Anda di halaman 1dari 12

JURNAL READING

“Diabetes Mellitus and Its Associated Factors in Tuberculosis Patients in Maekel Region,
Eritrea: Analytical Cross-Sectional Study”

Disusun oleh:

Novta Silfia Pabalik

202282077

Pembimbing:

dr. Regina Wanane, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD DR JHON PIET WANANE KABUPATEN SORONG

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PAPUA
2024
LEMBAR PENGESAHAN

Nama Lengkap : Novta Silfia Pabalik

Nomor Induk Mahasiswa : 202282077

Jurusan : Program Pendidikan Profesi Dokter

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Papua

Bagian Pendidikan : Ilmu Penyakit Dalam

Judul journal reading :

“Diabetes Mellitus and Its Associated Factors in Tuberculosis Patients in Maekel Region,
Eritrea: Analytical Cross-Sectional Study”

Diajukan pada : Januari 2024

Pebimbing : dr. Regina Wanane, Sp.PD

Telah diperiksa dan disahkan ada tanggal ...........................................................

Mengetahui,

Pembimbing,

dr. Regina Wanane, Sp.PD


IDENTITAS ARTIKEL

Nama Penulis : Zenawi Zeramariam Araia, Araia Berhane Mesfin, Amanuel Hadgu
Mebrahtu, Adiam Ghebreyohanns Tewelde, Randa Osman & Hagos
Andom Tuumzghi.

Judul : Diabetes Mellitus and Its Associated Factors in Tuberculosis Patients


in Maekel Region, Eritrea: Analytical Cross-Sectional Study

Asal Jurnal : Dove Medical Press

Tahun Terbit : 2021

Jenis Penelitian : Epidemiologi


PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) masih menjadi penyebab ketakutan dan stigma masyarakat di


berbagai belahan dunia yang menyebabkan jutaan angka kesakitan dan kematian setiap
tahunnya. Epidemic global TB terutama pada Negara berpenghasilan menengah hingga
rendah . Salah satu tantangan utama dalam mengatasi TBC adalah perubahan transisi
epidemiologi dan demografi seiring dengan bertambahnya populasi, meningkatnya beban
penyakit tidak menular, dan memperburuk penyakit penyerta. Masalah kesehatan
masyarakat yang dapat dicegah namun tidak dapat disembuhkan adalah meningkatnya
penyakit Diabetes Melitus (DM), dengan perkiraan global 425 juta kasus pada tahun 2017,
diperkirakan meningkat menjadi 629 juta pada tahun 2045. DM sebagai salah satu faktor
risiko yang meningkatkan berkembangnya TBC hingga tiga kali lipat, 15% kasus TBC
global yang disebabkan oleh DM. Dalam tinjauan sistematis mengenai prevalensi DM tipe
2 dan TB di negara berpenghasilan rendah dan menengah, prevalensi DM di kalangan
pasien TB berkisar antara 1,8% hingga 45%, sedangkan prevalensi TB di antara penderita
DM berkisar antara 0,1% hingga 6,0 %, untuk itu diperlukan adanya program skrining dua
arah TB-DM.

Saat ini, terjadi peningkatan prevalensi pasien TBC yang hidup dengan diabetes, oleh
karena itu pengembangan pendekatan sistematis untuk menangani penyakit tidak menular
terutama diabetes di negara berpenghasilan rendah sangatlah penting. Pasien TB dengan
DM mempunyai gambaran klinis yang lebih parah dan hasil pengobatannya seringkali lebih
buruk dibandingkan pasien tanpa DM, dengan risiko kegagalan pengobatan dan
kekambuhan yang lebih tinggi. Selain itu, DM dapat mempercepat munculnya TBC yang
resistan terhadap obat di pada pasien yang menerima pengobatan TBC. Sebaliknya, TB
dapat meningkatkan resistensi insulin, memicu timbulnya diabetes pada individu yang
memiliki kecenderungan diabetes, dan memperburuk kadar glikemik pada kasus diabetes.
Selain itu, efektivitas pengobatan TBC dan diabetes menurun karena interaksi obat, yang
berkontribusi terhadap kegagalan pengobatan TBC dan glikemia yang tidak terkontrol.

Di Eritrea, prevalensi DM pada populasi umum adalah 3,8%. Selain itu, laporan Sistem
Informasi Manajemen Kesehatan (HMIS) menunjukkan bahwa DM merupakan penyebab
utama kesakitan di wilayah Maekel dan menduduki peringkat lima besar penyakit dalam
hal mortalitas dan kesakitan di tingkat nasional pada tahun 2019. Prevalensi TBC mencapai
123 per 100.000 penduduk. Menanggapi hal tersebut, Negara ini telah mengadopsi
kerangka kerja kolaboratif Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Persatuan Internasional
untuk pengendalian TBC dan DM. Salah satu komponen utama kerangka ini adalah
skrining dua arah terhadap pasien TBC dan diabetes. Namun penerapannya belum berjalan
sesuai harapan di berbagai wilayah tersebut, karena kurangnya literatur mengenai beban
komorbiditas TB-DM dan faktor risiko terkait.
METODE

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Maekel, salah satu dari enam wilayah di Eritrea. Kota ini
berpenduduk padat dan merupakan wilayah pertama yang melakukan skrining DM pada
pasien TBC dan memiliki kualitas data rutin TBC dan DM yang relatif lebih baik

Desain Studi

Penelitian ini menggunakan desain studi analitik cross-sectional.

Metode Penelitian

1. Populasi Studi

Subyek penelitian adalah seluruh pasien TBC yang terdiagnosis TBC pada tanggal 1
Januari 2016-31 Desember 2019 di seluruh tempat diagnosis dan pengobatan TBC di
wilayah Maekel, yang didiagnosis, baik dikonfirmasi secara bakteriologis (dengan
mikroskop smear dan Xpert MTB/RIF) maupun yang didiagnosis secara klinis (kelainan
dengan rontgen, kasus ekstra paru tanpa konfirmasi laboratorium dan keputusan dokter).

2. Variabel, Instrumen dan Pengummpulan Data

Dalam penelitian ini, DM merupakan variabel luaran dan variabel sosiodemografi


serta klinis merupakan faktor risiko DM pada pasien TB. Alat abstraksi data terstruktur
yang telah diuji sebelumnya digunakan untuk mengumpulkan variabel klinis dan sosio-
demografis berikut dari registrasi pengobatan TB, register laboratorium TB, kartu
pengobatan TB) dan laporan surveilans (gizi pasien TB triwulanan). Hasil BMI
diklasifikasikan menjadi kurus (<18,5), berat badan normal (18,5–24,9), berat badan
lebih (25–29,9) dan obesitas (>30), Hasil skrining DM yang dikumpulkan dari rekam
medis pasien TB (kartu pengobatan TB dan laporan penilaian gizi dan diabetes pasien
TB triwulanan). Klasifikasi DM menggunakan kriteria diagnostik WHO (kadar glukosa
darah puasa ≥ 126mg/dl dianggap sebagai DM dan kadar glukosa darah puasa 110–125
mg/dl dianggap sebagai pra-diabetes)
3. Metode

Data yang dianonimkan dimasukkan dan dianalisis menggunakan IBM SPSS


Statistics for Windows versi 23. Data kategorikal dianalisis menggunakan frekuensi dan
proporsi, sedangkan uji Chi-square digunakan untuk menilai hubungan DM dengan
karakteristik sosio-demografis dan klinis. Untuk menentukan kekuatan hubungan,
dilakukan analisis regresi logistik univariabel dan multivariabel, dengan tingkat
signifikansi ditetapkan sebesar 5%

HASIL

Antara tahun 2016 dan 2019, terdapat 1.349 pasien TBC yang terdaftar di lokasi penelitian.
Sebanyak 204 (15,12%) tidak memiliki hasil tes glukosa darah yang terdokumentasi dan 11
lainnya adalah anak-anak <15 tahun sehingga dikeluarkan dari analisis akhir. Sebanyak
1134 memenuhi syarat untuk penelitian ini dan dimasukkan dalam analisis akhir.

1. Profil Demografis Peserta Studi


Di antara peserta penelitian, 608 (53,6%) adalah laki-laki. Usia rata-rata adalah 43
tahun (kisaran interkuartil 30–60), dengan sepertiga (342) berusia ≥55 tahun. Hampir
dua pertiga (597) memiliki BMI <18,5 dan 140 (12,4%) adalah HIV positif. Mayoritas
(72,5%) tinggal di perkotaan. Hampir seluruhnya (93,2%) merupakan penderita TBC
baru dan 751 (66,3%) terdiagnosis TBC paruPrevalensi DM pada Kasus TBC
2. Prevalensi DM pada Kasus TBC

Prevalensi DM pada penderita TBC adalah 112/1134 (9,9%). Diantara mereka yang
mengidap TB dan DM, 61 (54,5%) diketahui mengidap DM dan sisanya didiagnosis
melalui pemeriksaan DM rutin, 18 (10,4%) kasus TBC ditemukan berada pada tahap
pra-diabetes. Prevalensi DM lebih tinggi pada laki-laki, 70 (11,5%) dibandingkan
perempuan, 42 (8,0%) dan meningkat seiring bertambahnya usia dari 2% pada kelompok
usia 15-24 tahun menjadi 17,3% pada kelompok usia ≥55 tahun. Prevalensi juga
meningkat seiring dengan BMI, dari 5,9% pada kelompok dengan berat badan kurang
menjadi 25% pada kelompok obesitas. Tidak ada perbedaan titik prevalensi berdasarkan
tempat tinggal, jenis TB atau status HIV.

Gambar 1. Karakteristik Sosio-Demografis dan Klinis Penderita TBC


yang Terdaftar dalam Studi di Wilayah Maekel, 2016–2019.
Gambar 2. Perbandingan Kasus TB-DM dan TB Tanpa DM di Wilayah Maekel, 2016–
2019.
Gambar 3. Regresi Logistik Univariabel dan Multivariabel terhadap Faktor Risiko DM
pada Kasus TBC di Wilayah Maekel, 2016–2019.

DISKUSI

Prevalensi DM di antara kasus TB pada penelitian ini adalah 9,9%, dua kali lipat lebih
tinggi dibandingkan kejadian DM pada populasi umum di Eritrea. Hal ini konsisten dengan
temuan di Tanzania (9,7%) dan gabungan prevalensi DM di Afrika Sub-Sahara (9%).
Berbeda dengan temuan global lainnya, hal ini disebabkan oleh perbedaan karakteristik
sosio-ekonomi dan demografi dari populasi yang diteliti dan beban kedua penyakit tersebut
di negara masing-masing. Variasi dalam metode diagnostik DM di antara penelitian yang
berbeda dapat mempengaruhi prevalensi yang dilaporkan Pada penelitian ini, 51 (45,55%)
kasus TB-DM tidak menyadari kondisi DMnya sebelum di diagnosis TB. Angka ini jauh
lebih tinggi dibandingkan temuan sebelumnya di Etiopia (6,4%) namun lebih rendah
dibandingkan laporan dari Tanzania (60%) dan Kenya (69,5%).
Pada pasien pra-diabetes yang diidentifikasi pada sepersepuluh kasus TBC mendukung
penelitian sebelumnya (Orkneh MH,dkk. Prevalence and associated factors of diabetes
mellitus among tuberculosis patients in southeastern Amhara region) Ethiopia yang
menemukan hal serupa, bertentangan oleh penelitian yang dilakukan oleh Li L, Lin Y, Mi
F, et al. Creening of patients with tuberculosis for diabetes mellitus in China, 2012 dan
Achanta S, Tekumalla RR, Jaju J, et al. reening tuberculosis patients for diabetes in a tribal
area in South India, 2013 yang melaporkan angka lebih rendah.
Pada penelitian ini tidak ditampilkan data jenis DM pada kasus TBC, sebagian besar
pasien DM di Eritrea menderita DM tipe 2. Sebagian besar pasien DM Tipe 2 hanya
mengalami gejala minimal, menyebabkan tertundanya pencarian layanan kesehatan di
kalangan pasien, sehingga menyebabkan DM Tipe 2 sering tidak terdiagnosis pada kasus
TBC.
Penelitian menunjukkan bahwa hiperglikemia sementara pada kasus TBC dapat terjadi
akibat reaksi stres terhadap infeksi TBC dan efek hiperglikemik beberapa obat anti TBC,
Selain itu, gangguan toleransi glukosa atau DM baru dapat disebabkan oleh pankreatitis TB
dan hipofungsi endokrin terkait TB amun kondisi hiperglikemik ini sebagian atau
seluruhnya dapat kembali ke kadar glukosa normal setelah pengobatan TBC selesai
Dalam penelitian ini, usia dan BMI berhubungan secara independen dengan DM pada
kasus TB. Kasus TBC yang berusia 45–54 tahun dan ≥55 tahun masing-masing memiliki
kemungkinan 5 dan 7 kali lebih besar untuk menderita DM, dibandingkan dengan kasus
TBC yang lebih muda. Temuan ini konsisten dengan penelitian oleh unseri PJ, et al. 2019,
Akkerman OW, et al k. 2016, Hoa NB, Phuc PD, Hien NT, et al.2018. yang mencatat
kemungkinan lebih tinggi terkena DM pada pasien TB usia lanjut. Hampir tiga perempat
kasus TB-DM dalam penelitian ini berusia ≥45 tahun namun kelompok usia ini hanya
mencakup 46% dari populasi penelitian. Hal ini dapat dijelaskan oleh fakta bahwa DM Tipe
2 sebagian besar menyerang orang dewasa yang lebih tua dan peningkatan usia juga
merupakan sebuah risiko faktor penyebab TBC dan DM. Selain itu, menurunnya fungsi
kekebalan tubuh akibat penuaan bisa meningkatkan kerentanan mereka terhadap kedua
penyakit tersebut.
Pasien TBC dengan berat badan normal mempunyai kemungkinan dua kali lebih besar
terkena DM dibandingkan dengan pasien TBC dengan berat badan kurang. Hal ini setara
dengan temuan sebelumnya yang menyatakan pasien TBC dengan berat badan normal
memiliki peluang lebih tinggi terkena DM dibandingkan pasien TBC dengan berat badan
kurang.

KESIMPULAN
Penelitian ini menunjukkan prevalensi DM yang signifikan pada kasus TBC di wilayah
Maekel, Eritrea. Hampir separuh kasus DM teridentifikasi melalui skrining DM rutin pada
pasien TBC. Hal ini menunjukkan perlunya penyediaan layanan terpadu, sebuah intervensi
penting dan tepat waktu untuk mengatasi beban ganda ini. Usia dan BMI merupakan
determinan terjadinya DM pada pasien TBC. Oleh karena itu, implementasi skala penuh
dari skrining DM pada kasus TBC yang sudah dimulai harus diperkuat dengan fokus pada
usia dan status BMI dan metode pengujian yang lebih sensitif harus digunakan di semua
fasilitas kesehatan.
TELAAH JURNAL
1. Validitas
a. Apakah pertanyaan (PICO) penelitian didefinisikan secara spesifik? YA
Diabetes mellitus pada pasien tuberkulosis
P (Problem)
-
I (Intervention)
-
C (Comparison)
Prevalensi DM yang signifikan pada kasus
O (Outcome) TBC di wilayah Maekel, Eritrea

b. Apakah subjek yang mewakili populasinya direkrut dalam fase awal penyakit?
Apakah subjek diikuti dalam waktu yang cukup? (Tidak)
c. Apakah hasil studi sudah di validasi oleh kelompok lain (Ya)
d. Apakah pasien yang diteliti mirip dengan pasien kita? (Ya)
e. Apakah bukti ilmiah ini bermanfaat untuk praktek kita? (Ya)

2. Importance
Apakah hasil keseluruhan dalam penelitian ini bermanfaat? (Ya)
Penelitian ini menilai prevalensi DM di kalangan pasien TBC dan faktor-faktor
yang terkait dan didapatkan bahwa prevalensi DM signifikan pada kasus TBC di
wilayah Maekel, Eritrea

3. Relevansi
a. Apakah pasien didalam studi sama dengan pasien ditempat saya? (YA)
Kota sorong temasuk kota dengan angka TBC yang cukup tinggi cukup tinggi
b. Apakah sarana dan prasarana keahlian, biaya dan lain-lain untuk penerapan bukti
tersebut? (YA)
Penelitian ini merupakan studi analitik cross-sectional yang diambil dari data
rekam medik pasien sehingga tidak ada hambatan yang signifikan dalam
melakukan penelitian
c. Apakah tidak ada hambatan nilai-nilai sosial, budaya, agama untuk penerapan
bukti tersebut? (Tidak)
Pada penelitian ini tidak dilakukan intervensi dan penerapannya bermanfaat bagi
subjek penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
1. Araia Z, Mesfin BA, Mebrahtu AH, Tewelde AG, Osman R, Tuumzghi HA. Diabetes
Mellitus and Its associated factors in tuberculosis patients in Maekel Region, Eritrea:
Analytical cross-sectional study. Dove Medical Press. 2021. Available from: Diabetes
Mellitus and Its Associated Factors in Tuberculosis Patients in Maekel Region, Eritrea:
Analytical Cross-Sectional Study - PMC (nih.gov)

Anda mungkin juga menyukai