Anda di halaman 1dari 20

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN FREKUENSI TRANSFUSI DARAH DAN DERAJAT


DEPRESI PADA ANAK TALASEMIA MAYOR DI RSUD DR.M. YUNUS
BENGKULU

FITRIL WALIDA (H1A014052) dkk

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BENGKULU

BENGKULU

2019
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN NASKAH UNTUK
DIPUBLIKASIKAN

Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Judul artikel : Hubungan Frekuensi Transfusi Darah dan Derajat Depresi pada
Anak Talasemia Mayor di RSUD dr. M. Yunus Bengkulu

Penulis : 1. Fitril Walida


2. dr. Lucy Marturia Bangun, Sp.KJ.
3. dr. Wahyu Sudarsono, M.PH.

Nama dan alamat penulis untuk korespondensi:


Nama : Fitril Walida
Alamat : Jalan Al Hikmah 1 RT 19 Kelurahan Kandang Limun Kecamatan
Muara Bangkahulu Kota Bengkulu.
Telp : 081278834048
E-mail : fitril_w@yahoo.com
Naskah tersebut sudah diperiksa dengan seksama oleh para pembimbing/penulis
dan telah disetujui untuk dipublikasikan melalui Jurnal Kedokteran Raflesia**

( ) penulis utama ( ) corresponding author

Yang membuat pernyataan***,


Penulis 1: Fitril Walida Tanggal: 3 Mei 2019
Penulis 2: dr. Lucy Marturia Bangun, Sp.KJ. Tanggal: 3 Mei 2019
Penulis 3: dr. Wahyu Sudarsono, M.PH. Tanggal: 3 Mei 2019
*) Lembar ini dapat diperbanyak
**) Beri tanda X pada pilihan yang tepat
***) Mohon ditandatangani oleh semua penulis. Bila salah satu penulis sulit
dihubungi atau pindah alamat, maka bisa ditandatangani oleh corresponding
author

2
HALAMAN PERSETUJUAN

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN FREKUENSI TRANSFUSI DARAH DAN DERAJAT


DEPRESI PADA ANAK TALASEMIA MAYOR DI RSUD DR. M. YUNUS
BENGKULU

Dipersiapkan dan disusun oleh:


Fitril Walida
H1A014052

Telah dipertahankan di depan dewan penguji


Pada tanggal 3 Mei 2019

Telah disetujui oleh:

Pembimbing Utama

dr. Lucy Marturia Bangun, Sp.KJ. Tanggal: 3 Mei 2019

Pembimbing Pendamping

dr.Wahyu Sudarsono, M.PH. Tanggal: 3 Mei 2019

3
ABSTRAK

HUBUNGAN FREKUENSI TRANSFUSI DARAH DAN DERAJAT


DEPRESI PADA ANAK TALASEMIA MAYOR DI RSUD DR. M. YUNUS
BENGKULU

Fitril Walida1, Lucy Marturia Bangun2, Wahyu Sudarsono3


1
Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Bengkulu,
2
Bagian Kejiwaan RSJKO Soeprapto Provinsi Bengkulu, 3Bagian Ilmu Kesehatan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Bengkulu.

Latar Belakang: Talasemia merupakan penyakit gangguan darah kronik


disebabkan kelainan pada gen penyusun hemoglobin sehingga penderitanya
memerlukan transfusi darah seumur hidup sejak terdiagnosis. Rutinitas transfusi
darah dan penyakit yang dialami dapat menimbulkan beban psikologis berupa
depresi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan frekuensi transfusi
darahvdan derajat depresi pada anak talasemia mayor di RSUD dr. M. Yunus
Bengkulu.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan
menggunakan pendekatan secara cross-sectional. Penelitian ini dilakukan pada
bulan Februari-Maret 2019 di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu. Pemilihan sampel
dilakukan dengan teknik consecutive sampling. Penelitian ini menggunakan
kuesioner Child Depression Inventory (CDI) untuk menilai derajat depresi. Data
hasil penelitian ini dianalisis dengan menggunakan uji Pearson, uji Spearman dan
uji Regresi Logistik.
Hasil: Total sampel penelitian yang dianalisis adalah 24 orang, rerata frekuensi
transfusi darah pada seluruh subjek penelitian ialah 104,54 ± 24,424 kali sejak
terdiagnosis. Anak talasemia mayor yang memiliki derajat depresi sedang adalah
15 orang (62,5%) dan 9 orang (37,5%) tidak depresi. Hasil penelitian menunjukkan
tidak adanya korelasi yang bermakna antara frekuensi transfusi darah dengan
derajat depresi (r=0,106, p > 0,001).
Kesimpulan: tidak terdapat korelasi yang bermakna secara statistik antara
frekuensi transfusi darah dan derajat depresi pada anak talasemia mayor di RSUD
dr. M. Yunus Bengkulu.

Kata Kunci: Frekuensi transfusi darah, derajat depresi, anak talasemia mayor.

4
ABSTRACT

CORRELATION BETWEEN BLOOD TRANSFUSION FREQUENCY


AND DEPRESSION LEVEL IN CHILDREN WITH THALASSEMIA
MAJOR IN RSUD DR. M. YUNUS BENGKULU

Fitril Walida1, Lucy Marturia Bangun2, Wahyu Sudarsono3


1
Medicine Program, Faculty of Medicine and Health, Bengkulu University, 2Department of
Psychiatry, RSJKO Soeprapto, Bengkulu, 3Department of Health, Faculty of Medicine and Health,
Bengkulu University

Background: Thalassemia is a chronic blood disorder caused by an abnormality in


hemoglobin-forming genes which requires lifelong blood transfusion since
diagnosed. Blood transfusion routine and the disease can lead to psychological
burden of depression. This research aims to determine the correlation between
blood transfusion frequency and depression level of children with thalassemia
major in RSUD dr. M. Yunus Bengkulu.
Methods: This was an analytical observational study using cross-sectional
approach. This study was conducted from February-March 2019 in RSUD dr. M.
Yunus Bengkulu. Sampling was conducted using consecutive sampling technique.
This study used Child Depression Inventory (CDI) to assess depression level. The
resulting data were analyzed using Pearson test, Spearman test and Logistic
Regression Test.
Results: The total number of analyzed samples was 24 people, the mean frequency
of transfusion in all research subject was 104,54 ± 24,424 times after being
diagnosed. There were 15 (62.5%) children with thalassemia major that had
moderate depression level and 9 (37.5%) children without depression. The results
showed that there was insignificant correlation between blood transfusion
frequency and depression level (r = 0.106, p > 0.001).
Conclusion: There was a statistically insignificant correlation between blood
transfusion frequency and depression level in children with thalassemia major in
RSUD dr. M. Yunus Bengkulu.
Keywords: Blood transfusion frequency, depression level, children with
thalassemia major.

5
PENDAHULUAN
Talasemia merupakan suatu penyakit gangguan darah kronik yang bersifat
herediteri. Pada penyakit ini terjadi kelainan pada gen globin yang ditandai dengan
defisiensi produk rantai globin sebagai penyusun hemoglobin yang mengakibatkan
hemoglobin tidak terbentuk dan menjadikan sel darah merah mudah rusak atau
berumur pendek kurang dari 120 hari.ii
Penyakit talasemia secara global menurut data dari World Health
Organization (WHO) tahun 2012, menunjukkan sekitar 7% dari populasi dunia
merupakan pembawa sifat talasemia.iii Indonesia termasuk salah satu negara dalam
sabuk talasemia dunia, yaitu negara dengan frekuensi gen talasemia yang tinggi.
Menurut Yayasan Talasemia Indonesia (YTI) 2018, prevalensi penderita talasemia
di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun 2017 berjumlah 7.029 orang,
sampai pada tahun 2018 mencapai 8.011 orang. Jumlah pasien talasemia di Provinsi
Bengkulu terus mengalami peningkatan yang terbukti dari data register pasien di
RSUD dr. M. Yunus Bengkulu periode 2017 sampai dengan April 2018, tercatat
jumlah pasien talasemia mayor sebanyak 75 orang yang berasal dari berbagai
Kabupaten di Provinsi Bengkulu.
Talasemia mayor merupakan salah satu penyakit fisik kronik yang dapat
memengaruhi kondisi mental dan meningkatkan risiko gangguan jiwa pada
penderitanya. Gejala yang paling sering timbul berupa adanya kesan diri yang
rendah, cenderung sedih, merasa tidak yakin, mengasihani diri sendiri dan cemas
bila orang lain tidak menyukainya dan menolaknya karena sakit.iv Lama sakit lebih
dari 12 bulan serta kebutuhan untuk datang ke rumah sakit secara teratur guna
dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin dan terapi berkepanjangan berupa
transfusi darah dapat menimbulkan rasa tidak nyaman yang akhirnya berdampak
pada psikologisnya dan dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya gejala
gangguan psikiatri pada anak talasemia mayor.v Beberapa penelitian menyebutkan
bahwa gangguan psikiatrik yang paling banyak terjadi pada penderita talasemia
mayor ialah gejala depresi.vi,vii,viii
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yengil et al., (2014) mendapatkan hasil
20,5% pasien talasemia mayor mengalami depresi. Waktu perawatan yang lama di

6
rumah sakit dan tindakan pengobatan berupa transfusi darah yang menimbulkan
rasa sakit serta timbulnya pemikiran tentang masa depan yang masih belum jelas
merupakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya depresi pada anak
talasemia mayor.ix Penelitian yang dilakukan di India oleh Pattanashetti (2017)
pada pasien anak talasemia mayor yang menerima transfusi darah setiap 2–4
minggu mendapatkan hasil 32,6% pasien anak talasemia mayor mengalami depresi
ringan dan 9,68% mengalami depresi sedang.x
Berdasarkan penelitian sebelumnya di berbagai negara dapat diketahui
bahwa anak talasemia mayor dengan rutinitas transfusi darah yang dilakukan
seumur hidup sejak terdiagnosis talasemia memiliki risiko yang besar untuk
mengalami depresi. Penelitian tentang hubungan frekuensi transfusi darah dan
derajat depresi pada anak talasemia mayor belum pernah dilakukan dan
dipublikasikan di Indonesia sehingga penelitian ini perlu dilakukan di Bengkulu
agar dapat menjadi masukan bagi penatalaksanaan penyakit talasemia mayor yang
komprehensif, baik dalam aspek medis maupun aspek psikologis.

METODE

Penelitian ini menggunakan studi analitik observasional dengan pendekatan


secara cross-sectional. Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah anak
talasemia mayor Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah semua pasein
talasemia mayor di RSUD dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2019 yang rutin
mendapatkan terapi transfusi darah minimal satu kali dalam sebulan. Sampel
penelitian yang digunakan adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria
inklusi.
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien yang memiliki data rekam
medis didiagnosis talasemia mayor, anak talasemia mayor di RSUD dr. M. Yunus
yang rutin menjalani terapi transfusi darah minimal satu kali sebulan, anak
talasemia mayor yang rutin menjalani terapi transfusi darah di RSUD dr. M. Yunus
sejak awal terdiagnosis talasemia mayor, anak talasemia mayor yang berusia 8-15
tahun, orang tua/wali memberi izin anaknya menjadi responden, anak talasemia
mayor bersedia menjadi responden, anak dan orang tua bisa membaca dan menulis,

7
anak talasemia mayor masih sekolah. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah
pasien yang menderita retardasi mental, pasien pernah didiagnosis depresi
sebelumnya, anak talasemia mayor yang menjalani homeschooling. Kriteria drop
out dalam penelitian ini adalah subjek penelitian mengundurkan diri dari penelitian.
Instrumen dan alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, alat tulis,
lembar kuesioner CDI dan data rekam medik. Pada penelitian ini analisis sebaran
data diuji dengan uji Saphiro-Wilk. Analisis uji korelasi antara dua variable dengan
uji Person dan uji Spearman dan analisis multivariat dengan menggunakan uji
Regresi Logistik. data diolah menggunakan software Statistical Program for Social
Science (SPSS).

HASIL

Karakteristik Subjek Penelitian

Data distribusi frekuensi subjek penelitian meliputi usia dan jenis kelamin
pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1. Data Karakteristik Usia dan Jenis Kelamin Subjek Penelitian
Frekuensi (%)
Variabel
Laki-laki Perempuan
Usia (tahun)
8 1 (4,2%) 3 (12,5%)
9 1 (4,2%) 1 (4,2%)
10 3 (12,5%) 6 (25%)
11 4 (16,7%) 0 (0%)
12 0 (0%) 4 (16,7%)
14 1 (4,2%) 0 (0%)
Total 10 (41,7%) 14 (58,3%)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek penelitian yang berjenis kelamin


perempuan (58,3%) lebih banyak dibandingkan dengan subjek penelitian berjenis
kelamin laki-laki (41,7%). Pada penelitian ini didapatkan subjek penelitian dengan
rentang usia 8-14 tahun dengan subjek penelitian paling banyak terdapat pada
kelompok usia 10 tahun (37,5%).

8
Rerata Frekuensi Transfusi Darah pada Subjek Penelitian
Rerata frekuensi transfusi darah pada subjek penelitian dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.

Tabel 2. Rerata Frekuensi Transfusi Darah pada Subjek Penelitian


Variabel n Hasil Pengukuran
Frekuensi Transfusi Darah 24 104,54 ± 24,424

Rerata frekuensi transfusi darah pada subjek penelitian ialah 104,54 ± 24,424.
Rerata frekuensi transfusi darah paling banyak terdapat pada subjek penelitian laki-
laki usia 14 tahun dengan frekuensi transfusi darah sebanyak 159 kali dan frekuensi
transfusi darah paling sedikit terdapat pada kelompok usia 8 tahun dengan rerata
frekuensi transfusi darah sebanyak 77,25 kali.

Fekuensi Derajat Depresi dan Rerata Skor CDI (Children Depression


Inventory) pada Subjek Penelitian
Frekuensi derajat depresi dan rerata skor CDI pada subjek penelitian dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3. Frekuensi Derajat Depresi dan Rerata Skor CDI


Variabel n (%) Skor CDI
Derajat Depresi 13,71 ± 5,835*
(0-12) Tidak depresi 9 (37,5%)
(13-42) Gejala depresi sedang 15 (62,5%)
(43-54) Gejala depresi berat 0
Keterangan: *rerata skor CDI dalam mean ± SD

Rerata skor CDI pada subjek penelitian adalah 13,71 ± 5,835. Sebanyak 15 orang
(62,5%) mengalami gejala depresi sedang dan 9 orang (37,5%) lainnya tidak
depresi.

Hubungan Frekuensi Transfusi Darah dan Skor CDI


Hubungan frekuensi transfusi darah dan skor CDI dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.

9
Tabel 4. Hubungan Frekuensi Transfusi Darah dan Skor CDI
Variabel n Hasil Pengukuran p R
Frekuensi Transfusi Darah 2509 104,54 ± 24,424 0,399 0,055
Skor CDI 329 13,71 ± 5,835

Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara


frekuensi transfusi darah dan skor CDI (r= 0,055). Data skor CDI dan frekuensi
transfusi dilakukan uji normalitas data menggunakan uji Shapiro-Wilk, hasil
didapatkan bahwa data berdistribusi normal (p >0,05). Kemudian dilakukan uji
korelasi untuk melihat hubungan frekuensi transfusi darah terhadap skor CDI
menggunakan uji Pearson, hasil didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna pada frekuensi transfusi darah dan skor CDI (p >0,05).

Hubungan Frekuensi Transfusi Darah dan Derajat Depresi


Hubungan frekuensi transfusi darah dan derajat depresi pada subjek
penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5. Hubungan Frekuensi Transfusi Darah dan Derajat Depresi


Variabel n (%) Skor CDI Frekuensi p R
Transfusi
Darah
Mean ± SD Mean ± SD
Derajat Depresi
 Tidak Depresi 9 7,75±2,774 104,5±4,424 0,623 0,106
(37,5%)

 Derajat Depresi 15 17,27±3,918


Sedang (62,5%)

Pada penelitian ini dilakukan uji korelatif untuk melihat hubungan frekuensi
transfusi darah (numerik) dan derajat depresi (kategorik) menggunakan uji
Spearman. Hasil analisis data didapatkan nilai korelasi sebesar 0,106 dan p>0,05
yang menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara frekuensi transfusi
darah dan derajat depresi.

10
Analisis Multivariat
Analisis multivariat digunakan untuk melihat faktor yang paling
berpengaruh terhadap derajat depresi anak talasemia mayor.

Tabel 6. Analisis Multivariat Regresi Logistik Variabel Penelitian dan Variabel


Karakteristik Subjek Penelitian
Variabel P Value
Frekuensi Transfusi Darah 0,727
Usia 0,138
Jenis Kelamin 0,946

Hasil analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik menunjukkan tidak ada
variabel yang berpengaruh terhadap derajat depresi anak talasemia mayor di RSUD
dr. M. Yunus Bengkulu dengan nilai p>0,05 pada seluruh variabel karakteristik
subjek maupun variabel penelitian.

PEMBAHASAN

Karakteristik Subjek Penelitian

14 tahun
4,2% 8 tahun
16,7%
12 tahun
16,7%
9 tahun
8,2%
11 tahun
16,7%

10 tahun
37,5%

8 tahun 9 tahun 10 tahun 11 tahun 12 tahun 14 tahun

Gambar 1. Data Karakteristik Usia Subjek Penelitian

11
Penelitian Rejeki et al., (2011) menyatakan bahwa 56,2% penderita
talasemia mayor di Indonesia merupakan anak tingkat SD dengan rentang usia 6-
12 tahun. Di Provinsi Bengkulu, berdasarkan data Yayasan Talasemia Indonesia
(YTI) Bengkulu hingga bulan Maret 2019 tercatat 89 orang penderita talasemia
mayor yang rutin melakukan transfusi darah di RSUD dr. M. Yunus Bengkulu, 46
orang (51,6%) di antaranya berusia 8-15 tahun dengan pasien terbanyak berusia 10
tahun (24,7%).11
Penelitian ini juga menunjukkan distribusi data responden berdasarkan jenis
kelamin dan didapatkan sebanyak 14 orang perempuan (58,3%) dan 10 orang laki-
laki (41,7%). Hal ini sejalan dengan penelitian depresi pada anak talasemia mayor
yang dilakukan oleh Venty et al., (2018) yang menyatakan jumlah responden
perempuan lebih banyak (82,8%) dibandingkan laki-laki (17,2%). Pada beberapa
penelitian lain ditemukan jumlah responden laki-laki lebih banyak dibandingkan
responden perempuan.12,13 Yayasan Talasemia Indonesia cabang Bengkulu (2019)
juga menyatakan bahwa jumlah penderita talasemia laki-laki dan perempuan tidak
jauh berbeda, dengan pasien perempuan 52,3% dan laki-laki 47,7%. Talasemia
adalah penyakit genetik yang disebabkan oleh faktor alel tunggal autosomal resesif,
bukan penyakit genetik yang disebabkan oleh faktor alel yang terpaut dengan
kromosom seks/kelamin sehingga jumlah pasien perempuan dan laki-laki di
berbagai tempat tidak terlalu jauh berbeda.14
Gen beta talasemia diwariskan menurut Hukum Mendel secara autosomal
resesif, sehingga anak dari pasangan pembawa bakat mempunyai kemungkinan
25% normal, 50% sebagai pembawa bakat dan 25% kemungkinan merupakan
penderita, kemungkinan tersebut tidak tergantung jenis kelamin, di mana sintesis
rantai polipeptida globin beta hanya berlangsung di dalam sel-sel dari seri eritroid,
meskipun gen globin beta juga terdapat dalam kromosom sel- sel yang lain.15

Rerata Frekuensi Transfusi Darah Subjek Penelitian


Hasil analisis data pada penelitian ini menunjukkan rerata frekuensi
transfusi darah pada subjek penelitian adalah 104,54 ± 2,424. Frekuensi transfusi
darah terbanyak ditemukan pada responden yang berusia 14 tahun yaitu 159 kali

12
dan yang paling sedikit pada usia 8 tahun yaitu 77 kali. Hasil ini sesuai dengan
penelitian oleh Shah et al., (2010) yang menyatakan terdapat hubungan linier antara
usia pasien talasemia mayor dengan jumlah transfusi darah yang diterima. Makin
bertambah usia, kebutuhan transfusi darah meningkat sehingga frekuensi transfusi
darah yang diterima juga semakin meningkat yang disebabkan oleh kondisi
penyakit yang makin memburuk.16

Derajat Depresi dan Rerata Skor CDI pada Subjek Penelitian


Hasil analisis data pada penelitian ini diketahui sebanyak 15 orang (62,5%)
memiliki gejala depresi sedang (37,5%) dan 9 orang lainnya tidak depresi (37,5%).
Rerata skor CDI pada penelitian ini ialah 13,71 ± 5,835. Hal ini sejalan dengan
penelitian oleh Purnamaningsih (2012) yang membandingkan skor CDI pada anak
yang sehat dengan pasien yang menderita talasemia mayor dan didapatkan rerata
skor CDI pada pasien talasemia mayor ialah 13,18 ± 5,24 sedangkan rerata skor
CDI pada anak yang sehat ialah 10,14 ± 3,92. Pada kuesioner CDI, skor 13-41
dikategorikan sebagai depresi sedang.
Sebagian besar studi menemukan depresi pada anak-anak secara umum
tergolong rendah (<1%) dan kemudian meningkat secara substansial sepanjang
masa remaja.17,18,19 Banyak faktor yang dapat menjelaskan peningkatan pasca
pubertas yang tercatat dalam prevalensi karena remaja adalah periode
perkembangan yang ditandai oleh perubahan biologis dan perubahan sosial.
Kontributor yang menjadi penentu kejadian depresi pada anak dan remaja adalah
masa puber, pematangan otak, kognitif, pemahaman sosial, faktor kepribadian dan
kondisi fisik.20 Anak yang menderita penyakit kronik seperti talasemia mayor
memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami depresi.
Kaplan (2010) menyatakan bahwa beberapa kondisi kronis dapat menjadi
penyebab terjadinya depresi dan risiko terjadinya depresi akan meningkat seiring
dengan semakin beratnya penyakit.21

Hubungan Frekuensi Transfusi Darah dan Skor CDI


Hasil analisis data tentang hubungan frekuensi transfusi darah dan skor CDI
menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna (p>0,05; r=0,055). Bila dilihat

13
dari rerata skor CDI (13,71±5,835) diketahui bahwa sebagian besar (62,5%)
responden merupakan kelompok gejala depresi sedang. Akan tetapi, dari data yang
telah dianalisis pada penelitian ini menunjukkan bahwa gejala depresi sedang yang
dimiliki oleh sebagian besar responden tidak berhubungan dengan frekuensi
transfusi darah.
Pada penelitian oleh Pattanashetti et al., 2017 didapatkan depresi derajat
ringan hingga sedang terjadi pada 40% anak talasemia mayor yang menjalankan
transfusi darah dengan frekuensi 2-4 minggu sekali di India. Pada anak talasemia
di Iran yang sudah menjalani transfusi darah rutin selama 2-4 minggu sekali juga
ditemukan adanya derajat depresi.22 Penelitian lain oleh Venty et al., (2018) yang
menunjukkan tidak adanya korelasi antara frekuensi transfusi darah dengan depresi.
Penelitian oleh Mednick et al., (2010) juga memiliki temuan serupa. Frekuensi
transfusi darah disebutkan tidak secara langsung berhubungan dengan terjadinya
depresi pada anak talasemia mayor.
Perbedaan hasil yang didapatkan dari berbagai penelitian di dunia tentang
hubungan frekuensi transfusi darah dan derajat depresi dapat disebabkan oleh
banyak faktor, diantaranya ialah frekuensi transfusi darah pada penelitian tersebut
sebagai kriteria inklusi berupa pasien talasemia yang mendapat transfusi darah 2-4
minggu sekali. Sedangkan pada penelitian ini frekuensi transfusi darah diartikan
sebagai jumlah transfusi darah yang sudah pernah diterima oleh anak talasemia..
Transfusi darah yang dilakukan secara rutin setiap bulan menyebabkan pasien harus
izin sekolah 1 hari hingga 1 minggu setiap bulan untuk menjalani terapi.23 Hal ini
dapat menyebabkan anak talasemia mayor mengalami penurunan prestasi belajar
di sekolah, berkurangnya waktu belajar dan bermain dengan teman sebaya di
sekolah yang dinyatakan memiliki hubungan yang signifikan dengan timbulnya
depresi pada anak talasemia mayor.24
Hal ini sesuai dengan penelitian Koutelekos (2013) yang menyatakan bahwa
peningkatkan absensi sekolah dapat memengaruhi interaksi sosial pasien dengan
teman sebaya mereka. Oleh karena itu, mereka merasa terisolasi dan rentan
terhadap depresi.25 Aji et al., (2009) menyebutkan bahwa gangguan fungsi
emosional pada anak talasemia dapat dipengaruhi oleh berbagai hal, yaitu perasaan

14
tertekan saat penegakan diagnosis penyakit, keharusan tidak masuk sekolah karena
harus menjalani rangkaian terapi berupa transfusi darah, pemeriksaan Hb pra
transfusi, pemeriksaan kadar ferritin, dan konsumsi kelasi besi yang harus dijalani
setiap bulan secara teratur. Selain itu, faktor dukungan keluarga, stresor lingkungan,
dan komplikasi penyakit juga dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya depresi
pada anak talasmeia mayor.26

Hubungan Frekuensi Transfusi Darah dan Derajat Depresi


Hasil analisis data pada penelitian ini menunjukkan sebanyak 15 orang
mengalami gejala depresi sedang (62,5%). Dari hasil uji korelasi dengan
menggunakan uji Spearman menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan
antara frekuensi transfusi darah dan derajat depresi dengan nilai korelasi (r=0,106)
dan p>0,05. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Purnamaningsih
(2012) menujukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara frekuensi transfusi
dan derajat depresi pada anak talasemia mayor (p>0,05).27
Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa penelitian yang menyebutkan
adanya derajat depresi ringan hingga sedang pada anak talasemia mayor di berbagai
negara, namun pada seluruh penelitian tersebut belum ada yang secara spesifik
menhanalisis hubungan derajat depresi dengan jumlah frekuensi transfusi yang
telah diterima oleh subjek penelitiannya seperti pada penelitian ini.9,22,10
Ada banyak faktor yang dapat memicu timbulnya gejala depresi pada anak
talasemia mayor, di antaranya serangan penyakit di usia muda, rawat inap berulang
untuk transfusi darah, komplikasi akibat penyakit yang dapat memengaruhi
perkembangan psikososial penderita talasemia secara keseluruhan. Keterbatasan
aktivitas, sifat terlalu mengekang yang dilakukan orang tua, serta seringnya anak
absen dari sekolah akan memengaruhi interakasi sosial anak dengan kelompok
bermainnya.28 Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya depresi sedang pada sebagian
besar responden penelitian bisa disebabkan oleh berbagai faktor tersebut dan faktor-
faktor lain yang belum diteliti, misalnya faktor stresor psikososial, riwayat keluarga
dengan depresi, pendidikan orang tua, status ekonomi keluarga, dukungan sosial
serta faktor kepribadian.29

15
Kronisitas penyakit mempengaruhi secara negatif kehidupan sosial anak-
anak karena mengungkapkan penyakit, memicu komentar atau pertanyaan dari
lingkungan teman, terutama di sekolah. Biasanya, anak-anak thalassemia menolak
untuk mendiskusikan kesehatan mereka dengan teman dan bergantung hanya pada
orang tua.30 Akan tetapi, setiap anak memiliki perbedaan sikap dalam menanggapi
dan menghadapi penyakit kronis yang diderita. Respons yang berbeda tergantung
pada karakteristik pribadi, usia, tahap perkembangan kognitif, kemampuan
beradaptasi, serta riwayat penyakit yang pernah dihapai.31

Pengaruh Frekuensi Transfusi Darah, Usia dan Jenis Kelamin terhadap


Derajat Depresi
Pada analisis multivariat tidak didapatkan variabel yang berpengaruh
terhadap derajat depresi anak talasemia mayor di RSUD dr. M. Yunus Bengkulu
dengan nilai p>0,05 pada variabel usia, jenis kelamin maupun frekuensi transfusi
darah subjek penelitian.
Hasil ini sejalan dengan penelitian oleh Masdar et al., (2016) yang
menyatakan sebanyak 17,4% anak usia sekolah mengalami depresi dan tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara depresi dan jenis kelamin.32 Penelitian
Shafiee et al., (2014) juga menyatakan, meskipun rerata depresi agak lebih tinggi
pada laki-laki, namun derajat depresi juga tidak berbeda secara signifikan antara
laki-laki dan perempuan (p=0,67).
Selain jenis kelamin, hasil penelitian ini juga menunjukkan tidak ada
hubungan yang bermakna antara usia dan derajat depresi. Sebagian besar studi
menemukan depresi pada anak-anak secara umum tergolong rendah dan kemudian
meningkat secara substansial sepanjang masa remaja.19 Selama tahun-tahun
pertama kehidupan, anak-anak belum menyadari tentang penyakit yang diderita,
namun sudah dapat merasakan gejala-gejala yang ditimbulkan pada penyakit
talasemia.25 Semakin bertambah usia, penderita talasemia mulai menyadari
penyakit yang diderita. Kesadaran mengenai penyakit yang terjadi pada diri anak
talasemia dapat berkembang menjadi reaksi penolakan dan adanya dampak yang
ditimbulkan oleh penyakit tersebut dalam banyak aspek kehidupan menjadi

16
semakin jelas selama usia prasekolah dan sekolah.25 Banyak faktor selain usia dan
jenis kelamin dapat menjadi stresor yang bisa menyebabkan terjadinya depresi pada
anak talasemia mayor. Hal ini dapat berupa stresor yang berasal dari keluarga,
lingkungan sekolah, baik itu stresor dari kegiatan akademik, guru maupun teman-
teman sekolahnya, akan tetapi berbagai stressor tersebut akan kembali dipengaruhi
oleh faktor dukungan sosial dan faktor kepribadian sebagai bentuk pertahanan diri
dari timbulnya gangguan psikologis.33

KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1. Hasil karakteristik subjek penelitian:
a. Subjek penelitian paling banyak pada kelompok usia 10 tahun
dengan frekuensi 37,5%.
b. Sebanyak 58,3% subjek penelitian adalah perempuan.
2. Rerata frekuensi transfusi darah pada subjek penelitian ialah 104,54 ±
24,424 kali sejak terdiagnosis.
3. Subjek penelitian dengan derajat depresi sedang berjumlah 14 orang dengan
frekuensi 62,5% dan 9 orang tidak depresi (37,5%). Rerata skor CDI pada
subjek penelitian ialah 13,71 ± 5,853.
4. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara frekuensi transfusi darah
dan derajat depresi pada anak talasemia mayor di RSUD dr. M. Yunus
Bengkulu.

SARAN
Saran yang dapat diberikan terkait dengan hasil penelitian ini adalah:
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor lain yang dapat
memengaruhi terjadinya depresi pada anak talasemia mayor selain frekuensi
transfusi darah.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih
banyak dengan rentang usia yang lebih luas.
3. Perlu dilakukan pendampingan bagi anak talasemia mayor dalam
kesehariannya untuk menghindari dampak psikososial yang dirasakan

17
pasien akibat penyakit yang diderita sera perlu pemberian dukungan dari
keluarga dan orang-orang terdekat untuk menumbuhkan rasa percaya diri
pasien talasemia mayor.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mednick, L. et al., 2010. Symptoms of Depression and Anxiety in Patents


with Thalassemia. Am J Hematol, October.pp. 802-805.
2. Suriadi, 2010. Perawatan pada Anak. Jakarta: Sagung Seto.
3. WHO, 2012. The Global Burden Of Disease Up Date, s.l.:
www.who.int/healthinfo/global_burden_disease/GBD_report_2004update
_full.pdf.
4. Khamoushi, F. et al., 2015. Prevalence and Socio-Demographic
Characteristics Related to Stress, Anxiety, and Depression among Patients
with Major Thalassemia in the Kermanshah Country. Journal of Biology
and Today's World, 3(2322-3308), pp. 79-84.
5. Coupey, N. L. A. L., 2008. Chronic Illness in Adolescent. In: Adolescent
Health Care: A Practical Guide. Philadelphia: Lippincolt Williams &
Wilkins, pp. 1511-1512.
6. Naderi, Hormozi, R., Ashrafi & Emamdadi, 2012. Evaluation of Mental
Health and Related Factors among Patients with Beta Thalassemia
Major in South East of Irian. Iranian Journal of Psychiatry, Volume 1, p.
47.
7. Hashemi, Banaei-Boroujeni & Kokab, 2012. Prevalence of Major
Depressive and Anxiety Disorders in Hemophilic and Major Beta
Thalassemic Patients. Iranian Journal of Pediatric Hematology Oncology,
1(2), pp. 11-6.
8. Ghanizadeh, Khajavian & Ashkani, 2006. Prevalence of Psychiatric
Disorders, Depression, and Suicidal Behavior in Child and Adolescent with
Thalassemia Major. Journal of Pediatric Hematology/Oncology, 12(28),
pp. 781-4.
9. Yengil, E. et al., 2014. Anxiety, Depression And Quality of Life In Patients
Beta Thalassemia Major And Their Caregivers. International Journal of
Clinical and Experimental Medicine, pp. 2165-2172.
10. Pattanashetti, M., Mugali, J., Pattanashetty, N. & Patil, S., 2017. A Study of
Severity of Depression in Thalassemia Patients. The International Journal
of Indian Psychology, pp. 30-33.
11. Rejeki, D. S. S., Nurhayati, N., Supriyanto & Kartikasari, E., 2012. Studi
Epidemiologi Deskriptif Talasemia. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional, Volume 7, pp. 139-144.
12. Palit, S., Bhuiyan, R.H., Aklima, J., Emran, T.B., Dash, R., 2012. A Study
of The Prevalence of Thalassemia and Its Correlation with Liver Function
Test in Different Age and Sex Groups in The Chittagong District of
Bangladesh. Journal of Basic and Clinical Pharmacy , pp. 352-357.

18
13. Sawitri, H. & Husna, C. A., 2018. Karakteristik Pasien Thalasemia Mayor
di BLUD RSU Cut Meutia Aceh Utara Tahun 2018. Jurnal Averrous,
Volume 4.
14. Aryuliana., Muslim & Winarni, M., 2004. Biologi. Jakarta: Erlangga.
15. Bulan, 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Hidup Anak
Talasemia Beta Mayor. Magister Ilmu Biomedik dan Program
Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Anak.
16. Shah, Anupa, Dhaval & Vora, 2010. Effectiveness of Transfusion Program
In Thalassemia Major Patients Receiving Multiple Blood Transfusion At A
Transfusion Centre In Western India. Asian Journal Of Transfusion Science,
pp. 94-8.
17. Patton & Viner, 2007. Pubertal Transition in Health. Volume 369, pp. 1130-
39.
18. Cyranowski., Frank., Young & Shaer, 2000. Adolescent Onset of The
Gender Difference in Lifetime Rates of Major Depression. Arch Gen
Psychiatry, Volume 57, pp. 21-27.
19. Kessler, Avenevoli & Merikangas, R., 2001. Mood Disorder in Children
And Adolescents: An Epidemiology Perspective. Biol Psychiatry, Volume
49, pp. 1002-14.
20. Thapar, A., Collishaw, S., Pine, D. & K Thapar, A., 2012. Depression In
Adolescence. National Library of Medicine, Volume 11, pp. 1056-1067.
21. Kaplan, H., Sadock, B. & Grebb, J., 2010. Ilmu Pengetahuan Perilaku
Psikiatri Klinis. Jakarta: Bina Rupa Aksara.
22. Shafiee, et al., 2014. Prevalence of Depression in Patients with Beta
Thalassemia as Assessed by the Beck's Depression Inventory. Informa
Healthcare, pp. 289-291.
23. Cromer, 2011. Adolescent Physical and Social Development. In: Nelson
Textbook of Pediatrics. Philadelphia: Elsevier, pp. 649-54.
24. Yahia, et al., 2013. Predictors of Anxiety and Depression In Egyptian
Thalassemic Patients. Int J Hematol, pp. 97:604-9.
25. Koutelekos, J. & Haliasos, N., 2013. Depression And Thalassemia In
Children, Adolescent And Adults. Health Science Journal, 7(3), pp. 239-
246.
26. Aji, D. N. et al., 2009. Faktor-faktro yang Berhubungan dengan Kualitas
Hidup Pasien Thalassemia Mayor di Pusat Thalassemia Departemen Ilmu
Kesehatan Anak RSCM. Sari Pediatri, Volume 11, pp. 85-89.
27. Purnamaningsih, K. A., 2012. Depresi dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi pada Penderita Thalassemia Beta Mayor. Electronic
Theses & Disertations Gajah Mada University.
28. Saini, et al., 2007. Case Control Study of Psychosocial Morbidity in Beta
Thalassemia Major. The Journal of Pediatrics, Volume 5, pp. 616-20.
29. Mehler-Wex, C. & Kolch, M., 2008. Depression in Children and
Adolescents. Deutscher Arzte-Verlag Int, Volume 9, pp. 149-155.
30. Mesia-Warner, Nangle & Hansen, 2006. Bringing Evidence-based Child
Mental Health Services to The School. Educ Treat Child, Volume 29, pp.
165-172

19
31. Pradhan, et al., 2013. Psychopathology and Self-esteem in Chronic Ilness.
Indian J Pediatr, Volume 2, pp. 135-8.
32. Masdar, H. et al., 2016. Depresi, Ansietas dan Stress serta Hubungannya
dengan Obesitas pada Remaja. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, Volume 12,
pp. 138-143.
33. Roberts, et al., 2012. Overweight and Obesity in Children and Adolescents.
Statistics Canada, 3(23), pp. 1-7.

nick, L. et al., 2010. Symptoms of Depression and Anxiety in Patents with


Thalassemia. Am J Hematol, October.pp. 802-805.
1. Suriadi, 2010. Perawatan pada Anak. Jakarta: Sagung Seto.
2. WHO, 2012. The Global Burden Of Disease Up Date, s.l.:
www.who.int/healthinfo/global_burden_disease/GBD_report_2004update
_full.pdf.
3. Khamoushi, F. et al., 2015. Prevalence and Socio-Demographic
Characteristics Related to Stress, Anxiety, and Depression among Patients
with Major Thalassemia in the Kermanshah Country. Journal of
Biology and Today's World, 3(2322-3308), pp. 79-84.
4. Coupey, N. L. A. L., 2008. Chronic Illness in Adolescent. In: Adolescent
Health Care: A Practical Guide. Philadelphia: Lippincolt Williams &
Wilkins, pp. 1511-1512.
5. Naderi, Hormozi, R., Ashrafi & Emamdadi, 2012. Evaluation of Mental
Health and Related Factors among Patients with Beta Thalassemia
Major in South East of Irian. Iranian Journal of Psychiatry, Volume 1,
p. 47.
6. Hashemi, Banaei-Boroujeni & Kokab, 2012. Prevalence of Major
Depressive and Anxiety Disorders in Hemophilic and Major Beta
Thalassemic Patients. Iranian Journal of Pediatric Hematology Oncology,
1(2), pp. 11-6.
7. Ghanizadeh, Khajavian & Ashkani, 2006. Prevalence of Psychiatric
Disorders, Depression, and Suicidal Behavior in Child and Adolescent
with Thalassemia Major. Journal of Pediatric Hematology/Oncology,
12(28), pp. 781-4.
8. Yengil, E. et al., 2014. Anxiety, Depression And Quality of Life In
Patients Beta Thalassemia Major And Their Caregivers. International
Journal of Clinical and Experimental Medicine, pp. 2165-2172.
9. Pattanashetti, M., Mugali, J., Pattanashetty, N. & Patil, S., 2017. A Study
of Severity of Depression in Thalassemia Patients. The International
Journal of Indian Psychology, pp. 30-33.

20

Anda mungkin juga menyukai