Anda di halaman 1dari 23

PENILAIAN KOMPETENSI BERBAHASA DAN BERSASTRA

MK PENILAIAN PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

Nama : Ellen Cyndi Hutahaean

Cyntia Hutagalung

Vita Sinurat

Nuriati Lubis

Kelas : Pendidikan Bahasa Indonesia Reg C 2019

Dosen Pengampu : Dr. Elly Prihasti, M.Pd.

PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Penilaian Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Dr. Elly Prihasti, M.Pd. Selaku
dosen pengampu kami dalam mata kuliah ini. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu penulis dalam memberikan
motivasi, semangat dan juga pendapat-pendapat sehingga menambah pengetahuan
dan wawasan penulis dalam menyelesaikan makalah ini.

Penulis berharap semoga makalah ini sudah sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan dan juga dapat bermanfaat bagi pembaca nantinya terutama bagi penulis.
Penulis juga berharap tugas ini dapat menambah wawasan serta pengetahuan agar
dalam tugas selanjutnya penulis dapat menyelesaikannya dengan lebih baik lagi.

Penulis juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam makalah ini.
Oleh karena itu, penulis berharap pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang
membangun agar penulis dapat menyelesaikan tugas berikutnya dengan lebih
bagus lagi.

Medan, 31 Oktober 2020

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak


dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat dan mudah, dari berbagai
sumber dan tempat di dunia. Selain perkembangan yang pesat, perubahan juga
terjadi dengan cepat karenanya diperlukan kemampuan untuk memperoleh,
mengelola dan memanfaatkan informasi untuk bertahan kepada keadaan yang
selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif, kemampuan ini membutuhkan pemikiran,
antara lain berpikir sistematis, logis, kritis yang dapat dikembangkan melalui
pendidikan Bahasa Indonesia.

Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan


kepada jenjang pendidikan dasar. Materinya berhubungan dengan cara mencari
tahu tentang kebahasaan yang sistematis.

Pendidikan Bahasa Indonesia diharapkan menjadi wahana bagi para peserta


untuk mempelajari cara membaca, menulis, dan menjawab pertanyaan. Pendidikan
Bahasa Indonesia juga diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran
Bahasa Indonesia sebaiknya dilakukan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk
menumbuhkan kemampuan berfikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta
mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup.

Dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang


Sistem Pendidikan Nasional diungkapkan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam
pendidikan nasional adalah sumber daya manusia yang memiliki kekuatan spiritual
atau keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.

Pengajaran Bahasa Indonesia mempunyai ruang lingkup dan tujuan yang


menumbuhkan kemampuan mengungkapkan pikiran dan perasaan dengan
menggunakan bahasa baik dan benar, pada hakikatnya pembelajaran Bahasa
Indonesia diarahkan untuk mempertajam kepekaan perasaan siswa.
Secara khusus pembelajaran bahasa secara komunikatif menekankan pada
dikuasainya keterampilan berkomunikasi oleh siswa, yaitu mampu memahami dan
menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Untuk memgukur ketercapaian
keterampilan dan hasil belajar siswa dibutuhkan adanya suatu penialain. Penilaian
dalam pembelajaran dapat berupa tes dan non tes. Dalam implementasi di sekolah
sering terjadi kesalahpahaman dalam penilaian, sehingga berakibat hasil penilaian
kurang sesuai dengan kenyataannya. Selain itu juga untuk menilai dibutuhkan
beberapa isntrumen untuk mendapatkan hasil penilaian yang memuaskan.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka disusunlah akalah yang berjudul
“Penilaian dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra”.

1.2 Rumusan Masalah

1) Bagaimana hakikat penilain dalam pembelajaran bahasa dan sastra?


2) Apa tujuan penilain dalam pembelajaran bahasa dan sastra?
3) Bagaimana hakikat alat penilain dalam pembelajaran bahasa dan sastra?
4) Apa jenis-jenis alat penilain dalam pembelajaran bahasa dan sastra?
5) Bagaimana penskoran penilain dalam pembelajaran bahasa dan sastra?
6) Bagaimana pengembangan alat penilaian bahasa dan sastra?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui hakikat penilain dalam pembelajaran bahasa dan sastra.


2. Untuk mengetahui tujuan penilain dalam pembelajaran bahasa dan sastra.
3. Untuk mengetahui hakikat alat penilain dalam pembelajaran bahasa dan
sastra.
4. Untuk mengetahui jenis-jenis alat penilain dalam pembelajaran bahasa dan
sastra.
5. Untuk mengetahui penskoran penilain dalam pembelajaran bahasa dan
sastra.
6. Untuk mengetahui pengembangan alat penilaian bahasa dan sastra.
1.4 Manfaat

1. Bagi Pembaca: menjadi wawasan tambahan mengenai penilaian dalam


pembelajaran bahasa dan sastra, termasuk jenis-jenis penilaian dan
pengembangan alat penilaian bahasa dan sastra.
2. Bagi Penulis: memperoleh wawasan yang lebih luas mengenai penilaian
dalam pembelajaran bahasa dan sastra, melalui pengkajian bersama dan
diskusi lebih lanjut.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Hakikat Penilaian

Penilaian adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat


penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta
didik atau ketercapaian kompetensi peserta didiki (Sukardi, 2009). Definisi lain
datang dari Linn dan Grounlund (dalam Koyan, 2011), yang menyatakan bahwa
penilaian (asesmen) adalah istilah umum yang melibatkan seluruh rangkaian
prosedur yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang hasil belajar peserta
didik dan kemajuan belajar peserta didik. Dari beberapa pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa, penilian adalah suatu cara/prosedur yang digunakan untuk
memperoleh informasi ketercapaian kompetensi peserta didik dalam proses
pembelajaran. Penilaian dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada hasil
pengajaran, berfokus pada lingkup penilaian proses dan hasil pembelajaran bahasa
Indonesia (Hairuddin dkk, 2007).

2.2 Tujuan penilaian

Secara umum penilaian bertujuan untuk memberikan informasi secara


komprehensif tentang hasil belajar peserta didik, baik dilihat dari hasil akhirnya,
dengan menggunakan berbagai cara penilaian sesuai dengan kompetensi yang
diharapkan dapat dicapai peserta didik (Sukardi, 2009). Secara khusus penilaian
memiliki tujuan yang sangat penting dalam pembelajaran, diantaranya untuk
grading, seleksi, mengetahui tingkat penguasaan kompetensi, bimbingan, diagnosis,
dan prediksi.

1. Sebagai grading, penilaian ditujukan untuk menentukan atau membedakan


kedudukan hasil kerja peserta didik dibandingkan dengan peserta didik.
Penilaian ini akan menunjukkan kedudukan peserta didik dalam urutan
dibandingkan dengan anak yang lain. Karena itu fungsi penilaian untuk
grading ini cenderung membandingkan anak dengan anak yang lain sehingga
lebih mengacu kepada penilaian acauan norma.
2. Sebagai alat seleksi, penilaian ditujukan untuk memisahkan antara peserta
didik yang masuk dalam kategori tertentu dan yang tidak. Peserta didik yang
boleh masuk sekolah tertentu atau yang tidak boleh.
3. Untuk menggambarkan sejauh mana seorang peserta didik telah menguasai
kompetensi.
4. Sebagai bimbingan, penilaian bertujuan untuk mengevaluasi hasil belajar
peserta didik dalam rangka membantu peserta didik memahami dirinya,
membuat keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk pemilihan
program, pengembangan kepribadian maupun untuk penjurusan.
5. Sebagai alat diagnosis, penilaian bertujuan menunjukkan kesulitan belajar
yang dialami peserta didik dan kemungkinan prestasi yang bisa
dikembangkan. Ini akan membantu guru menentukan apakah seseorang
perlu remidiasi atau pengayaan.
6. Sebagai alat prediksi, penilaian bertujuan untuk mendapatkan informasi yang
dapat memprediksi bagaimana kinerja peserta didik pada jenjang pendidikan
berikutnya atau dalam pekerjaan yang sesuai.

Sementara tujuan penilaian menurut Arikunto (2005) antara lain 1) untuk


memberikan informasi kemajuan hasil belajar siswa secara individu dalam mencapai
tujuan sesuai dengan kegiatan belajar yang dilakukan, 2) memperoleh informasi
yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa, 3) memberikan
motivasi belajar siswa, menginformasikan kemauannya agar terangsang untuk
melakukan usaha perbaikan, 4) memberi informasi tentang semua aspek kemajuan
siswa, dan 5) memberik bimbingan yang tepat untuk memilih sekolah atau jabatan
sesuai dengan keterampilan, minat, dan kemampuannya.

2.3 Hakikat Alat Penilaian

Alat penilaian secara umum terdiri atas dua jenis yakni, tes dan non tes. Alat
Penilaian (tes) adalah himpunan pertanyaan yang harus dijawab, dipilih, ditanggapi
oleh peserta tes dengan tujuan untuk mengukur suatu aspek tertentu dari orang
yang dites (Tayibnafis, 2008).

Alat ukur penilaian non tes merupakan suatu pernyataan/tugas atau


seperangkat tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang atribut
pendidikan, setiap butir pernyataan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan
yang dianggap benar (Arikunto, 2005). Keberhasilan siswa dalam kegiatan Proses
Belajar Mengajar tidak selalu dapat diukur dengan alat penilaian tes, karena tidak
semua kemampuan siswa dapat diukur secara kuantitatif dan obyektif. Pengukuran
aspek afektif dan psikomotor memerlukan alat penilaian yang sesuai dengan
karateristik tersebut dan biasa bersifat kualitatif.

Ada dua perbedaan yang jelas antara alat penilaian tes dan non tes yaitu:

1) Tes mengukur kemampuan kognitif sedangkan non tes mengukur


kemampuan afektif dan psikomotorik
2) Tes merupakan kuantitif sedangkan non tes kualitatif
2.4 Jenis-Jenis Alat Penilaian

Menurut Hairuddin, dkk (2007) alat yang digunakan untuk melakukan penilaian
dalam pembelajaran bahasa Indonesia yaitu:

1. Alat Ukur Tes

Alat ukur tes terdiri dari:

a. tes objektif atau tes jawaban memilih dengan berbagai variasi diantara
tes objektif yang umum digunakan adalah pilihan ganda, benar-salah,
dan butir soal menjodohkan.
b. tes esai atau tes jawaban tersusun dan terstruktur yang terdiri dari butir
tes jawaban singkat dan butir tes uraian atau esai. Tes esai sering
disebut dengan subjektif karena proses pemberian skornya
dipengaruhi oleh opini atau penilaian dari pendidik atau pemeriksa tes
tersbut.

2. Alat Ukur Non Tes

Menurut Hairuddin, dkk (2007) beberapa jenis alat ukur non tes yang cocok
digunakan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia antara lain:

a. Alat ukur observasi

Alat Ukur Observasi digunakan untuk mengukur perilaku peserta didik atau kegiatan
proses pembelajaran. Observasi harus dilakukan pada saat proses kegiatan
berlangsung. Contohnya dalam pembelajaran bahasa Indonesia yaitu ketika

b. Wawancara

Wawancara merupakan teknik evaluasi yang menekankan adanya pertemuan


secara lansung antara evaluator dengan dievaluasi atau antara guru dengan
siswanya. Melalui wawancara khususnya pada pembelajaran bahasa Indonesia guru
akan mudah melihat kemampuan siswanya dalam berbicara yang digunakan untuk
melihat sejauh mana siswa tersebut bisa menggunakan bahasa dengan baik dan
benar dalam berkomunikasi. Wawancara satu demi satu merupakan cara yang ideal
untuk mengetahui keadaan murid. Dengan wawancara secara personal kita dapat
memancing tanggapan dan memperoleh informasi yang mencerminkan sikap,
strategi, kesenangan, dan tingkat kepercayaan diri anak dalam waktu yang singkat.

Contoh pertanyaan yang bisa diajukan kepada siswa:

1) Dimana kamu membaca kalau dirumah?


2) Seberapa lama kamu menonton TV? Acara apa saja yang kamu senangi?
3) Apakah semua yang ada dirumahmu suka membaca?
4) Apakah kamu senang membaca buku?
5) Sebutkan judul buku yang terakhir kamu baca?

c. Kuesioner

Kuesioner juga sering dikenal sebagai angket (daftar pertanyaan). Pada


dasarnya kuesioner merupakan sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh
responden (objek yang diukur). Ditinjau dari siapa yang menjawab, ada kuesioner
langsung dan tidak langsung. Ditinjau dari segi cara menjawab ada kuesioner
tertutup (jawaban telah disediakan, tinggal memilih) dan terbuka (responden bebas
mengemukakan pendapatnya).

d. Diskusi

Diskusi merupakan pengambilan data melalui hasil diskusi kelompok yang


terdiri dari beberapa orang yang ada umumnya dipadu/dipimpin oleh pengumpul
data. Diskusi merupakan alat evaluasi yang baik dengan mengikuti keinginan murid,
tidak memaksakan keinginan guru, diskusi memungkinkan bagi guru untuk
memahami murid-murid sebagai pembelajar dan membimbing mereka menghubung-
hubungkan kemampuan mereka berbahasa.

e. Daftar cocok

Daftar cocok adalah sebuah daftar yang berisikan pernyataan beserta dengan
kolom pilihan jawaban. Si penjawab diminta untuk memberikan tanda silang (x) atau
cek (√) pada jawaban yang ia anggap sesuai.

f. Proyek

Proyek merupakan Penilaian yang mencakup perencanaan, penyelidikan


analisis proyek / kegiatan. Misalkan dalam pementasan sebuah drama seorang guru
dalam meberikan penilian dilihat dari beberapa aspek yang dilakoni oleh
pemerannya.

g. Portofolio

Portofolio merupakan laporan lengkap tentang kegiatan yang dilakukan siswa


dalam kurun waktu tertentu. Sebagai suatu teknik, portofolio memfokuskan
pekerjaan produktif pebelajar dan apa yang dapat dikerjakan oleh pebelajar. Faktor
yang dilihat dapat berupa: karya pekerjaan siswa, kemajuan siswa, kognitif, dan
hasil terbaik menurut siswa. Dengan demikian dapat dikatakan portofolio dapat
digunakan sesuai dengan tujuan yang diinginkan pengases.

Dalam bidang bahasa, portofolio dapat merupakan suatu adjective yang


sering disandingkan dengan konsep lain, seperti: pembelajaran dan penilaian,
karena itu timbul istilah portfolio-based instruction dan portfolio-based assessment.
Surapranata dan Hatta (2004), mengemukakan bahwa penilaain portofolio dapat
digunakan untuk mencapai beberapa tujuan, yaitu:

1. Menghargai perkembangan yang dialami peserta didik.


2. Mendokumentasikan proses pembelajaran yang berlangsung.
3. Member perhatian pada prestasi kerja peserta didik yang terbaik.
4. Merefleksikan kesanggupan mengambil resiko dan melakukan
ekspirementasi .
5. Meningkatkan efektifitas proses pengajaran.
6. Bertukar informasi dengan orang tua atau wali peserta didik dan
guru lain.
7. Membina dan mempercepat pertumbuhan konsep diri positif pada
peserta didik.
8. Meningkatkan kemampuan melakukan refleksi diri.

Surapranata dan Hatta (2004), mengemukakan bahwa fungsi penilaian portofolio


adalah sebagai berikut.

1. Portofolio sebagai sumber informasi bagi guru dan orang tua untuk mengetahui
pertumbuhan dan perkembangan kemampuan peserta didik, tanggung jawab dalam
belajar, perluasan dimensi belajar, dan pembaharuan proses pembelajaran.
2. Portofolio sebagai alat pengajaran merupakan komponen kurikulum, karena
portofolio mengharuskan peserta didik untuk mengoleksi dan menunjukkan hasil
kerja mereka.

3. Portofolio sebagai alat penilaian otentik (authentic assessment)

4. Portofoloi sebagai su,ber informasi bagi siswa untuk melakukan self-


assesment

Khusus mata pelajaran bahasa, Surapranata dan Hatta (2004) memberikan contoh
dokumen dalam portofolio sebagai berikut:

1. Catatan observasi guru tentang kemampuan berbicara siswa

2. Tanggapan siswa terhadap cerita/dongeng yang dibacakan guru

3. Daftar dan komentar singkat tentang buku yang telah dibaca

4. Sinopsis bacaan yang dibuat

5. Surat-surat yang dibuat

6. Naskah pidato

7. Karangan bebas (puisi, prosa)

8. Laporan kunjungan

9. Tulisan di majalah dinding.

Depdiknas (2003), menyebutkan enam langkah penyusunan portofolio sebagai


berikut.

1. Menentukan Maksud atau Fokus Portofolio

2. Menentukan Aspek Isi yang Dinilai

3. Menentukan Bentuk, Susunan, atau Organisasi Portofolio

4. Menentukan Penggunaan Portofolio

5. Menentukan Cara Menilai Portofolio

6. Menentukan Bentuk atau Penggunaan Rubrik


2.5 Penskoran Penilaian

Pada hakikatnya pemberian skor (scoring) adalah proses pengubahan jawaban


instrumen menjadi angka-angka yang merupakan nilai kuantitatif dari suatu jawaban
terhadap item dalam instrumen. Angka-angka hasil penilaian selanjutnya diproses
menjadi nilai-nilai (grade). Skor adalah hasil pekerjaan menyekor (memberikan
angka) yang diperoleh dari angka-angka dari setiap butir soal yang telah di jawab
dengan benar, dengan mempertimbangkan bobot jawaban yang benar. Menurut
Arikunto (2005), pemberian skor tes pada domain kognitif dapat dilakukan melalu:

1. Penskoran Soal Bentuk Pilihan Ganda

Cara penskoran tes bentuk pilihan ganda ada tiga macam, yaitu: pertama penskoran
tanpa ada koreksi jawaban, penskoran ada koreksi jawaban, dan penskoran dengan
butir beda bobot.

a. Penskoran tanpa koreksi, yaitu penskoran dengan cara setiap butir soal yang
dijawab benar mendapat nilai satu (tergantung dari bobot butir soal), sehingga
jumlah skor yang diperoleh peserta didik adalah dengan menghitung banyaknya
butir soal yang dijawab benar. Rumusnya sebagai berikut.

Skor =

Keterangan:

B = banyaknya butir yang dijawab benar

N = adalah banyaknya butir soal

b. Penskoran ada koreksi jawaban, yaitu pemberian skor dengan memberikan


pertimbangan pada butir soal yang dijawab salah dan tidak dijawab, adapun
rumusnya adalah sebagai berikut.

Skor =

Keterangan:

B: Banyaknya soal yang dijawab benar

S: Banyaknya soal yang dijawab salah

P: Banyaknya pilihan jawaban tiap butir


N: Banyaknya butir soal

c. Penskoran dengan butir beda bobot, yaitu pemberian skor dengan


memberikan bobot berbeda pada sekelompok butir soal. Biasanya bobot butir soal
menyesuaikan dengan tingkatan kognitif (pengetahuan, pemahaman, penerapan,
analisis, sintesis, dan evaluasi) yang telah dikontrak guru. Anda juga dapat
membedakan bobot butir soal dengan cara lain, misalnya ada sekelompok butir soal
yang dikembangkan dari buku pegangan guru dan sekelompok yang lain dari luar
buku pegangan diberi bobot berbeda, yang pertama satu, yang lain dua. Adapun
rumusnya sebagai berikut.

Skor = ∑

Keterangan:

Bi = banyaknya butir soal yang dijawab benar peserta tes

bi = bobot setiap butir soal

St = skor teoritis (skor bila menjawab benar semua butir soal)

2. Pemberian Skor Tes Pada Domain Afektif

Domain afektif ikut menentukan keberhasilan belajar peserta didik. Sedikitnya


terdapat 2 (dua) komponen dalam domain afektif yang penting untuk diukur, yaitu
sikap dan minat terhadap suatu pelajaran. Sikap peserta didik terhadap pelajaran
bisa positif bisa negatif atau netral. Tentu diharapkan sikap peserta didik terhadap
semua mata pelajaran positif sehingga akan timbul minat untuk belajar atau
mempelajarinya. Peserta didik yang memiliki minat pada pelajaran tertentu bisa
diharapkan prestasi belajarnya akan meningkat secara optimal, bagi yang tidak
berminat sulit untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Oleh karena itu, guru
memiliki tugas untuk membangkitkan minat kemudian meningkatkan minat peserta
didik terhadap mata pelajaran yang diampunya. Dengan demikian akan terjadi usaha
yang sinergi untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran.

Langkah pembuatan instrumen domain afektif termasuk sikap dan minat adalah
sebagai berikut:

a. Pilih ranah afektif yang akan dinilai, misalnya sikap atau minat.
b. Tentukan indikator minat: misalnya kehadiran di kelas, banyak bertanya, tepat
waktu mengumpulkan tugas, catatan di buku rapi, dan sebagainya. Hal ini
selanjutnya ditanyakan pada peserta didik.

c. Pilih tipe skala yang digunakan, misalnya Likert dengan 5 skala: sangat
berminat, berminat, sama saja, kurang berminat, dan tidak berminat.

d. Telaah instrumen oleh sejawat.

e. Perbaiki instrumen.

f. Siapkan kuesioner atau inventori laporan diri.

g. Skor inventori.

h. Analisis hasil inventori skala minat dan skala sikap.

3. Pemberian Skor Tes pada Domain Psikomotor

Skala penilaian cocok untuk menghadapi subjek yang jumlahnya sedikit. Perbuatan
yang diukur menggunakan alat ukur berupa skala penilaian terentang dari sangat
tidak sempurna sampai sangat sempurna. Jika dibuat skala 5, maka skala 1 paling
tidak sempurna dan skala 5 paling sempurna.

Misal dilakukan pengukuran terhadap keterampilan peserta didik menggunakan


thermometer badan. Untuk itu dicari indikator-indikator apa saja yang menunjukkan
peserta didik terampil menggunakan thermometer tersebut, misal indikator-indikator
sebagai berikut:

1) Cara mengeluarkan termometer dari tempatnya.

2) Cara menurunkan posisi air raksa serendah-rendahnya.

3) Cara memasang termometer pada tubuh orang yang diukur suhunya.

4) Lama waktu pemasangan termometer pada tubuh orang yang diukur


suhunya.

5) Cara mengambil termometer dari tubuh orang yang diukur suhunya.

6) Cara membaca tinggi air raksa dalam pipa kapiler termometer.


2.6 Pengembangan Alat Penilaian

1. Pengembangan Tes

Ada delapan langkah yang perlu ditempuh dalam mengembangkan tes hasil belajara
atau prestasi belajar, yaitu : (1) menyusun spesifikasi tes; (2) menulis soal tes; (3)
menelaah soal tes; (4) melakukan ujicoba tes; (5) menganalisis butir soal; (6)
memperbaiki tes; (7) merakit tes; (8) melaksanakan tes; (9) menafsirkan hasil tes
(Mardapi, 2007).

1) Menyusun Spesifikasi Tes

Langkah awal dalam mengembangkan tes adalah menetapkan spesifikasi tes yang
berisis tentang uraian yang menunjukkan keseluruhan karakteristik yang harus
dimiliki suatu tes. Spesifikasi tes akan mempermudah dalam menulis soal dan siapa
saja yang menulis soal akan menghasilkan tingkat kesulitan yang relatif sama.
Penyusunan spesifikasi tes mencakup kegiatan berikut ini :

a. Menentukan Tujuan Tes Terdapat empat macam tes yang digunakan lembaga
pendidikan, yaitu tes penempatan, tes diagnostik, tes formatif, dan tes sumatif.

b. Menyusun Kisi- Kisi Kisi-kisi merupakan tabel matrik yang berisi spesifikasi
soal-soal yang akan dibuat. Kisi- kisi ini merupakan acuan bagi pembuat soal
sehingga siapapun yang menulis soal akan menghasilkan soal yang isi dan tingkat
kesulitannya relatif sama. Terdapat empat langkah dalam mengembangkan kisi-kisi
tes, yaitu: (1) Menulis tujuan umum, (2) Membuat daftar pokok bahasan dan sub
pokok bahasan yang akan diujikan, (3) Membuat indikator, (4) Menentukan jumlah
soal tiap pokok bahasan dan sub pokok bahasan

c. Menentukan Bentuk Tes

Bentuk tes objektif yang sering digunakan adalah bentuk pilihan ganda, benar-salah,
menjodohkan, dan uraian objektif. Tes uraian dapat dikategorikan uraian objektif dan
non-objektif. Tes uraian yang objektif sering digunakan pada sains dan teknologi
atau biadang sosial yang jawaban soalnya sudah pasti, dan hanya satu jawaban
yang benar. Tes uraian non-objektif sering digunakan pada bidang ilmu sosial, yaitu
yang jawabannya luas dan tidak hanya satu jawaban yang benar, tergantung
argumentasi peserta tes. Bentuk tes dikatakan non-objektif apabila penilaian yang
dilakukan cenderung dipengaruhi subjektivitas dari penilai.

d. Menentukan Panjang Tes

Penentuan panjang tes berdasarkan pada cakupan materi ujian dan kelelahan
peserta tes. Pada umumnya tes tertulis menggunakan waktu 90 menit sampai 150
menit, namun untuk tes jenis praktek bisa lebih dari itu. Penentuan panjang tes
berdasarkan pengalaman saat melakukan tes. Khusus untuk tes baku penentuan
waktu berdasarkan hasil uji coba. Namun tes untuk ulangan di kelas penentuan
waktu berdasarkan pengalaman dari tiap tenaga pengajar.Waktu yang diperlukan
untuk mengerjakan tes bentuk pilihan ganda adalah 2 sampai 3 menit untuk tiap
butir soal bergantung pada tingkat kesulitan soal. Untuk tes bentuk uraian tes
ditententuka berdasarkan pada kompleksitas jawaban yang dituntut.

2) Menulis Soal Tes

Penulisan soal merupakan langkah menjabarkan indikator menjadi pernyataan-


pernyataan yang karakteristiknya sesuai dengan kisi-kisi yang telah dibuat. Setiap
pertanyaan perlu disusun dengan baik sehingga jelas hal yang ditanyakan dan jelas
pula jawabannya.

3) Menelaah Soal Tes

Menelaah soal perlu dilakukan untuk memperbaiki soal jika ternyata dalam
pembuatannya masih ditemukan kekurangan dan kesalahan. Telaah dilakukan oleh
ahli yang secara bersama atau individu mengoreksi soal yang telah dibuat.

4) Melakukan Ujicoba Tes

Tahap ini dilakukan untuk memperbaiki kualitas soal yang telah disusun. Data yang
diperoleh adalah data empirik, terkait reliabilitas, validitas, tingkat kesukaran, pola
jawaban, efektifitas pengecoh, daya beda, dan lain-lain.
5) Menganalisis Butir Soal

Tiap butir soal perlu dianalisis lebih lanjut. Melalui ananlisis butir ini dapat diketahui
antara lain: tingkat kesukaran butir soal, daya beda, dan juga efektifitas pengecoh.

6) Memperbaiki Tes

Langkah selanjutnya adalah memperbaiki bagian soal yang belum sesuai dengan
yang diharapkan berdasarkan analisis butir soal. Beberapa butir soal mungkin sudah
ada yang baik, butir soal yang kurang baik diperbaiki kembali, sedangkan butir yang
lain dapat dibuang jika tidak memenuhi standar kualitas yang diharapkan.

7) Merakit Tes

Keseluruhan butir soal yang sudah dianalisis dan diperbaiki kemudian dirakit
menjadi satu kesatuan tes. Dalam merakit soal, hal-hal yang dapat mempengaruhi
validitas soal seperti nomor urut soal, pengelompokan butir soal, lay out, dan
sebagainya juga harus diperhatikan.

8) Melaksanakan Tes

Selanjutnya, tes yang telah disusun diberikan kepada testee (orang yang ditujukan
untuk mengerjakan tes). Pelaksanaan tes memerlukan pemantauan atau
pengawasan agar tes tersebut benar-benar dikerjakan oleh testee dengan jujur dan
sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan.

9) Menafsirkan Hasil Tes

Hasil tes menghasilkan data kuantitatif berupa skor. Skor kemudian ditafsirkan
menjadi nilai, rendah, menengah, dan tinggi. Tinggi rendahnya nilai dikaitkan dengan
acuan penilaian. Ada dua macam acuan penilaian yang sering digunakan dalam
psikologi dan pendidikan, yaitu acuan norma dan kriteria.

2. Langkah Pengembangan instrumen nontes

Seperti halnya pengembangan instrumen tes, pengembangan instrumen nontes juga


memiliki langkah-langkah yang harus diikuti, yaitu: menentukan spesifikasi
instrumen; menulis instrumen; menentukan skala instrumen; menentukan sistem
penskoran; menelaah instrumen; merakit instrumen; melakukan ujicoba;
menganalisis hasil ujicoba; memperbaiki instrumen; melaksanakan pengukuran; dan
menafsirkan hasil pengukuran. (Mardapi, 2007)

1) Spesifikasi Instrumen

Spesifikasi intrumen terdiri atas tujuan, dan kisi-kisi instrumen. Tujuan


pengembangan instrumen nontes sangat tergantung pada data yang akan dihimpun.
Instrumen nontes mencakup afektif dan psikomotorik. Ditinjau dari tujuannya,
instrument ranah afektif dibedakan menjadi lima, yaitu instrumen sikap, minat,
konsep diri, nilai, dan moral. Ada empat hal yang perlu diperhatikan ketika
menyusun spesifikasi instrumen, yaitu: tujuan pengukuran, kisi-kisi instrumen,
bentuk dan format instrumen, dan panjang instrumen.

a. Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat siswa


terhadap mata pelajaran. Selanjutnya hasil pengukuran terhadap minat digunakan
untuk meningkatkan minat siswa terhadap mata pelajaran.

b. Instrumen sikap bertujuan untuk mengetahui sikap siswa terhadap suatu objek.
Misalnya, siskap siswa terhadap kegiatan sekolah, guru, dll. Sikap terhadap mata
pelajran bisa positif bisa negatif. Hasil pengukuran sikap berguna untuk menentukan
stretegi pembelajaran yang tepat bagi siswa.

c. Instrumen konsep diri bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan


diri sendiri. Siswa melakukan evaluasi secar objektif terhadap potensi yang ada
dalam dirinya. Karakteristik potensi siswa sangat penting untuk menentukan jenjang
karirnya. Informasi kekuatan dan kelemahan siswa digunakan untuk menentukan
program yang sebaiknya ditempuh oleh siswa.

d. Instrumen nilai bertujuan untuk mengungkap nilai dan keyakinan individu.


Informasi yang diperoleh bisa positif bisa negatif. Hal-hal yang positif diperkuat,
sedangkan yang negatif diperlemah dan akhirnya dihilangkan.

e. Instrumen moral bertujuan untuk mengungkap moral. Informasi moral


seseorang diperoleh melalui pengematan atas perbuatan yang ditampil-kan dan
laporan diri, yaitu dengan mengisi kuesioner. Informasi hasil pengamatan
bersamaan dengan hasil kuesioner menjadi informasi penting tentang moral
seseorang.
2) Menulis Instrumen

Instrumen disusun berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat. Instrumen dapat


berbentuk pernyataan atau pertanyaan. Kaidah yang perlu diperhatikan ketika
menulis butir instrument adalah:

a. Hindari kalimat yang mengandung banyak interpretasi

b. Rumusan pernyataan/pertanyaan singkat

c. Satu pernyataan hanya mengandung satu pikiran yang lengkap

d. Pernyataan dirumuskan dengan kalimat sederhana

e. Hindari penggunaan kata-kata selalu, semua, tidak pernah, dan sejenisnya

f. Hindari pernyataan tentang fakta, atau yang dapat diinterpretasikan sebagai


fakta.

3) Menentukan skala instrumen

Ada beberapa skala yang biasa digunakan dalam mengukur ranah afektif, di
antaranya adalah skala Likert, Thrustone, dan Beda Semantik. Langkah-langkah
pengembangan skala:

a. Menentukan objek sikap yang akan dikembangkan skalanya

b. Menyusun kisi-kisi instrumen (skala sikap)

c. Menulis butir pernyataan

d. Melengkapi butir pernyataan dengan skala sikap (bisa genap, 4 atau 6, dan
bisa ganjil 5 atau 7)

4) Sistem Penskoran

Sistem penskoran yang digunakan tergantung pada skala yang digunakan.


Misalnya, apabila digunakan skala Thrustone, maka skor tertinggi tiap butir adalah 7
dan terendah 1. Selanjutnya dilakukan analisis untuk tingkat siswa dan tingkat kelas,
yaitu dengan mencari rerata dan simpangan baku skor. Hasil analisiss digunakan
untuk menafsirkan ranah afektif dari setiap siswa dan kelas terhadap suatu objek.
Hasil tafsiran perlu ditindak lanjuti oleh guru dengan melakukan perbaikan-
perbaikan, seperti perbaikan metode pembelajaran, penggunaan alat peraga, dll.

5) Telaah Instrumen

Kegiatan pada telaah instrumen adalah meneliti tentang: (a) kesesuaian antara butir
pertanyaan/pernyataan dengan indikator, (b) kekomunikatifan bahasa yang
digunakan, (c) kebenaran dari tata bahasa yang digunakan, (d) ada tidaknya bias
pada pertanyaan/pernyataan, (e) kemenarikan format instrumen, (f) kecukupan butir
instrumen, sehingga tidak membosankan.

6) Merakit Instrumen

Setelah instrumen diperbaiki, selanjutnya dirakit dengan memperhatikan format, tata


letak, urutan pernyataan dan pertanyaan. Format harus menarik. Urutan pernyataan
sesuai dengan aspek yang akan diukur.

7) Ujicoba Instrumen

Setelah dirakit, instrumen diujicobakan. Sampel ujicoba dipilih yang karakteristiknya


mewakili popoulasi yang ingin dinilai. Ukuran sampel minimal 30 orang, bisa berasal
dari satu sekolah atau lebih. Pada saat ujicoba, yang perlu dicatat adalah
saransaran dari responden atas kejelasan pedoman pengisisan instrumen, kejelasan
kalimat, waktu yang digunakan, dll.

8) Analisis Hasil Ujicoba

Analisis hasil uji coba meliputi variasi jawaban tiap butir pertanyaan/ pernyataan.
Apabila skala instrumen 1 sampai 5, maka bila jawaban bervariasi dari 1 sampai 5
berarti instrumen tersebut baik. Namun apabila jawaban semua responden sama,
misalnya 3 semua, maka instrumen tergolong tidak baik.Indikator yang digunakan
adalah besarnya daya beda atau korelasi antara skor butir dengan skor total. Bila
daya beda butir lebih dari 0,3 maka instrumen tegolong baik. Indikator lain yang
diperhatikan adalah indeks kehandalan atau reliabilitas. Besarnya indeks reliabilitas
sebaiknya minimal 0,7.

9) Perbaikan Instrumen
Perbaikan dilakukan terhadap butir-butir pertanyaan/pernyataan yang tidak baik.
Perbaikan berdasarkan hasil ujicoba dan saran masukan dari responden.

10) Pelaksanaan Pengukuran

Pelaksanaan pengukuran sebaiknya dilakukan pada saat responden tidak lelah.


Ruang untuk pelaksanaan pengukuran harus representatif, baik kondisi ruang,
tempat duduk, ataupun yang lain. Diusahakan responden tidak saling bertanya
ketika pengukuran dilaksanakan. Pengisian instrumen dimulai dengan penjelasan
tujuan pengisian, manfaat bagi responden, dan pedoman pengisian instrumen.

11) Penafsiran Hasil Pengukuran

Hasil pengukuran berupa skor atau angka. Menafsirkan hasil pengukuran disebut
dengan penilaian. Untuk menafsirkan hasil pengukuran diperlukan suatu kriteria.
Kriteria yang digunakan tergantung pada skala dan jumlah butir yang digunakan.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Penilian adalah suatu cara/prosedur yang digunakan untuk memperoleh


informasi ketercapaian kompetensi peserta didik dalam proses pembelajaran.
2. Penilaian memiliki tujuan yang sangat penting dalam pembelajaran,
diantaranya untuk grading, seleksi, mengetahui tingkat penguasaan
kompetensi, bimbingan, diagnosis, dan prediksi.
3. Alat penilaian secara umum terdiri atas dua jenis yakni, tes dan non tes. Alat
Penilaian (tes) adalah himpunan pertanyaan yang harus dijawab, dipilih,
ditanggapi oleh peserta tes dengan tujuan untuk mengukur suatu aspek
tertentu dari orang yang dites. Sedangkan alat ukur penilaian non tes
merupakan suatu pernyataan/tugas atau seperangkat tugas yang
direncanakan untuk memperoleh informasi tentang atribut pendidikan, setiap
butir pernyataan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap
benar.
4. Secara umum jenis-jenis alat ukur dibagi menjadi dua yaitu alat ukur berupa
tes dan nontes.
5. Secara umum pemberian penskoran pada tes dibagi menjadi 3 yaitu: kognitif,
afektif dan psikomotor.
6. Secara umum pengembangan instrument tes dan nontes harus mengikuti
langkah-langkah yang sesuai untuk memperoleh instrument tes dan non tes
yang baik digunakan untuk penilaian.

3.2 Saran

Bagi Pembaca, disarankan agar dapat mengembangkan kajian terkait penilaian


dalam pembelajaran bahasa dan sastra.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Depdikna. 2003. Peningkatan kemampuan guru dalam penyusunan dan


penggunaan alat evaluasi serta pengembangan sistem penghargaan terhadap
siswa. Jakarta: Direktorat PLP-Ditjen Dikdasmen
Hairuddin, dkk. 2007. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan tinggi

Koyan, I. W. 2011. Asesmen dalam Pendidikan. Singaraja: Universitas Pendidikan


Ganesha Press.

Mardapi, D. 2007. Teknik Penyusunan Instrumen Tes dan Nontes. Yogyakarta: Mitra
Cendikia Press.

Sukardi, H. M. 2009. Evalusi Pendidikan Prinsip dan Operasional. Jakarta: Bumi


Aksara.

Surapranata, Sumarna & Hatta, Muhammad. 2004. Penilaian Portofolio:


Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Tayibnafis, Farida Y. 2008. Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi untuk


Program Pendidikan dan Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai