 2020, WHO melaporkan sebanyak buying. Panic buying diartikan sebagai perilaku
lebih 3,9 juta kasus corona virus disease 2019 atau konsumen berupa pembelian produk dalam jumlah
COVID-19 terkonfirmasi di antara 215 negara (World besar agar tidak mengalami kekurangan di masa
Health Organization (WHO), 2020). Beberapa negara depan (Shou, Xiong, & Shen, 2011). Menurut sejarah,
melaporkan terjadinya fenomena panic buying Honigsbaum (2013) melaporkan bahwa panic buying
sebagai respon dari adanya pandemi ini. Dengan pertama kali muncul saat wabah flu spanyol pada
demikian, tidak hanya COVID-19, tetapi panic buying tahun 1918. Kemudian saat wabah Severe Acute
juga menyebar ke seluruh dunia. Mulai dari Singapura Respiratory Syndrome (SARS) menyerang Hong Kong
hingga Amerika Serikat melaporkan adanya antrian pada 2003, fenomena panic buying juga terjadi
panjang di supermarket selama beberapa minggu (Cheng, 2004; Fast, González, Wilson, & Markuzon,
akibat dari banyaknya konsumen yang ingin membeli 2015; Wai Man Fung & Yuen Loke, 2010). Selain
barang-barang seperti beras, hand sanitizer hingga wabah, panic buying juga dapat terjadi saat muncul
kertas toilet (Thukral, 2020). Indonesia sendiri, perkiraan bencana alam (Wai Man Fung & Yuen Loke,
sesaat setelah pengumuman 2 orang pertama yang 2010) hingga bencana non-alam seperti krisis akibat
positif terinfeksi COVID-19 pada 2 Maret 2020, nuklir (Li, Wang, Gao, & Shi, 2017; Zhao, Zhang, Tang,
beberapa stok barang seperti makanan pokok, hand & Kou, 2016). Pada pandemi COVID-19, Garfin, Silver,
sanitizer, hingga masker habis diserbu oleh dan Holman (2020) berpendapat bahwa panic buying
masyarakat di Jakarta (Putra, 2020). Tidak hanya muncul sebagai respon stres. Kami menilai bahwa
terjadi di Jakarta, fenomena ini juga terjadi di panic buying tidak sesederhana itu muncul karena
beberapa daerah lain, seperti Surabaya dan beberapa adanya stres, tetapi ada penjelasan psikologi lain
kota lainnya (Wahyudi, 2020). yang melandasinya.

© 2020 Jurnal Psikologi Sosial


xx Shadiqi, Hariati, Hasan, I’anah & Istiqomah

Namun, hanya ada sedikit riset empiris yang artikel penelitian (research article), surat atau kores-
mengupas tentang fenomena panic buying, kami pondensi (correspondence), artikel diskusi, dan catatan
menemukan setidaknya ada empat artikel yang editor. Alasan penggunaan keempat jenis artikel ini
menjelaskan panic buying pada pencarian referensi adalah karena minimnya riset-riset empiris yang
ilmiah di bidang psikologi. Pertama, artikel dari mengkaji panic buying. Sementara pada pencarian
Garfin dkk. (2020) yang menjelaskan tentang stres artikel di pangkalan data Indonesia, yakni Gerba
sebagai pemicu panic buying. Kedua, artikel dari Wai Rujukan Digital (Garuda), tidak ditemukan artikel
Man Fung dan Yuen Loke (2010) yang meneliti yang berkaitan dengan panic buying.
tentang kesiapan keluarga saat menghadapi bencana, Pada tujuan pertama, kami mengidentifikasi
salah satu bagian temuannya menyinggung tentang artikel-artikel yang relevan dengan tujuan pertama
panic buying. Ketiga, artikel Tsao, Raj, dan Yu (2019) dari penulisan artikel ini, yaitu untuk menelaah
membuat perhitungan model matematis penjualan definisi panic buying beserta perbandingannya dengan
barang saat situasi panic buying. Terakhir, artikel istilah lain yang serupa. Untuk membandingkan definisi
Bacon dan Corr (2020) yang menjelaskan bahwa konsep panic buying, kami menggunakan tambahan
panic buying terkait COVID-19 sebagai perilaku beberapa referensi yang relevan, yaitu konsep panik
maladaptif karena adanya konflik psikologis dalam dan perilaku membeli, seperti “buying frenzies”,
diri individu. “impulsive buying”, dan “compulsive buying”.
Selain jumlah artikel referensi ilmiah panic Pada tujuan kedua, kami berusaha menjelas-
buying yang sedikit di bidang psikologi, kami ber- kan faktor penyebab terjadinya panic buying pada
pendapat bahwa fenomena panic buying ini dapat peristiwa wabah penyakit. Tidak semua artikel yang
terjadi kembali ketika suatu wilayah menunjukkan kami telaah merupakan artikel studi empiris dari
peningkatan angka kasus COVID-19 dan kondisi negatif bidang psikologi, tetapi artikel yang kami pilih
psikologis di masyarakat. Untuk itu, kami berusaha berkaitan dengan konsep perilaku, perasaan, dan
menjelaskan fenomena panic buying melalui kajian pikiran terkait panic buying. Untuk menjawab tujuan
ilmiah literatur lintas disiplin ilmu. Adapun dua hal kedua ini, kami meninjau artikel panic buying yang
yang menjadi fokus kajian kami adalah definisi panic berkaitan dengan peristiwa wabah penyakit, seperti
buying dan perbandingan dengan konstruk psikologi SARS, MERS, H1N1, dan COVID-19. Rincian daftar
lainnya serta faktor penyebab terjadinya panic buying. artikel ilmiah yang kami gunakan untuk menjelaskan
Secara khusus, kami menguraikan kedua tujuan faktor-faktor penyebab dapat dilihat pada tabel 1 di
tersebut melalui penjelasan dan temuan dari sumber apendik.
referensi ilmiah. Kami berharap tulisan ini dapat
menjadi dasar acuan pelaksanaan riset-riset perilaku Temuan dan Diskusi
panic buying sekaligus menawarkan masukan-masukan
untuk arah kebijakan dalam menghadapi dampak Definisi Panic buying
psikologis dan sosial dari pandemi COVID-19 ini. Pada kajian sosiologi, panic atau panik
populer merupakan bentuk perilaku kolektif (Oliver,
Metode Penelitian 2013; Quarantelli, 2001; Shadiqi, in press). Istilah
perilaku kolektif ini merujuk pada aksi yang muncul
Artikel ini ditulis menggunakan pendekatan telaah tiba-tiba, spontan, bukan aktivitas rutinitas, dan
literatur (literature review) yang terdiri dari bagian cenderung tidak sesuai norma (non-normatif)
pendahuluan, metode penelitian, diskusi, dan (Oliver, 2013). Zhao dkk. (2016) mengategorikan
kesimpulan (Kysh, 2013). Kysh (2013) dan American panic buying sebagai perilaku kolektif. Pada ilmu
Psychological Association (2020) menerangkan perilaku, khususnya psikiatri, panik erat dijelaskan
bahwa telaah literatur bertujuan untuk membuat sebagai gangguan panik atau serangan panik (Parks,
kesimpulan dan evaluasi pada suatu topik tertentu. 2013). Karakteristik panik pada perspektif gangguan
Untuk menjelaskan fenomena panic buying, kami kejiwaan ditandai dengan serangan panik secara
melakukan pencarian dengan menggunakan kata berulang-ulang, tiba-tiba, dan tidak terduga (Parks,
kunci “panic buying” dan “panic bought” di pangkalan 2013). Secara khusus, Strahle dan Bonfield (1989)
data PsycArticles dan PsycINFO. Kami memulai lebih cenderung mengaitkan kepanikan konsumen
pencarian artikel dari tahun 2003 hingga 2020, hal ini pada perilaku kolektif melalui kajian sosiologi.
dikarenakan salah satu contoh wabah penyakit yang Namun, baik dari pandangan sosiologi maupun
pernah menyerang beberapa negara, yaitu SARS psikiatri, panik sama-sama ditandai dengan ciri
terjadi pada tahun 2003. Kemudian, kami memperluas perilaku yang muncul secara tiba-tiba. Jika dikaitkan
hasil pencarian yang ada, karena saat menggunakan lebih jauh dengan panic buying pada isu COVID-19,
pangkalan data pencarian khusus pada ilmu psikologi, fenomena ini mempunyai benang merah yang sama,
kami hanya menemukan empat pencarian artikel yaitu terjadi secara tiba-tiba dan tidak terkontrol.
(pangkalan data: PsycArticles dan PsycINFO). Kami Kepanikan berbelanja atau yang umumnya
menambahkan beberapa artikel yang ditelaah dari diistilahkan sebagai “panic buying” dapat dijelaskan
sejumlah 101 hasil pencarian di ScienceDirect. Di sebagai perilaku konsumen berupa tindakan orang
antara ratusan hasil pencarian tersebut terdiri dari membeli produk dalam jumlah besar untuk meng-
23 artikel dengan jenis: artikel telaah (review article), hindari kekurangan di masa depan (Shou dkk., 2011).

© 2020 Jurnal Psikologi Sosial


Panic Buying pada Pendemi COVID-19 xx

Perilaku ini juga disebut sebagai perilaku penimbunan (2020) menerangkan bahwa impulsive buying lebih
barang yang dilakukan oleh konsumen. Shou dkk. cenderung tidak terencana, sedangkan compulsive
(2011) secara implisit merefleksikan panic buying buying lebih terencana. Dengan demikian, kami
dengan perbedaan antara jumlah pesanan dan menilai compulsive buying lebih jauh berbeda
permintaan yang mendasarinya, yang searah dengan pengertiannya dengan panic buying, karena perilaku
antisipasi perubahan harga. Hal yang perlu digaris adiktif ini bersifat terencana.
bawahi dalam definisi ini adalah konsumen membeli Berdasarkan uraian diatas, kami menyimpul-
barang dalam jumlah banyak bukan bertujuan untuk kan bahwa panic buying merupakan perilaku belanja
mencari selisih harga yang akan timbul antara masa konsumen yang didorong oleh kekhawatiran dan
sekarang dan masa yang akan datang, tetapi ketakutan akan ketersediaan barang di masa depan
bertujuan untuk menghindari kekurangan pasokan dengan tetap mencari manfaat fungsional dari proses
yang mungkin akan terjadi di masa depan. belanja namun dalam jumlah yang berlebihan atau di
Perbedaan panic buying dan buying luar kebutuhan konsumen tersebut. Ciri-ciri perilaku
frenzies. Pada bidang ekonomi, dikenal pula istilah ini ditandai dengan perilaku yang tiba-tiba, tidak
buying frenzies. Meskipun kedua istilah ini merupakan terkontrol, dilakukan banyak orang, berlebihan, dan
perilaku pembelian barang dalam jumlah yang di luar didasari oleh kekhawatiran.
batas kebutuhan normal, namun per-timbangan
perilaku buying frenzies didasarkan pada diskriminasi Penjelasan psikologis: Mengapa panic buying
harga antar waktu (Courty & Nasiry, 2016). Pada terjadi?
perilaku panic buying lebih didasarkan pada
kekhawatiran akan ketersediaan barang di masa Perilaku Konsumen. Dalam sebuah penelitian yang
depan (Shou dkk., 2011). Buying frenzies membuat dilakukan András dan Tamás (2020) yang dilakukan
orang berani membeli dengan harga yang lebih mahal di Hungaria mengenai panic buying yang terjadi
karena ketidakjelasan penilaian suatu barang (Courty akibat dari COVID-19 menjelaskan bahwa ancaman
& Nasiry, 2016; Kendall, 2018). Pembeda lainnya virus ini menyebabkan respon panik yang intensif
dapat dilihat pada contoh berikut: Pada fenomena terjadi pada Maret 2020. Mayoritas responden dalam
wabah COVID-19, orang-orang membeli masker penelitian ini melaporkan bahwa mereka mengalami
karena dilanda kekhawatiran akan habisnya stok peningkatan pengeluaran pada minggu pertama di
masker, ini disebut dengan panic buying. Sedikit tahap krisis ini. Selanjutnya, András dan Tamás
berkebalikan, buying frenzies terjadi karena orang menyatakan bahwa ancaman COVID-19 memiliki
khawatir akan harga masker yang semakin tidak dampak besar pada seluruh sektor ritel di Hungaria
masuk akal, sehingga membeli secara banyak dan akibat dari perubahan perilaku belanja pelanggan.
berani membeli dengan harga berapapun di pasaran. Berdasarkan hasil survei dari penelitian tersebut,
Perbedaan panic buying, impulsive buying, terjadi perubahan besar dalam frekuensi belanja,
dan compulsive buying. Istilah lain yang mirip preferensi toko, pengeluaran, preferensi produk dan
dengan panic buying juga dalam hal perilaku belanja penolakan terhadap suatu barang. Ho, Chee, dan Ho
adalah impulsive buying. Perilaku impulsive buying (2020) menjelaskan permasalahan panic buying di
merupakan perilaku pembelian barang dengan sedikit Singapura yang terjadi setelah status tanggap bencana
atau tanpa pertimbangan setelah hasil dari dorongan meningkat, orang-orang membeli barang demi menjaga
mendadak dan kuat (Amos, Holmes, & Keneson, 2013; persediaan makanan. András dan Tamás (2020) juga
Block & Morwitz, 1999). Persamaan antara kedua menemukan bahwa sebanyak 87% orang yang terlibat
perilaku ini terletak pada sedikitnya pertimbangan dalam survei melaporkan bahwa mereka melakukan
dan merupakan hasil dari dorongan yang mendadak pembelian ekstra untuk meningkatkan stok di rumah
dan kuat. Namun, perbedaannya adalah pada impulsive pada beberapa kelompok produk tertentu.
buying, sedikitnya pertimbangan dan dorongan yang Istilah yang diajukan oleh Arafat dkk. (2020)
mendadak didasari didorong oleh motif utilitarianistik untuk menjawab penyebab panic buying dari faktor
(kegunaan barang) dan hedonik (bersenang-senang), perilaku konsumen, yaitu persepsi kelangkaan barang.
kontrol diri yang rendah, dan mood positif (Iyer, Blut, Artinya, panic buying dapat terjadi karena banyak
Xiao, & Grewal, 2019). orang-orang menilai bahwa ada barang-barang tertentu
Istilah lain yang setara dengan impulsive yang akan langka saat terjadi wabah penyakit. Arafat
buying adalah compulsive buying, keduanya sama- dkk. (2020) menilai bahwa persepsi kelangkaan ini
sama dikategorikan sebagai perilaku adiksi. Leite dan juga berkaitan dengan perasaan tidak aman (insecurity)
Silva, 2016; Lourenço Leite, Pereira, Nardi, dan Silva dan ketidakstabilan suatu situasi. Kedua hal ini juga
(2014) menjelaskan bahwa compulsive buying tidak kami jelaskan lebih lanjut pada penjelasan faktor
masuk pada kriteria di Diagnostic and Statistical penyebab di bagian lain dari penjelasan psikologis ini.
Manual of Mental Disorders ke-5 (DSM-V) dan
umumnya dihubungkan dengan gangguan obsessive- Ketakutan dan kecemasan. Panic buying merupakan
compulsive. Beberapa diagnostik dari compulsive bentuk manifestasi dari kecemasan dan ketakutan
buying adalah perilaku konsumen yang maladaptif, individu akibat sebuah ancaman (Cheng, 2004). Lebih
berlebihan berbelanja, dan mengganggu fungsi lanjut lagi, Cheng menjelaskan bahwa ketakutan atau
kehidupan sosial pribadi (Faber, O’Guinn, & Krych, kepanikan merupakan bentuk emosi dasar yang
1987; Maraz, Griffiths, & Demetrovics, 2016). Hartney mengaktivasi respon ‘fight-or-flight’ yang memung-

© 2020 Jurnal Psikologi Sosial


xx Shadiqi, Hariati, Hasan, I’anah & Istiqomah

kinkan individu merespon dengan cepat ketika menjadi perilaku yang mengkhawatirkan tentang
menghadapi suatu bahaya. Berdasarkan studi Jinqiu suatu penyakit, seperti panic buying atau berpartisipasi
(2003) serta Wilson V, Polyak, Blake, dan Collmann dalam aksi protes (Fast dkk., 2015). Fenomena panic
(2008) menerangkan bahwa panic buying dapat buying tampak menjadi sangat relevan jika dikaitkan
dipahami sebagai bentuk mekanisme bertahan hidup dengan wabah COVID-19, karena orang cenderung
atau insting hidup yang membuat masyarakat takut menganggap sebuah ancaman virus baru memiliki
mati, yang mana mereka melakukan hal tersebut resiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan
sebagai usaha melindungi dan mempertahankan diri. ancaman yang lebih umum seperti influenza (Hong &
Usaha pemenuhan kebutuhan fisiologis seringkali Collins, 2006). Sebuah studi longitudinal menunjukkan
membuat orang berpikir dangkal yang menurut Jinqiu bahwa respons stres meningkat saat ada kejadian
(2003) dapat menyebabkan kekurangan pasokan dan yang mengancam dengan kesehatan fisik dan mental
gangguan sosial. Penelitian Wilson V. dkk. (2008) dari waktu ke waktu (Garfin dkk., 2020). Apalagi
memberikan penjelasan bahwa kecemasan yang tidak respon stres dapat meningkatkan suatu perilaku
dapat dikendalikan akan melahirkan kepanikan. mencari bantuan yang tidak seimbang dan tidak tepat
Kepanikan ini sendiri tidak akan terjadi jika untuk dilakukan dalam menanggapi sebuah ancaman
masyarakat mampu mengutamakan pikiran rasional- aktual (Garfin dkk., 2020). Sebagai contoh, panik
nya. Sehingga perubahan perilaku dalam pembelian dalam membeli barang tertentu yang dianggap
tidak akan terjadi. penting seperti kertas toilet, kotak P3K, air kemasan
Temuan Fast dkk. (2015) pada saat botol dan hand sanitizer sebagai respon terhadap
membandingkan kasus SARS pada 2003 dan kasus flu COVID-19. Padahal hal tersebut akan membawa
babi pada 2009 di Hong Kong dapat memperjelas dampak pada kekurangan stok barang dan melonjak-
peran kecemasan pada panic buying. Saat virus SARS nya harga barang tersebut.
menyerang Hong Kong pada 2003, muncul respon
perilaku sosial seperti kecemasan tinggi (Leung, Lam, Ketidakpastian. Kurangnya informasi akibat tidak
& Cheng, 2020) dan panic buying (Cheng, 2004). mengetahui maupun akibat kurangnya efektivitas
Sebaliknya, ketika flu babi terjadi enam tahun komunikasi menyebabkan munculnya ambiguitas
kemudian 64% penduduk Hong Kong melakukan yang dapat menyebabkan penilaian terhadap suatu
aktivitas sehari-hari seperti biasa (Lau, Griffiths, Choi, ancaman meningkat dan kepanikan muncul saat
& Tsui, 2009), bahkan kecemasan mereka relatif krisis kesehatan (Wu, Huang, Zhang, He, & Ming,
rendah pada banyak penduduk (Cowling dkk., 2010). 2020). Ini terjadi saat konteks krisis H1N1 atau flu
Menurut Fast dkk. (2015), hal ini dikarenakan oleh babi di dunia, ketika meningkatnya ketidakpastian
penduduk Hong Kong pada saat itu tidak terkejut berbanding lurus dengan meningkatnya kontrol
akan kemunculan flu babi dan pemerintah cepat kecemasan (Taha, Matheson, & Anisman, 2014). Pada
tanggap untuk menghadapi virus H1N1 berbulan- kasus COVID-19, orang-orang dapat mengalami konflik
bulan sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa psikologis, yakni antara usaha untuk mempertahankan
pengalaman dan kesiapan menghadapi wabah juga rutinitas dengan menghadapi ketidakpastian ber-
memengaruhi respon panik masyarakat di sebuah akhirnya pandemi ini (Sim, Chua, Vieta, & Fernandez,
wilayah. Namun, ketika wabah bersifat baru pada 2020). Ketidakpastian juga berkaitan dengan konsumsi
wilayah tertentu atau dianggap sebagai ancaman barang (Kalina & Tilley, 2020), artinya berupa
khusus, maka masyarakat cenderung lebih panik ketidakpastian ketersediaan barang. Di masa sekarang,
(Fast dkk., 2015). Kecemasan yang terjadi pada ambiguitas yang terjadi dikombinasikan dengan
masyarakat luas dapat mengakibatkan terjadinya sebuah ancaman yang tidak terlihat oleh panca indera
panic buying saat wabah COVID-19 (Roy dkk., 2020). seperti virus. Ketakutan dan kekhawatiran semakin
Pada kasus COVID-19, perilaku panic buying terjadi memperburuk penyebaran informasi yang salah. Hal
karena orang-orang mengalami konflik psikologi, ini sesuai dengan apa yang ditulis Cheng (2004)
antara keinginan untuk tetap aman dengan keinginan dalam artikelnya bahwa panik muncul saat individu
untuk hidup secara normal dan menyenangkan berpikir bahwa ada informasi yang disembunyikan
(Bacon & Corr, 2020). Perasaan tidak aman (insecurity) atau hanya sebagian diungkapkan terkait wabah,
(Arafat dkk., 2020; Ippolito, Iozzo, Gregoretti, & karena ketakutan akan hal yang tidak diketahui
Cortegiani, 2020) menjadi terlihat sangat berkaitan sering memicu kecemasan dan reaksi panik. Ini
dengan faktor ketakutan. Dengan demikian, dapat menekankan pentingnya berita atau informasi yang
dipahami bahwa beberapa faktor penyebab yang jelas dan meyakinkan dari sumber yang terpercaya.
memicu terjadinya panic buying adalah kondisi Sebaliknya, Lunn dkk. (2020) menerangkan bahwa
ketakutan, kecemasan, dan perasaan tidak aman. pemerintah seringkali melebih-lebihkan risiko
kepanikan, sehingga memicu panic buying. Artinya,
Stres. Fast dkk. (2015) menuliskan dalam jurnalnya informasi harus disampaikan secara lengkap dan
bahwa respon masyarakat terkait wabah biasanya proporsional kepada masyarakat.
tenang dan teratur, namun di beberapa kasus yang
jarang terjadi penyebaran wabah penyakit juga bisa Peran paparan media. Masyarakat tidak akan panik
memicu gangguan sosial seperti kepanikan dan jika mereka memiliki informasi yang tepat tentang
penimbunan alat medis. Respons sosial yang peristiwa yang sedang terjadi. Namun karena
menunjukkan kecemasan yang parah termanifestasi masyarakat dalam hal ini kami pahami masih kurang

© 2020 Jurnal Psikologi Sosial


Panic Buying pada Pendemi COVID-19 xx

sosialisasi yang komprehensif sehingga seperti yang Dinamika Psikologi Sosial dari Perilaku Panic
dikatakan Jinqiu (2003), kekurangan informasi dan Buying
tambahan desas-desus mengakibatkan masyarakat
menjadi panik. Peristiwa seperti ini terjadi saat virus Kami mengajukan argumentasi bahwa teori
SARS menyerang Tiongkok, beberapa hal yang yang dapat menjelaskan dinamika psikologi sosial
memicu kepanikan sosial hingga orang-orang panic dari perilaku panic buying adalah teori kognitif sosial
buying membeli obat-obatan adalah kurangnya (cognitive social theory) dari Albert Bandura. Bandura
informasi resmi, cerita dari mulut ke mulut melalui (2012) menerangkan bahwa teori ini secara orisinal
pesan singkat dan media sosial (Qiu, Chu, Mao, & Wu, awalnya disebut sebagai teori belajar sosial (social
2018). Kurangnya informasi yang dibutuhkan learning theory). Argumentasi kami setidaknya
masyarakat dari pihak berwajib serta maraknya didukung oleh argumentasi Arafat dkk. (2020) dan
berita palsu juga kami yakini berpengaruh pada Zheng dkk. (2020). Ketepatan penggunaan teori
terjadinya panic buying. Menurut Cheng (2004) kognitif sosial juga didasarkan pada pertimbangan
menonton berita dan ketidakjelasan informasi peran dari beberapa faktor penyebab yang telah kami
memengaruhi kepanikan pada diri individu. Hal ini identifikasi pada bagian sebelumnya.
juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Bandura (2012) menilai bahwa penggunaan
Garfin dkk. (2020) tentang pengaruh paparan media istilah teori kognitif sosial muncul karena pikiran,
terhadap kecemasan dan stres masyarakat terkait motivasi, dan tindakan manusia ditentukan oleh
krisis COVID-19. Paparan media ini dapat berkaitan faktor ‘sosial’ dan proses ‘kognitif’. Bandura (2012)
dengan informasi adanya kelangkaan sumber daya mengajukan “triadic reciprocal causation” untuk
dan kebutuhan sehari-hari (Roy dkk., 2020). Peran menjelaskan teori kognitif sosial, yaitu fungsi psikologis
paparan media seperti ini juga terjadi pada saat virus manusia berasal dari interaksi kausalitas dari dimensi
Ebola terjadi di Amerika Serikat tahun 2014 interpersonal (personal=P), perilaku (behavioral=B),
(Thompson, Garfin, Holman, & Silver, 2017). Semakin dan lingkungan (environmental= E).
individu menonton atau mengikuti berita terkait Pada dimensi interpersonal, orang-orang
wabah maka hal tersebut akan memicu respon panik yang melakukan panic buying mengalami kondisi
pada individu. Menonton banyak berita akan membuat psikologi internal yang khas. Sebagian orang mengalami
seseorang semakin banyak berpikir tentang wabah dan beberapa kondisi berikut: Konflik psikologis, stres,
menyebabkan kepanikan (Cheng, 2004). Banjir ketakutan, kecemasan, perasaan tidak aman, dan/atau
informasi yang kontradiktif juga dapat menyebabkan persepsi ketidakpastian. Pada dimensi lingkungan,
panic buying saat wabah COVID-19 (Mesa Vieira, ketersediaan barang, informasi yang bersumber dari
Franco, Gómez Restrepo, & Abel, 2020). media massa dan jejaring sosial tersebar melalui
Fast dkk. (2015) juga menjelaskan bahwa lingkungan sosial mereka, seperti antar-tetangga,
kepanikan individu terkait wabah juga dipicu oleh menjadi salah satu penyebab terjadinya perilaku.
rangsangan dari media massa dan komunikasi antar- Selain itu, penting untuk digaris bawahi adalah
tetangga di sebuah jejaring sosial. Berdasarkan kondisi pandemi juga menjadi faktor lingkungan yang
perspektif psiko-sosiologis, kepanikan dipandang memainkan peran begitu besar pada panic buying.
sebagai sifat bawaan dari kecemasan pribadi, yaitu Pada dimensi ketiga, perilaku itu sendiri yaitu
ketika orang merasa tegang terkait kehidupan mereka, munculnya perilaku panic buying. Tiga dimensi ini
maka individu tersebut cenderung sangat sensitif saling berperan dan memengaruhi satu sama lain,
untuk menyumbangkan kekhawatiran dalam pola ketiadaan salah satu dimensi dapat menurunkan level
sosial yang lebih luas (Cheng, 2004). Perilaku perilaku panic buying. Selanjutnya, proses yang
semacam ini khasnya adalah apa yang disebut dengan menjembatani ketiga dimensi ini adalah proses
“following the crowd” atau “going with the flow” (Cheng, kognitif, yakni individu menggunakan pikiran mereka
2004). Masyarakat saling berkomunikasi dengan untuk mengolah dan mengevaluasi informasi.
tetangganya dan akan condong mengadopsi pendapat Sementara, proses sosial bekerja saat individu membuat
yang mengkhawatirkan daripada pendapat yang pertimbangan perilaku berdasarkan pengaruh sosial
menenangkan. yang terjadi saat masa pandemi. Dinamika ketiga
dimensi ini dapat dilihat pada gambar 1.

© 2020 Jurnal Psikologi Sosial


xx Shadiqi, Hariati, Hasan, I’anah & Istiqomah

Gambar 1
Dinamika teori kognitif sosial pada panic buying

Kesimpulan beberapa saran implikasi praktis menghadapi panic


buying, yaitu (1) membatasi penjualan barang, misal
Panic buying terjadi pada peristiwa wabah setiap orang boleh membeli dengan jumlah tertentu
penyakit hingga bencana alam dan non-alam lainnya, setiap waktu tertentu (per minggu) dan penerapan
begitu halnya pada wabah COVID-19 ini. Panic buying besaran harga berkali-kali lipat jika konsumen
yang dilakukan oleh konsumen seringkali mengarah membeli lebih dari jumlah yang ditentukan; (2)
kepada hal-hal negatif seperti antrian panjang, membuat aturan prioritas bagi orang lanjut usia dan
kehabisan stok dalam jumlah besar, kecemasan yang anak-anak; (3) menguatkan peran otoritas dalam
luar biasa, hingga akhirnya secara signifikan ber- mengontrol harga, mengatur penyaluran barang, dan
dampak negatif pada pasar (Shou dkk., 2011). Sehingga, menindak oknum yang merugikan konsumen; (4)
panic buying menjadi suatu hal yang perlu diatasi saat menyediakan pembelian barang secara daring dengan
menghadapi keadaan maupun krisis apapun. Melalui tetap menerapkan aturan jumlah barang dan prioritas
artikel ini, kami dapat menjelaskan lebih dalam pembeli; (5) menyebarkan informasi positif, jelas,
perbedaan antara panic buying dengan buying frenzies, terbuka, dan proporsional mengenai ketersediaan
compulsive buying, dan impulsive buying. Ciri-ciri khas barang; (6) menekan penyebaran informasi yang
dari panic buying adalah perilaku yang tiba-tiba, tidak menyesatkan dan palsu (hoaks).
terkontrol, terjadi pada banyak orang, terlihat
berlebihan, dan disebabkan oleh kekhawatiran. Artikel Daftar Pustaka
ini juga memaparkan faktor penyebab perilaku panic
buying, yaitu faktor dari perilaku konsumen (munculnya American Psychological Association. (2020).
persepsi kelangkaan barang), adanya ketakutan, Publication manual of the American
kecemasan, perasaan tidak aman, konflik psikologis, Psychological Association (7th ed.). American
stres, persepsi ketidakpastian, dan paparan media. Psychological Association.
Kami juga mengajukan model dinamika psikologi Amos, C., Holmes, G. R., & Keneson, W. C. (2013). A
sosial yang dapat memicu munculnya panic buying meta-analysis of consumer impulse buying.
menggunakan teori kognitif sosial. Journal of Retailing and Consumer Services, 1–
Tulisan ini tentu masih terdapat kekurangan, 12.
karena keterbatasan hasil-hasil riset yang dikutip https://doi.org/10.1016/j.jretconser.2013.11.
dari bidang psikologi. Kami juga menemukan hanya 004
sedikit artikel ilmiah yang mengajukan saran András, K., & Tamás, S. T. (2020). Panic buying in
kebijakan terkait panic buying, bahkan kami belum Hungary during COVID-19 disease.
menemukan riset-riset panic buying yang menjelaskan https://doi.org/10.13140/RG.2.2.21264.7680
efektivitas kebijakan-kebijakan dilaksanakan untuk 0
menghadapi wabah pandemi seperti ini. Padahal Arafat, S. M. Y., Kar, S. K., Marthoenis, M., Sharma, P.,
wabah seperti ini telah terjadi berkali-kali sejak Apu, E. H., Kabir, R., … Kabir, R. (2020).
puluhan hingga ratusan tahun yang lalu. Untuk itu, Psychological underpinning of panic buying
pada bagian kesimpulan ini kami memberikan during pandemic (COVID-19). Psychiatry

© 2020 Jurnal Psikologi Sosial


Panic Buying pada Pendemi COVID-19 xx

Research Received. between-compulsive-and-impulsive-


https://doi.org/10.1016/j.psychres.2020.113 shopping-22336%0A
061 Ho, C. S., Chee, C. Y., & Ho, R. C. (2020). Mental Health
Bacon, A. M., & Corr, P. J. (2020). Coronavirus (COVID- Strategies to Combat the Psychological Impact
19) in the United Kingdom: A personality- of COVID-19 Beyond Paranoia and Panic.
based perspective on concerns and intention Annals of the Academy of Medicine, Singapore,
to self-isolate. British Journal of Health 49(1), 1–3. Retrieved from
Psychology, 1–10. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/3220
https://doi.org/10.1111/bjhp.12423 0399
Bandura, A. (2012). Social cognitive theory. In P. van Hong, S., & Collins, A. (2006). Societal responses to
Lange, A. W. Kruglanski, & E. T. Higgins (Eds.), familiar versus unfamiliar risk: Comparisons of
Handbook of Theories of Social Psychology, influenza and SARS in Korea. Risk Analysis,
Volume 1 (pp. 349–373). Sage. 26(5), 1247–1257.
Block, L. G., & Morwitz, V. G. (1999). Shopping lists as https://doi.org/10.1111/j.1539-
an external memory aid for grocery shopping: 6924.2006.00812.x
Influences on list writing and list fulfillment. Honigsbaum, M. (2013). Regulating the 1918-19
Journal of Consumer Psychology, 8(4), 343– pandemic: Flu, stoicism and the northcliffe
375. press. Medical History, 57(2), 165–185.
https://doi.org/10.1207/s15327663jcp0804_ https://doi.org/10.1017/mdh.2012.101
01 Ippolito, M., Iozzo, P., Gregoretti, C., & Cortegiani, A.
Cheng, C. (2004). To be paranoid is the standard? (2020). Counterfeit filtering facepiece
Panic responses to SARS outbreak in the Hong respirators are posing an additional risk to
Kong special administrative region a global healthcare workers during COVID-19
disease : Brief Epidemiology. Asian Pandemic. American Journal of Infection
Perspective, 28(1), 67–98. Retrieved from Control.
https://www.jstor.org/stable/42704444 https://doi.org/10.1016/j.ajic.2020.04.020
Courty, P., & Nasiry, J. (2016). Product Launches and Iyer, G. R., Blut, M., Xiao, S. H., & Grewal, D. (2019).
Buying Frenzies: A Dynamic Perspective. Impulse buying: A meta-analytic review.
Production and Operations Management, Journal of the Academy of Marketing Science.
25(1), 143–152. https://doi.org/10.1007/s11747-019-00670-
https://doi.org/10.1111/poms.12394 w
Cowling, B. J., Ng, D. M. W., Ip, D. K. M., Liao, Q., Lam, Jinqiu, Z. (2003). The SARS Epidemic Under China’s
W. W. T., Wu, J. T., … Fielding, R. (2010). Media Policy. Media Asia, 30(4), 191–196.
Community Psychological and Behavioral https://doi.org/10.1080/01296612.2003.117
Responses through the First Wave of the 2009 26722
Influenza A(H1N1) Pandemic in Hong Kong. Kalina, M., & Tilley, E. (2020). “This is our next
The Journal of Infectious Diseases, 202(6), problem”: Cleaning up from the COVID-19
867–876. https://doi.org/10.1086/655811 response. Waste Management.
Faber, R. J., O’Guinn, T. C., & Krych, R. (1987). https://doi.org/10.1016/j.wasman.2020.05.0
Compulsive Consumption. Advances in 06
Consumer Research, 14, 132–135. Retrieved Kendall, C. (2018). Market panics, frenzies, and
from informational efficiency: Theory and
https://www.acrwebsite.org/volumes/6670/ experiment. American Economic Journal:
volumes/v14/NA-14 Microeconomics., 1422(2012). Retrieved from
Fast, S. M., González, M. C., Wilson, J. M., & Markuzon, https://www.marshall.usc.edu/sites/default/
N. (2015). Modelling the propagation of social files/chadkend/intellcont/kendall-panicsexp-
response during a disease outbreak. Journal of 6.pdf
the Royal Society Interface, 12(104). Kysh, L. (2013). What’s in a name?: The difference
https://doi.org/10.1098/rsif.2014.1105 between a systematic review and a literature
Garfin, D. R., Silver, R. C., & Holman, E. A. (2020). The review and why it matters. Medical Library
novel coronavirus (COVID-2019) outbreak: Group of Southern California & Arizona
Amplification of public health consequences by (MLGSCA) and the Northern California and
media exposure. Health Psychology : Official Nevada Medical Library Group (NCNMLG)
Journal of the Division of Health Psychology, Joint Meeting.
American Psychological Association. https://doi.org/10.6084/m9.figshare.766364
https://doi.org/10.1037/hea0000875 Lau, J. T. F., Griffiths, S., Choi, K. C., & Tsui, H. Y. (2009).
Hartney, E. (2020). The difference between Widespread public misconception in the early
compulsive and impulsive shopping. Retrieved phase of the H1N1 influenza epidemic. Journal
April 12, 2020, from Verywellmind.com of Infection, 59(2), 122–127.
website: https://doi.org/10.1016/j.jinf.2009.06.004
https://www.verywellmind.com/difference- Leite, P. L., & Silva, A. C. (2016). Psychiatric and
socioeconomic aspects as possible predictors

© 2020 Jurnal Psikologi Sosial


xx Shadiqi, Hariati, Hasan, I’anah & Istiqomah

of compulsive buying behavior. Trends in Quarantelli, E. L. (2001). The sociology of panic. In


Psychiatry and Psychotherapy, 38(3), 141– Working paper. USA.
146. https://doi.org/10.1590/2237-6089- Roy, D., Tripathy, S., Kar, S. K., Sharma, N., Verma, S. K.,
2015-0057 & Kaushal, V. (2020). Study of knowledge,
Leung, C. C., Lam, T. H., & Cheng, K. K. (2020). Mass attitude, anxiety & perceived mental
masking in the COVID-19 epidemic: people healthcare need in Indian population during
need guidance. The Lancet, 395(10228), 945. COVID-19 pandemic. Asian Journal of
https://doi.org/10.1016/S0140- Psychiatry, 51(April).
6736(20)30520-1 https://doi.org/10.1016/j.ajp.2020.102083
Li, X., Wang, Z., Gao, C., & Shi, L. (2017). Reasoning Shadiqi, M. A. (in press). Aksi kolektif: Jenis,
human emotional responses from large-scale penyebab, dan konsekuensi dari sudut
social and public media. Applied Mathematics pandang psikologi. Dalam W. Yustisia, M. A.
and Computation, 310, 182–193. Hakim, & R. Ardi, Psikologi Politik.
https://doi.org/10.1016/j.amc.2017.03.031 Shou, B., Xiong, H., & Shen, Z. M. (2011). Consumer
Lourenço Leite, P., Pereira, V. M., Nardi, A. Ô. E., & Panic buying and Quota Policy under Supply
Silva, A. C. (2014). Psychotherapy for Disruptions. In Working paper. Hong Kong.
compulsive buying disorder: A systematic Sim, K., Chua, H. C., Vieta, E., & Fernandez, G. (2020).
review. Psychiatry Research, 219(3), 411–419. The anatomy of panic buying related to the
https://doi.org/10.1016/j.psychres.2014.05.0 current COVID-19 pandemic. Psychiatry
37 Research, 288, 113015.
Lunn, P., Belton, C., Lavin, C., Mcgowan, F., Timmons, https://doi.org/10.1016/j.psychres.2020.113
S., & Robertson, D. (2020). Using behavioural 015
science to help fight the coronavirus. Strahle, W. M., & Bonfield, E. H. (1989). Understanding
Behavioural Research Unit, (656), 1–24. Consumer Panic: a Sociological Perspective. In
Retrieved from NA (Ed.), Advances in Consumer Research (pp.
https://www.esri.ie/publications/using- 567–573). Retrieved from
behavioural-science-to-help-fight-the- https://www.acrwebsite.org/volumes/6964/
coronavirus volumes/v16/NA-16
Maraz, A., Griffiths, M. D., & Demetrovics, Z. (2016). Taha, S. A., Matheson, K., & Anisman, H. (2014). H1N1
The prevalence of compulsive buying: A meta- Was Not All That Scary: Uncertainty and
analysis. Addiction, 111(3), 408–419. stressor appraisals predict anxiety related to a
https://doi.org/10.1111/add.13223 coming viral threat. Stress and Health, 30(2),
Mesa Vieira, C., Franco, O. H., Gómez Restrepo, C., & 149–157. https://doi.org/10.1002/smi.2505
Abel, T. (2020). COVID-19: The forgotten Thompson, R. R., Garfin, D. R., Holman, E. A., & Silver,
priorities of the pandemic. Maturitas, R. C. (2017). Distress, Worry, and Functioning
136(April), 38–41. Following a Global Health Crisis: A National
https://doi.org/10.1016/j.maturitas.2020.04. Study of Americans’ Responses to Ebola.
004 Clinical Psychological Science, 5(3), 513–521.
Oliver, P. (2013). Collective action (collective https://doi.org/10.1177/2167702617692030
behavior). In D. A. Snow, D. della Porta, B. Thukral, N. (2020, March 21). Panic buying,
Klandermans, & D. McAdam (Eds.), The Wiley- lockdowns may drive world food inflation -
Blackwell encyclopedia of social and political FAO, analysts. The Guardian. Retrieved from
movements (pp. 1–5). https://www.theguardian.pe.ca/news/world
https://doi.org/10.1002/9780470674871.wb /panic-buying-lockdowns-may-drive-world-
espm032 food-inflation-fao-analysts-427669/
Parks, P. J. (2013). Panic Disorder. San Diego, CA: Tsao, Y. C., Raj, P. V. R. P., & Yu, V. (2019). Product
Reference Point Press. substitution in different weights and brands
Putra, N. P. (2020). Headline: Virus Corona picu panic considering customer segmentation and panic
buying makanan, masker, hand sanitizer, buying behavior. Industrial Marketing
bagaimana meredamnya? Liputan6. Retrieved Management, 77(September 2017), 209–220.
from https://doi.org/10.1016/j.indmarman.2018.0
https://www.liputan6.com/news/read/4193 9.004
886/headline-virus-corona-picu-panic- Wahyudi, E. (2020). Aprindo sebut panic buying di 6
buying-makanan-masker-hand-sanitizer- kota pasca pengumuman corona. Tempo.Co.
bagaimana-meredamnya Retrieved from
Qiu, W., Chu, C., Mao, A., & Wu, J. (2018). The impacts https://bisnis.tempo.co/read/1315098/aprin
on health, society, and economy of SARS and do-sebut-panic-buying-di-6-kota-pasca-
H7N9 Outbreaks in China: A Case Comparison pengumuman-corona/full&view=ok
Study. Journal of Environmental and Public Wai Man Fung, O., & Yuen Loke, A. (2010). Disaster
Health, 2018. preparedness of families with young children
https://doi.org/10.1155/2018/2710185 in Hong Kong. Scandinavian Journal of Public

© 2020 Jurnal Psikologi Sosial


Panic Buying pada Pendemi COVID-19 xx

Health, 38(8), 880–888. Wu, H., Huang, J., Zhang, C. J., He, Z., & Ming, W. (2020).
https://doi.org/10.1177/1403494810382477 Facemask shortage and the coronavirus
Wilson V, J. M., Polyak, M. G., Blake, J. W., & Collmann, disease (COVID-19) outbreak: Reflection on
J. (2008). A heuristic indication and warning public health measures. MedRxiv, 000,
staging model for detection and assessment of 2020.02.11.20020735.
biological events. Journal of the American https://doi.org/10.1101/2020.02.11.200207
Medical Informatics Association, 15(2), 158– 35
171. https://doi.org/10.1197/jamia.M2558 Zhao, Y., Zhang, L., Tang, M., & Kou, G. (2016).
World Health Organization (WHO). (2020). Novel Bounded confidence opinion dynamics with
Coronavirus 2020. Retrieved April 12, 2020, opinion leaders and environmental noises.
from World Health Organization website: Computers and Operations Research, 74, 205–
https://www.who.int/emergencies/diseases/ 213.
novel-coronavirus-2019 https://doi.org/10.1016/j.cor.2015.07.022

© 2020 Jurnal Psikologi Sosial


xx Shadiqi, Hariati, Hasan, I’anah & Istiqomah

Tabel 1.
Ringkasan artikel yang masuk dalam proses peninjauan

Jenis Penjelasan Utama yang


No Penulis Tahun Bencana
artikel diulas

1 András dan Tamás (2020) Working Wabah COVID-19 Faktor penyebab: ditinjau
paper dari perilaku konsumen di
Hungaria.

2 Arafat dkk. (2020) Surat Wabah COVID-19 Faktor penyebab: persepsi


Korespon kelangkaan barang dan
densi perasaan tidak aman

3 Bacon dan Corr (2020) Artikel Wabah COVID-19 Faktor penyebab: konflik
Penelitian psikologis

4 Cheng (2004) Artikel Wabah SARS Faktor penyebab: ketakutan.


Penelitian

5 Cowling dkk. (2010) Artikel Wabah Flu Babi Faktor penyebab:


Penelitian kecemasan

6 Fast dkk. (2015) Artikel Wabah SARS dan Flu Faktor penyebab:
Penelitian Babi (H1N1) kecemasan dan stres

7 Garfin dkk. (2020) Artikel Wabah COVID-19 Faktor penyebab: stres


Komentar

8 Ho dkk. (2020) Artikel Wabah COVID-19 Faktor penyebab: ditinjau


Komentar dari keinginan memenuhi
persediaan di Singapura.

9 Hong dan Collins (2006) Artikel Wabah SARS Faktor penyebab: ancaman
Penelitian risiko dari wabah

10 Ippolito dkk. (2020) Artikel Wabah COVID-19 Faktor penyebab: perasaan


Penelitian tidak aman

11 Jinqiu (2003) Artikel Wabah SARS Faktor penyebab: ketakutan


Penelitian dan insting pertahanan diri

12 Karlina dan Tilley (2020) Artikel Wabah COVID-19 Faktor penyebab: persepsi
Diskusi ketidakpastian

13 Lau dkk. (2009) Artikel Wabah Flu Babi Faktor penyebab:


Penelitian kecemasan

14 Leung dkk. (2020) Surat Wabah COVID-19 Faktor penyebab:


Korespon kecemasan
densi

15 Lun dkk. (2020) Working Wabah COVID-19 Faktor penyebab: informasi


paper dari otoritas

16 Mesa Vieira dkk. (2020) Artikel Wabah COVID-19 Faktor penyebab: informasi
Penelitian kontradiktif

17 Qiu dkk. (2018) Artikel Wabah SARS dan Faktor penyebab: sumber
Penelitian H7N9 informasi

© 2020 Jurnal Psikologi Sosial


Panic Buying pada Pendemi COVID-19 xx

18 Roy dkk. (2020) Artikel Wabah COVID-19 Faktor penyebab:


Penelitian kecemasan dan informasi

19 Sim dkk. (2020) Surat Wabah COVID-19 Faktor penyebab: konflik


Korespon psikologis
densi

20 Taha dkk. (2020) Artikel Wabah Flu Babi Faktor penyebab: persepsi
Penelitian ketidakpastian

21 Thompson dkk. (2017) Artikel Wabah Ebola Faktor penyebab: paparan


Penelitian media

22 Wilson dkk. (2008) Artikel Wabah SARS, Rift Faktor penyebab: ketakutan,
Penelitian Valley fever (RVF), insting pertahanan diri, dan
Venezuelan equine kecemasan
encephalitis (VEE)

23 Wu dkk. (2020) Artikel Wabah COVID-19 Faktor penyebab:


Penelitian ambiguitas informasi

© 2020 Jurnal Psikologi Sosial

Anda mungkin juga menyukai