Anda di halaman 1dari 4

PR Responsi Jantung

1. Trombositopenia dapat menggambarkan adanya trombosis yang signifikan secara klinis


sebagai predisposisi konsumsi trombosit sehingga mampu dijadikan penanda keparahan
ACS (Rocco et al, 2020).  “It hase been suggested that thrombocytopenia in ACS may
reflect a greater burden of atherosclerosis or clinically significant thrombosis
predisposing platelet consumption; consequently, its presence might be considered a
marker of disease severity (Rocco et al, 2020).”
Trombositopenia sebagian besar didefinisikan sebagai penurunan jumlah trombosit
di bawah batas normal atau penurunan jumlah trombosit lebih dari 50% selama tinggal di
rumah sakit. Jumlah trombosit yang rendah pada pasien ACS risiko tinggi dapat terjadi
karena beberapa hal. Dapat berupa immunomediated karena heparin, penghambat reseptor
glikoprotein IIb / IIIa (GPIIb / IIIa), atau thienopyridines, karena PCI atau pemasangan
intra-aortic balloon pump (IABP) atau karena gagal jantung akut. Dalam register GRACE,
0.3% dari trombositemia disebabkan oleh heparin-induced (HIT), 0.6% karena
glycoprotein-associated (GAT), dan 0.7% karena hal lain (Sinkovič dan Majal 2015).
Trombosit memainkan peran penting dalam patogenesis Sindrom Koroner Akut
(ACS) dan trombositosis telah dibuktikan sebagai faktor risiko penting untuk Infark
Miokard Akut (AMI). Pada pasien dengan trombositemia esensial kejadian AMI adalah
sekitar 9,4% (Rocco et al, 2020).
Trombosit sendiri berperan penting dalam patogenesis ACS. Trombosit berperan
dalam pembentukan plak aterosklerosis dan pembentukan trombus setelah ruptur plak
aterosklerosis. Konsumsi trombosit pada plak aterosklerosis menyebabkan pelepasan
trombosit oleh sumsum tulang yang berukuran besar. Trombosit yang berukuran besar
bersifat lebih aktif secara metabolik maupun enzimatik karena mengandung lebih banyak
materi protrombotik seperti tromboksan A2 dan mengekspresikan glikoprotein IIb/III a
yang lebih banyak (Slavka et al, 2011; Syahrir et al, 2017). Aktivasi dan rekrutmen
trombosit lebih lanjut terjadi pada proses pembentukan trombus setelah terjadinya erosi
atau ruptur plak aterosklerosis (Slavka et al, 2011; Syahrir et al, 2017; Patil dan Karchi,
2017)
Kehadiran trombositopenia pada pasien ACS memprediksi outcome yang jauh lebih
buruk. Pasien dengan trompositopenia memiliki risiko kematian dan perdarahan mayor
yang lebih tinggi. Trombositopenia pada ACS dapat mencerminkan beban aterosklerosis
yang lebih besar, sehingga keberadaannya dapat dianggap sebagai penanda keparahan
penyakit (Rocco et al, 2020).

2. Hiponatremia dan hipokalemia merupakan indikator untuk ACS (Hariprasad dan


Basavaraj, 2018)
Serum natrium, kalium dan kalsium merupakan elektrolit utama yang terkait dengan
sifat elektrofisiologi membran miokard. Sarcolemma tidak dapat ditembus Na dalam
kondisi istirahat. Untuk itu pompa Na-K ATPase memainkan peran penting dalam
membangun potensial istirahat. Pompa ini mengekspor Na dari sel keluar dan mengimpor
K ke dalam sel. Jadi di intraseluler K relatif tinggi dan Na rendah, sedangkan untuk
ekstraseluler Na tinggi dan K rendah (Patil et al, 2016).
Karena aktivitas listrik jantung diatur oleh Na, K dan Ca. Homeostasis normal
elektrolit ini sangat penting untuk fungsi normal jantung. Ketidakseimbangan elektrolit
sering terjadi setelah episode ACS dan hal ini mungkin memiliki peran penting dalam
mengubah prognosis ACS (Ranjan et al, 2020).
Natrium adalah kation ekstraseluler paling melimpah, elektrolit bermuatan positif
yang membantu menyeimbangkan kadar cairan dalam tubuh dan memfasilitasi fungsi
neuromuskuler. Kadar Na serum normal adalah 135 sampai 145 mEq / L. Hiponatremia
terjadi jika kadar Na serum di bawah 135 mEq / L dan sering terlihat pada kejadian pasca
ACS (Hariprasad dan Basavaraj, 2018). Hiponatremia relatif umum pada pasien dengan
MI akut. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa hiponatremia dikaitkan dengan
hasil yang buruk pada pasien dengan STEMI dan NSTEMI, dan risiko kematian
meningkat dengan keparahan hiponatremia (Patil et al, 2016).
Hipokalemia didefinisikan sebagai kadar kalium serum <3,5 mEq / L. Hipokalemia
pada pasien dengan AMI diperkirakan dapat memprediksi peningkatan morbiditas di
rumah sakit terutama aritmia dan kematian (Hariprasad dan Basavaraj, 2018).
Sumber : Ranjan et al, 2020

Menurut Nordrehaug et al, saluran ion mungkin tidak dapat berfungsi dengan baik
untuk mempertahankan homeostasis elektrolit normal karena iskemia selama episode
ACS. Mereka menyimpulkan bahwa mekanisme yang mungkin untuk rendahnya
konsentrasi Na dan K pada pasca AMI adalah penurunan pompa Na⁺ / K⁺ -ATPase dan
pertukaran Na-Ca (Ranjan et al, 2020).
Hiponatremia mungkin disebabkan oleh sekresi vasopresin non-osmotik yang
mengganggu ekskresi air dan menyebabkan hiponatremia dilusional. Natrium secara
bebas disaring oleh glomerulus, 70-80% diserap kembali di tubulus proksimal, 20-25% di
lengkung Henle dan sisanya 5-10% di tubulus distal (Patil et al, 2016). Selain itu, Flear et
al juga mengemukakan bahwa hipoksia dan iskemia jantung meningkatkan permeabilitas
membran sel terhadap ion natrium, aktivasi sistem saraf simpatis dan sistem rennin-
angiotensin. Hal ini dapat menyebabkan penurunan Na serum pada pasien ACS (Patil et
al, 2016; Ranjan et al, 2020).
Menurut Madias et al, hipokalemia pada pasca AMI kemungkinan besar disebabkan
oleh sekresi katekolamin yang diinduksi stres dari medula adrenal yang meningkatkan
serapan K ke dalam sel yang menyebabkan penurunan kadar K serum (Ranjan et al,
2020).
Daftar Pustaka

Davarashvili, I. et al (2019). Thrombocytopenia and Coronary Artery Disease, the Existing


Dilemmas. Journal of Cardiovascular Emergencies, 5(3):108-111
Flear, C. T., & Hilton, P. (1979). Hyponatraemia and severity and outcome of myocardial
infarction. BMJ, 1(6173), 1242–1246. doi:10.1136/bmj.1.6173.1242 
Hariprasad S, & Basavaraj M. (2018). Electrolyte dysfunction in myocardial infarction
patients. Int J Adv Med, 5(5) : 1172-1176
Nordrehaug, J. E. (1985). Malignant arrhythmia in relation to serum potassium in acute
myocardial infarction. The American Journal of Cardiology, 56(6), D20–D23.
doi:10.1016/0002-9149(85)91110-5 
Patil et al (2016). A Study of Electrolyte Imbalance in Acute Myocardial Infarction Patients
at A Tertiary Care Hospital in Western Maharashtra. International Journal of
Contemporary Medical Research, 3(12) : 3568-3571
Patil KS, Karchi SD. (2017). A comparative study of platelet indices in acute coronary
syndrome. International Journal of Contemporary Medical Research. 43 (11) : 657-
660.
Ranjan et al (2020). Study Of Electrolyte Imbalance In Acute Coronary Syndrome Patients; A
Hospital Based Study. International Journal of Scientific Research, 9(8) : 43-45
Rocco E., et al. (2020). Acute Coronary Syndromes in Patients with Thrombocytopenia.
Thromb Haemost Res, 4(1) : 1-4
Sinkovič, A., & Majal, M. (2015). The Impact of Thrombocytopenia on Outcome in Patients
with Acute Coronary Syndromes: A Single Center Retrospective Study. BioMed
Research International, 2015, 1–7. doi:10.1155/2015/907304 
Slavka G, et al. (2011). Mean platelet volume may representa predictive parameter for
overall vascular mortality and ischemic heart disease. Arterioscler Thromb Vasc Biol.
31 (5) : 1215-1228
Syahrir W, Kurniawan LB, Rauf D. (2017). Analysis of mean platelet volume as a marker for
myocardial infarction and non-myocardial infarction in acute coronary syndrome.
Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory. 24(1) : 76-80

Anda mungkin juga menyukai