Anda di halaman 1dari 8

Manajemen Resiko Kesehatan dan Keselamatan

Kerja Asuhan Keperawatan di IGD

Dewi Kurniati
Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatera Utara, Medan-Indonesia
Email : dewikurniati.dk02@gmail.com

ABSTRAK
Pendahuluan, Undang-undang No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 7 ayat 1,
bahwa salah satu persyaratan Rumah Sakit adalah harus memenuhi unsur keselamatan dan
kesehatan kerja. Laporan National Safety Council (NSC) tahun 1988 menunjukkan terjadinya
kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekerja di industri lain. Kasus yang sering terjadi di
antaranya tertusuk jarum atau needle stick injury (NSI), terkilir, sakit pinggang,
tergores/terpotong, luka bakar, penyakit dan infeksi. Salah satu upaya pencegahan terjadinya
kecelakaan kerja adalah dengan melakukan analisis risiko. membuat job hazard analisis,
kemudian dilakukan analisis risiko dengan pendekatan AS/NZS 4360: 2004 dan menilai
dengan tabel W.T.Fine. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor bahaya di instalasi gawat
darurat terdiri dari bahaya fisik, biologi, ergonomi, perilaku, dan psikologis. Faktor bahaya
fisik merupakan yang dominan yaitu jarum suntik (benda tajam) yang berdampak luka tusuk
dan tertular penyakit menular dari pasien. Nilai risiko tertinggi bahaya fisik dan biologi pada
proses pekerjaan pemasangan infus pada pasien sebesar 150 (tinggi) mengharuskan adanya
perbaikan secara teknis. Nilai risiko ini didapatkan apabila telah melakukan rekomendasi
pengendalian dari peneliti.
Kata kunci : Kesehatan dan keselamatan kerja, Rumah sakit
ABSTRACT
Introduction, Law No.44 of 2009 concerning Hospitals, article 7, paragraph 1, states that
one of the requirements for a hospital is that it must meet the elements of occupational safety
and health. The National Safety Council (NSC) report in 1988 showed that accidents in
hospitals were 41% greater than workers in other industries. Cases that often occur include
needle sticking or needle stick injuries (NSI), sprains, back pain, scratches / cuts, burns,
diseases and infections. One effort to prevent the occurrence of work accidents is to conduct
a risk analysis. make a job hazard analysis, then do a risk analysis using the AS / NZS 4360:
2004 approach and assess with the W.T.Fine table. The results of the study showed that the
hazard factors in the emergency department consisted of physical, biological, ergonomic,
behavioral, and psychological hazards. Physical hazard factors are the dominant syringes
(sharp objects) that affect puncture wounds and contracting infectious diseases from
patients. The highest risk value of physical and biological hazards in the work process of
infusion installation in patients of 150 (high) requires technical improvement. The value of
this risk is obtained if it has made control recommendations from researchers.
Keywords: Occupational health and safety, Hospitals
PENDAHULUAN Rumah sakit merupakan institusi
pelayanan kesehatan yang kompleks, padat
profesi dan padat modal. Pelayanan rumah
1
sakit menyangkut berbagai fungsi memerlukan pelayanan segera, yaitu cepat,
pelayanan, pendidikan, penelitian dan juga tepat dan cermat untuk mencegah
mencakup berbagai tindakan maupun kematian dan kecacatan (Kemenkes,
disiplin medis. Rumah Sakit adalah tempat 2016). Instalasi gawat darurat rumah sakit
kerja yang memiliki potensi terhadap akademik UGM memiliki kejadian
terjadinya kecelakaan kerja. Bahan mudah kecelakaan terbanyak bila dibandingkan
terbakar, gas medik, radiasi pengion, dan dengan unit kerja lain. Kasus kecelakaan
bahan kimia merupakan potensi bahaya di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit
yang memiliki risiko kecelakaan kerja. Akademik UGM sebanyak 9 orang dengan
Oleh karena itu, Rumah Sakit 4 jenis proses pekerjaan atau tindakan.
membutuhkan perhatian khusus terhadap Sebagai Rumah Sakit yang menerapkan
keselamatan dan kesehatan pasien, staf dan peduli keselamatan dan kesehatan kerja
umum (Sadaghiani, 2001 dalam Omrani petugas kesehatan maupun administrasi,
dkk., 2015). Undang-undang No.44 Tahun peneliti tertarik untuk mengambil tema
2009 tentang Rumah Sakit pasal 7 ayat 1, Analisis Risiko Keselamatan dan
bahwa "Rumah Sakit harus memenuhi Kesehatan Kerja Pada Petugas Kesehatan
persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit
sumber daya manusia, kefarmasian, dan Akademik UGM dengan pendekatan
peralatan", persyaratan-persyaratan AS/NZS dan tabel penilaian W.T.Fine.
tersebut salah satunya harus memenuhi Ruang gawat darurat merupakan ruangan
unsur Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat pasien-pasien gawat berada. Di
dalamnya. Rumah Sakit yang tidak ruangan gawat darurat, perawat dituntut
memenuhi persyaratan-persyaratan untuk bertindak cepat dan tepat untuk
tersebut tidak diberikan izin mendirikan, menentukan diagnosis keperawatan agar
dicabut atau tidak diperpanjang izin pasien dapat segera mendapatkan
operasional Rumah Sakit (pasal 17) pertolongan dan memperkecil risiko
(MENKES RI, 2009). Keselamatan dan kematian. Di ruangan gawat darurat
kesehatan kerja bertujuan melindungi intervensi keperawatan yang diberikan
pekerja atas keselamatannya agar dapat kepada pasien juga berbeda dengan
meningkatkan produktifitas nasional. intervensi keperawatan di ruang rawat inap
Menjamin semua pekerja yang berada di biasa. Diagnosis keperawatan dan
tempat kerja menggunakan serta merawat intervensi keperawatan di ruang gawat
sumber produksi secara aman dan efisien darurat mengacu pada prinsip pertolongan
(MENKES, 2009). Hasil laporan National pertama pada gawat darurat. Berikut
Safety Council (NSC) tahun 1988 adalah 10 asuhan keperawatan yang paling
menunjukkan bahwa terjadinya kecelakaan sering ditemukan di ruang gawat
di RS 41% lebih besar dari pekerja di darurat:Ketidakefektifan bersihan jalan
industri lain. Kasus yang sering terjadi di napas berhubungan dengan sumbatan jalan
antaranya tertusuk jarum atau needle stick napas Pengkajian: look (Lihat gerakan
injury (NSI), terkilir, sakit pinggang, dada),  listen  (dengarkan, apakah ada
tergores/terpotong, luka bakar, penyakit suara napas tambahan),  feel (rasakan
infeksi dan lain-lain (Kemenkes, 2007). embusan napas).Intervensi keperawatan:
Risk Management Standard AS/NZS Jika terjadi gurgling (sumbatan jalan napas
4360:2004 menyatakan bahwa analisis berupa benda cair): Tanpa alat:
risiko bersifat pencegahan terhadap lakukan finger swap. Dengan alat: lakukan
terjadinya kerugian maupun accident. tindakan suction.Bila pasien muntah atau
Mengelola risiko harus dilakukan secara alat tidak tersedia: posisikan pasien ke
berurutan langkah-langkahnya yang arah lateral (miring) dengan kepala dan
nantinya bertujuan untuk membantu dalam leher tetap in line. Jika
pengambilan keputusan yang lebih baik terjadi snoring (sumbatan jalan napas
dengan melihat risiko dan dampak yang karena lidah jatuh ke belakang)Tanpa alat:
kemungkinan ditimbulkan. Instalasi gawat lakukan head till dan chin lift (posisikan
darurat merupakan pelayanan yang pasien setengah tengadah) atau
2
lakukan jaw trust (tengadahkan pasien terpapar spesimen atau materi biologis
dengan posisi gigi bawah di depan gigi lainnya, terkena penyakit yang ditularkan
atas).Denganalat:pasang oropharing  atau  lewat udara, penyakit infeksi, penyakit
naspharing  (dengan syarat tidak ada
yang ditularkan melalui darah, dan vektor
fraktur basis cranii) Jika
terjadi stridor (sumbatan jalan napas pada penyakit. Sementara itu hazard
pasien alergi atau luka bakar) Cara nonbiologis terdiri dari stress; kekerasan
membebaskan jalan napas: lakukan fisik, psikologis, seksual, dan kekerasan
Intubasi RSI (Rapid Sequence Intubasion) verbal; gangguan muskuloskeletal, terjatuh
ditambah dengan obat-obatan. Jika atau terpeleset, patah tulang; dan terpapar
terjadi choking (tersedak): Tanpa alat: bahan kimia berbahaya.
lakukan back blow, hemelich manuver.
Pada penjahitan luka pada pasien memiliki
Dengan alat: pasang  needle
cricotiroidotomi, surgical tiga tahap pekerjaan yaitu menyiapkan
cricotiroidotomi, trakeostomi. Gangguan obat anastesi, penjahitan luka dan
pertukaran gas berhubungan dengan  merapikan alat. Menyiapkan obat anastesi
tension pneumothorax. Pengkajian: kaji memiliki bahaya fisik menggunakan jarum
tanda-tanda tension suntik dan memecahkan ampulan.
pneumothorax (frekuensi napas lebih dari Dampaknya luka tusuk jarum dan luka
35 kali per menit, adanya pernapasan
gores pecahan ampulan. Pada bahaya fisik
cuping hidung, sianosis, peningkatan
tekanan vena jugularis, pernapasan apabila menerapkan rekomendasi
asimetris, adanya deviasi trakea ke arah pengendalian dari peneliti dapat
yang sehat. Intervensi pada tension menurunkan tingkat risiko menjadi 90
pneumothorax:Lakukan needlethorakosint (Tinggi) yaitu mengharuskan adanya
esis di intercosta 2atas costa 3 midclavikul perbaikan secara teknis. Tahap pekerjaan
a. Jika terjadi hematothorax:Lakukan ke dua yaitu penjahitan luka memiliki
terapi cairan dan pasang Water Seal
bahaya fisik yaitu jarum jahit luka atau
Drainage (WSD).
jarum hecting. Dampaknya luka tusuk
PEMBAHASAN jarum hecting. pada bahaya fisik apabila
Setiap tindakan yang dilakukan oleh menerapkan rekomendasi pengendalian
perawat mempunyai potensi bahaya dari peneliti dapat menurunkan tingkat
berupa bahaya fisik, biologi, dan risiko menjadi 90 (Tinggi) yaitu
ergonomi. Bahaya fisik didapatkan pada mengharuskan adanya perbaikan secara
pekerjaan yang menggunakan alat yang teknis. Bahaya biologi dan bahaya perilaku
tajam, seperti memasang infus dan yaitu kontak dengan darah pasien yang
menjahit luka. Bahaya biologi terdapat terjadi apabila tiba-tiba darah memancar
pada tindakan invasif, merawat luka, ke arah wajah dan terkena mata,
memasang infuse, dan memberikan obat sedangkan petugas medis tidak
melalui rektal. Sedangkan postur janggal menggunakan alat pelindung diri.
ketika membungkuk merupakan bahaya Dampaknya sangat berbahaya apabila
pekerjaan karena faktor ergonomi. Hasil pasien memiliki riwayat penyakit menular.
penelitian ini sesuai dengan penelitian di Petugas kesehatan memiliki kemungkinan
negara berkembang lainnya oleh Ndejjo et tertular penyakit Hepatitis, AIDS, dan
al. (2015) yang menyimpulkan tenaga HIV. Pada bahaya biologi dan perilaku
kesehatan di rumah sakit di Uganda apabila menerapkan rekomendasi
terpapar bahaya (hazard) biologis dan pengendalian dari peneliti dapat
nonbiologis. Paparan hazard biologis menurunkan tingkat risiko menjadi 60 dan
terdiri dari tertusuk jarum, luka gores, 45 (prioritas 3) yaitu perlu diawasi dan

3
diperhatikan secara berkesinambungan. mengancam petugas medis sampai
Bahaya ergonomi yaitu membungkuk pada mengakibatkan beberapa petugas medis
saat menjahit luka (postur janggal) yang mengalami trauma, ada pula yang sampai
berdampak nyeri otot atau low back pain. tidak masuk kerja di hari berikutnya.
Low back pain bisa terjadi karena terlalu Bahaya psikologis ini belum ada
lama membungkuk pada saat melakukan penanganan dan belum ada laporan ke
penjahitan luka. Pada bahaya ergonomi pihak instalasi keselamatan dan kesehatan
apabila menerapkan rekomendasi kerja dikarenakan kejadiannya baru. Pada
pengendalian dari peneliti dapat tindakan mengangkat dan memindahkan
menurunkan tingkat risiko menjadi 18 pasien hanya satu risiko yaitu postur
(prioritas 3) yaitu perlu diawasi dan janggal dengan nilai 180 (besar), setelah
diperhatikan secara berkesinambungan. dibandingkan dengan melihat
Tahap selanjutnya dari pekerjaan pengendalian yang sudah dilakukan maka
penjahitan luka yaitu merapikan alat. risikonya turun menjadi 90 (prioritas 3).
Merapikan alat memiliki bahaya fisik Pada tindakan mengambil darah terdapat
jarum jahit luka (hecting) dan instrumen dua risiko yaitu tertusuk jarum dan
tajam yang telah digunakan dalam proses terpapar darah dengan nilai 500. Setelah
penjahitan luka. Jarum hecting tidak dilakukan evaluasi nilai risiko pada
langsung di buang ke dalam safety box dan tertusuk jarum menjadi 180 dan terpapar
meletakkan jarum bekas pakai ke dalam darah menjadi 60 (prioritas 3). Untuk
tempat instrumen tajam. Dampak dari memasang kateter, risiko terpapar cairan
bahaya tersebut bukan hanya luka tusuk tubuh pasien dan urin nilai risikonya 500,
jarum suntik tetapi ada juga bahaya setelah dilakukan evaluasi risiko menjadi
tertular penyakit menular yang di derita 45 (prioritas 3). Tindakan injeksi
oleh pasien. Bahaya biologi dalam tahapan mempunyai nilai risiko 500 (sangat tinggi)
merapikan alat pun sama dengan bahaya dan nilai risikonya turun menjadi 60
fisik yaitu kontak dengan darah pasien dan (prioritas 3) setelah dibandingkan dengan
dampaknya tertular penyakit hepatitis, pengendalian yang ada. Pada tindakan
HIV dan AIDS. Pada bahaya fisik apabila membersihkan luka, risiko terpapar darah
menerapkan rekomendasi pengendalian pasien mempunyai nilai risiko 500 (sangat
dari peneliti dapat menurunkan tingkat tinggi), low back pain dan nyeri otot 45
risiko menjadi 45 (prioritas 3) yaitu perlu (prioritas 3) dan dilakukan evaluasi
diawasi dan diperhatikan secara didapatkan nilai risiko 100 dan 45. Pada
berkesinambungan. Pada bahaya biologi tindakan BHD (bantuan hidup dasar) risiko
tingkat risikonya turun menjadi 100 yang ada adalah postur janggal dan cemas,
(Tinggi) yaitu mengharuskan adanya nilai riiskonya 90 dan 45. Setelah
perbaikan secara teknis. Hasil wawancara dievaluasi dan nilai risikonya dihitung
yang dilakukan peneliti terhadap petugas kembali, risiko dari tindakan ini menjadi
medis di instalasi gawat darurat bahwa 60 dan 45 (prioritas 3). Untuk tindakan
bukan hanya bahaya fisik, kimia, biologi, penghisapan lendir (suctioning) risikonya
ergonomi, dan perilaku saja. Bahaya yaitu terpapar darah, terhirup droplet, dan
psikologis juga terdapat di instalasi gawat terpapar muntahan pasien menjadi
darurat seperti tekanan atau intimidasi dari mempunyai nilai risiko 270 (prioritas 1)
keluarga pasien yang tidak sabar dan nilai evaluasi risikonya adalah 90.
menunggu penanganan dan pemeriksaan Sedangkan pada tindakan pemberian obat
dokter atau perawat. Keluarga pasien melalui rektal nilai risikonya 90 dan

4
setelah dilakukan evalusi risiko 45 penempatan tenaga keamanan khusus
(prioritas 3). Pengendalian risiko untuk di Instalasi Gawat Darurat.
dilakukan setelah mengetahui besarnya Tindakan perawat terbanyak di Instalasi
nilai risiko dan potensial akibatnya, Gawat Darurat RSD dr. H. Soemarno
sehingga isi dari pengendalian risiko Sosroatmodjo Tanjung Selor yaitu
adalah rekomendasi beberapa alternatif memasang infus dan menjahit luka.
pengendalian sesuai dengan hierarki Potensi bahaya pada tindakan ini adalah
pengendalian risiko standar AS/NZS 4360 tertusuk jarum infus dan terpapar darah
2004, seperti pada tabel 4. Pada tabel 4 pasien yang terjadi karena ketika jarum
diketahui bahwa rekomendasi ditusukkan ke vena, pasien bergerak dan
pengendalian risiko pada tindakan mengenai jari perawat atau yang
pemasangan infus secara substitusi adalah melakukan pembendungan pada pembuluh
mengganti jarum IV cath dengan yang darah yang akan diinfus (stuwing) atau
lebih aman, secara administratif bisa juga karena setelah pemasangan,
melakukan role play tindakan, pengawasan jarum tidak ditutup atau waktu menutup
terhadap pelaksanaan SOP, pemeriksaan menggunakan dua tangan. Bahaya dari
kesehatan secara berkala, pemberian pekerjaan yang menggunakan jarum ini
vaksinasi bagi perawat yang berisiko dan sangat signifikan sebagaimana penelitian
beberapa tindakan lain, untuk menjahit yang dilakukan oleh Manzoor et al. (2010)
luka secara subsitusi mengganti meja mendapatkan data bahwa 71,9% perawat
tindakan. Secara administratif dilakukan yang bekerja dalam satu tahun mengalami
dengan pengawasan SOP, sosialisasi K3, tertusuk jarum. Apabila tertusuk jarum
risk transfer kepada asuransi, role play yang sudah dipakai, maka berisiko tertular
tindakan, dan selalu memakai sarung HIV walaupun persentasenya kecil dengan
tangan bedah (surgical glove). Tindakan persentase 1%. Bahaya lain yang
lain seperti mengangkat dan memindahkan teridentifikasi adalah bahaya sarana kerja,
pasien diperlukan adanya SOP dan seperti tempat tidur yang rendah karena
pelatihan ergonomi. Untuk pengambilan pengatur tinggi rendahnya tidak berfungsi
sampel darah tindakan pengendaliannya sehingga perawat dalam bekerja harus
menempatkan petugas laboratorium di membungkuk 900 yang dapat
IGD dan dibuatkan SOP. Pada tindakan menyebabkan low back pain. Pada
pemasangan kateter dan pemasangan tindakan menjahit luka, bahaya yang
NGT, rekomendasi pengendalian yang teridentifikasi adalah luka kena pecahan
dapat dilakukan secara administrative ampul obat anestesi. Bahaya ini terjadi
yaitu pengawasan terhadap pelaksanaan pada tahap menyiapkan obat anestesi,
SOP, peningkatan pengetahuan tentang perawat memecahkan ampul obat tanpa
K3, dan job safety analysis (JSA). Dalam menggunakan APD atau pelindung lain
tindakan memberi injeksi dan merawat sehingga pecahan ampul obat langsung
luka, tindakan pengendalian yang mengenai jari tangan. Tertusuk jarum jahit
dilakukan adalah peningkatan pengetahuan terjadi pada tahap penjahitan luka, hal ini
tentang K3 dan pengawasan terhadap SOP. terjadi karena perawat menjahit tidak
Demikian juga untuk tindakan menggunakan pinset untuk menahan tepi
penghisapan lendir (suctioning). luka, tetapi menggunakan jari tangannya
Sementara untuk tindakan bantuan hidup sendiri. Bahaya lain yang teridentifikasi
dasar (BHD) diperlukan penyediaan adalah posisi kerja yang tidak normal
tempat tidur khusus untuk BHD dan sehingga perawat harus membungkuk,

5
postur tubuh yang janggal ini karena terdapat SOP di ruangan namun tidak
sarana kerja yang tidak ergonomis. Hasil dilaksanakan. Menurut Kepala Ruangan
penelitian ini sejalan dengan penelitian IGD “Perawat itu bekerja yang penting
Cho et al. (2013) yang menyimpulkan berhasil dalam tindakan, tidak
mayoritas perawat (70,4%) di rumah sakit memerhatikan apakah bekerja sesuai
di Korea Selatan mengalami luka akibat dengan SOP atau tidak”. Risiko lainnya
tertusuk jarum suntik atau jarum infus. berupa tertular penyakit HIV/AIDS dan
Kejadian ini berhubungan dengan faktor Hepatitis apabila waktu terpapar darah
karekteristik perawat dan karakteristik pasien dalam kondisi ada bagian tubuh
organisasi rumah sakit. Pada tindakan yang terluka seperti tertusuk jarum. Risiko
pemasangan infus, risiko tertusuk jarum tersebut hampir sama dengan penelitian
sering terjadi. Beberapa hal yang menjadi Ndejjo et al. (2015) yang menyimpulkan
alasan karena memasang infus adalah bahwa terdapat 21,5% tenaga kesehatan
tindakan yang paling sering dilakukan oleh yang terpapar bahaya biologi didahului
perawat IGD dengan frekuensi 5-10 kali dengan luka akibat benda tajam terlebih
setiap giliran kerja sehingga frekuensi dahulu dan salah satu predictor terjadinya
paparan antara bahaya dan sumber risiko kecelakaan kerja tidak mematuhi standar
diberi rating 10 (continuosly). Demikian yang sudah ditetapkan, seperti memakai
juga peluang terjadinya bahaya kecelakaan APD terutama pada rumah sakit milik
kerja, dari 18 perawat yang ada didapatkan pemerintah. Risiko ergonomi yang sering
sebanyak 10 orang pernah tertusuk jarum, terjadi adalah postur janggal yang
data ini menunjukkan bahwa kejadian disebabkan faktor sarana kerja. Rata-rata
sering terjadi. Hasil analisis tempat tidur yang ada sudah tidak layak
semikuantitatif, tindakan ini berada pada karena tinggi rendahnya tidak bisa diatur
level tertinggi yaitu almost certain dengan sehingga memaksa perawat untuk
rating 10. Kondisi ini sesuai dengan membungkuk ketika memberikan
penelitian Memish et al. (2013) yang tindakan, seperti memasang infus harus
menyimpulkan bahwa tertusuk jarum membungkuk lebih dari 90 derajat.
suntik dan benda tajam lainnya, seperti Dampaknya adalah musculoskeletal
pecahan botol, merupakan kecelakaan disorder (MSDS), seperti nyeri otot dan
kerja yang paling sering terjadi pada low back pain (LBP). Risiko ini sesuai
perawat rumah sakit di Saudi Arabia. Jenis dengan data WHO bahwa sebanyak 41%
kecelakaan kerja ini sering dialami oleh perawat RS menderita LBP akibat kerja
perawat di ruang gawat darurat dan ruang (occupational low back pain), dan sejalan
perawatan intensif. Terpapar darah pasien dengan hasil penelitian Chiou, Wong, dan
merupakan risiko biologi, terjadi karena Lee (1994) di China bahwa sebanyak
frekuensi paparan yang tinggi, luka karena 77,9% perawat China mengalami LBP.
tertusuk benda tajam dan perilaku yang Faktor risiko dari kejadian low back pain
tidak aman (unsafe act) dengan tidak ini adalah usia, tinggi badan, berat badan,
memakai APD. Hal ini terjadi karena durasi waktu kerja, kebiasaan kerja, dan
tingkat pengetahuan universal precaution postur tubuh saat
dan pelaksanaan SOP tindakan kurang mengangkat/memindahkan pasien. Hasil
baik, hal ini dapat dilihat bahwa terdapat penelitian ini juga melengkapi penelitian
12 orang perawat dari 18 (67%) tidak sebelumnya yang dilakukan oleh Shani et
mengetahui tentang universal precaution. al. (2016) yang menyimpulkan prevalensi
Begitu juga dengan SOP, walaupun sudah kejadian low back pain kronis pada

6
perawat di Amerika adalah 50%-80%, dan dengan alasan Consequences memiliki
faktor yang memengaruhi kejadian nilai 5 yaitu important, karena perawat
penyakit akibat kerja ini adalah faktor waktu mengangkat dan memindahkan
gaya hidup, faktor fisik, psikologis, pasien dari mobil dan dari tempat tidur
psikososial, dan faktor pekerjaan perawat. rendah ke brancard dengan beban yang
Dalam tindakan menjahit luka, terdapat berat menumpukan tenaganya pada
tiga risiko K3 dalam tahapan pelaksanaan pinggang dan tangan, dilakukan dengan
tindakannya. Tertusuk jarum jahit diberi membungkuk (posisi janggal). Dampaknya
nilai 270 (prioritas 1) dengan alasan akan terjadi LBP. Exposure memiliki nilai
tertusuk jarum pada tindakan ini dapat 6 yaitu frequently, karena tindakan
dipastikan jarumnya sudah terpapar mengangkat dan memindahkan pasien
dengan darah, sehingga dampak yang paling tidak 1 kali dalam seharusnya.
ditimbulkan tidak hanya luka tusuk biasa Sedangkan Likelihood atau peluang
tetapi merupakan jalan masuk (port the terjadinya kecelakaan memiliki nilai 3
entry) dari kuman atau bakteri penyakit yaitu unsure but possible karena
yang dapat menular melalui darah ke kemungkinan kejadian kecelakaan 50%-
perawat sehingga dapat menimbulkan 50%. Keadaan yang mempersulit dan
penyakit seperti HIV/AIDS dan Hepatitis. meningkatkan risko adalah ketika
Nilai Consequences pada risiko ini diberi mengangkat pasien dari mobil ke brancard
nilai 15 (Serious), dan tindakan ini juga karena posisi yang sempit dan
dilakukan oleh perawat hampir setiap hari membungkuk sehingga kekuatan ketika
sehingga exposure atau interaksi antara mengangkat bertumpu pada pinggang.
perawat dengan sumber risiko juga sering Berat badan pasien yang berat karena
terjadi, sehingga dapat diberi nilai 6. banyak pasien obesitas. Begitu juga ketika
Peluang terjadinya kecelakaan mengangkat dari tempat tidur yang rendah
(Likelihood) pada tindakan ini diberi nilai ke brancard. Tidak ada perawat yang mulai
3 yaitu unsure but possible karena pekerja mengangkat dengan posisi jongkok, tetapi
sudah memakai sarung tangan bedah semuanya membungkuk. Nilai risiko yang
(Surgical Glove), sudah tersedia pinset ditetapkan pada aktivitas mengangkat
baik anatomis dan chirurgis, tetapi masih pasien ini sejalan dengan penelitian
ada perawat yang menggunakan kedua Kurniawidjaya, Purnomo, Maretti, dan
jarinya untuk menahan pinggir luka dan Pujiriani (2014), bahwa aktivitas yang
jarum jahit dan ketika menjahit luka, jarum dominan yang menimbulkan low back pain
jahit ditembuskan antara kedua jari pada perawat adalah prosedur angkat
tersebut. Langkah kerja ini tidak sesuai angkut pasien.
dengan SOP dan merupakan perilaku tidak
aman (unsafe act) yang menurut Cooper KESIMPULAN
(2007) merupakan 85% penyebab Jenis tindakan perawat yang sering
kecelakaan kerja. Perilaku tidak aman bisa dilakukan di IGD yaitu memasang infus,
disebabkan pengetahuan dan keahlian menjahit luka, mengangkat dan
yang belum memadai dam kondisi memindahkan pasien dan tindakan lain.
lingkungan kerja yang tidak baik. Bahaya Risiko pada pemasangan infus yaitu
yang terdapat dalam tindakan tertusuk jarum suntik, terpapar darah
memindahkan dan mengangkat pasien pasien, postur janggal, tertular penyakit
adalah bahaya ergonomi dengan nilai Hepatitis dan low back pain. Nilai
risiko 90 dan level risiko prioritas 3 Consequences (C), Exposure (E),

7
Likelihood (L) pada tindakan pemasangan Departemen Kesehatan RI. Keputusan
infus untuk risiko fisik dan biologi adalah Menteri Kesehatan No. 856/Menkes/SK/
C:5, E:6, dan L:6, (180); risiko ergonomi IX/2010 tentang Standar Instalasi Gawat
C:5, E:3 dan L:3; (45). Tingkat risiko Darurat (IGD) Rumah Sakit. Departemen
bahaya pemasangan infus berada pada Kesehatan RI. (2006). Sistem
level risiko besar. Pengendalian yang Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu.
sudah di lakukan manajemen Rumah Sakit Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
adalah penyediaan APD berupa (masker, Indonesia. Departemen Kesehatan RI.
sarung tangan, sepatu, celemek), SOP (2014).
tindakan untuk semua jenis pekerjaan, dan
perlengkapan alat cuci tangan. Disarankan Profil kesehatan Indonesia tahun 2014.
untuk upaya pengendalian lebih lanjut Retrieved from www.depkes.go.id/
sesuai dengan hierarki pengendalian K3 resources/.../ profil-kesehatan.../profil-
yang terdiri implementasi SOP, role play kesehatanindonesia-2014.
setiap tindakan, dan pelatihan yang R.H Simamora (2019). Buku Ajar
berhubungan dengan pengetahuan Pelaksanaan Indentifikasi Pasien. Uwais
keterampilan perawat tentang K3 rumah Inspirasi Indonesi
sakit, upaya perbaikan perilaku aman
selama bekerja, pemeriksaan kesehatan R.H Simamora (2019). The Influence of
berkala, program vaksinasi, serta Training Handover based cafery. Indian
melengkapi beberapa peralatan dan meja journal of public health research &
tindakan yang aman. development.

R.H Simamora (2019). Documentation of


DAFTAR PUSTAKA
patient Indentification into the electronie
Chiou, W.K., Wong, M.Y., & Lee, Y.H.
system to improve the quality of nursing
(1994). Epidemiology of low back pain in
service. International Journal Of scientific
chinese nurses. Int Journal of Nursing
& Technology Kesearch
Studies, 31(4), 361-368.

Cho, E., Lee., H., Choi, M., Park, S.H.,


Yoo, I.Y., & Aiken, L.H. (2013). Factors
associated with needlestick and sharp
injuries among hospital nurses: A cross-
sectional questionnaire survey. Int J Nurs
Stud, 50(8), 1025–1032.

Cooper, D., 2007. Behavioral safety


approaches. USA: CEO BSMS Inc.
Francelin.

Departemen Kesehatan RI. Keputusan


Menteri Kesehatan No. 1087/Menkes/SK/
VIII/2010 tentang Standar Kesehatan dan
Keselamatan kerja Rumah Sakit. Jakarta
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai