Anda di halaman 1dari 10

ASWAJA

Di susun untuk memenuhi tugas individu pada mata kuliah Aswaja

Dosen Pengampu : Sulkhi Abdullah S.Ap.

Oleh 2B :

Komariah

PROGAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

STKIP NU INDRAMAYU

2020
A. Sejarah Munculnya Istilah Ahlussunnah Waljama’ah
Istilah Ahlussunnah Waljama’ah pertama kali dipakai pada masa
pemerintahan khalifah Abu Ja’far Al Mansur (137-159H/754-775M) dan khalifah
Harun Al Rasyid (170-194M/785-809M) keduanya dari dinasti ‘Abbasiyah (750-
1258). Istilah Ahlussunnah Waljamaah semakin tampak ke permukaan pada
zaman pemerintahan khalifah Al Ma’mun menjadikan mu’tazilah (aliran yang
mendasarkan ajaran islam pada al-Qur’an dan akal) sebagai madzhab resmi
negara, dan ia memaksa para pejabat dan tokoh – tokoh agama agar mengikuti
faham ini, terutama yang berkaitan dengan kemakhlukan Al- Qur’an. Untuk itu,
ia melakukan mihnah (inquisition), yaitu ujian aqidah terhadap pejabat dan
‘ulama . materi pokok yang diujikan adalah masalah Al –Qur’an. Bagi
Mu’tazilah, Al-Qur’an adalah makhluk (diciptakan oleh Allah SWT), tidak
Qadim (ada sejak awal dari segala permulaan), sebab tidak ada yang qadim selain
Allah SWT. Orang yang berpendapat bahwa Al – Qur’an itu Qodim berarti syirik
dan syirik merupakan dosa besar yang tak terampuni. Untuk membebaskan
manusia dari syirik, al – Ma’mun melakukan mihnah. Ada beberapa ulama yang
terkena mihnah dari al ma’mun, diantaranya, Imam Ahmad Ibnu Hanbal (164-
241H). Namun Imam Ahmad memegang akidahnya yang meyakini bahwa Al
Qur’an adalah qodim, sehingga beliau sampai dipenjara dan disiksa oleh khalifah.
Penggunaan istilah Ahlussunnah Waljama’ah semakin populer setelah
munculnya Abu Hasan al- Asy’ari (260-324H)/873-935M) dan Abu Mansur Al
Maturidi (w. 944M), yang melahirkan aliran “Al-Asy’ariyah dan Maturidiyah “
dibidang teologi. Sebagai perlawanan terhadap aliran mu’tazilah yang menjadi
aliran resmi pemerintahan waktu itu. Teori Asy’ariyah lebih mendahulukan
naql(teks Al-Quran Al Hadits) dari pada aql (penalaran rasional). Dengan
demikian bila dikatakan Ahlussunnah Waljamaah pada waktu ini, maka yang
dimaksudkan adalah penganut faham asy’ariyah atau maturidiyah dibidang
teologi. Dalam hubungan ini Ahlusunnah Waljamaah dibedakan dari Mu’tazilah,
Qodariyah, Syi’ah, Khawarij, dan aliran – aliran lain. Dari aliran Ahlussunnah
Wal jama’ah atau disebut aliran Sunni dibidang teologi, kemudian juga
berkembang dalam bidang lain yang menjadi ciri khas aliran ini, yakni di bidang
fiqh dan tasawuf. Sehingga menjadi istilah, jika disebut akidah sunni,

2
(ahlussunnah waljamaah) yang dimaksud adalah pengikut asy’ariyah dan
maturidiyah atau fiqh sunni yaitu pengikut salah satu dari empat madzhab
(Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali) yang menggunakan rujukan Al Quran, Al
Hadits, ijma’, Qiyas, atau juga tasawuf sunni yaitu pengikut metode tasawuf Abu
Qosim Abdul Karim Al Qusyairi , Imam Al Hawi, Imam Al Ghazali, dan Imam
Junaidi Al Baghdadi yang memadukan antara syari’at , hakikat, dan ma’rifat.

B. Biografi Pendiri NU

1. KH Hasyim Asyari
Karya dan jasa Kiai Hasyim Asy’ari yang lahir di Pondok Nggedang,
Jombang, Jawa Timur, 10 April 1875 tidak lepas dari nenek moyangnya yang
secara turun-temurun memimpin pesantren. Ayahnya bernama Kiai Asyari,
pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Ibunya
bernama Halimah. Dari garis ibu, Kiai Hasyim Asy’ari merupakan keturunan
Raja Brawijaya VI, yang juga dikenal dengan Lembu Peteng, ayah Jaka Tingkir
yang menjadi Raja Pajang (keturunan kedelapan dari Jaka Tingkir).
Muhammad Hasyim, lahir pada hari Selasa Tanggal 24 Dzulqo’dah 1287 H,
bertepatan dengan tanggal 14 Pebruari 1871 M. Masa dalam kandungan dan
kelahiran KH.M. Hasyim Asy’ari, nampak adanya sebuah isyarat yang
menunjukkan kebesarannya. diantaranya, ketika dalam kandungan Nyai
Halimah bermimpi melihat bulan purnama yang jatuh kedalam kandungannya,
begitu pula ketika melahirkan Nyai Halimah tidak merasakan sakit seperti apa
yang dirasakan wanita ketika melahirkan.
Dalam usia 15 tahun, perjalanan awal menuntut ilmu, Muhammad Hasyim
belajar ke pondok-pondok pesantren yang masyhur di tanah Jawa, khususnya
Jawa Timur. Di antaranya adalah Pondok Pesantren Wonorejo di Jombang,
Wonokoyo di Probolinggo, Tringgilis di Surabaya, dan Langitan di Tuban
(sekarang diasuh oleh K.H Abdullah Faqih), kemudian Bangkalan, Madura, di
bawah bimbingan Kiai Muhammad Khalil bin Abdul Latif (Syaikhuna Khalil).
Pada tahun 1303 H/1892 M., Kiai Hasyim yang saat itu baru berusia 21
tahun menikah dengan Nyai Nafisah, putri Kiai Ya’qub. Tidak lama setelah
pernikahan tersebut, beliau kemudian pergi ke tanah suci Mekah untuk
menunaikan ibadah haji bersama istri dan mertuanya.

3
Sepulang dari tanah suci sekitar Tahun1313 H/1899 M, beliau memulai
mengajar santri, beliau pertama kali mengajar di Pesantren Ngedang yang
diasuh oleh mediang kakeknya, sekaligus tempat dimana ia dilahirkan dan
dibesarkan. Setelah itu belaiu mengajar di Desa Muning Mojoroto Kediri.
Disinilah beliau sempat menikahi salah seoarang putri Kiai Sholeh Banjar
Melati. Akungnya, karena berbagai hal, pernikahan tersebut tidak berjalan lama
sehingga Kiai Hasyim kembali lagi ke Jombang.
Disamping aktif mengajar beliau juga aktif dalam berbagai kegiatan, baik
yang bersifat lokal atau nasional. Pada tanggal 16 Sa’ban 1344 H/31 Januari
1926 M, di Jombang Jawa Timur didirikanlah Jam’iyah Nahdlotul Ulama’
(kebangkitan ulama) bersama KH. Bisri Syamsuri, KH. Wahab Hasbullah, dan
ulama’-ulama’ besar lainnya, dengan azaz dan tujuannya: “Memegang dengan
teguh pada salah satu dari madzhab empat yaitu Imam Muhammad bin Idris
Asyafi’i, Imam Malik bin Anas, Imam Abu Hanifah An-Nu’am dan Ahmad bin
Hambali. Dan juga mengerjakan apa saja yang menjadikan kemaslahatan agama
Islam”. KH. Hasyim Asy’ari terpilih menjadi rois akbar NU, sebuah gelar
sehingga kini tidak seorang pun menyandangnya. Beliau juga menyusun qanun
asasi (peraturan dasar) NU yang mengembangkan faham ahli sunnah
waljama’ah.
Peninggalan lain yang sangat berharga adalah sejumlah kitab yang beliau
tulis disela-sela kehidupan beliau didalam mendidik santri, mengayomi ribuan
umat, membela dan memperjuangkan bumi pertiwi dari penjajahan. Ini
merupakan bukti riil dari sikap dan perilakunya, pemikirannya dapat dilacak
dalam beberapa karyanya yang rata-rata berbahasa Arab. Seperti Al-Nurul
Mubin Fi Mahabati Sayyidi Mursalin, Al-Tanbihat al-Wajibat Liman Yashna’u
al-Maulida Bi al-Munkarat, dan Risalah Ahli Sunnah Wal Jama’ah.
2. Kyai Haji Bisri Syansuri
Kyai Haji Bisri Syansuri (lahir di desa Tayu, Pati, Jawa Tengah, 18
September 1886  meninggal di Jombang, Jawa Timur, 25 April 1980 pada umur
93 tahun) seorang ulama dan tokoh Nahdlatul Ulama (NU). Ayahnya bernama
Syansuri dan ibunya bernama Mariah. Kiai Bisri adalah anak ketiga dari lima

4
bersaudara yang memperoleh pendidikan awal di beberapa pesantren lokal,
antara lain pada KH Abdul Salam di Kajen.
Ia adalah pendiri Pondok Pesantren Denanyar, Jombang dan terkenal atas
penguasaannya di bidang fikih agama Islam. Bisri Syansuri juga pernah aktif
berpolitik, antara lain sempat sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat
(KNIP) mewakili Masyumi, menjadi anggota Dewan Konstituante, ketua
Majelis Syuro Partai Persatuan Pembangunan dan sebagai Rais Aam NU. Ia
adalah kakek dari Abdurrahman Wahid, Presiden Republik Indonesia keempat.
Kiai Bisri kemudian berguru kepada KH Kholil di Bangkalan dan KH
Hasyim Asy’ari di Tebuireng, Jombang. Kiai Bisri kemudian mendalami
pendidikannya di Mekkah dan belajar ke pada sejumlah ulama terkemuka antara
lain Syekh Muhammad Baqir, Syekh Muhammad Sa’id Yamani, Syekh Ibrahim
Madani, Syekh Jamal Maliki, Syekh Ahmad Khatib Padang, Syekh Syu’aib
Daghistani, dan Kiai Mahfuz Termas. Ketika berada di Mekkah, Kiai Bisri
menikahi adik perempuan Kiai Wahab.
Sepulangnya dari Mekkah, Kiai Bisri menetap di pesantren mertuanya di
Tambak Beras, Jombang, selama dua tahun. Kiai Bisri ke-mudian mendirikan
Ponpes Mam-baul Maarif di Denanyar, Jombang pada 1917. Saat itu, Kiai Bisri
adalah kiai pertama yang mendirikan kelas khusus untuk santri-santri wanita di
pesantren yang didirikannya.
Di sisi pergerakan, Kiai Bisri bersama-sama para kiai muda saat itu antara
lain Kiai Wahab, KH Mas Mansyur, KH Dahlan Kebondalem dan KH Ridwan,
membentuk klub kajian yang diberi nama Taswirul Afkar (konseptualisasi
pemikiran) dan sekolah agama dengan nama yang sama, yaitu Madrasah
Taswirul Afkar. Sedangkan keterlibatannya dalam upaya pengembangan
organisasi NU antara lain berupa pendirian rumah-rumah yatim piatu dan
pelayanan kesehatan yang dirintis-nya di berbagai tempat. KH Bisyri Zansuri
adalah seorang ulama besar yang memiliki sifat sederhana dan rendah hati.
Meskipun demikian beliau dikenal sebagai ulama yang teguh pendirian dan
memegang prinsip. Dalam menjalankan tugas beliau selalu istiqamah dan tidak
mudah goyah, terutama dalam memutuskan suatu perkara yang berhubungan
dengan syari'at Islam. setiap hukum suatu persoalan yang sudah Jelas dalilnya

5
dari Al Quran, Hadits, Ijma atau Qiyas keputusan beliau selalu tegas dan tidak
bisa ditawar-tawar.
Jasa Kiai Bisri dalam membesarkan NU juga tak patut dilupakan. Kiai Bisri
turut terlibat terlibat dalam pertemuan pada 31 Januari 1926 di Surabaya saat
para ulama menye-pakati berdirinya NU. Pada periode pertama, Kiai Bisri
menjadi A’wan Syuriah PBNU dan kemudian pada periode-periode berikutnya
Kiai Bisri pernah menjadi Rais Syuriah, Wakil Rais Am dan menjadi Rais Am
hingga akhir hayatnya.
3. KH. Abdul Wahab Hasbullah
KH. Abdul Wahab Hasbullah (lahir di Jombang, 31 Maret 1888 –
meninggal 29 Desember 1971 pada umur 83 tahun) adalah seorang ulama
pendiri Nahdatul Ulama. KH Abdul Wahab Hasbullah adalah seorang ulama
yang berpandangan modern, da’wah beliau dimulai dengan mendirikan media
massa atau surat kabar, yaitu harian umum “Soeara Nahdlatul Oelama” atau
Soeara NO dan Berita Nahdlatul Ulama.
KH. Abdul Wahab Hasbullah adalah seorang ulama yang sangat alim dan
tokoh besar dalam NU dan bangsa Indonesia. Beliau dilahirkan di Desa
Tambakberas, Jombang, Jawa Timur pada bulan Maret 1888. silsilah KH.
Abdul Wahab Hasbullah bertemu dengan silsilah KHM. Hasyim Asy’ari pada
datuk yang bernama Kiai Shihah. Semenjak kanak-kanak, Abdul Wahab dikenal
kawan-kawannya sebagai pemimpin dalam segala permainan.
Setelah dianggap cukup bekal ilmunya, barulah Abdul Wahab merantau
untuk menuntut ilmu. Maka beliau pergi ke satu pesantren ke pesantren lainnya.
Kemudian Abdul Wahab belajar di pesantren Bangkalan, Madura yang diasuh
oleh K.H. Kholil Waliyullah. Beliau tidak puas hanya belajar di pesantren-
pesantren tersebut, maka pada usia sekitar 27 tahun, pemuda Abdul Wahab
pergi ke Makkah. Di tanah suci itu mukim selama 5 tahun, dan belajar pada
Syekh Mahfudh At Turmasi dan Syekh Yamany. Setelah pulang ke tanah air,
Abdul Wahab langsung diterima oleh umat Islam dan para ulama dengan penuh
kebanggaan. Langkah awal yang ditempuh K.H. Abdul Wahab Hasbullah, kelak
sebagai Bapak Pendiri NU, itu merupakan usaha membangun semangat
nasionalisme lewat jalur pendidikan. Nama madrasah sengaja dipilih 'Nahdlatul

6
Wathan' yang berarti: 'Bergeraknya/bangkitnya tanah air', ditambah dengan
gubahan syajr-syair yang penuh dengan pekik perjuangan, kecintaan terhadap
tanah tumpah darah serta kebencian terhadap penjajah, adalah bukti dari cita-
cita murni Kiai Abdul Wahab Hasbullah untuk membebaskan belenggu kolonial
Belanda.
Dari organisasi inilah Kyai Abdul Wahab Hasbullah mendapat kepercayaan
dan dukungan penuh dari ulama pesantren yang kurang-lebih sealiran
dengannya. Di antara ulama yang berhimpun itu adalah Kyai Bisri Syansuri
(Denanyar Jombang), Kyai Abdul Halim, (Leimunding Cirebon), Kyai Alwi
Abdul Aziz, Kyai Ma’shum (Lasem) dan Kyai Cholil (Kasingan Rembang).
Kebebasan berpikir dan berpendapat yang dipelopori Kyai Wahab Hasbullah
dengan membentuk Tashwirul Afkar merupakan warisan terpenting beliau
kepada kaum muslimin Indonesia.

C. Organisasi yang di rintis NU


1. Lembaga
Lembaga adalah perangkat departementasi organisasi Nahdlatul Ulama

yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan Nahdlatul Ulama, berkaitan


dengan kelompok masyarakat tertentu dan/atau yang memerlukan

penanganan khusus. Lembaga ini meliputi:


a. Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LD-NU) [1]
b. Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama (LP Ma'arif NU)
c. Rabithah Ma'ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI-NU)*
(Indonesia) Lembaga Asosiasi Pesantren Nahdlatul Ulama
d. Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LP-NU)
e. Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPP-NU)
f. Lembaga Pelayanan Kesehatan Nahdlatul Ulama (LPK-NU)
g. Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia Nahdlatul Ulama
(LESBUMI-NU)
h. Lembaga Zakat, Infaq, dan Shadaqah Nahdlatul Ulama (LAZIS-NU)
i. Lembaga Waqaf dan Pertanahan Nahdlatul Ulama (LWP-NU)
j. Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBM-NU)

7
k. Lembaga Ta'mir Masjid Nahdlatul Ulama (LTM-NU)
l. Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (LK-NU)
2. Lajnah
Merupakan pelaksana program Nahdlatul Ulama (NU) yang memerlukan
penanganan khusus. Berdasarkan perubahan AD/ART hasil Muktamar 33 NU
di Jombang, Lajnah Nahdlatul Ulama digantikan dengan lembaga. Semula ada 3
(tiga) Lajnah yaitu:
a. Lajnah Ta'lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTN-NU) menjadi Lembaga
b. Ta'lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTNNU)
c. Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama (LF-NU) menjadi Lembaga Falakiyah
Nahdlatul Ulama (LFNU)
d. Lajnah Pendidikan tinggi (LPT-NU) menjadi Lembaga Pendidikan
Nahdlatul Ulama (LPTNU)
3. Badan Otonom (Banom)
Banom adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi
melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama yang berkaitan dengan kelompok
masyarakat tertentu dan beranggotakan perorangan.
Badan Otonom dikelompokkan dalam katagori Badan Otonom berbasis usia
dan kelompok masyarakat tertentu, dan Badan Otonom berbasis profesi dan
kekhususan lainnya.
Jenis badan otonom berbasis usia dan kelompok masyarakat tertentu
adalah:
a. Muslimat Nahdlatul Ulama (Muslimat NU)
b. Gerakan Pemuda Ansor Nahdlatul Ulama (GP Ansor NU)
c. Fatayat Nahdlatul Ulama (Fatayat NU)
d. Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU)
Badan otonom berbasis profesi dan kekhususan lainnya:
a. Jam'iyyah Ahli Thariqah Al-Mu'tabarah An-Nahdliyah (JATMAN)
+-
b. Jami'iyyatul Qurro wal Huffadz Nahdlatul Ulama (JQHNU)
c. Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU)
d. Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (SARBUMUSI)

8
9

Anda mungkin juga menyukai