Anda di halaman 1dari 17

KEBIJAKAN FISKAL, KEBIJAKAN MONETER,

DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA

CHENNY SEFTARITA

Simposium Riset Ekonomi II


Surabaya, 23-24 November 2005
Kebijakan Fiskal, Kebijakan Moneter dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia

Pendahuluan
Siklus bisnis (Business cycle) merupakan fenomena ekonomi yang kerap terjadi dalam
perekonomian suatu negara. Untuk mengantisipasi fluktuasi yang berlebihan pada siklus bisnis,
dikenal ada dua kebijakan pemerintah, yaitu kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Secara
sederhana, kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk mengendalikan
perekonomian dengan mengubah-ubah anggaran penerimaan dan pengeluran pemerintah (Rahardja
dan Manurung, 2001). Kebijakan moneter adalah kebijakan pengendalian besaran moneter seperti
jumlah uang beredar, tingkat bunga, dan kredit yang dilakukan oleh bank sentral (Warjiyo dan
solikin, 2003). Dalam perkembangnya, Kydland dan Prescott menemukan teori baru tentang
kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan siklus bisnis. Teori ini menekankan pada adanya faktor
ekspektasi masyarakat yang cenderung diabaikan oleh pengambil kebijakan. Padahal, faktor
ekspektasi masyarakat seringkali menjadi penyebab terjadinya ketidak konsistenan waktu dan
kegagalan dalam kebijakan pemerintah (Kompas, 2004).
Aplikasi kebijakan fiskal dan kebijakan moneter dalam perkembangannya melahirkan suatu
bauran kebijakan (policy mix) yang kemudian menyebabkan berkembangnya kajian-kajian tentang
koordinasi kebijakan fiskal dan moneter. Beberapa kajian tentang koordinasi kebijakan tersebut
menemukan bahwa, dalam jangka panjang kebijakan fiskal dan moneter tidak bertentangan satu
sama lain dalam mencapai pertumbuhan ekonomi. Pada kondisi ini tidak diperlukan adanya
koordinasi kebijakan (Hagen dan Mundshenk,2003). Dalam jangka pendek, tidak adanya koordinasi
antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter akan menyebabkan efektivitas kebijakan menjadi
berkurang (Giavazzi,2003).
Di Indonesia, dalam aktivitasnya kadangkala dua kebijakan ini (kebijakan moneter dan
kebijakan fiskal) berjalan tanpa terkoordinasi dengan baik dan menimbulkan ketidak seimbangan
dalam perekonomian. Contohnya antara lain adalah; hyperinflasi pada tahun 1965 yang disebabkan
oleh ekspansi fiskal dan ekspansi moneter yang tidak terkendali, kesenjangan antara peran sektor
pemerintah dan peran sektor swasta pada saat boom minyak pada era 1970-an, dan terakhir adalah
kesenjangan antara pertumbuhan sektor riil dan sektor moneter pada kurun tahun 1980-an pasca
liberalisasi sektor keuangan hingga pasca krisis moneter tahun 1997.
Fenomena ini menjadi isu utama penelitian ini. Ditengah kontroversi dua kebijakan tersebut,
pertanyaan yang paling mendasar adalah apakah kebijakan-kebijakan tersebut telah mampu
mencapai tujuannya yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Dengan menggunakan metode
kointegrasi dan Vector Error Correction model (VECM), diharapkan penelitian ini dapat menjawab
permasalahan tentang bagaimanakah hubungan antara kebijakan fiskal, kebijakan moneter, dan
pertumbuhan ekonomi di Indonesia baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek.

Landasan Teori
Teori tentang efektivitas kebijakan fiskal dan moneter diprakarsai oleh teori klasik dan teori
Keynes. Kedua teori ini memiliki pandangan berbeda tentang efektivitas kebijakan-kebijakan
tersebut didalam perekonomian. Teori klasik yang dikemudian hari dikembangkan oleh kaum
monetarist (Neo-klasik) lebih menekankan pada penggunaan kebijakan moneter dalam mengatasi
permasalahan perekonomian. Pendapat ini berdasarkan pada pemikiran bahwa efek kebijakan
moneter terhadap permintaan agregat bersifat langsung (Nopirin, 2000). Tambahan uang kas tidak
serta-merta akan dibelikan pada surat berharga, tetapi langsung dibelanjakan dalam bentuk barang.
Kebijakan fiskal dalam hal ini dinilai kurang efektif dalam mempengaruhi perekonomian mengingat
adanya efek crowding out dalam kebijakan tersebut.
Teori Keynes memiliki pendapat yang berbeda dengan teori klasik. Teori yang kemudian
dikembangkan oleh aliran Keynesian modern ini menekankan pada beberapa jalur (mekanisme
transmisi) dalam kebijakan moneter. Jalur-jalur tersebut cenderung menyebabkan efek dari
Simposium Riset Ekonomi II
Surabaya, 23-24 November 2005
kebijakan moneter menjadi tidak pasti. Keynes lebih menekankan pada penggunaan kebijakan fiskal
dalam perekonomian. Menurut Keynes, dengan cara pembiayaan apapun, efek dari kebijakan fiskal
ekspansif tetap akan positif. Dalam perkembangannya, teori klasik dan teori Keynes kemudian
digabungkan dalam teori baru yang disebut teori sintesis klasik-Keynesian yang tercermin dalam
model IS-LM. Teori ini merupakan perwujudan dari konsep bauran kebijakan (policy mix) yang
biasa dipakai dalam perekonomian suatu negara.
Secara umum, beberapa penelitian menunjukkan bahwa kebijakan fiskal dan kebijakan
moneter memiliki pengaruh yang kuat dalam perekonomian. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Albatel (2003) misalnya, penelitian ini mencoba mengkaji bagaimana hubungan antara kebijakan
pemerintah (kebijakan moneter dan kebijakan fiskal) dan output di Arab Saudi kurun periode 1964-
1998. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kointegrasi dan Error
Correction Model. Hasil penelitian memperlihatkan terdapat hubungan yang erat antara kebijakan
pemerintah (kebijakan fiskal dan moneter), liberalisasi perdagangan, dan pertumbuhan ekonomi
dalam jangka panjang dan jangka pendek.
Turnovsky (2000), memfokuskan kajian tentang hubungan antara kebijakan fiskal dan
output di Amerika Serikat. Penelitian tersebut menemukan bahwa kebijakan fiskal tidak memiliki
dampak terhadap keseimbangan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Tingkat
pertumbuhan yang lambat memberikan kenyataan bahwa kebijakan fiskal hanya berpengaruh pada
jangka pendek pada masa transisi. Lebih jauh, kajian The Ricardian equivalent melihat bahwa
kebijakan fiskal dengan menambah defisit anggaran dengan utang/obligasi tidak akan berpengaruh
terhadap perokonomian (Manurung, 2002). Analisis ini berdasarkan pada pola konsumsi dan
kemampuan masyarakat dalam melihat efek defisit anggaran ditahun yang akan datang.

Metodologi penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series beberapa indikator makro
ekonomi Indonesia kurun periode 1970-2004. Data yang digunakan antara lain bersumber dari;
Bank Indonesia (BI), Key Indicators Of Developing Asian and Pasific Countries, Departemen
keuangan (Depkeu), jurnal-jurnal dan hasil-hasil penelitian, serta sumber bacaan lainnya. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah; pertumbuhan ekonomi (GDP dengan harga pasar), pajak
penghasilan atau PPh (TAX), pengeluaran pemerintah (GOV), utang luar negeri (ULN), nilai tukar
rupiah terhadap US dolar (EXR), tingkat bunga deposito berjangka 6 bulan (R), kredit (LOAN),
dan jumlah uang beredar (M2).
Model yang digunakan dalam penelitian ini diadopsi dari model IS-LM dan dari beberapa
kajian teoritis seperti The Ricardian Equivalent dan teori mekanisme transmisi dengan
menggunakan Balance Sheet Channel.

Berikut model keseimbangan IS-LM:

a − be + d + G n k M−f k
Y= − x( Y − ( x )) ………………..…………………..(1)
(1 − b + bt ) (1 − b + bt ) h k h

Dari persamaan tersebut terlihat bahwa, pertumbuhan ekonomi adalah fungsi dari
pengeluaran pemerintah (G) dan jumlah uang beredar (M). Secara singkat dapat ditulis:
Y = f ( G, M)………………………………………………………….……………(2)
Sumber pengeluaran pemerintah dibiayai oleh pajak (T). Jika pemerintah hendak menambah
pengeluarannya, pemerintah dapat menerapkan anggaran defisit (defisit budget). Dalam teori
Keynes dinyatakan ada beberapa hal yang menjadi sumber pembiayaan defisit anggaran, yaitu;
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI)
Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur 3
Simposium Riset Ekonomi II
Surabaya, 23-24 November 2005
dengan mencetak uang, menerbitkan surat utang atau obligasi dan dengan cara meminjam (borrow)
(Nopirin, 2000). Sedangkan pembiayaan defisit anggaran dalam The Ricardian Equivalence adalah
dengan pinjaman pemerintah.
Untuk jumlah uang beredar, variabel M dapat disubstitusi dengan kredit (LOAN) atau
tingkat bunga (R), hal ini berdasarkan pada teori Balance Sheet Channel dimana uang dapat diproxi
dengan kredit atau tingkat bunga. Sebagai variabel kontrol (control variable) atau variabel luar,
variabel nilai tukar (exchange rate) akan dimasukkan kedalam model estimasi, sehingga, fungsi
pertumbuhan ekonomi dalam penelitian ini adalah:

Y= f ( TAX, ULN, M, EXR)…………………………………..…………………………..(3)

Model estimasi dapat ditulis:


GDP = a0 + a1 TAX + a2 ULN + a3 EXR + a4 M2 + e…………………………………..(4)

Dimana, TAX dan ULN merupakan variabel kebijakan fiskal sebagai sumber pembiayaan
defisit anggaran. M2 merupakan variabel kebijakan moneter, dan EXR merupakan variabel control.
Selain itu akan dilihat bagaimana variabel kebijakan moneter lainnya seperti kredit dan tingkat
bunga. Variabel M2 akan di proxi dengan variabel LOAN, dan R yang akan diestimasi secara
bergantian. Sedangkan untuk melihat bagaimana hubungan antara kebijakan fiskal dan
pertumbuhan ekonomi, variabel TAX dan ULN akan di proxi dengan variabel GOV yang akan
diestimasi secara terpisah.

Karena data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah data runtun waktu (time series),
maka perlu di analisis dan dipelajari struktur temporal (dinamik) dari data tersebut (Maddala dalam
Manurung, 2002). Metode analisis runtun waktu yang digunakan pada penelitian ini adalah
mendasarkan analisis pada data runtun waktu yang stasioner (stasionary time series).
Yt = ρ Yt −1 + ε t -1 ≤P ≤1 .......................................................................(5)

∆Yt = δYt −1 + ε t ..........................................................................................................(6)

Persamaan (5) adalah uji stasionarity pada tingkat level, sedangkan persamaan (6)
merupakan uji stasionarity pada tingkat first difference.
Uji akar-akar unit (unit root test) digunakan untuk mendeteksi apakah data yang di
gunakan dari model auto reggressife stasioner atau tidak. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan uji stasionary dengan pendekatan Augmented Dickey-Fuller (ADF) dan Phillips –
Perron (PP). Uji ini merupakan regresi dari diferensi pertama data runtun waktu terhadap lag
variabel, lagged difference term, konstanta dan trend.
Uji kointegrasi merupakan kelanjutan dari pengujian diatas. Uji kointegrasi bertujuan untuk
mengetahui apakah seluruh variabel mempunyai hubungan keseimbangan jangka panjang
(berkointegrasi) atau tidak. Jika berkointegrasi maka residu kointegrasi atau kesalahan ketidak
seimbangannya adalah stasioner.
Setelah diketahui bahwa variabel-variabel pada persamaan (4) merupakan variabel yang
stasioner, maka model pada persamaan (4) yang disebut sebagai model regresi kointegrasi akan
ditaksir dengan prosedur regresi biasa dan kemudian menguji apakah elemen residualnya yaitu (e)
bersifat stasionary. Elemen residual ini (e) akan bersifat stasionary apabila variabel-variabel
tersebut saling co-integrated dan sementara itu kombinasi linear antara variabel menunjukkan sifat
yang stasionary.

Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI)


Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur 4
Simposium Riset Ekonomi II
Surabaya, 23-24 November 2005
Berikut persamaan kointegrasi:
e = GDP - a0 - a1 TAX - a2 ULN - a3 EXR – a4 M.........................................................................(7)

Untuk melihat bagaimana hubungan antara kebijakan fiskal, kebijakan moneter, dan
pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek, digunakan model VECM. Model koreksi kesalahan
(VECM) adalah suatu model dinamik yang digunakan untuk pendekatan dalam pemilihan model
yang layak. VECM mempunyai kemampuan meliput lebih banyak variabel dalam menganalisis
fenomena jangka pendek dan jangka panjang serta mengkaji konsisten tidaknya model empirik
dengan teori ekonomi. Disamping itu juga sebagai usaha untuk mencari pemecahan terhadap
persoalan variabel runtun waktu yang tidak stationer dan regresi lancung dalam analisis
ekonometrika.

Berikut persamaan VECM:


∆Yt = a0 + a1 ∆Xt + a2 µt -1+ e.........................................................................................................(8)
Yt adalah pertumbuhan ekonomi, Xt adalah variabel kebijakan fiskal dan moneter, ∆ adalah
operator first difference, e adalah error term, dan µt -1 adalah Error Correction Term (ECT).
ECT merupakan lag satu periode dari error term, dimana:
µt -1 = (Yt-1 - a0 - a1 X t-1 )...............................................................................................................(9)

Tanda-tanda dan ukuran dari koefisien pada ECT merefleksikan arah dari kecepatan
terhadap penyesuaian pada variabel dependen kepada penyimpangan temporer dari hubungan
variabel-variabel di atas. Muatan negatif pada variabel ukuran instrumen kebijakan pemerintah pada
vector kointegrasi yang digambarkan pada koefisien yang negatif dan signifikan pada ECT akan
merefleksikan bahwa pertumbuhan ekonomi akan merespon fluktuasi dari perubahan instrumen
kebijakan pemerintah.
Uji kointegrasi dan VECM hanya dapat melihat hubungan antar variabel dalam jangka
panjang dan jangka pendek. Namun disini belum jelas apakah variabel satu mempengaruhi variable
lainnya, atau kedua variabel saling mempengaruhi (causality). Untuk melihat hubungan kausalitas
atau sebab akibat diantara dua variabel digunakan uji Granger Causality, dimana dengan
menggunakan uji Granger Causality dapat diketahui apakah kedua variabel secara statistik saling
mempengaruhi (hubungan dua arah), memiliki hubungan searah atau sama sekali tidak ada
hubungan (tidak saling mempengaruhi). Berikut ini metode yang digunakan untuk menguji Granger
Causality test:
m n
X t = ∑ ai X t − i + ∑ b j Yt − j + U t .......................................................................................................(10)
i =1 j =1

r s
Yt = ∑ ci X t − i + ∑ d j Yt − j + vt .........................................................................................................(11)
i =1 j =1

Dimana Ut dan Vt adalah error terms yang diasumsikan tidak mengandung korelasi serial dan m =
n=r=s

Hasil Empiris
Dari tabel (1) terlihat bahwa, dengan menggunakan pendekatan Augmented-Dickey Fuller
(ADF) dan Phillips-Perron (PP), data time series tergolong sebagai data non-stasionary (pada
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI)
Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur 5
Simposium Riset Ekonomi II
Surabaya, 23-24 November 2005
tingkat 1(0) atau tingkat level). Hal ini terlihat dari nilai ADF dan nilai PP yang lebih besar dari
nilai critical value. Data kemudian didiferensi pada tingkat pertama (1(1) atau first difference).
Pada tingkat ini data time series digolongkan sebagai data yang stasioner, dimana nilai ADF
maupun nilai PP adalah lebih kecil daripada nilai critical value pada tingkat kepercayaan 1% hingga
10 %.
Tabel 1. Hasil Uji Akar-Akar Unit
ADF PP
Variabel Level Differenced Level Differenced
8.4095 -3.3932* 2.7713 -3.5315**
GDP K=0 K=5 K=3 K=4
3.9194 -4.5166*** 3.8328 -6.6543***
TAX K=0 K=4 K=1 K=4
-2.6212 -7.2684*** 0.9259 -4.6356***
ULN K=2 K=1 K=15 K=15
2.2144 -7.6716*** -1.0138 -7.7747***
GOV K=1 K=1 K=5 K=5
-2.1377 -7.2604*** -0.3261 -7.3683***
EXR K=3 K=1 K=3 K=2
-2.8007 -5.8723*** -2.7943 -5.9494***
R K=3 K=1 K=2 K=3
1.7998 -4.4184*** 3.8944 -4.4184***
LOAN K=3 K=1 K=9 K=1
4.9570 -4.4312*** 3.5468 -4.4312***
M2 K=3 K=1 K=3 K=1
*** Signifikan pada α:1%, ** Signifikan pada α: 5%, * Signifikan pada α:10%
k= Lag Lenght (untuk PP telah ditentukan otomatis)

Setelah uji stasionary dilakukan, maka akan dilihat bagimana hubungan jangka panjang
antar variabel (uji kointegrasi).
Dari hasil uji kointegrasi pada tabel (2) dan tabel (3) terlihat bahwa dalam jangka panjang
kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan pertumbuhan ekonomi mempunyai hubungan kointegrasi
(keseimbangan jangka panjang). Hubungan kointegrasi dapat dilihat dari nilai Trace statistic dan
nilai Max-Eigen statistic yang lebih besar (>) dari nilai critical value pada tingkat kepercayaan 1%-
5%.

Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI)


Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur 6
Simposium Riset Ekonomi II
Surabaya, 23-24 November 2005
Tabel 2. Hasil Uji Kointegrasi Dengan Pajak dan Utang Luar Negeri
Sebagai Variabel Fiskal
Eigenvalues Trace Max- 5%Critical 5%Critical Hypothesis
Eigen Value For Value For
Statistic
Trace Max-Eigen
Statistic
GDP = f (TAX, ULN, EXR, M2) – Lags interval: 1 to 3
0.9393 205.799 84.065 68.52 33.46 r =0 ***
0.8949 121.733 67.597 47.21 27.07 r ≤1 ***
0.6863 54.136 34.783 29.68 20.97 r ≤2 ***
0.4612 19.352 18.556 15.41 14.07 r ≤3 **
0.0261 0.796 0.796 3.76 3.76 r ≤4
GDP = f (TAX, ULN, EXR, LOAN) – Lags interval: 1 to 3
0.9595 204.006 96.203 68.52 33.46 r =0 ***
0.8494 107.802 56.794 47.21 27.07 r ≤1 ***
0.6685 51.008 33.132 29.68 20.97 r ≤2 ***
0.4489 17.875 17.875 15.41 14.07 r ≤3 **
1.61E-06 4.8E-05 4.8E-05 3.76 3.76 r ≤4
GDP = f (TAX, ULN, EXR, R) – Lags interval: 1 to 2
0.9446 178.804 89.711 68.52 33.46 r =0 ***
0.7838 89.092 47.489 47.21 27.07 r ≤1 ***
0.5820 41.602 27.042 29.68 20.97 r ≤2 ***
0.2803 14.560 10.198 15.41 14.07 r ≤3
0.1312 4.3621 4.362 3.76 3.76 r ≤4 **
r=0, r≤1 hingga r≤4 memperlihatkan tes hipotesa nol kointegrasi pada tingkat 0-4 persamaan
kointegrasi
*** Signifikan pada 1% ** Signifikan pada 5% *Signifikan pada 10%

Pada tabel (2) terlihat bahwa variabel fiskal yang di proxi dengan variabel TAX dan ULN,
variabel moneter yang diproxi satu persatu, yaitu; M2, LOAN, dan R memiliki hubungan
kointegrasi dengan pertumbuhan ekonomi. Hal ini terlihat dari signifikannya nilai Trace statistic
dan nilai Max-Eigen statistic yang lebih besar (>) dari nilai critical value pada tingkat kepercayaan
1%-5%.
Pada tabel (3) terlihat bahwa variabel fiskal yang diproxi dengan variabel GOV dan
variabel moneter yang diproxi satu persatu, yaitu; M2, LOAN, dan R memiliki hubungan
kointegrasi dengan pertumbuhan ekonomi. Hal ini terlihat dari signifikannya nilai Trace statistic
dan nilai Max-Eigen statistic yang lebih besar (>) dari nilai critical value pada tingkat kepercayaan
1%-5%.

Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI)


Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur 7
Simposium Riset Ekonomi II
Surabaya, 23-24 November 2005

Tabel 3. Hasil Uji Kointegrasi Dengan Investasi Pemerintah


Sebagai Variabel Fiskal
Eigenvalues Trace Max- 5%Critical 5%Critical Hypothesis
Eigen Value For Value For
Statistic
Trace Max-Eigen
Statistic
GDP = f (GOV, EXR, M2) – Lags interval: 1 to 2
0.7737 103.721 46.074 47.21 27.07 r =0 ***
0.6598 57.646 33.431 29.68 20.97 r ≤1 ***
0.5015 24.215 21.586 15.41 14.07 r ≤2 ***
0.0813 2.628 2.628 3.76 3.76 r ≤3
GDP = f (GOV, EXR, LOAN) – Lags interval: 1 to 2
0.8907 117.694 68.629 47.21 27.07 r =0 ***
0.6425 49.064 31.888 29.68 20.97 r ≤1 ***
0.3662 17.176 14.138 15.41 14.07 r ≤2 **
0.0933 3.037 3.037 3.76 3.76 r ≤3
GDP = f (GOV, EXR, R) – Lags interval: 1 to 1
0.839 116.625 58.594 47.21 27.07 r =0 ***
0.695 58.031 38.100 29.68 20.97 r ≤1 ***
0.332 19.930 12.930 15.41 14.07 r ≤2
0.196 6.999 6.999 3.76 3.76 r ≤3 ***
r=0, r≤1 hingga r≤4 memperlihatkan tes hipotesa nol kointegrasi pada tingkat 0-4 persamaan
kointegrasi
*** Signifikan pada 1% ** Signifikan pada 5% *Signifikan pada 10%

Hasil uji kointegrasi ini memperlihatkan bahwa terdapat hubungan keseimbangan jangka
panjang antara kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Untuk melihat hubungan keseimbangan kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan
pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek, pengujian dilakukan dengan metode Vector Error
Correction Model (VECM). Hasil uji VECM dapat dilihat dari nilai koefisien ECT (error
correction term) yang negatif. Koefisien yang negatif dan signifikan pada ECT merefleksikan
bahwa pertumbuhan ekonomi akan merespon fluktuasi dari perubahan-perubahan variabel
kebijakan fiskal dan moneter. Uji signifikansi didasarkan pada nilai t-statistik yang signifikan pada
tingkat kepercayaan 1 hingga 10 %.

Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI)


Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur 8
Simposium Riset Ekonomi II
Surabaya, 23-24 November 2005
Tabel 4. Hasil Uji VECM
Variabel Fiskal dan VECM
Moneter
Error Correction Term (Adj. R-squared)
(Cointegrating Vector) (ECT)
R2
TAX -0.000525 0.9084
K=3 (-1.50434)
ULN -0.005056 0.7280
K=3 (-1.46505)
GOV -0.012272 0.8271
K=4 (-1.26157)
EXR 0.000112 0.7622
K=2 (0.05310)
M2 -0.090943 0.9021
K=2 (-4.23027)***
LOAN -0.057845 0.8928
K=2 (-8.25565)***
R -3.22E-06 0.6494
K=4 (-1.18920)
Catatan: angka dalam kurung pada kolom ECT adalah uji t-statistik
*** Signifikan pada 1% ** Signifikan pada 5% *Signifikan pada 10%
Dari tabel (4) diatas dapat dilihat bahwa hanya variabel kebijakan moneter, yaitu; jumlah
uang beredar (M2) dan kredit (LOAN) yang memiliki hubungan keseimbangan dalam jangka
pendek dengan pertumbuhan ekonomi. Hal ini terlihat dengan koefisien ECT yang negatif dan nilai
t-statistik yang signifikan pada tingkat kepercayaan 1 %. Artinya pertumbuhan ekonomi dapat
merespon fluktuasi dari jumlah uang beredar dan kredit (kebijakan moneter). Beberapa variabel
lainnya juga memiliki nilai ECT yang semestinya (negatif) seperti; TAX, ULN, GOV, dan R,
namun, nilai ECT ini tidak signifikan dilihat dari nilai t-statistik yang tidak signifikan pada tingkat
kepercayaan 1-10%. Kondisi ini menunjukkan bahwa dalam jangka pendek variabel-variabel
tersebut tidak memiliki hubungan keseimbangan dengan pertumbuhan ekonomi.
Uji kointegrasi dan VECM telah melihat bagaimana hubungan antara kebijakan fiskal,
kebijakan moneter dan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang dan jangka pendek. Untuk
melihat bagaimana hubungan kausalitas antara kebijakan fiskal, kebijakan moneter, dan
pertumbuhan ekonomi, variabel-variabel dalam model estimasi akan diuji dengan menggunakan uji
Granger Causality. Pengujian didasarkan pada uji F statistik pada tingkat kepercayaan 1-10%. Jika
nilai F statistik adalah signifikan, maka hipotesa nol yang menyatakan tidak ada hubungan dapat
ditolak. Artinya, variabel-variabel tersebut memiliki hubungan searah dan/atau hubungan kausalitas.
Hasil uji kausalitas dengan menggunakan uji Granger Causality:

Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI)


Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur 9
Simposium Riset Ekonomi II
Surabaya, 23-24 November 2005
Tabel 5. Hasil Uji Granger Causality
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability

DGOV does not Granger Cause DGDP 30 2.45342 0.08892*


DGDP does not Granger Cause DGOV 69.1677 1.2E-11

DTAX does not Granger Cause DGDP 30 5.45409 0.00556***


DGDP does not Granger Cause DTAX 387.189 0.00000***

DULN does not Granger Cause DGDP 30 0.37686 0.77053


DGDP does not Granger Cause DULN 0.37711 0.77035

DEXR does not Granger Cause DGDP 30 2.44278 0.08989*


DGDP does not Granger Cause DEXR 0.24403 0.86470

DLOAN does not Granger Cause DGDP 30 6.15741 0.00314***


DGDP does not Granger Cause DLOAN 8.63089 0.00051***

DM2 does not Granger Cause DGDP 30 7.61719 0.00104***


DGDP does not Granger Cause DM2 2.72779 0.06737*

Lag:3, *** Signifikan pada 1% ** Signifikan pada 5% *Signifikan pada 10%


Tabel 6. Hasil Uji Granger Causality Variabel R dan GDP
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Probability

DR does not Granger Cause DGDP 31 1.43785 0.25570


DGDP does not Granger Cause DR 2.54065 0.09821*
Lag : 2
*** Signifikan pada 1% ** Signifikan pada 5% *Signifikan pada 10%
Pada tabel (5) dapat dilihat bahwa variabel TAX, M2, dan LOAN memiliki hubungan
kausalitas dengan GDP. Variabel GOV, R, dan EXR tidak memiliki hubungan kausalitas, namun
memiliki hubungan searah dengan GDP. Sedangkan variabel ULN tercatat tidak memiliki
hubungan kausalitas maupun hubungan searah dengan GDP.

Strategi Koordinasi Kebijakan Fiskal dan Moneter di Indonesia


Berdasarkan hasil uji empiris dengan menggunakan pendekatan Kointegrasi dan VECM,
terlihat bahwa; dalam jangka panjang kebijakan fiskal dan moneter tidak saling bertentangan dalam
mencapai target pertumbuhan ekonomi. Hal ini terlihat dari adanya hubungan kointegrasi antara
kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan pertumbuhan ekonomi. Dalam jangka pendek, hanya
kebijakan moneter yang memiliki hubungan keseimbangan dengan pertumbuhan ekonomi.
Sedangkan, kebijakan fiskal dalam jangka pendek terbukti tidak memiliki hubungan keseimbangan
dengan pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian ini relatif sama dengan beberapa kajian
sebelumnya. Hagen dan Mundschenk (2003) menemukan fenomena yang sama di Eropa, begitu

Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI)


Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
10
Simposium Riset Ekonomi II
Surabaya, 23-24 November 2005
juga dengan Giavazzi (2003) yang meneliti tentang koordinasi kebijakan fiskal dan moneter di
Brazil.
Penemuan tersebut memperlihatkan bahwa, strategi koordinasi antara kebijakan fiskal dan
moneter sangat diperlukan dalam jangka pendek. Kebijakan fiskal dan moneter yang sama-sama
sama-sama ekspansif atau sama-sama kontraktif dapat digunakan untuk
meningkatkan/memperlambat pertumbuhan ekonomi. Jika kebijakan dilakukan saling bertolak
belakang, maka dalam jangka pendek kebijakan ini cenderung bertentangan dan efek kebijakan
terhadap pertumbuhan ekonomi menjadi kecil atau bahkan nol. Misalnya, jika pemerintah
menerapkan kebijakan fiskal ekspansif dan Bank Indonesia menerapkan kebijakan moneter
kontraktif untuk menekan efek kenaikan harga akibat peningkatan pengeluaran pemerintah, maka
dalam jangka pendek, efek kenaikan pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi
menjadi kecil bahkan nol atau terjadi crowding out.

Rekomendasi Kebijakan Kedepan


Berikut rasio kebijakan fiskal dan moneter terhadap GDP di Indonesia:
Tabel 7 Rata-rata Rasio Variabel Fiskal dan Moneter Terhadap GDP
(Dalam Persen)
Tahun G/GDP TAX/GDP ULN/GDP M2/GDP LOAN/GDP
1969-1974 12.27 0.34 28.71 14.06 8.98
1975-1979 17.66 0.40 24.14 16.45 12.33
1980-1984 19.90 0.81 20.48 18.31 12.96
1985-1989 18.65 2.14 40.83 28.35 21.94
1990-1994 17.65 3.50 34.87 42.77 35.50
1995-1999 18.02 4.28 46.02 56.95 43.22
2000-2004 18.21 5.41 37.69 48.07 23.27
Sumber: Laporan BI, Key Indicator, Depkeu, Data Diolah.
G/GDP adalah rasio total pengeluaran pemerintah (anggaran rutin + anggaran pembangunan) terhadap GDP

Berdasarkan hasil uji empiris dengan pendekatan Granger Causality Test, ada beberapa
point penting yang dapat direkomendasikan dalam penelitian ini, antara lain adalah:
1. Pembiayaan defisit anggaran dengan utang luar negeri yang tidak di hedging dari perubahan
nilai tukar dan tingkat bunga tidak efektif pada saat kebijakan moneter dilakukan secara aktif.
Peningkatan maupun penurunan tingkat bunga dan fluktuasi nilai tukar terbukti akan berpengaruh
terhadap makin membengkaknya defisit anggaran. Pembiayaan defisit anggaran dengan utang luar
negeri dapat disubstitusi dengan menerbitkan surat utang (obligasi) dalam negeri dalam bentuk
rupiah. Penerbitan obligasi dalam bentuk rupiah relatif aman dari pengaruh fluktuasi nilai tukar.
Saat ini pemerintah telah mengurangi utang luar negeri secara langsung, dan sebagai gantinya,
pemerintah menerbitkan obligasi luar negeri (dalam bentuk valas). Namun, obligasi jenis ini juga
lebih kurang sama dengan utang luar negeri secara langsung, karena relatif memiliki risiko yang
sama, seperti risiko kurs dan tingkat bunga.
2. Kebijakan defisit anggaran hingga 3 % dapat diterapkan, misalnya dengan penerbitan obligasi
dalam negeri. Penerbitan obligasi dalam negeri dapat membantu mencairkan kelebihan likuiditas
(masalah intermediasi) yang dialami sektor perbankan saat ini. Hanya saja kebijakan ini harus
dikoordinasikan dengan kebijakan moneter. Hal ini karena kebijakan tersebut dapat menjadikan
kebijakan moneter menjadi kurang efektif. Untuk itu perlu diatur bagaimana struktur tingkat bunga
yang kondusif, seperti; tingkat bunga tabungan, tingkat bunga SBI, tingkat bunga obligasi, dan
tingkat bunga kredit, sehingga kebijakan fiskal dan moneter tersebut tidak saling merugikan.
Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI)
Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
11
Simposium Riset Ekonomi II
Surabaya, 23-24 November 2005
3. Dalam kaitannya dengan kebijakan moneter, mekanisme transmisi moneter Indonesia dengan
jalur kredit (credit channel) dapat diandalkan sebagai instrumen utama kebijakan moneter.
Kebijakan moneter dengan mempengaruhi jalur kredit dapat mempengaruhi likuiditas
perekonomian relatif cepat dan terbukti berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka
panjang dan jangka pendek. Kebijakan dengan mengendalikan tingkat bunga (interest rate channel)
terbukti tidak efektif dalam mempengaruhi likuiditas perekonomian. Kenyataan menunjukkan
bahwa, sebagian besar krisis yang terjadi di berbagai negara disebabkan oleh krisis disektor
finansial, seperti krisis meksiko, krisis Jepang, dan yang belum terlupakan adalah krisis Asia pada
periode 1997-1998 lalu. Hal inilah yang menyebabkan seringkali Bank Indonesia menerapkan
prinsip kehati-hatian dalam setiap kebijakan. Namun hendaknya kebijakan yang hati-hati ini tidak
menjadikan ruang gerak bagi sektor perbankan menjadi terbatas dalam menyalurkan kredit. Bank
Indonesia dapat mengarahkan kebijakan moneter untuk mengurangi adanya moral hazard dan
adverse sellection yang kerap kali menjadi penyebab masalah intermediasi perbankan. Membuat
kebijakan-kebijakan yang relatif mempersulit ruang gerak perbankan sebenarnya kurang efektif jika
akar permasalahan dari kurangnya intermediasi perbankan tidak dicarikan jalan penyelesaian yang
tepat pada sasaran.

Kesimpulan dan Saran


Penelitian ini mencoba melihat bagaimana hubungan antara kebijakan fiskal, kebijakan
moneter, dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia baik dalam jangka panjang maupun jangka
pendek. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa; dalam jangka panjang kebijakan fiskal dan
moneter tidak saling bertentangan dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi. Hal ini terlihat
dari adanya hubungan kointegrasi antara kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan pertumbuhan
ekonomi. Dalam jangka pendek, hanya kebijakan moneter yang memiliki hubungan keseimbangan
dengan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan, kebijakan fiskal dalam jangka pendek terbukti tidak
memiliki hubungan keseimbangan dengan pertumbuhan ekonomi.
Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa; untuk mencapai pertumbuhan ekonomi
yang stabil, koordinasi kebijakan fiskal dan kebijakan moneter sangat diperlukan dalam jangka
pendek. Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter yang sama-sama sama-sama ekspansif atau sama-
sama kontraktif dapat digunakan untuk meningkatkan/memperlambat pertumbuhan ekonomi.

Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI)


Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
12
Simposium Riset Ekonomi II
Surabaya, 23-24 November 2005

DAFTAR PUSTAKA

Albatel, H Abdullah (2003), Government Activity and Policy and Economic


Development in Saudi Arabia, Journal of Economics and Administrative
Sciences.
Anders Walter (1995), Applied Econometric Time Series, Jhon Wiley & Sons-Inc,
United States Of America.
Giavazzi Francesco (2003), Inflation Targeting and The Fiscal Policy Regime: The
Experience in Brazil, Bank Of England Quarterly bulletin.
Gujarati, N Damodar (2003), Basic Econometric, 4th ed, McGraw Hill, New York.
Hagen Von Jurgen and Mundschenk Susanne (2003), Fiscal and Monetary Policy
Coordination in EMU, International journal of finance and economics.
Koran Kompas (2004), Finn Kydland dan Edward Prescott Raih Hadiah Nobel
Ekonomi 2004, Harian (12 Oktober): 12.
Manurung Bonar Rikardo (2002), Twin Defisit di Indonesia, Tesis, Magister
Ekonomi Pembangunan USU, Medan.
Nopirin (2000), Ekonomi Moneter, Buku I Dan II, Jilid 1, BPFE Yogyakrata,
Yogyakarta.
Nanga Muana (2001), Makroekonomi Teori, Masalah Dan Kebijakan, Edisi Perdana,
PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Rahardja Prathama dan Manurung Mandala (2001), Teori Ekonomi Makro, Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Turnovsky, J Stephen (2000),The Transitional Dynamics of Fiscal Policy:Long-Run
Capital Accumulation, and Growth, University of Washington, Seattle.
Warjiyo Perry dan Solikin (2003), Kebijakan Moneter di Indonesia, PPSK,
Bank Indonesia.

Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI)


Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
13
Simposium Riset Ekonomi II
Surabaya, 23-24 November 2005

KEBIJAKAN FISKAL, KEBIJAKAN MONETER, DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DI


INDONESIA

Penulis : Chenny Seftarita, SE, MSi


Alamat : Jl. Sm. Raja Gang Batu Cuci No. 8 Medan-Sumut
E-mail : chenny_seftarita@yahoo.com
Telpon : 0815-33166 746

Bidang Kajian : MONETER/FISKAL/PERBANKAN

Dibawah Bimbingan :
1. Prof. Dr. Abdul Ghafar Ismail, MEc ( Dosen Universiti Kebangsaan Malaysia dan
Dosen SPS-Univ. Sumatera Utara- Medan).
2. Drs. Jhon Tafbu Ritonga, MEc (Dosen SPS- Univ. Sumatera Utara-Medan).
3. Wahyu Ario Pratomo, SE, MEc (Dosen SPS- Univ. Sumatera Utara-Medan).

Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI)


Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
14
Simposium Riset Ekonomi II
Surabaya, 23-24 November 2005

ABSTRACT

Chenny Seftarita, 2005, Fiscal-Monetary Policy and Economic Growth in Indonesia, , Under The
Guidance Of Abdul Ghafar bin Ismail (Head), Jhon Tafbu Ritonga (Member), Wahyu Ario Pratomo
(Member).

The nature of links between the government activity and economic growth that operated in
Indonesia over period 1969-2004 is examined. This study has conducted a series of unit root,
cointegration, and vector error correction models (VECM) analyses to ascertain the relationship
between government economic policy (including fiscal and monetary policy) and economic growth.
Empirical results show the presence of cointegration between the variables, which suggest a
stable long-run relationship between government policy and economic growth in Indonesia. In
short run, money and loans as monetary variables has short-run relationship with economic growth.
In other hand, fiscal variables, as; government investment, tax, and foreign debt has no a short-run
relationship with economic growth. it means that in long run, monetary policy can achieve price
stability without interfering with fiscal policies. Both of policies can reach economic growth
targeting. But in short run, there is a potential conflict between monetary and fiscal policies, as both
interact in the determination of aggregate demand.
The findings of the study furnish supportive evidence that government has played and
important role in economic development in Indonesia.
Key Words: Fiscal policy, Monetary policy, Economic Growth.

Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI)


Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
15
Simposium Riset Ekonomi II
Surabaya, 23-24 November 2005
Curriculum Vitae

Nama : Chenny Seftarita, SE, MSi


Tpt / Tgl Lahir : Pagaralam, 18 September 1980
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Jl. Sm. Raja Gang Batu Cuci No. 8 Medan-Sumut
E-mail : chenny_seftarita@yahoo.com
Telpon : 0815-33166 746

PENDIDIKAN FORMAL

• SDN No.3 Pagaralam, lulus tahun 1992


• SLTPN No.2 Pagaralam, lulus tahun 1995
• SMUN No.1 Pagaralam, lulus tahun 1998
• Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas
Sriwijaya-Palembang, lulus tahun 2002
• Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara,
lulus tanggal 4 Juli 2005

PENGALAMAN KERJA

¾ Asisten Dosen di Fak. Ekonomi Univ. Sriwijaya, Dengan Mata Kuliah Ekonomi
Moneter I, dan Pengantar Ekonomi Mikro. Tahun 2002-2003
¾ Staf Pengajar Bimbingan Belajar Budiwijaya-Palembang. Tahun 2002-2003
¾ Dosen STIE-Lembah Dempo Pagaralam-Sumsel. Tahun 2002-2003
¾ Ketua Lembaga Penelitian dan Dosen di Fakultas. Ekonomi Univ. Trikarya
Medan. Tahun 2005

Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI)


Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
16
Simposium Riset Ekonomi II
Surabaya, 23-24 November 2005
PENGALAMAN ORGANISASI

¾ Anggota Badan Eksekutif Mahasiswa. Tahun 1999


¾ Pimpinan Umum Majalah Kinerja (Majalah Mahasiswa FE. Universitas Sriwijaya-
Palembang). Tahun 2000-2001
¾ Sekretaris Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat FE. Univ.
Sriwijaya Palembang. Tahun 2001

KARYA TULIS

1. “Pengaruh Perbedaan Penentuan Bunga Terhadap Kinerja Perbankan Pada Bank


Konvensional & Bank Syariah”. (Judul Skripsi di Univ. Sriwijaya Palembang, , Tidak
di Publikasi, Tahun 2002).
2. “Dibalik Kisah Nabi Yusuf, AS” (Makalah, di publikasikan di “Harian Waspada”
Medan, tahun 2004).
3. “Konsumsi & Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia; Analisis Dengan Pendekatan
2SLS”. (Jurnal, Tidak dipublikasi, Tahun 2004).
4. “Kebijakan Fiskal, Kebijakan Moneter, dan pertumbuhan Ekonomi di Indonesia”.
(Judul Tesis & jurnal, Belum dipublikasi, Tahun 2005).

Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI)


Cabang Surabaya Koordinator Jawa Timur
17

Anda mungkin juga menyukai