Fraud is a generic term, and embraces all the multifarious means which human ingenuity can devise,
which are resorted to by one individual, to get an advantage over another by false representations. No
definite and invariable rule can be laid down as a general proposition in defining fraud, as it includes
surprise, trickery, cunning, and unfair ways by which another is cheated. The only boundaries defining it
are those which limit human knavery.
Fraud adalah sebuah istilah umum dan luas, serta mencakup semua bentuk kelicikan/tipu daya manusia ,
yang dipaksakan oleh satu orang, untuk mendapatkan keuntungan lebih dari yang lain dengan
memberikan keterangan-keterangan palsu dan telah dimanipulasi. Tidak ada ketentuan dan keharusan
untuak menyeragamkan definisi dari Fraud itu sendiri. Fraud juga mengandung pengertian sebagai
kejutan, tipuan,kelicikan, dan cara-cara yang tidak sah terhadap pihak yang ditipu. Batasan pendefinisian
Fraud adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan ketidakjujuran manusia.
Pelaku penipuan sering disebut sebagai penjahat berkerah putih (white collar criminals), untuk
membedakannya dari penjahat yang melakukan kejahatan dengan kekerasan.
2. Peluang
Peluang adalah kondisi atau situasi yang memungkinkan seseorang untuk melakukan dan menutupi
suatu tindakan yang tidak jujur. Peluang sering kali berasal dari kurangnya pengendalian internal.
Situasi lain yang mempermudah seseorang untuk melakukan penipuan adalah kepercayaan berlebih
atas pegawai utama, personil supervisi yang tidak kompeten, tidak memperhatikan perincian, jumlah
pegawai tidak memadai, kurangnya pelatihan, dan kebijakan perusahaan yang tidak jelas.
Opportunity adalah peluang yang memungkinkan fraud terjadi. Biasanya disebabkan karena internal
control suatu organisasi yang lemah, kurangnya pengawasan, dan/atau penyalahgunaan wewenang. Di
antara 3 elemen fraud triangle, opportunity merupakan elemen yang paling memungkinkan untuk
diminimalisir melalui penerapan proses, prosedur, dan control dan upaya deteksi dini terhadap fraud.
3. Rasionalisasi
Kebanyakan pelaku penipuan mempunyai alasan atau rasionalisasi yang membuat mereka merasa
perilaku yang illegal tersebut sebagai sesuatu yang wajar. Para pelaku membuat rasionalisasi bahwa
mereka sebenarnya tidak benar-benar berlaku tidak jujur atau bahwa alasan mereka melakukan
penipuan lebih penting daripada kejujuran dan integritas. Mungkin, rasionalisasi yang paling umum
adalah pelaku hanya “meminjam” asset yang dicuri karena mereke bermaksud untuk
mengembalikannya pada perusahaan. Beberpaa pelaku membuat rasionalisasi bahwa mereka tidak
menyakiti seseorang secara langsung. Pihak yang terpengaruh hanyalah system computer yang tidak
bermuka dan bernama atau perusahaan besar yang bukanlah manusia yang tidak akan merasa
kehilangan uang tersebut. Berikut ini adalah rasionalisasi yang sering digunakan :
· Anda akan memahami apabila anda mengetahui betapa saya membutuhkannya.
· Apa yang saya lakukan tidak seserius itu.
· Hal ini dilakukan demi kebaikan. (Ini adalah sindrom Robin Hood, mencuri dari yang kaya dan
memberikannya kepada yang miskin).
· Saya mendapat kepercayaan yang sangat tinggi. Saya berada di atas peraturan.
· Setiap orang melakukannya, jadi tidak mungkin hal tersebut salah.
· Tidak akan ada yang mengetahui.
· Perusahaan berutang kepada saya, dan saya mengambil tidak lebih dari yang seharusnya menjadi
milik saya.
· Bahwasanya tindakannya untuk membahagiakan keluarga dan orang-orang yang dicintainya.
· Masa kerja pelaku cukup lama dan dia merasa seharusnya berhak mendapatkan lebih dari yang
telah dia dapatkan sekarang (posisi, gaji, promosi, dll.)
· Perusahaan telah mendapatkan keuntungan yang sangat besar dan tidak mengapa jika pelaku
mengambil bagian sedikit dari keuntungan tersebut.
3. PENIPUAN KOMPUTER
Departemen Kehakiman Amerika Serikat mendefinisikan penipuan komputer sebagai tindak illegal
apapun yang membutuhkan pengetahuan teknologi computer untuk melakukan tindakan awal
penipuan, penyelidikan, atau pelaksanaannya. Secara khusus,penipuan computer mencakup hal-hal
berikut ini :
· Pencurian, penggunaan, akses, modifikasi,penyalinan, dan perusakan software atau data secara
tidak sah.
· Pencurian uang dengan mengubah catatan computer atau pencurian waktu computer.
· Pencurian atau perusakan hardware computer.
· Penggunaan atau konspirasi untuk menggunakan sumber daya computer dalam melakukan tindak
pidana.
· Keinginan untuk secara illegal mendapatkan informasi atau property berwujud melalui penggunaan
computer.
CONTOH KASUS KECURANGAN (FRAUD) Kasus ini saya kutip dari sebuah blog yang Diposkan
oleh Dr. Dedi Kusmayadi, SE., M.Si., Ak di 04:47 Enron merupakan perusahaan dari penggabungan
antara InterNorth (penyalur gas alam melalui pipa) dengan Houston Natural Gas. Kedua perusahaan
ini bergabung pada tahun 1985. Bisnis inti Enron bergerak dalam industri energi, kemudian
melakukan diversifikasi usaha yang sangat luas bahkan sampai pada bidang yang tidak ada kaitannya
dengan industri energi. Diversifikasi usaha tersebut, antara lain meliputi future transaction, trading
commodity non energy dan kegiatan bisnis keuangan.Kasus Enron mulai terungkap pada bulan
Desember tahun 2001 dan terus menggelinding pada tahun 2002 berimplikasi sangat luas terhadap
pasar keuangan global yang di tandai dengan menurunnya harga saham secara drastis berbagai bursa
efek di belahan dunia, mulai dari Amerika, Eropa, sampai ke Asia. Enron, suatu perusahaan yang
menduduki ranking tujuh dari lima ratus perusahaan terkemuka di Amerika Serikat dan merupakan
perusahaan energi terbesar di AS jatuh bangkrut dengan meninggalkan hutang hampir sebesar US $
31.2 milyar. Dalam kasus Enron diketahui terjadinya perilaku moral hazard diantaranya manipulasi
laporan keuangan dengan mencatat keuntungan 600 juta Dollar AS padahal perusahaan mengalami
kerugian. Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar saham tetap diminati
investor, kasus memalukan ini konon ikut melibatkan orang dalam gedung putih, termasuk wakil
presiden Amerika Serikat.
Sedangkan contoh kasus yang ada dalam negeri (Indonesia) adalah seperti kasus Pada Desember 2006
Indonesia Corruptin Watch (ICW) melaporkan kasus dugaan korupsi ke Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) dalam ruislaag (tukar guling) antara asset PT. Industri Sandang Nusantara (ISN),
sebuah BUMN yang bergerak di bidang tekstil, dengan asset PT. GDC, sebuah perusahaan swasta.
Dalam ruislaag tersebut PT. ISN menukarkan tanah seluas 178.497 meter persegi di kawasan Senayan
dengan Tanah seluas 47 hektar beserta Pabrik dan mesin di karawang. Berdasarkan hasil temuan
Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) semester II Tahun Anggaran 1998/1999, menyatakan ruislaag
itu berpotensi merugikan keuangan Negara sebesar Rp. 121,628 miliar. Kerugian itu terdiri dari
kekurangan luas bangunan pabrik dan mesin milik PT. GDC senilai Rp. 63,954 miliar, berdasarkan
penilaian aktiva tetap oleh PT. Sucofindo pada 1999; penyusutan nilai asset pabrik milik PT. GDC
senilai Rp. 31,546 miliar; dan kelebihan perhitungan harga tanah senilai Rp. 0,127 miliar. Selain itu
juga ditemukan bahwa terdapat nilai saham yang belum dibayarkan oleh PT. GDC sebesar Rp. 26
miliar
DAFTAR PUSTAKA
http://www.kompasiana.com/juliansyafikri/paper-sia-pengendalian-kecurangan-dalam-sistem-
akuntansi_56889a39b0927379055ba5e5
http://www.kompasiana.com/juliansyafikri/paper-sia-pengendalian-kecurangan-dalam-sistem-
akuntansi_56889a39b0927379055ba5e5
http://berkatzega.blogspot.co.id/2014/11/tugas-softskill-2-kecurangan-fraud.html
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Diana%20Rahmawati,%20M.Si./SIA%20Bab
%209.pdf