Anda di halaman 1dari 12

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Trauma

Trauma adalah penyebab paling umum kematian pada usia produktif yaitu
16-44 tahun di seluruh dunia. Proporsi terbesar dari kematian akibat trauma adalah
kecelakaan lalu lintas di jalan raya sebesar 1,2 juta jiwa pertahun. World Health
Organization (WHO) memprediksi bahwa pada tahun 2020, traumaakibat kecelakaan lalu
lintas menduduki peringkat ketiga dalam penyebab kematian dini dan kecacatan. (WHO,
2004).

Kematian akibat trauma tergantung pada sejumlah faktor, salah satunya


adalah penilaian skor trauma pada awal masuk rumah sakit. Laporan WHO 2004
mengutip angka kematian untuk dewasa terbanyak adalah penderita dengan injury
severity score (ISS) > 9. ISS akan diuraikan secara lebih rinci dalam bagian berikutnya.
Keseluruhan angka kematian termasuk pra-rumah sakit dan di rumah sakit berkisar 35%
di negara-negara maju, namun meningkat menjadi 55% di negara berkembang dan 63%
di negara berpenghasilan sedang berkembang. Skor ISS antara 15-24 menunjukkan angka
kematian meningkat enam kali lipat dibandingkan skor < 15. (WHO, 2004).

Faktor waktu menjadi sangat penting bagi penderita trauma. Proses awal
penanganan pasien dengan trauma disebut dengan initial asessment (penilaian awal). Hal
ini meliputi primary survey, secondary survey, dan penanganan definitif. Pengelolaan
pasien dengan trauma berat memerlukan penilaian yang cepat dan pengelolaan yang
tepat, guna menghindari kematian. Kematian yang disebabkan oleh trauma secara klasik
memiliki 3 tahap, yang berhubungan antara waktu kejadian dengan penanganan efektif
yang dilakukan untuk mengatasi mortalitas. (Sobrino J, 2013; ACS, 2008).
1. Immediate deaths (kematian yang segera) (Sobrino J, 2013)

Immaediate deaths adalah pasien meninggal oleh karena trauma


sebelum sampai ke rumah sakit.Sebagai contoh trauma kepala berat, atau
trauma spinal cord.Hanya sedikit dari pasien ini yang dapat hidup sampai ke
rumah sakit, karena berkisar 60% dari kasus ini pasien meninggal bersamaan
dengan saat kejadian.

2. Early deaths (Sobrino J, 2013)

Early deaths adalah pasien meninggal beberapa jam pertama setelah


trauma. Sebagian disebabkan oleh perdarahan organ dalam dan sebagian lagi
disebabkan oleh trauma sistem saraf pusat.Hampir semua kasus pada trauma
ini potensial dapat ditangani dengan segera. Pada umumnya setiap kasus
membutuhkan pertolongan dan perawatan definitif yang sesuai di pusat
trauma.Khususnya pada institusi yang dapat melakukan resusitasi segera,
identifikasi trauma, dan sarana pelayanan operasi selama 24 jam.

3. Late deaths (Sobrino J, 2013)

Late death adalah pasien meninggal beberapa hari atau minggu


setelah trauma. Prevalensi kematian kasus trauma yang terjadi pada periode
ini sebesar 10%20%. Mayoritas kematian pada periode ini disebabkan oleh
karena infeksi dan kegagalan organ multipel. Trauma kepala paling banyak
dicatat pada pasien trauma multipel dengan kombinasi dari kondisi yang
cacat seperti amputasi, kelainan pendengaran dan penglihatan, post-traumatic
stress syndrome dan kondisi kelainan jiwa yang lain.

Trauma toraks merupakan salah satu penyebab kematian pada trauma.


Banyak penderita meninggal setibanya di rumah sakit, dan banyak kematian dapat
dicegah diantaranya dengan penilaian awal pasien trauma. Penyebab kematian
pada trauma toraks dapat terjadi pada dua keadaan yaitu primary survey dan
secondary survey. (ACS, 2008).
2.2 Penilaian Trauma

Sistem penilaian trauma telah digunakan secara luas dalam berbagai studi
epidemiologi. Penggunaan skor trauma dapat digunakan secara terpisah maupun
bersamaan. Jika digunakan tersendiri maka akan sulit memprediksi kematian pada
trauma. Akan tetapi, jika digunakan secara bersamaan maka akan lebih mudah
untuk memprediksi kematian pada trauma. (Pohlman, 2012).

Karakteristik keparahantrauma sangat penting dalam ilmu pengetahuan


tentang trauma, dimana penilaian keparahan trauma dimulai 50 tahun yang lalu.
Pada tahun 1969, para peneliti mengembangkan metode Abbreviated Injury Scale
(AIS) untuk mengelompokkan trauma. Sejak skala tersebut diperkenalkan oleh
Association for the Advancement of Automotive Medicine (AAAM), International
Injury Scaling Committee (IISC) yang merupakan organisasi induk dari AIS
memodifikasi AIS dan berubah menjadi ISS. AIS dijadikan sebagai dasar penilaian
keparahan trauma. (Champion,2004;Pohlman, 2012).

Metode yang akurat untuk menilai keparahan luka secara kuantitatif bisa
dihitung dengan berbagai cara. Penilaian skor trauma dapat berguna untuk
menentukan prognosis suatu trauma. Salah satu contoh prognosis trauma adalah
kematian. Prediksi kematian dikarenakan trauma sangatlah terbatas dan secara
umum tidak lebih baik daripada sebuah prognosis klinis. Penentuan prognosis
kematian seorang pasien tidak boleh hanya berdasarkan pada penialaian skor
trauma karena hanya bersifat kuantitatif. (Salim, 2012).

Penilaian awal pasien trauma toraks dapat dilakukan dengan beberapa cara
antara lain adalah Injury Severity Score(ISS),Skala Koma Glasgow (SKG), Revised
Trauma Score(RTS) dan Trauma - Injury Severity Score(TRISS). (Al Eassa,2013).

1. Injury Severity Score (ISS)

ISS merupakan sistem penilaian anatomis yang sering


digunakan.ISS merupakan turunan dari penilaian skor AIS (Abbreviated
Injury Scale).AIS dikembangkan untuk mengukur trauma kecelakaan
kendaraan bermotor dan telah mengalami beberapa perubahan.AIS adalah
sistem pengkodean menyeluruh untuk semua tipe trauma di setiap bagian
tubuh, dengan deskripsi karakteristik setiap tingkat keparahan dari 0 (tidak
ada trauma) sampai 6 (trauma yang tidak dapat diselamatkan).Penilaian
AIS bersifat subjektif. Trauma sedang oleh satu pemeriksa dapat dianggap
trauma serius oleh pemeriksa lain. (Salim, 2012; Pohlman, 2012).

ISS diperkenalkan oleh Susan Baker pada tahun 1984. ISS


merangkum tingkat keparahantrauma dengan beberapa trauma. Pada
penilaian AIS, tubuh dibagi menjadi enam area: kepala dan leher, toraks,
abdomen (termasuk organ pelvis), alat gerak (termasuk tulang pelvis), dan
permukaan tubuh. Skor AIS setiap trauma dicatat, dan trauma yang
mempunyai nilai tertinggi di setiap area diutamakan.

Tabel : Sistem Penilaian AIS


NO Nilai Deskripsi
1 0 Tidak ada cedera
2 1 Cedera minor
3 2 Cedera sedang
4 3 Cedera serius
5 4 Cedera berat
6 5 Cedera kritis
7 6 Cedera fatal

ISS adalah penjumlahan kuadrat dari tiga nilai AIS yang tertinggi,
di setiap tiga area tubuh yang mendapat trauma paling berat.Nilai AIS 6
setara dengan nilai ISS 75. (Salim, 2012; Pohlman, 2012).
Tabel : Nilai AIS Pada ISS

Chest Wall Injury Scale*

Grade Injury Description AIS-90


Type
I Contusion Any Size 1
Laceration Skin and subcutaneous tissue 1
Fracture Fewer than three ribs, closed; nondisplaced clavicle closed 1-2
II Laceration Skin, subcutaneous tissue and muscle 1
Fracture Three or more adjacent ribs, closed 2-3
Open or displaced clavicle 2
Nondisplaced sternum, closed 2
Scapular body, open or closed 2
III Laceration Full thickness, including pleural penetration 2
Fracture Open or displaced sternum flail sternum 2
Unilateral flail segment (<3 ribs) 3-4
IV Laceration Avulsion of chest wall tissues with underlying rib fractures 4
Fracture Unilateral flail chest (≥3 ribs) 3-4
V Fracture Bilateral flail chest (≥3 ribs on both sides) 5

Lung Injury Scale


AIS
Grade* Injury Type Description -90
I Contusion Unilateral, <1 lobe 3
II Contusion Unilateral, single lobe 3
Laceration Simple pneumothorax 3
III Contusion Unilateral, >1 lobe 3
Laceration Persistent (>72 hrs), air leak from distal airway 3-4
Hematoma Nonexpanding intraparenchymal
IV Laceration Major (segmental or lobar) air leak 4-5
Hematoma Expanding intraparenchymal
Vascular Primary branch intrapulmonary vessel disruption 3-5
V Vascular Hilar vessel disruption 4
VI Vascular Total, uncontained transection of pulmonary hilum 4

Thoracic Vascular Injury Scale


AIS9
Grade* Description 0
I Intercostal artery/vein 2-3
Internal mammary artery/vein 2-3
Bronchial artery/vein 2-3
Esophageal artery/vein 2-3
Hemiazygos vein 2-3
Unnamed artery/vein 2-3
II Azygos vein 2-3
Internal jugular vein 2-3
Subclavian vein 3-4
Innominate vein 3-4
III Carotid artery 3-5
Innominate artery 3-4
Subclavian artery 3-4
IV Thoracic aorta, descending 4-5
Inferior vena cava (intrathoracic) 3-4
Pulmonary artery, primary intraparenchymal branch 3
Pulmonary vein, primary intraparenchymal branch 3
V Thoracic aorta, ascending and arch 5
Superior vena cava 3-4
Pulmonary artery, main trunk 4
Pulmonary vein, main trunk 4
Uncontained total transection of thoracic aorta or pulmonary
VI hilum 5

Heart Injury Scale


Grade* Description AIS-90
Blunt cardiac injury with minor ECG abnormality (nonspecific ST or T
I 3
wave changes, premature atrial or ventricular contraction or persistent
sinus tachycardia)
Blunt or penetrating pericardial wound without cardiac injury, cardiac
tamponade, or cardiac herniation
3
Blunt cardiac injury with heart block (right or left bundle branch, left
II 3
anterior fascicular, or atrioventricular) or ischemic changes (ST
depression or T wave inversion) without cardiac failure
Penetrating tangential myocardial wound up to, but not extending 3
through, endocardium, without tamponade
III Blunt cardiac injury with sustained (≥5 beats/min) or multifocal 3-4
ventricular contractions
Blunt or penetrating cardiac injury with septal rupture, pulmonary or
3- 4
tricuspid valvular incompetence, papillary muscle dysfunction, or
distal coronary arterial occlusion without cardiac failure Blunt
pericardial laceration with cardiac herniation
3- 4
Blunt cardiac injury with cardiac failure 3-4
Penetrating tangential myocardial wound up to, but not extending 3
through, endocardium, with tamponade
Blunt or penetrating cardiac injury with septal rupture, pulmonary or
IV 3
tricuspid valvular incompetence, papillary muscle dysfunction, or
distal coronary arterial occlusion producing cardiac failure Blunt
or penetrating cardiac injury with aortic mitral valve
3
Incompetence 5
Blunt or penetrating cardiac injury of the right ventricle, right
atrium, or left atrium

Blunt or penetrating cardiac injury with proximal coronary arterial


V 5
Occlusion
Blunt or penetrating left ventricular perforation 5
Stellate wound with <50% tissue loss of the right ventricle, right 5
atrium, or left atrium
VI Blunt avulsion of the heart 6
Penetrating wound producing >50% tissue loss of a chamber 6

2. Skala Koma Glasgow (SKG)

Selain penilaian trauma dilakukan secara anatomis, maka


diperlukan penilaian secara fisiologis.Sistem penilaian fisiologis yang
sering digunakan dan sederhana adalah Skala Koma Glasgow
(SKG).Sistem ini merupakan sistem penilaian fisiologis pertama dan
diperkenalkan pada tahun 1974 oleh Teasdale dan Jennett. Ada tiga hal
yang dinilai pada SKG yaitu nilai membuka mata, respons verbal, dan
motorik. Penilaian tiga kriteria tersebut berkisar antara 3 sampai dengan 15
dengan reaksi berbagai penilian, tampak pada tabel.

Tabel : Skala Koma Glasgow

Bagian Reaksi Nilai


Mata terbuka dengan spontan 4
Mata Mata membuka setelah diperintah 3
Mata membuka setelah diberi rangsang nyeri 2
Tidak membuka mata 1
Menurut perintah 6
Dapat melokalisir nyeri 5
Motorik Menghindari nyeri 4
Fleksi (dekortikasi) 3
Ekstensi (decerebrasi) 2
Tidak ada gerakan 1
Menjawab pertanyaan dengan benar 5
Salah menjawab pertanyaan 4
Verbal Mengeluarkan kata-kata yang tidak sesuai 3
Mengeluarkan suara yang tidak ada artinya 2
Tidak ada jawaban 1

Perhitungan menggunakan SKG cepat dan sederhana, dan pengulangan


perhitungan dapat menginformasikan perkembangan atau perburukan pasien.Akan
tetapi penilaian ini bersifat subjektif pada beberapa kasus.Sebagai contoh, respons
verbal pasien yang terintubasi dan trakeostomi atau respons membuka mata pada
pasien dengan pembengkakan wajah berat tidak dapat dinilai, sehingga membatasi
penggunaan SKG.Nilai yang rendah menggambarkan trauma yang lebih berat dan
memiliki risiko kematian yang lebih tinggi.

3. Revised Trauma Score (RTS)

Revised Trauma Score (RTS) adalah sebuah skor penilaian trauma secara
fisiologis.Penentuan nilai RTS diperoleh terdiri dari: (Feliciano, 2008)

1. Skala Koma Glasgow (SKG)

2. Tekanan Darah Sistolik (TDS)

3. Frekuensi Pernapasan (FP)

RTS digunakan sebagai instrumen pada triase oleh petugas pra


rumah sakit untuk membantu dalam memberikan gambaran
kegawatdaruratan pada pasien dan dalam menentukan rumah sakit atau
IGD. RTS dapat dengan mudah dilakukan oleh petugas medis maupun
paramedis. Penghitungan RTS pada triase dilakukan dengan
menjumlahkan code value dari 3 parameter yaitu SKG, tekanan darah
sistolik dan frekuensi pernapasan. Masing-masing parameter mempunyai
nilai dari 0-4 sehingga RTS triase mempunyai kisaran nilai dari 0-12.
Nilai RTS ≤ 11 mengindikasikan pasien perlu dibawa dan menerima
perawatan di IGD. (Cecillai, 2015) SKG, TDS dan frekuensi pernapasan
diberi nilai kode, RTS kemudian dihitung dengan menjumlahkan nilai-nilai
kode sebagaimana terlihat pada tabel.
Tabel : Nilai Komponen RTS
Skala Koma Tekanan Darah Frekuensi Nilai
Glasgow Sistolik Pernapasan
13-15 >89 10-29 4
9-12 76-89 >29 3
6-8 50-75 6-9 2
4-5 1-49 1-5 1
3 0 0 0

4. Trauma - Injury Severity Score (TRISS)

Sistem penilaian kombinasi digunakan untuk mengatasi kelemahan


sistem anatomis dan fisiologis. Nilai trauma dan nilai keparahan trauma
digabung dalam metodologi Trauma-Injury Severity Score (TRISS) yang
dikembangkan pada tahun 1987 oleh Champion.Sistem ini menggabungkan
usia, ISS, mekanisme trauma, dan komponen RTS penelitian untuk
menghitung kemungkinan hidup (Ps/Probability of survival). Ps hanya
gambaran statistik dan bukan prediksi dampak yang akurat, namun dapat
memberikan dasar perhitungan probabilitas hidup.TRISS memiliki
sensitivitas 95%, spesifisitas 96%, dan akurasi 95%.

Studi Osaka yang membandingkan sistem penilaian RTS, ISS, dan


TRISS menunjukkan bahwa TRISS memiliki sensitivitas, spesifisitas, dan
akurasi paling tinggi (95, 96, 95%),sementara ISS paling rendah (68, 70,
68%) dan RTS mempunyai spesifisitas 94% dan akurasi 92%.
Gambar : Sensitivitas, Spesifisitas, dan Akurasi Berbagai Sistem Penilaian
Trauma Berdasarkan Studi Osaka

120
100
80
Sensitivitas
60
Spesifisitas
40
Accuracy
20
0
TRISS RTS GCS ISS

Angka kemungkinan hidup menggunakan metode TRISS diperoleh dari regresi


algoritma equation dengan rumus:

Ps = 1/ (1+e-b), Dimana
nilai b didapatkan melalui rumus:
b = bo + b1(RTS) + b2(ISS) + b3(Indeks Usia)

Penialian RTS, ISS telah diuraikan sebelumnya. Nilai b0-b3 berbeda pada keadaan
trauma tumpul dan tajam. Indeks usia bernilai 0 untuk pasien dengan usia <54 tahun, dan
bernilai 1 unruk pasien > 55 tahun. Jika pasien berusia < 15 tahun maka nilai b3 adalah
skor b3 pada trauma tumpul.

Tabel : Nilai b 0-b3 pada TRISS


Trauma tumpul Trauma Tajam
B0 -0.4499 -2.5355
B1 0.8085 0.9934
B2 -0.0835 -0.0651
B3 -1.7430 -1.1360

Tabel : Penilaian TRISS


Kasus: Seorang pria usia 25 tahun, dengan kecelakaan lalulintas
dan mengalami trauma toraks, nilai ISS adalah sebagai berikut:

Jenis Trauma Nilai ISS


Perforasi Diafragma 3
Perforasi RLL paru 4
Laserasi hepar 3
Laserasi duodenum 2
Lacerasi di paha kanan 1
2 2+ 2
Maka didapatkan ISS Skor: 4 + 3 1 = 16 + 9 + 1=26
Variabel fisiologispada saat rawatan:
TDS: 80 mmHg
Frekuensi pernapasan = 29 x/m
SKG = 15
Maka RTS = 6.8174
Ps = 92,7 %

TRISS sudah digunakan sebagai prediksi dampak trauma selama 20 tahun


terakhir dan hampir di seluruh dunia, serta konsisten pada orang dewasa dan
anakanak.Identifikasi dampak yang tidak diharapkan (seperti kematian pada pasien
dengan Ps tinggi) membutuhkan penilaian lebih lanjut untuk menemukan
kesalahan diagnostik atau tatalaksana yang kurang adekuat.TRISS memiliki
keterbatasan seperti ISS dan SKG, memiliki banyak komponen perhitungan, tidak
ada informasi yang berkaitan dengan penyakit penyerta (misalnya penyakit
jantung, penyakit paru, dan sebagainya).

Dari keseluruhan sistem penilaian trauma akan menentukan prognosis


sebuah trauma. Prognosis sebuah trauma yang terjadi merupakan suatu masalah
besar. Para peneliti menggunakan banyak variabel bebas dalam menentukan
variable terikat (kematian pada trauma toraks). Kebanyakan ilmuwan sangat
familiar dengan bentuk yang paling sederhana dari analisis regresi, regresi linear
sederhana, yang menggambarkan hubungan antara dua variabel secara linear.
Regresi multipel merupakan sebuah pengecualian dari teknik ini, dimana lebih dari
satu variabel bebas digunakan dalam menjelaskan sebuah variabel terikat. Regresi
multipel menguntungkan karena membiarkan seorang dokter menilai hubungan
antara variabel bebas dan variabel terikat ketika mengendalikan faktor lainnya.
Para peneliti menggunakan regresi multipel untuk mengontrol efek dari berbagai
variabel.

Anda mungkin juga menyukai