Case Report Obgyn Fitril Bonam Aamiin 1
Case Report Obgyn Fitril Bonam Aamiin 1
Disusun Oleh:
Fitril Walida, S. Ked
H1AP14052
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu komponen penilaian
Kepaniteraan Klinik di Bagian Obstertri dan Ginekologi RSUD Dr. M. Yunus
Bengkulu, Fakultas Kedokteran Universitas Bengkulu, Bengkulu.
Pada kesempatan ini Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini,
maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Penulis
sangat berharap agar laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
1.1. Anamnesis.........................................................................................................4
1.1.1. Identitas.................................................................................................4
1.1.2. Riwayat Perkawinan..............................................................................4
1.1.3. Riwayat Reproduksi..............................................................................4
1.1.4. Riwayat Kehamilan/Melahirkan...........................................................4
1.1.5. Riwayat Antenatal Care (ANC)............................................................5
1.1.6. Riwayat Gizi/Sosial Ekonomi...............................................................5
1.1.7. Riwayat Penyakit Dahulu......................................................................5
1.1.8. Riwayat Penyakit Keluarga...................................................................5
1.1.9. Anamnesis Khusus................................................................................5
1.2. Pemeriksaan Fisik.............................................................................................6
1.3. Pemeriksaan Penunjang....................................................................................8
1.4. Diagnosis Kerja.................................................................................................8
1.5. Penatalaksanaan................................................................................................8
1.6. Prognosis...........................................................................................................8
1.8. Follow Up.........................................................................................................9
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...........................Error! Bookmark not defined.
ii
2.1.5 Diagnosis..............................................Error! Bookmark not defined.
2.1.6 Tatalaksana..........................................Error! Bookmark not defined.
2.1.7 Komplikasi...........................................Error! Bookmark not defined.
2.1.8 Pencegahan..........................................Error! Bookmark not defined.
2.1.9 Prognosis..............................................Error! Bookmark not defined.
2.2 Ketuban Pecah Dini.........................................................................................35
2.2.1 Definisi..................................................................................................35
2.2.2 Epidemiologi........................................................................................36
2.2.3 Patofisiologi..........................................................................................38
2.2.4 Diagnosis..............................................................................................39
2.2.5 Pemeriksaan Lab.................................................................................40
2.2.6 Pemeriksaan USG...............................................................................41
2.2.7 Penatalaksanaan..................................................................................41
2.2.8 Komplikasi...........................................................................................41
2.2.9 Pencegahan..........................................................................................43
2.2.10 Prognosis............................................................................................43
BAB III. PEMBAHASAN.....................................................................................44
iii
BAB I. LAPORAN KASUS
1.1. Anamnesis
1.1.1. Identitas
Nama : Ny.HT
No. MR : 830621
Usia : 31 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Menarch : 13 Tahun
4
1.1.4. Riwayat Kehamilan/Melahirkan
Tabel 1.1. Riwayat Kehamilan/Melahirkan
No Jenis BBL Usia Anak
♀/♂ Umur Kehamilan Tempat Penolong
. Persalinan (gr) Sekarang
1. ♀ Aterm Spontan RS Sobirin Dokter 2900 9 tahun
2. Hamil ini
5
Riwayat Dabetes Melitus : Tidak ada
Riwayat Psikosa : Tidak ada
Keluhan Utama:
Mau melahirkan dan mules-mules.
Pasien hamil cukup bulan, usia kehamilan berdasarkan HPHT 37 minggu (HPHT 4
Februari 2020). Pasien mengaku keluar air-air sejak 10 jam SMRS, perut mules menjalar sampai
ke pinggang (+), keluar lendir darah (+).
Hidung : Simetris, tidak ada deviasi, tidak ada sekret, tidak ada tanda-
6
tanda perdarahan, dan tidak ada nafas cuping hidung.
Telinga : Tidak ada sekret dan tidak ada nyeri tekan di mastoid dan
tragus.
Mulut : Bibir tidak sianosis, tidak pucat, mukosa bibir tidak kering,
tidak ada stomatitis, dan tidak ada ulkus.
Thorax
7
A :
Bunyi Jantung I-II normal regular, tidak ada murmur
Inferior
Pemeriksaan ginekologi tanggal 22 Oktober 2020, pukul 14.30 WIB didapatkan hasil
sebagai berikut
Tabel 1.2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium pada Hari Kamis, 22 Oktober 2020.
Parameter yang diperiksa Hasil Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12,7 g/dL 12,0–15,0 g/dL
Hematokrit 41 % 37–47%
Leukosit 15.700 sel/mm3 4.000–10.000/mm3
Trombosit 164.000 sel/mm3 150.000–450.000/mm3
8
IMUNO-SEROLOGI
HBSAg Non reaktif Non reaktif
HIV Non reaktif Non reaktif
IgG (Rapid COVID-19) Non reaktif Non reaktif
IgM (Rapid COVID-19) Non reaktif Non reaktif
Diagnosis masuk :
G2P0A0 Hamil Aterm Inpartu Kala II Janin Tunggal Hidup Presentasi Bokong dengan
KPSW 10 jam+riwayat SC 1x.
1.5. Penatalaksanaan
1.6. Prognosis
9
1.7. Follow Up
10
Kamis, 22 Oktober 2020 Partus Pervaginam
R/ partus pervaginam
St. Obstetri
2.1.1. Definisi
2.2. Etiologi
Ada beberapa penyebab yang memegang peranan dalam terjadinya letak sungsang
diantaranya adalah:
a. Faktor maternal dan uterus : panggul sempit, neoplasma, kelainan uterus, kelainan
letak dan besarnya plasenta. Keadaan seperti plasenta previa disertai dengan
kedudukan janin yang tidak baik.
b. Faktor Janin : bayi besar, prematuritas, sikap janin: tidak fleksi tapi ekstensi,
kehamilan ganda, kelainan janin: hydrocephalus dan anenchepalus, hydroamnion
(Cunningham, 2005).
2.3. Malpresentasi
Malpresentasi adalah bagian terendah janin yang berada di segmen bawah rahim,
bukan belakang kepala. Sedangkan malposisi merupakan posisi abnormal dari penunjuk
(ubun-bun kecil) yang tidak berada di anterior (Saiffudin, 2010). Secara epidemiologis pada
kehamilan tunggal didapatkan presentasi kepala sebesar 96,8%, bokong 2,7%, letak lintang
0,3%, majemuk 0,1%, muka 0,05% dan dahi 0,01% (Saifuddin, 2010).
2.4. Jenis-jenis Malpresentasi
Malpresentasi dapat terjadi pada dahi, bahu, muka dengan dagu posterior dan
presentasi bokong.
12
a. Presentasi Dahi
Presentasi Dahi adalah keadaan dimana kepala janin ditengah antara fleksi
maksimal dan defleksi maksimal, sehingga dahi merupakan bagian terendah.
Presentasi dahi terjadi karena ketidakseimbangan kepala dengan panggul, saat
persalinan kepala janin tidak dapat turun ke dalam rongga panggul sehingga
persalinan menjadi lambat dan sulit. Presentasi dahi tidak dapat dilahirkan dengan
kondisi normal kecuali bila bayi kecil atau pelvis luas, persalinan dilakukan dengan
tindakan caesarea. IR presentasi dahi 0,2% kelahiran pervaginam, lebih sering pada
primigravida.
b. Presentasi Bahu
Bahu merupakan bagian terbawah janin dan abdomen cenderung melebar
dari satu sisi kesisi yang lain sehingga tidak teraba bagian terbawah anak pada pintu
atas panggul menjelang persalinan. Bila pasien berada pada persalinan lanjut setelah
ketuban pecah, bahu dapat terjepit kuat di bagian atas pelvis dengan satu tangan
atau lengan keluar dari vagina. Presentasi bahu terjadi bila poros yang panjang dari
janin tegak lurus atau pada sudut akut panjangnya poros ibu, sebagaimana yang
terjadi pada letak melintang. Presentasi bahu disebabkan paritas tinggi dengan
dinding abdomen dan otot uterus kendur, prematuritas, obstruksi panggul.
c. Presentasi Muka
Pada presentasi muka, kepala mengalami hiperekstensi sehingga oksiput
menempel pada punggung janin dan dagu merupakan bagian terendah. Presentasi
muka terjadi karena ekstensi pada kepala, bila pelvis sempit atau janin sangat besar.
Pada wanita multipara, terjadinya presentasi muka karena abdomen yang
menggantung yang menyebabkan punggung janin menggantung ke depan atau ke
lateral, seringkali mengarah kearah oksiput. Presentasi muka tidak ada faktor
penyebab yang dapat dikenal, mungkin terkait dengan paritas tinggi tetapi 34%
presentasi muka terjadi pada primigravida
d. Presentasi Bokong
Presentasi bokong atau sering disebut letak sungsang merupakan keadaan
dimana janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada
13
di bagian bawah kavum uteri (Prawirohardjo, 2008) Presentasi sungsang terjadi bila
panggul atau ekstremitas bawah janin berada di pintu atas panggul, dengan nsidensi
angka kejadian 3-4%. Presentasi bokong merupakan malpresentasi yang paling
bayak di temui dibandingkan malpresentasi yang lain (Cunningham, 2005).
14
5. Diagnosis Presentasi Bokong
a. Palpasi Abdomen: teraba kepala (balotemen) di fundus
uteri dan di atas panggul teraba massa lunak, irregular tidak terasa seperti kepala.
b. Vaginal Toucher : dapat diraba os sacrum, tuber ischia
dan anus, kadang dapat teraba kaki jika kaki merupakan bagian terbawah janin.
c. Ultrasonografi : pemeriksaan USG yang dilakukan
dapat menentukan presentasi janin, ukuran, jumlah kehamilan, lokasi plasenta, jumlah
cairan amnion, malformasi jarigan lunak atau tulang janin.
d. Auskultasi : denyut janin paling jelas terdengar di atas
umbilicus, punctum maximum denyut jantung janin terdengar di kuadran atas perut
ibu.
e. Persepsi gerakan janin oleh ibu : ibu sering merasakan
adanya benda keras (kepala) mendesak tulang iga. Pergerakan janin teraba oleh ibu di
perut bagian bawah, di bawah pusat.
Gambar 2. Presentasi bokong kaki ganda pada persalinan dengan selaput ketuban utuh1
15
dimasukkan ke dalam anus mengalami rintangan otot dan anus dengan tuberosis iskii sesuai
garis lurus. Pada letak muka, jari masuk mulut akan meraba tulang rahang dan alveola
tanpa 8 hambatan serta mulut dan tulang pipi membentuk segitiga. Sedangkan dengan USG
atau rontgen sangatlah dapat dibedakan.1,8
2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Dalam Kehamilan Mengingat bahaya-bahayanya, sebaiknya persalinan dalam letak
sungsang dihindarkan. Untuk itu bila pada waktu pemeriksaan antenatal dijumpai letak
sungsang, terutama pada primigravida, hendaknya diusahakan melakukan versi luar
menjadi presentasi kepala. Versi luar sebaiknya dilakukan pada kehamilan antara 34 dan 38
minggu. Pada umumnya versi luar sebelum minggu ke-34 belum perlu dilakukan, karena
kemungkinan besar janin masih dapat memutar sendiri, sedangkan setelah minggu ke-38
versi luar sulit untuk berhasil karena janin sudah besar dan jumlah air ketuban relatif
berkurang.6
Sebelum melakukan versi luar, diagnosis letak janin harus pasti, sedangkan denyut
jantung janin harus baik. Apabila bokong sudah turun, bokong harus dikeluarkan lebih
dahulu dari rongga panggul, tindakan ini dilakukan dengan meletakkan jari-jari kedua
tangan penolong pada perut ibu bagian bawah untuk mengangkat bokong janin. Kalau
bokong tidak dapat dikeluarkan dari panggul, usaha untuk melakukan versi luar tidak ada
gunanya. Setelah bokong keluar dari panggul, bokong ditahan dengan satu tangan, sedang
tangan yang lain mendorong kepala ke bawah sedemikian rupa, sehingga fleksi tubuh
bertambah.6
Selanjutnya kedua tangan bekerjasama untuk melaksanakan putaran janin untuk
menjadi presentasi kepala. Selama versi dilakukan dan setelah versi berhasil denyut jantung
janin harus selalu diawasi. Sesudah janin berada keadaan presentasi kepala, kepala
didorong masuk ke rongga panggul. Versi luar hendaknya dilakukan dengan kekuatan yang
ringan tanpa mengadakan paksaan. Versi luar tidak ada gunanya dicoba bila air ketuban
terlalu sedikit, karena usaha tersebut tidak akan berhasil.6
Kontraindikasi lain untuk melakukan versi luar ialah: 1) panggul sempit, 2)
perdarahan antepartum; 3) hipertensi; 4) hamil kembar; 5) plasenta previa. Pada panggul
16
sempit tidak ada gunanya melakukan versi luar, karena meskipun berhasil menjadi
presentasi kepala, akhirnya perlu dilakukan seksio sesarea. Tetapi bila kesempitan panggul
hanya ringan, versi luar harus diusahakan karena kalau berhasil akan memungkinkan
dilakukan partus percobaan. Versi luar pada perdarahan antepartum tidak boleh dilakukan,
karena dapat menambah perdarahan akibat lepasnya plasenta.6 Pada penderita hipertensi,
usaha versi luar dapat menyebabkan solusio plasenta; sedangkan pada kehamilan kembar,
selain janin yang lain dapat menghalangi usaha versi luar tersebut, yang lebih berbahaya
ialah bila janin berada dalam satu kantong amnion kemungkinan tali pusat kedua janin akan
saling melilit.6
Kalau versi luar gagal karena penderita menegangkan otot-otot dinding perut,
penggunaan narkosis dapat dipertimbangkan. Kerugian penggunaan narkosis untuk versi
luar antara lain: narkosis harus dalam, sebab dengan narkosis ringan versi laur jauh lebih
sulit dibandingkan bila penderita tetap dalam keadaan sadar. Disamping itu, karena
penderita tidak merasakan sakit ada bahaya kemungkinan digunakan tenaga berlebihan dan
dapat mengakibatkan lepasnya plasenta. Mengingat bahayanya, sebaiknya tidak melakukan
versi luar dengan menggunakan narkosis.1,6
17
Keberhasilan versi luar 3586 % (rata-rata 58 %). Peningkatan keberhasilan terjadi
pada multiparitas, usia kehamilan, frank breech, letak lintang. Newman membuat prediksi
keberhasilan versi luar berdasarkan penilaian seperti Bhisop skor (Bhisop-like score).
Zhang dkk meninjau 25 laporan terpilih mengenai versi sefalik eksternal yang
diterbitkan antara tahun 1980 dan 1991. Beberapa point yang dihasilkan patut
dipertimbangkan yaitu:9
1. Versi sefalik eksternal berhasil pada 65% pasien.
2. Jika versi sefalik berhasil, hampir semua janin tetap pada presentasi kepala dan
sebakliknya.
18
bokong komplit, kepala fetus tidak hiperekstensi dan taksiran berat janin 25003600 gram
serta tindakan augmentasi dan induksi persalinan diperbolehkan pada janin letak sungsang.
19
2. Tahap kedua: fase cepat, yaitu mulai dari lahirnya pusar
sampai lahirnya mulut. Disebut fase cepat karena pada fase ini kepala janin
mulai masuk pintu atas panggul, sehingga kemungkinan tali pusat terjepit. Oleh
karena itu fase ini harus segera diselesaikan dan tali pusat segera dilonggarkan.
Bila mulut sudah lahir, janin dapat bernafas lewat mulut.
3. Tahap ketiga: fase lambat, yaitu mulai lahirnya mulut sampai
seluruh kepala lahir. Disebut fase lambat karena kepala akan keluar dari
ruangan yang bertekanan tinggi (uterus), ke dunia luar yang tekanannya lebih
rendah, sehingga kepala harus dilahirkan secara perlahan-lahan untuk
menghindari terjadinya perdarahan intra kranial (adanya ruptur tentorium
serebelli).
Teknik
a. Sebelum melakukan persalinan, penolong harus
memperhatikan sekali lagi persiapan untuk ibu, janin, maupun penolong. Pada
persiapan kelahiran janin harus selalu disediakan cunam Piper.
b. Ibu tidur dalam posisi litotomi, sedang penolong
berdiri di depan vulva. Ketika timbul his ibu disuruh mengejan dengan
merangkul kedua pangkal paha. Pada waktu bokong mulai membuka vulva
(crowning) disuntikkan 2-5 unit oksitosin intra muskulus. Pemberian oksitosin
ini adalah untuk merangsang kontraksi rahim sehingga fase cepat dapat
diselesaikan dalam 2 his berikutnya.
c. Episiotomi dikerjakan pada saat bokong membuka
vulva. Segera setelah bokong lahir, bokong dicengkram secara Bracht, yaitu
kedua ibu jari penolong sejajar sumbu panjang paha, sedangkan jari-jari lain
memegang panggul.
d. Pada setiap his ibu disuruh mengejan. Pada waktu tali
pusat lahir dan tampak sangat tegang,tali pusat dikendorkan lebih dahulu.
e. Kemudian penolong melakukan hiperlordosis pada
badan janin guna mengikuti gerakan rotasi anterior, yaitu punggung janin
20
didekatkan ke perut ibu. Penolong hanya mengikuti gerakan ini tanpa
melakukan tarikan sehingga gerakan tersebut hanya disesuaikan dengan gaya
berat badan janin.
Bersamaan dengan dimulainya gerakan hiperlordosis ini, seorang asisten melakukan
ekspresi Kristeller pada fundus uterus, sesuai dengan sumbu panggul. Maksud ekspresi
Kristeller ini adalah:
1. Agar tenaga mengejan lebih kuat, sehingga fase cepat dapat segera diselesaikan.
2. Menjaga agar posisi kepala janin tetap dalam posisi fleksi.
3. Menghindari terjadinya ruang kosong antara fundus uterus dengan kepala janin
sehingga tidak terjadi lengan menjungkit.
21
a. 510% persalinan secara Bracht mengalami kegagalan, sehingga tidak
semua persalinan letak sungsang dapat dipimpin dengan cara Bracht.
b. Persalinan secara Bracht mengalami kegagalan terutama dalam keadaan
panggul sempit, janin besar, jalan lahir kaku misalnya pada primigravida,
adanya lengan menjungkit atau menunjuk.
22
Teknik
Tahap pertama persalinan secara bracht sampai pusat lahir. Tahap kedua melahirkan
bahu dan lengan oleh penolong.
1. Cara Klasik
Prinsip melahirkan bahu dan lengan secara klasik ini melahirkan lengan belakang
lebih dulu karena lengan belakang berada di ruang yang luas (sacrum), kemudian
melahirkan lengan depan yang berada di bawah simpisis. Kedua kaki janin dipegang
dengan tangan kanan penolong pada pergelangan kakinya dan dielevasi ke atas sejauh
mungkin sehingga perut janin mendekati perut ibu. Bersamaan dengan itu tangan kiri
penolong dimasukkan ke dalam jalan lahir dan dengan jari tengah dan telunjuk menelusuri
bahu janin sampai pada fossa kubiti kemudian lengan bawah dilahirkan dengan gerakan
seolah-olah lengan bawah mengusap muka janin.
Untuk melahirkan lengan depan, pergelangan kaki janin diganti dengan tangan
kanan penolong dan ditarik curam ke bawah sehingga punggung janin mendekati punggung
ibu. Dengan cara yang sama lengan depan dilahirkan. Keuntungan cara klasik adalah pada
umumnya dapat dilakukan pada semua persalinan letak sungsang tetapi kerugiannya lengan
janin relative tinggi didalam panggul sehingga jari penolong harus masuk ke dalam jalan
lahir yang dapat manimbulkan infeksi.
23
2. Cara Mueller
Prinsip melahirkan bahu dan lengan secara Mueller ialah melahirkan bahu dan
lengan depan lebih dulu dengan ekstraksi, baru kemudian melahirkan bahu dan lengan
belakang. Bokong janin dipegang dengan femuro-pelvik yaitu kedua ibu jari penolong
diletakkan sejajar spina sakralis media dan jari telunjuk pada Krista iliaka dan jari-jari lain
mencengkram bagian depan. Kemudian badan ditarik ke curam ke bawah sejauh mungkin
sampai bahu depan tampak di bawah simpisis dan lengan depan dilahirkan dengan mengait
lengan bawahnya. Setelah bahu depan dan lengan lahir, tarik badan janin ke atas sampai
bahu belakang lahir. Tangan penolong tidak masuk ke dalam jalan lahir sehingga
mengurangi infeksi.
3. Cara lovset
Prinsip melahirkan persalinan secara Lovset ialah memutar badan janin dalam
setengah lingkaran bolak-balik sambil dilakukan traksi curam ke bawah sehingga bahu
yang sebelumnya berada di belakang akhirnya lahir dibawah simpisis dan lengan dapat
dilahirkan. Keuntungannya yaitu sederhana dan jarang gagal, dapat dilakukan pada
semua letak sungsang, minimal bahaya infeksi. Cara lovset tidak dianjurkan dilakukan
pada sungsang dengan primigravida, janin besar, panggul sempit.
24
Gambar 7. Melahirkan bahu dan lengan dengan cara Lovset
4. Cara Bickhenbach
Prinsip melahirkan ini merupakan kombinasi antara cara Mueller dengan cara
klasik.
1. Cara Mauriceau
Tangan penolong yang sesuai dengan muka janin dimasukkan ke dalam
jalan lahir. Jari tengah dimasukkan ke dalam mulut dan jari telunjuk dan jari
keempat mencengkeram fossa kanina, sedang jari lain mencengkeram leher. Badan
anak diletakkan diatas lengan bawah penolong seolah-olah janin menunggang kuda.
Jari telunjuk dan jari ketiga penolong yang lain mencengkeram leher janin dari
punggung.
Kedua tangan penolong menarik kepala janin curam ke bawah sambil
seorang asisten melakukan ekspresi kristeller. Tenaga tarikan terutama dilakukan
oleh penolong yang mencengkeram leher janin dari arah punggung. Bila suboksiput
tampak dibawah simpisis, kepala dielevasi keatas dengan suboksiput sebagai
hipomoklion sehingga berturut-turut lahir dagu, mulut, hidung, mata dahi, ubun-
ubun besar dan akhirnya lahirnya seluruh kepala janin.
25
Gambar 8. Melahirkan kepala dengan cara Mauriceau
2. Cara Naujoks
Teknik ini dilakukan apabila kepala masih tinggi sehingga jari penolong
tidak dimasukkan ke dalam mulut janin. Kedua tangan penolong yang
mencengkeram leher janin menarik bahu curam kebawah dan bersamaan dengan itu
seorang asisten mendorong kepala janin kearah bawah. Cara ini tidak dianjurkan
lagi karena menimbulkan trauma yang berat.
3. Cara Prague
Terbalik Teknik ini dipakai bila oksiput dengan ubun-ubun kecil berada di
belakang dekat sacrum dan muka janin menghadap simpisis. Satu tangan penolong
mencengkeram leher dari bawah dan punggung janin diletakkan pada telapak tangan
penolong. Tangan penolong yang lain memegang kedua pergelangan kaki,
kemudian ditarik keatas bersamaan dengan tarikan pada bahu janin sehingga perut
janin mendekati perut ibu. Dengan laring sebagai hipomoklion, kepala janin dapat
dilahirkan.
26
Gambar 9. Melahirkan kepala dengan cara Prague terbalik
27
C. Prosedur Ekstraksi Sungsang
Tangan dimasukkan ke dalam jalan lahir mencari kaki depan dengan menelusuri
bokong, pangkal paha sampai lutut, kemudian melakukan 20 abduksi dan fleksi pada paha
janin sehingga kaki bawah menjadi fleksi. Tangan yang dikuar mendorong fundus uterus ke
bawah. Setelah kaki bawah fleksi pergelangan kaki dipegang oleh jari kedua dan jari ketiga
dan dituntun keluar dari vagina sampai batas lutut. Kedua tangan memegang betis janin,
kaki ditarik curam kebawah sampai pangkal paha lahir. Pangkal paha dipegang kemudian
tarik curam ke bawah trokhanter depan lahir. Kemudian pangkal paha dengan pegangan
yang sama dielevasi keatas sehingga trokhanter belakang lahir dan bokong pun lahir.
Setelah bokong lahir maka untuk melahirkan janin selanjutnya dipakai teknik pegangan
femuro-pelviks, badan janin ditarik curam kebawah sampai pusat lahir. Selanjutnya untuk
melahirkan badan janin yang lainnya dilakukan cara persalinan yang sama seperti pada
manual aid.
Dilakukan pada letak bokong murni (frank breech) dan bokong sudah berada di
dasar panggul sehingga sukar menurunkan kaki. Jari telunjuk tangan penolong yang searah
bagian kecil janin dimasukkan ke dalam jalan lahir dan diletakkan di pelipatan paha depan.
Dengan jari telunjuk ini pelipatan paha dikait dan ditarik curam kebawah, sehingga
28
trokhanter tampak dibawah simpisis, maka jari telunjuk penolong yang lain segera mengait
pelipatan paha ditarik curam kebawah sampai bokong lahir. Setelah bokong lahir, bokong
dipegang secara femuro-pelviks kemudian janin dapat dilahirkan dengan cara manual aid.
Persalinan letak sungsang dengan seksio sesaria sudah tentu merupakan yang
terbaik ditinjau dari janin. Banyak ahli melaporkan bahwa persalinan letak sungsang
pervaginam memberi trauma yang sangat berarti bagi janin. Namun hal ini tidak berarti
bahwa semua letak sungsang harus dilahirkan perabdominam. Persalinan diakhiri dengan
seksio sesaria bila:
Bila sebagian besar badan janin telah lahir, terjadilah pengecilan rahim, sehingga
terjadi gangguan sirkulasi plasenta dan menimbulkan anoksia janin. Keadaan ini
merangsang janin untuk bernapas. Akibatnya darah, mukus, cairan amnion dan mekonium
akan diaspirasi, yang dapat menimbulkan sufokasi. Badan janin yang sebagian sudah
berada diluar rahim, juga merupakan rangsangan yang kuat untuk janin bernapas.
29
2. Asfiksia fetalis.
Selain akibat mengecilnya uterus pada waktu badan janin lahir, yang menimbulkan
anoksia, maka anoksia ini diperberat lagi, dengan bahaya terjepitnya tali pusat pada waktu
kepala masuk panggul (fase cepat).
Mengingat penyulit pada janin akibat persalinan pervaginam cukup berat, maka
perlu dilakukan evaluasi obstetrik dengan teliti, sebelum memutuskan untuk melahirkan
janin secara pervaginam. Bila sudah diputuskan melahirkan janin pervaginam, maka
penolong dituntut untuk menguasai teknik persalinannya secara terampil. Cara persalinan
secara ekstraksi total (total extraction) merupakan cara persalinan dengan penyulit janin
yang sangat buruk, yaitu kematian janin 3 kali lebih banyak dibanding persalinan spontan.
Oleh karena itu cara persalinan ini sekarang sudah tidak dianjurkan lagi pada janin hidup.
30
Kematian perinatal pada letak sungsang dibanding dengan letak belakang kepala rata-rata 5
kali lebih banyak.1,12
2.10. Prognosis
Dibandingkan persalinan pervaginam pada presentasi bagian belakang kepala.
Morbiditas dan mortalitas ibu dan atau anak pada persalinan bokong pervaginam lebih
besar.
31
Morbiditas maternal : lebih tingginya frekuensi persalinan operatif pada presentasi
sungsang termasuk sectiocaesaria menyebabkan peningkatan morbiditas ibu antara lain :
a. Morbiditas infeksi
b. Rupture uteri
c. Laserasi servik
d. Luka episiotomi yang meluas
e. Atonia uteri akibat penggunaan analgesi sehingga terjadi perdarahan pasca
persalinan.
Morbiditas dan mortalitas perinatal : lebih tinggi dibandingkan pada presentasi
belakang kepala (vertex).
a. Fraktura humerus dan klavikula
b. Cedera pada muskulus sternokleidomastoideus
c. Paralisis tangan akibat cedera pada pleksus brachialis saat melahirkan bahu
Mortalitas perinatal terutama akibat :
a. Persalinan preterm
b. Asfiksia intrapartum (janin sudah berusaha bernafas saat kepala masih berada dalam
jalan lahir oleh karena sebagian besar tubuh janin sudah berada diluar jalan lahir
sehingga menimbulkan reflek bernafas pada janin)
c. Kelainan kongenital
32
Pengertian KPD menurut WHO yaitu Rupture of the membranes before the onset
of labour. Hacker (2001) mendefinisikan KPD sebagai amnioreksis sebelum permulaan
persalinan pada setiap tahap kehamilan. Sedangkan Mochtar (1998) mengatakan bahwa
KPD adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan pada primi
kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Hakimi (2003) mendefinisikan
KPD sebagai ketuban yang pecah spontan 1 jam atau lebih sebelum dimulainya
persalinan.Sedangkan menurut Yulaikah (2009) ketuban pecah dini adalah pecahnya
ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, dan setelah ditunggu satu jam belum terdapat
tanda persalinan. Waktu sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi rahim disebut
ketuban pecah dini (periode laten). Kondisi ini merupakan penyebab persalinan
premature dengan segala komplikasinya
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu bila
pembukaan pada primi kurang dari 3 dan pada multipara kurang dari 5cm.Ada juga yang
disebut ketuban pecah dini preterm yakni ketuban pecah saat usia kehamilan belum
masa aterm atau kehamilan dibawah 38 – 42 minggu. Arti klinis ketuban pecah dini : 19
1. Bila bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas panggul maka
kemungkinan terjadinya prolapsus tali pusat atau kompresi tali pusat menjadi besar
2. Peristiwa KPD yang terjadi pada primigravida hamil aterm dengan bagian terendah
yang masih belum masuk pintu atas panggul sering kali merupakan tanda adanya
gangguan keseimbangan foto pelvik.
3. KPD sering diikuti dengan adanya tanda – tanda persalinan sehingga dapat memicu
terjadinya persalinan preterm.
4. Peristiwa KPD yang berlangsung lebih dari 24 jam (prolonged rupture of
membrane) seringkali disertai dengan infeksi intrauterin.
5. Peristiwa KPD dapat menyebabkan oligohidramnion dan dalam jangka panjang
kejadian ini akan dapat menyebabkan hilangnya fungsi amnion bagi pertumbuhan
dan perkembangan janin.
33
2.2.2 Epidemiologi
Ketuban pecah dini prematur terjadi pada 1% kehamilan. Pecahnya selaput ketuban
berkaitan dengan perubahan proses biokimia yang terjadi dalam kolagen matriks ekstra
seluler amnion, korion, dan apoptosis membran janin. Membran janin dan desidua
bereaksi terhadap stimuli seperti infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan
membran pereduksi mediator seperti prostaglandin, sitokinin, dan protein hormon yang
merangsang aktivitas “matrix degrading enzym”
Ketuban pecah dini dapat terjadi pada kehamilan aterm, preterm dan pada
kehamilan midtrester. Frekuensi terjadinya sekitar 8%, 1 – 3 %, dan kurang dari 1 %.
Secara umum insidensi KPD terjadi sekitar 7 – 12 %. Insidensi KPD kira – kira 12 %
dari semua kehamilan (Mochtar, 1998), sedangkan menurut Rahmawati 2011 insidensi
KPD adalah sekitar 6 – 9 % dari semua kehamilan.
1. Inkompetensia serviks
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot
leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit
membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin
yang semakin besar. Serviks smemiliki suatu kelainan anatomi yang nyata, yang
bisa disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu
kelainan congenital pada serviks sehingga memungkinkan terjadinya dilatasi
berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester kedua
atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin
serta keluarnya hasil konsepsi.20
2. Peninggian tekanan inta uterin
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya :
a. Trauma : hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
b. Gemelli
Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada kehamilan
gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya
34
ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadikarena jumlahnya berlebih, isi
rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban ) relative kecil sedangkan
dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput
ketuban tipis dan mudah pecah.21
3. Makrosomia
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan
menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga menekan selaput
ketuban, manyebabkan selaput ketuban menjadi teregang, tipis, dan kekuatan
membrane menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.21
4. Hidramnion
Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000 mL. uterus
dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis
adalah peningaktan jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur.
Hidramnion akut, volume tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami
distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja.20
5. Kelainan letak
Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang
menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap
membran bagian bawah.20
6. Penyakit infeksi
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden dari
vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD. Penelitian
menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah dini.Membrana
khorioamniotik terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila jaringan ini dipacu oleh
persalinan atau infeksi maka jaringan akan menipis dan sangat rentan untuk pecah
disebabkan adanya aktivitas enzim kolagenolitik.Infeksi merupakan faktor yang
cukup berperan pada persalinan preterm denganketuban pecah dini. Grup B
streptococcus mikroorganisme yang sering menyebabkan amnionitis.20
35
2.2.3 Patofisiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan
peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan
biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput
ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degenerasi ekstraseluelr matriks.
Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivasi kolagen
berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.
Dua belas hari setelah ovum dibuahi , terbentuk suatu celah yang dikelilingi amnion
primitif yang terbentuk dekat embryonic plate. Celah tersebut melebar dan amnion
disekelilingnya menyatu dengan mula-mula dengan body stalk kemudian dengan korion
yang akhirnya menbentuk kantung amnion yang berisi cairan amnion. Cairan amnion ,
normalnya berwarna putih , agak keruh serta mempunyai bau yang khas agak amis dan
manis. Cairan ini mempunyai berat jenis 1,008 yang seiring dengan tuanya kehamilan akan
menurun dari 1,025 menjadi 1,010. Asal dari cairan amnion belum diketahui dengan pasti ,
dan masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. Diduga cairan ini berasal dari lapisan
amnion sementara teori lain menyebutkan berasal dari plasenta.Dalam satu jam didapatkan
perputaran cairan lebih kurang 500 ml
Amnion atau selaput ketuban merupakan membran internal yang membungkus janin
dan cairan ketuban. Selaput ini licin, tipis, dan transparan. Selaput amnion melekat erat
pada korion (sekalipun dapat dikupas dengan mudah). Selaput ini menutupi permukaan
fetal pada plasenta sampai pada insertio tali pusat dan kemudian berlanjut sebagai
pembungkus tali pusat yang tegak lurus hingga umbilikus janin. Sedangkan korion
merupakan membran eksternal berwarna putih dan terbentuk dari vili – vili sel telur yang
berhubungan dengan desidua kapsularis. Selaput ini berlanjut dengan tepi plasenta dan
melekat pada lapisan uterus.
Dalam keadaan normal jumlah cairan amnion pada kehamilan cukup bulan sekitar
1000 – 1500 cc, keadaan jernih agak keruh, steril, bau khas, terdiri dari 98% - 99% air, 1- 2
% garam anorganik dan bahan organik (protein terutama albumin), runtuhan rambut
lanugo, verniks kaseosa, dan sel – sel epitel dan sirkulasi sekitar 500cc/jam
36
Fungsi cairan amnion
2.2.4 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium.
1. Anamnesis
Dari anamnesis dapat menegakkan 90% dari diagnosis. Kadang kala cairan seperti
urin dan vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion. Penderita merasa basah
dari vaginanya atau mengeluarkan cairan banyak dari jalan lahir.
2. Inspeksi
Pengamatan biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru
pecah, dan jumlah airnya masih banyak, pemeriksaan ini akan makin jelas.
3. Pemeriksaan Inspekulo
Merupakan langkah pertama untuk mendiagnosis KPD karena pemeriksaan dalam
seperti vaginal toucher dapat meningkatkan resiko infeksi, cairan yang keluar dari
vagina perlu diperiksa : warna, bau, dan PH nya, yang dinilai adalah
Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan perdarahan dari serviks.
Dilihat juga prolapsus tali pusat atau ekstremitas janin. Bau dari amnion yang
khas juga harus diperhatikan.
Pooling pada cairan amnion dari forniks posterior mendukung diangnosis KPD.
Melakukan perasat valsava atau menyuruh pasien untuk batuk untuk
memudahkan melihat pooling
37
Cairan amnion di konfirmasikan dengan menggunakan nitrazine test. Kertas
lakmus akan berubah menjadi biru jika PH 6 – 6,5. Sekret vagina ibu memiliki
PH 4 – 5, dengan kerta nitrazin ini tidak terjadi perubahan warna. Kertas
nitrazin ini dapat memberikan positif palsu jika tersamarkan dengan darah,
semen atau vaginisis trichomiasis.
4. Mikroskopis (tes pakis). Jika terdapat pooling dan tes nitrazin masih samar dapat
dilakukan pemeriksaan mikroskopis dari cairan yang diambil dari forniks posterior.
Cairan diswab dan dikeringkan diatas gelas objek dan dilihat dengan mikroskop.
Gambaran “ferning” menandakan cairan amnion
5. Dilakukan juga kultur dari swab untuk chlamydia, gonnorhea, dan stretococcus
group B
2.2.7 Penatalaksanaan
1. Konservatif
Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4x500mg atau eritromisin bila
tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500mg selama 7 hari). Jika umur
38
kehamilan kurang dari 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar.
Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa
negatif berikan dexametason, observasi tanda – tanda infeksi, dan kesejahteraan
janin. Terminasi pada usia kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32 – 37
minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol),
deksametason, dan induksi setelah 24 jam. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, ada
infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda – tanda infeksi (suhu,
leukosit, tanda – tanda infeksi intrauterin). Pada usia kehamilan 32 – 37 minggu
berikan steroid untuk kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar
lesitin dan spingomietin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal
selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam selama 4 kali.
2. Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitoksin. Bila gagal seksio sesarea. Bila
tanda – tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan terminasi persalinan. Bila
skor pelvik < 5, lakukan pematangan pelviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil
lakukan seksio sesarea. Bila skor pelviks > 5 lakukan induksi persalinan.
2.2.8 Komplikasi
Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah
ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu persalinan dalam 24 jam.Pada
kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.19
Infeksi
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini.Pada ibu terjadi
korioamnionitis.Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia, omfalitis.Umumnya terjadi
korioamnionitis sebelum janin terinfeksi.Pada Ketuban Pecah Dini prematur, infeksi lebih
sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada Ketuban Pecah Dini
meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.19
39
Komplikasi Ibu:
- Endometritis
- Penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia)
- Sepsis (daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat banyak)
- Syok septik sampai kematian ibu.
Komplikasi Janin
- Asfiksia janin
- Sepsis perinatal sampai kematian janin.
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga
terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan
oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan oelh kompresi muka dan anggota badan janin serta
hipoplasi pulmonary.
2.2.9 Pencegahan
Pada pasien perokok, diskusikan tentang pengaruh merokok selama kehamilan
usaha untuk menghentikan, motivasi untuk menambah berat badan yang cukup selama
hamil, anjurkan pasangan agar menghentikan koitus pada trimester akhir.
2.2.10 Prognosis
Prognosis pada ketuban pecah dini sangat bervariatif tergantung pada :
Usia kehamilan
Adanya infeksi / sepsis
Factor resiko / penyebab
Ketepatan Diagnosis awal dan penatalaksanaan
40
Prognosis dari KPD tergantung pada waktu terjadinya, lebih cepat kehamilan, lebih sedikit
bayi yang dapat bertahan. Bagaimanapun, umumnya bayi yang lahir antara 34 dan 37
minggu mempunyai komplikasi yang tidak serius dari kelahiran premature.
41
BAB III. PEMBAHASAN
42
hiperitorid namun tidak rutin mengkonsumsi obat, saat dilakukan pemeriksaan laboratorium
hasilnya menunjukkan pasien (+) mengalami hipertiroid.
Tatalaksana awal pasien ini sudah tepat, yaitu dengan pemberian antibiotik Pemberian
cairan ini digunakan sebagai jalur pemberian obat, yaitu antibiotik Cefotaxime 2 x 1 gram
yang diberikan secara intravena. Antibiotik ini merupakan antibiotik profilaksis sebagai
upaya preventif terjadinya infeksi. Pasien dijadwalkan operasi tanggal 17 Desember 2019.
Sebelum operasi, pasien dikonsulkan dengan penyakit dalam dan diberi terapi
prophyltiouracil tablet 3x100 mg. Selanjtnya dilakukan persiapan operasi, yaitu pasien
diberikan IVFD RL xx tetes per menit. Pemberian cairan ini digunakan sebagai jalur
pemberian obat, yaitu antibiotik Cefotaxime 1 x 1 gram yang diberikan secara intravena 1
jam sebelum insisi. Antibiotik ini merupakan antibiotik profilaksis sebagai upaya preventif
terjadinya infeksi luka operasi (ILO).11
Setelah operasi SSTP dilakukan, pasien diberikan IVFD RL ditambah dengan
oksitosin 20 IU dengan kecepatan 20 tetes per menit, injeksi santagesik 3 x 500 mg sebagai
analgesik, dan asam tranexamat 3 x 500 mg sebagai antifibronolitik. Pemberian oksitosin
20 IU setelah melahirkan berfungsi untuk merangsang dan memperkuat kontraksi uterus,
sehingga dapat menghentikan perdarahan setelah melahirkan.
43
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JH, Wenstrom KD.
Breech Presentation and Delivery in William Obstetrics, 21st edition. New York:
Mc Graw Hill Company, 2001;509535.
2. Distosia (Patologi Persalinan) dalam Obstetri Patologi Bagian Obstetri dan
Ginekologi, edisi 1979. Bandung: Elstar Offset: 169185.
3. DiLeo GM. Fetal Anatomi. http://www.ahealthyme.com/fa/ahealth.csd, last update
december 10, 1999. accesssed june 20, 2011.
4. Fischer R. Breech Presentation. http://www.emedicine.com/bp/emed.css, last update
May 5, 2005. Accessed june 20, 2011.
5. Saputra RG dkk. Presentasi Bokong. Tinjauan Pustaka. Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. 2009.
6. Wiknjosastro H. Patologi Persalinan dan Penanganannya dalam Ilmu Kebidanan,
edisi ke-3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka, 2002; 607622.
7. Alan H, Cherney D, Nathan L, Goodwin TM. Current Obstetric and Gynecologic
Diagnosis and Treatment. McGraw-Hill Medical USA, 2006; 45.
8. Giuliani A, Scholl WMJ, Basver A, Tamussino KF. Mode of Delivery and Outcome
of 699 Term Singleton Breeech Deliveries at a Single Center. Am J Obstet Gynecol
2002; 187:16941698.
9. Zhang J, Bowes WA, Fortney JA. Efficacy of External Cephalic Version, Including
Safety, Cost Benefits Analysis, and The Impact on The Cesarean Delivery Rate.
Obstet Gynecol 1993; 82:306.
10. Setjalilakusuma L. Induksi Persalinan, dalam Ilmu Bedah Kebidanan, Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta, 2000.
11. Wiknjosastro H. Distosia Pada Kelainan Letak Serta Bentuk Janin. Ilmu Kebidanan.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2005.
12. Wiknjosastro H. Persalinan Sungsang. Ilmu Bedah Kebidanan, edisi ke-4. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2002
44
13. Saifuddin A. B. Persalinan Sungsang. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal, edisi ke-1. Yayasan Bina Pustaka, Jakarta 2002.
14. Mochtar R. Persalinan Sungsang. Sinopsis Obstetri, edisi ke-2. EGC, Jakarta 1998.
15. Nugroho K. Persalinan Sungsang. Tersedia pada
http//:www.geocities.com/Yosemite/rapids/ck obpt9.html. Accessed june 20, 2011.
16. Ballas S, et al. Deflexion of The Fetal Head in Breech Presentation. Incidence,
Management, and Outcome. Obstetrics and Gynecology. Diakses dari
http://www.greenjournal.org/. Juli, 2011.
17. Jenis A. Pregnancy, Breech Delivery. Diakses dari http://www.emedicine.com/.
Juli, 2011.
18. Westgren, et al. Hyperextension of The Fetal Head in Breech Presentation. A Study
with Long-Term Follow-up. Diakses dari : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/. Juli,
2011.
19. Caterini, et al. Fetal Risk in Hyperextension of The Fetal Head in Breech
Presentation. Diakses dari http://www.greenjournal.org/. Juli, 2011.
20. Schiara J, et al. Breech Presentation. Gynecology and Obstetric 6th edition,
Lippincot-Raven Publisher, Chicago 1997.
45