Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

“GANGGUAN ALAM PERASAAN : DEPRESI”

Disusun oleh:
Nama : NEKKA JULIANI

Dosen Pembimbing: Ns. Maryana, M.Kep

PROGRAM STUDI NERS TAHAP PROFESI


STIKES CITRA DELIMA BANGKA BELITUNG
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

I. TINJAUN TEORITIS
1. Definisi
Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai
dengan kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga
hilangnya kegairahan hidup. (Hawari, 2001, hal.19)
Depresi adalah suatu mood sedih (disforia) yang berlangsung lebih dari
empat minggu, yang disertai prilaku seperti perubahan tidur, gangguan
konsentrasi, iritabilitas, sangat cemas, kurang bersemangat, sering
menangis, waspada berlebihan, pesimis, merasa tidak berharga, dan
mengantisipasi kegagalan. (DSM-IV-TR,2000 dalam Videbeck, 2008, hal.388)
Depresi adalah suatu gangguan alam perasaan yang ditandai dengan
perasaan sedih dan berduka yang berlebihan dan berkepanjangan.
(Purwaningsih, 2009, hal. 130)
Depresi adalah keadaan emosional yang di tunjukkan dengan
kesedihan, berkecil hati, perasaan bersalah, penurunan harga diri,
ketidakberdayaan dan keputusasaan. (Isaacs, 2004, hal. 121)
Dari keempat pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa depresi adalah
gangguan alam perasaan yang disertai oleh komponen psikologik dan komponen
somatic yang terjadi akibat kesedihan yang panjang

2. Rentang Respon Emosional


Menurut Purwaningsih (2009) Reaksi Emosi dibagi menjadi dua yaitu:
a. Reaksi Emosi Adaptif
Merupakan reaksi emosi yang umum dari seseorang terhadap rangsangan
yang diterima dan berlangsung singkat.
Ada 2 macam reaksi adaptif :
1) Respon emosi yang responsive
Keadaan individu yang terbuka dan sadar akan perasaannya. Pada
rentang ini individu dapat berpartisipasi dengan dunia eksternal dan
internal.
2) Reaksi kehilangan yang wajar
Merupakan posisi rentang yang normal dialami oleh individu
yang mengalami kehilangan. Pada rentang ini individu menghadapi
realita dari kehilangan dan mengalami proses kehilangan, misalnya
Bersedih, berhenti kegiatan sehari – hari, takut pada diri sendiri,
berlangsung tidak lama.
b. Reaksi Emosi Maladaptif
Merupakan reaksi emosi yang sudah merupakan gangguan, respon ini dapat
dibagi 3 tingkatan yaitu :
1) Supresi
Tahap awal respon emosional maladaptive, individu menyangkal,
menekan atau menginternalisasi semua aspek perasaannya
terhadap lingkungan.
2) Reaksi kehilangan yang memanjang
Supresi memanjang  mengganggu fungsi kehidupan individu Gejala :
bermusuhan, sedih berlebih, rendah diri.
3) Mania/ Depesi
Merupakan respon emosional yang berat dan dapat dikenal
melalui intensitas dan pengaruhnya terhadap fisik individu dan fungsi
social
c. Psikopatologi
Alam perasaan adalah kekuatan/ perasaan hati yang mempengaruhi
seseorang dalam jangka waktu yang lama setiap orang hendaknya berada
dalam afek yang tidak stabil tapi tidak berarti orang tersebut tidak pernah
sedih, kecewa, takut, cemas, marah dan saying emosi ini terjadi sebagai
kasih sayang sesorang terhadap rangsangan yang diterimanya dan
lingkungannya baik internal maupun eksternal. Reaksi ini bervariasi
dalam rentang dari reaksi adaptif sampai maladaptive.
1) Penyebab Terjadinya Depresi
Penyebab utama depresi pada umumnya adalah rasa kecewa dan
kehilangan. Tak ada orang yang mengalami depresi bila kenyataan
hidupnya sesuai dengan keinginan dan harapannya.
2) Kekecewaan
Karena adanya tekanan dan kelebihan fisik menyebabkan
seseorang menjadi jengkel tak dapat berfikir sehat atau kejam pada saat –
saat khusus jika cinta untuk diri sendiri lebih besar dan pada cinta pada
orang lain yang menghimpun kita, kita akan terluka, tidak senang dan
cepat kecewa, hal ini langkah pertama depresi jika luka itu direnungkan
terus – menerus akan menyebabkan kekesalan dan keputusasaan.
3) Kurang Rasa Harga Diri
Ciri - ciri universal yang lain dari orang depresi adalah kurangnya rasa
harga diri, sayangnya kekurangan ini cenderung untuk dilebih –
lebihkan menjadi estrim, karena harapan – harapan yang realistis
membuat dia tak mampu merestor dirinya sendiri, hal ini memang benar
khususnya pada individu yang ingin segalanya sempurna yang
tak pernah puas dengan prestasi yang dicapainya.
4) Perbandingan yang tidak adil
Setiap kali kita membandingkan diri dengan seseorang yang
mempunyai nilai lebih baik dari kita dimana kita merasa kurang dan tidak
bisa sebaik dia maka depresi mungkin terjadi.
5) Penyakit
Beberapa faktor yang dapat mencetuskan depresi adalah organic contoh
individu yang mempunyai penyakit kronis kanker payudara dapat
menyebabkan depresi.
6) Aktivitas mental yang berlebihan
Orang yang produktif dan aktif sering menyebabkan depresi.
7) Penolakan
Setiap manusia butuh akan rasa cinta, jika kebutuhan akan rasa cinta itu
tak terpenuhi maka terjadilah depresi. (Anonymous, 2004)
Menurut Nanda (2005-2006) adapun Faktor – faktor yang
berhubungan dengan sedih kronis adalah:
1. Kematian orang yang dicintai
2. Pengalaman sakit mental/ fisik kronis, cacat (retardasi mental, sclerosis
multiple, prematuritas, spina bifida, kelainan persalinan, sakit
mental kronis, infertilitas, kanker, sakit Parkinson)
3. Pengalaman satu atau lebih kejadian yang memicu (krisis dalam
manajemen penyakit, krisis berhubungan dengan stase perkembangan,
kehilangan kesempatan yang dapat meningkatkan perkembangan, norma
social atau personal)
4. Ketergantungan tak henti pada pelayanan kesehatan dengan mengingat
kehilangan.

3. Gejala Klinis Depresi


Menurut Hawari (2001) secara lengkap gejala klinis depresi adalah sebagai
berikut :
a. Afek disforik, yaitu perasaan murung, sedih, gairah hidup menurun, tidak
semangat, merasa tidak berdaya;
b. Perasaan bersalah, berdosa, penyesalan;
c. Nafsu makan menurun;
d. Berat badan menurun;
e. Konsentrasi dan daya ingat menurun
f. Gangguan tidur: insomnia (sukar/tidak dapat tidur) atau sebaliknya
hipersomnia (terlalu banyak tidur). Gangguan ini sering kali disertai
dengan mimpi – mimpi yang tidak menyenangkan, misalnya mimpi orang yang
telah meninggal
g. Agitasi atau retardasi psikomotor (gaduh gelisah atau lemah tak berdaya);
h. Hilangnya rasa senang, semangat dan minat, tidak suka lagi melakukan hobi,
kreativitas menurun, produktivitas juga menurun;
i. Gangguan seksual (libido menurun);
j. Pikiran – pikiran tentang kematian, bunuh diri
4. Tingkat Depresi
a. Depresi Ringan
Sementara, alamiah, adanya rasa pedih perubahan proses pikir komunikasi social
dan rasa tidak nyaman.
b. Depresi Sedang
1) Afek : murung, cemas, kesal, marah, menangis
2) Proses pikir : perasaan sempit, berfikir lambat, berkurang
komunikasi verbal, komunikasi non verbal meningkat.
3) Pola komunikasi : bicara lambat, berkurang komunikasi verbal,
komunikasi non verbal meningkat.
4) Partisipasi social : menarik diri tak mau bekerja/ sekolah, mudah tersinggung.
c. Depresi Berat
1) Gangguan Afek : pandangan kosong, perasaan hampa, murung,
inisiatif berkurang
2) Gangguan proses piker
3) Sensasi somatic dan aktivitas motorik : diam dalam waktu lama, tiba – tiba
hiperaktif, kurang merawat diri, tak mau makan dan minum menarik diri,
tidak peduli dengan lingkungan

5. Penatalaksanaan Depresi
Menurut (Tomb, 2003, hal.61)
Semua pasien depresi harus mendapatkan psikoterapi, dan beberapa
memerlukan tambahan terapi fisik. Kebutuhan terapi khusus bergantung
pada diagnosis, berat penyakit, umur pasien, respon terhadap terapi sebelumnya.
a. Terapi Psikologik
Psikoterapi suportif selalu diindikasikan. Berikan kehangatan, empati,
pengertian dan optimistic. Bantu pasien mengidentifikasi dan
mengekspresikan hal – hal yang membuatnya prihatin dan melontarkannya.
Identifikasi factor pencetus dan bantulah untuk mengoreksinya.
Bantulah memecahkan problem eksternal (misal, pekerjaan, menyewa rumah),
arahkan pasien terutama selama periode akut dan bila pasien tidak aktif
bergerak. Latih pasien untuk mengenal tanda – tanda dekompensasi yang akan
dating. Temui pasien sesering mungkin (mula – mula 1 – 3 kali per
minggu) dan secara teratur, tetapi jangan sampai tidak berakhir atau untuk
selamanya. Kenalilah bahwa beberapa pasien depresi dapat memprovokasi
kemarahan anda (melalui kemarahan, hostilitas, dan tuntutan yang tak
masuk akal, dll.). psikoterapi berorientasi tilikan jangka panjang, dapat
berguna pada pasien depresi minor kronis tertentu dan beberapa pasien dengan
depresi mayor yang mengalami remisi tetapi mempunyai konflik.
Deprivasi tidur parsial (bangun mulai di pertengahan malam dan tetap
terjaga sampai malam berikutnya), dapat membantu mengurangi gejala
– gejala depresi mayor buat sementara. Latihan fisik (berlari, berenang) dapat
memperbaiki depresi, dengan mekanisme biologis yang belum
dimengerti dengan baik.
b. Terapi Fisik
Semua depresi mayor dan depresi kronis atau depresi minor yang tidak membaik
membutuhkan antidepresan (70 – 80 % pasien berespon terhadap antidepresan),
meskipun yang mencetuskan jelas terlihat atau dapat diidentifikasi.
Mulailah dengan SSRI atau salah satu antidepresan terbaru. Apabila
tidak berhasil, pertimbangkan antidepresan trisiklik, atau MAOI
(terutama pada depresi “atipikal”) atau kombinasi beberapa obat yang efektif
bila obat pertama tidak berhasil. Waspadalah terhadap efek samping
dan bahwa antidepresan “dapat” mencetuskan episode manik pada beberapa
pasien bipolar (10 % dengan TCA, dengan SSRI lebih rendah, tetapi semua
konsep tentang “presipitasi manic” masih diperdebatkan). Setelah semuh dari
episode depresi pertama, obat dipertahankan untuk beberapa bulan,
kemudian diturunkan, meskipun demikian pada beberapa pasien setelah satu
atau lebih kekambuhan, membutuhkan obat rumatan untuk periode
panjang. Antidepresan saja (tunggal) tidak dapat mengobati depresi psikosis
unipolar.
Litium efektif dalam membuat remisi gangguan bipolar, mania dan
mungkin bermanfaat dalam pengobatan depresi bipolar akut dan
beberapa depresi unipolar. Obat ini cukup efektif pada bipolar serta
untuk mempertahankan remisi dan begitu pula pada pasien unipolar.
Antikonvulsan tampaknya juga sama baik dengan litium untuk mengobati
kondisi akut, meskipun kurang efektif untuk rumatan. Antidepresan dan
litium dapat dimulai secara bersama – sama dan litium diteruskan setelah
remisi. Psikotik paranoid atau pasien sangat agitasi membutuhkan antipsikotik,
tunggal atau bersama – sama dengan antidepresan, litium atau ECT –
antidepresan antipikal yang baru saja terlihat efektif.
ECT mungkin merupakan terapi terpilih :
a. Bila obat tidak berhasil setelah satu atau lebih dari 6 minggu pengobatan,
b. Bila kondisi pasien menuntut remisi segera (misal, bunuh diri yang akut),
c. Pada beberapa depresi psikotik,
d. Pada pasien yang tidak dapat mentoleransi obat (misal pasien tua
yang berpenyakit jantung). Lebih dari 90 % pasien memberikan respons.

II. Tinjauan Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian (Data Fokus)
a. Data subyektif:
Tidak mampu mengutarakan pendapat dan malas berbicara. Sering
mengemukakan keluhan somatik. Merasa dirinya sudah tidak berguna lagi,
tidak berarti, tidak ada tujuan hidup, merasa putus asa dan cenderung bunuh
diri.
b. Data obyektif:
Gerakan tubuh yang terhambat, tubuh yang melengkung dan bila duduk
dengan sikap yang merosot, ekspresi wajah murung, gaya jalan yang lambat
dengan langkah yang diseret.Kadang-kadang dapat terjadi stupor. Pasien
tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur dan sering me-
nangis.Proses berpikir terlambat, seolah-olah pikirannya kosong,
konsentrasi terganggu, tidak mempunyai minat, tidak dapat berpikir, tidak
mempunyai daya khayal Pada pasien psikosa depresif terdapat perasaan
bersalah yang mendalam, tidak masuk akal (irasional), waham dosa,
depersonalisasi dan halusinasi.Kadang-kadang pasien suka menunjukkan
sikap bermusuhan (hostility), mudah tersinggung (irritable) dan tidak suka
diganggu.
c. Koping maladaptif
1) DS : menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada
harapan.
2) DO : nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol
impuls.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Keputusasaan berhubungan dengan stress jangka panjang
ditandai dengan mengungkapkan keputusasaan, sulit tidur, selera makan
menurun, afek datar
2. Harga diri rendah kronis berhubungan dengan kegagalan
berulang ditandai dengan menilai diri negative, merasa tidak mampu
melakukan apapun, berjalan menunduk, postur tubuh menunduk,
mengungkapkan keputusasaan lesu dan tidak bergairah.

3. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Keputusasaan berhubungan dengan stress jangka panjang
ditandai dengan mengungkapkan keputusasaan, sulit tidur, selera makan
menurun, afek datar
Luaran :
a. Selera makan meningkat
b. Keterlibatan dalam aktivitas perawatan meningkat
c. Afek datar menurun
Intervensi :
a. Identifikasi hal yang memicu emosi
b. Fasilitasi mengungkapkan perasaan cemas, marah atau sedih
c. Buat pernytaan suportif atau empati selama fase berduka
d. Lakukan sentuhan untuk memberikan dukungan
e. Tetap bersama pasien dan pastikan keamanan selama ansietas, jika perlu
f. Kurangi tuntutan berfikir saat sakit atau lelah
g. Jelaskan konsekuensi tidak menghadapi rasa bersalah dan malu
h. Ajarkan menggunakan mekanisme pertahanan yang tepat.
i. Rujuk untuk konseling jika perlu.

2. Harga diri rendah kronis berhubungan dengan kegagalan


berulang ditandai dengan menilai diri negative, merasa tidak mampu
melakukan apapun, berjalan menunduk, postur tubuh menunduk,
mengungkapkan keputusasaan lesu dan tidak bergairah.
Luaran :
a. Penilaian diri positif meningkat.
b. Postur tubuh menampakkan wajah meningkat
c. Perasaan malu menurun
d. Perasaan tidak mampu melakukan apapun menurun
Intervensi :
a. Identifikasi harapan untuk mengendalikan prilaku
b. Diskusikan tanggung jawab terhadap prilaku
c. Jadwal kegiatan terstruktur
d. Ciptakan dan pertahankan lingkungan dan kegiatan perawatan konsisten
setiap dinas
e. Tingkatkan aktivitas fisik sesuai kemampuan
f. Batasi jumlah pengunjung
g. Bicara dengan nada rendah dan tenang
h. Cegah prilaku pasif dan agresif
i. Beri penguatan positif terhadap keberhasilan mengendalikan prilaku
j. Hindari sikap menyudutkan dan menghentikan pembicaraan
k. Hindari sikap mengancam dan berdebat
l. Informasikan keluarga bahwa keluarga sebagai dasar pembentukan
kognitif.
DAFTAR PUSTAKA

Hawari, D. (2001). Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta:


EGC.
Keliat, B.A. (1998). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Nanda. (2005-2006). Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima Medika.
Purwaningsih, dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta : Nuha Medika.
Suliswati, dkk. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Tomb, David A. (2003). Buku Saku Psikiatri. (Ed. 6). Jakarta : EGC.
PPNI, 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI, 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai